Anda di halaman 1dari 36

KEPERAWATAN JIWA

KONSEP PENATALAKSANAAN TERAPI MODALITAS

NAMA KELOMPOK 4

1. Putu Riska Indah Mentari (P07120016001)


2. Ni Luh Gede Yupita Astri Suryandari (P07120016002)
3. I Dewa Ayu Dwi Widiari (P07120016005)
4. Ni Made Ari Pradnyanita (P07120016008)
5. Dewa Ayu Ari Dwiyanti (P07120016011)
6. I Made Ari Mas Cakra Widnyana (P07120016021)
7. Luh Putu Widyantari (P07120016027)
8. I Made Widiana (P07120016028)
9. Ida Ayu Milla Brahmani (P07120016029)
10. Ni Luh Mega Oktaviani Dewi (P07120016030)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018

1
KONSEP PENATALAKSANAAN TERAPI MODALITAS
A. TERAPI MODALITAS
1. Pengertian
a. Terapi modalitas keperawatan jiwa dilakukan untuk memperbaiki
dan mempertahankan sikap klien agar mampu bertahan dan
bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar dengan
harapan klien dapat terus bekerja dan tetap berhubungan dengan
keluarga, teman, dan sistem pendukung yang ada ketika menjalani
terapi. (Nasir dan Muhits, 2011)
b. Terapi modalitas adalah terapi yang utama dalam keperawatan
jiwa. Terapi ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien
dan perilaku yang mal adaptif menjadi perilaku adaptif
(Kusumawati dan Hartono, 2010)
c. Terapi modalitas bertujuan agar pola perilaku atau kepribadian
seperti keterampilan koping, gaya komunikasi dan tingkat harga
diri secara bertahap dapat berkembang. Mengingat bahwa klien
dengan gangguan jiwa membutuhkan pengawasan yang ketat dan
lingkungan suffortif yang aman. Beberapa terapi keperawatan
didasarkan ilmu dan seni keperawatn jiwa.
d. Terapi keperawatn jiwa adalah berbagai alternative terapi yang
dapat diberikan pada klien dengan gangguan jiwa.
2. Peran Perawat (Dalam Terapi Modalitas)
Secara umum peran perawat jiwa dalam pelaksanaan terapi
modalitas bertindak sebagai leader, fasilitator, evaluator, dan
motivator. (Nasir dan Muhits, 2011). Tindakan tersebut meliputi:
a. Mendidik dan mengorientasi kembali seluruh anggota keluarga
misalnya perawat menjelaskan mengapa komunikasi itu penting ,
apa visi seluruh keluarga, kesamaan harapan apa yang dimiliki
semua anggota keluarga.

2
b. Memberikan dukungan kepada klien serta sistem yang
mendukung klien untuk mencapai tujuan dan usaha untuk berubah
. perawat meyakinkan bahwa keluarga klien mampu memecahkan
masalah yang dihadapi anggota keluarganya.
c. Mengkoordinasi dan mengintegrasi sumber pelayanan kesehatan.
Perawat menunjukkan institusi kesehatan mana yang harus
bekerja sama dengan keluarga dan siapa yang bisa diajak
konsultasi.
d. Memberi pelayanan prevensi primer, sekunder, dan tersier melalui
penyuluhan, perawatan dirumah, pendidikan dan sebagainya. Bila
ada anggota keluarga yang kurang memahami perilaku sehat
didiskusikan atau bila ada keluarga yang membutuhkan
perawatan.
3. Jenis-Jenis Terapi Modalitas
a. Psikoterapi
Psikoterapi adalah suatu cara pengobatan terhadap masalah
emosional seorang pasien yang dilakukan oleh seorang yang
terlatih dalam hubungan professional secara sukarela. Dengan
maksud hendak menghilangkan, mengubah atau menghambat
gejala-gejala yang ada, mengoreksi perilaku yang terganggu, dan
mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif.
Psikoterapi dilaksanakan agar klien memahami tingkah lakunya
dan mengganti tingkah laku yang lebih konstruktif melalui
pemahaman-pemahaman yang selama ini kurang baik dan
cenderung merugikan baik diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan sekitar.
b. Psikaanalisis Psikoterapi
Terapi ini dikembangkan oleh Sigmund Freud, seorang dokter
yang mengembangkan “talking care”. Tetapi ini didasarkan pada
keyakinan bahwa seorang terapis dapat menciptakan kondisi yang

3
memungkinkan klien menceritakan tentang masalah pribadinya.
perubahan perilaku dapat terjadi jika klien dapat menemukan
kejadian-kejadian yang disimpan dalam bawah sadarnya.
Tujuan terapi psikoanalisis adalah sebagai berikut :
1. Menurunkan rasa takut klien
2. Mengembalikan proses pikir yang luhur
3. Membantu klien menghadapi realitas
4. Menurunkan kecemasan
5. Memperbaiki komunikasi interpersonal

Implementasi psikoanalisis adalah sebagai berikut :


1. Melibatkan dua orang, interaksi yang terbentuk bersifat
rahasia dank lien mendiskusikan aspek kehidupannya
yang paling pribadi bukan mendiskusikan hubungannya
dengan orang lain.
2. Klien menceritakan pikiran, perasaan, pengalaman, dan
persepsinya. Terapis mendengar, mendorong, dan
klarifikasi.
3. Interaksi berlangsung lama, klien menemukan hal baru
tentang diri dan melakukan pendekatan pada dunia,
berusaha untuk memadukan dengan pemahaman baru.
4. Hubungan antara terapis dank lien adalah hubungan
berseri yang terencana untuk mengubah perilaku klien.
c. Psikoterapi Individu
Psikoterapi individu merupakan bentuk terapi yang
menekankan pada perubahan individu dengan cara mengkaji
perasaan, sikap, cara berfikir, dan perilakunya. Hal ini bertujuan
agar klien mampu memahami diri dan perilaku dirinya sendiri,
membuat perubahan personal atau berusaha lepas dari rasa sakit
hati dan ketidakbahagiaan. (Videbeck Sheila L, 2008 dalam Nasir

4
dan Muhits. 2011)Aspek yang terpenting dan' psikoterapi individu
adalh menjadikan individu mampu menilai dirinya sendiri tanpa
merusak Suasana psikologisnya, melepaskan pikiran yang
membebani serta memahami pikiran dan perilaku salahnya.
Kunci dari terapi individu adalh bagaiman klien dapat
mengungkapkan perasaannya, dapat mengungkapkan perilaku
yang diperankannya dan menilainya sesuai dengan kondisi
realitas. Esensi dari psikoterapi individu mencakup seluruh aspek
kehidupan yang menjadi beban psikisnya. Hal ini memungkinkan
dalam proses psikoterapi individu masalah yang terjadi pada klien
akan dieksplorasi oleh terapis sampai pada titik permasalahan
yang krusial dan didiskusikan sesuai dengan situasi, kondisi, serta
kekuatan yang dimiliki klien.
Hubungan antara klien dan terapis yang harmonis merupakan
kunci keberhasilan dalam psikoterapi individu sehingga
membutuhkan keterampilan terapis yang handal dan memuaskan
klien. Klien yang memukul orang dan memecahkan kaca jendela
karena keinginannya tidak dituruti merupakan bentuk
pelampiasan kekecewaan karena keinginannya tidak dituruti. Hal
yang perlu disadarkan pada klien tersebut adalah klien perlu
mengetahui kerugian yang ditanggung oleh dirinya sendiri dan
orang lain akibat perbuatannya. Dengan berperilaku kasar
terhadap orang lain mengakibatkan orang tersebut menjadi
kesakitan dan bahkan masuk Rumah Sakit, bagaimana dengan
anggota keluarganya, sedangkan dia meruakan tulang punggung
keluarga. Demikian juga dengan dirinya sendiri akibat memecah
kaca dengan luka yang dideritanya, apa semua itu tidak merugikan
diri sendiri dan orang lain,. Oleh karena seseorang itu marah
karena kelebihan energi, bagaimana caranya energi yang lebih itu
dapat disalurkan tanpa merugikan diri sendiri, orang lain, maupun

5
lingkungan. Hal ini merupakan contoh kecil bagaimana seorang
terapis memberikan terapi psikoterapi individu, dan
dikembangkan sesuai dengan permasalahan yang timbul.
d. Terapi Modifikasi Perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada keyakinan bahwa perilaku
dipelajari, dengan demikian perilaku yang tidak diinginkan atau
maladaptive dapat diubah menjadi perilaku yang diinginkan atau
adaptif.
Proses mengubah perilaku terapi ini adalah dengan menggunakan
teknik yang disebut conditioning yaitu suatu proses dimana klien
belajar mengubah perilaku. Cara melakukan conditioning adalah
sebagai berikut:
1) Reciprocal Inhibition
Cara mengurangi ansietas yang dirasakan dengan
mengendalikan situasi yang dapat meredakan ansietas yang
dirasakan.
2) Positive conditioning
Dengan memberikan hadiah (reward) pada setiap perilaku
yang diinginkan dan tidak memberikan reward atau
menghukum pada perilaku yang tidak diinginkan.
3) Eksperimental extinction
Yaitu upaya menurunkan suatu perilaku dengan cara tidak
memberikan reward berulang-ulang.
Penerapan teori perilaku ini adalah sebagai berikut :
1) Pendekatan terapis kepada klien bersifat objektif, tidak
menghakimi.
2) Klien diyakinkan bahwa reaksi menyakinkan akan pulih
informasi yang tidak akurat dikoreksi segera
3) Klien dikuatkan untuk dapt mengendalikan perilakunya

6
Kriteria evaluasi :
1) Menurunnya perilaku maladaptif.
2) Meningkatnya produktihtas kerja
3) Membaiknya hubungan interpersonal .
4) Meningkatnya kemampuan penyelesaian masalah yang
disebabkan oleh stressor lingkungan dan situasi.
e. Terapi Okupasi
1) Pengertian
Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah
ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang
masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan
bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak
tergantung pada pertolongan orang lain.
2) Tujuan Terapi Okupasi :
A. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental
1) Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat
mengembangkan kemampuannya untuk dapat
berhubungan dengan orang lain dan masyarakat
sekitarnya.
2) Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar
3) Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan
kondisinya
4) Membantu dalam pengumpulan data untuk
menegakkan diagnose dan terapi.
B. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik,
meningkatkan gerak, sendi, otot, dan koordinasi gerakan.
C. Mengajarkan ADL seperti makan, berpakaian, BAB,
BAK, dan lain sebagainya.

7
D. Membantu klien mnyesuaikan diri dengan tugas rutin di
rumah.
E. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan
meningkatkan kemampuan yang dimiliki.
3) Peranan Aktivitas dalam terapi
Aktivitas dalam okupasi terapi hanya media, tidak untuk
menyembuhkan. Peranan terapi tersebut sebagai penghubung
antara batin klien dengan dunia luar, berhubungan dengan tujuan
pekerjaan dan dapat meningkatkan kemampuan klien
bersosialisasi dalam kelompok terapi.
4) Indikasi Terapi Okupasi
a) Klien dengan kelainan tingkah laku disertai dengan
kesulitan berkomunikasi Ketidakmampuan
menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksi
terhadap rangsangan tidak wajar
b) Klien yang mengalami kemunduran
c) Klien dengan cacat tubuh disertai dengan gangguan
kepribadian.
d) Orang yang mudah mengekspresikan perasaan melalui
aktintas.
e) Orang yang mudah belajar sesuatu dengan praktik
langsung daripada membayangkan.
5) Karakteristik Terapi Okupasi
a) Mempunyai tujuan jelas
b) Mempunyai arti tertentu bagi klien
c) Harus mampu melibatkan klien walaa minimal Dapat
mencegah bertambah buruknya kondisi Dapat memberi
dorongan hidup
d) Dapat dimodifikasi
e) Disesuaikan dengan minat

8
6) Jenis Kegiatan
Jenis kegiatan dalam terapi okupasi antara lain olah raga,
permainan, kerajinan tangan, seni, rekreasi, diskusi dan perawatan
kebersihan diri.
7) Proses Terapi Okupasi
a) Pengumpulan data
Meliputi data tentang identitas klien, gejala, diagnosis,
perilaku dan kepribadian klien. Misalnya klien mudah
sedih, putus asa, marah.
b) Analisa data dan identihkasi masalah
Dari data yang telah dikaji ditegakkan diagnose sementara
tentang masalah klien maupun keluarga.
c) Penentuan tujuan dan sasaran
Dari diagnosa yang ditegakkan dapat dibuat sasaran dan
tujuan yang ingin dicapai.
d) Penentuan aktifitas
Jenis kegiatan yang ditentukan harus disesuaikan dengan
tujuan terapi.
e) Evaluasi
Evaluasi kemampuan klien, inisiatif, tanggung jawab,
kerjasama, emosi dan tingkah laku selama aktifitas
berlangsung. Dari hasil evaluasi rencanakan kembali
kegiatan yang sesuai dan akan dilakukan. Evaluasi
dilakukan secara periodic misalkan satu minggu sekali dan
setiap selesai melaksanakan kegiatan.
8) Pelaksanaan Terapi Okupasi
Terapi okupasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok
tergantung dari kondisi klien dan tujuan terapi.

9
Metode
Individual
Dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang
belum mampu berinteraksi dengan kelompok dan klien
yang sedang menjalani persiapan aktivitas.
Kelompok
Klien dengan masalh sama, klien yang lama, dan
yang memiliki tujuan kegiatan yang sama.
Waktu Terapi
Dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual
maupu kelompok dengan frekuensi kegiatan per sesi 23
kali dalam seminggu. Setiap kegiatan dibagi menjadi 2
bagian (pertama: 1/2-1 jam; kedua: 1-2 jam).

f. Terapi Lingkungan
1) Pendahuluan
Perawatan klien di Rumah Sakit pada rentang waktu yang
lama mengakibatkan klien mengalami penurunan kemampuan
berfikir dan bertindak secara mandiri dan kehilangan hubungan
dengan dunia luar. Oleh karena itu diperlukan pengembangan
layanan keperawatan psikiatrik salah satunya dengan penerapan
terapi lingkungan di rumah sakit.
Terapi lingkungan “Millieu Terapi” adalah suatu manipulasi
ilmiah yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan pada
perilaku pasien dan untuk mengembangkan keterampilan
emosional dan sosial (Stuart & Sundeen, 1991). Sedangkan
menurut Suliswati (2005) terapi lingkungan merupakan keadaan
lingkungan yang ditata untuk menunjang proses terapi, baik fisik,
mental maupun sosial agar dapat membantu penyembuhan da"
pemuliahan klien.

10
2) Tujuan Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan merupakan salah satu bentuk terapi klien
gangguan jiwa yang dapat membantu efektintaf» pemberian
asuhan keperawatan jiwa. Schultz and Videbeck (1998)
menyebutkan bahwa pemindahan klien dan lingkungan yang
terapeutik akan memberikan kesempatan untuk istirahat dan
memulihkan diri, memberikan waktu untuk berfokus pada
pengembangan dalam hal kekuatan dan kesempatan belajar, agar
klien mampu mengidentifikasi alternative dan solusi masalah.
Menurut Abroms cit Stuart &Sundeen (1995) menyebutkan 2
tujuan yaitu:
a. Membatasi gangguan dan perilaku maladaptif
b. Mengajarkan keterampilan psikososial.
Untuk melakukan pembatasan terhadap perilaku yang
maladaptif, perlu ditekankan penggunaan terapi lingkungan
dengan mengembangkan empat keterampilan psikososial.
(Abrams, 1995). Empat keterampilan tersebut yaitu:
i. Orientation
Pencapaian orientasi dan kesadaran terhadap realita
yang lebih baik. Orientasi tersebut berhubungan dengan
pemahaman klien terhadap orang, waktu, tempat dan
situasi. Sedangkan kesadaran terhadap realita dapat
dikuatkan melalui interaksi dan hubungan dengan orang
lain.
ii. Assertation
Kemampuan mengekspresikan perasaan dengan tepat.
Klien perlu dianjurkan mengekspresikan diri secara
efektif dengan tingkah laku yang dapat diterima
masyarakat.

11
iii. Accupation
Kemampuan klien untuk dapat memupuk percaya diri
dan berprestasi melalui keterampilan. Hal im dapat
dilakukan dengan memberikan aktivitas dalam bentuk
yang positif dan disukai klien, misalnya melukis,
bermain music, merangkai bunga dan lain sebagainya.
iv. Recreation
Kemampuan menggunakan dan membuat aktintas
yang menyenangkan, contoh menebak kata, senam dan
jalan-jalan.
3) Karakteristik umum dari Terapi Lingkungan
Jack cit. Barry (1998) menyebutkan beberapa karakteristik
dari terapi lingkungan sebagai berikut :
a) Setiap interaksi merupakan suatu kesempatan untuk
intervensi terapeutik.
b) Klien memikul tanggung jawab terhadap tingkah laku
mereka sendiri.
c) Pemecahan masalah dicapai dengan diskusi, negosiasi dan
consensus daripada hanya dengan menggunakan beberapa
gambaran dari para ahli.
d) Komunikasi terbuka dan langsung antar staf dank lien
Klien didukung untuk berpartisipasi aktif dalam
penanganan mereka sendiri dan dalam membuat
keputusan di unit tempat mereka dirawat.
e) Unit tetap sering melakukan komunikasi dan kontak
dengan komunitas, keluarga serta jaringan sosial.
Dalam upaya menciptakan lingkungan yang terapeutik ada
lima aspek yang perlu diperhatikan yaitu :
a) Aspek fisik

12
Menciptakan lingkungan fisik yang aman dan nyaman.
Gedung permanen, mudah dijangkau, lengkap dengan
kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, kamar mandi dan
WC. Struktur dan tatanan dalam gedung dirancang sesuai
dengan kondisi dan jenis penyakit serta tingkat
Perkembangan klien. Misalnya: Ruang perawatan anak
didesain dengan gambar-gambar kartun/idola anak-anak
yang berbeda dengan ruang dewasa.
b) Aspek Intelektual
Tingkat intelektual klien dapat ditentukan melalui
kejelasan stimulus dari lingkungan dan sikap perawat.
Misalkan lingkungan dengan warna biru dan hijau
memberikan stimulus ketenangan dan keteduhan. Perawat
harus memberikan stimulus eksternal yang positif
sehingga kesadaran diri klien menjadi luas dank lien dapat
menerima kondisinya.
c) Aspek Sosial
Dalam aspek ini perawat mengembangkan pola interaksi
yang positif, hubungan psikososial yang menyenangkan
dan menguatkan ego klien. Oleh karena itu perawat perlu
penggunaan teknik komunikasi yang tepat sehingga
perawat dapat menciptakan aspek ini.
d) Aspek Emosional
Perawat harus menciptakan iklim emosional yang positif
dengan menunjukkan sikap yang tulus, jujur atau dapat
dipercaya, bersikap spontan dalam memenuhi kebutuhan
klien, empati, peka terhadap perasaan dan kebutuhan
klien.

13
e) Aspek Spiritual
Aspek ini ditujukan untuk memaksimalkan manfaat dari
pengalaman, pengobatan dan perasaan damai bagi klien.
Sehingga perlu disediakan sarana ibadah seperti kitab suci
dan ahli agama. Peran perawat dalam terapi Perawat dalam
memenuhi kebutuhan klien berdasarkan pada identitas
masalah baik kebutuhan fisik dan emosional. Perawat
yang berperan sebagai mothering care tidak hanya
memenuhi kebutuhan klien tetapi juga memfasilitasi klien
agar mengembangkan kemampuan baru untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

g. Terapi Lingkungan
1) Pendahuluan
Perawatan klien di Rumah Sakit pada rentang waktu yang
lama mengakibatkan klien mengalami penurunan kemampuan
berfikir dan bertindak secara mandiri dan kehilangan hubungan
dengan dunia luar. Oleh karena itu diperlukan pengembangan
layanan keperawatan psikiatrik salah satunya dengan penerapan
terapi lingkungan di rumah sakit.
Terapi lingkungan “Millieu Terapi” adalah suatu manipulasi
ilmiah yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan pada
perilaku pasien dan untuk mengembangkan keterampilan
emosional dan sosial (Stuart & Sundeen, 1991). Sedangkan
menurut Suliswati (2005) terapi lingkungan merupakan keadaan
lingkungan yang ditata untuk menunjang proses terapi, baik fisik,
mental maupun sosial agar dapat membantu penyembuhan da"
pemuliahan klien.

14
2) Tujuan Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan merupakan salah satu bentuk terapi klien
gangguan jiwa yang dapat membantu efektintaf» pemberian
asuhan keperawatan jiwa. Schultz and Videbeck (1998)
menyebutkan bahwa pemindahan klien dan lingkungan yang
terapeutik akan memberikan kesempatan untuk istirahat dan
memulihkan diri, memberikan waktu untuk berfokus pada
pengembangan dalam hal kekuatan dan kesempatan belajar, agar
klien mampu mengidentifikasi alternative dan solusi masalah.
Menurut Abroms cit Stuart &Sundeen (1995) menyebutkan 2
tujuan yaitu:
a. Membatasi gangguan dan perilaku maladaptif
b. Mengajarkan keterampilan psikososial.
Untuk melakukan pembatasan terhadap perilaku yang
maladaptif, perlu ditekankan penggunaan terapi lingkungan
dengan mengembangkan empat keterampilan psikososial.
(Abrams, 1995). Empat keterampilan tersebut yaitu:
i. Orientation
Pencapaian orientasi dan kesadaran terhadap realita yang
lebih baik. Orientasi tersebut berhubungan dengan
pemahaman klien terhadap orang, waktu, tempat dan
situasi. Sedangkan kesadaran terhadap realita dapat
dikuatkan melalui interaksi dan hubungan dengan orang
lain.
ii. Assertation
Kemampuan mengekspresikan perasaan dengan tepat.
Klien perlu dianjurkan mengekspresikan diri secara efektif
dengan tingkah laku yang dapat diterima masyarakat.
iii. Accupation

15
Kemampuan klien untuk dapat memupuk percaya diri dan
berprestasi melalui keterampilan. Hal im dapat dilakukan
dengan memberikan aktivitas dalam bentuk yang positif
dan disukai klien, misalnya melukis, bermain music,
merangkai bunga dan lain sebagainya.
iv. Recreation
Kemampuan menggunakan dan membuat aktintas yang
menyenangkan, contoh menebak kata, senam dan jalan-
jalan.
3) Karakteristik umum dari Terapi Lingkungan
Jack cit. Barry (1998) menyebutkan beberapa karakteristik
dari terapi lingkungan sebagai berikut :
a) Setiap interaksi merupakan suatu kesempatan untuk
intervensi terapeutik.
b) Klien memikul tanggung jawab terhadap tingkah laku
mereka sendiri.
c) Pemecahan masalah dicapai dengan diskusi, negosiasi dan
consensus daripada hanya dengan menggunakan beberapa
gambaran dari para ahli.
d) Komunikasi terbuka dan langsung antar staf dank lien
Klien didukung untuk berpartisipasi aktif dalam
penanganan mereka sendiri dan dalam membuat
keputusan di unit tempat mereka dirawat.
e) Unit tetap sering melakukan komunikasi dan kontak
dengan komunitas, keluarga serta jaringan sosial.
Dalam upaya menciptakan lingkungan yang terapeutik ada
lima aspek yang perlu diperhatikan yaitu :
a) Aspek fisik
Menciptakan lingkungan fisik yang aman dan nyaman.
Gedung permanen, mudah dijangkau, lengkap dengan

16
kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, kamar mandi dan
WC. Struktur dan tatanan dalam gedung dirancang sesuai
dengan kondisi dan jenis penyakit serta tingkat
Perkembangan klien. Misalnya: Ruang perawatan anak
didesain dengan gambar-gambar kartun/idola anak-anak
yang berbeda dengan ruang dewasa.
b) Aspek Intelektual
Tingkat intelektual klien dapat ditentukan melalui
kejelasan stimulus dari lingkungan dan sikap perawat.
Misalkan lingkungan dengan warna biru dan hijau
memberikan stimulus ketenangan dan keteduhan. Perawat
harus memberikan stimulus eksternal yang positif
sehingga kesadaran diri klien menjadi luas dank lien dapat
menerima kondisinya.
c) Aspek Sosial
Dalam aspek ini perawat mengembangkan pola interaksi
yang positif, hubungan psikososial yang menyenangkan
dan menguatkan ego klien. Oleh karena itu perawat perlu
penggunaan teknik komunikasi yang tepat sehingga
perawat dapat menciptakan aspek ini.
d) Aspek Emosional
Perawat harus menciptakan iklim emosional yang positif
dengan menunjukkan sikap yang tulus, jujur atau dapat
dipercaya, bersikap spontan dalam memenuhi kebutuhan
klien, empati, peka terhadap perasaan dan kebutuhan
klien.
e) Aspek Spiritual
Aspek ini ditujukan untuk memaksimalkan manfaat dari
pengalaman, pengobatan dan perasaan damai bagi klien.
Sehingga perlu disediakan sarana ibadah seperti kitab suci

17
dan ahli agama. Peran perawat dalam terapi Perawat dalam
memenuhi kebutuhan klien berdasarkan pada identitas
masalah baik kebutuhan fisik dan emosional. Perawat
yang berperan sebagai mothering care tidak hanya
memenuhi kebutuhan klien tetapi juga memfasilitasi klien
agar mengembangkan kemampuan baru untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
4) Peran perawat dalam terapi
Perawat dalam memenuhi kebutuhan klien berdasarkan pada
identitas masalah baik kebutuhan fisik dan emosional. Perawat
yang berperan sebagai mothering care tidak hanya memenuhi
kebutuhan klien tetapi juga memfasilitasi klien agar
mengembangkan kemampuan baru untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.
Dengan demikian Mien dapat memaham dan menerima mum
yang sedang dialaminya dan termotwas unuk mengubah perilaku
destruktif menjadi konstrukt. Perawat juga membantu klien
mengenal batasan dan mener ma miko akibat perilakunya.
Perawat memperlakukan klien sebagai individu yang unik
sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan ia harus
memperhatikan kondisi dan tingkat perkembangan klien. Sebagai
perencana perawat sebelumnya memberikan asuhan keperawatan
terlebih dahulu harus melakukan pengkajian untuk memperoleh
gambaran yang jelas tentang kondisi klien dan situasi ruangan
yang dibutuhkan. Sebagai coordinator perawat harus dapat
mengatur dan mengorganisasi semua kegiatan supaya rencana
yang ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik. Perawat harus
memberikan penjelasan kepada klien dan keluarga agar mereka
dapat berperan aktif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

18
h. Terapi Somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptive menjadi perilaku yang
adaptif dengan melakukan tindakan dalam benak perlakuan fisik.
Terapi somatik telah banyak dilakukan pada klien dengan gangguan
jiwa.
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik
atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien. Alat tersebut
meliputi penggunaan manset untuk pergelangan tangan atau kaki dan
kain pengikat. Restrain harus dilakukan pada kondisi khusus, hal ini
merupakan intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak
dapat diatasi atau dikontrol dengan strategi perilaku maupun
modifikasi lingkungan. Indikasi restrain yaitu :
a) Perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri dan
lingkungannya.
b) Perilaku agitasi yang tidak dapat diatasi dengan obatobatan
c) Klien yang mengalami gangguan kesadaran
d) Klien yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman dan
pengendalian diri.
e) Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan
klien untuk istirahat, makan dan minum.
Prinsip intervensi restrain ini melindungi klien dari cedera
fisik dan memberikan lingkungan yang nyaman. Restrain dapat
menyebabkan klien merasa tidak dihargai hak asasinya sebagai
manusia, untuk mencegah perasaan tersebut perawat harus
mengidentinkasi faktor pencetus apakah sesuai dengan indikasi
terapi, dan terapi ini hanya untuk intervensi yang paling akhir
apabila intervensi yang lain gagal mengatasi perilaku agitasi klien.
Kemungkinan mencederai klien dalm proses restrain sangat besar,

19
sehingga perlu disiapkan jumlah staf yang cukup dan harus terlatih
untuk mengendalikan perilaku klien. Perlu juga dibuat perencanaan
pendekatan dengan klien, penggunaan restrain yang aman. Dan
lingkungan restrain harus bebas dari benda-benda berbahaya.
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam
ruangan khusus. Klien dapat meninggalkan ruangan tersebut secara
bebas. Bentuk seklusi dapat berupa pengurungan di ruangan tidak
terkunci sampai pengurungan dalam ruangan terkunci dengan kasur
tanpa seprei, tergantung dari tingkat kegawatan klien.
Indikasi seklusi yaitu klien dengan perilaku kekerasan yang
membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Kontraindikasi dari terapi ini antara lain :
a) Risiko tinggi bunuh diri
b) Klien dengan gangguan sosial
c) Kebutuhan untuk observasi masalah medis
d) Hukuman.
3) Fototerapi
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatic pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang (520 kali
lebih terang dari sinar ruangan). Klien disuruh duduk dengan mata
terbuka 1,5 meter, di depan klien diletakkan lampu flouresen
spectrum luas stinggi mata. Waktu dan dosis terapi ini bervariasi
pada tiap individu. Beberapa klien berespons jika terapi diberikan
pagi hari, sementara klien lain lebih bereaksi kalau dilakukan terapi
pada waktu sore hari. Semakin sinar terang, semakin efektif terapi
per unit waktu.
Foto terapi berlangsung dalam waktu yang tidak lama namun
cepat menimbulkan efek terapi. Kebanyakan klien merasa sembuh
setelah 3-5 hari tetapi klien dapat kembali kambuh jika terapi

20
dihentikan. Terapi ini menurunkan 75 % gejala depresi yang dialami
klien depresi musim dingin atau gangguan afektif musiman.
Efek samping yang terjadi setelah dilakukan terapi dapat berupa
nyeri Kepala, insomnia, kelelahan, mual, mata kering, keluar sekresi
dari hidung atau sinus dan rasa lelah pada mata.
4) ECT (Electro Convulsif Therapi)
a) Pengertian
ECT (Electro Convulsif Therapi) adalah suatu tindakan terapi
dengan menggunakan alitan listrik dan menimbulkan ' kejang
pada penderita baik tonik maupun klonik. 'Iindakan ini adalah
bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui
elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk
membangkitkan kejang grandmall.
Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa
manic depresi, klien schizophrenia stupor kakatonik dan gaduh
gelisah kaktonik. ECT lebih efektif dari antidepresan untuk klien
depresi dengan gejala psikotik (waham, paranoid) berikan
antidepresan saja (imipramin 200-300 mg/hari selama 4 minggu)
namun jika tidak ada perbaikan perlu dipertimbangkan tindakan
ECT. Mania (Gangguan bipolar manic) jug adapt dilalukan ECT,
terutama jika litium karbonat tidak berhasil.
Pada klien depresi memerlukan waktu 6421: tetapi untuk
mencapai perbaikan, sedangkan pada mania dan kakatonlk
membutuhkan waktu lebih lama yaitu antara 10-20: terapi secara
rutin. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi 2-3 hari sekali. Jika
efektif, perubahan perilaku mulai kelihatan setelah 2-6 terapi.
Terapi ECT merupakan prosedur yang hanya digunakan pada
keadaan yang direkomendasikan.

21
b) Peran perawat
Perawat sebelum melakukan terapi ECT, harus
mempersiapkan alat dan mengantisipasi kecemasan klien dengan
menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
c) Persiapan alat
i. Konvulsator set (diatur intensitas dan timer)
ii. Tounge spatel / karet mentah dibungkus kain
iii. Kain kasa Cairan NACL secukupnya Spuit disposibel
iv. Obat SA injeksi 1 ampul Tensimeter
v. Stetoskop
vi. Slim suiger
d) Persiapan Klien
i. Anjurkan pasien dan keluarga untuk tenang dan beritahu
prosedur tindakan yang akan dilakukan.
ii. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk
mengidentihkasi adanya kelainan yang merupakan
kontraindikasi ECT.
iii. Siapkan surat persetujuan tindakan
iv. Klien dipuasa 4-6 jam sebelum ECT
v. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit
rambut yang mungkin dipakai oleh klien.
vi. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan
defekasi.
vii. Jika ada tanda ansietas pada klien, berilakn 5 mg
diazepam IM 1-2 jam sebelum ECT.
viii. Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik,
sedative-hipnotik, dan antikonvulsan harus dihentikan
sehari sebelumnya. Litium biasanya dihentikan beberapa
hari sebelumnya karena berisiko organik.

22
ix. Premedikasi dengan injeksi SA (Sulfat Atropine) O,6-
1,2 mg setengah jam sebelum ECT. Pemberian
antikolinergik ini mengendalikan aritmia vagal dan
menurunkan sekresi gastrointestinal.
e) Pelaksanaan
i. Setelah alat sudah disiapkan, pindahkan klien ke tempat
dengan permukaan rata dan cukup keras. Posisikan hiper
ekstensi punggung tanpa bantal. Pakaian dikendorkan,
seluruh badan ditutup dengan selimut, kecuali bagian
kepala.
ii. Berikan natrium metoheksital (40-400 mg IV). Anestetik
barbiturate ini dipakai untuk mengahsilkan koma ringan.
iii. Berikan pelemas otot suksinilkolin atau Anectine (3080
mg IV) untuk menghindari kemungkinan kejang umum.
iv. Kepala bagian temporal (pelipis) dibersihkan dengan
alkohol untuk tempat elektroda menempel.
v. Kedua pelipis tempat elektroda menempel dilapisi
dengan kasa yang dibasahi cairan NACL.
vi. Penderita diminta untuk membuka mulut dan pasang
spatel/karet yang dibungkus kain dimasukkan dan
penderita diminta untuk menggigit.
vii. Rahang bawah (dagu) ditahan supaya tidak membuka
lebar saat kejang dengan dilapisi kain.
viii. Persendian (bahu, siku, pinggang, lutut) ditahan selama
kejang dengan mengikuti gerakan kejang.
ix. Pasang kedua elektroda di pelipis yang sudah dilapisi
kain kasa basah kemudian tekan tombol sampai timer
berhenti dan dilepas.

23
x. Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan
mengikuti gerakan kejang (menahan tidak boleh dengan
kuat)
xi. Bila berhenti nafas berikan bantuan nafas dengan
rangsangan menekan diafragma.
xii. Bila banyak lender, dibersihkan dengan slim suiger.
xiii. Kepala dimiringkan.
xiv. Observasi sampai penderita sadar.
xv. Dokumentasikan hasilnya di kartu ECT dan catatan
keperawatan.
f. Setelah ECT
1) Observasi dan awasi tanda vital sampai kondisi klien stabil.
2) Jaga keamanan
3) Bila klien sudah sadar bantu mengembalikan orientasi klien
sesuai kebutuhan. Biasanya timbul kebingungan , pasca
kejang 15-30 menit.

i. Terapi Aktivitas Kelompok


1. Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok
dimana satu dengan yang lainnya saling berhubungan untuk
memenuhi kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial yang dimaksud
antara lain : rasa menjadi milik orang lain atau keluarga,
kebutuhan pengakuan orang lain, kebutuhan pengakuan orang
lain, kebutuhan penghargaan orang lain dan kebutuhan pernyataan
diri. Secara alamiah individu selalu berada dalam ketompok.
sebagai contoh individu berada dalam satu keluarga. Dengan
demikian pada dasarnya individu memerlukan hubungan timbal
balik, hal ini bisa melalui kelompok.

24
Penggunaan kelompok dalam praktik keperawatan jiwa
memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan,
pengobatan atau terapi serta pemulihan kesehatan seseorang.
Meningkatnya penggunaan kelompok terapeutik, modalitas
merupakan bagian dan memberikan hasil yang positif terhadap
perubahan perilaku pasien/klien, dan meningkatkan perilaku
adaptif dan mengurangi perilaku mal adaptif.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh individu atau klien
melalui terapi aktifitas kelompok meliputi dukungan (support),
pendidikan meningkatkan pemecahan masalah, meningkatkan
hubungan interpersonal dan juga meningkatkan uji realitas (reality
testing) pada klien dengan gangguan orientasi realitas (Birckhead,
1989).
Terapi Aktifitas Kelompok sering digunakan dalam praktik
kesehatan jiwa, bahkan merupakan hal yang penting dari
keterampilan terapeutik dalam ilmu keperawatan. Terapi
kelompok telah diterima profesi kesehatan.
Pimpinan kelompok dapat menggunakan keunikan individu
untuk mendorong anggota kelompok untuk mengungkapkan
masalah dan mendapatkan bantuan penyelesaian masalahnya dari
kelompok, perawat juga adaptif menilai respon klien selama
berada dalam kelompok.
a. Pengertian kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan
antara satu dengan yang lainnya, saling ketergantungan serta
mempunyai norma yang sama (Stuart & Sundeen, 1991:10).
Sedangkan kelompok terapeutik member kesempatan untuk saling
bertukar (sharing) tujuan, umpamanya membantu individu
berperilaku destruktif dalam hubungannya dengan orang lain,

25
mengidentifikasi dan memberikan alternative untuk membantu
merubah perilaku destruktif menjadi konstruktif.
Setiap kelompok mempunyai struktur dan identitas tersendiri.
Kekuatan kelompok memberikan kontribusi pada anggota dan
pimpinan kelompok untuk saling bertukar pengalaman dan member
penjelasan untuk mengatasi masalah anggota kelompok. Dengan
demikian kelompok dapat dijadikan sebagai wadah untuk praktek dan
arena uji coba kemampuan berhubungan dan berperilaku terhadap
orang lain.
Secara umum tujuan kelompok adalah sebagai berikut :
1. Setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman.
2. Berupaya memberikan pengalaman dan penjelasan pada
anggota lain.
3. Merupakan proses menerima umpan balik.
b. Manfaat Terapi Aktifitas Kelompok
Terapi aktifitas kelompok mempunyai manfaat :
1. Terapeutik
a. Umum
a) Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lai.
b) Melakukan sosialisasi
c) Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan
afektif.
b. Khusus
a) Meningkatkan identitas diri
b) Menyalurkan emosi secara konstruktif
c) Meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal atau sosial
c. Rehabilitasi
a) Meningkatkan keterampilan ekspresi diri
b) Meningkatkan keterampilan sosial

26
c) Meningkatkan kemampuan empati
d) Meningkatkan kemampuan pengetahuan pemecahan masalah.
c. Tujuan Terapi Aktifitas Kelompok
1. Mengembangkan stimulasi kognitif
Tipe: Biblioterapy
Aktifitas: menggunakan artikel, sajak, puisi, buku, surat kabar
untuk merangsang dan mengembangkan hubungan dengan
orang lain.
2. Mengembangkan stimulasi sensoris
Tipe: Musik, seni, menari
Aktifitas: menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan.
Tipe: Relaksasi
Aktifitas: Belajar teknik relaksasi dengan cara nafas dalam.
3. Mengembangkan orientasi realitas
Tipe: Kelompok orientasi realitas, kelompok validasi.
Aktifitas: Fokus pada orientasi waktu, tempat dan orang,
benar, salah.
4. Mengembangkan sosialisi
Tipe: Kelompok remotivasi
Aktifitas: Mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi .
Tipe: Kelompok mengingatkan
Aktifitas: Fokus pada mengingatkan untuk menetapkan arti
positif.
d. Kerangka teoritis Terapi Aktifitas Kelompok
1. Model fokal konflik
Menurut Whiteaker dan Liebermen's, terapi kelompok
berfokus pada kelompok daripada individu.
Prinsipnya:
Terapi kelompok dikembangkan berdasarkan konflik yang
tidak disadari. Pengalaman kelompok secara berkesinambungan

27
muncul kemudian konfrontir konflik untuk penyelesaian masalah,
tugas terapis membantu anggota kelompok memahami konflik
dan mencapai penyelesaian konflik.
Menurut model ini pimpinan kelompok (Leader) harus
memfasilitasi dan memberikan kesempatan kepada anggota untuk
mengekspresikan perasaan dan mendiskusikan perasaan untuk
penyelesaian masalah.
2. Model komunikasi
Model komunikasi menggunakan prinsip teori komunikasi
terapeutik. Diasumsikan bahwa disfungsi atau komunikasi tak
efektif dalam kelompok akan menyebabkan ketidakpuasan
anggota kelompok, umpan balik tidak sekuat dari kohesi atau
keterpaduan kelompok menurun.
Dengan menggunakan model ini leader memfasilitasi
komunikasi efektif, masalah individu atau kelompok dapat
diidentihkasi dan menggunakan prinsipdan komunikasi
diselesaikan.
Leader mengajarkan kepada kelompok bahwa :
a. Perlu berkomunikasi
b. Anggota harus bertanggung jawab pada semua level,
misalnya komunikasi verbal, nonverbal, terbuka dan
tertutup.
c. Pesan yang disampaikan dapat dipahami orang lain.
d. Anggota dapat menggunakan teori komunikasi dalam
membantu satu dan yang lain untuk melakukan
komunikasi efektif.
Model ini bertujuan membantu meningkatkan keterampilan
interpersonal dan sosial anggota kelompok. Selain itu teori
komunikasi membantu anggota merealisasikan bagaiman mereka
berkomunikasi lebih efektif. Selanjutnya leader juga perlu

28
menjelaskan secara singkat prinsip- prinsip komunikasi dan
bagaimana menggunakan didalam kelompok serta menganalisa
proses komunikasi tersebut.
3. Model interpersonal
Sullivan mengemukakan bahwa tingkah laku (pikiran,
perasaan, tindakan) digambarkan melalui hubungan interpersonal.
Contoh: Interaksi dalam kelompok dipandang sebagai proses
sebab akibat dari tingkah laku anggota lain.
Pada teori ini terapis bekerja dengan individu dan kelompok.
Anggota kelompok ini belajar dari interaksi antar anggota dan
terapis. Melalui ini kesalahan persepsi dapat dikoreksi dan
perilaku sosial yang efektif dipelajari.
Perasaan cemas dan kesepian merupakan sasaran untuk
mengidentihkasi dan merubah tingkah laku/perilaku.
Contoh: tujuan salah satu aktifitas kelompok untuk
meningkatkan hubungan interpersonal. Pada saat konflik
interpersonal muncul, leader menggunakan situasi tersebut untuk
mendorong anggota mendiskusikan perasaan mereka dan
mempelajari konflik apa yang membuat anggota merasa cemas
dan menentukan perilaku apa yang digunakan untuk menghindari
atau menurunkan cemas pada saat terjadi konflik.
4. Model psikodrama
Dengan model ini memotivasi anggota kelompok untuk
berakting sesuai dengan peristiwa yang baru terjadi atau peristiwa
yang pernah lalu. Anggota memainkan peran sesuai dengan yang
pernah dialami.
Contoh: Klien memerankan ayahnya yang dominan atau
keras.

29
e. Jenis Terapi Aktivitas Kelompok
1. Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Terapi aktifitas kelompok stimulus
kognitif! persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk membantu
klien yang mengalami kemunduran orientasi, menstimuli
persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan afektif serta
mengurangi perilaku maladaptif.
Tujuan:
a. Meningkatkan kemampuan orientasi orientasi realita
b. Meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian
c. Meningkatkan kemampuan intelektual
e. Mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang
lain
f. Mengemukakan perasaannya.
Karakteristik:
a. Penderita dengan gangguan persepsi yang berhubungan
dengan nilai-nilai.
b. Menarik diri dari realitas
c. Inisiasi atau ide-ide negative. Kondisi fisik sehat, dapat
berkomunikasi verbal, kooperatif dan mau mengikuti
kegiatan.
2. Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Sensori
Aktifitas digunakan untuk memberikan stimulasi pada sensasi
klien, kemudian diobservasi reaksi sensori klien berupa ekspresi
emosi atau perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi muka,
ucapan. Terapi aktifitas kelompok untuk menstimulasi sensori
pada penderita yang mengalami kemunduran fungsi sensoris.
Teknik yang diguankan meliputi fasilitas penggunaan panca

30
indera dan kemampuan mengekspresikan stimulus baik dari
internal maupun eksternal.
Tujuan :
a. Meningkatkan kemampuan sensori
b. Meningkatkan upaya memusatkan perhatian.
c. Meningkatkan kesegaran jasmani.
d. Mengekspresikan perasaan
3. Terapi Aktifitas Kelompok Orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien
yaitu diri sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau
orang yang dekat dengan klien, lingkungan yang pernah
mempunyai hubungan dengan klien dan waktu saat ini dan yang
lalu.
Terapi aktivitas kelompok orientasi realitas adalah pendekatan
untuk mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas).
Umumnya dilaksanakan pada kelompok yang mengalami
gangguan orientasi terhadap orang, waktu dan tempat. Teknik
yang digunakan meliputi inspirasi represif, interaksi bebas
maupun secara didaktik.
Tujuan:
a. Penderita mampu mengidentihkasi stimulus internal (pikiran,
perasaan, sensasi somatic) dan stimulus eksternal (iklim,
bunyi, situasi alam sekitar).
b. Penderita dapt membedakan antara lamunan dan kenyataan.
c. Pembicaraan penderita sesuai realitas
d. Penderita mampu mengenali diri sendiri
e. Penderita mampu mengenal orang lain, waktu dan tempat.

31
Karakteristik:
a. Penderita dengan gangguan orientasi realita (GOR); seperti
halusinasi, ilusi, waham, dan depresionalisasi) yang sudah
dapat berinteraksi dengan orang lain.
b. Penderita dengan GOR terhadap orang, waktu dan tempat
yang sudah dapat berinteraksi dengan orang lain
4. Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu
yang ada disekitar klien. Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk
meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan interaksi
sosial maupun berperan dalam lingkungan sosial.
Sosialisasi dimaksudkan memfasilitasi psikoterapis untuk :
a. Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal
b. Memberi tanggapan terhadap orang lain.
c. Mengekspresikan ide dan tukar persepsi.
d. Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan.
Tujuan umum:
Mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota
kelompok, berkomunikasi, saling memperhatikan, member
tanggapan terhadap orang lain, mengekspresikan ide serta
menerima stimulus eksternal.
Tujuan khusus:
a. Penderita mampu menyebutkan identitasnya
b. Menyebutkan identitas penderita lain
c. Berespon terhadap penderita lain
d. Mengikuti aturan main
e. Mengemukakan pendapat dan perasaannya

32
Karaktenstik:
a. Penderita kurang berminat atau tidak ada inmatif untuk
mengikuti kegiatan ruangan b Penderita sering berada
ditempat tidur
b. Penderita menarik diri, kontak sosnal kurang
c. Penderita dengan harga diri rendah
d. Penderita gelisah, curiga, takut, dan cemas.
e. Tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab
seperlunya, jawaban sesuai per. tanyaan
f. Sudah dapat menerima trust, mau berinteraksi, sehat fisik.
5. Penyaluran Energi
Penyaluran energi merupakan teknik untuk menyalurkan
energi secara konstruktif dimana memungkinkan pengembangan
pola-pola penyaluran energi seperti katarsis, peluapan marah dan
rasa batin secara konstruktif dengan tanpa menimbulkan
kerugian pada diri sendiri maupui lingkungan.
Tujuan:
a. Menyalurkan energi, destruktif ke konstuktif._
b. Mengekspresikan perasaan
c. Meningkatkan hubungan interpersonal
f. Tahapan-tahapan dalam Terapi Aktihtas Kelompok
Menurut Yalom, yang dikutip Stuart & Sundeen, 1995.
Menggambarkan fase-fase dalam terapi aktifitas kelompok adalah
sebagai berikut:
1. Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan siapa yang
menjadi leader, anggota, tempat dan waktu kegiatan kelompok
akan dilaksanakan serta membuat proposal lengkap dengan media
yang akan digunakan beserta dan yang dibutuhkan.
2. Fase awal

33
Pada fase ini terhadap 3 tahapan yang terjadi, yaitu: orientasi,
konflik atau kebersamaan. Orientasi:
Anggota mulai mencoba mengembangkan system sosial
masing-maslng, leader mulal menunjukkan rencana terapi dan
mengambil kontrak dengan anggota.

Konflik:
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai
memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana
peran anggota, tugasnya, dan saling ketergantungan yang akan
terjadi.
Kebersamaan:
Anggota mulai bekerjasama untuk mengatasi masalah,
anggota mulai menemukan siapa dirinya.
3. Fase Kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim;
d. Merupakan fase yang menyenangkan bagi pemimpin dan
anggotanya.
e. Perasaan positif dan negative dapat dikoreksi dengan
hubungan saling percaya yang telah terbina.
f. Semua anggota bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati.
g. Tanggungjawab merata, kecemasan menurun, kelompok lebih
stabil dan realistis.
h. Kelompok mulai mengeksplorasi lebih jauh sesuai dengan
tujuan dan tugas kelompok dalam menyelesaikan tugasnya.
i. Fase Ini ditandai dengan penyelesaian masalah yang kreatif.

Petunjuk untuk leader pada fase ini:

34
a. Intervensi leader didasari pada mm kerja teoritis, pengalaman,
permality dm kebutuhan kelompok serta anggotanya.
b. Membantu perkembangan keutuhan kdompd; dan
mempertahankan batasannya, mendorong kelompok bekerja
pada tugasnya.
c. Intervensi langsung ditujukan untuk menolong kelompok
mengatasi masalah khusus.
4. Fase terminasi
Ada 2 jenis terminasi yaitu termmasi akhir dan terminasi
sementara. Anggota kelompok mungkin mengalami terminasi
premature, tidak sukses atau sukses. Terminasi dapat
menyebabkan kecemasan, regresi dan kecewa. Untuk
menghindari hal ini, terapis perlu mengevaluasi kegiatan dan
menunjukkan sikap betapa bermaknanya kegiatan tersebut,
menganjurkan anggota untuk member umpan balik pada tiap
anggota. Terminasi tidak boleh disangkal, tetapi harus tuntas
didiskusikan. Akhir terapi aktivitas kelompok harus dievaluasi,
bisa melalui pre dan post test.

35
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika
Nasir, Abdul dan Abdul Muhith. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa:
Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Terjemahan dari Pocket Guide To Psyciatric Nursing, oleh Achir
Yani S. Hamid. 3rd ed. Jakarta: EGC
Videbeck, S.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

36

Anda mungkin juga menyukai