Fordis m3 Kb3 Tahapan Pemerolehan Bahasa

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 6

NAMA : DESI SUKMAWATI

NUPTK : 2049 7606 6230 0043


NO. PESERTA PPG : 19 02211 5610 759
PRODI : 156 BAHASA INDONESIA
LPTK : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. Dr. HAMKA
ANGKATAN : 5 (LIMA)
ASAL SEKOLAH : SMPN 8 KARAWANG BARAT/ SMPN 2 CILAMAYA KULON

FORDIS M3 KB3 TAHAPAN PEMEROLEHAN BAHASA


Pemerolehan bahasa anak meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan
pragmatik. Kemukakan hasil pengamatan Anda tentang pemerolehan bidang fonologi dan
morfologi!

JAWABAN
JENIS PEMROLEHAN BAHASA
Setelah mempelajari materi tentang tahapan pemerolehan bahasa, selanjutnya Anda
akan memahami jenis-jenis pemerolehan bahasa yang mencakup fonologi, morfologi,
sintaksis, semantik, dan pragmatik.
Penjelasan tentang jenis-jenis pemerolehan bahasa, Darjowidjojo (2003: 244) membagi
jenis-jenis pemerolehan bahasa dalam empat tataran, yakni fonologi, morfologi, semantik,
dan sintaksis. Di samping itu, ada bahasan pula mengenai pemerolehan pragmatik, yakni
bagaimana anak memperoleh kelayakan dalam berujar. Berikut ini penjelasan dari berbagai
macam pemerolehan bahasa di atas.
1. Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Fonologi
Pada waktu dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya. Ini
berbeda dengan binatang yang sudah memiliki sekitar 70%. Karena perbedaan inilah maka
binatang sudah dapat melakukan banyak hal segera setelah lahir, sedangkan manusia hanya
bisa menangis dan menggerak-gerakkan badannya. Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai
mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vocal. Bunyi-bunyi ini
belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Proses
mengeluarkan bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi
dekutan (Dardjowidjojo 2012:244). Anak mendekutkan bermacam-macam bunyi yang belum
jelas identitasnya. Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vokal
sehingga membentuk apa yang dalam bahasa Inggris dinamakan babbling, yang telah
diterjemahkan menjadi celotehan. Celotehan dimulai dengan konsonan yang keluar pertama
adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/, dengan demikian
strukturnya adalah cv-.

2. Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Morfologi


Afiksasi bahasa Indonesia merupakan salah aspek morfologi yang kompleks. Hal ini
terjadi karena satu kata dapat berubah makna karena proses afiksasinya (prefiks, sufiks,
simulfiks) berubah-ubah. Misalnya kata satu dapat berubah menjadi: bersatu, menyatu,
kesatu, satuan, satukan, disatukan, persatuan, kesatuan, kebersatuan, mempersatukan, dst.
Zuhdi dan Budiasih (1997) menyatakan bahwa anak-anak mempelajari morfem mula-mula
bersifat hapalan. Hal ini kemudian diikuti dengan membuat simpulan secara kasar tentang
bentuk dan makna morfem. Akhirnya anak membentuk kaidah. Proses yang rumit ini dimulai
pada periode prasekolah dan terus berlangsung sampai pada masa adolesen.
1
3. Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Semantik
Menurut beberapa ahli psikolingguistik perkembangan kanak-kanak memperoleh
makna suatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi satu sampai
semua fitur semantik dikuasai, seperti yang dikuasai oleh orang dewasa (Mc.Neil, 1970, Clark,
1997). Akhirnya Clark secara umum menyimpulkan perkembangan pemerolehan semantik ini
ke dalam empat tahap, yaitu sebagai berikut.
Tahap penyempitan makna kata, tahap ini berlangsung antara umur satu sampai satu
setengah tahun (1;0–1;6). Pada tahap ini kanak-kanak menganggap satu benda tertentu yang
disebut gukguk hanyalah anjing yang dipelihara di rumah saja tidak termasuk yang berada di
luar rumah.
Tahap generalisasi berlebihan, tahap ini berlangsung antara usia satu setengah tahun
hingga dua tahun setengah (1,6–2,6). Pada tahap ini anak-anak mulai menggeneralisasikan
makna suatu kata secara berlebihan. Jadi yang dimaksud dengan anjing atau gukguk adalah
semua binatang berkaki empat.
Tahap medan semantik, Tahap ini berlangsung antara usia dua tahun setengah sampai
usia lima tahun (2,6 – 5,0). Pada tahap ini kanak-kanak mulai mengelompokkan kata-kata yang
berkaitan ke dalam satu medan semantik. Pada mulanya proses ini berlangsung jika makna
kata-kata yang digeneralisasi secara berlebihan semakin sedikit setelah kata-kata baru untuk
benda-benda yang termasuk dalam generalisasi ini dikuasai oleh kanak-kanak. Umpamanya
kalau pada utamanya kata anjing berlaku untuk semua binatang berkaki empat, namun
setelah mereka mengenal kata kuda, kambing, harimau maka kata anjing berlaku untuk anjing
saja.
Tahap generalisasi, tahap ini berlangsung setelah kanak-kanak berusia lima tahun. Pada
tahap ini kanak-kanak telah mulai mampu mengenal benda-benda yang sama dari sudut
persepsi, bahwa benda-benda itu mempunyai fitur-fitur semantik yang sama. Pengenalan
seperti ini semakin sempurna jika kanak-kanak itu semakin bertambah usia. Jadi, ketika
berusia antara lima tahun sampai tujuh tahun misalnya, mereka telah mampu mengenal yang
dimaksud dengan hewan.

4. Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Sintaksis


Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata atau
bagian kata. Kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum
dapat mengatakan lebih dari satu kata dari seluruh kalimat itu. Yang menjadi pertanyaan
adalah kata mana yang dipilih? Seandainya anak itu bernama Fajri dan yang ingin dia
sampaikan adalah Fajri mau makan, dia akan memilih jri (untuk Fajri), mau (untuk mau),
ataukah kan (untuk makan)? Dari tiga kata pada kalimat Fajri mau makan, yang baru adalah
kan. Karena itulah anak memilih kan, dan bukan jri, atau mau. Dengan singkat dapat dikatakan
bahwa dalam ujaran yang dinamakan Ujaran Satu Kata, USK, (one word utterance) anak tidak
sembarangan saja memilih kata itu; dia akan memilih kata yang memberikan informasi baru.
Dari segi sintaktiknya, USK sangatlah sederhana karena memang hanya terdiri dari satu
kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa Indonesia hanya sebagian saja dari kata itu. Di
samping ciri ini, USK juga mempunyai ciri-ciri yang lain. Pada awalnya USK hanya terdiri dari
CV saja. Bila kata itu CVC maka C yang kedua dilesapkan. Kata mobil akan disingkat menjadi
/bi/. Pada perkembangannya kemudian, konsonan akhir ini mulai muncul. Pada umur 2;0
misalnya, Echa menamakan ikan sebagai /tan/, persis sama dengan kata bukan. Pada awal USK
2
juga tidak ada gugus konsonan. Semua gugus yang ada di awal atau akhir kalimat
disederhanakan menjadi satu konsonan saja. Kata Indonesia putri (untuk Eyang Putri)
diucapkan oleh Echa mula-mula sebagai Eyang /ti/. Ciri lain dari USK dalah bahwa kata-kata
dari kategori sintaktik utama (content words), yakni, nomina, verba, adjektiva, dan mungkin
juga adverbia. Tidak ada kata fungsi seperti form, to, dari, atau ke. Di samping itu, kata-katanya
selalu dari kategori sini dan kini. Tidak ada yang merujuk kepada yang tidak ada di sekitar atau
pun ke masa lalu dan masa depan. Anak pun juga dapat menyatakan negasi no atau nggak,
pengulangan more atau lagi, dan habisnya sesuatu gone!
Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata, UDK (Two Word
Utterance).
Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu
terpisah.
Untuk menyatakan bahwa lampunya telah menyala. Echa misalnya, bukan mengatakan
/lampunala/ “lampu nyala” tapi /lampu // nala/. Jadi, berbeda dengan USK, UDK sintaksisnya
lebih kompleks (karena adanya dua kata) tetapi semantiknya makin lebih jelas.
5. Pemerolehan Bahasa dalam bidang pragmatic
Jakobson menyatakan bahwa tahap pemerolehan pragmatik, anak dipengaruhi oleh
lingkungannya. Di dalam pemerolehan pragmatik, anak tidak hanya berbahasa tetapi juga
memperoleh tindak berbahasa.
Menurut Dardjowidjojo (2003: 266) membagi pemerolehan pragmatik dalam dua teori,
yaitu: Pemerolehan niat komunikatif, Dardjowidjojo (2003: 266) menyatakan bahwa pada
minggu-minggu pertama sesudah lahir, anak mulai menunjukkan niat komunikatifnya dengan
tersenyum, menoleh bila dipanggil, menggapai bila diberi sesuatu, dan memberikan sesuatu
kepada orang lain. Pemerolehan kemampuan percakapan, Dardjowidjojo (2003: 266-267)
menyatakan bahwa percakapan mempunyai struktur yang terdiri dari tiga komponen, yaitu
(1) pembukaan, (2) giliran, dan (3) penutup. Bila orang tua menyapanya atau anak-anak yang
menyapa terlebih dahulu, itulah tanda bahwa percakapan akan dimulai. Pada tahap giliran,
akan terjadi memberikan respon dan pada bagian penutup, tidak mustahil pula bahwa
pertanyaan tadi tidak terjawab karena anak lalu pergi saja meninggalkan orang tuanya atau
beralih ke kegiatan lain.

BERDASARKAN PAPARAN DI ATAS, KEMUKAKAN HASIL PENGAMATAN ANDA TENTANG


PEMEROLEHAN BIDANG FONOLOGI DAN MORFOLOGI!

 Bahasa pada anak-anak terkadang sukar diterjemahkan, karena Anak pada umumnya
masih menggunakan struktur bahasa yang masih kacau dan masih mengalami tahap
transisi dalam berbicara, sehingga sukar untuk dipahami oleh mitratuturnya. Untuk
menjadi mitratutur pada anak dan untuk dapat memahami maksud dari pembicaraan anak,
mitratutur harus menguasai kondisi atau lingkungan sekitarnya, maksudnya ketika anak
kecil berbicara mereka menggunakan media di sekitar mereka untuk menjelaskan maksud
yang ingin diungkapkan kepada mitratutrnya di dalam berbicara. Selain menggunakan
struktur bahasa yang masih kacau, anak-anak juga cenderung masih menguasai
keterbatasan dalam kosakata (leksikon) dan dalam pelafalan fonemnya secara tepat.
lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Sehingga hasil bahasa yang
diucapkan oleh anak-anak, berdasarkan dari kemampuanya dalam berinteraksi langsung
pada bahasa-bahasa yang ada di sekitarnya. ’Pemerolehan bahasa’ yang diartikan sebagai
proses yang dilakukan oleh kanak-kanak mencapai sukses penguasaan yang lancar serta
3
fasih terhadap ’bahasa ibu’ mereka atau yang sering dikenal dengan bahasa yang terbentuk
dari lingkungan sekitar. ’Pemerolehan’ tersebut dapat dimaksudkan sebagai pengganti
’belajar’ karena belajar cenderung dipakai psikologi dalam pengertian khusus dari pada
yang sering dipakai orang (Tarigan, Guntur; 1986: 248). Dalam hal ini pemerolehan bahasa
pada anak akan membawa anak pada kelancaran dan kefasihan anak dalam berbicara.
Rentang umur anak di usia balita umumnya mempunyai kemampuan dalam menyerap
sesuatu dan ingatan cenderung lebih cepat dibandingkan usia-usai diatas balita. Sehingga
dalam usia-usia tersbut sebaiknya mendapatkan perolehan bahasa yang baik, anak harus
selalu dirangsang dengan sesuatu yang bersifat pedagogig atau pendidikan. Pendidikan
bahasa pada anak-anak tersebut harus selalu di tingkatkan untuk memperoleh hasil
berbicara yang baik.
 Dari data penelitian mengenai bahasa anak umur 3 tahun memberi kesimpulan bahwa
umumnya anak dalam usia-usia tersebut memiliki semangat dalam berbicara, kemapuan
keingintahuannya cenderung lebih besar. misalnya; menceritakan sesuatu yang terjadi di
sekelilingnya kepada orang-orang terdekat, berbicara yang bertujuan untuk mendapatkan
informasi dari lingkunganya. Anak usia tersebut walaupun mempunyai semangat yang
tinggi dalam kompetensi berbicara akan tetapi mereka cenderung masih belum
mempunyai kemampuan dalam pengontrolan emosi, sehingga bahasa yang dikeluarkan
cenderung mengalami ketersendatan atau yang sering dikenal dengan penyakit gagap
dalam berbicara. Dalam hal ini peran orang tua sebagai fasilitator harus ekstra-aktif dalam
pertumbuhan bahasa anak, dengan keaktifan tersebut diharapkan agar anak memperoleh
bahasa yang baik dan lancar dalam berbahasa.
 Pemerolehan bahasa anak dapat secara maksimal diperoleh dari lingkungannya. Sehingga
pemerolehan yang maksimal, dapat mempengaruhi out put bahasa yang dikeluarkan dari
anak tersebut. Dari perolehan data penelitian, menunjukan bahwa keberhasilan anak umur
0 – 6 tahun dalam berbahasa, yang dimaksudkan adalah kefasihan dalam berbicara adalah
faktor lingkungan. Adapun cakupan komponen yang termasuk dalam katagori lingkungan
adalah peran aktif orang tua, fasilitas pendukung dalam pemerolehan bahasa, orang-orang
terdekat dengan anak, misalnya; Baby Sister, kakak, kerabat dan saudara yang usianya di
atas anak tersebut.
 Semangat berbicara pada anak dan rasa keingintahuan akan sesuatu, dapat dilihat dari
transkrip rekaman 1 dan 2. Pada transkrip rekaman 1 dan 2 ini merupakan satu alur cerita,
data tersebut diambil pada waktu siang hari tanggal 26 Desmber 2010. Dalam rekaman ini
O1 (anak) dan O2 (bapak). O1 menanyakan apa yang sedang dikerjakan oleh bapaknya
dengan menggunakan bahasa yang seadanya. Transkrip rekaman ketiga merupakan
pembicaraan antara O1 (anak), O2 (Ibu) dan O3 (Peneliti). Dalam pembicaaan tersebut O1
bertanya kepada O2 tentang cara berbelanja, adapun O3 dalam pembicaraan tersebut
tidak menjadi titik fokus dalam pembicaraan.

Tataran Fonologi
Fonologi merupakan cabang mikro linguistik yang ruang lingkupnya membahas tentang
bunyi bahasa ditinjau dari fungsinya. Dan fonetik adalah cabang lngistik yang ruang lingkupnya
membahas tentang bunyi bahasa yang lebih terfokus pada sifat-sifat akusitknya atau
pelafalanya ( Verhaar: 2001: 10). Pada tataran fonologi ini tidak terdapat kejanggalan dalam
meneliti pemerolehan bahasa karena O1 terbilang lancar melafalkan bunyi – bunyi bahasa
dengan jelas dan bisa diterima oleh O2.

4
Tataran Morfologi
Ditinjau dari pendekatan morfologis dalam pemrolehan bahasa yang dipakai Ahmad
Mustafa masih belum teratur maksudnya anak tersebut belum bisa menempatkan afiks dalam
suatu kata sehingga dalam percakapannya si anak menggunakan kalimat yang mudah
dipahami mitratuturnya tanpa menggunakan kata berafiks. Jadi diksi yang digunakan anak
tersebut menggunakan diksi yang tidak menggunakan kata berafiks. Banyaknya kata dalam
percakapan yang digunakan si anak dengan melesapkan atau menyingkatkan kata tersebut
dapat dilihat pada kalimat;
1) Pak baru ngapain to? => ”Bapak sedang apa?”
2) Pak panas gak ini pak? => ”Pak ini panas tidak?”
Beberapa kalimat yang menggunakan kata yang tidak utuh atau mengalami penyingkatan,
akan tetapi masih bisa dipahami oleh mitratuturnya. Dalam pertama pada kosa kata ”
Ngapain” menurut saya tataran morfologinya kurang tepat karena kosa kata tersebut
merupakan suatu interferensi. Begitu pula dengan kalimat yang ke dua pada kata ”gak”
kosakata tersebut dilihat dari segi tataran morfologi juga tidak sesuai karena juga termasuk
dalam sebuah interferensi yang tidak bisa dianalisis.

Tataran Sintaksis
Pemerolehan bahasa anak dikaji berdasarkan pendekatan Sintaksis. Dari data yang
diperoleh penggunaan bahasa pada si anak sudah mulai baik, si anak sudah dapat
menempatkan kalimat yang bersifat introgatif, Deklaratif, Imperatif.
Seperti pada beberapa kalimat ini.

1) Pak panas gak yang ini pak?


2) Didik pegang semuanya pak, Panas gak?
Kedua kalimat di atas merupakan kalimat introgatif yang diucapkan si anak, kalimat
keempat merupakan ucapan pengulang pada percakapan ketiga pada transkrip rekaman 2.
Si anak mengulang kaliamt tersebut dengan maksud untuk memperjelas bahasa yang
dikeluarkan dari mulut si anak, karena si anak merasa kalimat yang dikeluarkannya dengan
tipe kalimat tanya tersebut tidak sepenuhnya jawaban dari pertanyaannya dijawab oleh O2
yang berstatus sebagai orang tua (bapak).

Tataran Wacana
Menurut Harimurti Kridalaksana (dalam Sumarlam,dkk,2003:5) pengertian wacana
(discourse) adalah satuan bahasa terlengkap: dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar. Dalam penelitian pemerolehan bahasa Indonesia pada
anak usia 0 – 6 tahun ini tidak terdapat wacana yang diperoleh oleh peneliti. Karena objek
penelitian ini belum mampu bercerita secara baik dan benar.

Tataran Semantik
Pemerolehan bahasa pada tataran semantik pada anak usia anak 0 – 6 tahun yang
ditekankan pada Ahmad Mustofa. Peneliti menganggap sudah bisa dimengerti oleh
mitraturnya dalam tanda petik masih di sekitar lingkungan keluarga dan lingkungan hidupnya.
Transkrip rekaman 1
O1 : Pak baru ngapain to?
O2 : Bapak baru ngapain to ini?
5
O1 : Pak panas gak ini pak?O2 :Tak Coba dulu ya?

Transkrip rekaman 2
O1 : Pak panas gak yang ini pak?
O2 : Ya kalau belum ditancapkan belum panas.
O1 : Mas Tofa pegang semuanya pak, Panas gak?
O2 : Kalau belum di tancepin listrik ya nggak apa-apa, hena nanti kamu jangan dipegang lo
ya,..ya,……..
O1 : Pak Yang panas yang mana pak, yang ini, Ais nyoba!
O2 : Udah-udah

Dari transkrip rekaman 1 dan 2 dapat dikatahui bahwa bahasa Indonesia yang diucapkan
oleh Ahamad Mustofa dapat dimengerti oleh mitratuturnya dan oleh peneliti.

Psikolinguistik
Seperti pada pembahasan awal tentang psikolinguistik, psikolinguistik merupakan cabang
linguistik yang lebih menekankan dalam segi psikologi dalam berbahasa. transkrip rekaman
no.3 pada kaliamt 6 dan kalimat 8 dapat disimpulkan bahwa si anak belum bisa mengontrol
emosinya dalam berbicara, sehingga suatu hal yang fatal adalah terjadinya cacat dalam
berbicara atau gagap.
Ma,..mi,…..ma,……. maem dulu ya, la,…la,..la,…lagi ke tempatnya mbak ida ya. Ke
tempatnya mbak idanya piye?
Bu,..bu,…habis itu ke tempatnya mbak ida. Bu,..bu,..bu,.. bu..tofa minta jajanan
milkuatnya ya..?
Pada saat itu si anak sedang bertanya kepada ibunya mengenai cara bertransaksi jual
beli walaupun dalam hal ini sudah di transformasikan kebahasa si anak tersebut. Pada kata
”Ma,..mi,…ma,….” ketika itu si anak bermaksud untuk memanggil ibunya denagn sebutan
”Ummie” akan tetapi karena si anak belum bisa mengontrol emosi ketika berbicara sehingga
bahasa yang dikeluarkan tersendat-sendat. Dan pada kata ”la,..la,..la,..lagi” yang dimaksudkan
si anak tersebut mengucapkan kata ”lagi” dan pada kata ”bu,..bu,…” yanb berarti ibu sama hal
seperti pada kata ”lagi” dan ”ummie” kata tersebut mengalami cacat calam berbahasa.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan sangat
mempengaruhi pemerolehan bahasa pada anak sehingga peran aktif lingkungan yang positif
dalam berbahasa akan membawa dampak positif pula pada bahasa si anak. Setelah ditinjau
dari beberapa cabang linguistik yang meliputi mikro linguistik yaitu tataran fonologi,
morfologi, sintaksis, wacana dan sintaksis beserta psikolinguistik bahwa bahasa anak pada
umur 4 tahun yang berfokus pada Ahmad Mustofa Edi Utama adalah pengontrolan atau
partisipasi orang tua dan orang-orang yang sering berinteraksi pada si anak harus lebih di
perhatikan karena perkembangan bahasa pada anak dapat ditentukan oleh lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai