Anda di halaman 1dari 20

STUDI KASUS 2 MODUL EMG

SEORANG WANITA 48 TAHUN DENGAN BENGKAK PADA KEDUA TUNGKAI


KAKI

KELOMPOK V

0302009170 Ni Made Rai Wahyuni S


0302009171 Ni Nyoman Nami A
0302009172 Novia Alrosa
0302009173 Noviana Sie
0302009175 Nurul Vitria
0302009176 Nyimas Ratih Amandhita NP
0302009177 Nyoman Arya Adi Wangsa
0302009178 Oktaviani Halim
0302009179 P Gusti Ratih Permatasari
0302009181 Petrus Philipus Mekas
0302009182 Pradita Adiningsih

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

14 Maret 2012
BAB I

PENDAHULUAN

Salam sejahtera kami ucapkan pada semua dosen dan terimakasih karena bimbingan yang
telah diberikan untuk semua mahasiswa kedokteran Trisakti angkatan 2009.
Pada tanggal 9 Maret 2012 telah dilakukan diskusi kelompok 5, kasus 2 sesi 1 di ruang
107c, yang dimulai pada pukul 10.00 WIB dan berlangsung selama 2 jam. Perwakilan
mahasiswa yang menjadi ketua adalah P Gusti Ratih Permatasari dan yang menjadi sekretaris
Nyimas Ratih Amandhita NP. Perilaku peserta diskusi aktif, kontributif, dan ikut berperan
sertadalam jalannya diskusi. Topic diskusi kasus 2 ini adalah “ Wanita dengan bengkak pada
kedua tungkai ”. Hal-hal menonjol yang terjadi selama diskusi berlangsung adalah perdebatan
tentang hipotesis penyakit dan patofisiologi penyebab bengkak pada pasien tersebut. Saat itu
yang menjadi tutor adalah dr.Kusumahastuti W.
Pada tanggal 12 Maret 2012 telah dilakukan diskusi kelompok 5, kasus 2 sesi 2, di ruang
107c, yang dimulai pada pukul 13.00 dan berlangsung selama 2 jam. Perwakilan mahasiswa
yang menjadi ketua adalah Nyoman Arya Adi Wangsa dan yang menjadi sekretaris Nyimas
Ratih Amandhita NP. Perilaku peserta diskusi aktif, kontributif, dan ikut berperan serta dalam
jalannya diskusi. Hal-hal menonjol yang terjadi selama diskusi berlangsung adalah perdebatan
tentang tatalaksana yang akan diberikan pada pasien. Saat itu yang menjadi tutor adalah dr.
Kusumahastuti W.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Informasi Lengkap Kasus

Seorang wanita 48 tahun, mengeluh bengkak pada kedua tungkai kaki hingga ke mata
kakinya sehingga ia tidak lagi dapat memakai sepatunya. Ia menyadari hal ini sejak 2-3 bulan
yang lalu. Seorang temannya memberinya lasix yang katanya sedikit menolong, tapi sekarang
obat itu sudah habis. Berat badannya bertambah hingga kira-kira 10 kg dalam waktu 2-3 bulan
terakhir. Sebelum ini dia mengeluh sering kencing dan mudah lelah serta mengantuk. Seorang
temannya mengatakan mungkin ia menderita kencing manis dan memberinya tablet yang
katanya harus diminum setiap pagi sebelum makan. Ia memang merasakan lebih enak. Ia tidak
pernah pergi lagi ke dokter.
Pada matanya tampak edema periorbital dan edema yang bersifat pitting pada tangan,
kaki dan kedua tungkainya. Ia merasa kebal pada kaki hingga pertengahan betisnya. Pada
pemeriksaan urin didapatkan glucose +2, protein +3, leukosit 0-2/LPB, eritrosit 0-1/LPB.
IDENTITAS PASIEN
Nama :-
Jenis Kelamin : Wanita
Umur : 48 tahun
Pekerjaan :-
Alamat :-
Agama :-

Keluhan utama :
Bengkak pada kedua tungkai kaki sampai ke mata kakinya sehingga ia tidak lagi dapat memakai
sepatunya.
Keluhan tambahan:
- Sering kencing dan mudah lelah serta mengantuk
- Bengkak menyebabkan penambahan berat badan 10 kg dalam waktu 2-3 bulan terakhir

ANAMNESIS
1. Riwayat Penyakit Sekarang:
 Sejak kapan keluhan-keluhan muncul?
 Apakah sering merasa lapar? Kesemutan?
 Apakah pandangannya kabur?
 Jika timbul lesi apakah lesi tersebut sulit sembuh?
 Apakah sering merasakan cepat haus dan lapar?
 Apakah mengalami gangguan penglihatan?
 Apakah ada keputihan / rasa gatal pada daerah vagina?
2. Riwayat Penyakit Dahulu
 Apakah mengalami hipertensi?

3. Riwayat Pengobatan
 Obat apa saja yang sudah dikonsumsi?
 Setelah minum obat tersebut apakah efek yang dirasakan?
4. Riwayat Kebiasaan
 Sering berolahraga atau tidak?
 Apakah pekerjaanya?
 Aktivitas apa saja yang biasa dilakukan?
 Bagaimana pola makan?
 Sering berolah raga atau tidak?
 Apakah mengkonsumsi alkohol dan merokok?
5. Riwayat Penyakit Keluarga
 Apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit DM?

PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis:
 Kesadaran Pasien : compos mentis
 Kesan sakit : tidak diketahui
 TB/BB : tidak diketahui
2. Tanda Vital
 TD : tidak diketahui
 RR : tidak diketahui
 Denyut nadi : tidak diketahui
 Denyut jantung : tidak diketahui
 Irama denyut jantung : tidak diketahui

Kepala :
- Mata : Edema periorbital
- Telinga : Tidak diketahui
- Hidung : Tidak diketahui
- Mulut : Tidak diketahui
- Tenggorokan : Tidak diketahui
Leher : Tidak diketahui
Thorax : Tidak diketahui
Paru-paru : Tidak diketahui
Jantung : Tidak diketahui
Abdomen :
- Inspeksi :-
- Palpasi :-
- Perkusi :-
- Auskultasi :-
Punggung :-
Genitalia eksterna :-
Ekstremitas : pitting edema pada tangan, kaki dan kedua tungkai disertai kebal pada
kaki hingga pertengahan betis.

PEMERIKSAAN LABORATURIUM
Pada pemeriksaan urinalisis pasien ditemukan :
Pemeriksaan Hasil
Glukosa +2
Protein +3

B. Faktor Resiko Yang Teridentifikasi


 Usia > 48 tahun
C. Daftar Masalah

Masalah Dasar masalah Hipotesis penyebab


1. Bengkak pada kedua Si pasien tidak bisa Penyakit ginjal (Sindroma
tungkai kaki hingga ke memakai sepatunya lagi Nefrotik), Penyakit
mata-kaki sehingga (kesempitan) dalam kurun Jantung (Decompensatio
tidak dapat memakai waktu 2-3 bulan Cordis), Penyakit Hepar
sepatu. (Sirosis Hepatis)

2. Bertambahnya berat Diabetes Mellitus,


badan sebanyak 10 kg Sindroma Nefrotik, pola
dalam waktu 2-3 bulan makan, gaya hidup

3. Sering kencing Diabetes Mellitus,


4. Mudah lelah dan Diabetes Incipidus,
mengantuk Anemia, Stress

5. Edema periorbital Sindroma Nefrotik

6. Pitting oedem pada


tangan, kaki, dan
kedua tungkainya
7. Kebal dari kaki hingga Diabetes Mellitus
pertengahan betis
8. Glukosuria Glukosa +2 Hiperglikemia, Diabetes
mellitus
9. Proteinuria Protein +3 Sindroma Nefrotik,
D. Pengkajian

Pengkajian Anamnesis

- Edema
Pasien datang dengan keluhan utama edema. Edema dapat terjadi karena adanya
hipoalbuminemia yang menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma
intravaskuler. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya ekstravasasi cairan menembus
dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial yang lalu menyebabkan
edema. Keadaan hipoalbuminemia bisa terjadi karena keadaan proteinuria yang dapat
disebabkan oleh suatu gangguan ginjal atau penyakit metabolik salah satunya seperti
diabetes mellitus. Maka hal ini dapat menjelaskan keadaan pasien yang datang dengan
keluhan bengkak di kedua kaki dan. Edema periorbital dapat terjadi karena akumullasi
dari cairan dan kelopak mata tersusun oleh banyak jaringan ikat longgar sehingga
menyebabkan mudah terjadinya edema. Akumulasi cairan di jaringan interstisial yang
terus menerus dapat menyebabkan penambahan berat badan dalam waktu yang cukup
cepat.
- Sering buang air kecil

Pada pasien diduga menderita diabetes mellitus dimana keluhan ini terjadi karena adanya
peningkatan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus diakibatkan tidak
hadirnya insulin atau suatu resistensi insulin sehingga darah yang tinggi glukosa ini akan
tersaring di ginjal. Tetapi ginjal tidak dapat menyaring glukosa dengan sempurna apabila
kadar glukosa darah berlebihan, akibatnya glukosa akan lolos dan ada dalam urin
(Glukosuria). Glukosa di urin ini akan menimbulkan efek osmotic (dieresis osmotic) yang
menarik air, dengan demikian volume urin yang dikeluarkan menjadi meningkat dan
pasien jadi mengeluh sering buang air kecil.
- Mudah lelah dan mengantuk

Pada pasien diduga menderita diabetes mellitus dimana terjadi suatu defisiensi insulin
atau resistensi insulin sehingga glukosa dalam tubuh tidak dapat diolah dengan baik dan
akibatnya sel-sel kekurangan glukosa sebagai sumber energy. Karena glukosa adalah
sumber energi utama tubuh disamping sumber energi lain maka ketika sumber energi
utama ini tidak dapat dipakai akan terjadi rasa cepat lelah dan lemas akibat berkurangnya
sumber energi yang digunakan untuk kehidupan dan aktivitas sehari – hari. Selain itu dari
segi biokimia, akibat dari hiperglikemia pada penderita diabetes mellitus akan
menyebabkan peningkatan lipolisis, kemudian akan dipecah menjadi asam lemak bebas,
maka asam lemak bebas di darah juga meningkat, asam lemak bebas tersebut akan
mengganggu siklus asam sitrat. Siklus asam sitrat menghasilkan banyak energy dan
apabila terhambat energy yang dihasilkan juga berkurang sehingga pasien akan merasa
lelah dan mengantuk.
Konsumsi lasix pada pasien sebenarnya baik karena efek lasix yang merupakan obat
diuretic ini bagus untuk menurunkan udem pada pasien ini namun karena obat ini habis
dan pasien tidak mengetahui penyakit apa yang sedang dialaminya maka udemnya terjadi
lagi.
Pengkajian Pemeriksaan Fisik

- Kebal
Rasa kebal pada tungkai dapat dialami oleh penderita diabetes mellitus. Hiperglikemia
yang persisten akan menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, kemudian terjadi
aktivasi enzim aldose-reduktase, yang mengubah glukosa menjadi sorbitol yang
kemudian oleh sorbitol dehidrogenase di menjadi fruktosa. Akibatnya akan menyebabkan
keadaan hipertonik intraselular sehingga mengakibatkan edema saraf selain itu masuknya
mioinositol ke dalam saraf akan terhambat, penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol
akan menimbulkan stress osmotik yang merusak mitokondria, kemudian menstimulasi
protein kinase C yang kemudian menekan fungsi Na-K-ATP-ase sehingga kadar terjadi
gangguan transduksi sinyal pada saraf. (1)

Pengkajian Pemeriksaan Penunjang

Dari hasil pemeriksaan urinalisis pasien dapat diinterpretasikan pasien mengalami


glukosuria dan proteinuria.
- Glukosuria
Kadar glukosa darah yang tinggi tidak mampu diolah oleh ginjal secara sempurna,
akibatnya glukosa darah yang berlebih akan dibuang melalui urin dan timbulah
glukosuria.

- Proteinuria
Hiperglikemia pada penderita diabetes mellitus yang diduga diderita oleh pasien
merupakan keadaan yang dapat berperan terhadap terjadinya proteinuria pada pasien.
Hiperglikemia dapat menyebabkan terjadinya penebalan difus membrane basalis,
penebalan ini dapat terlihat di pembuluh kapiler dalam glomerulus ginjal, keadaan ini
juga dapat mengenai tubulus ginjal kemudian keadaan tersebut akan mengakibatkan
peningkatan permeabilitas, sehingga protein dapat keluar di urin. (2)

E. Diagnosis Kerja :
Diabetes Melitus Dengan Neuropati dan Nefropati
Dasar diagnosis Diabetes Mellitus tipe 2 dengan komplikasi neuropati dan nefropati yaitu
berdasarkan gejala klinik yang dialami pasien, yaitu:

 -. Pasien sering mengeluh buang air kecil (diabetes mellitus)


 -. Pasien merasa mudah lelah serta mengantuk (diabetes mellitus)
 -. Ditemukan glukosa +2 dan protein +3 pada urinalisis (glukosuria dan
proteinuria) ini bisa mengarah pada kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh
penyakit diabetes mellitus.
 -. Pasien merasa kebal pada kaki hingga pertengahan betisnya. Hal ini dapat
memperkuat diagnosa kerja yaitu diabetes mellitus dengan neuropati.
 -. Tampak edema periorbital dan edema yang bersifat pitting pada tangan, kaki,
(3)
dan kedua tungkai yang menunjukan telah terjadi nefropati. hal ini dapat
memperkuat bahwa telah terjadi kerusakan pada ginjal pasien ini
 Umur pasien 48 tahun dimana pada umur 40-60 tahun pada umumnya merupakan
resiko lebih tinggi untuk terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Sedangkan untuk
penegakkan diagnosis DM tipe 2 harus didasari pada anamnesis yaitu ditanyakan
factor-faktor resiko selain itu pemeriksaan fisik dan pmeriksaan laboratorium
seperti pemeriksaan gula darah, c-peptide dan profil lipid.

F. Patofisiologi Kasus
Penurunan insulin pada pasien ditandai dengan kelainan sekresi insulin maupun kerja
insulin.pasa awalnya terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin
dikarenakan adanya kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini akan
mengganggu kerja insulin dan menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah. Glukosa
yang tidak bisa masuk ke dalam jaringan-jaringan termasuk otak, yang akan mengakibatkan
pasien mudah lelah dan mengantuk. Kelebihan gula darah ini, kemudian akan dibuang
melalui ginjal sehingga terdapat glukosa pada urin pasien (glukosuria). Glukosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria). Karena
pada pasien ini tidak dilakukan control terhadap diabetes mellitus dengan baik, seiring
dengan perjalanan penyakitnya, kadar gula darah yang tinggi ini mengakibatkan komplikasi
ke beberapa organ, berupa ginjal dan saraf(7)
Pada ginjal, kerusakan yang terjadi dimulai dengan hipertrofi dan hiperfiltrasi ginjal,
yang akan menyebabkan terjadinya glomerulosklerotik fokal. Selanjutnya akan terjadi
perubahan structural dini, yang ditandai dengan menebalnya membrane basalis kapiler
glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit bahan matriks mesngial. Kerasnya
penebalan atau perluasan mesangial yang terlihat pada stadium ini secara positif berkaitan
dengan perkembangan proteinuria yang akan dating dan penurunan fungsi ginjal.
Penumpukan matriks mesangial ini mengenai lumen kapiler glomerulus, menyebabkan
iskemia dan menurunkan daerah permukaan filtrasi yang akan menurunkan GFR.
Selanjutnya penyakit ini akan berkembang menuju ke fase nefropati insipient yang ditandai
dengan mikroalbuminuria dan kemudia akan berlanjut menfase nefropatik diabetes klinis
yang ditandai dengan proteinuria dan penurunan GFR yang progresif. Proteinuria ini
menyebabkan terjadinya hipoalbuminemia pada darah. Hal ini akan menurunkan tekanan
osmotic darah, dan menyebabkan cairan transudat keluar dari ruang vascular ke dalam
intersisium dan menyebabkan pitting edema pada tungkai sampai ke mata kaki, lengan,
dan edema periorbital. Keadaan yang semakin parah ini menyebabkan bengkak semakin
bertambah dan menyebabkan peningkatan berat badan sampai pada 10kg dalam 2-3 bulan
pada pasien(8)

Hiperglikemi berat pada pasien ini akan mengubah glukosa menjadi sorbitol dan fruktosa.
Penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan mioinositol ini mengganggu metaolik sel
Schwann dan menyebabkan hilangnya akson. Hal ini akan menyebabkan kecepatan koduksi
motorik, yang berlanjut sampai parestesi (kebal pada pertengahan betis pasien)

G. Pemeriksaan Tambahan (setia)


1. Tes glukosa plasma sewaktu

Berdasarkan criteria diagnosis PERKENI mengenai kriteria diagnosis DM ditentukan:


1. Gejala klasik DM (poliuri, polidipsi, polifagi, penurunan berat badan) + glukosa
plasma sewaktu ≥200 mg/dL (11,1mmo;/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir. Sehingga pada pasien ini dapat langsung
diperiksa kadar glukosanya.
2. Atau gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/L).

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.


3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
2. Pemeriksaan kadar C peptide plasma.

Pemeriksaan ini dilakukan untuk membedakan diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes
mellitus tipe 2. C peptide adalah produk sampingan insulin yang dihasilkan pada proses
pembentukan insulin dari proinsulin. Pemeriksaan C peptide lebih akurat dimana
antibody C peptide murni hanya bereaksi terhadap C peptide, sedangkan antibodi
terhadap insulin dapat bereaksi dengan insulin dan juga dapat bereaksi dengan proinsulin.
Jika level C peptide <5 µU/mL atau 0,6 ng/Ml maka pasien cenderung menderita diabetes
mellitus tipe 1.
3. Perhitungan laju filtrasi glomerulus

GFR normal adalah 120 ml/menit/1,73 m2. Jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 60
ml/men/1,73 m2 baik ADA< ISN maupun NKF mengajurkan untuk melakukan rujukan
kepada seorang dokter yang ahli dalam perawatan nefropati diabetic, atau rujukan kepada
konsultan nefrologi jika mencapai < 30 ml/men/1,73 m2
4. HbA1c

Merupakan salah satu pemeriksaan darah yang penting untuk mengevaluasi pengendalian
gula darah. Hasil pemeriksaan HbA1c memberikan gambaran rata-rata gula darah selama
periode waktu 6-12 minggu dan hasil ini dipergunakan bersama dengan hasil
pemeriksaan gula darah mandiri sebagai dasar untuk melakukan penyesuaian terhadap
pengobatan diabetes yang dijalani. Hemoglobin adalah salah satu substansi sel darah
merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh, ketika gula darah
tidak terkontrol maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Ikatan
HbA1c yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan. Kadar HbA1c
akan mencerminkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka watu 2-3 bulan sebelum
pemeriksaan.
HbA1c (%) Rata – rata gula darah (mg/dl)

6 135
7 170
8 205

9 240
10 275

11 310
12 345
Penyandang diabetes direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan HbA1c setiap 3 bulan
untuk menentukan apakah kadar gula darah telah mencapai target yang diinginkan (<7%).
Kepatuhan pasien dalam 3 bulan terakhir terlihat dari tinggi rendahnya kadar HbA1c. Selain
itu, HbA1c juga dapat meramalkan perjalanan penyakit, apakah pasien berpeluang besar
mengalami komplikasi atau tidak; berdasarkan kadar kontrol glikemiknya.

5. Funduskopi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk skrining retinopati diabetik. Di konsulkan pada dokter
spesialis mata.
6. Analisis gas darah
7. Pemeriksaan elektrolit
8. Pemeriksaan profil lipid

H. Rencana Penatalaksanaan
1. Terapi awal diberikan diuretic serta obat anti diabetes (apabila kadar gula darah tinggi
setelah tes gula darah sewaktu)
2. Pantau adanya komplikasi akut pada diabetes berupa koma hiperosmolar hiperglikemik
non ketotik (HONK) dari keadaan umum dengan anamnesis tambahan berupa adanya
gejala rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang, mual muntah, disorientasi dan
letargi. Pada pemeriksaan fisik dicari adanya tanda-tanda dehidrasi berat, turgor buruk,
mukosa pipi kering serta denyut nadi yang cepat dan lemah dapat juga dipastikan dengan
hasil analisis gas darah, elektrolit darah, serta kadar gula darah, dan osmolaritas plasma.
3. Lakukan juga pengukuran terhadap tekanan darah, berikan medikasi berupa ACE
inhibitor atau ARB apabila pasien hipertensi atau normotensi untuk mengatasi
proteinuria.
4. Jika pasien dicurigai menderita HONK segera rujuk ke rumah sakit untuk untuk terapi
dan monitoring ketat
5. Jika pasien tidak dicurigai menderita HONK , lanjutkan rencana pemeriksaan anjuran dan
rujukan yang diperlukan untuk diagnosis pasti dan rencana terapi ( pemeriksaan C-
peptide, GFR, profil lipid darah, serta rujukan untuk funduskopi )
6. Melakukan edukasi (pengendalian gula darah, tekanan darah , gaya hidup, medikasi) jika
telah terdiagnosis pasti
7. Melakukan control untuk mengecek kadar gula darah selama terapi (HbA1c) skrining
komplikasi lain dengan funduskopi serta monitor fungsi ginjal tiap tahun atau lebih cepat

Pengendalian gula darah


1. Gizi
Diet rendah protein dan garam juga dianjurkan pada pasien ini mengingat diabetes telah
sampai pada komplikasi ginjal, selain itu diet rendah garam juga dilakukan terutama
apabila pasien hipertensi. Pembatasan asupan garam adalah 4-5 g/hari. Untuk
menentukan jumlah kalori per hari diperlukan pengukuran terhadap BB dan TB.
Pengaturan jumlah makanan, jadwal dan jenis makanan akan dirujuk pada ahli gizi.
2. Latihan jasmani
Olah raga rutin yang dianjurkan ADA adalah berjalan 3-5 km per hari dengan kecepatan
sekitar 10-12 menit/km, 4-5 kali seminggu.(9) Dilakukan apabila keluhan oedem telah
diobati.
3. Edukasi
Diberikan edukasi mengenai pencegahan terjadinya kaki diabetes, yang mana pada pasien
telah mengalami neuropati distal. Dilakukan pemeriksaan kaki pada pasien setiap control,
dan selalu memberikan edukasi mengenai perawatan kaki (terutama penggunaan alas
kaki) yang benar serta risiko apabila tidak dilakukan. Selain itu control terhadap gula
darah yang paling penting dengan gizi, latihan jasmani dan obat-obatan.

Rencana Terapi Medika Mentosa


1. Obat anti diabetes
Obat yang dapat digunakan yaitu Repaglinid 1,5-6 mg per hari 2-2 kali per hari. Obat ini
mempunyai masa kerja yang pendek sehingga digunakan sebagai obat prandial.
2. Diuretic
Untuk mengatasi oedem, pasien diberi Furosemid. Furosemide adalah diuretik loop yang
meningkatkan ekskresi air dengan menghambat reabsorpsi natrium dan klorida di loop
menaik Henle dan tubulus distal ginjal. Hal ini meningkatkan aliran darah ginjal tanpa
meningkatkan laju filtrasi. Onset aksi umumnya dalam waktu 1 jam.
Dosis per oral 20-80 mg/hari .(10)
3. Pemberian ACE-I atau ARB.
ACE inhibitor dapat menekan kehilangan protein dengan menurunkan tekanan
intraglomerulus dan GFR. Penekanan hilangnya protein, penurunan tekanan
intraglomerulus dan hambatan dalam Angiotensin II juga dapat membantu menrurunkan
retansi cairan.(11) Selain itu obat ini dapat pula digunakan sebagai anti hipertensi apabila
pasien menderita hipertensi. Pemberian dengan per oral captropril 25 mg per 8 jam. ARB
adalah antagonis selektif dan spesifik Angiotensin II. Dapat diberikan Losartan per oral
50-100 mg per hari.
Berikut adalah alogritma penatalaksanaan pasien dengan nefropati diabetikum.
I. Prognosis
Prognosis
Prognosis yang kelompok kami tentukan didasarkan pada apabila pasien ini telah ditatalaksana
secara baik dan benar oleh dokter.
Ad vitam
Dubia ad bonam.
Prognosis dubia ad bonam karena jika pasien ditatalaksana dengan baik dan pasien teratur
dalam upaya pengaturan gula darahnya maka kemungkinan pasien berakhir dengan kematian
lebih kecil. Namun kemungkinan tersebut masih dapat terjadi apabila pasien tidak teratur dalam
mengontrol gula darahnya.
Ad functionam
Dubia ad bonam
Prognosis dubia ad bonam tergantung dari teratur atau tidaknya pasien dalam mengontrol
gula darahnya. Apabila gula darahnya terkontrol maka neuropati yg dialami pasien akan hilang
secara bertahap. Pada pasien ini pun belum diketahui adanya peningkatan kadar ureum dan
kreatinin yang mengindikasikan adanya gangguan fungsional ginjal yang lebih lanjut.
Ad sanationam
Dubia ad malam
Prognosis dubia ad malam karena walaupun telah diberikan tatalaksana yang baik namun
diabetes mellitus tipe II ini adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan secara total namun
hanya bisa dikontrol gula darahnya saja sehingga kalau dikontrol gula darahnya akan tetap
terkontrol dan jika tidak maka pasti akan terjadi lagi keluhan-keluhan dan akan semakin parah.
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Subekti I. Neuropati Diabetik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setati S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, 5th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2009.p.1948
2. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & Cotran Buku Saku Dasar
Patologis Penyakit 7th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2008.p.676.
3. Lang S. Komplikasi Diabetes yang Berkelanjutan. Teks dan atlas berwarna patofisiologi.
Penerbit Buku Kedokteran EGC; jakarta. 2003. p. 286-91.
4. Hendromartono. Nefropati Diabetik: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. p; 1898-1901.
5. Boner G, Cooper ME. Management of Diabetic Nephropathy. 2005. London: Martin Dunitz,
Ltd.
6. Beetham W. P. 1963. Visual Prognosis of Proliferating Diabetic Retinopathy. Brit. J. Opth.
P. 611.
7. Schteingart D. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus. Dalam: Price S,
Wilson L(editor). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi keenam. Jakarta:
Penerbit buku kedoteran EGC; 2006. Hal. 1259
8. Wilson L. gagal ginjal kronik. Dalam: Price S, Wilson L(editor). Patofisiologi: konsep klinis
proses-proses penyakit. Edisi keenam. Jakarta: Penerbit buku kedoteran EGC; 2006. Hal.
940-2
9. Batuman V. Diabetic Nephropathy Medication. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/238946-medication#3. Updated Nov, 23 2011
10. Martono H. Nefropati Diabetik. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simandibrata M,
Setiati S. Edisi V. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hal. 1945.
11. Wilson L. Gagal Ginjal Kronik. In : Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. 6th ed. Jakarta : Penerbit Buku Buku kedokteran EGC;
2006.p.933.
BAB VI

PENUTUP DAN UCAPAN TERIMAKASIH

Demikianlah laporan hasil diskusi kasus kelompok 5 yang berjudul “seorang wanita 48 tahun

dengan bengkak pada kedua tungkai kaki” ini kami buat. Kami menyadari bahwa diskusi dan

makalah kami masih belum sempurna dan dengan bimbingan serta panduan dari para dosen,

akan berusaha untuk memperbaiki. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada segenap

keluarga besar trisakti secara umum dan secara khusus kepada seluruh staf dan contributor

Modul Organ EMG.

Anda mungkin juga menyukai