Anda di halaman 1dari 9

Airtanah? Apa dan Bagaimana Mencarinya?

Penulis
pakde
-
Agustus 24, 2006
203

Seorang kawan (Rachmat Fajar Lubis) yg sedang berada di Jepang, bukan belajar gempa
tetapi tentang air tanah. Ya, belajar tentang air tanah. mengapa ? Karena air akan menjadi
bahan komoditi ketika nanti kita kesulitan mencari air tawar dan air baku untuk kehidupan
sehari-hari. Pak Fajar ini mempelajari pengelolaan air tanah, beliau bekerja di Indonesia
sebagai ahli air tanah di Geotek LIPI, Bandung. Pak Fajar saat ini berada di Chiba, Jepang dalam
rangka Joint Research.

Berikut tulisan sekelumit beliau tentang air tanah.

Airtanah? Apa dan Bagaimana Mencarinya?

Rachmat Fajar Lubis

Pertanyaan diatas seringkali muncul ketika sumber air yang kita gunakan selama ini seperti air sungai, danau
atau air hujan tidak bisa kita dapatkan. Satu hal yang pasti ini adalah salahsatu jenis air juga.
Hanya dikarenakan jenis air ini tidak terlihat secara langsung, banyak kesalahfahaman dalam masalah ini.
Banyak orang secara umum menganggap airtanah itu sebagai suatu danau atau sungai yang mengalir di bawah
tanah. Padahal, hanya dalam kasus dimana suatu daerah yang memiliki gua dibawah tanahlah kondisi ini adalah
benar. Secara umum airtanah akan mengalir sangat perlahan melalui suatu celah yang sangat kecil dan atau
melalui butiran antar batuan

(Model aliran airtanah melewati rekahan dan butir batuan)

Batuan yang mampu menyimpan dan mengalirkan airtanah ini kita sebut dengan akifer. Bagaimana interaksi
kita dalam penggunaan airtanah? Yang alami adalah dengan mengambil airtanah yang muncul di permukaan
sebagai mataair atau secara buatan. Untuk pengambilan airtanah secara buatan, mungkin analogi yang baik
adalah apabila kita memegang suatu gelas yang berisi air dan es. Apabila kita masukkan sedotan, maka akan
terlihat bahwa air yang berada di dalam sedotan akan sama dengan tinggi air di gelas. Ketika kita menghisap air
dalam gelas tersebut terus menerus pada akhirnya kita akan menghisap udara, apabila kita masih ingin
menghisap air yang tersimpan diantara es maka kita harus menghisapnya lebih keras atau mengubah posisi
sedotan. Nah konsep ini hampirlah sama dengan teknis pengambilan airtanah dalam lapisan akifer (dalam hal
ini diwakili oleh es batu) dengan menggunakan pompa (diwakili oleh sedotan)

Hal yang menarik, jika kita tutup permukaan sedotan maka akan terlihat bahwa muka air di dalam sedotan akan
berbeda dengan muka air didalam gelas. Perbedaan ini akan mengakibatkan pergerakan air. Sama dengan
analog ini, airtanahpun akan bergerak dari tekanan tinggi menuju ke tekanan rendah. Perbedaan tekanan ini
secara umum diakibatkan oleh gaya gravitasi (perbedaan ketinggian antara daerah pegunungan dengan
permukaan laut), adanya lapisan penutup yang impermeabel diatas lapisan akifer, gaya lainnya yang
diakibatkan oleh pola struktur batuan atau fenomena lainnya yang ada di bawah permukaan tanah. Pergerakan
ini secara umum disebut gradien aliran airtanah (potentiometrik). Secara alamiah pola gradien ini dapat
ditentukan dengan menarik kesamaan muka airtanah yang berada dalam satu sistem aliran airtanah yang sama.
Mengapa pergerakan atau aliran airtanah ini menjadi penting? Karena disinilah kunci dari penentuan suatu
daerah kaya dengan airtanah atau tidak. Perlu dicatat : tidak seluruh daerah memiliki potensi airtanah alami
yang baik.

Model aliran airtanah itu sendiri akan dimulai pada daerah resapan airtanah atau sering juga disebut sebagai
daerah imbuhan airtanah (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air yang berada di permukaan
tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melalui
lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan.

(Model siklus hidrologi, dimodifikasi dari konsep Gunung Merapi-GunungKidul)

Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut menemui suatu lapisan atau
struktur batuan yang bersifat kedap air (impermeabel). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh
air (saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah luahan airtanah (discharge zone). Perbedaan
kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air dalam zonasi ini akan bergerak/mengalir baik secara gravitasi,
perbedaan tekanan, kontrol struktur batuan dan parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran
airtanah. Daerah aliran airtanah ini selanjutnya disebut sebagai daerah aliran (flow zone).

Dalam perjalananya aliran airtanah ini seringkali melewati suatu lapisan akifer yang diatasnya memiliki lapisan
penutup yang bersifat kedap air (impermeabel) hal ini mengakibatkan perubahan tekanan antara airtanah yang
berada di bawah lapisan penutup dan airtanah yang berada diatasnya. Perubahan tekanan inilah yang
didefinisikan sebagai airtanah tertekan (confined aquifer) dan airtanah bebas (unconfined aquifer). Dalam
kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan airtanah bebas sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali oleh
penduduk, sedangkan airtanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah menembus lapisan
penutupnya.

Airtanah bebas (water table) memiliki karakter berfluktuasi terhadap iklim sekitar, mudah tercemar dan
cenderung memiliki kesamaan karakter kimia dengan air hujan. Kemudahannya untuk didapatkan membuat
kecenderungan disebut sebagai airtanah dangkal (Padahal dangkal atau dalam itu sangat relatif lho).

Airtanah tertekan/ airtanah terhalang inilah yang seringkali disebut sebagai air sumur artesis (artesian well).
Pola pergerakannya yang menghasilkan gradient potensial, mengakibatkan adanya istilah artesis positif ;
kejadian dimana potensial airtanah ini berada diatas permukaan tanah sehingga airtanah akan mengalir vertikal
secara alami menuju kestimbangan garis potensial khayal ini. Artesis nol ; kejadian dimana garis potensial
khayal ini sama dengan permukaan tanah sehingga muka airtanah akan sama dengan muka tanah. Terakhir
artesis negatif ; kejadian dimana garis potensial khayal ini dibawah permukaan tanah sehingga muka airtanah
akan berada di bawah permukaan tanah..

Jadi, kalau tukang sumur bilang bahwa dia akan membuat sumur artesis, itu artinya dia akan mencari airtanah
tertekan/airtanah terhalang ini.. belum tentu airnya akan muncrat dari tanah ;p
Lalu airtanah mana yang akan dicari?

Itulah yang pertama kali harus kita tentukan. Tiap jenis airtanah memerlukan metode pencarian yang spesifik.
Tapi secara umum bisa kita bagi menjadi :

Metode berdasarkan aspek fisika (Hidrogeofisika) : Penekanannya pada aspek fisik yaitu merekonstruksi pola
sebaran lapisan akuifer. Beberapa metode yang sudah umum kita dengar dalam metode ini adalah pengukuran
geolistrik yang meliputi pengukuran tahanan jenis, induce polarisation (IP) dan lain-lain. Pengukuran lainnya
adalah dengan menggunakan sesimik, gaya berat dan banyak lagi.

Metode berdasarkan aspek kimia (Hidrogeokimia) : Penekanannya pada aspek kimia yaitu mencoba merunut
pola pergerakan airtanah. Secara teori ketika air melewati suatu media, maka air ini akan melarutkan
komponen yang dilewatinya. Sebagai contoh air yang telah lama mengalir di bawah permukaan tanah akan
memiliki kandungan mineral yang berasal dari batuan yang dilewatinya secara melimpah.

Metode manakah yang terbaik?

Kombinasi dari kedua metode ini akan saling melengkapi dan akan memudahkan kita untuk mengetahui lebih
lengkap mengenai informasi keberadaan airtanah di daerah kita.

Selamat mencari airtanah… untuk kehidupan yang lebih baik.

PENDUGAAN POTENSI AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI


KAMPUS TEGAL BOTO UNIVERSITAS JEMBER Gusfan Halik Laboratorium Hidroteknik Fakultas Teknik
Jurusan Sipil Unej Jl. Slamet Riyadi 62 Jember Telp. 0331-410241, e-mail : gusfan@teknik.unej.ac.id Jojok
Widodo S. Laboratorium Hidroteknik Fakultas Teknik Jurusan Sipil Unej Jl. Slamet Riyadi 62 Jember Telp.
0331-410241, e-mail : jojok@teknik.unej.ac.id Abstract Geoelectric represents geophysics method
frequently used to study subsurface geology structure, even though it can be applied to explore
groundwater. The objective of this study is to investigate groundwater potency using Schlumberger
configuration. The investigation result shows that the area study have a good groundwater potential
indicated by an aquifer having the character of low resistivity at 15,9 Ωm at sounding point 1 (s1). The
aquifer potential lies at depth of about 100 – 125 meter. The inversion model result using IPI2WIN,
suggests that the subsurface layers model with error level of 5 percent at each sounding point.
Keywords: geoelectrical, groundwater exploration, resistivity, Schlumberger. PENDAHULUAN Air tanah
merupakan salah satu sumber akan kebutuhan air bagi kehidupan makhluk di muka bumi. Usaha
memanfaatkan dan mengembangkan air tanah telah dilakukan sejak jaman kuno. Dimulai menggunakan
timba yang ujungnya diikat pada bambu kemudian dilengkapi dengan pemberat (sistem pegas),
kemudian berkembang dengan menggunakan teknologi canggih dengan cara mengebor sumur-sumur
dalam sampai kedalaman 200 meter. Dalam usaha untuk mendapatkan susunan mengenai lapisan bumi,
kegiatan penyelidikan melalui permukaan tanah atau bawah tanah haruslah dilakukan, agar bisa
diketahui ada atau tidaknya lapisan pembawa air (akuifer), ketebalan dan kedalamannya serta untuk
mengambil contoh air untuk dianalisis kualitas airnya. Meskipun air tanah tidak dapat secara langsung
diamati melalui permukaan bumi, penyelidikan permukaan tanah merupakan awal penyelidikan yang
cukup penting, paling tidak dapat memberikan suatu gambaran mengenai lokasi keberadaan air tanah
tersebut. Beberapa metode penyelidikan permukaan tanah yang dapat dilakukan, diantaranya : metode
geologi, metode gravitasi, metode magnit, metode seismik, dan metode geolistrik. Dari metode-metode
tersebut, metode geolistrik merupakan metode yang banyak sekali digunakan dan hasilnya cukup baik
(Bisri,1991). Sebelum pengambilan air tanah dengan sumur dalam (bor dalam) ini dilakukan, terlebih
dahulu dilakukan penyelidikan awal di atas permukaan tanah untuk mengetahui ada tidaknya lapisan
pembawa air (akuifer). Sementara itu, potensi air tanah (akuifer) yang ada dikampus Tegal Boto
Universitas Jember tidak diketahui secara pasti, karena belum pernah dilakukan penelitian. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui susunan lapisan bawah permukaan tanah, sehingga dapat diketahui adanya
lapisan pembawa air tanah atau akuifer yang ada di Kampus Tegal Boto Universitas Jember dengan
menggunakan pendekatan Geolistrik. Pendugaan geolistrik ini dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran mengenai lapisan tanah di bawah permukaan dan kemungkinan terdapatnya air tanah dan
mineral pada kedalaman tertentu. Pendugaan geolistrik ini didasarkan pada kenyataan bahwa material
yang berbeda akan mempunyai tahanan jenis yang berbeda apabila dialiri arus listrik. Air tanah
mempunyai tahanan jenis yang lebih rendah daripada batuan mineral. Beberapa penelitian yang terkait
dengan pendugaan geolistrik ini diantaranya : penyelidikan untuk mengetahui sebaran mineral batu
bara (Azhar, dkk., 2003) dan 110/ MEDIA TEKNIK SIPIL/ JULI 2008 penyelidikan eksplorasi air bawah
tanah (Ali M.N, dkk., 2003). Prinsip kerja pendugaan geolistrik adalah mengukur tahanan jenis
(resistivity) dengan mengalirkan arus listrik kedalam batuan atau tanah melalui elektroda arus (current
electrode), kemudian arus diterima oleh elektroda potensial. Beda potensial antara dua elektroda
tersebut diukur dengan volt meter dan dari harga pengukuran tersebut dapat dihitung tahanan jenis
semua batuan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Anonim, 1992 dan Todd, 1980): I V ρ = 2.π .
a . ............................................... [1] ρ adalah tahanan jenis, 2π konstanta, V beda potensial, I kuat arus
dan a adalah jarak elektroda Menurut Bisri (1991) Ada beberapa macam aturan pendugaan lapisan
bawah permukaan tanah dengan geolistrik ini, antara lain : aturan Wenner, aturan Schlumberger, aturan
½ Wenner, aturan ½ Schlumberger, dipole-dipole dan lain sebagainya. Prosedur pengukuran untuk
masing-masing konfigurasi bergantung pada variasi resistivitas terhadap kedalaman yaitu pada arah
vertikal (sounding) atau arah lateral (mapping) (Derana, 1981). Metode resistivitas dengan konfigurasi
Schlumberger dilakukan dengan cara mengkondisikan spasi antar elektrode potensial adalah tetap
sedangkan spasi antar elektrode arus berubah secara bertahap (Sheriff, 2002). Pengukuran resistivitas
pada arah vertikal atau Vertical Electrical Sounding (VES) merupakan salah satu metode geolistrik
resistivitas untuk menentukan perubahan resistivitas tanah terhadap kedalaman yang bertujuan untuk
mempelajari variasi resistivitas batuan di bawah permukaan bumi secara vertikal (Telford, et al., 1990).
Metode ini dilakukan dengan cara memindahkan elektroda dengan jarak tertentu maka akan diperoleh
harga-harga tahanan jenis pada kedalaman yang sesuai dengan jarak elektroda. Harga tahanan jenis dari
hasil perhitungan kemudian diplot terhadap kedalaman (jarak elektroda) pada kertas ‘log–log’ yang
merupakan kurva lapangan. Selanjutnya kurva lapangan tersebut diterjemahkan menjadi jenis batuan
dan kedalamannya. Prinsip konfigurasi geolistrik ditunjukkan pada Gambar 1. Dengan memindahkan
elektroda dengan jarak tertentu maka akan diperoleh harga-harga tahanan jenis pada kedalaman yang
sesuai dengan jarak elektroda. Harga tahanan jenis dari hasil perhitungan kemudian diplot terhadap
kedalaman (jarak elektroda) pada kertas ‘log–log ’ yang merupakan kurva lapangan. Selanjutnya kurva
lapangan tersebut diterjemahkan menjadi jenis batuan dan kedalamannya Sumber Arus Potensiometer
∆V C P P C d d Elektroda Arus Elektroda Arus Elektroda Potensial Gambar 1. Konfigurasi Geolistrik
Pengukuran resitivitas suatu titik sounding dilakukan dengan jalan mengubah jarak elektrode secara
sembarang tetapi mulai dari jarak elektrode kecil kemudian membesar secara gradual. Jarak antar
elektrode ini sebanding dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi. Makin besar jarak elektrode
maka makin dalam lapisan batuan yang dapat diselidiki. Interpretasi data resistivitas didasarkan pada
asumsi bahwa bumi terdiri dari lapisan-lapisan tanah dengan ketebalan tertentu dan mempunyai sifat
kelistrikan homogen isotrop, dimana batas antar lapisan dianggap horisontal. Survei resistivitas akan
memberikan gambaran tentang distribusi resistivitas bawah permukaan. Harga resistivitas tertentu akan
berasosiasi dengan kondisi geologi tertentu. Untuk mengkonversi harga resistivitas ke dalam bentuk
geologi diperlukan pengetahuan tentang tipikal dari harga resistivitas untuk setiap tipe material dan
struktur daerah survey. Harga resistivitas batuan, mineral, tanah dan unsur kimia secara umum telah
diperoleh melalui berbagai pengukuran dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk proses konversi
(Telford, et al., 1990). Nilai resistivitas sebenarnya dapat dilakukan dengan cara pencocokan (matching)
atau dengan metode inversi. Pada penelitian ini dilakukan dengan metode inversi, menggunakan
program IPI2WIN. MEDIA TEKNIK SIPIL/ JULI 2008/111 Lokasi Penelitian Keterangan 3 2 1 4 5 Sumber :
Bakorsurtanal, 1997 Sumber : Anonim, 2006 Gambar 2 Lokasi Penelitian Gambar 3 Lintasan dan Posisi
Titik Pengukuran Geolistrik METODE Penelitian ini dilakukan di Kampus Tegal Boto – Universitas Jember.
Lokasi Penelitian ditunjukkan pada Gambar 2. Sedangkan penentuan lintasan dan titik pengukuran
geolistrik dilakukan di rencana lokasi gedung Teknik Kampus Tegal Boto Universitas Jember. Adapun
lintasan dan titik pengukuran geolistrik dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3. Pengukuran
geolistrik yang diterapkan pada penelitian ini adalah geolistrik sounding (vertikal) konfigurasi
Schlumberger. Jumlah titik sounding sebanyak 5 titik dengan panjang lintasan sepanjang 850 meter
HASIL DAN PEMBAHASAN Secara geologi, batuan di lokasi penelitian didominasi oleh endapan vulkanik
muda, meliputi : tufa, lahar, breksi dan lava andesit sampai basal. Kelulusan tinggi hingga sedang.
Kelulusan tinggi terutama pada endapan lahar dan aliran lava vasikuler. Secara hidrogeologi, akuifer di
lokasi penelitian merupakan aliran melalui celah dan ruang antar butir. Akuifer produktifnya bersifat
produksi sedang dengan penyebaran yang luas. Akuifer dengan keterusandan kisaran kedalaman muka
air tanah sangat beragam. Debit sumur umumnya kurang dari 5 liter/detik. Peta hidrogeologi lokasi
penelitian lihat Gambar 4. Pengukuran tahanan jenis di lokasi penelitian merupakan pengukuran
tahanan jenis semu. Data tahanan jenis semu tersebut diolah atau diinversi dengan persamaan
matematis untuk mendapatkan nilai tahanan jenis yang sebenarnya. Dalam penelitian ini input data
tahanan jenis semu dioleh dengan menggunakan perangkat lunak IPI2WIN. Hasil pengolahan data
pseudosection berupa distribusi tahanan jenis sebenarnya terhadap penampang melintang di bawah
permukaan tanah. Hasil pengolahan data yang diperoleh berupa penampang resistivitas yang
menggambarkan nilai distribusi lapisan bawah permukaan tanah pada masing-masing titik sounding.
Pada penampang resistivitas tersebut, perubahan nilai resistivitas dinyatakan dalam bentuk citra warna
yang berbedabeda dengan kedalaman atau ketebalan lapisan tertentu sesuai dengan nilai
resistivitasnya. Hasil distribusi resistivitas atau tahanan jenis sebenarnya pada penampang vertikal
ditunjukkan pada Gambar 5. Berdasarkan hasil interpretasi peta geologi dan hidrogeologi, menunjukkan
bahwa lapisan pembawa air (akuifer) di lokasi penelitian tergolong akuifer dengan tingkat produktivitas
sedang yang menyebar secara luas. Pada akuifer ini potensi air tanah yang dapat dimanfaatkan kurang
dari 5 liter/detik. Akuifer ini diperkirakan berasal dari daerah resapan Gunung Argopuro dan Gunung
Raung. Berdasarkan hasil distribusi nilai resistivitas secara vertikal (Gambar 5), didapatkan interpretasi
kuantitatif yang menggambarkan kondisi atau lapisan batuan bawah permukaan tanah di lokasi
penelitian. Hasil interpretasi selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 1 sampai Tabel 5. Legenda : : lintasan
: titik pengukuran 112/ MEDIA TEKNIK SIPIL/ JULI 2008 Lokasi penelitian Sumber : Soekardi, 1984
Gambar 4 Peta Hidrogeologi Lokasi Penelitian Gambar 5 Distribusi Nilai Resistivitas (Tahanan Jenis) Tabel
1 : Interpretasi pada titik S1 No Kedalaman (m) Nilai Tahanan Jenis (Ωm) Lapisan Batuan Konfigurasi
Warna 1 0 – 5,48 17 - 33,70 Dugaan asosiasi antara lempung, lanau dan lempung berpasir Biru 1 2 6,0 –
46 100 Dugaan kerikil dan lempung berpasir kering Hijau 2,3 3 45 – 115 15,9 Dugaan pasir atau kerikil
jenuh air Biru 2,3 4 115 – 200 422 Dugaan batu pasir, kerikil dan batu gamping. Kuning 1 MEDIA TEKNIK
SIPIL/ JULI 2008/113 Tabel 2 : Interpretasi pada titik S2 No Kedalaman (m) Nilai Tahanan Jenis (Ωm)
Lapisan Batuan Konfigurasi Warna 1 0 - 8,0 18 – 33 Dugaan asosiasi antara lempung, lanau dan lempung
berpasir Biru 1,2 2 8,0 – 50 427 Dugaan batu pasir, kerikil dan batu gamping. Kuning 1 3 50 – 200 653
Dugaan batu pasir berkwarsa, batu gamping Kuning 2 Tabel 3 : Interpretasi pada titik S3 No Kedalaman
(m) Nilai Tahanan Jenis (Ωm) Lapisan Batuan Konfigurasi Warna 1 0 - 5,61 21,6 Dugaan asosiasi antara
lempung, lanau dan lempung berpasir Biru 3,4 2 6,0 – 10 4663 Dugaan lapisan batu boulder dan kerikil
kering. Merah 3 10 – 22 22,1 Dugaan lapisan pasir, lempung pasiran Biru 1,2 4 22 – 77 367 Dugaan batu
pasir dan kerikil kering Kuning 1 5 77 – 200 687 Dugaan batu pasir berkwarsa, batu gamping Kuning 2
Tabel 4 : Interpretasi pada titik S4 No Kedalaman (m) Nilai Tahanan Jenis (Ωm) Lapisan Batuan
Konfigurasi Warna 1 0 - 10 14,9 – 47,2 Dugaan asosiasi antara lempung, lanau dan lempung berpasir Biru
4,5 2 10 – 40 1345 Dugaan batu pasir, kerikil kering Coklat 2 3 40 – 64 173 Dugaan kerikil dan lempung
berpasir kering Hijau 3 4 64 – 200 622 Dugaan batu pasir berkwarsa, batu gamping Kuning 2 Tabel 5 :
Interpretasi pada titik S5 No Kedalaman (m) Nilai Tahanan Jenis (Ωm) Lapisan Batuan Konfigurasi Warna
1 0 - 11 15,7 – 47,2 Dugaan asosiasi antara lempung, lanau dan lempung berpasir Biru 3,4,5 2 11 – 45
839 Dugaan batu pasir, kerikil kering Coklat 1 3 45 – 200 577 Dugaan batu pasir berkwarsa, batu
gamping Kuning 2 Dari hasil interpretasi diatas menunjukkan bahwa sebagian besar batuan didominasi
oleh lapisan batuan yang mempunyai nilai resistivitas atau tahanan jenis tinggi (diatas 500 Ωm). Lapisan
ini kurang mempunyai sifat sebagai lapisan pembawa air (akuifer). Namun demikian apabila akan
dilakukan pengeboran air tanah sebaiknya di lakukan di titik sounding 1 (S1), dengan kedalaman
pengeboran antara 100 sampai 125 meter. Pada titik S1 ini diduga sebagai lapisan pembawa air (akuifer)
dengan prospek akuifer produksi setempat. SIMPULAN Dari hasil penyelidikan geolistrik di lokasi Gedung
Teknik, Kampus Tegal Boto Univesitas Jember, maka dapat disimpulkan bahwa: Secara geologi, batuan
di lokasi penelitian didominasi oleh endapan vulkanik muda yang terdiri dari tuf, breksi, lahar dan lava
andesit sampai basal. Secara hidrogeologi, lokasi penelitian merupakan akuifer yang memiliki aliran
melalui celah dan ruang antar butir. Akuifer ini bersifat sedang dengan penyebaran luas. Keterusan dan
kedalaman muka air tanah sangat beragam. Debit sumur yang dapat dimanfaatkan kurang dari 5
liter/detik. Hasil pendugaan dengan geolistrik yang dikorelasikan dengan referensi kuantitatif,
menunjukkan bahwa sebagian besar batuan di titik sounding 2 sampai 5 merupakan lapisan batuan
keras yang mempunyai nilai resistivitas tinggi (diatas 500 Ωm). Lapisan ini kurang mempunyai sifat
sebagai lapisan pembawa air (akuifer). Namun demikian apabila akan 114/ MEDIA TEKNIK SIPIL/ JULI
2008 dilakukan pengeboran air tanah sebaiknya di lakukan di titik sounding 1 (S1) yang berpotensi
sebagai lapisan pembawa air (akuifer). REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat
direkomendasikan bahwa : Untuk mengetahui distribusi nilai resistvitas secara horisontal, perlu
dilakukan penelitian lanjutan dengan cara pengukuran geolistrik metode mapping. Apabila akan
dilakukan pengeboran air tanah di lokasi penelitian, maka disarankan untuk dilakukan pengeboran di
titik sounding 1 (s1), dengan kedalaman pengeboran sampai 100 – 125 m. Setelah dilakukan
pengeboran, sebaiknya dilakukan pengukuran well logging, untuk mendapatkan posisi lapisan akuifer
tipis. Dengan cara ini dapat ditentukan letak saringan yang tepat dari akuifer yang disadap, sehingga
akan didapatkan hasil eksploitasi air tanah yang maksimal. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti
mengucapkan terima kasih kepada pihak Universitas Jember yang telah membantu mendanai penelitian
ini. REFERENSI Ali, M.N., Za’ari, Supoyo, 2003. “Eksplorasi, eksploitasi Sumber Daya Mineral Air Bawah
Tanah : Studi Kasus Di Kawasan Industri Pasuruan Jawa Timur”. Proceedings of Joint The 32 nd IAGI dan
The 28 th HAGI Annual Convention and Exhibition. Anonim, 1992. “Standar Metode Eskplorasi Air Tanah
dengan Geolistrik Susunan Slumberger”, SNI 03 – 2818 – 1992, Departemen Pekerjaan Umum Jakarta.
Anonim, 2006. “Redesain Masterplan Tahap II Universitas Jember”, CV Wijasena Konsultek, Jember.
Azhar, Handayani G., 2004. “Penerapan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger untuk Penentuan
Tahanan Jenis Batubara“. Jurnal Natur Indonesia 6(2) hal 122-126, ISSN1410- 9379. Bakorsurtanal, 1997.
“Peta Rupa Bumi Skala 1:25.000”. Bisri, Mohammad, 1991. “Aliran Air Tanah. Malang“, Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya. Derana, T. I., 1981, “Perbandingan Interpretasi Geolistrik“, Aturan Wenner dan
Schlumberger, Skripsi, Jurusan Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta. Sheriff, R
E., 2002, “Encyclopedic Dictionary of Applied Geophysics, 4th edition“, SEG Tulsa, Oklahoma. Soekardi
Puspowardoyo, 1984. “Hidrogeologi Indonesia Lembar XI Jember (Jawa) “. Direktorat Geologi Tata
Lingkungan, Bandung. Telford, W. M., Geldart, L. P. and Sheriff, R. E., 1990, “Applied Geophysics, Second
Edition“, Cambridge University Press, United State of America. Todd D.K. 1980. “Groundwater
Hydrology“. John Willey & Sons. Inc. New Work, 2d.ed

Anda mungkin juga menyukai