Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN Ny.

F DENGAN
DENGUE HEMORHAGIC FEVER (DHF)

Disusun Oleh :
Novia Pratiwi (108116014)

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
2018/2019

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dengue Hemorhagic Fever (DHF)


Dengue Hemorhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala demam tinggi
mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan
syock, nyeri otot dan sendi dan kematian (Cristianti,1995).
DHF adalah penyakit demam akut dengan cirri-ciri demam dan
manifestasi perdarhan, serta bertendensi mengakibatkan renjatan yang
mengakibatkan kematian (Mansjoer, Arif. 2000).
DHF adalah penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue yang
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah, kapiler dan pada system
pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan (Antoe. 2007)
DHF adalah penyakit yang disebabkan virus Dengue sejenis virus
yang tergolong arbo virus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk Aides Aegepti (betina). ( Perawatan Pasien DHF, 1995)
Klasifikasi DHF ( menurut derajat beratnya penyakit : WHO, 1986 ) :
a. Derajat 1
Demam disertai dengan gejala klinis tanpa perdarahan sentral uji
tourniquet ( + ), trombositopenia dan homokonsentrasi. Panas 2 – 7
hari.
b. Derajat II
Derajat 1 disertai pendarahan sponta pada kulit
c. Derajat III
Nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, gelisah, sianosis
sekitar mulut, hidung, ujung jari ( tanda dari renjatan ).
d. Derajat IV
Renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur

2
B. Etiologi
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke
dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe
yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut
terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara
serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia
misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
2. Vektor Virus
Dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis
dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita;
2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan
vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya
melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting
di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural)
kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana –
bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang
terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan
bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah
korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.
(Soedarto, 1990 ; 37).

3
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak
sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue
yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue
Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi
yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah
mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990 ; 38).

C. Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue


1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan
dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik
misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan,
nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif
mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat
pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis.
(Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului
dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada
anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari

4
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan
akan tejadi renjatan pada penderita (Soederita, 1995 ; 39).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab,
dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar
mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan
prognosis yang buruk. (soedarto ; 39).

B. Patofisiologi
Fenomena pathofisiologi yang utama pada penderita DHF adalah
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan tejadinya
perembesan plasma ke ruang ekstraseluler. Hal pertama yang terjadi setelah
virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal di
seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit ( petekie ),
hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati ( hepatomigali ) dan
pembesaran limpa ( spenomegali ).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokosentrasi, dan
hipoproteinemia, serta efusi rejatan ( syok ). Hemokosentrasi ( peningkatan
hematokrit lebih besar 20 % ) menunjukan atau menggambarkan adanya
kebocoran ( perembesan ) plasma ( plasma leakage ) sehingga nilai
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan.

5
Pathway

C. Komplikasi
Menurut WHO, 1999, komplikasi dari DHF adalah:
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada demam berdarah dengue dengan
shok maupun tanpa shok
2. Kejang : Bentuk kejang halus terjadi selama fase demam pada bayi.
Kejang ini mungkin hanya kejang demam sederhana, karena cairan
serebrospinal ditemukan normal.
3. Edema paru dapat terjadi karena hidrasi yang berlebihan selama proses
penggantian cairan.
4. Pneumonia mungkin terjadi karena adanya komplikasi iatrogenik serta
tirah baring yang lama.
5. Sepsis Gram negative dapat terjadi karenapenggunaan jalur intravena
terkontaminasi.
6. Dengue Syok Sindrom (DSS)

6
D. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Soegijanto (2002), pemeriksaan diagnostic pada pasien DHF
meliputi:
1. Laboratorium
Darah lengkap
a. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih)
Normal : pria à 40-48 %
b. Trombositopeni (Jumlah trombosit kurang dari 100.000 mm³)
Normal : 150000-400000/ui
c. Perpanjangan masa perdarahan dan berkurangnya tingkat protobin
Asidosis
a. Kimia darah : hiponatremia, hipokalemia, hipoproteinemia
2. Uji tourniquet positif
Menurut WHO dan Depkes RI (2000), uji tourniquet dilakukan
dengan cara memompakan manset sampai ketitik antara tekanan
sistolik dan diastolik selama lima menit. Hasil dipastikan positif bila
terdapat 10 atau lebih ptekie per 2,5 cm². Pada DHF biasanya uji
tourniquet memberikan hasil positif kuat dengan dijumpai 20 ptekie
atau lebih. Uji tourniquet bias saja negatif atau hanya positif ringan
selama masa shok, dan menunjukkan hasil positif bila dilakukan setelah
masa pemulihan fase shok.
3. Radiologi foto thorak: 50% ditemukan efusi fleura, efusi pleura dapat
terjadi karena adanya rembesen plasma.
4. Urine`: albuminuria ringan
5. Sumsum tulang : awal hiposeluler kemudian menjadi hiperseluler pada
hari ke 5 dengan gangguan maturasi. Hari ke 10 biasanya normal.
6. Pemeriksan serologi : dilakukan pengukuran titer antibody pasien
dengan cara haemaglutination inhibition tes (HI test)/ dengan uji

7
pengikatan komplemen (complemen fixation test/ CFT) diambil darah
vena 2-5 ml
7. USG : hematomegali-splenomegali

E. Penatalaksanaan
1. Medik
a. DHF tanpa Renjatan
1. Beri minum banyak ( 1 ½ – 2 Liter / hari ), seperti jus jambu,
air the manis dan gula, sirup, dan susu
2. Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga
dilakukan kompres
3. Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk
anak <1th dosis 50 mg Im dan untuk anak >1th 75 mg Im. Jika
15 menit kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis
3mg / kb BB ( anak <1th dan pada anak >1th diberikan 5 mg/
kg BB.
4. Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat

b. DHF dengan Renjatan


1. Pasang infus RL
2. Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma
expander ( 20 – 30 ml/ kg BB ), warna kuning pekat
3. Tranfusi jika Hb dan Ht turun

2. Keperawatan
a. Pengawasan tanda – tanda vital secara kontinue tiap jam
1. Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
2. Observasi intik output
3. Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi
tanda vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam
beri minum 1 ½ liter – 2 liter per hari, beri kompres

8
4. Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital,
pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti
nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria
dan sakit perut, beri infus.
5. Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler,
beri o2 pengawasan tanda– tanda vital tiap 15 menit, pasang
cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan
thrombocyt.
b. Resiko Perdarahan
- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan
melena
- Catat banyak, warna dari perdarahan
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro
Intestinal
c. Peningkatan suhu tubuh
- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodic
- Beri minum banyak
- Berikan kompres

F. Pencegahan Demam Berdarah Dengue


Menurut Depkes RI, 2000, pencegahan DHF antara lain sebagai berikut :
1. Pengelolaan Lingkungan
Penegelolaan lingkungan meliputi berbagai perubahan yang
menyangkut upaya pencegahan atau mengurangi perkembengan vector
dengan cara :
a. Mengeringkan instalasi penampungan air karena genangan air /
kebocoran di ruang berdinding batu, pipa penyaluran, kotak keran,
dll akan menampung air dan menjadi tempat perindukan larva Aedes
Aegypti bila tidak dirawat.

9
b. Menutup tempat penampungan air di lingkungan rumah tangga
antara lain : jamban/vas bunga, perangkap semut, tempat minum
burung, bak mandi, genthong, bak wc.
c. Menguras tempat/bak penampungan air minimal seminggu sekali.
d. Sampah padat seperti kaleng, botol, ember, dan sejenisnya yang
tersebar disekitar rumah harus dikubur di dalam tanah. Ban mobil
bekas juga harus selalu ditutup untuk mencegah tertampungnya air
hujan. Lubang pada pagar yang terbuat dari bambu berlubang harus
dipotong pada ruasnya dan pagar beton harus dipenuhi pasir untuk
mengurangi perindukan aedes Aegypti.

2. Perlindungan diri
a. Pakaian pelindung / baju yang dicelupkan kedalam cairan
permetrhirn efektif melindungi gigitan nyamuk.
b. Obat nyamuk semprot atau baker
c. Obat oles anti nyamuk (repellent).
d. Tirai atau kelambu nyamuk.

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal yang paling penting dilakukan oleh perawat, baik pada
saaat penderita pertama kali masuk Rumah Sakit (untuk mengetahui
riwayat penyakit dan perjalanan penyakit yang dialami pasien) maupun
selama penderita dalam masa perawatan (untuk mengetahui
perkembangan pasien dan kebutuhannya serta mengidentifikasi
masalah yang dihadapinya).
Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data.
Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam
pengkajian :
a. Wawancara

10
b. Pemeriksaan fisik
c. Observasi dan pengamatan
d. Catatan atau status pasien
e. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
Dengan data yang ada, perawat dapat menentukan aktivitas
keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan atau masalah yang dialami
pasien.
1) Data Subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau
keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan
menurut (Christianti Effendy, 1995) yaitu :
a) Lemah.
b) Panas atau demam.
c) Sakit kepala.
d) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
e) Nyeri ulu hati.
f) Nyeri pada otot dan sendi.
g) Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
h) Konstipasi (sembelit)
2) Data obyektif
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas
kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita
DHF antara lain :
a) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
b) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
c) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+),
epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
d) Hiperemia pada tenggorokan.
e) Nyeri tekan pada epigastrik.
f) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.

11
g) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin,gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.

2. Pemeriksaan Penunjang atau Diagnostik


a. Pemeriksaan Laboratorium
1.) IgE dengue ( + )
2.) Trombositopenia
3.) Hemoglobin menigkat lebih dari 20 %
4.) Hemokosentrasi ( hematokrit meningkat )
Hasil pemeriksaa kimia darah menunjukan hipoproteinemia,
hiponatremia, hipokteremia pada hari ke 2 dan ke 3 terjadi
penderita DHF. Kenaikan atau penurunan Hb sahli
mencerminkan kenaika atau penurunan HT dalam perjalanan
penyakit.
5.) Pemeriksaan Serologi
Melakukan pengukuran titer anti bodi pasien dengan cara
haymaglutination inhibition test ( HI test ) atau dengan uji
pengikatan komplemen ( komplemen fiks ation test / cft ). Pada
pemeriksaan ini dibutuhkan dua bahan pemeriksaan yaitu pada
masa akut atau demam dan pada masa penyembuhan ( 1-4
minggu setelah gejala awal penyakit ). Untuk pemeriksaan
serologi ini diambil darah vena dua-lima ml.
b. Pemeriksaan Diagnosis yang Menunjang
Antara lain foto thorax yang mungkin dijumpai adnaya pleural
effusion pada pemriksaan USG hepatomegali dan spenomegali.

3. Diagnosa Keperawatan
Penyusunan diagnosa setelah data di dapatkan, kemudian
dikelompokkan dan difokuskan sesuai dengan masalah yang timbul,
diagnosa yang mungkin muncul pada kasus DHF diantaranya:

12
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya
cairan intravaskuler dan ekstravaskuler
b. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor
pembekuan darah ( trombositopenia )
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun
e. Resiko syok ( hypovolemik ) berhubungan dengan perdarahan
yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler

4. Intervensi

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


O Keperawatan hasil
1. Kekurangan NOC NIC :
volume cairan a. Fluid balance Fluid management
berhubungan b. Hydration a. Timbang popok atau
dengan c. Nutritional status pembalut jika
pindahnya cairan ; food and fluid diperlukan
intravaskuler dan intake b. Pertahankan catatan
ekstravaskuler Kriteria hasil : intake dan output yang
a. Mempertahankan akurat
urine output c. Monitor status
sesuai dengan usia dehidrasi ( kelembapan
dan berat badan, membran, mukosa,
bj urine normal, nadi adekuat, tekanan
HT normal darah ortostatik ), jika
b. Tekanan darah, diperlukan
nadi, suhu tubuh d. Monitor vital sign

13
dalam batas e. Monitor masukan
normal makanan/cairan dan
c. Tidak ada tanda- hidung intake kalori
tanda dehidrasi, harian
elastisitas turgor f. Kolaborasikan
kulit baik, pemberian cairan IV
membran mukosa g. Monitor status nutrisi
lembek, tisak ada h. Berikan cairan IV pada
rasa haus yang suhu ruangan
berlebihan i. Dorong masukan oral
j. Berikan penggantian
nasogatrik sesuai
output
k. Dorong keluarga untuk
membantu pasien
makan
l. Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar )
m. Kolaborasi dengan
dokter
n. Atur kemungkinan
tranfusi
o. Persiapan untuk
tranfusi

2. Hipertermia NOC : NIC :


berhubungan Thermoregulation Fever treatment
dengan proses Kriteria hasil : a. Monitor suhu sesering
infeksi virus a. Suhu tiubuh mungkin
dengue dalam rentang b. Monitor warna dan
normal suhu kulit

14
b. Nadi dan RR c. Monitor tekanan
dalam rentang darah, nadi, dan RR
normal d. Monitor penurunan
c. Tidak ada tingkat kesadaran
perubahan warna e. Monitor intake dan
kulit dan tidak output
pusing f. Berikan pengobatan
untuk mengatasi
demam
g. Selimuti pasien
h. Kompres Pasien pada
lipat paha dan axila
i. Tingkatkan sirkulasi
udara
j. Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
3. Resiko NOC : NIC :
perdarahan a. Blood lose Bleeding precaution
berhubungan severity a. Monitor ketat tanda-
dengan b. Blood tanda perdarahan
penurunan faktor coagulation b. Catat nilai Hb dan Ht
pembekuan sebelum dan sesudah
darah ( terjadinya perdarahan
trombositopenia c. Monitor nilai lab (
) koagulasi ) yang
meliputi PT, PTT,
Trombosit
d. Pertahankan bedrest
selama perdarahan
aktif

15
e. Kolaborasi dalam
pemberian produk
darah
f. Lindungi pasien dari
trauma yang dapat
menyebabkan
perdarahan
g. Hindari mengukur
suhu lewat rektal
h. Hindari pemberian
aspirin dan
antikoagulan
i. Hindari terjadinya
konstipasi dengan
menganjurkan untuk
mempertahankan
intake cairan adekuat
dan pelembut feses
4 Ketidakseimban NOC NIC
gan. nutrisi Nutritional status : Nutrition management :
kurang dari a. Nutritional status : a. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh food and fluid makanan
berhubungan intake b. Kolaborasi dengan ahli
dengan intake b. Nutritiona status : gizi untuk menunjukan
nutrisi yang tidak nutrien intake jumlah kalori dan
adekuat akibat c. Weight control nutrisi yang
mual dan nafsu Kriteria hasil : dibutuhkan pasien
makan yang a. Adanya c. Anjurkan pasien untuk
menurun peningkatan BB meningkatan protein
sesuai dengan dan vitamin C
tujuan d. Berikan substansi gula

16
b. Berat badan ideal e. Yakinkan dia yang
sesuai dengan dimakan mengandung
tinggi badan tinggi serat untuk
c. Mampu mencegah konstipasi
mengidentifikasi f. Berikan makanan yang
kebutuhan nutrisi terpilih ( sudah di
d. Tidak ada tanda konsultasikan dengan
malnutrisi ahli gizi )
e. Menunjukan g. Ajarkan pasien
tingkatan fungsi bagaimana membuat
pengecapan dan catatan makanan
menelan harian
f. Tidak terjadi h. Monitor jumlah nutrisi
penurunan berat dan jumlah kalori
badan yang berarti i. Berikan informasi
tentang kebutuuhan
nutrisi
j. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
5 Resiko syok ( NOC NIC
hypovolemik
. ) Syok prevention Syok prevention
berhubungan Syok management a. Monitor tanda in
dengan Kriteria hasil : adekuat oksigenasi
perdarahan yang a. Nadi dalam batas jaringan
berlebihan, yang di harapkan b. Monitor suhu dan
pindahnya cairan b. Irama jantung pernapasan
intravaskuler ke dalam batas yang c. Monitor tanda awal
ekstravaskuler diharapkan syok

17
c. Frekuensi napas d. Ajarkan keluarga dan
dalam batas yang pasien tentang tanda
diharapkan dan gejala datangnya
d. Irama pernapasan syok
dalam batas yang e. Ajarkan keluarga dan
diharapkan pasien dalam
mengatasi gejala syok
Syok management
a. Monitor fungsi renal
b. Monitor tekanan nadi
c. Monitor status cairan
input output

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
DHF adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam dan
manifestasi perdarhan, serta bertendensi mengakibatkan renjatan yang
mengakibatkan kematian. Klasifkasi DHF ada 4 yaitu derajat I, derajat II,
derajat III, dan derajat IV. Tanda dan gejala penyakit DHF ini yaitu demam,
perdarahan, hepatomegali, dan renjatan.
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke
dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di
Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer
dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan
baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster
Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
(Soedarto, 1990; 36).

19
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. (2000). Kapita selekta kedokteran edisi 3, medica auskulpulus. Jakarta :


FKUI

Arif, M & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Media
Aescula

Christantie, E. ( 1995 ). Perawatan pasien DHF. Jakarta : EGC.

Girsang, D. (2014). Pemeriksaan penunjang demam berdarah

https://www.academia.edu/4201416/. Duindul tanggal 25 September 2016 pukul 20.00


Soedarto. (1990). Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia.Jakarta: Widya Medika
Soegijanto, S. (2007). Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di
Indonesia, Jilid 6. Surabaya: Airlangga University Press.

WHO. 1999.Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorragic Fever.


Comprehensive Guidelines 2000.Climate Change and Human Health. 2004.
Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah
Dengue.Jakarta:Buku Kedokteran: Jakarta

https://www.academia.edu/29097243/DHF_demam_berdarah_dengue_. Diunduh
pada Tanggal 25 Juli 2019.

20

Anda mungkin juga menyukai