PEMBAHASAN
3
Klasifikasi Penyebab
Prehepatik Trombosis vena splenika
4
Beberapa keadaan lain yang juga dapat menyebabkan varises esofaghus
antara lain:
1. Trombosis
Adanya bekuan darah di vena porta (vena penghubung dari sistem
pencernaan ke hati) atau vena splenikus. Suatu bekuan darah dalam vena
porta atau di vena lienalis yang feed ke dalam vena portal, bisa
menyebabkan varises esofagus.
2. Sarkoidosis
Ini penyakit radang dimulai di paru – paru, tetapi dapat
mempengaruhi hampir setiap organ dalam tubuh termasuk hati. Hal ini
jarang menyebabkan sirosis.
3. Schistomiasis
Infeksi parasit ini mempengaruhi jutaan orang di negara
berkembang, khususnya bagian Afrika, Amerika Selatan, Karibia, Timur
Tengah dan Asia Tenggara. Hal ini dapat merusak hati, paru-paru, usus dan
kandung kemih.
4. Sindrom Budd – Chiari
Dalam kondisi yang jarang, gumpalan darah menyumbat pembuluh
darah yang membawa darah keluar dari hati.
5. Gagal jantung kongestif yang parah
Hal ini terjadi ketika jantung tidak dapat memompa cukup darah
untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Pada gagal jantung kongestif, darah
punggung sampai ke vena antara hati dan sisi kanan jantung, meningkatkan
tekanan darah dalam vena porta.
C. Tanda dan Gejala Varises Esofagus
Varises esofagus umumnya tidak menimbulkan gejala. Namun bila
pembuluh darah tersebut pecah dan terjadi perdarahan, penderita varises
esofagus akan mengalami gejala berupa :
1. Sakit perut.
2. Muntah darah (hematemesis) dengan volume darah yang cukup banyak.
3. Tinja berwarna hitam dan disertai darah (melena).
4. Pusing bahkan kehilangan kesadaran.
5
5. Mengalami gejala penyakit liver, seperti sakit kuning, mudah mengalami
lebam dan perdarahan, serta penumpukan cairan dalam perut (asites).
6. Hipovolemia dan hipotensi dapat terjadi, bergantung pada jumlah dan
kecepatan kehilangan darah.
D. Patofisiologi Varises Esofagus
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk
saluran kolateral dalam submukosa esofagus dan rektum serta pada dinding
abdomen anterior untuk mengalihkan darah menjauhi hepar. Dengan
meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena menjadi mengembang dan
membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises dapat pecah,
mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat
mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke
jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan,
maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon
terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi
untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-
tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika
volume darah tidak digantikan , penurunan perfusi jaringan mengakibatkan
disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolisme anaerob, dan
terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada
seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut
akan mengalami kegagalan.
Obstruksi sistem vena porta menyebabkan peningkatan tekanan di
dalam vena porta. Peningkatan yang melebihi 10 mmHg akan menyebabkan
distensi vena proksimal dan meningkatkan tekanan kapiler pada drainase
organ. Sistem vena porta memiliki katup sehingga dapat menimbulkan
resistensi dan akan menyebabkan aliran darah balik (retrograde), serta
menimbulkan anastomosis hubungan antara vena porta dan sirkulasi sistemik.
(Azer, 2009).
Adanya obstruksi dan peningkatan resistensi akan menghadirkan tiga
tingkat, meliputi hal-hal berikut (Azer, 2009) :
6
1. Tahanan vena presinusoid (seperti pada trombosis vena porta,
skistosomiasis, sirosis biliari primer). Karakteristik lesi ini adalah elevasi
tekanan vena porta, tetapi tekanan baji vena hepatika (Wedged Venous
Pressure/WHPV) dalam keadaan normal.
2. Obstruksi postsinusoid (seperti pada Budd Chiari Syndrome, penyakit
venooklusif). Karakteristik pada sesi ini adalah peningkatan WHPV.
3. Obstruksi sinusoid (seperti pada sirosis) dengan karakteristik peningkatan
tekanan gradien vena hepatik.
7
E. Pathway Varises Esofagus
8
1. Syok hipovolemik
Karena adanya varises esofagus mengakibatkan terjadinya pendarahan,
sehingga pasien akan mengalami syok hipovolemik yang mengakibatkan
pasien kehilangan darah secara akut/kehilangan cairan.
2. Ensefalopati
Ensefalopati berarti penyakit pada otak. Contohnya ensefalopati anoksik
umumnya merujuk pada kerusakan otak permanen.
3. Infeksi misalnya pneumonia aspirasi.
9
H. Pemeriksaan Penunjang Varises Esofagus
Beberapa metode pemeriksaan untuk mendiagnosis varises esofagus
antara lain :
1. Endoskopi
Endoskopi adalah prosedur memasukkan selang kecil ke mulut, hingga ke
esofagus dan duodenum (bagian usus halus). Melalui endoskopi, dokter
dapat memeriksa kemungkinan terjadi pelebaran vena, serta adanya garis
atau bintik merah pada varises yang bisa menjadi tanda perdarahan.
2. Endoskopi kapsul
Pada prosedur ini pasien akan menelan kapsul berisi kamera nirkabel yang
akan mengambil gambar esofagus. Prosedur ini bisa menjadi pilihan bagi
pasien yang tidak bisa menjalani endoskopi biasa.
3. Skelorterapi
Skleroterapi dengan polidocanol (etoksiskerol), pada prinsipnya adalah
memberikan tekanan dan trombosis pada varises, menginduksi inflamasi
dengan akibat terbentuk parut.
4. Tes darah
Tes darah guna mengukur kadar sel darah serta memeriksa fungsi hati dan
ginjal.
10
2. Terapi injeksi endoskopi
Menyuntik pembuluh darah dengan larutan tertentu agar pembuluh
darah tersebut berhenti berdarah. Pada prosedur ini, perdarahan varises yang
disuntikkan dengan solusi yang menyusut mereka. Pendarahan biasanya
dikendalikan setelah perawatan satu atau dua, namun komplikasi dapat
terjadi, termasuk perforasi kerongkongan dan parut pada esofagus yang
dapat menyebabkan gangguan menelan (disfagia).
3. Obat – obatan
Obat berjudul A octreotide (Sandostatin, Sandostatin LAR) sering
digunakan dalam kombinasi dengan terapi endoskopi untuk mengobati
perdarahan dari varises kerongkongan. Octreotide bekerja dengan
mengurangi tekanan di varises. Obat ini biasanya berlangsung selama lima
hari setelah episode perdarahan.
4. Balon tamponade
Prosedur ini kadang-kadang digunakan untuk menghentikan
pendarahan parah sambil menunggu prosedur yang lebih permanen. Tabung
A dimasukkan melalui hidung dan ke dalam perut dan kemudian meningkat.
Tekanan terhadap pembuluh darah sementara dapat menghentikan
pendarahan.
5. Pintasan portosistemik intrahepatik transjugularis.
Shunt Dalam prosedur ini, disebut portosystemic shunt intrahepatik
transjugular (TIPS), tabung kecil yang disebut shunt ditempatkan antara
vena porta dan vena hati, yang membawa darah dari hati kembali ke
jantung. Tabung ini tetap terbuka dengan stent logam. Dengan menyediakan
jalur buatan untuk darah melalui hati, shunt sering dapat mengontrol
perdarahan dari varises kerongkongan. Tapi TIPS dapat menyebabkan
sejumlah komplikasi serius, termasuk gagal hati dan ensefalopati, yang
dapat berkembang ketika racun yang biasanya akan disaring oleh hati
dilewatkan melalui shunt langsung ke dalam aliran darah. TIPS terutama
digunakan ketika semua pengobatan lain gagal atau sebagai tindakan
sementara pada orang menunggu pencangkokan hati.
11
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Komprehensif
Menurut Mutaqin Arif dan Kumala Sari (2011), Pengkajian pada
pasien dengan varises esofagus, meliputi pengkajian anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pengkajian diagnostik. Pada pengkajian
anamnesis, keluhan utama pada pasien varises esofagus bervariasi sesuai
dengan manifestasi klinik yang terjadi akibat dari varises esofagus yang
mempengaruhi sistem organ.
Pada varises esofagus tanpa perdarahan biasanya keluhan masih
umum, tetapi biasanya juga mendapatkan keluhan ketidaknyamanan
abdomen, mual, muntah, serta anoreksia atau keram otot-otot abdomen.
Pada pasien varises esofagus dengan perdarahan, keluhan utama yang
sering ditemukan adalah hematemesis dan melena.
Pengkajian riwayat kesehatan dilakukan untuk menggali
permasalahan pada pasien varises esofagus. Pada riwayat kesehatan
didapatkan adanya keluhan utama yaitu lemah, malaise, penurunan berat
badan, perubahan pada urin menjadi ikterik atau menjadi gelap, gatal-
gatal (biasanya berhubungan dengan obstruksi kantung empedu atau
sirosis hati), edema atau asites, dan impotensi atau gangguan seksual.
Pengkajian riwayat keluarga dilakukan untuk mengidentifikasi
adanya hubungan penyakit wilson pada generasi terdahulu (Azer, 2009).
Pengkajian psikososial didapatkan adanya kecemasan akan kondisi
penyakit dan pada beberapa pasien perlu mendapat pemenuhaninformasi
kesehatan.
Pada pemerikasaan fisik, perawat memulai dengan pemeriksaan
keadaan umum dan tingkat kesadaran, khususnya apabila ada riwayat
hematemesis-melena masif. Pemeriksaan TTV merupakan pemeriksaan
penting yang harus dilakukan pada saat penemuan pertama kali.
Hipotensi dan brakardia biasa didapatkan. Hal ini untuk mendeteksi
adanya tanda-tanda syok hipovolemik akibat perdarahan masif. Pada
12
kondisi kronis biasanya didapatkan pasien terlihat kurus dan penurunan
berat badan.
Pemeriksaan fokus pada varises esofagus adalah:
1) Inspeksi
Pasien biasanya terlihat pucat (berhubungan dengan
pengeluaran darah dari intravaskular secara progresif), ikterus
(berhubungan dengan kegagalan fungsi hati), sianosis (akibat
penurunan saturasi oksigen). Peningkatan frekuensi napas dan usaha
bernapas. Ketidaknyaman pada abdomen, ekspresi nyeri pada saat
palpasi ringan abdomen, edema, asites, hematemesis, melena. Periksa
adanya distensi vena abdominal. Didapatkan adanya perubahan urine
menjadi kuning tua (ikterik) atau menjadi gelap dan dan atrofi dari
testis (Azer, 2009). Pada pemeriksaan rektal, lihat adanya perubahan
warna feses menjadi lebih gelap menandakan perdarahan saluran
gastroentestinal atas.
2) Auskultasi
Peningkatan peristaltik usus.
3) Perkusi
Nyeri ketuk abdomen.
4) Palpasi
Nyeri tekan abdomen region hipokondrium kanan dan kiri atau
dibawah iga (Azer, 2009). Didapatkan adanya pembesaran kelenjar
parotis (yang didapat pada pasien disertai alkoholisme dan malnutrisi),
pembesaran limpa (splenomegali).
b. Pengkajian Diagnostik
Menurut Arif Mutaqin dan Kumala Sari (2011), pengkajian
diagnostik yang diperlukan pada varises esofagus meliputi :
1) Pemeriksaan Radiologi
a) Radiologis dengan menggunakan barium, didapatkan adanya
dilatasi pada esofagus.
b) Pemeriksaan CT scan untuk menilai derajat varises esofagus dan
mendeteksi adanya gangguan lain seperti penyulit hiatal hernia.
13
c) Pemeriksaan MRI merupakan metode yang baik untuk mendeteksi
gambaran varises. Esofagus terletak secara konvensional pada level
T1-T2. Area ini untuk memudahkan pengenalan dari massa
jaringan lunak akibat varises pada area esofagus dan sekitarnya.
2) Pemeriksaan USG
USG dengan Duplex Doppler dapat mengevaluasi kecepatan
dan aliran langsung dari system vena porta. Pemeriksaan ini
digunakan untuk menilai kepatenan dari aliran vena porta. Sonografi
juga dilakukan untuk menilai ukuran dan batas dari hati yang berguna
untuk pemeriksaan klinik varises esofagus atau penyakit hati (Miller,
2004).
3) Pemeriksaan endoskopi
Merupakan salah satu pemeriksaan standar untuk mendiagnosa
varises esofagus. Pemeriksaan endoskopi dilakukan untuk
mengidentifikasi perubahan lumen esofagus akibat dari peningkatan
vena porta.
4) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hitung sel darah didapatkan adanya anemia, leukopenia, dan
trombositopenia terutama pada pasien sirosis. Anemia juga efek
sekunder dari perdarahan, malnutrisi progresif, dan tekanan
produksi darah pada sumsum tulang (bone marrow suppression)
akibat alcohol. Penurunan kadar hematokrit pada pasien dengan
perdarahan saluran gastrointestinal atas.
b) Waktu protrombin (PT) untuk menilai adanya gangguan fungsi hati
dimana didapatkan adanya peningkatan lama waktu PT.
c) Pemeriksaan fungsi hati. Peningkatan plasma AST (aspartate
aminotransferase) dan ALT (alanine aminotransferase) pada
sirosis.
d) Kadar urea dan kreatinin meningkat.
e) Perubahan kadar elektrolit, merupakan gejala sekunder dari efek
terapi, sirosis, asites dan kehilangan darah.
14
c. Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada varises esofagus disesuaikan dengan
kondisi klinik, meliputi penatalaksaan varises esofagus tanpa perdarahan,
varises esofagus dengan perdarahan, intervensi kedaruratan, terapi
farmakologi, terapi endoskopik, dan pembedahan.
1) Penatalaksanaan pada varises tanpa pendarahan
Azer (2009) merekomendasikan beberapa itervensi pada
varises esofagus, meliputi hal-hal berikut ini :
a) Pemberian penghambat beta-adregenik (propanolol) pada pasien
yang tidak mengalami perdarahan tetapi memiliki riwayat
perdarahan varises esofagus apabila tidak ada kontraindikasi.
b) Apabila ada kontraindikasi pada penghambat beta, maka diberikan
lang-acting nitrates (isosorbide 5-mononitrate) sebagai alternatif.
c) Skleroterapi endoskopik atau ligasi varises.
d) Perawatan dengan beta-blockers sebaiknya dilaksanakan secara
kontinu.
2) Penatalaksanaan pada varises esofagus perdarahan
a) Kaji kualitas dan kuantitas perdarahan.
b) Periksa TTV dan atur posisi supine.
c) Laksanakan penatalaksanaan kedaruratan (bawah).
3) Penatalaksanaan kedaruratan
a) Lakukan pemberian terapi cairan intravena dekstrose 5% dan cairan
koloid.
b) Lakukan pemberian transfusi darah dan pemberian komponen
hematokrit.
c) Jaga kepatenan jalan nafas pada fase aktif perdarahan, terutama
dengan penurunan tingkat kesadaran.
d) Pasang selang nasogastrik untuk membersihkan isi lambung
sebelum intervensi endoskopik.
e) Pemberian terapi farmakologik seperti Somastatin setelah terapi
endoskopik untuk mengontrol perdarahan.
f) Lakukan terapi endoskopik.
15
4) Terapi farmakologis
Dua macam agen yang digunakan pada pengobatan varises
esofagus adalah agen vasokonstriktor dan agen vasodilator untuk
menurukan efek akut perdarahan akibat tekanan vena porta (Lubel,
2005).
a) Vasokonstriktor, agen ini menurunkan tekanan aliran darah vena
porta dan atau meningkatkan tahanan pada aliran darah varises.
Agen ini juga menurunkan aliran darah pada kolateral
gastroesofagel. Agen yang lazim digunakan seperti vasopresin.
b) Vasodilator, agen ini menurunkan tahanan vaskular intrahepatika
tanpa menurunkan resistensi porta kolateral, agen yang biasa
digunakan Nitroglycerin (karena dengan merelaksasi otot polos
vaskular melalui stimulasi siklus intraselular produksi guanosin
monofosfat dan menghasilkan penurunan tekanan darah ).
5) Terapi endoskopik
Intervensi terapi endoskopik meliputi skleroterapi endoskopik
dan ligasi varises endoskopik. Intervensi ini dapat mengontrol
perdarahan sampai 90% (Qureshi, 2005).
6) Intervensi bedah
Intervensi bedah pada varises esofagus dilakukan apabila
terapi farmakologis dan terapi endoskopik tidak menurunkan kondisi
perdarahan. Pemasangan balon tamponade dilakukan untuk
menurunkan respons perdarahan (Garcia, 2007).
2. Diagosa Keperawatan
Menurut Arif Mutaqin dan Kumala Sari (2011) :
a. Aktual/ risiko jalan nafas tidak efektif b.d aspirasi akumulasi darah
hematemesis, efek sekunder penurunan kesadaran.
b. Aktual/ risiko penurunan kesadaran b.d penurunan tekanan darah,
penurunan volume plasma ke jaringan serebral.
c. Aktual/ risiko syok hivopolemik b.d perdarahan masif gastrointestinal.
16
d. Nyeri abdomen b.d asites, respons saraf lokal dari distensi otot-otot
abdomen.
e. Aktual/ risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d kurangnya intake makanan yang adekuat.
f. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik umum, sekunder dari anemia.
g. Pemenuhan informasi b.d misinterpretasi informasi dari adanya prosedur
diagnostik, rencana terapi endoskopik dan pemasangan tamponade balon
esofagus.
h. Kecemasan b.d prognosis penyakit, rencana terapi endoskopik dan
pemasangan tamponade balon esofagus.
Intervensi Rasional
17
menjadi prioritas perawat untuk
menilai dan membersihkan lumen
jalan napas.
b. Lakukan pengisapan pada b. Akumulasi darah akibat dari saluran
jalan nafas. pencernaan akan mengganggu
ventilasi sehingga perlu diisap
dengan suction.
c. Cegah hipoksia dengan c. Ventilasi yang terganggu akibat
pemberian oksigen kantong ganguan pada jalan napas dapat
(bag ventilation). dibantu dengan pemberian oksigen
kantong.
d. Jaga kepatenan jalan napas d. Jalan napas yang sudah bersih dari
dengan melakukan jaw thrust. akumulasi darah harus djaga dengan
menarik rahang agar kepatenan tetap
optimal.
2. Monitor setiap 30 menit pasca- Intervensi penting untuk menghindari
pembersihan jalan napas aspirasi darah kembali ke jalan napas.
terutama pada pasien yang
lemah dan mengalami
penurunan tingkat kesadaran.
3. Atur posisi pasien supine Pasca-resusitasi pasien dibaringkan
(telentang). posisi telentang untuk memaksimalkan
mobilisasi muntahan apabila ada
keinginan untuk muntah darah kembali.
4. Anjurkan pasien untuk Menahan muntah akan menyebabkan
memberitahu apabila ada resiko asprasi terutama muntah darah
perasaan mual dan ingin muntah sehingga dapat masuk ke jalan napas.
kembali. Beritahu pasien apabila
ada rangsangan muntah untuk
tidak menahan dan membiarkan
muntah darah itu tetap terjadi.
5. Evaluasi dan monitor Apabila tingkat toleransi pasien tidak
18
keberhasilan intervensi optimal, maka lakukan kolaborasi
pembersihan jalan napas. dengan tim medis untuk segera
dilakukan terapi endoskopik atau
pemasangan tamponade balon.
Intervensi Rasional
19
yang parah.
5. Pantau frekuensi jantung Perubahan frekuensi dan irama jantung
dan irama menunjukan komplikasi disritmia.
6. Kolaborasi pemberian Pemberian komponen darah dapat
komponen darah meningkatkan komposisi volume darah
yang hilang akibat perdarahan varises
esofagus.
Intervensi Rasional
20
3. Auskultasi TD . Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi
Bandingkan kedua lengan, yang memberikan manifestasi sudah
ukur dalam keadaan terlibatnya sistem kardiovaskuler untuk
berbaring, duduk, atau melakukan kompensasi mempertahankan
berdiri bila memungkinkan. tekanan darah.
4. Kaji warna kulit, suhu, Mengetahui adanya pengaruh adanya
sianosis, nadi perifer, dan peningkatan tahanan perifer.
diaforesis secara teratur.
5. Pantau frekuensi jantung Perubahan frekuensi dan irama jantung
dan irama. menujukan komplikasi disritmia.
6. Kolaborasi: Jalur yang paten penting untuk pemberian
Pertahankan pemberian cairan cepat dari memudahkan perawat
cairan secara intravena. dalam melakukan kontrol intake dan
output cairan.
d. Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya intake
makanan yang adekuat.
Tujuan: Pada periode 7 x 24 jam intake nutrisi dapat dilaksanakan secara
optimal.
Kriteria evaluasi :
1) Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
2) Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia
berkurang, pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20 x/menit.
3) Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg
Intervensi Rasional
21
masih bisa dilakukan. Pada pasien dengan
perdarahan, toleransi intake nutrisi oral
tidak diberikan dan harus diganti dengan
jalan nasogastrik untuk menurunkan
stimulus perdarahan.
2. Beri makanan lunak pada Makanan lunak akan lebih mudah
pasien varises esofagus melewati lumen esofagus yang
tanpa perdarahan. menyempit.
3. Pasang selang nasogastrik Selama periode 24 jam pasca-resusitasi
pada pasien dengan varises perdarahan pasien tidak boleh
esofagus perdarahan. mendapatkan makanan via oral. Untuk
mencukupi kebutuhan, maka pemasangan
selang nasogastrik diperlukan untuk
menurunkan stimulus perdarahan.
4. Lakukan aspirasi lambung. Pada periode pascaoperatif perawat
mengaspirasi seksresi lambung dan
memasukkannya kembali setelah makanan
ditambahkan untuk memberikan volume
total yang diinginkan. Dengan metode ini,
dilatasi lambung dapat dihindari.
5. Dokumentasikan jumlah Sebagai evaluasi atas intervensi.
nutrisi yang masuk, hasil
aspirasi, dan toleransi dan
intake nutrisi.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi Komposisi dan jenis diet diberikan sesuai
tentang jenis dan komposisi tingkat toleransi individu.
diet.
7. Timbang berat badan tiap Intervensi untuk evaluasi terhadap
hari dan catat intervensi keperawatan yang telah
pertambahannya. diberikan
22
e. Nyeri abdomen b.d. asites, respons saraf local dari distensi otot-otot
abdomen
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 pasca-intervensi, tingkat nyeri berkurang atau
teradaptasi.
Kriteria Evaluasi :
1) Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau teradaptasi.
2) Pasien mampu melakukan manajemen nyeri nonfarmakologik apabila
sensasi nyeri muncul.
3) TTV dalam batas normal.
4) Skala nyeri 0-1 (0-4).
5) Ekspresi pasien relaks dan mampu melakukan mobilitas ringan dengan
nyeri yang terkontrol.
Intervensi Rasional
23
d. Ajarkan teknik distraksi Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
nafas pada saat nyeri. menurunkan stimulus internal.
f. Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik umum, efek sekunder dari anemia
Tujuan : Dalam waktu 5 x 24 jam terjadi peningkatan kemampuan aktivitas.
Kriteria evaluasi :
1) Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan.
2) Pasien termotivasi untuk melakukan aktivitas mandiri.
24
Intervensi Rasional
25
g. Kecemasan b.d. prognosis penyakit, misinterpretasi informasi
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam pasien secara subjektif melaporkan rasa
cemas berkurang.
Intervensi Rasional
a. Monitor respon fisik, seperti: a. Digunakan dalam mengevaluasi
kelemahan, perubahan tanda derajat tinggi
vital, gerakan yang berulang- kesadaran/konsentrasi, khususnya
ulang. Catat kesesuaikan respon ketika melakukan kosentrasi
verbal dan nonverbal selama verbal.
komunikasi.
b. Anjurkan pasien dan keluarga b. Memberikan kesempatan untuk
untuk mengungkapkan dan berkonsentrasi, kejelasan dan rasa
mengekspresikan rasa takutnya. takut, dan mengurangi cemas yang
berlebihan.
c. Catat reaksi dari c. Anggota keluarga dengan
pasien/keluarga. Berikan responnya pada apa yang terjadi
kesempatan untuk dan kecemasannya disampaikan
mendiskusikan perasaannya, kepada perawat.
konsentrasinya,dan harapan
dimasa depan.
26
h. Pemenuhan informasi b.d. misinterpretasi informal dari adanya prosedur
diagnostik rencana terapi endoskopik dan pemasangan temponade balon
esofagus.
Kriteria evaluasi :
Intervensi Rasional
27
Diskusikan jadwal
pemeriksaan dan
intervensi medis.
4. Beritahu persiapan Pasien sudah menyelesaikan administrasi
pembedahan: dan mengetahui secara financial biaya
Persiapan administrasi pemeriksaan dan intervensi medis. Pasien
dan inform conserd. sudah mendapat penjelasan dan
mendatangani inform consent.
5. Beritahu pasien dan Pasien akan mendapatkan manfaat bila
keluarga kapan pasien mengetahui kapan keluarga dan temannya
sudah bisa dikunjungi. bisa berkunjung setelah pembedahan.
4. Evaluasi
28