Fordis m3 KB 4 Dimensi Dan Strategi Pemerolehan Bahasa
Fordis m3 KB 4 Dimensi Dan Strategi Pemerolehan Bahasa
Fordis m3 KB 4 Dimensi Dan Strategi Pemerolehan Bahasa
JAWABAN
DIMENSI PEMEROLEHAN BAHASA
1. Propensity (Kecenderungan)
Dimensi kecenderungan dapat mempengaruhi pelajar bahasa dalam memperoleh sesuatu bahasa,
dan itu merupakan hasil interaksi mereka yang menentukan kecenderungan aktual pelajar bahasa. Ada
dua alasan dimesi kecenderungan mempengaruhi pemerolehan bahasa. Pertama, selama mereka tidak
mempengaruhi segala aspek pemerolehan bahasa pada taraf yang sama, maka tidaklah bijaksana
mengaitkan kecenderungan dengan proses pemerolehan dalam suatu cara yang umum (sebenarnya,
hanya unsur-unsur kecenderungan yang khusus sajalah yang dapat dikembangkan secara sensibel dengan
aspek-aspek khusus proses itu); kedua, elemen-elemen kompenen kecenderungan dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor eksternal (misalnya, pengajaran) sampai pada taraf-taraf tertentu. Empat komponen
kecenderungan menurut Tarigan digambarkan sebagai berikut:
1
Berdasarkan diagram di atas ada empat komponen
kecenderungan, yaitu integrasi sosial, sikap, kebutuhan komunikatif,
dan pendidikan. Dalam pemerolehan bahasa pertama (PB1) integrasi
sosial seakan-akan merupakan sesuatu yang dominan, karena akan
membentuk suatu identitas sosial yang mempengaruhi personal sang
anak. Kebutuhan komunikatif harus dibedakan dengan cermat dan
tepat dari integrasi sosial, karena kebutuhan komunikatif lebih
menitikberatkan kepada suatu pemahaman dalam masyarakat
dengan ucapan – ucapan atau bahasa yang berbeda. Sedang sikap
merupakan karakter yang beranekaragam yang timbul atas bahasa
yang dipelajari serta terhadap orang yang berbicara dengan bahasa
tersebut, pada umumnya dianggap sebagai suatu faktor penting belajar bahasa, karena anak dapat juga
tumbuh di dalam lingkungan bahasa yang berbeda saat memperoleh bahasa dari kedua orang tuanya.
Yang terakhir, komponen pendidikan, dapat dijelaskan bahwa bahasa kedua dapat dipelajari dengan
cara yang sama seperti perangkat teori atau biologi, hanya karena bahasa itu termasuk organisasi
pendidikan suatu masyarakat tertentu. Misalnya seseorang yang telah berpendidikan dapat menelaah
bahasa latin atau beberapa bahasa modern lainnya.
3
b. Variabilitas
Proses pemerolehan bahasa terjadi berbagai variasi pada diri para pelajar bahasa. Faktor-faktor
penyebabnya tentu banyak, di antaranya adalah komponen-komponen kecakapan yang berbeda-
beda, perangkat biologis pelajar bahasa, pengetahuannya, ketersediaan masukan linguistik tertentu;
semua ini membentuk suatu konsistensi dan tidak akan pernah sama pada setiap pelajar bahasa.
Walaupun terdapat variabilitas itu, namun pemerolehan bahasa jelas merupakan subjek bagi
regulitas-regulitas tertentu. Dengan ini dapat dikatakan bahwa pemerolehan bahasa dikendalikan
oleh hukum-hukum deterministik seperti halnya proses-proses biologis atau fisik.
5. Dimensi Tempo
Dimensi tempo pemerolehan bahasa berkaitan dengan waktu, kesempatan, dan kondisi pembelajar
saat memperoleh bahasa. Kebutuhan-kebutuhan komunikatif yang sifatnnya mendesak akan
mempercepat kemajuan pemerolehan bahasa bagi pelajar bahasa, sedangkan jalan masuk yang terbatas
bagi bahan linguistik atau kesempatan-kesempatan berkomunikasi yang terbatas akan memperlambat
kemajuan pemerolehan bahasa. Tempo pemerolehan bahasa juga tidak lepas dari pengaruh faktor lain.
Misalnya, ingatan yang kurang baik dapat menjadi rintangan atau kendala yang serius. Sama masuk
akalnya dengan ide bahwa ada orang yang mempelajari bahasa ke-41 akan memperoleh waktu dan
kesempatan yang lebih mudah daripada seseorang yang bergumul dengan bahasa keduanya. Tapi hal ini
merupakan kasus-kasus yang luar biasa ekstrim.
5
perbedaan’, ataupun ‘dapatkan atau perolehlah suatu identitas sosial dan di dalamnya, dan kembangkan
identitas pribadi Anda sendiri’.
Sejak dini bayi telah berinteraksi di dalam lingkungan sosialnya. Seorang ibu seringkali memberi
kesempatan kepada bayi untuk ikut dalam komunikasi sosial dengannya. Kala itulah bayi pertama kali
mengenal sosialisasi, bahwa dunia ini adalah tempat orang saling berbagi rasa.
Melalui bahasa khusus bahasa pertama (B1), seorang anak belajar untuk menjadi anggota
masyarakat. B1 menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pendirian,
dalam bentuk-bentuk bahasa yang dianggap ada. Ia belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak
dapat diterima anggota masyarakatnya, ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secara
gamblang.
Apabila seorang anak menggunakan ujaran-ujaran yang bentuknya benar atau gramatikal, belum
berarti bahwa ia telah menguasai B1. Agar seorang anak dapat dianggap telah menguasai B1 ada
beberapa unsur yang penting yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kognitif anak itu.
Perkembangan nosi-nosi (notion) atau pemahaman seperti waktu, ruang, modalitas, sebab akibat, dan
deiktis merupakan bagian yang penting dalam perkembangan kognitif penguasaan B1 seorang anak.
Sistem pikiran yang terdapat pada anak-anak dibangun sedikit demi sedikit apabila ada rangsangan
dunia sekitarnya sebagai masukan atau input (yaitu apa yang dilihat anak, didengar, dan yang disentuh
yang menggambarkan benda, peristiwa dan keadaan sekitar anak yang mereka alami). Lama kelamaan
pikirannya akan terbentuk dengan sempurna. Setelah itu sistem bahasanya lengkap dengan
perbendaharaan kata dan tata bahasanya pun terbentuk.
6
Perkembangan pemerolehan bunyi anak-anak bergerak dari membuat bunyi menuju ke arah
membuat pengertian. Periode pembuatan pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama tahun
pertama yaitu (1) periode vokalisasi dan prameraban serta (2) periode meraban. Anak lazimnya membuat
pembedaan bunyi perseptual yang penting selama periode ini, misalnya membedakan antara bunyi suara
insani dan noninsani antara bunyi yang berekspresi marah dengan yang bersikap bersahabat, antara
suara anak-anak dengan orang dewasa, dan antara intonasi yang beragam. Anak-anak mengenali makna-
makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yang didengarnya. Anak-anak
menukar atau mengganti ucapan mereka sendiri dari waktu ke waktu menuju ucapan orang dewasa, dan
apabila anak-anak mulai menghasilkan segmen bunyi tertentu, hal itu menjadi perbendaharaan mereka.
Perkembangan ujaran kombinatori anak-anak dapat dibagi dalam empat bagian yaitu
perkembangan negatif/penyangkalan, perkembangan interogratif/pertanyaan, perkembangan
penggabungan kalimat, dan perkembangan sistem bunyi.
Ada tiga tipe struktur interogatif yang utama untuk mengemukakan persyaratan, yaitu pertanyaan
yang menuntut jawaban ya atau tidak, pertanyaan yang menuntut informasi, dan pertanyaan yang
menuntut jawaban salah satu dari yang berlawanan (polar).
Penggabungan beberapa proposisi menjadi sebuah kalimat tunggal memerlukan rentangan masa
selama beberapa tahun dalam perkembangan bahasa anak-anak. Pada umumnya, cara-cara
menggabungkan kalimat menujukkan gerakan melalui empat dimensi yaitu gabungan dua klausa setara
menuju gabungan dua klausa yang tidak setara, klausa-klausa utama yang tidak tersela menuju
penggunaan klausa-klausa yang tersela, yaitu menyisipkan klausa bawahan pada klausa utama, susunan
klausa yang memuat kejadian tetap menuju susunan klausa yang bervariasi, dan dari penggunaan
perangkat-perangkat semantik-sintaktis yang kecil menuju perangkat yang lebih diperluas.
Pada perkembangan masa sekolah, orientasi seorang anak dapat berbeda-beda. Ada anak yang
lebih impulsif daripada anak yang lain, lebih refleksif dan berhati-hati, cenderung lebih jelas dan nyata
dalam berekspresi, lebih senang belajar dengan bermain-main, sementara yang lain lebih pragmatis
dalam pemakaian bahasa. Di masa ini setiap bahasa anak akan mencerminkan kepribadiannya sendiri.
Siswa taman kanak-kanak memiliki rasa bahasa, bagian-bagiannya, hubungannya, bagaimana cara
kerjanya sehingga mereka mampu mengenal serta mengapresiasi bahasa yang dipakai dalam cara yang
mengagumkan serta tidak lazim. Selama masa sekolah anak mengembangkan dan memakai bahasa
secara unik dan universal. Pada saat itu anak menandai atau memberinya ciri sebagai pribadi yang ada
dalam masyarakat itu. Perkembangan bahasa pada masa sekolah dapat dibedakan dengan jelas dalam
tiga bidang, yaitu struktur bahasa, pemakaian bahasa, dan kesadaran metalinguistik.
7
Strategi ketiga berkaitan dengan hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan responsi.
Dengan strategi ini anak-anak dihadapkan pada pedoman: hasilkanlah ujaran dan lihatlah bagaimana
orang lain memberi responsi. Stategi produktif bersifat “sosial” dalam pengertian bahwa strategi tersebut
dapat meningkatkan interaksi dengan orang lain dan sementara itu bersifat “kognitif” juga. Hal itu dapat
memberikan umpan balik kepada pelajar mengenai ekspresinya sendiri terhadap makna dan juga
memberinya sampel yang lebih banyak, yaitu sampel bahasa untuk digarap atau dikerjakan.
Strategi keempat adalah prinsip operasi. Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman:
gunakan beberapa “prinsip operasi” umum untuk memikirkan serta menetapkan bahasa. Selain perintah
terhadap diri sendiri oleh anak, prinsip operasi ini juga menyarankan larangan yang dinyatakan dalam
avoidance terms; misalnya: hindari kekecualian, hindari pengaturan kembali.
Ada tiga komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa yaitu prospensity
(kecenderungan), language faculty, (kemampuan berbahasa), dan acces (jalan masuk) ke bahasa.
Istilah prospensity mencakup seluruh faktor yang menyebabkan pelajar menerapkan kemampuan
berbahasa untuk memperoleh sesuatu balasan. Hal itu merupakan hasil interaksi mereka yang
menentukan kecenderungan aktual pelajar. Selama tidak mempengaruhi segala aspek pemerolehan
bahasa pada taraf yang sama, maka tidaklah bijaksana mengaitkan kecenderungan dengan proses
pemerolehan dengan cara yang umum. Unsur-unsur komponen kecenderungan itu dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor eksternal, (misalnya pengajaran) sampai taraf-taraf tertentu.
Komponen kecenderungan ada empat yaitu integrasi sosial, pendidikan, kebutuhan komunikatif, dan
sikap. Dalam pemerolehan bahasa pertama integrasi sosial merupakan suatu faktor yang dominan.
Relevansi faktor ini akan berkurang jika beranjak dari pemerolehan bahasa anak menuju bentuk-
bentuk pemerolehan bahasa lainnya. Integrasi sosial mempunyai sedikit kebermaknaan sebagai faktor
penyebab kecenderungan dalam belajar bahasa kedua di tingkat perguruan tinggi atau universitas.
Dalam hal-hal tertentu, integrasi sosial merupakan faktor yang mengakibatkan pengaruh negatif.
Faktor kebutuhan komunikatif harus dibedakan dengan cermat dan tepat dari integrasi sosial. Kedua
faktor ini kerapkali berlangsung serta bertindak bersama-sama bahu-membahu. Walaupun integrasi
sosial jelas sekali mengimplikasikan kepuasan kebutuhan-kebutuhan komunikatif tertentu; namun
kedua faktor itu berbeda. Kedua faktor tersebut telah dipisahkan secara cermat dan keduanya dapat
mempengaruhi pemerolehan bahasa dengan cara-cara yang amat berbeda (dalam ranah fonologi,
morfologi; sintaksis, kosakata, dan wacana). Ada berbagai ragam jenis kebutuhan komunikasi.
Pengaruhnya kepada pemerolehan bahasa tentu juga beragam. Perbedaan yang ada antara integrasi
sosial dan kebutuhan komunikatif sebagai dua komponen kecenderungan yang berinteraksi selalu
dengan perbedaam atau motivasi integratif dan motivasi instrumental. Bukan berarti bahwa motivasi
tidak memberikan kontribusi apa pun kepada kecenderungan.
11
Sikap subjektif mempengaruhi belajar bahasa dengan cara-cara yang tidak jelas, misalnya disebabkan
integritas sosial dan kurangnya rasa percaya diri. Daya tarik menarik bahasa sebenarnya dapat menjadi
sebuah ebakan. Sikap meremehkan dengan menggampangkan mengakibatkan sedikitnya perhatian
kepada bahasa yang akan dipelajari, hanya sedikit pencurahan dan akhirnya mengantarkan kepada
kegagalan belajar bahasa kedua.
13
bahasa mungkin pelan-pelan, tetapi dalam jangka panjang akan lebih bermanfaat kalau bahasa
dipergunakan untuk maksud dan tujuan komunikasi.
Berdasarkan jenis kelamin penduduk, jumlah penduduk kota, laki-laki dapat berbahasa Indonesia
sebesar 81% sedangkan yang perempuan 84 %. Di desa, jumlah penduduk laki-laki dapat berbahasa
Indonesia adalah 60 % sedangkan yang perempuan adalah 49%.
DKI Jakarta menduduki peringkat terbaik dalam keniraksaraan, yaitu hanya 5 % sedangkan propinsi
Nusa Tenggara Barat sebesar 53 %. Perolehan bahasa Indonesia dapat dilihat dari beberapa sudut
yaitu sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua, oleh orang dewasa atau anak-anak, di kota besar
atau di desa.
Cukup besar perbedaan persentase anak belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dengan
orang dewasa. Di kota besar 24,4 % berbanding 5 % dan di desa 16,2 % berbanding 3,2 %. Secara
keseluruhan perbedaannya ialah 21,3 % untuk anak-anak dan 43 % untuk orang dewasa. Hal itu
berhubungan dengan pola berbahasa masyarakat kota dan desa, yang lebih banyak menggunakan
bahasa Indonesia untuk media dalam berbagai lingkungan kebahasaan dan heterogenitas kebahasaan
yang ada.
Di Amerika Serikat, setelah orang dan bahasa-bahasa India hampir lenyap dalam abad ke-19, ada
penambahan dari tahun 1950 ke tahun 1960 dan dari tahun 1960 ke tahun 1970. Pada tahun 1975, +
17 % orang Amerika menyatakan memakai bahasa lain selain dari bahasa Inggris dalam masa kanak-
kanak.
15
Menurut pandangan mereka semua perilaku merupakan respons terhadap stimulus. Perilaku
terbentuk dalam rangkaian asosiatif.
Belajar adalah proses pembentukan hubungan asosiatif antara stimulus dan respons yang berulang-
ulang. Pembentukan kebiasaan ini disebut pengkondisian.
Pengkondisian selalu disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasi antara S dan R.
Bahasa manusia merupakan suatu sistem respons yang canggih yang terbentuk melalui pengkondisian
operant/belajar verbal (bahasa).
16
Krashen menyatakan pengajaran yang diciptakan sebagai lingkungan kondusif memegang peranan
penting dalam memberikan masukan-masukan terutama bagi siswa yang tidak mempunyai
kesempatan memperoleh masukan dari lingkungan informal.
Peranan pengajaran Bahasa Kedua (B2), berdasarkan unsur-unsur pokoknya dapat dirinci sebagai
peranan guru, materi/kegiatan belajar dan siswa.
Guru memegang peranan yang penting dalam memberikan kemudahan
menumbuhkan/memelihara/meningkatkan motivasi, mengorganisasikan siswa,
memilih/menentukan bahan ajar mengelola/mengarahkan kegiatan belajar, memantau kemajuan,
membantu siswa dalam kesulitan belajar.
Bahan/kegiatan belajar yang disediakan menentukan apa yang mungkin dikuasai siswa dan bagaimana
kualitas penguasaannya.
Siswa merupakan pusat pengajaran. Materi, kegiatan belajar, evaluasi disusun dengan
mempertimbangkan dan untuk kepentingan siswa. Pengajaran Bahasa Kedua (B2) berpusat pada siswa
dengan mempertimbangkan bagaimana siswa belajar B2.
CONTOH NYATA KEMAMPUAN BERBAHASA PESERTA DIDIK DALAM PEMEROLEHAN BAHASA PADA
KONTEKS ENAM DIMENSI ? DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBELAJARAN DI KELAS.
Pada saat anak masuk usia sekolah mereka dituntut untuk menggunakan bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Indonesia pada anak secara umum merupakan bagian dari pembelajaran bahasa
Indonesia dan pelajaran lain yang juga menggunakan bahasa Indonesia. Berkaitan dengan pengajaran
dan pembelajaran bahasa tentunya memiliki perbedaan fundamental dengan pemerolehan bahasa.Ini
berarti bahwa pemerolehan bahasa terjadi secara alamiah karena adanya stimulus dan respon mulai
dari tahap menyimak dan berbicara. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik antara anak
dan lingkungannya. Dengan demikian tentulah bahwa pemerolehan bahasa adalah proses kepemilikan
bahasa tanpa melalui proses belajar. Berbeda dengan pembelajaran bahasa yang memiliki orientasi
17
kepemilikian bahasa melalui sistem pengajaran. Pemerolehan bahasa biasanya terjadi secara natural
dan pembelajaran bahasa biasanya terjadi secara formal didalam kelas.
Berkaitan dengan pemerolehan bahasa, pemerolehan bahasa anak dapat diurutkan mulai dari (1)
tahap perkembangan prasekolah yang meliputi perkembangan pra linguistik, tahap satu kata, dan
ujaran kombinasi permulaan, (2) tahap perkembangan masa sekolah yang meliputi tahap kesadaran
metalinguistik, pemakaian bahasa dan struktur bahasa, (3) tahap perkembangan ujaran kombinatori
yang meliputi perkembangan sistem bunyi, perkembangan penggabungan kalimat, perkembangan
interogatif, dan perkembangan negatif.
Berdasarkan urutan pemerolehan bahasa yang dikemukakan Linfors diatas mengindikasikan beberapa
hal;pertama, kepemilikan bahasa anak diusia sekolah adalah kelanjutan dari tahap perkembangan
bahasa prasekolah. Ini berarti bahasa pertama dan bahasa kedua pada anak harus sejalan. Kedua,
perkembangan bahasa masa sekolah (SD) berorientasi pada perkembangan bahasa pra sekolah. Ini
berarti perkembangan bahasa masa sekolah harus berpijak pada proses penyempurnaan bahasa pra
sekolah.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam konteks pembelajaran (bahasa) adalah kurikulum, pengajar
dan buku. Kurikulum pendidikan bahasa Indonesia di tanah air saat ini lebih menunjukan spesifikasinya
pada pemanfaatan bahasa sebagai sarana untuk berpikir (saintifik) dengan menggunakan pendekatan
teks, baik lisan maupun tulisan. Berkaitan dengan teks, baik reseptif maupun produktif kiranya
membutuhkan keterampilan berbahasa yang signifikan baik keterampilan menyimak, berbicara
membaca dan menulis. Bila demikian, hal ikhwal yang harus diperhatikan adalah peningkatan
perbendaharaan kata pada anak dalam konteks perolehan bahasa. Perbendaharaan kata pada anak
menjadi tolak ukur dalam menakar keterampilan berbahasa. Bila perbendaharaan kata pada anak
signifikan maka akan memungkinkan anak aktif dalam berkomunikasi. Hal ini perlu diperhatikan
mengingat banyak siswa di sekolah terkesan enggan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan saat
berlangsungnya pembelajaran serta tidak semua anak memiliki bahasa pertama bahasa Indonesia.
Bahkan bukan tidak mungkin ada anak-anak di daerah pelosok menganggap bahasa Indonesia sebagai
bahasa asing. Kiranya ini sebagai suport sistem dalam menyukseskan implementasi kurikulum 2013
yang berbasis teks.
18