PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer,
2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah
satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus
influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak
dan medula spinalis) (Nelson, 2010).
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf
yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri
dari tiga lapis, yaitu:
1. Lapisan Luar (Durameter)
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum
tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi
atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan
durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak untuk
membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.
2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid
disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening.
Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan
sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil
yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat
dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid
dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel
radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.
2.3 EPIDEMIOLOGI
1. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Penyakit ini
lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat
lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-
anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna. Puncak insidensi
kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di negara berkembang adalah pada
anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-
12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya vaksin untuk Haemophilus
influenzae tipe b di Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan
terjadi pada umur < 5 tahun. Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100 per
100.000. Setelah 10 tahun penggunaan vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per
100.000.9 Di Uganda (2001-2002) Insidens Rate meningitis Hib pada usia < 5 tahun
sebesar 88 per 100.000.
2. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi rendah,
lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah haji), dan
penyakit ISPA. Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang
berkembang dibandingkan pada negara maju. Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang
disebut dengan the AfricanMeningitis belt, yang luas wilayahnya membentang dari
Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara. Kejadian penyakit ini terjadi secara
sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per 100.000 penduduk dan diselingi dengan KLB
besar secara periodik. Di daerah Malawi, Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate
meningitis yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae 20-40 per 100.000
penduduk.
3. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasuskasus infeksi
saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara insidensi infeksi
Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi sedangkan di daerah
Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering. Meningitis karena virus
berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi selama musim panas karena
pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Di Amerika Serikat
pada tahun 1981 Insidens Rate meningitis virus sebesar 10,9 per 100.000 Penduduk
dan sebagian besar kasus terjadi pada musim panas.
2.4 ETIOLOGI
Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit
dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal. Meningitis
juga dapat disebabkan oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit AIDS,
keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik atau obat – obatan tertentu yang dapat
melemahkan sistem imun (imunosupresif).
Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur maupun parasit :
1. Virus :
Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara alami tanpa
pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika serikat terutama selama
musim panas disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa kasus saja
yang berkembang menjadi meningitis. Infeksi virus lain yang dapat menyebabkan
meningitis, yakni :
a. Virus Mumps
b. Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-zoster,
Measles, and Influenza
c. Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses)
d. Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis virus),
disebarkan melalui tikus.
2. Bakteri :
Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan orang dewasa
muda, di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria meningiditis. Meningitis
disebabkan oleh bakteri ini dikenal sebagai penyakit meningokokus.
Bakteri penyebab meningitis juga bervariasi menurut kelompok umur. Selama usia
bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal
merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, Streptococcus group B,
basili enterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes). Meningitis pada kelompok
ini kadang -kadang dapat karena Haemophilus influenzae dan patogen lain
ditemukan pada penderita yang lebih tua.
Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan – 12 tahun biasanya karena H. influenzae
tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis. Penyakit yang
disebabkan oleh H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur namun seringkali
terjadi sebelum usia 2 tahun.
Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema pallidum, dan
Mycobacterium tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter
diversus merupakan penyebab abses otak yang penting.
3. Jamur:
Jamur yang menginfeksi manusia terdiri dari 2 kelompok yaitu, jamur patogenik dan
opportunistik. Jamur patogenik adalah beberapa jenis spesies yang dapat
menginfeksi manusia normal setelah inhalasi atau inflantasi spora. Secara alamiah,
manusia dengan penyakit kronis atau keadaan gangguan imunitas lainnya lebih
rentan terserang infeksi jamur dibandingkan manusia normal. Jamur patogenik
menyebabkan histiplasmosis, blastomycosis, coccidiodomycosis dan
paracoccidiodomycosis. Kelompok kedua adalah kelompok jamur apportunistik.
Kelompok ini tidak menginfeksi orang normal. Penyakit yang termasuk disini adalah
aspergilosis, candidiasis, cryptococcosis, mucormycosis (phycomycosis) dan
nocardiosis.
Infeksi jamur pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan meningitis akut, subakut
dan kronik. Biasanya sering pada anak dengan imunosupresif terutama anak dengan
leukemia dan asidosis. Dapat juga pada anak yang imunokompeten. Cryptococcus
neoformans dan Coccidioides immitis adalah penyebab utama meningitis jamur
pada anak imunokompeten. Candida sering pada anak dengan imunosupresi dengan
penggunaan antibiotik multiple, penyakit yang melemahkan, resipien transplant dan
neonatus kritis yang menggunakan kateter vaskular dalam waktu lama.
2.5 KLASIFIKASI
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang
jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya
lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa.
(Ngastiyah,2005)
2.6 PATOFISIOLOGI
Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu
yang ringan saja, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi. Sering dijumpai anak
mudah terangsang atau menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat
mengeluh nyeri kepala. Anoreksia, obstipasi, dan muntah juga sering dijumpai.
Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi dengan kejang. Gejala di
atas menjadi lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kuduk kaku,
seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi,
ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga
timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh
menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.
Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali. Tiga
stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan lainnya,
namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak meninggal.
(Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005)
Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun pada
anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin
tidak ditemui. Peruban tingkat kesadaran lazim terjadi dan ditemukan pada hingga 90%
pasien. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )
a. Fotofobia
b. Delirium
c. Halusinasi
d. Perilaku agresif atau maniak
e. Mengantuk
f. Stupor
g. Koma
Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak antara usia 3 bulan - 2 tahun :
1. Muntah
2. Peka rangsangan yang nyata
3. Sering kejang (seringkali disertai dengan menangis nada tinggi)
4. Fontanel menonjol
5. Kaku kuduk dapat terjadi dapat juga tidak
6. Tanda Brudzinski dan Kernig bersifat tidak membantu dalam diagnosa
7. Sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi dalam kelompok usia
8. Empihema subdural (infeksi Haemophilus influenza)
Penatalaksanaan efektif untuk meningitis bergantung pada terapi suportif agresif yang
dini dan pemilihan antimikroba empirik yang tepat untuk kemungkinan patogen.
Tindakan suportif umum diindikasikan bagi setiap pasien yang menderita patologi
intrakranium berat.
Pasien dengan Meningitis purulenta pada umumnya dalam keadaan kesadaran yang
menurun dan seringkali disertai muntah-muntah atau diare. Untuk menghindari
kekurangan cairan/elektrolit, pasien perlu langsung dipasang cairan intavena. Jika
terdapat gejala asidosis harus dilakukan koreksi. Pengelolaan cairan merupakan hal yang
sangat penting pada pasien meningitis. Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak
tepat (SIADH, syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion) terjadi pada
sekitar 30% pasien meningitis, dan jika ditemukan, harus dilakukan pembatasan cairan.
Meskipun demikian, sebuah studi klinis telah membuktikan pentingnya memelihara
tekanan perfusi otak yang adekuat pada penyakit ini. Pembatasan cairan secara tidak
tepat dapat menimbulkan deplesi volume, yang jika ekstrim, dapat menuju pada
ketidakadekuatan volume sirkulasi. Sebaiknya cairan mula-mula dibatasi, sementara
menunggu pemeriksaan elektrolit urin dan serum. Bila terdapat SIADH, pembatasan
cairan sampai dua pertiga cairan pemeliharaan merupakan tindakan yang tepat, sampai
kelebihan hormon antidiuretuk pulih; bila tidak terdapat SIADH, cairan harus diberikan
dalam jumlah yang sesuai dengan derajat kekurangan cairan, dan elektrolit diawasi
secara seksama.
Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam 0,5 mg/kg
BB/kali IV, dan dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang
belum berhenti. Ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis
sama tetapi diberikan secara IM. Setelah kejang dapat diatasi, diberikan fenobarbital
dosis awal untuk neonatus 30 mg; anak < 1 tahun 50 mg dan anak > 1 tahun 75 mg.
Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-10 mg/kg
BB/hr dibagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari (dimulai 4 jam setelah pemberian
dosis awal). Hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hr dibagi dalam 2 dosis. Bila
tidak tersedia diazepam, fenobarbital dapat langsung diberikan dengan dosis awal dan
selanjutnya dosis rumat.
Penyebab utama meningitis purulenta pada bayi atau anak di Indonesia(Jakarta) ialah H.
influenzae dan pneumoccocus sedangkan meningococcus jarang sekali,maka diberikan
ampisilin IV sebanyak 400mg/kg BB/hr dibagi 6 dosis ditambah kloramfenikol
100mg/kg BB/hr iv dibagi dalam 4 dosis. Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan pungsi
lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan tesebut
dilanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum dan pengobatan dilanjutkan dengan obat
dan cara yang sama seperti di atas dan diganti dngan obat yang sesuai dengan hasil
biakan dan uji resistensi kuman.
Meningitis paru pada neunatus berbeda,karena biasa dan disebabkan oleh baksil colifom
dan staphylococcus, maka pengobatan pada neonatus sebagai berikut:
Sefalosporin dan kotrimaksozol tidak diberikan pada bayi yang berumur kurang 1
minggu.
Ulangan pungsi lumbal pada meningitis paru anak dilakukan pada hari ke 10 pengobatan
sedang pada neunatus pada hari ke 21. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005)
Terapi pilihan pada bayi yang telah mengalami meningitis bakterial dengan komplikasi
hidrocephalus adalah dilakukan pembedahan dengan tujuan untuk pemasangan shunt
guna mengalirkan cerebrospinal fluid yang tersumbat di dalam otak. Ada beberapa jenis
shunt antara lain (VP) ventrikulo peritoneal shunt dan (VA) ventriculoatrial shunt.
Penatalaksanaan pada bayi dengan hidrocehalus adalah pemberian posisi head up dan
pengawasan pemberian cairan yang adekuat.
2.10 KOMPLIKASI
1. Hidrosefalus obstruktif
2. Meningococcal Septicemia ( mengingocemia )
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
11. Attention deficit disorder
Komplikasi meningitis pada anak-anak :
1. Ketika baru lahir terpengaruh, ada risiko kerusakan otak. Hal ini menyebabkan
serangkaian gejala yang mempengaruhi gerakan dan koordinasi.
2. Karena meningitis umumnya mempengaruhi anak-anak di sana mungkin akan
kesulitan belajar yang mungkin sementara atau permanen.
3. Banyak anak-anak dengan meningitis dapat mengembangkan epilepsi yang
mengarah ke serangan berulang.
2.11 WOC
MENINGITIS
Permeabilitas
Pelepasan zat Penyebaran infeksi vascular pada
pirogen endogen sistemik serebri
Transudasi cairan
Merangsang kerja
berlebihan dari PG E2
Sepsis
di Hipotalamus
Edema serebri
ASUHAN KEPERAWATAN
Ilustrasi kasus:
Ny “N” ibu dari An “T” (5thn) datang ke UGD RS Gambiran, mengeluhkan anaknya
mengalami demam, nyeri pada kepala dan kejang selama di rumah. Nyeri yg dirasakan ketika
dibuat bergerak dan hilang timbul. Setelah dilakukan pemeriksaan, suhu anak -39C, kaku
kuduk, tampak tidak sadar. Pemeriksaan darah lengkap serta dilakukan pemeriksaan lumbal
punksi, dokter menyatakan An “T” mengalami infeksi pada meninges. An “T” saat
ditempatkan di ruang isolasi, untuk mengatasi demam perawat melakukan tepid sponge,
dokter memberikan resep antibiotik, dan antipiretik.
3.1 PENGKAJIAN
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : An T
2. Tempat tgl lahir/usia : Kediri, 30 Mei 2013 / 5 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : TK
6. Alamat : Bandar Lor gang 2B
7. Tgl masuk : 15 Mei 2018 (jam 09.00)
8. Tgl pengkajian : 15 Mei 2018
9. Diagnosa medik : Meningitis
C. Eliminasi (BAB&BAK)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Tempat pembuangan 1. Kamar mandi 1. -
2. Frekuensi (waktu) 2. BAB 1 kali perhari 2. -
3. Konsistensi 3. Padat 3. -
4. Kesulitan 4. Tidak ada 4. -
5. Obat pencahar 5. - 5. Tidak pernah, klien
belum pernah BAB karena
terpasang kateter tetap
D. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jam tidur 1. 1.
- Siang - 13.00 - 15.00 - ..........
- Malam - 21.00 – 06.00 - ..........
2. Pola tidur 2. Tidak terganggu 2. -
3. Kebiasaan sebelum 3. Nonton TV 3. -
tidur
4. Kesulitan tidur 4. Tidak ada 4. Tidak ada, klien belum
sadarkan diri
E. Olah Raga
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Program olah raga 1. Tidak ada 1. Tidak ada
2. Jenis dan frekuensi 2. Tidak ada 2. Tidak ada
3. Kondisi setelah olah 3. Tidak ada 3. Tidak ada
raga
F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Mandi 1 1
- Cara -memakai sabun -di lap
- Frekuensi -2x sehari -2x sehari
- Alat mandi -sabun dan handuk -sabun dan handuk
2. Cuci rambut 2 2
- Frekuensi -2x seminggu -belum penah
- Cara -di guyur -belum pernah
3. Gunting kuku 3 3
- Frekuensi -1x seminggu -belum pernah
- Cara -pakai potongan kuku -belum pernah
4. Gosok gigi 4 4
- Frekuensi -2x perhari -belum pernah
- Cara -memakai pasta gigi -belum pernah
G. Aktifitas/Mobilitas Fisik
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Kegiatan sehari-hari 1.belum pernah 1.belum pernah
2. Pengaturan jadwal harian 2.belum pernah 2.belum pernah
3. Penggunaan alat Bantu 3.belum pernah 3.belum pernah
aktifitas
4. Kesulitan pergerakan 4.belum pernah 4.belum pernah
tubuh
H. Rekreasi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Perasaan saat sekolah 1.belum sekolah 1.tidak ada
2. Waktu luang 2. nonton tv dan bermain 2. tidak ada
3. Perasaan setelah 3. senang 3. tidak ada
rekreasi
4. Waktu senggang klg 4.tidak ada 4.tidak ada
5. Kegiatan hari libur 5.tidak ada 5.tidak ada
XI. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : lemah
2. Kesadaran : tidak sadar
3. Tanda – tanda vital :
a. Tekanan darah :100/60 mmHg
b. Denyut nadi : 120 x / menit
c. Suhu : 39C
d. Pernapasan : 22 x/ menit
4. Berat Badan : belum diukur
5. Tinggi Badan : 80cm
6. Kepala
Inspeksi
Keadaan rambut & Hygiene kepala : bersih
a. Warna rambut : hitam
b. Penyebaran : tidak ada
c. Mudah rontok : iya
d. Kebersihan rambut : bersih
Palpasi
Benjolan : ada / tidak ada : tidak ada
Nyeri tekan : ada / tidak ada : ada
Tekstur rambut : kasar/halus : halus
7. Muka
Inspeksi
a. Simetris / tidak : simetris
b. Bentuk wajah : oval
c. Gerakan abnormal : ada
d. Ekspresi wajah : datar
Palpasi
Nyeri tekan / tidak : tidak
Data lain :-
8. Mata
Inspeksi
a. Pelpebra : Edema / Tidak
Radang / Tidak
b. Sclera : Icterus / Tidak
c. Conjungtiva : Radang / Tidak
Anemis / Tidak
d. Pupil : - Isokor / anisokor
- Myosis / Midriasis
- Refleks pupil terhadap cahaya : mengecil
e. Posisi mata : Simetris / tidak
f. Gerakan bola mata : normal
g. Penutupan kelopak mata :-
h. Keadaan bulu mata : merata
i. Keadaan visus : tidak dilakukan
j. Penglihatan : - Kabur / Tidak
- Diplopia / Tidak
Palpasi
Tekanan bola mata : Tidak
Data lain :-
9. Hidung & Sinus
Inspeksi
a. Posisi hidung : simetris
b. Bentuk hidung : simetris
c. Keadaan septum :-
d. Secret / cairan : tidak ada
Data lain :-
10. Telinga
Inspeksi
a. Posisi telinga : simetris
b. Ukuran / bentuk telinga : simestris
c. Aurikel :-
d. Lubang telinga : Bersih / serumen / nanah
e. Pemakaian alat bantu : tidak ada
Palpasi
Nyeri tekan / tidak
Pemeriksaan uji pendengaran
a. Rinne :-
b. Weber :-
c. Swabach :-
Pemeriksaan vestibuler :-
Data lain :-
11. Mulut
Inspeksi
a. Gigi
- Keadaan gigi : baik
- Karang gigi / karies : tidak ada
- Pemakaian gigi palsu : tidak ada
b. Gusi
Merah / radang / tidak : merah
c. Lidah
Kotor / tidak : tidak
d. Bibir
- Cianosis / pucat / tidak : pucat
- Basah / kering / pecah : kering dan pecah-pecah
- Mulut berbau / tidak : mulut berbau
- Kemampuan bicara :-
Data lain :-
12. Tenggorokan
a. Warna mukosa : -
b. Nyeri tekan : tidak ada
c. Nyeri menelan :-
13. Leher
Inspeksi
Kelenjar thyroid : Membesar / tidak
Palpasi
a. Kelenjar thyroid : Teraba / tidak
b. Kaku kuduk / tidak : kaku kuduk
c. Kelenjar limfe : Membesar atau tidak
Data lain :-
14. Thorax dan pernapasan
a. Bentuk dada : barrel chest simetris kiri dan kanan
b. Irama pernafasan : stridor
c. Pengembangan di waktu bernapas : simetris
d. Tipe pernapasan : 1 banding 1
Data lain :-
Palpasi
a. Vokal fremitus :-
b. Massa / nyeri : nyeri
Auskultasi
a. Suara nafas : Vesikuler / Bronchial / Bronchovesikuler
b. Suara tambahan : Ronchi / Wheezing / Rales
Perkusi
Redup / pekak / hypersonor / tympani
Data lain :-
15. Jantung
Palpasi
Ictus cordis : teraba pada interkostal 5
Perkusi
Pembesaran jantung : normal
Auskultasi
a. BJ I : normal
b. BJ II : normal
c. BJ III : normal
d. Bunyi jantung tambahan :-
Data lain :-
16. Abdomen
Inspeksi
a. Membuncit : tidak
b. Ada luka / tidak : tidak
Palpasi
a. Hepar : tidak ada pembesran
b. Lien : tidak ada pembesaran
c. Nyeri tekan : tidak ada
Auskultasi
Peristaltik : normal
Perkusi
a. Tympani :-
b. Redup :-
Data lain :-
17. Genitalia dan Anus : tidak lecet, haemoroid tidak ada
18. Ekstremitas
Ekstremitas atas
a. Motorik
- Pergerakan kanan / kiri : lemah
- Pergerakan abnormal : lemah
- Kekuatan otot kanan / kiri : lemah
- Tonus otot kanan / kiri : tidak mampu mengkontraksikan otot
- Koordinasi gerak :-
b. Refleks
- Biceps kanan / kiri : (+)
- Triceps kanan / kiri : (+)
c. Sensori
- Nyeri : tidak ada reaksi
- Rangsang suhu : tidak ada reaksi
- Rasa raba : tidak ada reaksi
Ekstremitas bawah
a. Motorik
- Gaya berjalan : lemah
- Kekuatan kanan / kiri : lemah
- Tonus otot kanan / kiri : tidak mampu berkontraksi
b. Refleks
- KPR kanan / kiri : (+)
- APR kanan / kiri : (+)
- Babinsky kanan / kiri : (+)
c. Sensori
- Nyeri : tidak ada reaksi
- Rangsang suhu : tidak ada reaksi
- Rasa raba : tidak ada reaksi
Data lain :-
19. Status Neurologi.
Saraf – saraf cranial
a. Nervus I (Olfactorius) : penghidu : tidak dilakukan
b. Nervus II (Opticus) : Penglihatan : tidak dilakukan
c. Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducens)
- Konstriksi pupil : isokor sebelah kiri, anisokor sebelah
kanan
- Gerakan kelopak mata : tidak ada reaksi
- Pergerakan bola mata : tidak ada reaksi
- Pergerakan mata ke bawah & dalam : tidak ada reaksi
d. Nervus V (Trigeminus)
- Sensibilitas / sensori : tidak ada reaksi
- Refleks dagu : tidak ada reaksi
- Refleks cornea : tidak ada reaksi
e. Nervus VII (Facialis)
- Gerakan mimik : tidak ada reaksi
- Pengecapan 2 / 3 lidah bagian depan : tidak ada reaksi
f. Nervus VIII (Acusticus)
Fungsi pendengaran : tidak ada reaksi
g. Nervus IX dan X (Glosopharingeus dan Vagus)
- Refleks menelan : tidak ada
- Refleks muntah : tidak ada
- Pengecapan 1/3 lidah bagian belakang : tidak ada reaksi
- Suara : tidak ada reaksi
h. Nervus XI (Assesorius)
- Memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan : tidak ada reaksi
- Mengangkat bahu : tidak ada reaksi
i. Nervus XII (Hypoglossus)
- Deviasi lidah : tidak ada reaksi
Tanda – tanda perangsangan selaput otak
a. Kaku kuduk : ada reaksi
b. Kernig Sign : ada reaksi
c. Refleks Brudzinski : ada reaksi
d. Refleks Lasegu : ada reaksi
Data lain :-
XII. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan (0 – 6 Tahun )
Dengan menggunakan DDST
1. Motorik kasar : tidak dilakukan klien dalam keadaan tidak sadar
2. Motorik halus : tidak dilakukan klien dalam keadaan tidak sadar
3. Bahasa : tidak dilakukan klien dalam keadaan tidak sadar
4. Personal social : tidak dilakukan klien dalam keadaan tidak sadar
S : 39C
Suhu tubuh sistemik
R : 22x/m meningkat
R : Kepala
S : wajah pasien menunjukkan TIK meningkat (N:0-15
mmhg)
skala 8-9
T : hilang timbul
Antolgiamiolgia
Pasien sampai tidak sadarkan
diri
Instabil termoregulasi
Kejang
Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf
yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan
serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
1. Pia meter, merupakan lapisan yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan
sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan
menyediakan darah untuk struktur-struktur ini.
2. Arachnoid, merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.
3. Dura meter, merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat.
Meningitis merupakan salah satu jenis infeksi yang menyerang susunan saraf pusat,
dimana angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia. Pada banyak penyakit yang
mempunyai mobiditas dan mortalitas yang tinggi, prognosis penyakit sangat ditentukan
pada permulaan pengobatan. Beberapa bakteri penyebab meningitis ini tidak mudah
menular seperti penyakit flu, pasien meningitis tidak menularkan penyakit melalui
saluran pernapasan. Resiko terjadinya penularan sangat tinggi pada anggota keluarga
serumah, penitipan anak, kontak langsung cairan ludah seperti berciuman. Perlu
diketahui juga bahwa bayi dengan ibu yang menderita TBC sangat rentan terhadap
penyakit ini.
4.2 SARAN
Mengerti dan memahami gejala meningitis sangat penting untuk menegakkan diagnosis
sedini mungkin. Diagnosis dan pengobatan dini mencegah terjadinya komplikasi yang
bersifat fatal. Mengetahui penyebab meningitis sangat penting untuk menentukan jenis
pengobatan yang diberikan. Vaksin untuk mencegah terjadinya meningitis bakterial telah
tersedia, dan sangat dianjurkan untuk diberikan jika berada atau akan berkunjung ke
daerah epidemik.