Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN NEUROLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2019


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

BPPV DAN NEURITIS VESTIBULARIS

OLEH :
Andi Eis Nurkhofifah, S.Ked 105505406318
Amelia Astrid Mulyadi 105505406218
Hadi Setiaji Iswahyudi 10550540

PEMBIMBING:
dr. H.Abd.Hamid, Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
A. DEFINISI DAN ETIOLOGI

Vertigo adalah kiasan gerak, persepsi gerak meski tidak ada. Ini

adalah sensasi bergoyang, memiringkan, memutar, atau merasa tidak

seimbang. Karena deskripsi yang sangat bervariasi dari pengalaman vertigo,

sering kali dikonsolidasikan ke dalam istilah "pusing," yang merupakan

keluhan yang sangat umum. Vertigo dapat berasal dari vestibular atau

perifer atau disebabkan oleh penyebab non-vestibular atau sentral.

Sehubungan dengan vertigo perifer, Benign Paroxymal Positional Vertigo

(BPPV) adalah penyebab paling umum, terhitung lebih dari setengah dari

semua kasus.1,2,3

BPPV adalah gangguan vestibuler yang paling sering ditemui,

dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual muntah dan keringat dingin,

yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa

adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat. 4,5

B. EPIDEMIOLOGI

Keluhan utama pusing adalah 5,6 juta kunjungan klinis di Amerika

Serikat per tahun. BPPV adalah gangguan vestibular yang paling sering,

kejadian kumulatifnya dalam populasi umum berjumlah 10%. Perjalanan

waktu BPPV ditandai oleh remisi spontan yang terjadi biasanya setelah

berhari-hari hingga berminggu-minggu dan kekambuhan yang terjadi pada

sekitar 50% pasien. Meskipun BPPV biasanya sembuh sendiri, BPPV

menimbulkan beban pribadi dan sosial ekonomi yang cukup besar.4,6


Pada umumnya BPPV melibatkan kanalis semisirkularis posterior

dengan angka resolusi lebih dari 95% setelah terapi reposisi kanalith.

Beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan laporan insiden BPPV

kanalis horizontal, namun dengan angka kesuksesan terapi yang masih

rendah (<75%). Hal ini disebabkan kesalahan dalam penentuan letak lesi

dan tipe BPPV kanalis horizontal.5 Prevalensi seumur hidup BPPV secara

khusus ditemukan menjadi 2,9%, dan insiden meningkat dengan

bertambahnya usia karena degenerasi membran otolitik yang berkaitan

dengan usia. Selain itu, BPPV sekitar dua hingga tiga kali lebih umum pada

wanita dibandingkan pria.7

C. PATOMEKANISME

1. Teori Kupulolitiasis

Teori ini mendukung bahwa otoconia dari utricle dan saccule dapat

terlepas dan melekat pada cupula kanal semicircularis posterior. Karena

otoconia memiliki kerapatan relatif sekitar tiga kali lebih besar daripada

endolymph, cupula menjadi peka terhadap gravitasi. Akibatnya, ketika

kepala mengambil posisi menggantung, refleks vestibulo-okular

patologis terjadi. Pergerakan kepala spesifik dapat menyebabkan

perpindahan cupula yang tidak tepat dan mengakibatkan gerakan

endolymph, menyebabkan nystagmus dan vertigo.8

Selain itu, Shucknecht mendokumentasikan keberadaan deposit

basofilik pada cupula kanal semicircularis posterior pada tiga pasien


yang menderita BPPV selama hidup mereka, mendukung teorinya

tentang cupulolithiasis.8

2. Teori Kanalitiasis

Pada 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolith

terlepas dan mengendap di dalam endolymph dari kanal semicircularis.

Ketika kepala tetap statis, endapan partikel tersebut berada pada posisi

yang sesuai dengan gaya gravitasi . Namun, dengan gerakan, otoconia

yang bergeser ke dalam cairan, dan stimulus berikutnya tidak seimbang

sehubungan dengan telinga yang berlawanan. Partikel ini berotasi ke

atas di sepanjang lengkung kanalis semicircularis. Hal ini menyebabkan

cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula

membelok (deflected), sehingga terjadilah nistagmus dan pusing.6,8

D. GAMBARAN KLINIK

1. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior

- Serangan berulang vertigo posisional atau pusing posisional

diprovokasi dengan berbaring atau pada posisi terlentang.

- Durasi serangan <1 mnt

- Keluhan lain selama serangan termasuk vertigo eksternal (rasa

visual dari gerakan lingkungan yang sering menyertai indera

vestibular internal), ketidakstabilan, dan gejala vegetatif seperti

mual, berkeringat, dan takikardia.

- Komponen torsional dari posisi nistagmus sedikit lebih menonjol di

mata bagian bawah, sedangkan komponen vertikal sedikit lebih


menonjol di mata bagian atas dan nistagmus tidak melebihi 40 detik

sebelum meredam spontan. Biasanya, nistagmus posisi meningkat

dengan cepat dalam intensitas dan kemudian menurun lebih lambat

(crescendo-decrescendo). Hal ini dikarenakan debris endolimfe

yang terapung bebas cenderung jatuh ke kanal posterior karena kanal

ini adalah bagian vestibulum yang berada pada posisi yang paling

bawah saat kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring.6

2. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal

Arah nistagmus horizontal yang terjadi dapat berupa geotropik (arah

gerakan fase cepat ke arah telinga di posisi bawah) atau apogeotropik

(arah gerakan fase cepat kearah telinga di posisi atas) selama kepala

dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi telentang. Nistagmus

geotropik terjadi karena adanya otokonia yang terlepas dari utrikulus

dan masuk ke dalam lumen posterior kanalis horizontal (kanalolitiasis),

sedangkan nistagmus apogeotropik terjadi karena otokonia yang

terlepas dari utrikulus menempel pada kupula kanalis horizontal

(kupulolitiasis) atau karena adanya fragmen otokonia di dalam lumen

anterior kanalis horizontal (kanalolitiasis apogeotropik). Durasi >1

menit tapi tidak >2 menit.6

E. PEMERIKSAAN FISIK

Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan

sistemik, otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat berupa

pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola


mata/nistagmus dan fungsi serebelum. Pendekatan klinis terhadap keluhan

vertigo adalah untuk menentukan penyebab, apakah akibat kelainan sentral

yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat (korteks serebrim

serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik,

selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psiikologik/psikiatrik yang

dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.6,9

Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi

jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.

Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk

vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan

terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.6,9

F. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada :

1. Fungsi vestibuler/serebeler

a. Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan,

mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan

pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa

penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan

bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler

hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi

garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan

penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan


penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada

mata tertutup.6,9

Gambar 5. Uji Romberg

b. Tandem gait.

Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada

ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,

perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler

penderita akan cenderung jatuh.6,9

c. Uji Unterberger

Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di

tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu

menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan

menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang

melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua

lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan

yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase

lambat ke arah lesi.6,9


d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany).

Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan penderita

disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan

sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan

berulangulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan

vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah

lesi.6,9

e. Uji Babinsky-Weil

Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke

depan dan lima langkah ke belakang selama setengan menit; jika ada
gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah

berbentuk bintang.6,9

G. PEMERIKSAAN KHUSUS OTO-NEUROLOGI

Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral

atau perifer.

1. Fungsi Vestibuler

a. Uji Dix Hallpike

Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan kiri. Dari

posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang

dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis

horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke kanan lalu ke

kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus,

dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.

Perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10

detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau

menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral,

tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih


dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-

fatigue).6,9

b. Tes Kalori

Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis

semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi

bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat (44°C) masing-

masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus

yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai

hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Dengan tes ini

dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional

preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis adalah jika

abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air


hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance

ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama

di masing-masing telinga. Canal paresis menunjukkan lesi perifer

di labarin atau n.VIII, sedangkan directional preponderance

menunjukkan lesi sentral.6,9

c. Elektronistagmogram

Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan

untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian

nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.6,9

2. Fungsi Pendengaran

a. Tes Garpu Tala

Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli

perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli

konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli dan

schwabach memendek.6,9

b. Audiometri

Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness

Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.

Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus

visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran dan

fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),

fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor,

gangguan cara berjalan)6,9


H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Radiografi

Gambaran yang didapatkan tidak terlalu berguna untuk diagnosa

rutin dari BPPV karena BPPV sendiri tidak memiliki karakteristik

tertentu dalam gambaran radiologi. Tetapi radiografi ini memiliki peran

dalam proses diagnosis jika gejala yang muncul tidak khas, hasil yang

diharapkan dari percobaan tidak sesuai, atau jika ada gejala tambahan

disamping dari kehadiran gejala-gejala BPPV, yang mungkin

merupakan gabungan dari central nervous system ataupun otological

disorder.6,9.

2. Vestibular Testing

Electronystagmography memiliki kegunaan yang terbatas dalam

mendiagnosa BPPV kanalis, karena komponen torsional dari nistagmus

tidak bisa diketahui dengan menggunakan teknik biasa. Di sisi lain,

dalam mendiagnosa BPPV kanalis horizontal, nistagmus hadir saat

dilakukan tes. Tes vestibular ini mampu memperlihatkan gejala yang

tidak normal, yang berkaitan dengan BPPV, tetapi tidak spesifik

contohnya vestibular hypofunction (35% dari kasus BPPV) yang

umumnya ditemukan pada kasus trauma kapitis ataupun infeksi virus.6,9

3. Audiometric Testing

Tes ini tidak digunakan untuk mendiagnosa BPPV, tapi dapat

memberikan informasi tambahan dimana diagnosa klinis untuk vertigo

masih belum jelas.6,9


I. PENATALAKSANAAN

Beberapa penderita dapat merasakan gejala-gejala seperti pusing, mual,

berkeringat, dan muntah saat melakukan pergerakan untuk terapi. Dalam

kasus seperti ini, obat-obat penekan vestibulum dapat digunakan sebagai

tambahan yang tidak hanya meringankan vertigo yang muncul akibat

gerakan yang akan dilakukan tetapi juga mengatur gejala-gejala yang terjadi

hingga prosedur dapat dilakukan kembali. Obat-obat golongan terapi

tersebut meliputi meclizin, dimenhidrinase, clonazepam dan diazepam.

Dosis dapat berbeda tergantung intensitas dari gejala yang timbul.6,9

Terdapat beberapa manuver untuk reposisi BPPV, yaitu:

- Manuver Epley

Manuver ini merupakan yang paling sering digunakan pada kanal

vertikal. Penderita berada dalam posisi tegak kemudian kepala menoleh

ke sisi yang sakit. Kemudian penderita ditidurkan dengan posisi kepala

digantungkan, dan dipertahankan selama 1 sampai 2 menit. Berikutnya,

kepala ditolehkan 90 derajat ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi

berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik.

Kemudian beritahu pasien untuk mengistirahatkan dagu pada

pundaknya dan duduk kembali secara perlahan.6,9

- Manuver Semont

Manuver ini diindikasikan untuk terapi dari kupulolotoasis kanalis

posterior. Jika kanal posterior yang terkena, maka penderita


didudukkan dalam posisi tegak, kemudian kepala penderita

dimiringkan 45 derajat berlawanan arah dengan bagian yang sakit dan

secara cepat bergerak ke posisi berbaring. Nistagmus dan vertigo dapat

diperhatikan. Dan posisi ini dipertahankan selama 1 sampai 3 menit.

Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan

tanpa berhenti saat posisi duduk.6,9

- Manuver Lempert

Manuver ini biasa digunakan sebagai terapi dari BPPV kanalis

horizontal. Pada manuver ini penderita berguling 360 derajat, dimulai

dari posisi supinasi lalu menghadap 90 derajat berlawanan dari sisi yang

sakit, posisi kepala dipertahankan, kemudian membalikkan tubuh ke

posisi lateral dekubitus. Berikutnya, kepala penderita telah menghadap

ke bawah dan badan dibalikkan lagi ke arah ventral dekubitus.

Kemudian kepala penderita diputar 90 derajat, dan tubuh berada pada

posisi lateral dekubitus. Secara bertahap, tubuh penderita kembali lagi

dalam posisi supinasi. Setiap langkah dilakukan selama 15 detik untuk

migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap

gravitasi.6,9

- Forced Prolonged Position

Manuver ini digunakan untuk terapi BPPV kanalis horizontal.

Perlakuannya adalah mepertahankan tekanan dari posisi lateral

dekubitus pada telinga yang sakit selama 12 jam.6,9

- Brandt-Daroff Exercises
The Brandt-Daroff Exercises ini dikembangkan untuk latihan dirumah,

sebagai terapi tambahan untuk pasien yang tetap simptomatik, bahkan

setelah melakukan manuver Epley ataupun Semont. Latihan-latihan ini

diindikasian satu minggu sebelum melakukan terapi manuver, agar

meningkatkan kemampuan toleransi diri pasien terhadap manuver.

Latihan ini juga membantu pasien menerapkan berbagai posisi sehingga

dapat lebih terbiasa.6,9


Pendahuluan

Neuritis vestibular merupakan penyakit yang ditandai dengan

timbulnya vertigo akut dengan nistagmus spontan yang disertai dengan

gejala vegetatif.10 Neuritis vestibular merupakan penyakit dengan urutan

ketiga terbanyak sebagai penyebab vertigo vestibuler perifer.11

Neuritis vestibuler dapat terjadi baik pada laki-laki maupun

perempuan, khususnya mengenai kelompok usia dewasa12,13. penyebab

utama dari neuritis vestibuler sampai saat ini masih menjadi perdebatan.

Agen virus, gangguan vaskuler dan reaksi imun dicurigai berperan dalam

neuritis vestibuler.14

Gejala klinis yang paling sering ditemukan pada neuritis vestibular

yaitu vertigo akut dengan gejala vegetatif berupa mual dan muntah.

Umumnya tidak disertai gangguan pendengaran atau gangguan neurologi

lainnya. Umumnya keluhan vertigo dirasakan sampai beberapa hari.15

Meskipun neuritis vestibular dan labirintitis mungkin terkait erat dalam

beberapa kasus, namun neuritis vestibular dibedakan dari labirinitis

berdasarkan fungsi pendengaran yang masih ada.16

Penanganan neuritis vestibular mencakup terapi simptomatis dan

supportif selama periode akun yang ditimbulkan.3 Penderita dapat diberikan

obat-obatan seperti antivestibular dan antiemetik untuk mengontrol vertigo,

mual dan muntah.17


A. DEFINISI

Neuritis vestibulr adalah gangguan pada sistem vestibular, yaitu

gangguan pada bagian keseimbangan telinga bagian dalam yang memberi

tahu otak kita bagaimana kepala kita bergerak. Paling sering disebabkan

oleh virus yang merusak saraf vestibular, yang mengirimkan pesan tentang

gerakan dan keseimbangan antara telinga bagian dalam dan otak.18

B. ANATOMI

Pada telinga bagian dalam terdapat organ pendengaran dan

keseimbangan yang terletak pada pars petrosa os temporal. Labirin terdiri

dari labirin tulang yaitu kanalis semisirkularis, vestibulum dan koklea

sedangkan labirin membran yang terletak di dalam labirin tulang terdiri dari

duktus semisirkularis, utrikulus dan duktus koklearis (Gambar 1). Antara

labirin tulang dan labirin membran terdapat ruang yang berisi cairan

perilimfe. Vestibulum adalah suatu ruangan kecil yang berbentuk oval

dengan ukuran ± 5x3 mm dan memisahkan koklea dari kanalis

semisirkularis.19,20

Gambar 1. Anatomi labirin tampak anterolateral


Koklea menyerupai rumah siput yang merupakan organ

pendengaran dengan panjang sekitar 3,1-3,3 cm. Koklea membentuk 2,5

kali putaran dengan tinggi sekitar 0,5 cm. Koklea dan organ vestibuler

terdapat didalam tulang temporal. Pada koklea terdapat tiga kanal yaitu:

skala vestibuli, skala media dan skala timpani (Gambar 2).9 Skala media

terletak ditengah koklea yang dipisahkan dari skala vestibuli oleh membran

reissner’s dan dari skala timpani oleh membran basiler.20

Organ corti melintasi sepanjang membran basiler. Dimana terdapat

satu baris selsel rambut bagian dalam dan tiga baris sel-sel rambut bagian

luar. Setiap telinga ditemukan sekitar 3500 sel rambut bagian dalam yang

disokong oleh sel falangeal. Sekitar 12.000 sel rambut bagian luar dimana

disokong oleh sel deiters. Serat saraf kranial ke-8 melintasi terowongan

menuju ke sel-sel rambut luar.20

Gambar 2. Struktur koklea dan organ corti.


Struktur dari sel-sel rambut dalam organ corti mencerminkan

fungsinya sebagai reseptor sensoris, yang mentransduksi sinyal mekanik

menjadi aktivitas elektrokemikal. Sensoris sel-sel rambut koklea

berinteraksi dengan sistem saraf melalui cabang saraf pendengaran dari

saraf kranialis ke-8 (vestibulokoklear).20 Koklea dipersarafi oleh 3 jenis

serabut saraf yaitu serabut saraf aferen pendengaran, serabut saraf eferen

pendengaran dan serabut saraf otonom. Serabut saraf aferen pendengaran

merupakan sel bipolar, sel tubuh yang terletak di ganglion spiral yang

terletak di kanal tulang, yaitu Rosenthal’s canal. Pada manusia saraf

pendengaran memiliki sekitar 30.000 serabut saraf aferen. Dua jenis serat

saraf aferen telah diidentifikasi. Tipe I adalah berselubung mielin dan

memiliki large cell bodies dan merupakan 95% dari serat-serat saraf

pendengaran. Tipe II yaitu sekitar 5% dari saraf pendengaran adalah tidak

berselubung myelin dan memiliki small cell bodies.20

Nervus VIII pada dasarnya adalah tiga komponen yang berbeda

dimana ada dua saraf vestibuler yaitu superior dan inferior serta saraf

koklearis. Saraf-saraf tersebut bersama-sama melalui tulang kepala di

meatus auditori internal. Kanal ini juga berisi nervus VIII dan pasokan

darah ke telinga bagian dalam yaitu arteri auditori internal. Saraf melewati

meningen menuju ke batang otak. Saraf vestibuler menuju ke nukleus

vestibularis dan saraf koklearis menuju ke nucleus Koklearis.21


C. EPIDEMIOLOGI

Neuritis vestibular menyumbang 3,2 hingga 9% dari pasien yang

mengunjungi dizziness center, dan memiliki insiden 3,5 per 100.000

populasi.22

D. ETIOPATOGENESIS

Penyebab penyakit ini tidak diketahui tetapi virus neurotropik telah

terlibat sebagai agen penyebab. Virus yang paling umum diidentifikasi

adalah herpes simplex virus (HSV-1), yang diperkirakan ada dalam bentuk

laten di ganglion vestibular manusia. Penyebab kondisi ini tidak sepenuhnya

dipahami, dan pada kenyataannya banyak virus yang berbeda mungkin

mampu menginfeksi saraf vestibular. Beberapa orang akan melaporkan

memiliki infeksi saluran pernapasan atas (flu biasa) atau flu sebelum

timbulnya gejala vestibularneuronitis, yang lain tidak akan memiliki gejala

virus sebelum serangan vertigo. Iskemia lokal yang terlokalisir pada

struktur ini juga mungkin menjadi penyebab penting. Terutama pada anak-

anak, neuritis vestibular dapat didahului oleh gejala pilek. Namun,

mekanisme penyebabnya masih belum pasti.23

Pada studi terhadap tulang temporal pasien dengan neuritis

vestibuler menunjukkan beberapa spektrum cedera dari normal hingga

timbulnya degeneratif yang siginfikan menyebabkan perubahan pada

nervus vestibuler, ganglion scarpa dan neuroepitel vestibuler. Adanya

kehilangan struktur neuron pada ganglion vestibuler dan atropi pada epitel

sensori vestibuler yang terkait menunjukkan infeksi virus yang terisolasi


pada nervus vestibuler. Lokasi cedera paling sering ditemukan di bagian

nervus vestibuler superior.24

E. GEJALA KLINIK

Beberapa gejala neuritis vestibuler diantaranya yaitu: timbulnya

vertigo mendadak yang mengakibatkan mual dan muntah serta

ketidakseimbangan tubuh dan nistagmus. Intensitas vertigo dapat

meningkat selama rentang waktu 1 jam. Umumnya gejala vertigo diperberat

oleh gerakan kepala namun vertigo dapat berkurang bila kepala dalam

keadaan stabil dan mata terpejam. Gejala pusing pada neuritis vestibuler

biasanya terjadi dalam kurun waktu beberapa hari sampai beberapa minggu

dengan gejala oscillopsia atau lingkungan sekeliling terasa berputar. Pasien

mengeluh ketidakseimbangan saat berusaha berdiri atau berjalan dan

bergerak ke arah labirin yang terkena. Keluhan vertigo akan berkurang

dalam beberapa hari kemudian. Namun beberapa pasien dilaporkan timbul

gangguan keseimbangan dalam beberapa bulan kemudian. Tidak ditemukan

gangguan pendengaran pada neuritis vestibuler.24 Nistagmus bersifat akut

atau sub akut dengan deviasi bola mata ke arah telinga yang tidak terkena

neuritis vestibuler. Nistagmus timbul spontan dan tipenya horizontal pada

fase akut penyakit. Nistagmus ini bersifat searah dengan fase yang cepat ke

arah telinga yang tidak terkena neuritis vestibuler.24

F. DIAGNOSIS

Pemeriksaan subjective visual horizontal test (SVH) merupakan

pemeriksaan yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis neuritis


vestibuler. Pasien dengan neuritis vestibuler didapatkan penyimpangan

>20o dari true gravitional horizontal. Pemeriksaan penunjang yang

berperan antara lain elektronistagmografi dengan lensa frenzel. Pada

pemeriksaan elektronistagmografi akan didapatkan nistagmus ke arah

telinga yang tidak terkena neuritis vestibuler. Pemeriksaan radiologi seperti

CT scan atau MRI hanya diperlukan apabila terdapat kecurigaan kelainan

sentral seperti stroke infark maupun perdarahan pada batang otak dan

serebelum. Pemeriksaan radiologis juga dapat dilakukan apabila tidak ada

perbaikan setelah 48 jam dari onset.24

G. TATALAKSANA

Penatalaksanaan neuritis vestibuler sebagian besar dengan

medikamentosa. Obat-obatan yang berperan dalam neuritis vestibuler antara

lain antivertigo, kortikosteroid dan pengobatan umumnya didasarkan pada

respon pasien yang mual terhadap obat.25,26 Kortikosteroid yang dianjurkan

adalah metil prednisolon. Pemberian metil prednisolon akan mempercepat

perbaikan fungsi vestibuler.23 Pada neuritis vestibuler fase akut yang

berlangsung selama satu sampai tiga hari diperlukan istirahat di ruang gelap,

kortikosteroid, pemasangan infus dan antivertigo.24 Obat sedatif vestibuler

golongan antihistamin seperti dimenhidrinat dengan dosis 50-100 mg setiap

6 jam atau antikolinergik seperti skopolamin hidrobromida dapat diberikan

pada fase akut. Setelah lima sampai tujuh hari, fase akut lewat, mual hilang,

pasien di mobilisasi segera. Setelah satu sampai enam minggu sebagian

besar pasien tidak merasakan gejala, bahkan saat tubuh bergerak lambat.25
Fisioterapi atau terapi fisik dapat meningkatkan kompensasi vestibuler

sentral terhadap defisit perifer. Fisioterapi yang diberikan berupa latihan

berdiri statis, latihan dinamis untuk menjaga keseimbangan tubuh dan

stabilisasi gerakan bola mata selama pergerakan mata-kepala-tubuh.25


DAFTAR PUSTAKA

1. Parker IG, Hartel G, Paratz J, Choy NL, Rahmann A. A Systematic Review of

the Reported Proportions of Diagnoses for Dizziness and Vertigo. Otol.

Neurotol. 2019

2. Alimoğlu Y, Altın F, Açıkalın RM, Yaşar H. Two-Hour Follow-Up is

Equivalent to One-Day Follow-Up of Posterior Canal Benign Paroxysmal

Positional Vertigo. J Int Adv Otol. P: 141-145. 2019

3. Male AJ, Ramdharry GM, Grant R, Davies RA, Beith ID. A survey of current

management of Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) by

Physiotherapists' Interested In Vestibular Rehabilitation in The UK.

Physiotherapy. 2018

4. Bhattacharyya, Neil, dkk. Clinical Practice Guideline: Benign Paroxysmal

Positional Vertigo. American : American Academy of Otolaryngology Head

and Neck Surgery. Hal 1-37. 2017

5. Edwart, Yang, Yelvita Rosa. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal

Positional Vertigo (BPPV) Horizontal Berdasarkan Head Roll Test. Sumatra

: UNAND. 2014

6. Brifern, Michael von, dkk. Benign paroxysmal positional vertigo: Diagnostic

criteria. Germany : Department of Neurology, Park-Klinik Weissensee. 2015

7. Bruintjes TD, van der Zaag-Loonen HJ, Eggelmeijer F, van Leeuwen RB.

The Prevalence Of Benign Paroxysmal Positional Vertigo In Patients With

Osteoporosis. Eur Arch Otorhinolaryngol. 2018


8. Balatsouras, G Koukoutsis, A Fassolis, A Moukos, A Apris. Benign

paroxysmal positional vertigo in the elderly: current insights. NCBI. 2018

9. Akbar, Muhammad. Diagnosis Vertigo. UNHAS. 2013

10. Kassner SS, Schottler S, Bonaterra GA, Straeter JS, Hormann K, Kinscherf

R, dkk. Proinflammatory activation of peripheral blood mononuclear cells in

patients with vestibular neuritis. Audiol Neurotol. 2011;16:242-7.

11. Hotson JR dan Baloh RW. Acute vestibular syndrome. The New England

Journal of Medicine. 1998;339:680-5.

12. Johnson J dan Lalwani AK. Meniere’s disease, vestibular neuronitis,

paroxysmal positional vertigo and cerebellopontine angle tumors. Dalam:

Snow Jr JB, Ballenger J, penyunting. Otorhinolaryngology Head and Neck

Surgery. Edisi ke-16. London: Hamilton; 2003. h. 408-42.

13. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic otorhinolaryngology. Thieme. 2006. h. 282-

3.

14. Strupp M dan Brandt T. Vestibular neuritis. Seminars in Neurology.

2009:509-519.

15. Marill KA. Vestibular neuronitis. Diakses 29 Juli 2019. Diunduh dari: URL:

http://emedicine.medscape.com/article/794489-overview

16. Brandt T. Management of vestibular disoders. J Neurol. 2000;247:491-9.

17. Stephanie Vandover, PT, DPT. Vestibular Neuritis. Academy Of Neurologic

Physical Therapy.

18. Moore KL dan Agur AMR. Essential clinical anatomy. Edisi ke-3. Lippincott

Williams and Wilkins. 2007. h. 573-6.


19. Gacek RR dan Gacek MR. Anatomy of the auditory and vestibular system.

Dalam: Snow Jr JB, Ballenger J, penyunting. Otorhinolaryngology Head and

Neck Surgery. Edisi ke-16. London: Hamilton; 2003. h. 1-24.

20. Mills JH, Khariwala SS, Weber PC. Anatomy and physiology of hearing.

Dalam: Bailey BJ, Johnson JT, penyunting. Head and Neck Surgery-

Otolaryngology. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;

2006. h. 1883-903.

21. Seong-Hae Jeong, Hyo-Jung Kim, Ji-Soo Kim. Vestibular Neuritis. Seminars

in Neurology Vol. 33 No. 3. Thieme Medical Publishers, Inc., 333 Seventh

Avenue, New York,2013

22. Murtaza Mustafa, P.Patawari, RK.Muniandy, EM.Illzam, AM.Sharifa,

MK.Nang. Vestibular Neuronitis : Diagnosis, Management And Treatment.

IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS) e-ISSN: 2279-

0853, p-ISSN: 2279-0861.Volume 15, Issue 1 Ver. VI ;2016, P 79-84

23. Halmagyl GM, Thurtell MJ, Curthoys IS. Vertigo: Clinical syndromes.

Dalam: Gleeson M, penyunting. Scott Brown’s Otorhinolaryngology Head

and Neck Surgery. Edisi ke-7. London: Edward Arnold Ltd; 2008. h. 3751-7.

Anda mungkin juga menyukai