Jawaban
1
4. Bahasa itu bersifat arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan ’sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka’.
Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang
bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh
lambang tersebut. Ferdinant de Saussure (1966: 67) dalam dikotominya membedakan apa
yang dimaksud signifiant dan signifie. Signifiant (penanda) adalah lambang bunyi itu,
sedangkan signifie (petanda) adalah konsep yang dikandung signifiant.
Bolinger (1975: 22) mengatakan: Seandainya ada hubungan antara lambang dengan
yang dilambangkannya itu, maka seseorang yang tidak tahu bahasa tertentu akan dapat
menebak makna sebuah kata apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita
tidak bisa menebak makna sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang
belum pernah kita dengar, karena bunyi kata tersebut tidak memberi ”saran” atau ”petunjuk”
apapun untuk mengetahui maknanya.
FUNGSI BAHASA
3
perilaku, dan symbol-simbol lain yang menunjukan arah komunikasi. Bahasa kontrol ini
dapat diwujudkan dalam bentuk: aturan, anggaran dasar, undang – undang dan lain – lain.
4. Bahasa sebagai sarana memahami diri
Dalam membangun karakter seseorang harus dapat memahami dan mengidentifikasi
kondisi dirinya terlebih dahulu. Ia harus dapat menyebutkan potensi dirinya, kelemahan
dirinya, kekuatan dirinya, bakat, kecerdasan, kemampuan intelektualnya, kemauannya,
tempramennya, dan sebagainya. Pemahaman ini mencakup kemampuan fisik, emosi,
inteligensi, kecerdasan, psikis, karakternya, psikososial, dan lain-lain. Dari pemahaman
yang cermat atas dirinya, seseorang akan mampu membangun karakternya dan
mengorbitkannya ke arah pengembangan potensi dan kemampuannya menciptakan suatu
kreativitas baru.
5. Bahasa sebagai sarana ekspresi diri
Bahasa sebagai ekspresi diri dapat dilakukan dari tingkat yang paling sederhana sampai
yang paling kompleks atau tingkat kesulitan yang sangat tinggi. Ekspresi sederhana,
misalnya, untuk menyatakan cinta (saya akan senatiasa setia, bangga dan prihatin
kepadamu), lapar (sudah saatnya kita makan siang).
6. Bahasa sebagai sarana memahami orang lain
Untuk menjamin efektifitas komunikasi, seseorang perlu memahami orang lain, seperti
dalam memahami dirinya. Dengan pemahaman terhadap seseorang, pemakaian bahasa
dapat mengenali berbagai hal mencakup kondisi pribadinya: potensi biologis, intelektual,
emosional, kecerdasan, karakter, paradigma, yang melandasi pemikirannya, tipologi dasar
tempramennya (sanguines, melankolis, kholeris, flagmatis), bakatnya, kemampuan
kreativitasnya, kemempuan inovasinya, motifasi pengembangan dirinya, dan lain – lain.
7. Bahasa sebagai sarana mengamati lingkungan sekitar
Bahasa sebagai alat untuk mengamati masalah tersebut harus diupayakan kepastian
konsep, kepastian makna, dan kepastian proses berfikir sehingga dapat mengekspresikan
hasil pengamatan tersebut secara pasti. Misalnya apa yang melatar belakangi pengamatan,
bagaimana pemecahan masalahnya, mengidentifikasi objek yang diamati, menjelaskan
bagaimana cara (metode) mengamati, apa tujuan mengamati, bagaimana hasil
pengamatan,. dan apa kesimpulan.
8. Bahasa sebagai sarana berfikir logis
Kemampuan berfikir logis memungkinkan seseorang dapat berfikir logis induktif, deduktif,
sebab – akibat, atau kronologis sehingga dapat menyusun konsep atau pemikiran secara
jelas, utuh dan konseptual. Melalui proses berfikir logis, seseorang dapat menentukan
tindakan tepat yang harus dilakukan. Proses berfikir logis merupakn hal yang abstrak.
Untuk itu, diperlukan bahasa yang efektif, sistematis, dengan ketepatan makna sehingga
mampu melambangkan konsep yang abstrak tersebut menjadi konkret.
9. Bahasa membangun kecerdasan
Kecerdasan berbahasa terkait dengan kemampuan menggunakan sistem dan fungsi bahasa
dalam mengolah kata, kalimat, paragraf, wacana argumentasi, narasi, persuasi, deskripsi,
analisis atau pemaparan, dan kemampuan mengunakan ragam bahasa secara tepat
sehingga menghasilkan kreativitas yang baru dalam berbagai bentuk dan fungsi
kebahasaan.
10. Bahasa mengembangkan kecerdasan ganda
Selain kecerdasan berbahasa, seseorang dimungkinkan memiliki beberapa kecerdasan
sekaligus. Kecerdasan – kecerdasan tersebut dapat berkembang secara bersamaan. Selain
memiliki kecerdasan berbahasa, orang yang tekun dan mendalami bidang studinya secara
4
serius dimungkinkan memiliki kecerdasan yang produktif. Misalnya, seorang ahli program
yang mendalami bahasa, ia dapat membuat kamus elektronik, atau membuat mesin
penerjemah yang lebih akurat dibandingkan yang sudah ada.
11. Bahasa membangun karakter
Kecerdasan berbahasa memungkinkan seseorang dapat mengembangkan karakternya
lebih baik. Dengan kecerdasan bahasanya, seseorang dapat mengidentifikasi kemampuan
diri dan potensi diri. Dalam bentuk sederhana misalnya : rasa lapar, rasa cinta. Pada
tingkat yang lebih kompleks , misalnya: membuat proposal yang menyatakan dirinya akan
menbuat suatu proyek, kemampuan untuk menulis suatu laporan.
12. Bahasa Mengembangkan profesi
Proses pengembangan profesi diawali dengan pembelajaran dilanjutkan dengan
pengembangan diri (kecerdasan) yang tidak diperoleh selama proses pembelajaran,
tetapi bertumpu pada pengalaman barunya. Proses berlanjut menuju pendakian puncak
karier/profesi. Puncak pendakian karier tidak akan tercapai tanpa komunikasi atau
interaksi dengan mitra, pesaing dan sumber pegangan ilmunya. Untuk itu semua kaum
profesional memerlukan ketajaman, kecermatan, dan keefektifan dalam berbahasa
sehingga mempu menciptakan kreatifitas baru dalam profesinya.
13. Bahasa sarana menciptakan kreatifitas baru
Bahasa sebagai sarana berekspresi dan komunikasi berkembang menjadi suatu pemikiran
yang logis dimungkinkan untuk mengembangkan segala potensinya. Perkembangan itu
sejalan dengan potensi akademik yang dikembangkannya. Melalui pendidikan yang
kemudian berkembang menjadi suatu bakat intelektual. Bakat alam dan bakat intelektual
ini dapat berkembang spontan menghasilkan suatu kretifitas yang baru.
5
Seperti di Indonesia guru mempergunakan bahasa Indonesia dalam mengajar karena
murid mengerti bahasa tersebut, atau pada sebagian daerah guru sekolah dasar
terkadang menggunakan bahasa daerah dan Indonesia karena alasan murid di
lingkungan tersebut masih lazim mempergunakan bahasa asli/daerah sendiri ataupun
seperti di sebagian SLB A kelas Tuna Rungu guru lebih banyak menggunakan bahasa bibir
dan bicara, karena suatu alasan muridnya belum cukup faham dengan bahasa tangan
yang formal.
2) Pematangan Interaksi (Mature Interaction)
Pada tahapan Mature Interaction bahasa lebih berkembang dibandingkan interaksi
alamiah, kegiatan pembelajaran lebih mendalam karena bahasa telah berperan sebagai
alat penghubung antara satu pokok fikiran materi pelajaran dengan pokok fikiran
berikutnya.
Dengan pengunaan bahasa yang tepat dari seorang guru, murid dapat menandai
hubungan keterkaitan dan rangkaian kata secara bertahap untuk lebih difahami,
sehingga tercipta interaksi yang selaras antara kedua belah fihak. Pada tahap ini lebih
mendekati dengan “Public Relation’ berupa hubungan yang saling mendekati, cukup
erat, dan saling memahami. Hal ini berlangsung pada pembelajaran seperti ; ketika guru
menerangkan sejarah masa silam ataupun ketika guru mendongengkan suatu cerita
sehingga anak terbuai dalam fantasi cerita tersebut.
3) Struktur Interaksi (Structure interaction)
Ketepatan penggunaan tata bahasa, gaya bahasa, media dan istilah lebih berkembang
pada peran pembelajaran struktur interaksi. Pada tahap ini penggunaan bahasa
diklasifikasikan sesuai dengan bidang studi tertentu, karena beberapa istilah pada satu
bidang studi cenderung berbeda seperti istilah inkubasi, fotosintesa dan lainnya secara
khusus digunakan pada pelajaran Biologi; elektrolit, asam dan basa secara khusus pada
pelajaran Kimia dan Fisika, sehingga gaya dan ragam bahasa pada satu jenis pelajaran
akan berbeda dengan pelajaran lainnya.
Struktur interaksi muncul pada dialog dan komunikasi yang terarah. Penggunaan
metode guru dalam menerangkan pelajaran, pendekatan dan strategi pengajaran, dan
hal lainnya merupakan interaksi yang berstruktur dalam memfungsikan bahasa pada
pembelajaran kelas. Pada sisi ini biasanya ditandai dengan gerak guru dalam berbicara,
memperagakan, mendemontrasikan (praktik), raut muka (mimik) murid ; berfikir,
anggukan faham, dan gerak lainnya. Pada anak didik peran ini lebih berfungsi
meningkatkan motivasi dan gairah untuk menerima pelajaran secara aktif.
4) Pemindahan (pesan) interaksi (Transform Interaction)
Pada tahap ini bahasa berperan sebagai media dalam mengantarkan pesan dari guru
kepada murid dan sebaliknya. Pada metode ceramah guru kurang dapat mengevaluasi
penguasaan anak didik terhadap materi yang diajarkan (otodidak), maka digunakan
media untuk mempertegas pesan yang diharapkan guru agar anak menguasai materi.
Hal ini nampak pada penggunaan buku pelajaran, diktat, catatan, papan tulis, OHP dan
media lainnya.
5) Pengarah Fikiran (Direct Intelectual)
Pelafalan setiap kalimat yang digunakan guru dalam berbahasa mempengaruhi
terhadap penerimaan murid dalam menerima penjelasan yang didengarnya atau
disebut dengan stimulus. Bunyi vokal yang didengar pendengaran anak
memberikan respon terhadap berfikirnya otak. Pada ilmu Biologi penerimaan bahasa
mempengaruhi pada otak secara sistematik. Biasanya bahasa yang bersifat fiksi
6
cenderung mempengaruhi otak kanan yang berhubungan dengan kemampuan intuitif,
imajinatif dan fantasi. Sedangkan bahasa yang bersifat nonfiktif cenderung
mempengaruhi otak kiri, dimana kemampuan berfikir dituntut realistis, nyata dan
sistematis, hal ini berhubungan dengan sesuatu objek mutlak yang terjangkau akal dan
konkret.
Maka pada tahap direct intelectual bahasa yang digunakan oleh guru berperan dalam
mengarahkan pemikiran anak didik dalam mencerna materi (kognasi), membandingkan
mana materi pokok dan mana penjelas materi ataupun bukan termasuk materi.
Sehingga memudahkan anak dalam mencatat (resume) objek materi yang dianggapnya
penting.
Seorang guru bidang studi yang satu dengan lainnya cenderung berbeda dalam bahasa
pengantar mengajar, seperti halnya guru matematika yang realistis dan guru sastra yang
intuitif. Demikian pula arah pemikiran anak cenderung berbeda dalam menerima kedua
pelajaran tersebut. Maka peranan bahasa dalam direct intelectual ini berpengaruh
terhadap perkembangan kemampuan intelektual anak pada tahapan masa usia
pembelajaran.
6) Pembentuk watak/karakter manusia (Human Characteristic)
Bahasa pada human chracteristic berhubungan dengan daya emosionil/psychis, dimana
bahasa yang dipergunakan guru berperan dalam mengembangkan sikap/afeksi anak.
Tak dapat dihindari, kemampuan seorang manusia untuk memahami objek luar berarti
membuka dirinya atau dikenal dengan empati, maka materi yang mendapat empati anak
itulah yang akan berkembang menjadi suatu watak/karakter.
Peran bahasa yang digunakan guru dalam mengajar pada tahap ini biasa nampak pada
perbedaan ragam bicara seperti penggunaan bahasa ketika menerangkan, memberikan
nasihat, menegur, melarang, dan hal lainnya. Maka pada aspek ini secara jelas, guru
dalam berbahasa tidak hanya berperan dalam mengajarkan anak untuk menjadi bisa
terhadap materi dan mengerti, tetapi lebih jauh dalam proses membimbing dan
mendidik anak pada ruang lingkup pendidikan yang bersifat afektif dan psikomotor. Hal
ini berhubungan dengan peningkatan kedisiplinan anak, kerajinan, keuletan, kesabaran,
dan sikap lainnya yang membantu terciptanya proses pembelajaran yang akurat.