Anda di halaman 1dari 497

PENGAWASAN IZIN MENDIRIKAN

BANGUNAN (IMB) BANGUNAN GEDUNG


DI KOTA TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Administrasi Publik pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Publik

Oleh :
Aida Nurdianah Putri
NIM. 6661111197

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, 2018
ABSTRAK

Aida Nurdianah Putri. NIM. 6661111197. 2018. Skripsi. Pengawasan Izin


Mendirikan Bangunan (IMB) Bangunan Gedung di Kota Tangerang Selatan.
Program Studi Ilmu Administrasi Publik. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Maulana Yusuf,
S.IP., M.Si., dan Pembimbing II: Riny Handayani, S.Si., M.Si.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh lemahnya partisipasi pemilik bangunan di


kawasan non-tertata. Ketidaksesuaian izin serta fenomena alih fungsi bangunan.
Bangunan didirikan sebelum diterbitkannya IMB. Sosialisasi, pengawasan dan
pengendalian pelanggaran IMB belum optimal. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Bangunan Gedung di
Kota Tangerang Selatan. Teori yang digunakan adalah 10 aspek pengawasan
efektif menurut T. Hani Handoko, yaitu akurat, tepat waktu, obyektif dan
menyeluruh, terpusat pada titik-titik pengawasan strategik, realistik secara
ekonomis, realistik secara organisasional, terkoordinasi dengan aliran kerja
organisasi, fleksibel, bersifat petunjuk dan operasional, dan diterima anggota
organisasi. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Teknik analisis data penelitian menggunakan analisis data Miles dan
Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan IMB Bangunan
Gedung di Kota Tangerang Selatan belum berjalan optimal. Hal ini terlihat dari
adanya kekeliruan informasi pengawasan, pengawasan belum dilakukan secara
berkala dan menyeluruh, keterbatasan pengawasan terhadap bangunan alih fungsi
dan bangunan di area sempadan situ, anggaran penertiban serta kompetensi dan
jumlah pegawai pengawasan belum memadai. Peneliti mengajukan saran untuk
meningkatkan ketelitian, kapabilitas serta koordinasi petugas instansi BP2T dan
Satpol PP dalam pengawasan, perencanaan kegiatan dan alokasi anggaran khusus
penertiban pelanggaran IMB, serta optimalisasi pembinaan di setiap Rukun
Tetangga (RT), guna peningkatan wawasan dan partisipasi masyarakat.

Kata Kunci : Bangunan Gedung, Izin Mendirikan Bangunan, Pengawasan.


ABSTRACT

Aida Nurdianah Putri. NIM. 6661111197. 2018. Skripsi. Supervision of


Building Construction Permit (IMB) for Building in South Tangerang City.
Program Study of Public Administration. Faculty of Social and Political
Science. University of Sultan Ageng Tirtayasa. 1st Advisor : Maulana Yusuf,
S.IP., M.Si., and 2nd Advisor : Riny Handayani, S.Si., M.Si.

This research is motivated by the weak participation of building owners in non-


organized areas. Permission discrepancies and building function transfer
phenomena. The building was established before the issuance of the IMB.
Socialization, supervision and control of IMB violations have not been optimal.
The purpose of this study was to investigate the Supervision of Building
Construction Permit (IMB) for Building in South Tangerang City. The theory used
is 10 aspects of effective supervision according to T. Hani Handoko, namely
accurate, timely, objective and comprehensive, centered on the points of strategic
supervision, realistic economically, organizationally realistic, coordinated with
organizational work flow, flexible, directive and operational, and accepted by
members of the organization. The method used is descriptive qualitative method
approach. Data analysis techniques used were Miles and Huberman data
analysis. The results showed that the supervision of IMB for Building in South
Tangerang City had not run optimally. This can be seen from the misinformation
of supervision, supervision has not been carried out periodically and
comprehensively, the limitation of supervision of the building of function and
building changes in the border area, the control budget as well as the competency
and number of supervisory staff are not adequate. Researchers put forward
suggestions to improve accuracy, capability and coordination of officers of the
BP2T and Satpol PP agencies in supervision, planning activities and budget
allocations specifically for controlling IMB violations, as well as optimizing
coaching in each RT (RT), in order to increase public insight and participation.

Keywords: Building, Building Permit, Supervision.


“Barangsiapa yang menempuh
perjalanan untuk mencari ilmu,
maka akan Allah mudahkan baginya
jalan menuju Syurga”.
(HR. Muslim No.2699, At-Timidzi No.2689, Abu Daud No.3641,
Ibnu Majah No.223, Ibnu Hibban No.84)

Ku persembahkan skripsi ini


Sebagai wujud syukurku dalam menuntut ilmu

Terima kasih dari lubuk hatiku terdalam atas do’a serta


dukungan yang senantiasa tulus dihadirkan

Teruntuk Ayah, Ibu dan Adik-adikku


Salam ta’zhim turut ku haturkan teruntuk para Guru
yang senantiasa sabar dan tulus membimbingku
Serta para sahabat-sahabatku
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillaahirabbil„aalamiin.

Puji serta syukur, peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah

senantiasa mencurahkan karunia, rahmat serta keridhaan-Nya, sehingga peneliti

dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam, peneliti sanjungkan kepada

junjungan kita, insan terbaik sepanjang masa dan sejarah, penutup para nabi dan

rasul, yakni Baginda Rasulullah Nabi Muhammad Saw., teruntuk pula para

keluarga, sahabat serta para pengikut beliau hingga akhir zaman nanti.

Penulisan skripsi ini peneliti ajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi Publik pada konsentrasi Manajemen

Publik Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, yakni dengan judul Pengawasan

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Bangunan Gedung di Kota Tangerang

Selatan.

Seiring dengan waktu yang bergulir sebagai proses dalam penyelesaian

penulisan skripsi ini, tidak lupa peneliti haturkan rasa terima kasih dan salah

takzim dari lubuk hati yang mendalam, untuk seluruh pihak yang telah memberi

do‟a dan dukungan, baik secara moril maupun materiil kepada peneliti. Dengan

segenap salam penghormatan, peneliti bermaksud untuk menghaturkan terima

kasih, kepada :

i
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik -

Universitas Sultan Ageng Tirtasa.

3. Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Iman Mukhroman, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, juga

selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas segala arahan

dan bimbingan yang senantiasa diberikan selama peneliti

melangsungkan proses pendidikan.

6. Listyaningsih, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi

Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

7. Dr. Arenawati, M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi

Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa, sekaligus dosen penguji sidang skripsi. Terima kasih

peneliti haturkan atas segala kebaikan dan ketulusan dalam memberikan

berbagai masukan konstruktif dalam skripsi ini.

8. Maulana Yusuf, S.IP., M.Si., Pembimbing I Skripsi, terima kasih atas

waktu yang telah diluangkan dengan iringan do‟a, ketulusan dan

ii
kesabaran, serta atas segala arahan dan bimbingan yang sangat

membantu peneliti. Terima kasih atas kesediaan untuk berbagi ilmu dan

masukan kontruktif, yang kemudian hal tersebut dapat menjadi

rekomendasi berarti bagi peneliti dalam proses penelitian dan

penyelesaian skripsi ini.

9. Riny Handayani, S.Si., M.Si., Pembimbing II Skripsi, terima kasih atas

waktu yang telah diluangkan dengan iringan do‟a, ketulusan dan

kesabaran, serta atas segala arahan dan bimbingan yang senantiasa

diberikan dengan sabar dan tulus. Terima kasih atas kesediaan untuk

berbagi ilmu dan masukan konstruktif, selama proses penelitian dan

penyelesaian skripsi ini.

10. Seluruh tenaga pengajar, Dosen Program Studi Ilmu Administrasi

Publik, yang peneliti tidak dapat sebutkan satu persatu. Salam takzim

peneliti haturkan atas ketulusan dan kesediaan untuk membimbing dan

mendidik peneliti, dalam proses belajar mengajar menempuh

pendidikan di perguruan tinggi.

11. Seluruh Staf Tata Usaha (TU) Program Studi Ilmu Administrasi Publik,

atas segala sumbangsih yang diberikan, selama peneliti melangsungkan

proses pendidikan di program studi ini.

12. Drs. H. Dadang Sofyan, MM., Kepala Badan Pelayanan Perizinan

Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan; Helmi Kamaludin, S.Sos.,

Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian BP2T Kota Tangerang

Selatan; Tati Suryati, SH., MT., Kepala Seksi Pelayanan Perizinan

iii
Bidang Pembangunan BP2T Kota Tangerang Selatan; Ayep Jajat

Sudrajat, SE., Kepala Bidang Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu

(BP2T) Kota Tangerang Selatan; Irfan Santoso, S.Sos., MM., Kepala

Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan

BP2T Kota Tangerang Selatan; Maulana Prayoga, ST., MIDS., Kepala

Seksi Verifikasi dan Penetapan Perizinan Bidang Pembangunan BP2T

Kota Tangerang Selatan, serta seluruh jajaran staf yang telah

memberikan dukungan dalam proses pengumpulan data penelitian ini.

13. Azhar Syam‟un R., AP., M.Si., Kepala Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol PP) Kota Tangerang Selatan; Mumu Muniardi, Kepala Bidang

Ketertiban Sarana Umum dan Kegiatan Usaha Satpol PP Kota

Tangerang Selatan; Pranajaya, S.Sos., M.Si., Kepala Seksi Ketertiban

Usaha Satpol PP Kota Tangerang Selatan, dan seluruh jajaran staf yang

telah memberi dukungan dalam proses pengumpulan data penelitian ini.

14. Faizin, S.Si., ME., Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang

Selatan; serta seluruh jajaran staf yang telah memberikan dukungan

dalam proses pengumpulan data penelitian ini.

15. H.Uus Kusnadi, SE., M.Si., Kepala Dinas Pendapatan Keuangan dan

Aset Daerah (DPPKAD) Kota Tangerang Selatan; serta seluruh jajaran

staf yang telah memberikan dukungan dalam proses pengumpulan data

penelitian ini.

iv
16. Kedua orang tua peneliti, Drs. H. Nurdin, M.Si., dan Rogayah, SE.,

para adik peneliti, para paman dan bibi serta seluruh keluarga besar

yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu; yang senantiasa

mendukung baik secara moril dan materiil, yang senantiasa mengiringi

langkah peneliti dengan motivasi serta do‟a yang tiada henti.

17. Kepada segenap Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Ilmu

Administrasi Negara (HIMANE) Tahun 2012 dan 2013, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik - Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

18. Kepada segenap Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Ilmu

Administrasi Negara (HIMANE) Tahun 2013, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

19. Kepada segenap Kelurga Besar Komunitas Film Banten dan Rumah

Produksi, Kreatif Movie (Kremov) Pictures.

20. Kepada segenap Keluarga Besar Administrasi Negara Kelas C, yang

telah memberi warna dalam proses menempuh pendidikan di Program

Studi Ilmu Administrasi Publik.

21. Kepada seluruh pihak yang telah senantiasa bersedia membantu dan

memberikan dukungan, dengan segenap permohonan maaf tidak dapat

peneliti terangkan satu per satu.

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menyadari bahwasanya skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, dengan segala kerendahan hati

peneliti menyampaikan permohonan maaf apabila terdapat kekurangan dan

kekeliruan dalam skripsi ini. Peneliti pun turut mengharapkan hadirnya berbagai

v
masukan dari segenap pembaca, baik kritik maupun saran, yang bersifat

membangun demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariiq.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Serang, Juli 2018

Penulis

Aida Nurdianah Putri

vi
DAFTAR ISI

halaman
ABSTRAK
ABSTRACT
LEMBAR PERSETUJUAN
PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ................................................................. 28
1.3. Batasan Masalah ....................................................................... 29
1.4. Rumusan Masalah ..................................................................... 30
1.5. Tujuan Penelitian ...................................................................... 30
1.6. Manfaat Penelitian .................................................................... 30
1.6.1. ManfaatTeoritis ………………………………………. 30
1.6.2. ManfaatPraktis ……………………………………….. 31

BAB II. KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN


ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Manajemen Publik .......................................................... 32
2.1.2. Pelayanan Publik ........................................................... 34
2.1.3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) .................................... 38

vii
2.1.3.1. Retribusi Daerah 40
2.1.3.1.1. Pengertian Retribusi Daerah ................ 40
2.1.3.1.2. Alasan Penerapan Retribusi Daerah .... 45
2.1.3.1.3. Jenis-Jenis Retribusi Daerah ............... 46
2.1.3.1.4. Kelemahan Penyelenggaraan Retribusi 49
2.1.3.2. Penyelenggaraan Retribusi Perizinan Tertentu 50
2.1.4. Pengawasan
2.1.4.1. Pengertian Pengawasan .................................... 54
2.1.4.2. Tujuan Pengawasan ......................................... 58
2.1.4.3. Fungsi dan Peran Pengawasan ......................... 59
2.1.4.4. Prinsip-Prinsip Pengawasan ............................. 62
2.1.4.5. Ciri-Ciri Pengawasan ....................................... 67
2.1.4.6. Jenis-Jenis Pengawasan ................................... 68
2.1.4.7. Teknik-Teknik Pengawasan ............................. 73
2.1.4.8. Proses Pengawasan .......................................... 77
2.1.4.9. Hambatan-Hambatan dan Solusi dalam
Pengawasan .................................................. 81
2.1.5. Perizinan
2.1.5.1. Pengertian Izin ................................................. 83
2.1.5.2. Sifat Izin .......................................................... 88
2.1.5.3. Unsur-Unsur Perizinan .................................... 89
2.1.5.4. Tujuan Perizinan .............................................. 100
2.1.5.5. Fungsi Perizinan .............................................. 102
2.1.6. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
2.1.6.1. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 105
2.1.6.2. Fungsi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ....... 107
2.1.6.3. Izin Mendirikan Bangunan di Kota Tangerang
Selatan ............................................................. 109
2.1.2. Penelitian Terdahulu ............................................................ 110
2.1.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................... 113
2.1.4. Asumsi Dasar ...................................................................... 123

viii
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian ....................................... 117
3.2. Ruang Lingkup/Fokus Penelitian ........................................... 118
3.3. Lokasi Penelitian .................................................................... 118
3.4. Variabel Penelitian
3.4.1. Definisi Konsep ............................................................ 119
3.4.2. Definisi Operasional ..................................................... 120
3.5. Instrumen Penelitian ............................................................... 123
3.6. Informan Penelitian ................................................................ 123
3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1. TeknikPengumpulanData ........................................... 126
3.7.2. TeknikAnalisisData .................................................... 136
3.7.3. UjiKeabsahanData ...................................................... 138
3.8. Jadwal Penelitian .................................................................... 140

BAB IV. HASIL PENELITIAN


4.1. Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1. Deskripsi Kota Tangerang Selatan ............................... 142
4.1.1.1. Kondisi Geografi ............................................. 144
4.1.1.2. Kependudukan ................................................. 148
4.1.1.3. Infrastruktur ..................................................... 150
4.1.1.4. Penggunaan Lahan ........................................... 151
4.1.1.5. Ekonomi dan Keuangan ................................... 154
4.1.1.5.1. Perkembangan PDRB ....................... 168
4.1.2. Gambaran Umum Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan .................. 158
4.1.2.1. Visi, Misi dan Motto BP2T ........................... 159
4.1.2.2. Klasifikasi Pelayanan Perizinan .................... 160
4.1.2.3. Struktur Organisasi ........................................ 172
4.1.2.4. Tugas Pokok dan Fungsi ............................... 177

ix
4.1.3. Gambaran Umum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol
PP) Kota Tangerang Selatan ....................................... 182
4.1.3.1. Visi dan Misi ................................................. 183
4.1.3.2. Struktur Organisasi ........................................ 184
4.1.3.3. Tugas Pokok dan Fungsi ............................... 188
4.2. Deskripsi Data ....................................................................... 191
4.3. Pembahasan ........................................................................... 194
4.3.1. Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di
Kota Tangerang Selatan ............................................. 194
4.3.1.1. Akurat ........................................................... 197
4.3.1.2. Tepat Waktu .................................................. 215
4.3.1.3. Obyektif dan Menyeluruh ............................. 237
4.3.1.4. Terpusat pada Titik-titik Pengawasan
Strategik...................................................... 247
4.3.1.5. Realistik secara Ekonomis ............................. 273
4.3.1.6. Realistik secara Organisasional ..................... 281
4.1.3.7. Terkoordinasi dengan Aliran Kerja
Organisasi .................................................. 305
4.1.3.8. Fleksibel ........................................................ 318
4.1.3.9. Bersifat sebagai Petunjuk dan Operasional ... 322
4.1.3.10. Diterima para Anggota Organisasi .............. 329
4.3.2. AnalisisPenelitiantentangHasilPenelitian…………. 336

BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan ............................................................................ 354
5.2. Saran ..................................................................................... 358

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

x
DAFTAR TABEL

halaman
Tabel 1.1. Jumlah Luas Lahan per-Kecamatan di Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012-2016 (Hektar) .................................... 9
Tabel 1.2. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sektor Retribusi
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Kota Tangerang
Selatan Tahun 2013-2016 .................................................. 12
Tabel 1.3 Rekapitulasi Permohonan dan Penerbitan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) di Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-
2016 ................................................................................... 13
Tabel 1.4. Rekapitulasi Kegiatan Pengawasan, Pengendalian dan
Pengaduan Bidang Pembangunan Tahun 2012-2016 ........ 15
Tabel 1.5. Rekapitulasi Penduduk Berusia 15 (Lima Belas) Tahun
ke-Atas yang Bekerja di Kota Tangerang Selatan Tahun
2013-2016 .......................................................................... 18
Tabel 1.6. Rekapitulasi Kegiatan Pengawasan, Pengendalian dan
Pengaduan Bidang Pembangunan Tahun 2015-2016 ........ 20
Tabel 1.7. Rekapitulasi Pelanggaran Pendirian Bangunan Gedung di
Kota Tangerang Selatan Tahun 2015-2016 ........................ 21
Tabel 1.8. Rekapitulasi Penerbitan Surat da Laporan Pengaduan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Tangerang Selatan
Tahun 2015-2016 ............................................................... 25
Tabel 1.9. Rekapitulasi Penertiban Pelanggaran Bangunan di Kota
Tangerang Selatan Tahun 2015-2016 ................................ 27
Tabel 2.1. PerbedaanantaraPelayananPublikdanPrivat ………….. 36
Tabel 3.1. Informan Penelitian ............................................................ 125
Tabel 3.2. Pedoman Wawancara ......................................................... 129
Tabel 3.3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ........................................... 141
Tabel 4.1. Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kota Tangerang 147

xi
Selatan ................................................................................
Tabel 4.2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di
Kota Tangerang Selatan Tahun 2016 ................................. 149
Tabel 4.3. Luas Penggunaan Lahan di Kota Tangerang Selatan
Tahun 2015 ......................................................................... 152
Tabel 4.4. Peningkatan Jumlah Investasi PMA dan PMDN di Kota
Tangerang Selatan Tahun 2010-2015 ................................ 155
Tabel 4.5. Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa di Kota
Tangerang Selatan .............................................................. 156
Tabel 4.6. PDRB Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2015 ............ 157
Tabel 4.7. Jenis-jenis Perizinan dan Lamanya Waktu Proses
Perizinan ............................................................................. 164
Tabel 4.8. Jumlah Pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
(BP2T) Kota Tangerang Selatan menurut Golongan ......... 174
Tabel 4.9. Jumlah Pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
(BP2T) Kota Tangerang Selatan ........................................ 175
Tabel 4.10 Tugas Pokok dan Funsgi Organisasi BP2T Kota
Tangerang Selatan ............................................................. 178
Tabel 4.11. Jumlah Pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Tangerang Selatan ............................................................. 186
Tabel 4.12. Pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tangerang
Selatan menurut Tingkat Pendidikan ................................. 187
Tabel 4.13. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Tangerang Selatan ............................. 190
Tabel 4.14. Situ di Kota Tangerang Selatan ......................................... 270
Tabel 4.15. Rekapitulasi Penertiban Pelanggaran Bangunan Gedung
di Kota Tangerang Selatan Tahun 2015-2016 ................... 281
Tabel 4.16. Jumlah Petugas Koordinator Wilayah dan Koordinator
Pengawasan, Seksi Pengawasan, Pengendalian dan
Pengaduan Bidang Pembangunan BP2T Kota Tangerang
Selatan ................................................................................ 287

xii
Tabel 4.17. Jumlah Kendaraan Operasional Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Tangerang Selatan Tahun 2016 ....................... 303
Tabel 4.18 RekapitulasiSuratTegurandalamPengawasanIzinMendirik
anBangunan (IMB) BangunanGedung di Kota Tangerang
Selatan 324
Tabel 4.19 PembahasandanTemuanLapangan 349

xiii
DAFTAR GAMBAR

halaman
Gambar 2.1. Tipe-Tipe Pengawasan .................................................. 70
Gambar 2.2. Proses Pengawasan ....................................................... 80
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................... 115
Gambar 3.1. Komponen Analisis Data : Model Interaktif ................. 137
Gambar 4.1. Peta Wilayah Kota Tangerang Selatan .......................... 145
Gambar 4.2. Peta Penggunaan Lahan di Kota Tangerang Selatan ..... 153
Gambar 4.3. Diagram Rincian Prosedur Perizinan BP2T .................. 162
Gambar 4.4. Mekanisme Pelayanan Perizinan dengan PTSA dan
PTSP .............................................................................. 171
Gambar 4.5. Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan ..................... 176
Gambar 4.6. Struktur Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) Kota Tangerang Selatan ............................. 185
Gambar 4.7. Contoh Gambar Bestek Bangunan dalam Permohonan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gedung …............... 203
Gambar 4.8. Penerbitan Surat Teguran (Surat Tilang)
dalamPengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
di Kota
TangerangSelatan…...………………………………... 206
Gambar 4.9. Formulir Pengaduan Masyarakat ……………………... 210
Gambar 4.10. Kegiatan Penindakan melalui Pemberian Papan
Penyetopan SP4B oleh BP2T Kota Tangerang Selatan 214
Gambar 4.11. Mekanisme Pelayanan Perizina di BP2T Kota
Tangerang Selatan ......................................................... 242
Gambar 4.12. Peta Jalan di Kota Tangerang Selatan ........................... 252
Gambar 4.13. Bangunan Alih Fungsi Hunian menjadi Usaha di Jalan
Anggrek Loka Perumahan Bumi Serpong Damai 256

xiv
(BSD) Kota Tangerang Selatan .....................................
Gambar 4.14. Bangunan Alih Fungsi Hunian menjadi Indekos Jalan
Anggrek Loka Perumahan Bumi Serpong Damai Kota
Tangerang Selatan ......................................................... 260
Gambar 4.15. Bangunan Gedung di Area Sempadan Situ Pamulang
(Tujuh Muara) Kota Tangerang Selatan ........................ 269
Gambar 4.16. Stiker Segel Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Tangerang Selatan ........................................................ 305

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu agenda besar yang menjadi tantangan dalam penyelenggaraan

kehidupan berbangsa dan bernegara adalah menjamin terwujudnya cita-cita

bangsa, dalam mewujudkan kehidupan bermasyarakat melalui interpretasi nilai-

nilai keadilan, keamanan, integritas dan kesejahteraan masyarakat. Sinergitas

kebijakan publik dan manajemen pemerintahan, dalam berbagai aspek kehidupan

bermasyarakat secara komprehensif, perlu dioptimalkan melalui geliat

pembangunan nasional menuju negara kesejahteraan (welfare state).

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan terbesar di dunia, didukung

pula dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM),

budaya, lingkungan geografis serta ekosistem yang strategis. Berbagai keunggulan

tersebut menjadi daya tarik, peluang sekaligus tantangan dalam mewujudkan

penyelenggaraan pembangunan nasional secara optimal, efektif dan efisien.

Pembangunan yang terkoordinasi antar pelaku pembangunan secara konsisten,

terintegrasi dan sinergis, menjadi salah satu kunci utama keberhasilan negara

dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional secara holistik dan progresif.

Berdasarkan laporan Global Competitiveness Index (GCI) World

Economic Forum (WEF) Tahun 2016-2017, daya saing global Indonesia berada di

peringkat ke 41 dari 138 negara lainnya. Pertumbuhan pembangunan ekonomi

yang kian signifikan tersebut juga telah berhasil menjadikan Indonesia sebagai

1
2

bagian dalam kelompok negara baru bernama MIST (Mexico, Indonesia, South

Korea and Turkey). Indonesia dinilai sebagai alternatif tujuan investasi yang

menjanjikan, yang terafiliasi dalam bagian dari 4 (empat) pasar terbesar Goldman

Sachs N-11 (Next-11) Equity Fund selain Brazil, Rusia, India, dan China (BRIC).

Daya tarik Indonesia yang semakin menguat, menuntut perlunya strategi

yang tepat dalam mengantisipasi dampak negatif akibat globalisasi. Kehadiran

Indonesia dalam persaingan perekonomian global, memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap perubahan struktur tiap aspek pembangunan, termasuk

kaitannya dalam aspek ekologi dan pemanfaatan ruang. Kepadatan penduduk,

menyusutnya penyediaan lahan, alih fungsi penggunaan lahan dan bangunan,

menurunnya kualitas udara, kebutuhan akan sumber daya air, serta potensi

terhadap bencana alam, menjadi beberapa hal yang perlu diperhatikan. Hal

tersebut diperlukan dalam mengantisipasi timbulnya berbagai dampak negatif

pembangunan terhadap keberlanjutan lingkungan di masa mendatang.

Pertumbuhan penduduk telah mempengaruhi dinamika wajah baru

Indonesia yang mengarah pada karakteristik pertumbuhan kawasan perkotaan.

Pada tahun 2015, terjadi peningkatan pertumbuhan penduduk di kawasan

perkotaan dengan persentase mencapai 59,35% dari 255,46 juta jiwa jumlah total

penduduk Indonesia1. Penyelenggaraan pembangunan yang bertranformasi

menjadi kawasan perkotaan, secara bertahap dapat mempengaruhi perubahan

lingkungan di Indonesia. Hal ini pun menyebabkan terjadinya perluasan wilayah

ke kawasan pinggiran (fringe-area) perkotaan di sekitar daerah tersebut. Berbagai

1
Salim, E., Adioetomo, S.M., Nizam, Arifin, E.N., Pratama, A., Population Dynamics and
Suistainable Development in Indonesia (Jakarta : UNFPA Indonesia, 2015), Hlm. 2.
3

fenomena tersebut menjadi tuntutan bagi setiap daerah, khususnya bagi kawasan

perkotaan, untuk siaga dalam menghadapi arus pertumbuhan perkotaan.

Pembangunan wilayah di kota-kota besar dapat diamati, salah satunya

melalui dampak yang ditimbulkan terhadap pesatnya pertumbuhan pembangunan

di daerah yang terafiliasi dalam Mega Urban Region, yaitu Kawasan Strategis

Nasional (KSN) Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur

(Jabodetabekpunjur). Beberapa daerah tersebut perlu meningkatkan kewaspadaan

terhadap potensi dampak-dampak negatif sebagai interpretasi dinamika

pembangunan. Saat ini, di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi,

Puncak dan Cianjur (Jabodetabekpunjur), telah terjadi alih fungsi lahan kawasan

lindung menjadi kawasan terbangun. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya

villa dan permukiman di kawasan puncak yang tidak terkendali, serta

pembangunan permukiman pada kawasan-kawasan resapan air dan sempadan

sungai/situ2.

Perubahan tren penggunaan lahan secara signifikan antara tahun 2000 dan

2010 di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur

(Jabodetabekjur), menunjukkan bahwa area permukiman kepadatan tinggi di

kawasan tersebut semakin meluas. Pada tahun 2000, kawasan permukiman

kepadatan tinggi berada di sekitar Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur,

Jakarta Utara dan Jakarta Selatan. Pada tahun 2010, area permukiman meluas

sampai ke Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan (Serpong), Kota Depok, Kota

2
Sri Peni Adiarti dan Handoko Prastiyo. Perencanaan Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional :
Tinjauan Kebencanaan (Studi Kasus Penataan Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR)
(Jakarta : Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/BAPPENAS, 2013). Hal. 43-44.
4

Bekasi dan melebar ke Kabupaten Bekasi 3. Pertumbuhan pembangunan tersebut

menyebabkan meningkatnya jumlah kebutuhan ruang untuk memfasilitasi

aktivitas masyarakat yang diiringi dengan beragam dampak terhadap lingkungan.

Dalam rangka mendukung terwujudnya pembangunan nasional yang

komprehensif, melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, daerah kabupaten/kota mendapatkan kewenangan untuk

turut berpartisipasi dalam pembangunan melalui otonomi daerah. Dalam

mendukung kewenangan dan pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah,

melalui pasal 285 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, telah diatur sumber-sumber pendapatan daerah, diantaranya

yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer, dan Lain-Lain

Pendapatan Daerah yang Sah.

Pajak dan retribusi daerah merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah

(PAD) yang sangat potensial bagi pembiayaan pembangunan daerah. Dalam

mendukung penyelenggaraan pembangunan di daerah, dijelaskan melalui

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dalam

Pasal 12 ayat (1) dan (2) tentang Urusan Pemerintahan Wajib. Dalam pasal

tersebut dijelaskan bahwa, terdapat beberapa hal yang menjadi kewenangan wajib

pemerintah daerah untuk mendukung terwujudnya pencapaian tujuan nasional.

Beberapa kewenangan wajib tersebut diantaranya yaitu urusan wajib pemerintah

dalam penanaman modal, penataan ruang dan lingkungan hidup di daerahnya.

3
Ibid., Hlm. 74-75.
5

Komitmen terhadap pembangunan daerah dalam pencapaian tujuan

nasional menuju daerah yang berketahanan dan berkelanjutan, juga didukung

melalui lahirnya tujuan nomor 11 dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan

(Suistainable Development Goals/SDGs), yaitu “Mewujudkan Kawasan Perkotaan

dan Permukiman yang Inklusif, Aman, Tangguh terhadap Bencana dan

Berkelanjutan”. Hal ini memperkuat posisi daerah kabupaten/kota untuk secara

langsung memberikan prakarsa, senantiasa melibatkan diri dalam mendukung

pencapaian pembangunan secara komprehensif, baik dalam skala regional maupun

global. Salah satu dukungan tersebut yaitu melalui penyelenggaraan penataan

ruang dan wilayah di tiap daerah kabupaten/kota di Indonesia secara bijaksana.

Penyelenggaraan bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik atas

pemanfaatan ruang di daerah kabupaten/kota. Bangunan gedung yang didirikan

perlu dilakukan penataan agar sesuai dengan fungsi dan tujuan pemanfaatan

bangunan tersebut. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan salah satu

instrumen administrasi bangunan gedung yang akan menjadi instrumen pengatur

dan pengendalian, atas pendirian dan penyelenggaraan bangunan gedung di

daerah. Penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) memberikan

kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga dapat menjadi

sumber penerimaan dalam penyelenggaraan kegiatan otonomi daerah. Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) dinilai sebagai sebuah instrumen administrasi yang

strategis dalam mendukung upaya preventif terhadap penyelenggaraan bangunan

gedung di daerah, agar bangunan didirikan secara efektif dengan memenuhi asas
6

kepastian hukum serta sesuai dengan peruntukkan pemanfaatan ruang dan

lingkungan.

Kota Tangerang Selatan merupakan kota ke-8 (ke-delapan) di Provinsi

Banten sebagai kota hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Sebagai kota

baru dan termuda di Provinsi Banten, Kota Tangerang Selatan dihadapkan pada

berbagai tantangan sekaligus peran strategis sebagai kawasan penyangga Daerah

Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh)

kecamatan yang terdiferensiasi ke dalam 54 (lima puluh empat) kelurahan, dengan

luas wilayah 147,19 Km2 (Kilometer persegi), atau sekitar 1,52% (persen) dari

9.662,92 Km2 (Kilometer persegi) luas wilayah Provinsi Banten.

Kota Tangerang Selatan memiliki beragam potensi yang menjanjikan bagi

peningkatan nilai investasi pembangunan. Sebagai kota baru, keberadaan Kota

Tangerang Selatan didukung berbagai bentuk kelengkapan dan kesiapan

infrastruktur yang memadai. Hal ini pun menjadi nilai tambah yang potensial bagi

Kota Tangerang Selatan dalam meningkatkan kesiapan guna menghadapi arus

persaingan global. Melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun

2010-2030, Kota Tangerang Selatan ditetapkan sebagai daerah lingkup wilayah

perencanaan Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) I. Wilayah Kerja Pembangunan

(WKP) I ini merupakan wilayah yang ditujukan dengan arah pembangunan

sebagai sektor industri, jasa, perdagangan, pertanian dan permukiman/perumahan.

Sektor yang berkembang dalam pembangunan di Kota Tangerang Selatan

tersebut, tentunya akan berkontribusi dalam meningkatkan aktivitas pembangunan

secara linear dalam beragam aspek termasuk dalam aspek tata ruang dan wilayah.
7

Melalui Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 tentang Rencana Tata

Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan, Pemerintah Kota

Tangerang Selatan memfokuskan arah pembangunan jangka panjang wilayah

Kota Tangerang Selatan tahun 2011-2030, sebagai target pusat permukiman dan

tujuan pendidikan bagi warga di sekitar DKI Jakarta dan kota penyangganya.

Mobilisasi dan dinamika pembangunan menjadi sebuah tantangan besar kota ini.

Kota Tangerang Selatan juga memainkan peran sebagai salah satu dari 3 (tiga)

kabupaten/kota di Provinsi Banten yang berafiliasi dalam kawasan metropolitan

besar (megacity), yaitu Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur (Jakarta,

Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur), sebagai Mega Urban

Region (MUR) atau Extended Metropolitan Area.

Sebagai salah satu kota yang terafiliasi dalam Kawasan Strategis Nasional

(KSN) Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur

(Jabodetabekpunjur), Kota Tangerang Selatan menjadi daerah yang cukup

diminati sebagai tujuan investasi pembangunan. Hal ini dapat diamati melalui

peningkatan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, serta aktivitas

perekonomian, pemanfaatan ruang dan pendirian bangunan gedung di Kota

Tangerang Selatan.

Dalam aspek pertumbuhan penduduk, Kota Tangerang Selatan kini

menduduki peringkat ke-2 (ke-dua) kepadatan penduduk tertinggi di Provinsi

Banten setelah Kota Tangerang, yaitu mencapai 10.828 jiwa/km2 pada tahun 2016

atau sebesar 13,06% (persen) dari total jumlah penduduk di Provinsi Banten. Di

sisi lain, Kota Tangerang Selatan juga menduduki peringkat pertama sebagai kota
8

dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi pada tahun 2010-2016 yaitu sebesar

2,92% (persen) dari 8 (delapan) wilayah kabupaten/kota di Provinsi Banten.

Pertumbuhan penduduk yang kian meningkat setiap tahunnya, secara faktual turut

mempengaruhi aktivitas masyarakat dalam berbagai sektor pembangunan

kawasan perkotaan, salah satu diantaranya yaitu aspek perekonomian.

Dalam aspek perekonomian, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)

Kota Tangerang Selatan, pertumbuhan laju PDRB atas dasar harga konstan 2010,

pada periode tahun 2012-2016 Kota Tangerang Selatan merupakan kota dengan

laju pertumbuhan PDRB tertinggi di Provinsi Banten. Pada tahun 2016, perkiraan

angka sangat sementara mencapai 6,98%, (persen). Data menunjukkan bahwa

struktur lapangan usaha sebagian besar masyarakat Kota Tangerang Selatan tahun

2016 berada di kelompok usaha tersier, dengan persentase mencapai 73,93%

(persen). Kelompok tersebut merupakan kelompok usaha yang bergerak dalam

sektor jasa atau industri jasa. Menurut kelompok usaha pada tahun 2016, sektor

lapangan usaha real estate memberikan kontribusi tertinggi terhadap

pembentukan PDRB Kota Tangerang Selatan, yaitu sebesar 17,81% (persen).

Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan ekonomi di Kota

Tangerang Selatan, diiringi dengan peningkatan laju pemanfaatan ruang dan

lahan, melalui aktivitas penyelenggaraan bangunan gedung di kota tersebut. Hal

ini dapat diamati melalui meningkatnya konversi lahan pertanian menjadi lahan

terbangun, yang terdiferensiasi hampir di 7 (tujuh) wilayah kecamatan di Kota

Tangerang Selatan. Berdasarkan data yang diperoleh melalui Badan Pusat

Statistik (BPS) Provinsi Banten, jumlah luas lahan menurut penggunaan lahan
9

per-kecamatan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2016 dapat dilihat melalui

Tabel 1.1 sebagai berikut.

Tabel 1.1
Jumlah Luas Lahan menurut Penggunaan Lahan per-Kecamatan di
Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 – 2016 (Hektar)

Kecamatan
Penggunaan
No Tahun Ciputat Pondok Serpong Jumlah
Lahan Setu Serpong Pamulang Ciputat
Timur Aren Utara
Sawah 29 51 3 70 - 40 20 213
Pertanian
1. 2012 288 520 1046 521 145 283 427 3230
Bukan Sawah
Bukan
1.163 1.833 1.639 1.247 1.398 2.665 1.337 11.282
Pertanian
Sawah 31 51 3 68 - 40 20 213
Pertanian
2. 2013 273 424 426 260 204 328 303 2218
Bukan Sawah
Bukan
1.176 1.929 2.259 1.510 1.339 2.620 1.461 12.294
Pertanian
Sawah 31 51 3 25 - 30 - 140
Pertanian
3. 2014 273 424 426 260 204 328 288 2203
Bukan Sawah
Bukan
1.176 1.929 2.259 1.553 1.339 2.630 1.496 12.382
Pertanian
Sawah 18 45 3 20 - 27 2 115
Pertanian
4. 2015 277 420 420 220 133 294 285 2049
Bukan Sawah
Bukan
1.185 1.939 2.265 1.598 1.410 2.667 1.497 12.561
Pertanian
Sawah 18 25 3 20 - 25 8 99
Pertanian
5. 2016 304 424 269 172 133 328 363 1993
Bukan Sawah
Bukan
1158 1955 2416 1646 1410 2635 1413 12633
Pertanian
Jumlah Luas Lahan 1480 2404 2688 1838 1543 2988 1784 14725
(Sumber : Data Olah Peneliti, 2017)

Berdasarkan data pada tabel 1.1 tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa

jumlah luas lahan menurut penggunaannya di Kota Tangerang Selatan pada tahun

2012 hingga tahun 2016, mengalami perubahan yang relatif siginifikan setiap
10

tahunnya. Hal tersebut dapat diamati melalui tren perubahan pemanfaatan lahan di

Kota Tangerang Selatan menjadi lahan terbangun. Pada tahun 2016, jumlah luas

lahan menurut penggunaan lahan sawah semakin berkurang menjadi 0,67%

(persen) dari luas wilayah kota. Hal tersebut diikuti dengan penurunan jumlah

penggunaan lahan pertanian bukan sawah, pada tahun 2016 menjadi 13,53%

(persen) dari luas wilayah kota. Namun sebaliknya, telah terjadi peningkatan luas

lahan bukan pertanian, dimana pada tahun 2016 jumlah tersebut meningkat

menjadi 85,79% (persen) dari luas lahan wilayah Kota Tangerang Selatan.

Pemanfaatan lahan bukan pertanian ini secara umum didominasi oleh aktivitas

pendirian bangunan, baik bangunan gedung maupun bangunan non permanen.

Sebagai konsekuensi terhadap pemanfaatan ruang yang tidak terkendali,

perlu diwaspadai berbagai dampak terhadap lingkungan. Hal ini khususnya, dalam

konteks pemanfaatan lahan dan bangunan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan. Penggunaan dan pemanfaatan

lahan di Kota Tangerang Selatan telah menimbulkan adanya kegiatan alih fungsi

lahan dan bangunan, termasuk salah satu diantaranya yaitu adanya kegiatan alih

fungsi lahan situ. Hingga saat ini, keberadaan situ di Kota Tangerang Selatan

dalam kategori sangat mengakhawatirkan karena banyak terjadinya alih fungsi

lahan. Beberapa kasus yang ditemukan yaitu adanya situ yang mengalami

penyusutan dan perubahan fungsi lahan menjadi area permukiman dan pendirian

bangunan gedung.(Sumber: http://jurnaltangsel.blogspot.co.id/2014/09/mengenal-

9-situ-di-tangerang-selatan-.html, Tanggal akses 3 Januari 2017, pukul 20.07

WIB).
11

Beberapa fenomena lingkungan yang telah disebutkan di atas menjadi

sebuah gambaran bahwa dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, peningkatan

aktivitas pemanfaatan lahan terbuka menjadi lahan terbangun bergerak secara

masif di Kota Tangerang Selatan. Jumlah bangunan gedung yang kian meningkat

setiap tahunnya di kota ini, menjadi salah satu representasi atas aktivitas

pemanfaatan lahan yang terjadi. Beberapa jenis bangunan gedung yang didirikan

pun beragam, baik berupa hunian, real estate, sekolah, universitas, rumah sakit,

rumah toko (ruko), swalayan, kantor, gudang, dan lain sebagainya.

Bangunan gedung didirikan dengan meperhatikan persyaratan pendirian

bangunan, baik persyaratan administratif maupun persyaratan teknis, sesuai

dengan fungsi bangunan gedung. Hal tersebut ditujukan, agar bangunan gedung

yang didirikan dapat terjamin keselamatan, kenyaman dan keamanan bagi

penghuni serta lingkungan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 7 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, bahwa

persyaratan administratif bangunan gedung meliputi persyaratan status hak atas

tanah; status kepemilikan bangunan gedung; dan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB).

Lebih lanjut, melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Pasal 40

ayat (2) tentang Bangunan Gedung, disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan

bangunan gedung, pemilik bangunan gedung memiliki kewajiban atas

kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan melaksanakan pembangunan

bangunan gedung sesuai dengan rencana teknis yang telah disahkan, serta

dilakukan dalam batas waktu berlakunya Izin Mendirikan Bangunan (IMB).


12

Dalam kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan yang

didirikan dikenakan penetapan tarif pungutan retribusi perizinan tertentu, yaitu

retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung. Realisasi Pendapatan Asli

Daerah (PAD) sektor Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012-2016 dapat dilihat melalui Tabel 1.2 sebagai berikut.

Tabel 1.2
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sektor
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Kota Tangerang Selatan
Tahun 2013-2016
No Tahun Target Realisasi
1. 2013 Rp.43.000.000.000,00 Rp.53.924.052.426,00
2. 2014 Rp.60.000.000.000,00 Rp.62.121.906.050,00
3. 2015 Rp.65.000.000.000,00 Rp.65.109.232.104,00
4. 2016 Rp.49.800.000.000,00 Rp.49.858.245.437,00
(Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah
(DPPKAD) Kota Tangerang Selatan, 2017)

Berdasarkan data pada Tabel 1.2 tersebut diatas, terlihat bahwa terjadi

peningkatan jumlah target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang

bersumber dari sektor retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota

Tangerang Selatan secara signifikan dalam kurun tahun 2013-2015. Penerimaan

retribusi IMB kian meraih surplus setiap tahunnya. Namun berdasarkan

persentase, realisasi penerimaan sektor retribusi IMB pada tahun 2013-2015,

nampak terjadi penurunan yang relatif signifikan, yaitu 125,4% pada tahun 2013;

103,5% pada tahun 2014; dan 100,2% pada tahun 2015. Penurunan realisasi

retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam kurun tahun 2013-2015


13

tersebut, mengindikasikan bahwa masih terdapat kelemahan dalam

penyelenggaraan izin.

Di sisi lain, meskipun terjadi penurunan terhadap jumlah realisasi retribusi

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada tahun 2016, namun terjadi peningkatan

terhadap realisasi penerimaan yaitu sebesar 100,12%. Pada tahun 2016,

pemerintah melalui Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang

Selatan, melakukan revisi terhadap target retribusi Izin Mendirikan Bangunan

(IMB). Hal ini disebabkan oleh kondisi perekonomian global yang kurang stabil,

yang kemudian mempengaruhi laju investasi di Kota Tangerang Selatan. Sejalan

dengan hal tersebut, para pengembang (developer) memilih untuk menunda proses

penyelenggaraan bangunan gedung. Hal ini pun menyebabkan para developer

mengambil keputusan, untuk menunda proses tindak lanjut atas berkas yang telah

diajukan. Rekapitulasi Permohonan dan Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) Bangunan Gedung di Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2016, dapat

dilihat melalui tabel 1.3 sebagai berikut.

Tabel 1.3
Rekapitulasi Permohonan dan Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
di Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2016
Jumlah Jumlah SK IMB Jumlah Izin
No Tahun
Pendaftar Terbit dalam Proses
1. 2013 3523 3055 468
2. 2014 3628 3159 469
3. 2015 3743 3626 117
4. 2016 3297 2998 299
Total 14191 12838 1353
(Sumber : Seksi Verifikasi dan Penetapan Perizinan Bidang Pembangunan,
BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)
14

Berdasarkan Tabel 1.3. tersebut di atas, jumlah bangunan gedung di Kota

Tangerang Selatan dalam kurun waktu Tahun 2012-2016 kian mengalami

peningkatan. Dalam periode tahun 2013-2016, sekitar 90,47% (persen) Surat

Keputusan (SK) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diterbitkan oleh Badan

Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan. Pada tahun 2016,

terjadi peningkatan jumlah berkas perizinan yang dikategorikan dalam tahap

proses, yaitu sekitar 9,07% (persen), dari 3927 jumlah pendaftar Izin Mendirikan

Bangunan (IMB). Hal ini disebabkan oleh situasi perekonomian yang kurang

stabil, sehingga berimbas terhadap siklus pembangunan di Kota Tangerang

Selatan. Secara kumulatif, dalam kurun Tahun 2013-2016, sekitar 9,53% (persen)

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum dapat diterbitkan dalam bentuk Surat

Keputusan (SK) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Bangunan Gedung.

Dinamika bentuk pelanggaran atas penyelenggaraan bangunan gedung

masih kerap ditemukan di Kota Tangerang Selatan. Beberapa bentuk kasus

pengaduan, temuan atas pengawasan dan kegiatan penindakan, menjadi

serangkaian aktivitas yang melekat dalam beragam proses penyelenggaraan

bangunan gedung. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa pemohon izin yang

tidak mengindahkan peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kota

Tangerang Selatan, dalam konteks pendirian bangunan gedung. Berbagai kasus

penyimpangan dalam penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

bangunan gedung di Kota Tangerang Selatan, menjadi salah satu aspek yang perlu

mendapatkan perhatian. Rekapitulasi Kegiatan Pengawasan, Pengendalian dan


15

Pengaduan Bidang Pembangunan Tahun 2012-2016 dapat dilihat melalui tabel

1.4. berikut.

Tabel 1.4
Rekapitulasi Kegiatan Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan Tahun 2012-2016
Kegiatan
No Tahun
Pengaduan Surat Tilang SP4B
1. 2013 13 - 30
2. 2014 19 392 184
3. 2015 16 308 141
4. 2016 11 395 19*
Jumlah 59 1095 374
(Sumber: Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang
Pembangunan, BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)
Ket. = * : Februari 2016

Berdasarkan data pada tabel 1.4 tersebut di atas, dapat dilihat bahwa

jumlah pengaduan, penerbitan Surat Tilang dan Surat Perintah Penghentian

Penyelenggaraan Pendirian Bangunan (SP4B), dalam periode tahun 2013-2016

mengalami fluktuasi. Sejak periode tahun 2014-2016, terjadi penurunan secara

signifikan terhadap jumlah pengaduan atas pelanggaran Izin Mendirikan

Bangunan (IMB). Penerbitan surat tilang merupakan salah satu langkah

administratif, sebagai bentuk teguran terhadap pemilik bangunan yang tidak

mentaati peraturan daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan

gedung di Kota Tangerang Selatan. Pada tahun 2014-2016, sebanyak 1095

pemilik bangunan gedung melakukan pelanggaran dalam pendirian bangunan dan

mendapatkan teguran berupa surat tilang. Dan pada tahun 2014-2015, sebanyak

46,43% (persen) pemilik bangunan gedung diberikan sanksi penyetopan

bangunan, berupa penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyelenggaraan


16

Pendirian Bangunan (SP4B). Secara kumulatif, hampir separuh dari jumlah

pelanggar bangunan tidak mentaati teguran surat tilang yang telah diberikan.

Sementara itu, pada tahun 2016 terjadi perubahan kewenangan untuk tidak

melakukan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyelenggaraan Pendirian

Bangunan (SP4B), sebagaimana yang dilakukan pada 2 (dua) periode

sebelumnya. Hal ini pun membatasi kegiatan penindakan atas pelanggaran

bangunan gedung, dimana kegiatan penindakan hanya sampai pada tahap

penerbitan surat tilang. Tertanggal 01 Januari - 29 Februari 2016, dari 30 pemilik

bangunan yang mendapat teguran surat tilang, terdapat 63,33% (persen) atau

sebanyak 19 pemilik bangunan mendapat SP4B. Beragam temuan pelanggaran

dalam mendirikan bangunan gedung di Kota Tangerang Selatan, menjadi

representasi sekaligus refleksi untuk meningkatkan perhatian pemerintah daerah.

Hal tersebut ditujukan, agar kebijakan yang bersifat preventif serta mitigasi

terhadap potensi pelanggaran dapat diupayakan. Sehingga, stabilitas dalam

dinamika aspek pemanfaatan ruang dan bangunan gedung dapat terwujud.

Dalam pengaturan pemanfaatan ruang dan bangunan melalui

penyelenggaraan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Bangunan Gedung,

Kota Tangerang Selatan dihadapkan pada beberapa kendala, yaitu sebagai berikut.

Pertama, keterlibatan jasa perantara dalam pengajuan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) gedung, menimbulkan adanya keterbatasan komunikasi dan pelayanan

antara pemohon dan pemerintah. Kota Tangerang Selatan didominasi oleh para

pekerja yang umumnya memiliki keterbatasan waktu dalam mengajukan

permohonan izin. Pengajuan permohononan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)


17

bangunan gedung seringkali melibatkan jasa perantara, sehingga komunikasi

antara pemerintah daerah melalui Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T)

Kota Tangerang Selatan, kepada masyarakat selaku pemohon izin mengalami

hambatan. Hal ini pun, menjadi salah satu penyebab proses izin berjalan tidak

sesuai dengan waktu yang ditentukan dikarenakan adanya kekurangan persyaratan

yang tidak dipenuhi oleh pemohon izin. Hal ini kemudian mengindikasi timbulnya

persepsi negatif masyarakat selaku pemohon izin, terkait dengan pelayanan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan gedung di Kota Tangerang Selatan.

Sebagai sebuah terobosan, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T)

menerapkan pelayanan IMB pada hari Sabtu, namun belum dapat mengakomodasi

minat masyarakat dalam mengurus perizinan IMB secara langsung. (Sumber :

Wawancara dengan Kepala Seksi Pelayanan Perizinan, Bidang Pembangunan -

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan, Rabu, 05

Oktober 2016, Pukul 10.53 WIB)

Sebagian besar penduduk Kota Tangerang Selatan, baik laki-laki maupun

perempuan merupakan penduduk dalam kategori bekerja. Hal ini menyebabkan

berkurangnya kapasitas waktu yang dimiliki masyarakat, dalam hal ini khususnya

berkaitan dengan partisipasi masyarakat untuk melakukan proses pengajuan

dokumen permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan gedung,

secara langsung tanpa perantara. Masyarakat Kota Tangerang Selatan didominasi

oleh penduduk yang umumnya bekerja di DKI Jakarta dan sekitarnya.

Rekapitulasi penduduk berusia 15 (lima belas) ke atas yang bekerja di Kota


18

Tangerang Selatan Tahun 2013-2016 dapat dilihat melalui Tabel 1.5 sebagai

berikut.

Tabel 1.5
Rekapitulasi Penduduk Berusia 15 (Lima Belas) Tahun ke-Atas yang
Bekerja di Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2016
Jumlah Angkatan Jumlah Penduduk
Kerja Bekerja
No Tahun Jumlah Jumlah
Laki- Laki-
Perempuan Perempuan
laki laki
1. 2013 404.054 234.605 638.659 379.435 207.696 587.131
2. 2014 429.377 220.882 650.259 409.505 211.122 620.627
3. 2015 448.587 256.734 705.321 418.685 237.813 656.498
4. 2016 450.303 235.449 685.752 425.945 217.749 643.694
(Sumber : Data Sakernas, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang Selatan,
2017)

Berdasarkan data pada Tabel 1.5 tersebut di atas, dapat dilihat bahwa pada

tahun 2013-2016, lebih dari 93,58% (persen) penduduk menjalani aktivitas

sebagai pekerja, baik di dalam maupun di luar Kota Tangerang Selatan. Pada

tahun 2015-2016, terdapat sebanyak 93,47% (persen) jumlah penduduk bekerja di

Kota Tangerang Selatan. Dapat diasumsikan bahwa, terdapat lebih dari 90%

(persen) jumlah penduduk angkatan kerja di Kota Tangerang Selatan, mengalami

hambatan dalam melakukan proses perizinan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

secara langsung di kantor pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah.

Kedua, lemahnya partisipasi masyarakat pemilik bangunan gedung di

kawasan hunian non-tertata dalam pengajuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

gedung. Pengajuan IMB bangunan gedung didominasi oleh pemilik bangunan di

kawasan hunian tertata (real estate) yang dikelola oleh pengembang (developer).

Bangunan yang didirikan pun beragam, baik dalam bentuk hunian, rumah toko
19

(ruko), rumah kantor (rukan), pasar swalayan, minimarket, sekolah, universitas,

gedung pertemuan, hotel, apartmen, dan lain sebagainya. Bangunan tersebut

diklasifikasikan menjadi bangunan yang dikelola secara langsung oleh

pengembang perumahan, ataupun dikelola secara personal oleh perusahaan

konstruksi bangunan. Bangunan di kawasan tertata memiliki perencanaan yang

lebih terstruktur dan terintegrasi, baik dalam kelengkapan administratif maupun

kelengkapan persyaratan teknis terhadap Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

(Sumber : Wawancara dengan Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian,

Bidang Pembangunan - Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota

Tangerang Selatan, Rabu, 05 Oktober 2016, Pukul 10.53 WIB)

Secara umum, masyarakat yang berdomisili di kawasan non-tertata adalah

masyarakat pribumi Kota Tangerang Selatan. Terdapat paradigma pada sebagian

besar masyarakat tersebut, bahwa mendirikan bangunan gedung di atas lahan

pribadi merupakan kepentingan pemilik lahan dan bangunan. Persepsi tersebut

menjadi salah satu penyebab timbulnya kelemahan terhadap partisipasi

masyarakat, untuk turut mendukung keberhasilan penyelenggaraan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan gedung di Kota Tangerang Selatan.

Pendirian bangunan gedung di kawasan non-tertata umumnya belum didukung

dengan kelengkapan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagaimana yang telah

ditentukan. Selain itu, hal ini pun dapat memicu potensi konflik antara masyarakat

pribumi dengan pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan, dalam penegakan

peraturan terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Rekapitulasi Kegiatan


20

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan Tahun 2015-

2016 dapat dilihat pada Tabel 1.6 sebagai berikut.

Tabel 1.6
Rekapitulasi Kegiatan Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan Tahun 2015-2016
Kawasan
Kegiatan Kawasan Tertata
No Non-Tertata
Pengawasan
2015 2016 2015 2016
1. Teguran 202 208 106 187
2. SP4B 117 16 25 3
3. Pengaduan 11 9 7 9
(Sumber : Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang
Pembangunan, BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)

Berdasarkan data pada Tabel 1.6 tersebut di atas, dapat dilihat bahwa

penerima surat teguran atas pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB),

didominasi oleh pemiliki bangunan di kawasan non-tertata yaitu sebanyak 65,58%

(persen) pada tahun 2015. Pada tahun 2016 jumlah tersebut mengalami penurunan

menjadi 52,66% (persen). Di sisi lain, penurunan penerima surat teguran pada

kawasan non-tertata tersebut, diikuti dengan peningkatan jumlah penerima surat

teguran di kawasan tertata hingga mencapai 176,41% (persen) pada tahun 2016.

Ketiga, pendirian bangunan gedung dilakukan sebelum kelengkapan

dokumen permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung terpenuhi.

Bentuk pelanggaran ini terjadi, baik pada bangunan yang didirikan oleh

perorangan maupun badan hukum/usaha. Beberapa pemilik bangunan

melaksanakan pendirian bangunan, sebelum atau juga bersamaan dengan proses

pengajuan dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dalam proses pengajuan

bangunan dengan skala besar, pemohon izin menyampaikan dokumen secara


21

pararel dengan dokumen syarat izin lainnya. Hal ini menyebabkan, dokumen

permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diajukan, tidak dapat

diproses sebagaimana mestinya. Proses penerbitan IMB dapat diselesaikan apabila

seluruh dokumen persyaratan izin tersebut telah terpenuhi. (Sumber : Wawancara

dengan Kepala Seksi Pelayanan Perizinan, Bidang Pembangunan - Badan

Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan, Rabu, 05 Oktober

2016, Pukul 10.53 WIB)

Maraknya pendirian bangunan sebelum penerbitan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung, menjadikan Surat Keputusan (SK) IMB hanya bersifat

administratif semata. Berbagai bentuk pelanggaran bangunan yang serupa,

menjadi fenomena yang kerap mewarnai proses penyelenggaraan bangunan

gedung. Rekapitulasi Pelanggaran Pendirian Bangunan Gedung di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2015-2016 dapat dilihat pada Tabel 1.7 sebagai berikut.

Tabel 1.7
Rekapitulasi Pelanggaran Pendirian Bangunan Gedung
di Kota Tangerang Selatan Tahun 2015-2016
Tahun
Kegiatan Pendirian Kawasan
No Kawasan Tertata
Bangunan Non-Tertata
2015 2016 2015 2016
1. Baru 25 16 76 43
2. Renovasi 9 16 6 0
3. Pengaduan 9 9 9 9
4. Tanpa Keterangan 101 158 236 183
Jumlah 138 200 327 233
(Sumber : Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang
Pembangunan, BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)
22

Berdasarkan data pada Tabel 1.7 tersebut di atas, dapat dilihat bahwa baik

pada bangunan di kawasan tertata maupun non tertata, tingkat pelanggaran

pendirian bangunan gedung masih kerap terjadi. Pada tahun 2015-2016,

pelanggaran bangunan didominasi oleh pemilik bangunan di kawasan hunian non

tertata. Meskipun pada tahun 2016 jumlah tersebut mengalami penurunan, namun

jumlah pelanggaran yang terjadi masih lebih tinggi dari kasus pelanggaran

bangunan di kawasan hunian tertata yaitu mencapai 53,81% (persen).

Keempat, kegiatan sosialisasi terkait penyelenggaraan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung di Kota Tangerang Selatan belum diselenggarakan

secara efektif. Sosialisasi telah diupayakan, baik melalui media massa maupun

media elektronik. Namun, sosialisasi sejauh ini belum berjalan secara interaktif

dan komprehensif. Kegiatan sosialisasi secara konvensional, dilaksanakan pada

hari-hari aktivitas bekerja. Kegiatan ini hanya dihadiri oleh beberapa elemen

masyarakat, seperti tokoh masyarakat, pegawai kelurahan serta masyarakat non-

pekerja. Sebagai hubungan timbal balik, faktanya informasi yang disampaikan

saat kegiatan sosialisasi tersebut, umumnya tidak disebarluaskan kepada seluruh

masyarakat sekitar. Hal ini pun menimbulkan adanya keterbatasan penyampaian

informasi dan proses komunikasi secara menyeluruh, antara masyarakat selaku

wajib retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dengan pemerintah daerah

melalui Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan.

Berikut pernyataan Kepala Seksi Pelayanan Perizinan, Bidang Pembangunan -

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan.

“Sosialisasi yang dilaksanakan hanya di tingkat Kecamatan. Pihak


kelurahan diundang di kecamatan, harusnya yang hadir saat itu,
23

mensosialisasikan ke yang lain, namun saat ini sosialisasi belum efektif.


Kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada hari kerja, sedangkan masyarakat
Kota Tangerang Selatan mayoritas kaum urban dan pekerja. Sebagai
contoh, kegiatan sosialisasi di Kecamatan Setu, dihadiri oleh para ibu-ibu
serta bapak-bapak yang tidak bekerja. Hal ini mungkin yang menyebabkan
informasi dalam sosialisasi tidak tersampaikan. Maka dari itu, di era
teknologi saat ini, kami lakukan sosialisasi juga melalui media massa dan
website”.
(Wawancara di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan, Rabu, 05 Oktober
2016, Pukul 10.53 WIB)

Kelima, terjadi ketidaksesuaian fungsi pasca pengajuan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung, dan munculnya alih fungsi dalam peruntukkan dan

pemanfaatan bangunan gedung. Pada dasarnya, bangunan gedung didirikan

berdasarkan pada perencanaan dan fungsi peruntukkan bangunan, melalui Surat

Keputusan (SK) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diterbitkan. Sebagai

contoh, beberapa bangunan didirikan dengan fungsi hunian, namun ketika proses

pembangunan telah selesai, bangunan tersebut difungsikan sebagai fungsi

komersial berupa rumah kos (indekos). Menurut peraturan Bangunan tersebut

tidak diperkenankan secara, terlebih jika bangunan didirikan di area hunian, yang

pada prinsipnya bukanlah area bangunan komersial. Perubahan fungsi bangunan

tersebut akan menimbulkan dampak yang berbeda terhadap keterpaduan kawasan

sekitarnya. Sehingga pemilik bangunan disyaratkan untuk mengajukan

permohonan alih fungsi bangunan dan juga permohonan IMB kembali. Berikut

pernyataan Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian, Bidang Pembangunan -

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan.

“Ada juga yang memaksakan kehendak untuk membangun, padahal


sebenarnya tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kota Tangerang Selatan. Contoh, bahwa dalam kawasan permukiman
tidak diperbolehkan adanya pendirian toko, sehingga tidak bisa diproses.
Termasuk adanya peraturan dalam perda, bahwa tidak diperbolehkan
24

adanya pembangunan industri di luar kawasan yang telah ditentukan.


Kalau perubahan fungsi hunian menjadi kawasan komersial di area
permukiman, maka sejak awal berkas ditolak, dan SP4B tidak
dikeluarkan.”
(Wawancara di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan, Kamis, 06 Oktober
2016, Pukul 13.42 WIB)

Melalui Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung, bahwa bangunan gedung diklasifikasikan ke dalam 5 (lima) fungsi, yaitu

fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial dan budaya, serta

fungsi khusus. Dengan klasifikasi tersebut, setiap bangunan gedung perlu

memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan

peraturan yang telah ditentukan oleh masing-masing daerah kabupaten/kota.

Perubahan dalam pemanfaatan fungsi bangunan gedung membuat

bangunan gedung perlu mengajukan perubahan dan permohonan baru atas Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) Bangunan Gedung. Menurut pengamatan awal

peneliti, ditemukan beberapa hunian di Kawasan Cluster Anggrek Loka dan

Kencana Loka - Perumahan Bumi Serpong Damai (BSD), yang mengalami

perubahan fungsi dan aktivitas bangunan dari fungsi hunian menjadi fungsi

komersial. Beberapa bangunan di sepanjang area jalan utama Cluster Anggrek

Loka I-III pun mengalami perubahan fungsi menjadi area komersial seperti

minimarket, kafe, indekos, laundry, toko, dan lain sebagainya. Beberapa dampak

perubahan fungsi bangunan tidak dapat dihindari, diantaranya seperti kemacetan,

meningkatnya kebutuhan area parkir, bising, polusi udara, dan lain sebagainya.

Keenam, kegiatan pengawasan dalam penyelenggaraan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung di Kota Tangerang Selatan belum dilakukan secara


25

optimal. Kegiatan pengawasan baik dalam tahap pra, masa dan pasca izin, belum

berjalan secara efektif kepada seluruh masyarakat, baik subjek maupun wajib

retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dalam tahap pra, masa, dan pasca

izin, kegiatan pengawasan pasca izin menjadi salah satu kegiatan yang diliputi

oleh beberapa kendala. (Sumber : Wawancara dengan Kepala Seksi Pengawasan

dan Pengendalian, Bidang Pembangunan - Badan Pelayanan Perizinan Terpadu

(BP2T) Kota Tangerang Selatan, Kamis, 06 Oktober 2016, Pukul 13.42 WIB)

Dalam proses pendirian bangunan, pemilik bangunan baik di kawasan

komersial maupun non-komersial, mendapat pengawasan baik oleh Badan

Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) juga oleh masyarakat sekitar melalui

laporan pengaduan. Rekapitulasi Penerbitan Surat Keputusan (SK) dan Surat

Tilang Izin Mendirikan Bangunan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2015-2016

dapat dilihat melalui Tabel 1.8 sebagai berikut.

Tabel 1.8
Rekapitulasi Penerbitan Surat dan Laporan Pengaduan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Tangerang Selatan
Tahun 2015-2016
Tahun
No Penerbitan Surat
2015 2016
1. Surat Keputusan (SK) IMB 3626 2998
2. Surat Tilang 308 395
3. Pengaduan Bangunan Komersial 11 8
4. Pengaduan Bangunan Non-Komersial 7 10
(Sumber : Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang
Pembangunan - Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota
Tangerang Selatan, 2017)

Berdasarkan data pada Tabel 1.8 tersebut di atas, dapat dilihat bahwa

jumlah penerbitan surat tilang pada tahun 2015 mencapai hingga 8,5% (persen).
26

Pada tahun 2016, jumlah tersebut pun mengalami peningkatan hingga mencapai

13,17% (persen), dari jumlah penerbitan Surat Keputusan (SK) Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) di Kota Tangerang Selatan. Laporan pengaduan masyarakat

didominasi oleh laporan tentang pelanggaran penyelenggaraan bangunan gedung,

baik bangunan gedung dengan fungsi komersial maupun non-komersial. Pada

tahun 2015, pengaduan terhadap bangunan komersial mencapai 61,11% (persen)

dan mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 44,44% (persen).

Penanganan kasus pengaduan dihadapkan pada beberapa kendala, khususnya

terhadap laporan yang berhubungan dengan operasional bangunan, pasca

penerbitan SK Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal tersebut dapat dilihat

seperti pada kasus perubahan fungsi bangunan gedung, yang semula merupakan

bangunan fungsi hunian dan beralih fungsi menjadi bangunan fungsi usaha.

Beberapa dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas tersebut, kemudian menjadi

materi laporan pengawasan masyarakat kepada Badan Pelayanan Perizinan

Terpadu (BP2T) Kota Tangeran Selatan.

Ketujuh, pengendalian terhadap pelanggaran penyelenggaraan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di Kota Tangerang Selatan belum dilakukan

secara optimal. Beberapa penerima Surat Perintah Penghentian Penyelenggaraan

Pembangunan Bangunan (SP4B), melakukan penghentian pembangunan secara

mandiri dengan melakukan pembongkaran bagian bangunan yang diindikasikan

tidak sesuai peraturan (melanggar). Timbul sebuah anomali, dimana melemahnya

pengawasan pemerintah daerah melalui BP2T dan Satpol PP, menyebabkan

beberapa masyarakat yang telah menerima teguran, justru memilih tindakan


27

dengan melakukan percepatan proses pendirian bangunan gedung. Kegiatan

penyetopan dan pengambilan beberapa perkakas pembangunan sebagai sanksi

dalam penertiban bangunan, dirasa belum efektif untuk mengendalikan kegiatan

pelanggaran pembangunan. Sehingga, ketika peninjauan bangunan dilakukan

kembali, beberapa bangunan yang akan ditertibkan sudah dalam kondisi

terbangun, dan hampir dalam tahap penyelesaian. (Sumber : Wawancara dengan

Kepala Seksi Sarana Usaha, Bidang Ketertiban Saran Umum dan Kegiatan Usaha

- Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan, Kamis, 13

Oktober 2016, Pukul 13.39 WIB)

Beberapa bangunan yang mendapat teguran hingga tahap Surat Perintah

Penghentian Penyelenggaraan Pendirian Bangunan (SP4B), kerap didapati dalam

kondisi terbangun. Hal tersebut menjadi kendala, karena kegiatan pembongkaran

bangunan yang dilakukan sejauh ini, berupa kegiatan pembongkaran manual tanpa

alat berat. Rekapitulasi Penertiban Pelanggaran Bangunan di Kota Tangerang

Selatan Tahun 2015-2016, dapat dilihat melalui Tabel 1.9 sebagai berikut.

Tabel 1.9
Rekapitulasi Penertiban Pelanggaran Bangunan di Kota Tangerang Selatan
Tahun 2015-2016
Tahun
No Keterangan
2015 2016
1. SP4B 172 139
2. Penertiban Bangunan 5 7
3. Pengaduan Masyarakat 16 18
(Sumber : Seksi Penertiban Sarana Usaha, Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Tangerang Selatan, 2017)

Berdasarkan data pada Tabel 1.9 tersebut di atas, dalam periode tahun

2015-2016, penertiban terhadap pelanggaran bangunan gedung di Kota Tangerang


28

Selatan belum diselenggarakan secara optimal. Pada tahun 2015, kegiatan

penertiban bangunan yang diselenggarakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol PP) Kota Tangerang Selatan hanya mampu mencapai 2,9% (persen).

Meskipun pada tahun 2016 jumlah ini mengalami peningkatan menjadi 5,04%

(persen), namun masih terdapat 94,96% (persen) penerima Surat Perintah

Penghentian Penyelenggaraan Pendirian Bangunan (SP4B) yang belum

diakomodasi secara optimal. Hal ini pun diikuti dengan peningkatan jumlah kasus

pengaduan masyarakat pada tahun 2016 sebesar 11,11% (persen) dari tahun

sebelumnya.

Melalui pemaparan permasalahan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa

terdapat sejumlah kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung di Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan pada latar

belakang masalah tersebut, maka Peneliti akan melakukan penelitian tentang

Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Bangunan Gedung di Kota

Tangerang Selatan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut di atas, peneliti

mengidentifikasikan permasalahan dalam penelitian yaitu sebagai berikut.

1. Keterlibatan jasa perantara dalam pengajuan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) bangunan gedung, menimbulkan adanya

keterbatasan komunikasi dan pelayanan antara pemohon dan

pemerintah;
29

2. Lemahnya partisipasi masyarakat pemilik bangunan gedung di

kawasan hunian non-tertata dalam pengajuan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) bangunan gedung;

3. Pendirian bangunan gedung dilakukan sebelum kelengkapan dokumen

permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan gedung

terpenuhi;

4. Kegiatan sosialisasi terkait penyelenggaraan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) bangunan gedung di Kota Tangerang Selatan belum

diselenggarakan secara optimal;

5. Terjadi ketidaksesuaian fungsi pasca pengajuan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) bangunan gedung dan munculnya alih fungsi dalam

peruntukkan dan pemanfaatan bangunan gedung;

6. Kegiatan pengawasan dalam penyelenggaraan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) bangunan gedung di Kota Tangerang Selatan belum

dilakukan secara optimal;

7. Pengendalian terhadap pelanggaran penyelenggaraan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) bangunan gedung di Kota Tangerang Selatan belum

dilakukan secara optimal.

1.3. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah penelitian yang berfokus

pada Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Tangerang Selatan

Tahun 2015-2016.
30

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan dalam latar belakang, identifikasi serta batasan

masalah penelitian tersebut di atas, maka rumusan masalah penelitian yang

hendak diteliti adalah Bagaimana Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Bangunan Gedung di Kota Tangerang Selatan ?

1.5. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Bangunan Gedung di Kota

Tangerang Selatan.

1.6. Manfaat Penelitian

Terwujudunya tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, diharapkan

dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut.

1.6.1. Manfaat Teoritis

1. Meningkatkan khazanah wawasan dan kajian keilmuan dalam

dunia akademis, secara khusus terhadap kajian keilmuan dalam

bidang Ilmu Administrasi Publik.

2. Merefleksi dan mengembangkan kajian teori-teori akademis,

sehingga dapat dijadikan sebagai bahan rujuakan terkait dengan

Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan dalam Manajemen

Publik.
31

1.6.2. Manfaat Praktis

1. Menjadi salah satu sumber informasi bentuk penyampaian

masukan dan kajian alternatif, untuk Pemerintah Daerah Kota

Tangerang Selatan dalam penyelenggaraan kegiatan manajerial

pemerintahan. Hal ini khususnya terkait dengan kegiatan

manajemen publik dalam Pengawasan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) di Kota Tangerang Selatan.

2. Menjadi salah satu sumber informasi dalam pengembangan

khazanah dan kajian penelitian ilmu sosial lainnya secara lebih

mendalam, baik bagi peneliti maupun para pembaca. Hal ini

khususnya yang berkaitan dengan proses pengawasan dalam

kegiatan manajemen publik.


32

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

ASUMSI DASAR PENELITIAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1. Manajemen Publik

Manajemen publik (public management) memiliki definisi yang erat

kaitannya dengan kegiatan manajemen dalam organisasi pemerintahan (public

sector). Definisi public management (manajemen pemerintahan) menurut Ramto

dalam Nawawi (2013:21), adalah faktor utama dalam suatu administrasi publik

(public administration) untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan

sarana dan prasarana yang ada, termasuk organisasi serta sumber dana dan sumber

daya yang tersedia.

Substansi pemerintahan adalah memberikan pelayanan kepada

masyarakatnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Koswara dalam Waluyo

(2007:147), yang menyebutkan bahwa fungsi pemerintahan itu meliputi :

a. Pemberian pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik;


b. Peningkatan kemampuan masyarakat yang lebih mandiri
(empowerment);
c. Peningkatan kehidupan berdemokrasi di lapisan bawah; dan
d. Terlaksananya pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat.

Selanjutnya, Kristiadi dalam Waluyo (2007:119), mengemukakan bahwa

dengan demikian manajemen pemerintahan tidak lain adalah faktor upaya dalam

suatu organisasi. Upaya tersebut diwujudkan dalam berbagai kegiatan pemerintah

32
33

yang mencakup berbagai aspek kehidupan dan penghidupan warga negara dan

masyarakatnya. Kristiadi dalam Waluyo (2007:119), mengemukakan bahwa :

“Tugas pemerintahan yang paling dominan adalah menyediakan barang-


barang publik (public utility) dan memberikan pelayanan (public service),
misalnya dalam bidang-bidang pendidikan, kesejahteraan sosial,
kesehatan, perkembangan perlindungan tenaga kerja, pertanian, keamanan
dan sebagainya”.

Ermaya Suradinata dalam Nawawi (2013:21), mendefinisikan manajemen

pemerintahan (public management) sebagai :

“Suatu kegiatan atau usaha untuk mencapai tujuan negara dengan


menggunakan berbagai sumber yang dikuasai oleh negara. Inti manajemen
pemerintahan, terletak pada proses penggerakan untuk mencapai tujuan
negara, dimana terkait erat apa yang kita kenal dengan fungsi
kepamongprajaan”.

Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, manajemen publik (public

management) memiliki makna dan kaitan yang erat dengan penggerakan kegiatan

dalam berbagai aspek pencapaian tujuan pemerintahan. Kegiatan manajemen

diselenggarakan baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah sebagai upaya dalam

mewujudkan optimalisasi fungsi pemerintahan, sehingga pelayanan kepada

masyarakat dapat terselenggaranya secara efektif dan efisien. Pemerintah

merupakan subjek utama penggerakan organisasi pemerintahan dalam

mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan pembangunan dan pelayanan

kepada masyarakat, menjadi salah satu upaya dalam mengoptimalkan pencapaian

tujuan organisasi pemerintah. Pemerintahan dalam konteks “public management”

memiliki kewenangan untuk mengarahkan aktivitas masyarakat di suatu wilayah

negara maupun kabupaten/kota. Pemerintah memiliki legitimasi kekuasaan yang

bersifat memaksa, sehingga pola interelasi sosial yang terbentuk mewajibkan


34

masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam pencapaian tujuan tersebut. Hal

tersebut memberikan implikasi adanya kebijakan sekaligus dampak hukum,

sebagai pengatur dan pengarah aktivitas masyarakat.

2.1.2. Pelayanan Publik

Kotler yang dikutip oleh Sampara Lukman dalam Ridwan dan Sudrajat

(2014:18), mendefinisikan pelayanan sebagai setiap kegiatan yang

menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan

meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Sampara Lukman

dalam Ridwan dan Sudrajat (2014:18), mengemukakan bahwa pelayanan adalah

suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar

seseorang dengan orang lain, atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan

pelanggan. Davidow yang dikutip Lovelock dalam Waluyo (2007:127),

menyebutkan bahwa pelayanan adalah hal-hal yang jika diterapkan terhadap

sesuatu produk akan meningkat daya atau nilai terhadap pelanggan. Normann

dalam Waluyo (2007:131), menyebutkan bahwa pelayanan adalah proses sosial

dan manajemen merupakan kemampuan untuk mengarahkan proses-proses sosial.

Kata “publik” berasal dari Bahasa Inggris “public” yang berarti “umum,

masyarakat, negara”. Savas dalam Waluyo (2007:127), mengemukakan bahwa

pada sektor publik, terminologi pelayanan pemerintah (government service)

diartikan sebagai pemberian pelayanan oleh agen pemerintah melalui pegawainya.

Inu Kencana dalam Ridwan dan Sudrajat (2014:19), mendefinisikan kata “publik”
35

yaitu sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan,

sikap dan tindakan yang benar dan baik, berdasarkan nilai-nilai norma yang ada.

Pengertian “publik” mengandung arti masyarakat atau rakyat pada

umumnya, kelompok binaan, donatur, konstituen atau umat. Istilah “sektor

publik” sendiri memiliki pengertian yang bermacam-macam. Hal tersebut

merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah publik, sehingga setiap disiplin ilmu

memiliki cara pandang dan definisi yang berbeda-beda. Dari sudut pandang

ekonomi, dalam hal ini sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas, yang

aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan

pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik4.

Untuk kepentingan praktis, pelayanan dapat dirumuskan sebagai “suatu

proses kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan bantuan se-

optimal mungkin kepada pihak lain yang memerlukan, baik diminta atau tidak

diminta. Adapun “prima” atau “unggul”, menunjuk pada makna kualitas 5.

Pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan pemerintah sebagai

penyelenggara negara terhadap masyarakatnya guna memenuhi kebutuhan dari

masyarakat itu sendiri dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat6.

Boediono dalam Hutasoit (2011:13), mengemukakan definisi pelayanan

publik yaitu pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi pemerintah atau lembaga

4
Indra Bastian, Sitem Manajemen Pengendalian Sektor Publik (Mempertahankan Kepentingan
Masyarakat) (Jakarta : Salemba Empat, 2014), hlm.3-5.
5
Johanes Basuki, Budaya Pelayanan Publik (Suatu Telaah Teoritis) (Jakarta : Hartomo Media
Pustaka, 2012), hlm.112.
6
Juniarso Ridwan dan A. Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Layanan
Publik (Bandung : Nuansa Cendekia, 2014), hlm.19.
36

lain yang tidak termasuk badan usaha swasta, yang tidak berorientasi pada laba

(profit). Lembaga pemerintah dan swasta memiliki perbedaan satu sama lain, hal

tersebut dapat dilihat melalui tabel 2.1. sebagai berikut.

Tabel 2.1.
Perbedaan antara Pelayanan Publik dan Privat

No Ciri-Ciri Pelayanan Publik Pelayanan Privat


Barang publik, barang
Sifat Barang dan
1. semi publik, dan memiliki Barang Privat
Jasa
eksternalitas.
Resiko Kegagalan Risiko kolektif, banyak
2. Kerugian Perseorangan
Penyelenggaraan orang, bersama
Akses Warga
3. Tanggung Jawab Negara Tanggung Jawab Warga
terhadap Pelayanan
Keterkaitan dengan
Rendah dan Tidak
4. Pencapaian Tujuan Tinggi dan Langsung
Langsung
dan Misi Negara
Konstitusi, Kebijakan Kesepakatan Pengguna
Dasar
5. Publik dan Peraturan dan Penyelenggara,
Penyelenggaraannya
Perundang-Undangan. Kebijakan Perusahaan
Instansi Pemerintah,
Lembaga Korporasi, Lembaga
6. Korporasi, dan Lembaga
Penyelenggara Nirlaba, BUMN, BUMD
Nirlaba
Kekayaan Negara yang
Anggaran, Subsidi
7. Sumber Pembiayaan Dipisahkan, Hasil
Pemerintah, User Fee
Penjualan dan User Fee.
(Sumber : Dwiyanto, 2012:23-24)

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

No.63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik didefinisikan sebagai segala

kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik,

sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan publik diklasifikasikan

menjadi beberapa kelompok, yaitu sebagai berikut.

1. Kelompok Pelayanan Administratif;


37

Pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang

dibutuhkan oleh publik. Misalnya yaitu pelayanan dokumen Kartu Tanda

Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku

Pemilik Kendaraan Bermoto (BPKB), Surat Izin Mendirikan Bangunan

(IMB), Surat Izin Mengemudi (SIM), Paspor, dan lain sebagainya.

2. Kelompok Pelayanan Barang; dan

Pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang

digunakan oleh publik. Misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga

listrik, air bersih, dan lain sebagainya.

3. Kelompok Pelayanan Jasa.

Pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan

oleh publik. Misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan,

penyelenggaraan transportasi, pos, dan lain sebagainya.

Untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pelayanan publik, maka perlu

memperhatikan asas-asas yang termuat dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pelayanan Publik, yaitu sebagai berikut.

1. Transparansi;

2. Akuntabilitas;

3. Kondisional;

4. Partisipatif;

5. Kesamaan Hak; dan

6. Keseimbangan hak dan Kewajiban.


38

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, pada dasarnya pelayanan

merupakan suatu kegiatan yang di dalamnya terdapat interaksi sosial antara

pemberi dan penerima pelayanan. Kegiatan pelayanan akan memberikan nilai

keuntungan, dan penting untuk menekankan pada jaminan kepuasan atas

pelayanan yang diberikan kepada para pelanggan. Dalam kategori pelayanan

publik, pemerintah sebagai pemberi pelayanan memiliki peran untuk

menyelenggarakan kegiatan dalam penyelenggaraan pelayanan kepada

masyarakat selaku sektor publik. Pelayanan publik merupakan suatu kegiatan

pemenuhan hak dan kebutuhan masyarakat baik dalam bentuk pelayanan

administratif, pelayanan barang maupun pelayanan atas jasa. Penyelenggaraan

pelayanan publik dilaksanakan berlandaskan atas azas transparansi, akuntabilitas,

kondisonal, partisipatif, kesamaan hak, serta keseimbangan hak dan kewajiban

antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

2.1.3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sumber

penerimaan daerah dari sektor pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli

Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan. Pendapatan Asli

Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut

berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber

dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk
39

memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam

pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.

Berdasarkan Undang-Undang Nor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Pasal (6),

disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari beberapa jenis

penerimaan daerah, yaitu sebagai berikut.

1. Pajak Daerah;

2. Retribusi Daerah;

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan

4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.

a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

b. Jasa giro;

c. Pendapatan bunga;

d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan

e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

Dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdapat

beberapa larangan yang perlu diperhatikan oleh daerah, yaitu sebagai berikut.

1. Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan

ekonomi biaya tinggi; dan

2. Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat

mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan

kegiatan impor/ekspor.
40

2.1.3.1. Retribusi Daerah

2.1.3.1.1. Pengertian Retribusi Daerah

Retribusi (charging) merupakan salah satu sumber

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat penting di samping pajak

daerah. Pemerintah daerah diantaranya melaksanakan tugas

memberikan layanan kepada seluruh masyarakat. Secara umum, dapat

dikatakan bahwa retribusi merupakan pungutan yang dilakukan atas

jasa-jasa atau layanan yang diberikan pemerintah atau pihak lainnya

kepada masyarakat. Layanan yang diterima tersebut lebih besifat

pribadi7. Pelayanan yang diberikan dalam retribusi umumnya bersifat

personal dan dirasakan langsung timbal baliknya (kontraprestasi) oleh

pembayar retribusi.

Melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, didefinisikan bahwa retribusi daerah

adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian

izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Dari

seluruh jenis jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah, terdapat

beberapa jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial-

ekonomi, dinilai sesuai dan layak untuk ditetapkan sebagai objek

retribusi.

7
Roy V. Salomo dan M. Ikhsan, Keuangan Daerah di Indonesia (Jakarta : STIA – LAN Press,
2002), hlm.132-135.
41

Brotodihardjo dalam Darwin (2010:165) mengemukakan

bahwa :

“Berbeda dengan pajak, retribusi pada umumnya berhubungan


dengan kontraprestasi langsung, dalam arti bahwa pembayar
retribusi akan menerima imbalan secara langsung dari retribusi
yang dibayarnya”.

Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada

negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi

penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat

langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas

jasa dari negara. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di

Indonesia saat ini, penarikan retribusi hanya dapat dipungut oleh

pemerintah daerah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah

yang saat ini dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut8.

1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan

undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan;

2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah;

3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra

prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah

atas pembayaran yang dilakukannya;

4. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan

oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau

badan; dan

8
Marihot Pahala Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Edisi Revisi) (Jakarta : Rajawali
Pers, 2013), hlm.5-6.
42

5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara

ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan

memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah

daerah.

Retribusi daerah pada umumnya merupakan sumber

pendapatan penyumbang PAD kedua setelah pajak daerah. Bahkan

untuk beberapa daerah, penerimaan retribusi daerah, lebih tinggi

daripada pajak daerah. Dalam istilah asing, retribusi ini disebut

sebagai “user charge”, “user fees” atau “charging for services”.

Karena retribusi ini terkait dengan pelayanan tertentu, maka prinsip

manajemen retribusi daerah yang paling utama adalah perbaikan

pelayanan tersebut. Tentunya selain perbaikan pelayanan, pemerintah

daerah juga perlu melakukan berbagai perbaikan sebagaimana halnya

pajak daerah, seperti perluasan basis retribusi, pengendalian atas

kebocoran penerimaan retribusi, dan perbaikan administrasi

pemungutan retribusi9.

Suparmoko dalam Darwin (2010:183), mengemukakan bahwa

retribusi dapat dipungut dengan sistem yang sifatnya progresif atau

regresif berdasarkan potensi membayar retribusi. Kebijaksanaan

memungut bayaran untuk barang atau layanan yang disediakan

pemerintah berpangkal pada pengertian efisiensi ekonomi. Dalam hal

orang-perorangan bebas menentukan besar layanan tertentu yang

9
Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah (Jakarta : Erlangga, 2010)., hlm.143.
43

hendak dinikmatinya, harga layanan itu memainkan peranan penting

dalam menjatah permintaan, mengurangi penghamburan dan dalam

memberikan isyarat yang perlu kepada pemasok mengenai besar

produksi layanan tersebut10.

Pungutan retribusi daerah terkadang sulit dibedakan dengan

bentuk pungutan lainnya seperti pajak daerah. Kesulitan tersebut

misalnya didapati pada pungutan terhadap izin. Pungutan terhadap

izin, sebenarnya lebih berfungsi sebagai alat regulasi daripada untuk

menjadi sumber pendapatan daerah. Namun demikian dalam

kenyataan, pungutan terhadap izin dewasa ini dijadikan sebagai

sumber pendapatan daerah dari retribusi. Kekhawatiran yang muncul

adalah apabila pungutan terhadap perizinan dianggap sebagai

pungutan retribusi daerah, maka untuk pungutan perizinan juga

ditetapkan target tertentu yang harus dicapai. Hal semacam itu,

disamping tidak sejalan dengan prinsip pemungutan retribusi juga

dapat menimbulkan akibat yang buruk (eksternalitas negatif), baik

bagi pemerintah maupun masyarakat daerah secara keseluruhan11.

Perbedaan antara layanan yang bermanfaat untuk masyarakat

dan layanan yang bermanfaat untuk perorangan, dapat diterapkan pada

beberapa jenis layanan pemerintah di Indonesia. Terkait dengan surat

izin, berdasar asas harga dengan biaya tambahan, pungutan dalam hal

10
Nick Devas, dkk., Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Jakarta : UI Press, 1989),
hlm.95.
11
Roy v. Salomo dan M. Ikhsan, Keuangan Daerah di Indonesia (Jakarta : STIA – LAN Press,
2002), hlm.135-137.
44

ini hanya kecil, cukup untuk menutup biaya tambahan memproses

permohonan. Pertama, salah satu peranan surat izin ialah membatasi

penawaran dan ini dapat dicapai lebih cepat dengan menaikkan biaya

surat izin; salah satu contoh, surat izin menggali pasir dan batu.

Kedua, surat izin sering berarti memberi pemohon peluang untuk

memperoleh penghasilan, dan pemerintah menginginkan bagian dari

penghasilan ini; misalnya surat izin membuka layanan angkutan

umum. Karena itu, pungutan untuk surat izin biasanya ditetapkan

lebih tinggi dari biaya tambahan. Tetapi, kalau pungutan ditetapkan

terlalu tinggi, akibatnya orang bisa berusaha menghindarinya, yang

berarti pemerintah kehilangan kendali atas kegiatan yang sebenarnya

ingin dikendalikannya. Kalau tujuan utama memberikan surat izin

ialah mengendalikan suatu kegiatan, mungkin lebih baik jika pungutan

dipertahankan di tingkat minimum; contoh, pungutan untuk

pengawasan gedung. Tampaknya tidak tepat bila pungutan untuk surat

izin dianggap sebagai sumber penerimaan daerah. Kecuali kalau

dalam hal pungutan yang lebih tinggi jelas sekali ada tujuan, seperti

dalam contoh-contoh yang telah diberikan, pungutan untuk surat izin

harus dibatasi sekedar untuk menutup ongkos administrasi. Pungutan

bahkan barangkali harus ditiadakan bila ternyata mengancam tujuan

utama sistem surat izin, yakni mengendalikan kegiatan

bersangkutan12.

12
Nick Devas, dkk., Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Jakarta : UI Press, 1989),
45

2.1.3.1.2. Alasan Penerapan Retribusi Daerah

Alasan pemungutan retribusi merupakan suatu pembenaran

untuk memungut biaya pelayanan langsung dari konsumennya, dan

bukan dari wajib pajak pada umumnya. Garis pemisah antara retribusi

dan pajak tidak terlalu jelas. Retribusi mungkin membebani para

konsumennya saja, tetapi mungkin pula mempunyai ciri-ciri pajak

apabila variasi dalam tarifnya tidak secara cermat dikaitkan dengan

sejumlah konsumsi pelayanannya, misalnya tarif air minum yang

didasarkan atas nilai dari milik harta tetap dan bukan pada meteran

atau apabila penerimaan melampaui biaya pelayanannya, dan

dimaksudkan untuk membelanjai tujuan-tujuan lainnya13.

Alasan penetapan retribusi sebagai sumber pendapatan daerah

sangat berbeda dengan alasan yang diterapkan terhadap pajak daerah.

Jika pengenaan terhadap pajak daerah bersifat memaksa, maka

retribusi daerah mempunyai pilihan-pilihan untuk tidak diterapkan

pada semua orang. Untuk itu, ada beberapa alasan teoritis yang

membedakan retribusi dengan pajak, yaitu sebagai berikut14.

1. Adanya barang publik (public good) dan barang privat

(private goods);

2. Untuk Efisiensi Ekonomi (Economic Efficiency);

hlm.98-102.
13
Darwin, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2010), hlm.55.
14
Roy V. Salomo dan M. Ikhsan, Keuangan Daerah di Indonesia (Jakarta : STIA LAN Press,
2002), hlm.138-144.
46

3. Prinsip Benefit;

4. Lebih Mudah Dikelola;

2.1.3.1.3. Jenis-jenis Retribusi Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, retribusi daerah diklasifikasikan

menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu sebagai berikut.

1. Retribusi Jasa Umum;

Retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah

untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum, serta dapat

dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2. Retribusi Jasa Usaha;

Retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah

dengan menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya

dapat disediakan oleh sektor swasta.

3. Retribusi Perijinan Tertentu;

Retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam

rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang

dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan

pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan

sumber daya alam, barang, sarana, prasarana, atau fasilitas

tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga

kelestarian lingkungan.
47

Pendapatan daerah yang bersumber dari retribusi daerah

diklasifikasikan melalui pengelompokkan berdasarkan jenis retribusi

tersebut. Berdasarkan jenisnya, retribusi daerah dibagi menjadi

beberapa jenis yaitu sebagai berikut.

1. Jenis Retribusi Jasa Umum;

a. Retribusi Pelayanan Kesehatan;

b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;

c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda

Penduduk dan Akta Catatan Sipil;

d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;

e. Retribusi Perlayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;

f. Retribusi Pelayanan Pasar;

g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;

h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;

i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;

j. Retribusi Penyediaan daa/atau Penyedotan Kakus;

k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair;

l. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;

m. Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan

n. Retribusi pengendalian Menara Telekomunikasi

2. Jenis Retribusi Jasa Usaha

a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;

b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;


48

c. Retribusi Tempat Pelelangan;

d. Retribusi Terminal;

e. Retribusi Tempat Khusus Parkir;

f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;

g. Retribusi Rumah Potong Hewan;

h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhan;

i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;

j. Retribusi Penyebrangan di Air; dan

k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

3. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu

a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;

b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;

c. Retribusi Izin Gangguan;

d. Retribusi Izin Trayek; dan

e. Retribsui Izin Usaha Perikanan.

Pungutan retribusi yang dikenakan kepada wajib pajak

retribusi akan digunakan untuk meningkatkan pembangunan, dan yang

paling utama adalah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Retribusi daerah yang merupakan jenis pungutan yang langsung

dipungut oleh daerah ini, mewajibkan bagi tiap wajib retribusi untuk

membayar sesuai dengan tarif yang ditentukan. Hal ini dikarenakan,

dengan tarif tersebut maka setiap pengguna jasa atau wajib retribusi

akan mendapatkan pelayanan yang secara langsung dapat dirasakan.


49

2.1.3.1.4. Kelemahan Penyelenggaraan Retribusi

Selain adanya kebaikan-kebaikan ataupun keuntungan-

keuntungan, penerapan retribusi terhadap sejumlah barang tertentu

juga mempunyai kelemahan. Penentangan terhadap penerapan

retribusi didasari oleh beberapa alasan, yaitu sebagai berikut15.

1. Kesulitan Administrasi dan Peningkatan Harga Layanan;

dan

Dapat diterapkannya asas excludability pada barang atau

jasa tertentu, pada satu sisi memang dapat membuat

pengelolaan retribusi menjadi lebih mudah. Namun pada sisi

lain, penerapan asas excludability justru membutuhkan

administrasi yang kompleks untuk keperluan kontrol dan law

enforcement-nya. Administrasi terhadap pelayanan yang

kompleks tersebut pada gilirannya dapat membuat harga

layanan menjadi lebih mahal, karena biaya pengadministrasian

tersebut kemudian akan dibebankan kepada konsumen melalui

penyesuaian harga layanan atau tarif retribusi.

2. Ketidakmampuan Masyarakat Miskin untuk Mengkonsumsi

Layanan.

15
Roy V. Salomo dan M. Ikhsan, Keuangan Daerah di Indonesia (Jakarta : STIA LAN Press,
2002), hlm. 144-145.
50

Sebagai akibat langsung dari tingginya biaya administrasi

layanan, maka harga layanan kemudian menjadi lebih mahal

daripada yang seharusnya. Mahalnya harga layanan atau tarif

retribusi kemudian mengakibatkan harga layanan tersebut

menjadi tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat,

terutama masyarakat pada lapisan terbawah yang

berpendapatan rendah. Dengan demikian, diterapkannya

retribusi kemudian justru dapat mengakibatkan tidak semua

orang dapat mengkonsumsi semua layanan yang disediakan

untuknya.

2.1.3.2. Penyelenggaraan Retribusi Perizinan Tertentu

Menurut Pasal 108 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, objek retribusi daerah diklasifikasikan menjadi 3

(tiga) golongan, diantaranya yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan

retribusi perizinan tertentu. Golongan atau jenis-jenis atas retribusi tersebut

ditetapkan dengan peraturan pemerintah berdasarkan ketentuan dan kriteria yang

ditentukan. Retribusi perizinan tertentu ditetapkan sesuai dengan peraturan yang

mengaturnya. Meskipun menjadi kewenangan pemerintah daerah, dalam

penyelenggaraannya diperlukan koordinasi dengan instansi-instansi teknis terkait

dengan izin tersebut.

Lebih lanjut, melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perizinan tertentu didefinisikan sebagai

kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang
51

pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,

pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta

penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu

guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada

daerah dalam rangka asas desentralisasi. Dalam retribusi perizinan tertentu,

perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum.

Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya

untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar,

sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

Fungsi perizinan dimaksudkan untuk mengadakan pembinaan, pengaturan,

pengendalian dan pengawasan, maka pada dasarnya pemberian izin oleh

Pemerintah Daerah tidak harus dipungut retribusi. Akan tetapi, untuk

melaksanakan fungsi tersebut Pemerintah Daerah mungkin masih mengalami

kekurangan biaya yang tidak selalu dapat dicukupi dari sumber-sumber

penerimaan daerah. Sehingga terhadap perizinan tertentu masih perlu dipungut

retribusi. Retribusi yang dikenakan atas perizinan tertentu digolongkan sebagai

Retribusi Perizinan Tertentu. Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang

pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Dearah.

Sedangkan, wajib retribusinya adalah orang pribadi atau badan yang menurut
52

peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran

retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi perizinan tertentu16.

Pengenaan retribusi terhadap jenis pelayanan tertentu, kenaikan tarif,

maupun penurunan tarif dalam retribusi dilaksanakan melalui kesepakatan politis.

Pengenaan retribusi untuk pelayanan yang menurut masyarakat tidak relevan

maupun keputusan tarif dalam retribusi, mengakibatkan keputusan politik tersebut

tidak dapat diterima masyarakat. Dengan demikian, diperlukan suatu kemampuan

politis dalam menetapkan retribusi, struktur tarif, memutuskan siapa yang

membayar dan bagaimana memungut retribusinya 17.

Karakteristik dari retribusi perizinan adalah pembayaran yang diperlukan

untuk menutupi biaya peraturan pemerintah dari aktivitas pribadi. Retribusi

perizinan dasarnya adalah pajak, yang bisa dipaksakan jika berhubungan dengan

sebuah aktivitas, bisa juga berhubungan dengan penerimaan bisnis; pada dasarnya

pembayaran yang dimaksud untuk menutupi sebagian atau seluruh biaya yang

dilaksanakan oleh pemerintah sebagai hasil dari pembagian hak istimewa.

Beberapa negara telah mensyaratkan agar pungutan perizinan dikenakan

secara wajar berkaitan dengan biaya administrasi, pengawasan, dan pengendalian

sesuatu atau aktivitas yang memerlukan perizinan. Prinsip dan sasaran dalam

penetapan tarif untuk retribusi perizinan tertentu, berdasarkan pada tujuan untuk

menutup sebagian atau seluruh biaya pemberian izin yang bersangkutan. Tarif

perizinan tertentu ditetapkan sedemikian rupa, sehingga hasil retribusi dapat

16
Darwin, Pajak Daerah dan Retribusi Daeerah (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2010), hlm.175-
177.
17
KJ. Davey, Pembiayaan Pemerintah Daerah : Praktek-Praktek Internasional dan Relevansinya
bagi Dunia Ketiga (Jakarta : UI Press, 1988), hlm. 189.
53

menutup sebagian atau seluruh perkiraan biaya yang diperlukan untuk

menyediakan jasa yang bersangkutan. Untuk pemberian izin bangunan, misalnya

dapat diperhitungkan biaya pengecekan dan pengukuran lokasi, biaya pemetaan

dan biaya pengawasan18.

Biaya penyelenggaraan pemberian izin tertentu meliputi penerbitan

dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan

biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut 19. Jenis retribusi perizinan

tertentu untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai

dengan kewenangan masing-masing daerah20. Berdasarkan Pasal 150 (c) Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

retribusi perizinan tertentu ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut.

1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan

kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi;

2. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan

umum; dan

3. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut

dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin

tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai retribusi perizinan.

Retribusi perizinan tertentu diklasifikasikan menjadi beberapa jenis,

diantaranya yaitu sebagai berikut.

18
Deddy S. Bratakusumah dan Dadang Solihin, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama), hlm. 285.
19
Darwin, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Jakarta : Wacana Citra Media, 2010), hlm.181.
20
Ahmad Yani, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia (Edisi
Revisi) (Jakarta :Rajawali Pers, 2009), hlm.70.
54

1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;

2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;

3. Retribusi Izin Gangguan;

4. Retribusi Izin Trayek; dan

5. Retribusi Izin Usaha Perikanan.

2.1.4. Pengawasan

2.1.4.1. Pengertian Pengawasan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah

pengawasan berasal dari kata “awas”, mendapat awalan “an” dan akhiran

“an”.. yang berarti penilikan atau penjagaan, dan juga disebut dengan

istilah “control” dalam bahasa Inggris. George R. Terry yang dikutip

Brantas dalam Fahmi (2012:84), mengemukakan bahwa pengawasan

memiliki makna sebagai berikut.

“Controlling can be defined as the process of determining what is


to be accomplished that is the standard; what is being
accomplished, that is the performance, evaluating the performance
and if necessary applying corrective measure so that performance
take place according to plans, that is, in comformity with the
standard” (Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses
penentuan, apa yang harus dicapai, standar pelaksanaan, menilai
pelaksanaan, dan apabila perlu dilakukan perbaikan-perbaikan
sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan
standar).

Jusuf Anwar dalam Fahmi (2012:83), mengemukakan bahwa:

“Tidak ada yang mengetahui secara persis, kapan dilaksanakannya


pengawasan yang pertama kali, walaupun terdapat bukti yang jelas
bahwa pada awal peradaban manusia telah terdapat beberapa
bentuk proses pengujian terhadap pertanggungjawaban seseorang
atau kelompok tertentu oleh kelompok yang lainnya, dalam rangka
mencapai efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kegiatan bersama”.
55

Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses untuk “menjamin”

bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan

dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang direncanakan.

Pengawasan membantu penilaian apakah perencanaan, pengorganisasian,

penyusunan personalia dan pengarahan telah dilaksanakan secara efektif,

dan fungsi pengawasan itu sendiri harus diawasi21. Victor M. Situmorang

dalam Makmur (2015:176), mengemukakan bahwa pengawasan adalah

setiap usaha dan tindakan dalam rangka untuk mengetahui sejauh mana

pelaksanaan tugas yang dilaksanakan menurut ketentuan dan sasaran yang

hendak dicapai.

Pengawasan adalah suatu bentuk pola pikir dan pola tindakan untuk

memberikan pemahaman dan kesadaran kepada seseorang atau beberapa

orang, yang diberikan tugas untuk dilaksanakan dengan menggunakan

berbagai sumber daya yang tersedia secara baik dan benar, sehingga tidak

terjadi kesalahan dan penyimpangan yang sesungguhnya dapat

menciptakan kerugian oleh lembaga atau organisasi yang bersangkutan 22.

Robert J. Mockler dalam Handoko (2011:360), mengemukakan

unsur-unsur esensial proses pengawasan yaitu sebagai berikut.

“Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk


menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan
perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik,
membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-
penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan
untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan
21
T. Hani Handoko, Manajemen (Edisi 2) (Yogyakarta : BPFE, 2011), hlm.360.
22
Makmur, Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan (Bandung : Refika Aditama, 2015),
hlm.176.
56

dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam


pencapaian tujuan-tujuan perusahaan”.

Harold Kontz dan Cyrill O‟Donnel dalam buku mereka “Principles

of Management” dalam Siagian (2015:112), mengemukakan bahwa,

“Planning and Controlling are The Two Sides of The Same Coin”. Artinya

bahwa perencanaan dan pengawasan merupakan kedua belahan mata uang

yang sama. Jelas bahwa tanpa rencana, pengawasan tidak mungkin

dilaksanakan karena tidak ada pedoman untuk melakukan pengawasan itu.

Sebaliknya rencana tanpa pengawasan akan berarti kemungkinan

timbulnya “penyimpangan-penyimpangan” dan/atau “penyelewengan-

penyelewengan” serius tanpa ada alat untuk mencegahnya 23.

Pengawasan menurut Hadibroto dan Oemar Witarsa dalam Anwar

(2008:129), adalah kegiatan penilaian terhadap organisasi/kegiatan dengan

tujuan agar organisasi/kegiatan tersebut melaksanakan fungsinya dengan

baik dan dapat memenuhi tujuannya yang telah ditetapkan. Pengawasan

menurut Brantas dalam Fahmi (2012:84), ialah proses pemantauan,

penilaian dan pelaporan rencana atas pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan untuk tindakan korektif guna penyempurnaan lebih lanjut.

Pengawasan menurut Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig dalam

Fahmi (2012:84) adalah sebagai berikut.

“Tahap proses manajerial mengenai pemeliharaan kegiatan


organisasi dalam batas-batas yang diizinkan yang diukur dari
harapan-harapan. Teori pengawasan itu seperti halnya teori umum
lainnya, lebih banyak merupakan keadaan pikiran (state of mind),

23
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi (Edisi Revisi) (Jakarta : Bumi Aksara, 2015),
hlm.112.
57

daripada gabungan spesifik dari metode matematis, ilmiah atau


teknologis.”

Pengawasan adalah bentuk pemeriksaan untuk memastikan bahwa

apa yang sudah dikerjakan adalah juga dimaksudkan untuk membuat sang

manajer waspada terhadap suatu persoalan potensial sebelum persoalan itu

menjadi serius24. Indonesian Corruption Watch (ICW) dalam Murhaini

(2014:2), mendefiniskan pengawasan sebagai suatu kegiatan untuk

memperoleh kepastian apakah suatu pelaksanaan pekerjaan atau suatu

kegiatan itu dilaksanakan sesuai dengan rencana, aturan-aturan dan tujuan

yang telah ditetapkan. Sementara Saiful Anwar dalam Murhaini (2014:3),

juga mengemukakan bahwa pengawasan atau “control” terhadap tindakan

aparatur pemerintah diperlukan, agar pelaksanaan tugas yang telah

ditetapkan dapat mencapai tujuan dan terhindar dari penyimpangan.

Dalam buku Hukum Administrasi Negara (HAN) yang ditulisnya,

Prayudi Atmosudirdjo dalam Murhaini (2014:3), mengemukakan definisi

pengawasan sebagai suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang

dijalankan, dilaksanakan atau diselenggarakan itu dengan apa yang

dikehendaki, direncanakan atau diperhatikan. Bryan A. Garner dalam

Anwar (2008: 139), memberikan definisi “control” dalam fungsinya

sebagai “kata kerja” atau “verb” dalam Black‟s Law Dictionary, yaitu “to

Exercise Power of Influence Over”; “to Regulate or Govern”; dan “to

Have a Controlling Interest Some Institution”.

24
George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta : Bumi Aksara, 2008),
hlm.232.
58

Pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

menerapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan bila

perlu mengoreksi dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai

dengan rencana semula25. Pendapat lain yaitu bahwa pengawasan

didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan

organisasi dan manajemen tercapai26. Dalam pengertian yang sederhana,

pengawasan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk meyakinkan dan

menjamin bahwa pekerjaan yang dilakukan telah sesuai dengan rencana

yang telah ditetapkan. Untuk itu, pengawasan harus mengukur apa yang

telah dicapai, menilai kegiatan, mengadakan tindakan-tindakan perbaikan,

dan penyesuaian yang dianggap perlu. Dengan demikian, diambil suatu

pengertian dari segi unsur-unsur yang terkandung dalam definsi tersebut

yaitu unsur penilaian, unsur pembandingan, unsur program yang telah

dilaksanakan serta unsur pembetulan dan perbaikan atau koreksi27.

2.1.4.2. Tujuan Pengawasan

Pengawasan memiliki beberapa sasaran yang perlu dicapai.yaitu

sebagai berikut28.

25
M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2009),
hlm.173.
26
T. Hani Handoko, Manajemen (Edisi 2) (Yogyakarta : BPFE, 2011), hlm.359.
27
Mufham Al Amin, 2006, Manajemen Pengawasan (Jakarta : Kalam Indonesia, 2006), hlm.47.
28
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi (Edisi Revisi) (Jakarta : Bumi Aksara, 2015),
hlm.113.
59

1. Melalui pengawasan, pelaksanaan tugas-tugas yang telah

ditentukan berjalan sungguh-sungguh sesuai dengan pola yang

telah digariskan dalam rencana;

2. Struktur serta hierarki organisasi sesuai dengan pola yang telah

ditentukan dalam rencana;

3. Seseorang sungguh-sungguh ditetapkan sesuai dengan bakat,

keahlian dan pendidikan serta pengalamannya dan bahwa usaha

pengembangan keterampilan bawahan dilaksanakan secara

bersamaan, kontinu dan sistematis;

4. Penggunaan alat-alat diusahakan agar sehemat mungkin;

5. Sistem dan prosedur kerja tidak menyimpang dari garis-garis

kebijakan yang telah tercermin dalam rencana;

6. Pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab didasarkan

pada pertimbangan-pertimbangan yang objektif dan rasional,

dan tidak atas dasar personal likes and dislikes; dan

7. Tidak terdapat penyimpangan dan/atau penyelewengan dalam

penggunaan kekuasaan, kedudukan dan terutama keuangan.

Menurut Iwan Purwanto dalam Murwaningsih (2013:49),

“Proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan,


rencana dan melakukan tindakan perbaikan (corrective) jika
terdapat penyimpangan-penyimpangan (deviasi), supaya tujuan
yang dihasilkan sesuai dengan yang direncanakan”.

Adapun Winardi dalam Murwaningsih (2013:49), menyebutkan

bahwa tujuan pengawasan adalah sebagai berikut.


60

1. Membandingkan kejadian-kejadian dengan rencana yang


sebelumnya dibuat; dan
2. Mengadakan koreksi-koreksi yang perlu dilakukan, apabila
kejadian-kejadian dalam kenyataan terjadi penyimpangan dari
pada rencana-rencana.

2.1.4.3. Fungsi dan Peran Pengawasan

Dalam kegiatan manajemen, kegiatan pengawasan memiliki

peranan yang sangat penting. Dalam proses pengawasan, hal ini berusaha

untuk mengevaluasi tujuan yang telah dicapai, dan apabila tujuan tidak

tercapai maka dapat dicari faktor penyebabnya sehingga dapat dilakukan

proses perbaikan. Pengawasan sering juga disebut pengendalian, adalah

salah satu fungsi manajemen yang berupa penilaian, bila perlu

mengadakan koreksi sehingga yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke

jalan yang benar dengan maksud mencapai tujuan yang sudah digariskan

semula29.

Robert J. Mockler dalam Handoko (2011:366), mengemukakan

bahwa ada beberapa faktor yang membuat pengawasan semakin

diperlukan oleh setiap organisasi, yaitu sebagai berikut.

1. Perubahan lingkungan organisasi;


2. Peningkatan kompleksitas organisasi;
3. Kesalahan-kesalahan; dan
4. Kebutuhan manajer untuk mendelegasikan wewenang.

Eksplanasi yang berkaitan dengan temuan dalam sebuah

pengawasan sesungguhnya mempunyai fungsi untuk memberikan suatu

kejelasan secara tuntas dengan dapat dipercaya semua pihak, terutama

29
M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2009),
hlm.12.
61

pihak yang melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang telah atau

sedang dilakukan oleh pihak yang diawasi, sehingga hasil pengawasan

sebagai temuan senantiasa memberikan suatu keadilan dan mengemukakan

sesungguhnya kebenaran30.

a. Eksplanasi Keharusan;

b. Eksplanasi Fungsional;

c. Eksplanasi Empiris;

d. Ekplanasi Formal Yuridis;

e. Eksplanasi Ontologi;

f. Eksplanasi Epistemologi;

g. Eksplanasi Aksiologi; dan

h. Eksplanasi Tujuan.

Hasibuan yang dikutip Brantas dalam Fahmi (2012:85),

mengemukakan bahwa pengawasan memiliki kaitan yang erat sekali

dengan fungsi perencanaan, dan kedua fungsi ini merupakan hal yang

saling mengisi, dikarenakan sebagai berikut.

a. Pengawasan harus terlebih dahulu direncanakan;


b. Pengawasan baru dapat dilakukan jika ada rencana;
c. Pelaksanaan rencana akan baik, jika pengawasan dilakukan
dengan baik; dan
d. Tujuan dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak, setelah
pengawasan atau penilaian dilakukan.

30
Makmur, Efetivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan (Bandung : Refika Aditama, 2015),
hlm.179-182.
62

Secara umum, ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan

diberlakukannya pengawasan pada suatu organisasi, yaitu sebagai

berikut31.

1. Pengawasan memiliki peran penting terutama dalam

memastikan setiap pekerjaan terlaksana sesuai dengan yang

direncanakan;

2. Membantu manajer dalam mengawal dan mewujudkan

keinginan visi dan misi perusahaan/lembaga, dan tidak

terkecuali telah menempatkan manajer sebagai pihak memiliki

wewenang sentral di suatu organisasi;

3. Pengawasan bernilai positif dalam membangun hubungan yang

baik antara pimpinan dan karyawann; dan

4. Pengawasan yang baik memiliki peran dalam

menumbuhkembangkan keyakinan para stakeholders pada

organisasi.

2.1.4.4. Prinsip-Prinsip Pengawasan

Untuk mendapatkan suatu sistem pengawasan yang efektif, maka

perlu dipenuhi beberapa prinsip pengawasan. Dua prinsip pokok, yang

merupakan suatu “conditio sine qua non” bagi suatu sistem pengawasan

yang efektif ialah adanya rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi-

31
Irham Fahmi, Manajemen (Teori, Kasu, dan Solusi) (Bandung : Alfabeta, 2012), hlm.85-86.
63

instruksi serta wewenang-wewenang kepada bawahan32. Koontz dan

O‟Donnel dalam Manullang (2009:174), mengemukakan bahwa suatu

sistem pengawasan haruslah mengandung prinsip-prinsip berikut.

1. Dapat mereflektir sifat-sifat dan kebutuhan-kebutuhan dari


kegiatan-kegiatan yang harus diawasi;
2. Dapat dengan segera melaporkan penyimpangan-penyimpangan;
3. Fleksibel;
4. Dapat mereflektir pola organisasi;
5. Ekonomis;
6. Dapat dimengerti; dan
7. Dapat menjamin diadakannya tindakan korektif.

Menurut Tanri Abeng dalam Murwaningsih (2013:52), dalam

fungsi pengawasan ada beberapa prinsip yang merupakan basis dari

fondasi pengawasan yang baik. Prinsip itu meliputi beberapa poin, yaitu

sebagai berikut.

1. Point of Control: The greatest potential for control tends to exist


at the point where the action take place;
Potensial pengawasan cenderung berada pada titik di mana
kegiatan berlangsung. Hal ini sejalan dengan pentingnya
memberi perhatian khusus pada unit kegiatan yang memerlukan
sumber daya paling besar.
2. Self control. Self control tend to be the most effective form of
control; Pengendalian sendiri cenderung menjadi bentuk
pengendalian yang paling efektif. Apabila, masing-masing
pemegang tugas dapat melaksanakan mekanisme pengawasan
sendiri, hasilnya akan jauh lebih efektif karena koreksi bisa
segera dilakukan.
3. Personal control. Personal control tergantung dari standar yang
disepakati dan membutuhkan metode penilaian kegiatan dari
hasil-hasilnya oleh mereka yang melaksanakan pekerjaan
sendiri. Investasi awal yang dibutuhkan berupa waktu dan
pelatihan. Metode ini merupakan kesepakatan antara atasan dan
bawahan, sehingga terjadi pembagian kewenangan sekaligus
penciptaan akuntabilitas pada manajemen.

32
M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2009),
hlm.173.
64

Hal lain yang senada dengan prinsip-prinsip pengawasan adalah

syarat-syarat pengawasan yang dikemukakan oleh Maringan M. Simbolon

dalam Murwaningsih (2013:53), yaitu sebagai berikut.

1. Pengawasan harus dihubungkan dengan rencana dan kedudukan


seseorang;
2. Pengawasan harus menunjukkan penyimpangan-penyimpangan
pada hal-hal yang penting;
3. Pengawasan harus objektif;
4. Pengawasan harus luwes (flexible);
5. Pengawasan harus hemat; dan
6. Pengawasan harus membawa tindakan perbaikan (corrective
action).

Prayudi Atmosudirdjo dalam Murhaini (2014:5-7), mengemukakan

bahwa terdapat beberapa asas yang harus ditaati secara konsisten manakala

pengawasan dijalankan dalam proses pelaksanaan aktivitas. Adapun asas

yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Asas tercapainya tujuan;


2. Asas efisiensi;
3. Asas tanggung jawab;
4. Asas pengawasan;
5. Asas langsung;
6. Asas refleksi perencanaan;
7. Asas penyesuaian dengan organisasi;
8. Asas individual;
9. Asas standar;
10. Asas pengawasan terhadap strategi;
11. Asas pengecualian;
12. Asas pengendalian fleksibel;
13. Asas peninjauan kembali; dan
14. Asas tindakan.

Unsur-unsur kelembagaan pengawasan diklasifikasikan menjadi 9

(sembilan) unsur, yaitu sebagai berikut33.

33
Makmur, Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Sektor Publik (Bandung : Refika Aditama, 2015),
hlm.250-252.
65

1. Unsur Tenaga Kerja Manusia;

2. Unsur Penggunaan Uang;

3. Unsur Penerapan Mekanisme Kerja;

4. Unsur Penggunaan Perlengkapan Kantor;

5. Unsur Kelengkapan Dokumen;

6. Unsur Ketepatan Sistem Kerja;

7. Unsur Pimpinan;

8. Unsur Bawahan; dan

9. Unsur Ketepatan Waktu.

Untuk menjadi efektif, sistem pengawasan harus memenuhi kriteria

tertentu. Semakin dipenuhinya kriteria-kriteria tersebut, semakin efektif

sistem pengawasan. Karakteristik-karakteristik pengawasan yang efektif

dapat lebih diperinci sebagai berikut34.

1. Akurat;

Informasi tentang pelaksanaan kegiatan harus akurat. Data yang

tidak akurat dari sistem pengawasan dapat menyebabkan

organisasi mengambil tindakan koreksi yang keliru atau bahkan

menciptakan masalah yang sebenarnya tidak ada.

2. Tepat-Waktu;

Informasi harus dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi

secepatnya bila kegiatan perbaikan harus dilakukan segera.

3. Obyektif dan Menyeluruh;

34
T. Hani Handoko, Manajemen (Edisi 2) (Yogyakarta : BPFE, 2011), hlm.373-374.
66

Informasi harus mudah dipahami dan bersifat objektif serta

lengkap.

4. Terpusat pada Titik-Titik Pengawasan Strategik;

Sistem pengawasan harus memusatkan perhatian pada bidang-

bidang di mana penyimpangan-penyimpangan dari standar

paling sering terjadi atau yang akan mengakibatkan kerusakan

paling fatal.

5. Realistik secara Ekonomis;

Biaya pelaksanaan sistem pengawasan harus lebih rendah, atau

paling tidak sama, dengan kegunaan yang diperoleh dari sistem

tersebut.

6. Realistik secara Organisasional;

Sistem pengawaan harus cocok atau harmonis dengan

kenyataan-kenyataan organisasi.

7. Terkoordinasi dengan Aliran Kerja Organisasi;

Informasi pengawasan harus terkoordinasi dengan aliran kerja

organisasi, karena (1) setiap tahap dari proses pekerjaan dapat

mempengaruhi sukses atau kegagalan seluruh organisasi, dan (2)

informasi pengawasan harus sampai pada seluruh personalia

yang memerlukannya.

8. Fleksibel;
67

Pengawasan harus mempunyai fleksibilitas untuk memberikan

tanggapan atau reaksi terhadap ancaman maupun kesempatan

dari lingkungan.

9. Bersifat sebagai Petunjuk dan Operasional; dan

Sistem pengawasan efektif harus menunjukkan, baik deteksi

atau deviasi dari standar, tindakan koreksi apa yang seharusnya

diambil.

10. Diterima para Anggota Organisasi.

Sistem pengawasan harus mampu mengarahkan pelaksanaan

kerja para anggota organisasi dengan mendorong perasaan

otonomi, tanggung jawab dan berprestasi.

2.1.4.5. Ciri-Ciri Pengawasan

Pengawasan memiliki beberapa ciri-ciri yang menjadi identitas

dalam proses penyelenggaraannya yaitu sebagai berikut35.

a. Pengawasan harus bersifat fact finding;

b. Pengawasan harus bersifat preventif;

c. Pengawasan diarahkan kepada masa sekarang;

d. Pengawasan hanyalah sekadar alat untuk meningkatkan

efisiensi. Pengawasan tidak boleh dipandang sebagai tujuan;

35
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi (Edisi Revisi) (Jakarta : Bumi Aksara, 2015),
hlm.114.
68

e. Karena pengawasan hanya sekadar alat administrasi dan

manajemen, maka pelaksanaan pengawasan harus

mempermudah tercapainya tujuan;

f. Proses pelaksanaan pengawasan harus efisien;

g. Pengawasan tidak dimaksudkan untuk menentukan siapa yang

salah jika ada ketidakberesan, akan tetapi untuk menemukan apa

yang tidak betul; dan

h. Pengawasan harus bersifat membimbing agar para pelaksana

meningkatkan kemampuannya untuk melakukan tugas yang

ditentukan baginya.

Pengawasan yang tepat dapat membantu hubungan-hubungan

manusia yang baik. Hal ini dapat menjadi sebuah substansi penting agar

pencapaian tujuan dari sebuah rencana dalam berjalan dengan optimal.

Berikut ini adalah ciri-ciri pengawasan, yaitu sebagai berikut36.

a. Jenis pengawasan haruslah sejalan dengan persyaratan-

persyaratan perorangan dari kegiatan itu. Besarnya operasi dan

lokasinya dalam organisasi biasanya penting sekali;

b. Penyimpangan-penyimpangan yang memerlukan koreksi

haruslah dengan segera diidentifikasikan, bahwa sebelum

mereka terjadi, seperti yang dimungkinkan dalam beberapa jenis

pengawasan, misalnya pengawasan kualitas secara statistik. Juga

36
George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta : Bumi Aksara, 2008),
hlm. 238.
69

pengawasan-pengawasan haruslah sebanding dengan

pembiayaannya.

2.1.4.6. Jenis-Jenis Pengawasan

Sebagaimana halnya dengan fungsi-fungsi organik lainnya, karena

ruang lingkupnya, dalam pengawasan pun dapat dibedakan menjadi 2

(dua) bentuk37, yaitu sebagai berikut.

1. Administrative control; dan

Pengawasan dalam bentuk ini meliputi seluruh kegiatan pada

unit organisasi pada semua tingkat. Maksudnya adalah agar

keputusan yang telah dibuat (dalam bentuk rencana), sungguh-

sungguh dijalankan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan

sebelumnya.

2. Managerial control.

Pengawasan tipe ini bersifat lebih sempit dan lebih khusus.

Khusus dalam arti tidak berlaku bagi seluruh organisasi-tergantung

pada tingkat manajemen apa yang melaksanakannya-akan tetapi

hanya berlaku untuk suatu unit tertentu, bagian tertentu atau fase

tertentu daripada rangkaian keseluruhan.

Sondang P. Siagian dalam Murwaningsih (2013:55),

mengemukakan, ada 4 (empat) jenis pengawasan di lingkungan

pemerintah, yaitu sebagai berikut.

37
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi (Edisi Revisi) (Jakarta : Bumi Aksara, 2015),
hlm.112-113.
70

a. Pengawasan melekat;
b. Pengawasan Fungsional;
c. Pengawasan oleh Lembaga Konstitusional; dan
d. Pengawasan Sosial.

Ada 3 (tiga) tipe dasar pengawasan, yaitu sebagai berikut38.

1. Pengawasan Pendahuluan (Feedforward Control);

2. Pengawasan yang Dilakukan Bersamaan dengan Pelaksanaan

Kegiatan (Concurent Control);

3. Pengawasan Umpan Balik (Feedback Control).

Kegiatan belum Kegiatan sedang Kegiatan telah


dilaksanakan dilaksanakan dilaksanakan

Feedforward Control Concurent Control Feedback Control

Gambar. 2.1.
Tipe-Tipe Pengawasan
(Sumber : Handoko, 2011:362)

Kontrol operatif untuk bagian terbesar berurusan dengan tindakan,

akan tetapi kontrol administratif berurusan dengan tindakan dan pikiran.

Agar seorang manajer tetap mengetahui lebih dahulu apa yang sedang

terjadi, maka biasanya adalah perlu untuk melakukan pengawasan-

pengawasan di bidang kunci tertentu, yaitu sebagai berikut39.

38
T. Hani Handoko, Manajemen (Edisi 2) (Yogyakarta : BPFE, 2011), hlm.361-362.
39
George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta : Bumi Aksara, 2008),
hlm.242-258.
71

1. Pengawasan Kuantitas;

2. Pengawasan Kualitas;

3. Pengawasan Waktu; dan

4. Pengawasan Biaya.

Ada 4 (empat) macam dasar penggolongan jenis pengawasan 40,

yakni sebagai berikut.

1. Waktu Pengawasan;

Berdasarkan waktu pengawasan, macam-macam pengawasan

dibedakan atas :

a. Pengawasan Preventif; dan

b. Pengawasan Represif.

2. Objek Pengawasan;

Berdasarkan objek pengawasan, pengawasan dapat dibedakan

atas pengawasan di bidang-bidang sebagai berikut .

a. Produksi;

b. Keuangan;

c. Waktu; dan

d. Manusia dengan kegiatan-kegiatannya.

Menurut Beishline dalam Manullang (2009:177),

mengemukakan bahwa pengawasan berdasarkan objeknya dapat

dibedakan atas (1) kontrol administratif dan (2) kontrol operatif.

Menurut Willian R. Spriegel dalam Manullang (2009:177),

40
M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2009),
hlm.176-178.
72

administrative controls meliputi 5 (lima) aktivitas, yaitu sebagai

berikut.

1. Production planning and control;


2. Budgeting;
3. Inspection and quality control;
4. Standing orders; dan
5. Policies.

3. Subjek Pengawasan; dan

Bilamana pengawasan dibedakan atas dasar penggolongan siapa

yang mengadakan pengawasan, maka pengawasan itu dapat

dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu sebagai berikut.

a. Pengawasan Intern; dan

b. Pengawasan Ekstern.

4. Cara Mengumpulkan Fakta-Fakta Guna Pengawasan.

Berdasarkan cara bagaimana mengumpulkan fakta-fakta guna

pengawasa, maka pengawasan itu dapat digolongkan atas :

1. Personal observation (personal inspection);

2. Oral report (laporan lisan);

3. Written report (laporan tertulis); dan

4. Control by exception.

Selanjutnya, terdapat beberapa jenis pengawasan lainnya, yaitu

sebagai berikut41.

1. Pengawasan Fungsional;

2. Pengawasan Masyarakat;

41
Makmur, Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan (Bandung : Refika Aditama, 2015),
hlm.185-188.
73

3. Pengawasan Administratif;

4. Pengawasan Teknis;

5. Pengawasan Pimpinan;

6. Pengawasan Barang;

7. Pengawasan Jasa;

8. Pengawasan Internal; dan

9. Pengawasan Eksternal.

2.1.4.7. Teknik-Teknik Pengawasan

Proses pengawasan pada dasarnya dilaksanakan oleh administrasi

dan manajemen dengan mempergunakan 2 (dua) macam teknik42, yaitu

sebagai berikut.

1. Pengawasan Langsung (Direct Control); dan

a. Inspeksi Langsung; dan

b. On-the-Spot Obseravtion.

c. On the spot report.

2. Pengawasan Tidak Langsung (Indirect Control).

Terdapat beberapa cara untuk menentukan pelaksanaan kerja

(performance) yaitu pengamatan-pengamatan, laporan-laporan dan data-

42
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi (Edisi Revisi) (Jakarta : Bumi Aksara, 2015),
hlm.115-116.
74

data statistik. Laporan-laporan mengambil bentuk lisan seperti wawancara

dan pembahasan berkelompok serta laporan dalam bentuk tertulis, yang

mungkin hanya deskriptif semata atau memuat data statistik. Laporan-

laporan tertulis haruslah ditinjau secara berkala untuk menentukan apakah

mereka masih diperlukan43.

Metode pengawasan terdiri atas 2 (dua) kelompok, yaitu metoda

bukan kuantitatif (non-quantitative) dan metoda kuantitatif, yakni sebagai

berikut44.

1. Metoda Pengawasan Non-Kuantitatif

Teknik-teknik yang sering digunakan meliputi sebagai berikut:

a. Pengamatan (Control by Observation);

b. Inspeksi Teratur dan Langsung (Control by a Regular and

Spot Inspection);

c. Pelaporan lisan dan Tertulis (Control by Report);

d. Evaluasi Pelaksanaan; dan

e. Diskusi antara manajer dan bawahan tentang Pelaksanaan

Suatu Kegiatan.

Sistem-sistem dan metoda-metoda manajemen yang

digunakan untuk tujuan pengawasan mencakup juga yaitu

sebagai berikut.

a. Management by Objectives (MBO);

b. Management by Exception (MBE); dan


43
George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta : Bumu Aksara, 2008),
hlm.235-236.
44
T. Hani Handoko, Manajemen (Edisi 2) (Yogyakarta : BPFE, 2011), hlm.376-377.
75

c. Management Information System (MIS).

2. Teknik-Teknik Pengawasan Kuantitatif.

Sebagian besar teknik-teknik pengawasan kuantitatif cenderung

untuk menggunakan data khusus dan metoda-metoda kuantitatif

untuk mengukur dan memeriksa kuantitas dan kualitas keluaran

(output), yaitu sebagai berikut.

a. Anggaran (Budget);

b. Audit (Internal/External/Management Audit);

c. Analisis Break-Even;

d. Analisis Rasio;

e. Bagan dan teknik yang berhubungan dengan waktu

pelaksanaan kegiatan, seperti a) Bagan Gantt; b) Program

Evaluation and Review Technique; dan c) Critical Path

Methode.

Supaya pengawasan yang dilakukan seseorang atasan efektif, maka

haruslah terkumpul fakta-fakta di tangan pemimpin yang bersangkutan.

Guna maksud pengawasan seperti ini, ada beberapa cara untuk

mengumpulkan fakta45, yaitu sebagai berikut.

1. Peninjauan Pribadi;

Peninjauan pribadi (personal inspection, personal observation).

2. Interview atau Lisan (Oral Report);

3. Laporan Tertulis; dan

45
M. Manullang, Dasar-Dasar Mnajemen (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2009),
hlm.178-180.
76

4. Laporan dan Pengawasan kepada Hal-Hal yang Bersifat

Istimewa/Khusus.

Kegiatan pengawasan sudah harus dilakukan sejak taraf

perencanaan untuk menghindari kekeliruan dalam perencanaan.

Pengawasan yang senantiasa melekat dalam manajemen adalah Waskat

(pengawasan melekat). Pengawasan melekat bukanlah sekedar

pengawasan terhadap perilaku bawahannya namun juga mencakup

pengawasan terhadap fungsinya setiap komponen yang ada pada

organisasi, berjalannya secara tepat. Semua prosedur dan mekanisme serta

tata hubungan kerja dan penampilan kinerja organisasi sesuai dengan visi

dan misi yang diembannya 46.

Tata nilai dalam kehidupan kelembagaan senantiasa berorientasi

pada masa yang akan datang, di sinilah pentingnya peranan teknik-teknik

pengawasan agar tata nilai dalam kehidupan kelembagaan dapat

terpelihara dengan baik dan dalam melaksanakan berbagai aktivitas

anggota kelembagaan mentaati tata nilai tersebut. Terdapat beberapa

teknik pengawasan, yaitu sebagai berikut47.

1. Teknik Pemantauan dalam Pengawasan;

2. Teknik Pemeriksaan dalam Pengawasan;

3. Teknik Penilaian dalam Pengawasan;

4. Teknik wawancara dalam Pengawasan;

46
Waluyo, Manajemen Publik (Konsep, Aplikasi dan Implementasinya dalam Pelaksanaan
Otonomi Daerah) (Bandung : Mandar Maju, 2007), hlm.172.
47
Makmur, Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan (Bandung : Refika Aditama, 2015),
hlm.192-196.
77

5. Teknik Pengamatan dalam Pengawasan;

6. Teknik Perhitungan dalam Pengawasan;

7. Teknik Analisis dalam Pengawasan; dan

8. Teknik Pelaporan dalam Pengawasan.

Ruang lingkup pemeriksaan/pengawasan yang terdiri atas

keuangan, kinerja dan tujuan tertentu menuntut standar

pemeriksaan/pengawasan yang tidak saja jelas dan mudah diketahui, tetapi

juga dibutuhkan adanya direction agar supaya ada kebebasan dan ketaatan.

Sehingga memudahkan untuk mencapai tingkat responsibilitas dan

akuntabilitas yang tinggi dan handal. Disinilah diperlukan transparansi

antara pihak-pihak yang berkaitan dengan pemeriksaan/pengawasan, ialah

yang mengawasi dan yang diawasi atau diantara yang memeriksa dengan

yang diperiksa. Selama ini, sistem administrasi atau sistem prosedur untuk

pemeriksaan atau pengawasan sering menumbuhkan permasalahan di

antara kedua belah pihak, antara pengawas/pemeriksa dengan yang

diawasi/diperiksa. Hal ini tidak saja menyangkut permasalahan form, tetapi

juga ukuran, yardstick yang secara transparan diketahui, dipahami dan

disepakati oleh kedua belah pihak, bahkan juga menyangkut teknik, cara

dan waktu pengawasan/pemeriksaan. Strategi yang lebih efisien, mengena

dan mencapai sasaran sesuai dengan tujuan atau the ultimate goal dari

pemeriksaan/pengawasan. Strategi pengembangan sistem administrasi


78

untuk menghindarkan dari overlapping, pengulangan yang menumbuhkan

persepsi ketidakpercayaan48.

2.1.5.8. Proses Pengawasan

Untuk mempermudah pelaksanaan tugas pengawasan, dalam

merealisasi tujuan harus melalui beberapa fase atau urutan pelaksanaan,

proses pengawasan di manapun, atau pengawasan yang berobjekkan

apapun terdiri dari fase sebagai berikut49.

1. Menetapkan Alat Pengukur (Standard);

a. Standar dalam bentuk fisik;

1. Kuantitas hasil produksi;

2. Kualitas hasil produksi;

3. Waktu.

b. Standar dalam bentuk uang;

1. Standar biaya;

2. Standar penghasilan; dan

3. Standar investasi.

c. Standar Intangible.

Standar yang biasa digunakan untuk mengukur atau menilai

kegiatan bawahan yang diukur baik dengan bentuk fisik ataupun

dengan bentuk uang. Misalnya, untuk mengukur sikap pegawai

48
Warsito Utomo, Administrasi Publik Baru Indonesia (Perubahan Paradigma dari Admnistrasi
Negara ke Administrasi Publik) (Yogyakarta : MAP UGM dengan Pustaka Pelajar, 2007),
hlm.216-218.
49
M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2009),
hlm.184-191.
79

terhadap perusahaan, diantaranya yaitu banyaknya keluhan-

keluhan pegawai yang disampaikan, banyaknya saran-saran

pegawai kepada pimpinan, banyaknya pegawai yang mangkir,

dan lain sebagainya.

2. Mengadakan Penilaian/Evaluasi (Evaluate);

Dalam pelaksanaan penilaian, terdapat 2 (dua) hal yang perlu

diperhatikan yaitu alat pengukur (standard) dan hasil pekerjaan

bawahan (actual result).

a. Laporan Tertulis; dan

b. Langsung mengunjungi bawahan.

3. Mengadakan Tindakan Perbaikan (Corrective Action).

Fase terakhir ini dapat dilaksanakan, bila pada fase sebelumnya

dipastikan telah terjadi penyimpangan. Untuk dapat melaksanakan

tindakan perbaikan, maka pertama-tama haruslah dianalisis apa

yang menyebabkan terjadinya perbedaan itu. Perlu adanya laporan

berkala sehingga penyimpangan dapat diketahui segera dan dapat

ditentukan tindakan perbaikan yang akan diambil. Kemudian,

pelaksanaan pekerjaan seluruhnya dapat diselamatkan sesuai

dengan rencana. Bila hal ini memang tidak mungkin, maka adanya

laporan penyimpangan itu menjadi bahan dalam penyusunan

rencana berikutnya.

William H. Newman dalam Handoko (2011:367), mengemukakan

prosedur untuk penetapan sistem pengawasan. Pendekatannya terdiri atas 5


80

(lima) langkah dasar yang dapat diterapkan untuk semua tipe kegiatan

pengawasan, yaitu sebagai berikut.

1. Merumuskan hasil yang diinginkan;


2. Menetapkan petunjuk (predictors) hasil;
“early warning predictors” yang dapat membantu manajer
memperkirakan apakah hasil yang diinginkan tercapai atau
tidak, diantaranya yaitu pengukuran masukan, hasil-hasil pada
tahap-tahap permulaan, gejala-gejala (symptoms) dan
perubahan dalam kondisi yang diasumsikan.
3. Menetapkan standar petunjuk dan hasil;
4. Menetapkan jaringan informasi dan umpan balik; dan
5. Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi.

Maringan M. Simbolon dalam Murwaningsih (2013:65-66), proses

pengawasan terdiri dari tipe standar, yaitu sebagai berikut.

1. Standar Fisik;
2. Standar Biaya;
3. Standar Modal;
4. Standar Pendapatan;
5. Standar Program;
6. Standar yang Tak Dapat Diraba; dan
7. Standar Sasaran, baik kuantitatif maupun kualitatif.

Proses pengawasan biasanya terdiri paling sedikit 5 (lima) tahap,

yaitu sebagi berikut50.

1. Penetapan Standar;

Bentuk standar yang umum, yaitu sebagai berikut.

a. Standar-standar phisik; mungkin meliputi kuantitas barang

atau jasa, jumlah langganan, atau kualitas produk;

b. Standa-standar moneter; yang ditunjukkan dalam rupiah dan

mencakup biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor,

pendapatan penjualan dan sejenisnya; dan

50
T. Hani Handoko, Manajemen (Edisi 2) (Yogyakarta : BPFE, 2011), hlm.362-365.
81

c. Standar-standar waktu; meliputi kecepatan produksi atau

batas waktu suatu pekerjaan harus diselesaikan.

Penetapan Penentuan Pengukuran Pembandingan


Standar Pengukuran Pelaksanaan dengan Standar;
Pelaksanaan Pelaksanaan Kegiatan Evaluasi
Kegiatan

Pengambilan tindakan
koreksi, bila perlu
= Tindakan Koreksi

Gambar 2.2.
Proses Pengawasan
(Sumber : Handoko, 2011:363)

2. Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan;

3. Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan;

Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan,

pengukuran pelaksanaan dilaksanakan sebagai proses yang

berulang-ulang dan terus-menerus. Ada berbagai cara untuk

melakukan pengukuran pelaksanaan, yaitu sebagai berikut.

a. Pengamatan (Observation);

b. Laporan-laporan, baik lisan dan tertulis;

c. Metode-metode otomatis; dan

d. Inspeksi, pengujian (test) atau dengan pengambilan sampel.

4. Pembandingan Pelaksanaan dengan Standar dan Analisa

Penyimpangan;
82

5. Pengambilan Tindakan Koreksi Bila Diperlukan.

2.1.5.9. Hambatan-Hambatan dan Solusi dalam Pengawasan

Sistem pengawasan bertujuan untuk membentuk suatu model kerja

pengawasan dengan mengacu pada aturan-aturan yang berlaku dan

diharapkan. Pengharapan itu bersifat jangka pendek dan jangka panjang.

Namun dalam pengawasan, sering sistem pengawasan itu tidak bisa

berlangsung atau dijalankan secara baik atau dengan kata lain sistem

pengawasan tersebut mengalami penolakan dari pihak-pihak tertentu51.

Lawyer dalam Fahmi (2012:88-89), menyimpulkan bahwa

penolakan terhadap sistem pengawasan itu lebih besar kemungkinannya

terjadi di bawah salah satu atau lebih dari keadaan berikut.

1. Sistem pengawasan itu mengukur prestasi dalam suatu daerah


baru;
2. Sistem pengawasan itu menggantikan suatu sistem dimana orang
mempunyai investasi besar dalam pemeliharaannya;
3. Standar-standar ditetapkan tanpa partisipasi;
4. Hasil-hasil dari sistem pengawasan itu tidak diumpan balik (feed
back) kepada mereka yang prestasinya diukur;
5. Hasil-hasil dari sistem pengawasan itu disampaikan ke level
yang lebih tinggi dalam organisasi dan dipakai dengan sistem
imbalan (reward system).
6. Orang terkena oleh sistem itu relatif puas dengan hal-hal
sebagaimana adanya dan mereka melihat diri mereka sendiri
terikat (committed) pada organisasi.
7. Orang yang terkena sistem itu rendah harga diri dan
authoritarianism mereka.

51
Irham Fahmi, Manajemen (Teori, Kasus, dan Solusi) (Bandung : Alfabeta, 2012), hlm.88.
83

Muchsan dalam Murwaningsih (2013:68), mengungkapkan tidak

bermanfaatnya pengawasan melekat karena beberapa alasan, yaitu sebagai

berikut.

1. Melemahnya pengawasan oleh atasan langsung. Hal ini


disebabkan karena:
a. Pimpinan tidak memliki kemampuan dan keterampilan yang
cukup, baik dari segi manajerial maupun technical skill;
b. Kelemahan mental pimpinan, sehingga tidak mungkin
memiliki kepemimpinan yang tangguh.
c. Sistem nepotisme, yang mengakibatkan objektivitas
pengawasan sulit terwujud. Karena pihak yang diawasi dan
yang mengawasi masih terikat ikatan yang kuat.
2. Melemahnya sistem pengendalian manajemen, hal ini terjadi
apabila:
a. Mutu atau kualitas pengendalian manajemen kurang baik;
b. Kesungguhan dan kualitas kerja para pegawai kurang baik,
misalnya banyaknya pegawai yang melakukan tindakan
indisipliner.

Untuk mengatasi agar terciptanya pengawasan yang berlangsung

secara baik, maka setiap hambatan dalam bidang pengawasan harus

dicarikan solusi. Adapun bentuk solusi tersebut adalah sebagai berikut52.

1. Menciptakan hubungan antara tingkat atas dan bawah agar

terbentuknya suatu control yang maksimal sampai dengan

tingkat sub-system;

2. Memahami konsep efektivitas.

3. Organisasi perlu mengembangkan suatu standar acuan kerja

yang representatif dan modern.

4. Menerapkan konsep “the right man and the right place”.

52
Ibid., hlm.89-90.
84

2.1.5. Perizinan

2.1.5.1. Pengertian Izin

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, 1989 : 341), Izin adalah pernyataan mengabulkan (tiada

melarang, dsb); persetujuan membolehkan. Ateng Syafrudin dalam

Ridwan dan Sudrajat (2014:91), mengemukakan bahwa izin bertujuan dan

berarti menghilangkan halangan di mana hal yang dilarang menjadi boleh.

Penolakan atas permohonan izin memerlukan perumusan limitatif. Lebih

lanjut, Asep Warlan Yusuf dalam Ridwan dan Sudrajat (2014:91),

mengatakan bahwa izin sebagai suatu instrumen pemerintah yang bersifat

yuridis preventif, yang digunakan sebagai sarana hukum administrasi

untuk mengendalikan perilaku masyarakat.

Sjachran Basah dalam Ridwan HR. (2016:196), mengemukakan

pernyataan bahwa tidaklah mudah memberikan definisi apa yang

dimaksud dengan izin. Apa yang dikatakan Sjachran Basah agaknya sama

dengan yang berlaku di negeri Belanda, seperti dikemukakan van der Pot

yang dikutip dari E. Utrecht dalam Ridwan HR (2016:196), yaitu “Het is

uiterst moelijk voor begrip vergunning een definitie tevinden” (sangat

sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin itu). Hal ini

disebabkan karena antara pakar tidak terdapat persesuaian paham, masing-

masing melihat dari sisi yang berlainan terhadap objek yang


85

didefinisikannya. Sukar memberikan definisi bukan berarti tidak terdapat

definisi, bahkan ditemukan sejumlah definisi yang beragam 53.

Sedangkan menurut E. Utrecht dalam Ridwan HR. (2016:199),

berpendapat bahwa bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang

suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan

dengan cara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit, maka

perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut

bersifat suatu izin (vergunning). Izin (vergunning) adalah suatu

persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan

pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari hasil

ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Hal pokok

pada izin, bahwa sesuatu tindakan dilarang kecuali diperkenankan dengan

tujuan dilakukan dengan cara-cara tertentu. Penolakan izin terjadi bila

kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi54.

Bagir Manan dalam Sutedi (2015 : 170), menyebutkan bahwa izin

dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan

peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan

tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. Spelt dan

Tend Berge dalam Pudyatmoko (2009:7), mengemukakan sebagai berikut.

“Dalam izin dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat


melakukan sesuatu kecuali diizinkan. Artinya, kemungkinan untuk
seseorang atau suatu pihak tertutup kecuali diizinkan oleh
pemerintah. Dengan demikian pemerintah meningkatkan perannya

53
Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara (Edisi Revisi) (Jakarta : Rajawali Pers, 2016),
hlm.196.
54
Adrian Sutedi, Hukum Administrasi (dalam Sektor Pelayanan Publik) (Jakarta : Sinar Grafika,
2015), hlm.167-168.
86

dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau pihak yang


bersangkutan”.

Menurut kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan:

“Overheidstoestemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal

van handeling waarop in het algemeen belang speciaal toezicht vereist is,

maar die, in het algemeen, niet als on wenselijk worden beschowd”

(perkenaan/izin dari pemerintah berdasar undang-undang atau peraturan

pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya

memerlukan pengawasan khusus tetapi yang pada umumnya tidaklah

dianggap hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki)55. Sjachran Basah

dalam Ridwan dan Sudrajat (2014:92), mengemukakan bahwa pengertian

izin (vergunning) adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu

yang menghasilkan peraturan dalam hal kontreo berdasarkan persyaratan

dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan perundang-undangan

yang berlaku.

Van der Pot dalam Pudyatmoko (2009:7), mengemukakan bahwa

Izin merupakan suatu keputusan yang memperkenankan dilakukannya

perbuatan yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan.

Selanjutnya, Prajudi Atmosudirjo dalam Pudyatmoko (2009:7),

mengemukakan bahwa izin (vergunning) merupakan dispensasi pada suatu

larangan oleh undang-undang yang bersangkutan berbunyi: “Dilarang

tanpa izin ..... (melakukan)..... dan seterusnya”. Selanjutnya, larangan

tersebut diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria dan sebagainya


55
Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara (Edisi Revisi) (Jakarta : Rajawali Pers, 2016),
hlm.198.
87

yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh dispensasi dari

larangan, disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan

(juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan.

Dilihat dari caranya, maka perizinan merupakan keputusan Tata Usaha

Negara yang dibuat bersifat sepihak, dari pemerintah kepada masyarakat 56.

Secara yuridis, pengertian izin dan perizinan tertuang dalam Pasal

1 angka 8 dan 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri No.24 Tahun 2006

tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dalam

pasal 1 angka 8 ditegaskan bahwa, izin adalah dokumen yang dikeluarkan

oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan

lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau

diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau

kegiatan tertentu. Kemudian pasal 1 angka 9 menegaskan bahwa perizinan

adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha atau

kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha 57.

Menurut W. Prins dalam Sutedi (2015:172), mengemukakan

pengertian izin sebagai berikut.

“Verguinning adalah keputusan Administrasi Negara berupa aturan,


tidak umumnya melarang suatu perbuatan tetapi masih juga
memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan
untuk masing-masing hal yang kongkret, maka perbuatan
administrasi negara yang diperkenankan tersebut bersifat suatu
izin”.

56
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan (dalam Sektor Pelayanan Publik) (Jakarta : Sinar Grafika,
2015), hlm.197-198.
57
Ibid., hlm.173
88

Perizinan merupakan upaya mengatur kegiatan-kegiatan yang

memiliki peluang menimbulkan gangguan pada kepentingan58. Izin adalah

perangkat hukum administrasi yang digunakan pemerintah untuk

mengendalikan warganya agar berjalan dengan teratur dan untuk tujuan ini

diperlukan perangkat administrasi. Salah satu perangkat administrasi

adalah organisasi, dan agar organisasi ini berjalan dengan baik, perlu

dilakukan pembagian tugas. Sendi utama dalam pembagian tugas adalah

adanya koordinasi dan pengawasan59.

2.1.5.2. Sifat Izin

Pada dasarnya, izin merupakan keputusan pejabat atau badan tata

usaha negara yang berwenang yang isinya atau substansinya mempunyai

sifat sebagai berikut60.

1. Izin bersifat bebas adalah izin sebagai keputusan tata usaha

negara yang penerbitannya tidak terikat pada aturan dan hukum

tertulis serta organ yang berwenang dalam izin memiliki kadar

kebebasan yang besar dalam memberikan pemberian izin;

58
Ibid., hlm.173
59
Juniarso Ridwan dan A. Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijkan Layanan
Publik (Bandung : Nunansa Cendekia, 2014), hlm.92.
60
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan (dalam Sektor Pelayanan Publik) (Jakarta : Sinar Grafika,
2015), hlm.173-175.
89

2. Izin bersifat terikat adalah izin sebagai keputusan tata usaha

negara yang penerbitannya terikat pada aturan dan hukum

tertulis dan tidak tertulis serta organ berwenang dalam izin kadar

kebebasannya dan wewenangnya tergantung pada kadar sejauh

mana peraturan perundang-undangannya mengaturnya.

Misalnya, IMB, Izin HO, Izin Usaha Industri;

3. Izin yang bersifat menguntungkan merupakan izin yang isinya

mempunyai sifat menguntungkan pada yang bersangkutan.

Dalam arti, yang bersangkutan diberikan hak-hak atau

pemenuhan tuntutan yang tidak akan ada tanpa keputusan

tersebut. Misalnya, SIM, SIUP, SITU;

4. Izin yang bersifat memberatkan merupakan izin yang isinya

mengandung unsur-unsur memberatkan dalam bentuk

ketentuan-ketentuan yang berkaitan kepadanya;

5. Izin yang segera berakhir merupakan izin yang menyangkut

tindakan-tindakan yang akan segera berakhir atau izin yang

masa berlakunya relatif pendek, misalnya izin mendirikan

bangunan (IMB) yang hanya berlaku untuk mendirikan

bangunan dan berakhir saat bangunan selesai didirikan;

6. Izin yang berlangsung lama merupakan izin yang menyangkut

tidakan-tindakan yang berakhirnya atau masa berlakunya relatif

lama, misalnya izin usah industri yang berhubungan dengan

lingkungan;
90

7. Izin yang bersifat pribadi merupakan izin yang isinya tergantung

pada sifat atau kualitas pribadi dan pemohon izin. Misalnya

Surat Izin Mengemudi (SIM);

8. Izin yang bersifat kebendaan yang merupakan izin yang isinya

tergantung pada sifat dan objek izin. Misalnya izin HO, SITU,

dan lain-lain.

2.1.5.3. Unsur-Unsur Perizinan

Perizinan terdiri atas beberapa unsur, yaitu sebagai berikut.

1. Instrumen Yuridis;

Dalam negara hukum modern, tugas kewenangan pemerintah

tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan tetapi juga

mengupayakan kesejateraan umum. Setiap tindakan hukum

pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun

fungsi pelayanan harus berdasarkan wewenang yang diberikan oleh

peraturan perundang-undangan yang berlaku61.

Salah satu wujud ketetapan ini adalah izin. Berdasarkan jenis-

jenis ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat

konstitutif yakni keputusan yang sebelumnya tidak dimiliki oleh

seseorang yang namanya tercantum dalam keputusan itu, atau

C.J.N. Versteden dalam Ridwan HR. menyatakan “beschikkingen

welke iets toestaan wat tevoren niet geoorloofd was”,(keputusan

61
Ibid., hlm.179.
91

yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak

dibolehkan). Dengan demikian, izin merupakan instrumen yuridis

dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang

digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan

peristiwa kongkret. Setiap ketetapan, izin dibuat dengan ketentuan

dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya.

Sebagai keputusan, izin itu dibuat dengan ketentuan dan

persyaratan yang berlaku bagi keputusan pada umumnya,

sebagaimana yang telat disebutkan di atas62.

F.A.M. Stroink en J.G. Steenbeek H.D. Tjeenk Willink dalam

Sutedi (2015:179), mengemukakan pernyataan sebagai berikut.

“Om positief recht ten kunnen vasstellen en kunnen geen


juridisch concrete beluiten genomen worden”, (untuk dapat
melaksanakan dan menegakkan ketentuan hukum positif perlu
wewenang.Tanpa wewenang tidak dapat dibuat keputusan
yuridis yang bersifat konkret).

2. Peraturan Perundang-undangan;

Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan

hukum pemerintah. Sebagai tindakan hukum maka harus ada

wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau

berdasarkan pada azas legalitas. Pada umumnya wewenang

pemerintah untuk mengeluarkan izin ditentukan secara tegas dalam

peraturan perundang-undanagn yang menjadi dasar dari perizinan

tersebut. Akan tetapi dalam penerapannya, menurut Marcus

62
Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara (Edisi Revisi) (Jakarta : Rajawali Pers, 2016),
hlm.202.
92

Lukman dalam Ridwan HR. (2007 : 212-213), kewenangan

pemerintah dalam bidang izin itu bersifat kewenangan bebas,

dalam arti kepada pemerintah diberi kewenangan untuk

mempertimbangkan atas dasar inisiatif sendiri hal-hal yang

berkaitan dengan izin, misalnya pertimbangan tentang :

a. Kondisi-kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat


diberikan kepada pemohon;
b. Bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut;
c. Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian
atau penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan
d. Prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat
dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun
penolakan pemberian izin.

3. Organ Pemerintah;

Menurut Sjachran Basah dalam makalah seminar hukum yang

berjudul “Sistem Perizinan sebagai Instrumen Pengendali

Lingkungan” dalam Sutedi (2015:181), menyatakan sebagai

berikut.

“Ketentuan penyelenggaraan pemerintahan mulai dari


administrasi negara tertinggi (presiden) sampai dengan
administrasi negara terendah (lurah) berwenang memberikan
izin. Ini berarti terdapat aneka ragam administrasi negara
(termasuk instansinya) pemberi izin yang didasarkan pada
jabatan yang dijabatnya, baik di tingkat pusat maupun daerah”.

Pengaruh pemerintah pada masyarakat melalui tugas mengatur

mempunyai makna bahwa pemerintah terlibat dalam penerbitan

dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan termasuk

melahirkan sistem-sistem perizinan. Dengan demikian, izin sebagai

salah satu instrumen pemerintahan yang berfungsi mengendalikan


93

tingkah laku masyarakat agar sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan63.

N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge dalam Sutedi (2015:182),

mengemukakan sebagai berikut.

“Keputusan yang memberikan izin harus diambil oleh lembaga


yang berwenang dan hampir selalu yang terkait adalah lembaga-
lembaga pemerintahan atau administrasi negara. Dalam hal ini,
lembaga-lembaga pada tingkat penguasa nasional (seorang
menteri) atau tingkat penguasa-penguasa daerah”.

4. Peristiwa Konkret;

Peristiwa kongkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu

tertentu, orang tertentu, tempat tertentu dan fakta hukum tertentu.

Karena peristiwa kongkret ini beragam, sejalan dengan

keberagaman perkembangan masyarakat, maka izin memiliki

berbagai keragaman. Izin yang jenisnya beragam itu dibuat dalam

proses yang cara prosedurnya tergantung dari kewengan pemberi

izin, macam izin, dan stuktur organisasi instansi yang

menerbitkannya64.

5. Proses dan Prosedur;

Proses dan prosedur perizinan dapat meliputi prosedur

pelayanan perizinan, proses penyelesaian perizinan yang

merupakan proses internal yang dilakukan oleh aparat/petugas.

Pada umumnya, permohonan izin harus menempuh prosedur

tertentu yang ditentukan oleh pemerintah selaku pemberi izin.


63
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan (dalam Sektor Pelayanan Publik) (Jakarta : Sinar Grafika,
2015), hlm.181.
64
Ibid., hlm.206.
94

Prosedur dan persyaratan perizinan berbeda-beda tergantung jenis

izin, tujuan izin dan instansi pemberi izin65.

Menurut Soehino dalam bukunya yang berjudul “Asas-asas

Hukum Tata Pemerintahan” seperti yang dikutip oleh Ridwan HR

(2016:207), dikemukakan bahwa:

"Syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional.


Bersifat konstitutif, karena ditentukan suatu perbuatan atau
tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi,
artinya dalam hal pemberian izin ditentukan suatu perbuatan
kongkret dan bila tidak dipenuhi akan dikenai sanksi. Bersifat
kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat
serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang
disyaratkan itu terjadi.”

Dalam hal pelaksanaan perizinan, lack of competencies sangat

mudah untuk dijelaskan, diantaranya yaitu sebagai berikut66.

1. Proses perizinan membutuhkan adanya pengetahuan tidak

hanya sebatas pada aspek legal dari proses perizinan, tetapi

lebih jauh dari aspek tersebut;

2. Proses perizinan memerlukan dukungan keahlian aparatur,

tidak hanya dalam mengikuti tata urutan prosedurnya, tetapi

hal-hal lain yang sangat mendukung kelancaran proses

perizinan itu sendiri. Pengoptimalan penggunaan teknologi

informasi, misalnya dianggap menjadi solusi yang sangat

tepat untuk mengefisienkan prosedur perizinan; dan

65
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan (dalam Sektor Pelayanan Publik) (Jakarta : Sinar Grafika,
2015), hlm.185.
66
Ibid., hlm.185-186.
95

3. Proses perizinan tidak terlepas dari interaksi antara pemohon

dengan pemberi izin. Dalam interaksi tersebut terkadang

muncul perilaku yang menyimpang baik yang dilakukan oleh

aparatur maupun yang dipicu oleh kepentingan bisnis pelaku

usaha, sehingga aparatur pelaksana perizinan dituntut untuk

memiliki perilaku yang positif dengan tidak memanfaatkan

situasi demi kepentingan pribadi.

6. Persyaratan;

Soehino dalam Sutedi (2015:186-187), mengemukakan bahwa

syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional.

Bersifat konstitutif, karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah

laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi, artinya dalam

hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila

tidak dipenuhi dapat dikenai sanksi. Bersifat kondisional, karena

penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai

setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi67.

7. Waktu Penyelesaian Izin;

Waktu penyelesaian izin harus ditentukan oleh instansi yang

bersangkutan. Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat

pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan.

Dimensi waktu selalu melekat pada proses perizinan karena adanya

tata cara dan prosedur yang ditempuh seseorang dalam mengurus

67
Ibid., hlm.186-187.
96

perizinan tersebut. Dengan demikian, regulasi dan deregulasi harus

memenuhi kriteria sebagai berikut68.

1. Disebutkan dengan jelas;

2. Waktu yang ditetapkan sesingkat mungkin; dan

3. Diinformasikan secara luas bersama-sama dengan prosedur

dan persyaratan.

8. Biaya Perizinan;

Pembiayaan menjadi hal mendasar dari pengurusan perizinan.

Namun, perizinan sebagai bagian dari kebijakan pemerintah untuk

mengatur aktivitas masyarakat, sudah seharusnya memenuhi sifat-

sifat sebagai public goods. Dengan demikian, meskipun terdapat

pembiayaan, sesungguhnya bukan sebagai alat “budgetaire”

negara. Oleh karena itu, harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut69.

a. Disebutkan dengan jelas;

b. Terdapat (mengikuti) standar nasional;

c. Tidak ada pengenaan biaya lebih dari sekali untuk setiap

objek (syarat) tertentu;

d. Perhitungan didasarkan pada tingkat real cost (biaya yang

sebenarnya).

e. Besarnya biaya diinformasikan secara luas.

9. Pengawasan Penyelenggaraan Izin

68
Ibid., hlm.188.
69
Ibid., hlm.188.
97

Masalah pelayanan masyarakat yang diberikan oleh aparat

birokrasi pemerintah merupakan suatu masalah penting, bahkan

seringkali variabel ini dijadikan alat ukur untuk menilai

keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas pokok pemerintah. Begitu

juga halnya di daerah, masalah pelayanan perizinan sudah menjadi

program pemerintah yang harus secara terus menerus ditingkatkan

pelaksanaannya. Dalam Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003

tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik,

dikemukakan bahwa pengawasan pelayanan publik dimaksudkan

untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan perizinan

oleh aparatur pemerintah, diberikan arahan mengenai prinsip-

prinsip pelayanan perizinan, yaitu antara lain prinsip

kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan dan

tanggungjawab serta kedisiplinan70.

10. Penyelesaian Pengaduan dan Sengketa;

a. Pengaduan

Mekanisme pengaduan merupakan mekanisme yang dapat

ditempuh oleh pemohon izin atau pihak yang dirugikan akibat

dikeluarkannya izin. Mekanisme penanganan pengaduan yang

baik dan benar, harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut71.

70
Ibid., hlm.189-190.
71
Ibid., hlm.191.
98

1. Penentuan prioritas pengaduan yang masuk ke loket atau

kotak pengaduan dan berbagai sarana pengaduan

lainnya;

2. Adanya prosedur penyelesaian pengaduan;

3. Adanya pejabat atau petugas yang secara khusus

bertanggungjawab atas pengaduan; dan

4. Adanya standar waktu penyelesaian pengaduan.

b. Sengketa

Apabila penyelesaian pengaduan tersebut oleh pemohon

atau pihak yang dirugikan akibat dikeluarkannya izin, maka

dapat melakukan penyelesaian melalui jalur hukum, yakni

melalui mediasi, ombudsman atau panggilan, untuk

menyelesaikan sengketa hukum perizinan tersebut. Berikut ini

yang harus diperhatikan dalam hal tersebut72.

a. Prosedur sederhana dibuka (dapat diakses) secara luas;

b. Menjaga kerahasiaan pihak yang melakukan komplain;

c. Menggunakan berbagai media;

d. Dilakukan penyelesaian sesegera mungkin;

e. Membuka akses penyelesaian sengketa melalui jalur

pengadilan atau non-pengadilan.

72
Ibid., hlm.192.
99

11. Sanksi;

Sebagai produk kebijakan publik, regulasi dan deregulasi

perizinan di Indonesia ke depan perlu memperhatikan materi sanksi

dengan kriteria berikut73.

a. Disebutkan secara jelas terkait dengan unsur-unsur yang

dapat diberi sanksi dan sanksi apa yang akan diberikan;

b. Jangka waktu pengenaan sanksi disebutkan; dan

c. Mekanisme pengguguran sanksi.

12. Hak dan Kewajiban;

Hak dan kewajiban antara pemohon dan instansi pemberi izin

harus tertuang dalam regulasi dan deregulasi perizinan di

Indonesia. Dalam hal ini juga harus diperhatikan hal-hal berikut74.

1. Tertulis dengan jelas;

2. Seimbang antarpara pihak; dan

3. Wajib dipenuhi oleh para pihak.

Di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik, juga dikemukakan hak dan kewajiban

masyarakat (yang memohon izin) dan instansi pemberi layanan

perizinan. Hak-hak masyarakat, yaitu sebagai berikut.

1. Mendapatkan pelayanan perizinan yang berkualitas sesuai

dengan asas dan tujuan pelayanan;

2. Mengetahui sistem, mekanisme, dan prosedur pelayanan;

73
Ibid., hlm.192.
74
Ibid., hlm.192-193.
100

3. Mendapat tanggapan atas keluhan yang diajukan secara

layak;

4. Mendapatkan advokasi, perlindungan, dan pemenuhan

pelayanan.

Adapun kewajiban masyarakat adalah sebagai berikut.

a. Mengawasi dan memberitahukan kepada instansi pemberi

layanan perizinan untuk memperbaiki pelayanannya apabila

pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar

pelayanan yang berlaku;

b. Melaporkan penyimpangan pelaksanaan pelayanan kepada

Ombudsman apabila penyelenggara tidak memperbaiki

pelayanan seperti dalam angka 1 (satu) di atas;

c. Mematuhi dan memenuhi persyaratan, sistem, dan

mekanisme prosedur pelayanan perizinan;

d. Menjaga turut dan memelihara berbagai sarana dan

prasarana pelayan umum; serta

e. Berpartisipasi aktif dan mematuhi segala keputusan

Penyelenggara.

2.1.5.4. Tujuan Perizinan

Tujuan perizinan adalah untuk pengendalian dan pengawasan

pemerintah terhadap aktivitas dalam hal-hal tertentu, yang ketentuannya

berisi pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan oleh baik yang

berkepentingan ataupun oleh pejabat yang berwenang. Melalui izin


101

pemerintah terlibat dalam kegiatan warga negara. Dalam hal ini,

pemerintah mengarahkan warganya melalui instrumen yuridis berupa izin.

Setelah izin diproses, masih dilakukan pengawasan, pemegang izin

diwajibkan menyampaikan laporan secara berkala dan sebagainya.

Pemerintah melakukan pengendalian terhadap kegiatan masyarakat dengan

menggunakan instrumen izin. Izin dapat dimaksudkan untuk mencapai

berbagai tujuan tertentu75.

Ateng Syafrudin dalam Ridwan dan Sudrajat (2014:91),

mengemukakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan

di mana hal yang dilarang menjadi boleh. Penolakan atas permohonan izin

memerlukan perumusan limitatif. N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berg dalam

Ridwan HR (2016:208-209), mengemukakan beberapa tujuan izin secara

umum, yaitu sebagai berikut.

a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan “sturen”) aktivitas-


aktivitas tertentu (misalnya izin bangunan);
b. Mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan);
c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang, izin
membongkar pada monumen-monumen);
d. Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di
daerah padat penduduk); dan
e. Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-
aktivitas (izin berdasarkan “drank en horecawet”, di mana
pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu).

Tim peneliti Fakultas Hukum Universitas Padjajaran pada Seminar

tentang Perizinan Penggunaan Tanah Pantai di Bandung pada Tahun 1993

dalam Ridwan dan Sudrajat (2014:94), mengemukakan bahwa melalui

75
Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan (Problem dan Upaya Pembenahan) (Jakarta : Grasindo, 2009),
hlm.11
102

sistem perizinan diharapkan dapat tercapainya tujuan tertentu diantaranya

sebagai berikut.

1. Adanya suatu kepastian hukum;


2. Perlindungan kepentingan umum;
3. Pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan; dan
4. Pemerataan distribusi barang tertentu.

Tujuan pemerintah menurut N.M. Spelt dan J.B.JM. ten Berge

disunting oleh Philipus Hadjon dalam Pudyatmoko (2009:11-17), dalam

menerbitkan izin antara lain, yaitu :

1. Keinginan untuk mengarahkan (Mengendalikan/Sturen)


aktivitas-aktivitas tertentu;
2. Mencegah bahaya lingkungan;
3. Keinginan melindungi objek-objek tertentu;
4. Membagi benda-benda yang sedikit;
5. Pengarahan dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-
aktivitas; dan
6. Tujuan tertentu lainnya.

Secara umum, tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk

pengendalian daripada aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu di mana

ketentuannya berisi pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan oleh baik

yang berkepentingan ataupun oleh pejabat yang berwenang. Selain itu,

tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai berikut76.

1. Sisi Pemerintah;

Dari sisi pemerintah, tujuan pemberian izin itu adalah sebagai

berikut.

a. Untuk melaksanakan peraturan;

b. Sebagai sumber pendapatan daerah.

76
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan (dalam Sektor Pelayanan Publik) (Jakarta :Sinar Grafika,
2015), hlm.200-201.
103

2. Sisi Masyarakat.

Dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah sebagai

berikut.

a. Untuk adanya kepastian hukum;

b. Untuk adanya kepastian hak; dan

c. Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas. Apabila

bangunan yang didirikan dengan telah mempunyai izin akan

lebih mudah mendapat fasilitas.

2.1.5.5. Fungsi Perizinan

N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge dalam Ridwan HR. (2016:208),

mengemukakan bahwa izin sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh

pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara

yang dianjurkannya guna mencapai suatu tujuan konkret. Sjachran Basah

dalam Ridwan HR. (2016:208), mengemukakan bahwa persyaratan-

persyaratan yang terkandung dalam izin merupakan pengendali dalam

memfungsikan izin itu sendiri. Prajudi Atmosudirdjo dalam Ridwan HR.

(2016:208), menyatakan bahwa ini berarti persyaratan-persyaratan yang

terkandung dalam izin merupakan pengendali dalam memfungsikan izin

itu sendiri.

Ketentuan-ketentuan perizinan mempunyai beberapa fungsi, yaitu

sebagai berikut77.

77
Ibid., hlm.193.
104

1. Fungsi penertib, dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau

tempat-tempat usaha, bangunan, dan bentuk kegiatan

masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga

terwujud ketertiban dalam segi kehidupan masyarakat dapat

terwujud.

2. Fungsi mengatur, dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat

dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya sehingga tidak

terdapat penyalahgunaan izin yang diberikan.

Secara teoritis, perizinan memiliki beberapa fungsi sebagaimana berikut 78.

1. Instrumen Rekayasa Pembangunan

Perizinan adalah instrumen yang manfaatnya ditentukan oleh

tujuan dan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah.

2. Budgetering

Perizinan memiliki fungsi keuangan yaitu menjadi sumber

pendapatan bagi negara. Pemberian izin kepada masyarakat

dilakukan berupa retribusi perizinan, penarikan retribusi perizinan

hanya dibenarkan jika ada dasar hukum yaitu undang-undang

dan/atau peraturan daerah. Perizinan tidaklah boleh diartikan terlalu

dominan pada fungsi budgetering-nya. Perizinan pada dasarnya

memiliki fungsi lain yang justru sangat mendasar, yakni menjadi

instrumen pembangunan. Dalam fungsi tersebut, perizinan akan

berperan sebagai suatu bentuk rekayasa kebijakan yang berperan

78
Ibid., hlm.198-200.
105

dalam setiap siklus pembangunan, yakni sejak perencanaan hingga

ke pengawasan dan evaluasi.

3. Reguleren.

Perizinan memiliki fungsi pengaturan yaitu menjadi instrumen

pengaturan tindakan dan perilaku masyarakat.

Dapat disebutkan beberapa urgensi dari izin, misalnya sebagai berikut 79.

1. Sebagai Landasan Hukum (Legal Base);

2. Sebagai Instrumen untuk Menjamin Kepastian Hukum;

3. Sebagai Instrumen untuk Melindungi Kepentingan; dan

4. Sebagai Alat Bukti dalam Hal Ada Klaim.

2.1.6. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

2.1.6.1. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah perizinan yang diberikan

oleh pemerintah kabupaten/kota kepada pemilik gedung untuk

membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi dan/atau merawat

bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administrasi dan persyaratan

teknis yang berlaku80. Izin Mendirikan Bangunan adalah izin yang

diberikan oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan hukum

untuk mendirikan bangunan yang dimaksudkan agar pembangunan yang

79
Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan (Problem dan Upaya Pembenahan) (Jakarta : Grasindo, 2009),
hlm.22-24.
80
Ibid., hlm.22.
106

dilaksanakan sesuai dengan tata ruang yang berlaku dan sesuai dengan

syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut81.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36

Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomr 28

Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Izin Mendirikan Bangunan

Gedung adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota

kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah,

memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai

dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) adalah surat bukti dari pemerintah daerah

bahwa pemilik bangunan gedung dapat mendirikan bangunan sesuai fungsi

yang telah ditetapkan dan berdasarkan rencana teknis bangunan gedung

yang telah disetujui oleh pemerintah daerah. Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) gedung merupakan satu-satunya perizinan yang diperbolehkan

dalam penyelenggaraan bangunan gedung, yang menjadi alat pengendali

penyelenggaraan bangunan gedung. Setiap orang yang memiliki bangunan

gedung wajib memiliki IMB gedung. IMB adalah surat bukti dari

pemerintah daerah bahwa pemilik bangunan gedung dapat mendirikan

bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dan

berdasarkan rencana teknis bangunan gedung yang telah disetujui oleh

pemerintah daerah82.

81
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan (dalam Sektor Pelayanan Publik) (Jakarta : Sinar Gfrafika,
2015), hlm.195-196.
82
Marihot P. Siahaan, Hukum Bangunan Gedung di Indonesia (Jakarta : Raja Grafindo Persada),
hlm.63.
107

Adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB), berfungsi supaya

pemerintah daerah dapat mengontrol dalam rangka pendataan fisik kota

sebagai dasar yang sangat penting bagi perencanaan, pengawasan dan

penertiban pembangunan kota yang terarah dan sangat bermanfaat pula

bagi pemilik bangunan karena memberikan kepastian hukum atas

berdirinya bangunan yang bersangkutan dan akan memudahkan bagi

pemilik bangunan untuk suatu keperluan, antara lain dalam hal

pemindahan hak bangunan kepada pihak lain (seperti jual beli, pewarisan,

penghibahan dan sebagainya) untuk mencegah tindakan penertiban jika

tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 83.

Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung, dijelaskan bahwa tujuan pengaturan bangunan gedung

yaitu sebagai berikut.

a. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai

dengan tata bangunan yang serasi dan selaras dengan

lingkungannya;

b. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang

menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi

keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan; dan

c. Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan

bangunan gedung.

83
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan (dalam Sektor Pelayanan Publik) (Jakarta : Sinar Grafika,
2015), hlm.213.
108

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung merupakan prasyarat

untuk mendapatkan pelayanan utilitas umum kabupaten/kota. Hal ini

membuat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung merupakan salah satu

prasyarat utama yang harus dipenuhi oleh pemilik bangunan gedung dalam

mengajukan permohonan kepada instansi/perusahaan yang berwenang

untuk mendapatkan pelayanan utilitas umum kabupaten/kota seperti

penyambungan jaringan listrik, jaringan air minum dan jaringan telepon.

2.1.6.2. Fungsi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Dalam hal Izin Mendirikan Bangunan (IMB), fungsi dari Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) ini dapat dilihat dalam beberapa hal84.

1. Segi Teknis Perkotaan

Dengan adanya pengaturan pembangunan perumahan melalui

izin ini, pemerintah di daerah dapat merencanakan pelaksanaan

pembangunan berbagai sarana serta unsur kota dengan berbagai

instansi yang berkepentingan. Hal ini penting artinya agar wajah

perkotaan dapat ditata dengan rapi serta menjamin keterpaduan

pelaksanaan pekerjaan pembangunan perkotaan. Penyesuaian

pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan Master Plan

Kota akan memungkinkan adanya koordinasi antara berbagai

departemen teknis dalam melaksanakan pembangunan kota.

2. Segi Kepastian Hukum

84
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan (dalam Sektor Pelayanan Publik) (Jakarta : Sinar Grafika,
2015), hlm.194-195.
109

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) penting artinya sebagai

pengawasan dan pengendalian bagi pemerintah dalam hal

pembangunan perumahan. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dapat

menjadi acuan atau titik tolak dalam pengaturan perumahan

selanjutnya. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi si pemiliknya

dapat berfungsi sebagai berikut.

1. Bukti milik bangunan yang sah;

2. Kekuatan hukum terhadap tuntutan ganti rugi dalam hal

berikut.

a. Terjadinya hak milik untuk keperluan pembangunan yang

bersifat untuk kepentingan hukum;

b. Bentuk-bentuk kerugian yang diderita pemilik bangunan

lainnya yang berasal dari kebijaksanaan dan kegiatan yang

dilakukan oleh pemerintah.

2.1.6.3. Izin Mendirikan Bangunan di Kota Tangerang Selatan

Setiap orang pribadi atau badan yang akan mendirikan dan/atau

merubah bangunan harus terlebih dahulu mendapat Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) dari Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan. Objek

IMB adalah pendirian dan perubahan bangunan di wilayah daerah. Subjek

IMB adalah setiap orang pribadi atau badan yang akan mendirikan

dan/atau merubah bangunan. Setiap bangunan harus memenuhi

persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi


110

bangunan. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) berlaku selama bangunan

tersebut berdiri dan tidak ada perubahan bentuk dan fungsi bangunan.

Penyelenggaraan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota

Tangerang Selatan didasari dengan aturan hukum, yaitu sebagai berikut.

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung;

2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung;

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 24/PRT/M/2007

tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung;

5. Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 15 Tahun

2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang

Selatan Tahun 2011-2031;

6. Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 14 Tahun

2011 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Izin Mendirikan

Bangunan;

7. Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 5 Tahun 2013

tentang Bangunan Gedung


111

8. Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 6 Tahun 2015

tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013

tentang Bangunan Gedung.

9. Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 9 Tahun 2014

tentang Retribusi Daerah;

10. Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 23 Tahun 2011

tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Pelayanan

Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan;

11. Surat Menteri Dalam Negeri 061/2671/Tahun 2009 perihal

Penyelenggaraan Perizinan di Kota Tangerang Selatan.

2.2. Penelitian Terdahulu

Kajian penelitian pada beberapa kasus-kasus penelitian sebelumnya,

menjadi salah satu sumber data pendukung dalam melengkapi serta meningkatkan

khazanah penelitian. Dalam penelitian ini, penelitian terdahulu menjadi salah satu

sumber yang relevan dalam membantu peneliti untuk mengkaji permasalahan

dalam penelitian. Fokus penelitian terdahulu yang akan dijadikan bahan rujukan

peneliti adalah hasil penelitian yang berkaitan dengan Pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB). Penelitian terdahulu yang peneliti gunakan yaitu

sebagai berikut.

Pertama, penelitian yang dilaksanakan oleh Lukmanul Hakim Pulungan

(2013), yang berjudul Tinjauan tentang Pengawasan terhadap Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang


112

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Marpoyan Damai - Kota Pekanbaru.

Subjek dalam penelitian ini adalah Dinas Tata Kota Pekanbaru, Badan Pusat

Statistik dan Camat Marpoyan. Dalam hasil penelitian tersebut terdapat beberapa

hal yang dipaparkan, yaitu bahwa dalam pengawasan, mekanisme perencaaan

dilakukan didominasi atas usulan perencanaan dari atas (top down planning).

Kurangnya kemampuan untuk mengusulkan secara teknis, mengakibatkan

lemahnya penyerapan atas aspirasi masyarakat dalam penataan ruang dan

pembangunanan. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh Dinas Tata Kota

Pekanbaru, diantaranya yaitu biaya pemungutan retribusi IMB belum

diinformasikan secara jelas kepada masyarakat, kurangnya sosialisasi, serta proses

yang dianggap rumit sehingga menjadi penyebab lemahnya partisipasi

masyarakat. Kendala lainnya yang dihadapi yaitu adanya keterbatasan

kemampuan aparat baik dalam proses perencanaan tata ruang dan wilayah, adanya

kelemahan dalam mengelola aspirasi masyarakat serta masih lemahnya

mekanisme pengendalian pembangunan.

Kedua, penelitian yang dilaksanakan oleh Kasman Siburian SH., MH.

(2010), yang berjudul tentang Implementasi Pengawasan Pemerintah Kota Medan

terhadap Izin Mendirikan Bangunan. Dalam penelitian tersebut, dipaparkan bahwa

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Medan belum dapat

diselenggarakan secara optimal. Beberapa kendala yang dihadapi, diantaranya

yaitu kualitas SDM yang belum memadai, kurangnya kesadaran masyarakat

pemegang Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB), masyarakat mendirikan

bangunan tanpa disertai SIMB, dan jumlah pegawai yang tidak mampu
113

mengakomodir tugas pengawasan secara komprehensif di seluruh wilayah Kota

Medan.

Ketiga, riset jurnal manusia dan lingkungan, yang dilaksanakan oleh Pusat

Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan, Institut Pertanian

Bogor; bersama Badan Pengkajian dan Penerapa Teknologi (2015). Riset tersebut

berjudul Status Berkelanjutan Kota Tangerang Selatan dengan Menggunakan Key

Performance Indicators (KPI). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat

diuraikan bahwa status pembangunan di Kota Tangerang Selatan masih belum

dikategorikan dalam kondisi berkelanjutan secara penuh, dan masih tahap

memulai. Indikator penggunaan lahan dalam klasifikasi buruk, dan indikator

tutupan lahan menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kota Tangerang

Selatan didominasi oleh lahan terbangun. Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada

masih jauh di bawah batas minimal aturan 30%, yaitu hanya sebesar 18%. Ruang

Terbuka Hijau (RTH) publik sulit untuk dikembangkan karena sebagian besar

wilayah di Kota Tangerang Selatan, sekitar 80% lahan merupakan milik

pengembang/swasta. Jika tidak dilakukan suatu skenario perlindungan terhadap

pilar lingkungan yang berada dalam kondisi rentan, khususnya pada sumber daya

air dan lahan, maka dikhawatirkan bahwa pembangunan di Kota Tangerang

Selatan dapat menjadi tidak berkelanjutan karena adanya faktor keterbatasan.

Berdasarkan uraian beberapa hasil penelitian terdahulu tersebut di atas,

terdapat beberapa hal yang menjadi substansi komparasi peneliti. Persamaan

skripsi ini dengan beberapa hasil penelitian tersebut di atas yaitu penggunaan teori

pengawasan. Selain hal tesebut di atas, persamaan lainnya adalah fokus penelitian
114

diarahkan pada penyelenggaraan atas Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Dalam salah satu riset tersebut di atas, dijabarkan sebuah kondisi status

pembangunan di Kota Tangerang Selatan, dan kondisi lingkungan menjadi salah

satu perhatian bagi kota Tangerang Selatan untuk keberlanjutan pembangunan di

masa mendatang. Izin Mendirikan Bangunan dapat dijadikan salah satu instrumen

administrasi pemerintah untuk mengakomodasi penyelenggaraan pemanfaatan dan

penataan ruang dan lingkungan. Adapun, perbedaan pada penelitian ini yaitu

terletak pada lokus penelitian. Berbeda dengan 3 (tiga) lokasi penelitian terdahulu

di atas, pelaksanaan penelitian ini mengambil konsentrasi lokasi penelitian di

Kota Tangerang Selatan.

2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian

Kerangka pemikiran adalah penjelasan rasional dan logis yang didukung

dengan data teoritis atau empiris yang diberikan oleh peneliti terhadap variabel-

variabel penelitiannya beserta keterkaitan antara variabel-variabel tersebut85.

Kerangka berfikir menjadi pola dan alur pemikiran peneliti dalam penelitian untuk

mengkaji permasalahan terkait Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di

Kota Tangerang Selatan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori

Karakteristik Pengawasan Efektif yang dikemukakan oleh Handoko (2011:373-

374). Pengembangan kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat

melalui Gambar 2.3 sebagai berikut.

85
Prasetya Irawan, Materi Pokok Metodologi Penelitian Administrasi (Jakarta : Universitas
Terbuka, 2006), hlm.3.6.
115

Permasalahan :

1. Keterlibatan jasa perantara dalam pengajuan


Pengawasan Izin Mendirikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan
gedung, menimbulkan adanya keterbatasan
Bangunan (IMB) Bangunan Gedung komunikasi dan pelayanan antara pemohon dan
di Kota Tangerang Selatan pemerintah;
2. Lemahnya partisipasi masyarakat pemilik
bangunan gedung di kawasan hunian non-
tertata dalam pengajuan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) bangunan gedung;
3. Pendirian bangunan gedung dilakukan sebelum
kelengkapan dokumen permohonan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan gedung
terpenuhi;
4. Kegiatan sosialisasi terkait penyelenggaraan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan
Karakteristik Pengawasan Efektif gedung di Kota Tangerang Selatan belum
oleh Handoko (2011:373-374) diselenggarakan secara optimal;
5. Terjadi ketidaksesuaian fungsi pasca pengajuan
1. Akurat; Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan
gedung dan munculnya alih fungsi dalam
2. Tepat-Waktu; peruntukkan dan pemanfaatan bangunan
3. Obyektif dan Menyeluruh; gedung;
4. Terpusat pada Titik-Titik 6. Kegiatan pengawasan dalam penyelenggaraan
Pengawasan Strategik; Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan
gedung di Kota Tangerang Selatan belum
5. Realistik secara Ekonomis; dilakukan secara optimal;
6. Realistik secara 7. Pengendalian terhadap pelanggaran
Organisasional; penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan
7. Terkoordinasi dengan Aliran (IMB) bangunan gedung di Kota Tangerang
Selatan belum dilakukan secara optimal.
Kerja Organisasi;
8. Fleksibel;
9. Bersifat sebagai Petunjuk dan
Operasional; dan Hasil Penelitian :
10. Diterima para Anggota
Organisasi. Pengawasan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) yang
Optimal, Efektif dan Efisien.

Gambar 2.3.
Kerangka Pemikiran Penelitian
(Sumber : Peneliti, 2017)
116

2.4. Asumsi Dasar

Melalui hasil observasi awal yang dilakukan peneliti diikuti dengan kajian

teori yang mendukung, dapat dikemukakan sebuah kerangka pemikiran dalam

penelitian ini. Berdasarkan pada pemaparan kerangka pemikiran penelitian

tersebut di atas, peneliti mengemukakan sebuah asumsi dasar penelitian yaitu

bahwa Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Bangunan Gedung di Kota

Tangerang Selatan belum berjalan dengan baik.


117

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Dalam penelitian mengenai Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Bangunan Gedung di Kota Tangerang Selatan, peneliti menggunakan pendekatan

penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan fokus perhatian dengan

beragam metode, yang mencakup pendekatan interpretif dan naturalistik terhadap

subjek kajiannya. Penelitian mencakup penggunaan subjek, yang dikaji dan

kumpulan berbagai data empiris-studi kasus, pengalaman pribadi, introspeksi,

perjalanan hidup, wawancara, teks-teks hasil pengamatan, historis, interaksional

dan visual – yang menggambarkan sata-saat dan makna keseharian dan

problematis dalam kehidupan seseorang. Metodologi penelitian kualitatif yang

beragam dapat dipandang sebagai suatu brikolase (solusi), dan peneliti sebagai

bricoleur86.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode penelitian

deskriptif. Metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian seperti perilku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain

secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,

pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode

86
Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, Handbook of Qualitative Research (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar,2009), hlm.2.

117
118

ilmiah87. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan mendeskripsikan

atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya. Metode deskriptif

memungkinkan peneliti untuk memilih satu objek penelitian untuk dikaji secara

mendalam dan bukan hanya membuat “peta umum” dari objek penelitian

tersebut88.

3.2. Ruang Lingkup / Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, situasi sosial (lapangan) menuntut peneliti untuk

mengkaji permasalahan di lapangan secara mendalam melalui penentuan fokus

penelitian. Peneliti akan menentukan ruang lingkup/fokus penelitian yaitu

mengenai Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Bangunan Gedung di

Kota Tangerang Selatan Tahun 2015-2016.

3.3. Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Bangunan Gedung di Kota Tangerang Selatan, mengambil lokus penelitian di

seluruh wilayah Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan sebagai kota

otonom ke-8 (ke-delapan) dan termuda di Provinsi Banten, secara administratif

terdiri dari 7 Kecamatan, yang terdiferensiasi menjadi 54 Kelurahan. Kota

Tangerang Selatan memiliki luas wilayah 147,19 Km2 (Kilometer persegi), atau

sebesar 1,52% (persen) dari luas wilayah Provinsi Banten. (Sumber : Badan Pusat

87
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya Offset,
2007), hlm.6.
88
Prasetya Irawan, Materi Pokok Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta : Universitas Terbuka,
2006), hlm. 4.9.
119

Statistik (BPS) - Kota Tangerang Selatan dalam Angka Tahun 2016, diakses 22

Oktober 2016).

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tangerang Selatan dengan

mendasarkan kepada beberapa hal yang menjadi alasan pendukung. Sektor

investasi di Kota Tangerang Selatan terus tumbuh dan berkembang. Bahkan pada

tahun 2016 ini, Pemerintah Kota Tangerang Selatan melalui Kantor Penanaman

Modal Daerah (KPMD) menargetkan kenaikan investasi mencapai 15% (persen).

Saat ini, sekitar 6000 perusahaan lebih yang terdaftar di KPMD. Pertumbuhan

investasi ini dapat dilihat melalui banyaknya kantor-kantor baru yang berasal dari

daerah, meskipun mereka tidak memiliki pabrik di Tangerang Selatan. (Sumber:

palapanews.com/2016/01/16/pertumbuhan-investasi-di-kota-tangsel-pesat-

property-paling-tinggi/, diakses tanggal 05 November 2016).

3.4. Variabel Penelitian

3.4.1. Definisi Konsep

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengamati fenomena dalam

situasi sosial mengenai Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Bangunan Gedung di Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini berkenaan

dengan konsep yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajerial dalam

kegiatan manajemen publik, yaitu Proses Pengawasan atas Izin

Mendirikan Bangunan (IMB).

Berdasarkan hasil kajian teori yang telah peneliti paparkan pada

bab sebelumnya, menurut pendapat peneliti, proses pengawasan secara


120

umum terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu adanya proses penentuan alat

pengukur dalam bentuk rencana, tujuan, dan standar; proses penilaian

pelaksanaan kegiatan; dan proses analisa penyimpangan (deviations)

disertai tindakan perbaikan.

3.4.2. Definisi Operasional

Berdasarkan analisa konseptual, penelitian mengenai Pengawasan

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Bangunan Gedung di Kota Tangerang

Selatan ini, merujuk pada konsep karakteristik pengawasan efektif yang

dikemukakan oleh Handoko (2011:373-374). Dalam proses pengawasan,

Handoko (2011:373-374) mengemukakan bahwa terdapat beberapa

karakteristik pengawasan efektif, yaitu sebagai berikut.

1. Akurat;

Fenomena yang diamati yaitu seputar informasi tentang

pelaksanaan kegiatan harus memenuhi unsur akurat, seperti

ketelitian, kecermatan dan kebebasan dari kesalahan, sehingga

tidak menimbulkan kekeliruan dalam pengambilan tindakan.

2. Tepat Waktu;

Informasi harus dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi

secepatnya bila kegiatan perbaikan harus dilakukan segera.

Fenomena yang diamati yaitu terkait dengan pelaksanaan

pengawasan berdasarkan konteks keseuaian waktu, dan bagaimana

pengambilan tindakan perbaikan segera secara efektif dan efisien.


121

3. Obyektif dan Menyeluruh;

Informasi harus mudah dipahami dan bersifat objektif serta

lengkap, baik dalam konteks obyektivitas, subjek dan cara

mengumpulkan fakta-fakta yang dilakukan.

4. Terpusat pada Titik-Titik Pengawasan Strategik;

Sistem pengawasan harus memusatkan perhatian pada bidang-

bidang dimana penyimpangan-penyimpangan dari standar paling

sering terjadi atau yang akan mengakibatkan paling fatal.

5. Realistik secara Ekonomis;

Biaya pelaksanaan sistem pengawasan harus lebih rendah, atau

paling tidak sama dengan kegunaan yang diperoleh dari sistem

tersebut. Hal ini akan mengamati fenomena dalam sisi efisiensi.

6. Realistik secara Organisasional;

Sistem pengawasan harus cocok atau harmonis dengan

kenyataan-kenyataan organisasi. Hal yang diamati yaitu seputar

Sumber Daya Manusia, serta berbagai perlengkapan pendukung

pengawasan.

7. Terkoordinasi dengan Aliran Kerja Organisasi;

Informasi pengawasan harus terkoordinasi dengan aliran kerja

organisasi, informasi harus sampai pada seluruh personalia yang

memerlukannya. Hal yang diamati yaitu seputar alur sistem

organisasi dalam proses pengawasan dan pola hubungan-hubungan

dalam pengawasan.
122

8. Fleksibel;

Pengawasan harus mempunyai fleksibilitas untuk memberikan

tanggapan atau reaksi terhadap ancaman, ataupun kesempatan dari

lingkungan. Fenomena yang diamati yaitu tentang bentuk

responsivitas dan kemudahan pengambilan keputusan dalam

pengawasan.

9. Bersifat sebagai Petunjuk dan Operasional; dan

Sistem pengawasan efektif harus menunjukkan, baik deteksi

atau deviasi dari standar, tindakan koreksi apa yang seharusnya

diambil. Fenomena yang diamati yaitu interpretasi adanya

penyimpangan, analisa masalah/penyimpangan dan pengambilan

tindakan korektif atau perbaikan.

10. Diterima para Anggota Organisasi.

Sistem pengawasan harus mampu mengarahkan pelaksanaan

kerja para anggota organisasi dengan mendorong perasaan

otonomi, tanggungjawab dan berprestasi. Fenomena yang diamati

yaitu dalam bentuk pengarahan (motivasi, komunikasi dan

kepemimpinan); kepatuhan masyarakat atas kepemilikan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB); serta interpretasi penerapan sanksi.


123

3.5. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat untuk mengumpulkan data. Instrumen yang baik

harus absah (valid) dan dapat dipercaya (reliabel)89. Peneliti sendiri atau dengan

bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal ini dilakukan

karena hanya manusia yang dapat berhubungan dengan responden atau objek

lainnya, dan manusialah yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di

lapangan90. Nasution dalam Sugiyono (2013: 373- 375), mengemukakan bahwa

dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia

sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya

belum mempunyai bentuk yang pasti.

Dalam penelitian ini, peneliti menjadi instrumen utama dalam penelitian

yang dilakukan, yaitu mengenai Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Bangunan Gedung di Kota Tangerang Selatan. Hal tersebut diartikan bahwa

peneliti bertugas sebagai alat pengumpul data yang valid dan reliable, sehingga

peneliti perlu cermat dalam memahami fenomena dalam situasi sosial yang

diamati secara komprehensif.

3.6. Informan Penelitian

Kebanyakan penelitian kualitatif adalah penelitian non-populasi (non-

population research), dan sampelnya bersifat purposif. Yang lebih penting

dijelaskan adalah responden/informan, sumber data, pengumpulan data dan proses

89
Ibid., hlm.4.23.
90
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya Offset,
2007), hlm.9.
124

analisis data91. Morse dalam Denzin dan Lincoln (2009:289), mengemukakan

sebagai berikut.

“Seorang informan yang baik adalah seorang yang mampu menangkap,


memahami dan memenuhi permintaan peneliti, memiliki kemampuan
reflektif, bersifat artikulatif, meluangkan waktu untuk wawancara dan
bersemangat untuk berperan serta dalam penelitian”.

Dalam penelitian ini, peneliti menjadi instrumen utama penelitian yang

bertugas untuk mengumpulkan data dan informasi yang bersumber dari informan

penelitian. Informan penelitian dalam penelitian ini ditentukan dengan

menggunakan teknik purposive. Informan dalam penelitian ini diklasifikasikan

menjadi 2 (dua) jenis, yaitu informan kunci/utama (key informan) dan informan

sekunder/penunjang (secondary informan). Patton dalam Denzin dan Lincoln

(2009:290), mengemukakan bahwa alasan logis dibalik teknik sampling bertujuan

(purposive) dalam penelitian kualitatif merupakan prasyarat, bahwa sampel yang

dipilih sebaiknya memiliki informasi yang kaya (rich information).

Lincoln dan Guba dalam Sugiyono (2013:368), mengemukakan ciri-ciri

khusus dari sampel purposive sebagai berikut.

“Ciri-ciri khusus sampel purposive, yaitu 1) emergent sampling


design/sementara; 2) serial selection of sample units/menggelinding
seperti bola salju (snow ball); 3) continous adjustment or „focusing‟ of the
sample/disesuaikan dengan kebutuhan; 4) Selection to the point of
redundancy/dipilih sampai jenuh”.

Informan dalam penelitian mengenai Pengawasan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) di Kota Tangerang Selatan, dapat dilihat melalui Tabel 3.1

sebagai berikut.
91
Prasetya Irawan, Materi Pokok Metodologi Penelitian Administrasi (Jakarta : Universitas
Terbuka, 2006), hlm.4.41
125

Tabel 3.1.
Informan Penelitian

Kode
No Kategori Informan Keterangan
Informan
1. Pelaksana Pengawasan IMB Bangunan Gedung
1. Kepala Bidang Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan BP2T I1-1 Key Informan
Tangerang Selatan.
2. Kepala Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan Bidang
I1-2 Key Informan
pembangunan BP2T Kota Tangerang
Selatan.
3. Ketua Koordinator Pengawasan
(Koorwas), Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan Bidang I1-3 Key Informan
Pembangunan BP2T Kota Tangerang
Selatan.
4. Anggota Koordinator Pengawasan
(Koorwas), Seksi Pengawasan,
Secondary
Pengendalian dan Pengaduan Bidang I1-4
Informan
Pembangunan BP2T Kota Tangerang
Selatan.
5. Kepala Seksi Pelayanan Perizinan
Secondary
Bidang Pembangunan BP2T Kota I1-5
Informan
Tangerang Selatan.
6. Kepala Seksi Verifikasi dan Penetapan
Secondary
Perizinan Bidang Pembangunan BP2T I1-6
Informan
Kota Tangerang Selatan.
Secondary
7. Kasubbag Umum dan Kepegawaian
I1-7 Informan
BP2T Kota Tangerang Selatan

2. Pelaksana Penertiban Pengawasan IMB Bangunan Gedung


1. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Secondary
I2-1
Kota Tangerang Selatan Informan
2. Kepala Seksi Ketertiban Sarana Usaha Secondary
I2-2
Satpol PP Kota Tangerang Selatan. Informan
3. Kepala Bidang Ketertiban Sarana
Secondary
Umum dan Kegiatan Usaha Satpol PP I2-3
Informan
Kota Tangerang Selatan.
3. Tokoh Masyarakat di Kota Tangerang Selatan
1. Ketua Rukun Warga (RW) 014 BSD
Secondary
Sektor XII.2 - Kencana Loka, Kel. I3-1
Informan
Rawa Buntu, Kec. Serpong – Kota
126

Tangerang Selatan
2. Ketua Rukun Tetangga (RT) 005/001,
Kel. Pondok Kacang Barat – Secondary
I3-2
Kecamatan Pondok Aren – Kota Informan
Tangerang Selatan
3. Ketua Rukun Tetangga (RT) 003/004,
Secondary
Kel. Pondok Jaya, Kec. Pondok Aren I3-3
Informan
– Kota Tangerang Selatan
4. Tokoh masyarakat Kecamatan Secondary
I3-4
Pamulang – Kota Tangerang Selatan Informan
5. OKP Gugusan Alam Nalar Ekosistem
Secondary
Pemuda (GANESPA) Kota Tangerang I3-5
Informan
Selatan
4. Pemohon IMB Bangunan Gedung
Secondary
1. Pemilik Bangunan Hunian I4-1
Informan
2. Pengelola Kontruksi Bangunan Skala Secondary
I4-2
Besar Informan
3. Pengelola Konstruksi Bangunan Skala Secondary
I4-3
Menengah dan Kecil Informan
(Sumber : Peneliti, 2017)

3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti sering kali menggunakan teknik triangulasi (triangulation);

yakni menggunakan beberapa jenis metode atau data. Triangulasi

dimaksudkan lebih sebagai perangkat pembantu (heuristik) bagi seorang

peneliti92. Untuk memudahkan penyelenggaraan kegiatan penelitian, maka

diperlukan dukungan data yang sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian

tersebut. Data yang dibutuhkan dikumpulkan melalui proses dan teknik

pengumpulan data yang sesuai dan memenuhi kaidah standar, baik secara

92
Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, Handbook of Qualitative Research (Yogyakarta :
Pustaka Belajar, 2009), hlm.271.
127

setting, sumber maupun cara. Adapun teknik pengumpulan data yang

dilakukan oleh peneliti meliputi observasi, wawancara dan dokumentasi.

a. Observasi

Mortis yang dikutip oleh Patricia A. Adler dan Peter Adler

dalam Denzin & Lincoln (2009:523-524), mengemukakan sebagai

berikut.

“Observasi merupakan aktivitas mencatat suautu gejala dengan


bantuan instrumen-instrumen dan merekamnya demi tujuan-
tujuan ilmiah atau tujuan lain. Pengamatan dalam penelitian
dapat diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara berperan
serta (partisipan) dan yang tidak berperan serta (non partisipan).
Pada pengamatan tanpa peran serta, pengamat hanya melakukan
satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan saja. Sedangkan
pengamatan berperan serta melakukan dua peranan sekaligus,
yaitu sebagai pengamat dan sekaligus menjadi anggota resmi
dari kelompok yang diamati”.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan melalui

teknik observasi tidak berperan serta (Observasi Non-Partisipan).

Dalam melakukan pengamatan, peneliti sebatas melakukan

pengamatan terhadap kondisi objek penelitian, sehingga peneliti tidak

terlibat untuk berperan serta dalam kegiatan Pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) Bangunan Gedung di Kota Tangerang

Selatan.

b. Wawancara

Benney dan Hughes dalam Denzin dan Lincoln (2009:501),

mengemukakan bahwa :

“Wawancara adalah salah satu cara paling umum dan paling ampuh
untuk memahami manusia yang lain. Wawancara merupakan
bagian tertinggi dalam disiplin sosiologi, sebab wawancara
128

meniscayakan interaksi, sedangkan bidang sosiologi adalah disiplin


ilmu yang membahas interaksi-interaksi itu sendiri”.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan

data melalui wawancara tak-terstruktur (unstructured interview).

Andrea Fontana dan James H. Frey dalam Denzin dan Lincoln

(2009:507), mengemukakan bahwa :

“Berdasarkan sifat dasarnya, wawancara tak-terstruktur


(unstructured interview) memberikan ruang yang lebih luas
dibandingkan dengan tipe-tipe wawancara yang lain. Wawancara
tak-terstruktur digunakan untuk memahami kompleksitas perilaku
anggota masyarakat tanpa adanya kategori “a priori” yang dapat
membatasi kekayaan data yang dapat peneliti peroleh”.

Wawancara tak-terstruktur (unstructured interview) atau terbuka

bersifat bebas, dalam hal ini peneliti tidak menggunakan kelengkapan

pedoman wawancara yang tersusun secara sistematis dan holistik

untuk mengumpulkan data penelitian. Pedoman wawancara yang

digunakan memiliki substansi berupa garis-garis besar permasalahan

yang akan ditanyakan kepada informan penelitian, yaitu dapat dilihat

melalui Tabel 3.2 sebagai berikut.


129

Tabel 3.2

Pedoman Wawancara

No Dimensi Kisi-Kisi Pertanyaan Informan


1. Kepala Bidang Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan
BP2T Kota Tangerang Selatan.
2. Kepala Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
3. Ketua Koordinator Pengawasan
Pengumpulan data (Koorwas) Seksi Pengawasan,
sesuai dengan standar Pengendalian dan Pengaduan
yang ditentukan Bidang Pembangunan BP2T Kota
1. Ketelitian Tangerang Selatan.
2. Kecermatan 4. Anggota Koordinator Pengawasan
3. Kebebasan dari (Koorwas) Seksi Pengawasan,
kesalahan. Pengendalian dan Pengaduan
1. Akurat Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
5. Kepala Seksi Pelayanan Perizinan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
6. Kepala Seksi Verifikasi dan
Penetapan Bidang Pembangunan
BP2T Kota Tangerang Selatan.
7. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Tangerang Selatan.
8. Kepala Bidang Ketertiban Sarana
Umum dan Sarana Usaha Satpol
PP KotaTangerang Selatan.
9. Kasie. Ketertiban Sarana Usaha
Satpol PP Kota Tangerang Selatan.
10. Pemohon IMB Bangunan Gedung.
1. Waktu dalam 1. Kepala Bidang Pengawasan,
Penerimaan Pengendalian dan Pengaduan BP2T
Informasi Kota Tangerang Selatan.
2. Tepat Waktu
a. Pengumpulan 2. Kepala Seksi Pengawasan,
b. Penyampaian Pengendalian dan Pengaduan
c. Evaluasi Bidang Pembangunan BP2T Kota
130

2. Disiplin Tangerang Selatan.


3. Ketua Koordinator Pengawasan
(Koorwas) Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
4. Anggota Koordinator Pengawasan
(Koorwas) Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
5. Kepala Satpol PP Kota Tangerang
Selatan.
6. Kabid Ketertiban Saran Umum dan
Saran Usaha Satpol PP Kota
Tangerang Selatan.
7. Kasie. Ketertiban Sarana Usaha
Satpol PP Kota Tangerang Selatan.

1. Kepala Bidang Pengawasan,


1. Kemudahan Pengendalian dan Pengaduan
memahami BP2T Kota Tangerang Selatan.
Informasi 2. Kepala Seksi Pengawasan,
2. Obyektivitas Pengendalian dan Pengaduan
a. Administrative Bidang Pembangunan BP2T Kota
Control Tangerang Selatan.
b. Managerial 3. Ketua Koordinator Pengawasan
Control (Koorwas), Seksi Pengawasan,
3. Subjek Pengawasan Pengendalian dan Pengaduan
Objektif dan
3. a. Pengawasan Bidang Pembangunan BP2T Kota
Menyeluruh
Internal Tangerang Selatan.
b. Pengawasan 4. Anggota Koordinator Pengawasan
Eksternal (Koorwas), Seksi Pengawasan,
4. Cara Pengendalian dan Pengaduan
Mengumpulkan Bidang Pembangunan BP2T Kota
Fakta-Fakta Guna Tangerang Selatan.
Pengawasan 5. Kepala Bidang Sarana Ketertiban
a. Personal Umum dan Kegiatan Usaha Satpol
Observation PP Kota Tangerang Selatan.
(Personal 6. Kasie. Ketertiban Sarana Usaha
131

Inspection) Satpol PP Kota Tangerang Selatan.


b. Laporan Lisan 7. Pemohon IMB Bangunan Gedung.
(Oral Report)
c. Laporan Tertulis
(Written Report)
d. Pengecualian
dalam
Pengawasan
(Control by
Exception)
1. Prinsip 1. Kepala Bidang Pengawasan,
Pengecualian Pengendalian dan Pengaduan
2. Penilaian atas BP2T Kota Tangerang Selatan.
peristiwa yang 2. Kepala Seksi Pengawasan,
bersifat kritis dan Pengendalian dan Pengaduan
istimewa Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
3. Ketua Koordinator Pengawasan
(Koorwas), Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
Terpusat pada
4. Anggota Koordinator Pengawasan
Titik-Titik
4. (Koorwas), Seksi Pengawasan,
Pengawasan
Pengendalian dan Pengaduan
Strategik
Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
5. Kepala Satpol PP Kota Tangerang
Selatan.
6. Kabid. Ketertiban Saran Umum
dan Kegiatan Usaha Satpol PP
Kota Tangerang Selatan.
7. Kasie. Ketertiban Sarana Usaha
Satpol PP Kota Tangerang Selatan.
8. Tokoh Masyarakat di Kota
Tangerang Selatan.
9. Pemohon IMB Bangunan Gedung.
1. Sumber daya yang 1. Kepala Bidang Pengawasan,
Digunakan Pengendalian dan Pengaduan
a. Biaya BP2T Kota Tangerang Selatan.
Realistik
2. Kepala Seksi Pengawasan,
5. secara
Pengendalian dan Pengaduan
Ekonomis
2. Manfaat sistem Bidang Pembangunan BP2T Kota
Pengawasan Tangerang Selatan.
a. Kuantitas 3. Ketua Koordinator Pengawasan
132

(Koorwas), Seksi Pengawasan,


Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
b. Kualitas Tangerang Selatan.
4. Anggota Koordinator Pengawasan
(Koorwas), Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
5. Kabid Ketertiban Sarana Umum
dan Sarana Usaha, Satpol PP Koya
Tangerang Selatan.
6. Kasie. Ketertiban Sarana Usaha
Satpol PP Kota Tangerang Selatan.
1. Sistem dan struktur 1. Kepala Bidang Pengawasan,
organisasi Pengendalian dan Pengaduan
BP2T Kota Tangerang Selatan.
2. Kepala Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan
2. Sumber Daya Bidang Pembangunan BP2T Kota
Manusia (Pegawai) Tangerang Selatan.
3. Ketua Koordinator Pengawasan
3. Perlengkapan
(Koorwas), Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
Realistik
Tangerang Selatan.
6. secara
4. Anggota Koordinator Pengawasan
Organisasional
(Koorwas), Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
5. Kepala Satpol PP Kota Tangerang
Selatan.
6. Kabid. Ketertiban Sarana Umum
dan Kegiatan Usaha Satpol PP
Kota Tangerang Selatan.
7. Kasie. Ketertiban Sarana Usaha
Satpol PP Kota Tangerang Selatan.
1. Alur sistem dalam 1. Kepala Bidang Pengawasan,
pengawasan IMB Pengendalian dan Pengaduan
Terkoordinasi BP2T Kota Tangerang Selatan.
dengan Aliran 2. Kepala Seksi Pengawasan,
7.
Kerja Pengendalian dan Pengaduan
Organisasi 2. Hubungan- Bidang Pembangunan BP2T Kota
Hubungan Lateral Tangerang Selatan.
(Horizontal) 3. Ketua Koordinator Pengawasan
133

a. Kontak (Koorwas), Seksi Pengawasan,


Langsung; Pengendalian dan Pengaduan
b. Peranan Bidang Pembangunan BP2T Kota
Penghubung Tangerang Selatan.
c. Panitia dan 4. Anggota Koordinator Pengawasan
Satuan Tugas (Koorwas), Seksi Pengawasan,
d. Integrasi antar Pengendalian dan Pengaduan
Peranan Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
5. Kepala Satpol PP Kota Tangerang
Selatan.
6. Kabid. Ketertiban Sarana Umum
dan Kegiatan Usaha Satpol PP
Kota Tangerang Selatan.
7. Kasie. Penertiban Sarana Usaha
Satpol PP Kota Tangerang Selatan.

1. Kemudahan untuk 1. Kepala Bidang Pengawasan,


memberikan reaksi Pengendalian dan Pengaduan
atas deviasi BP2T Kota Tangerang Selatan.
a. Mengamati 2. Kepala Seksi Pengawasan,
kekeliruan Pengendalian dan Pengaduan
b. Melakukan Bidang Pembangunan BP2T Kota
penindakan Tangerang Selatan.
3. Ketua Koordinator Pengawasan
(Koorwas), Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
8. Fleksibel
4. Anggota Koordinator Pengawasan
(Koorwas), Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
5. Kepala Satpol PP Kota Tangerang
Selatan.
6. Kabid. Ketertiban Sarana Umum
dan Kegiatan Usaha Satpol PP
Kota Tangerang Selatan.
7. Kasie. Ketertiban Sarana Usaha
Satpol PP Kota Tangerang Selatan.
Bersifat 1. Komparasi hasil 1. Kepala Seksi Pengawasan,
9. sebagai pelaksanaan Pengendalian dan Pengaduan
Petunjuk dan rencana dengan Bidang Pembangunan BP2T Kota
134

Operasional standar Tangerang Selatan.


2. Interpretasi adanya 2. Ketua Koordinator Pengawasan
penyimpangan (Koorwas), Seksi Pengawasan,
3. Analisa Deviasi Pengendalian dan Pengaduan
4. Peninjauan Bidang Pembangunan BP2T Kota
Kembali; Tangerang Selatan.
5. Laporan Berkala; 3. Anggota Koordinator Pengawasan
6. Pengambilan (Koorwas), Seksi Pengawasan,
tindakan Korektif Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
4. Kepala Satpol PP Kota Tangerang
Selatan Kota Tangerang Selatan.
5. Kabid. Ketertiban Sarana Umum
dan Kegiatan Usaha Satpol PP
Kota Tangerang Selatan.
6. Kasie. Ketertiban Sarana Usaha
Satpol PP Kota Tangerang Selatan.
7. Tokoh Masyarakat di Kota
Tangerang Selatan.
8. Pemohon IMB Bangunan Gedung.

1. Pengarahan 1. Kepala Seksi Pengawasan,


a. Motivasi; Pengendalian dan Pengaduan
b. Komunikasi Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
2. Ketua Koordinator Pengawasan
2. Penerapan Reward
(Koorwas), Seksi Pengawasan,
dan Punishment
Pengendalian dan Pengaduan
3. Kepatuhan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
masyarakat atas
Tangerang Selatan.
kepemilikan IMB
3. Anggota Koordinator Pengawasan
Diterima para (Koorwas), Seksi Pengawasan,
10. Anggota Pengendalian dan Pengaduan
Organisasi Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
4. Kepala Satpol PP Kota Tangerang
Selatan.
5. Kabid. Ketertiban Sarana Umum
dan Kegiatan Usaha Satpol PP
Kota Tangerang Selatan.
6. Kasie. Ketertiban Sarana Usaha
Satpol PP Kota Tangerang Selatan.
7. Tokoh Masyarakat di Kota
Tangerang Selatan.
135

8. Pemohon IMB Bangunan Gedung.

(Sumber : Peneliti, 2018)

Dalam proses pengumpulan data, khususnya dalam melakukan

wawancara, peneliti akan dilengkapi dengan beberapa bentuk alat

pengumpulan data. Hal ini bertujuan agar melalui proses wawancara,

peneliti dapat mengumpulkan hasil wawancara yang terekam secara

baik sebagaimana mestinya, diantaranya yaitu sebagai berikut.

1. Buku catatan : digunakan untuk mencatat hasil percakapan

dengan informan penelitian. Hal ini ditujukan agar data yang

disampaikan melalui proses wawancara dapat terjaga

keakuratannya;

2. Handphone Recorder : digunakan untuk merekam hasil

percakapan dengan informan penelitian dalam bentuk audio

(suara). Hal ini ditujukan agar dalam proses wawancara,

bagian-bagian hasil percakapan yang mungkin terlewat dalam

catatan penulis dapat dilengkapi dan terjaga keakuratannya.

Penggunaan alat ini dalam wawancara perlu diinformasikan

kepada informan penelitian apakah diperbolehkan atau tidak;dan

3. Handphone Camera : digunakan untuk memotret gambar yang

memiliki keterkaitan dengan kegiatan penelitian. Hal ini

ditujukan untuk meningkatkan keabsahan penelitian.


136

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, misalnya catat harian, sejarah

kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan.

Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup,

sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya, misalnya karya

seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi

dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi

dan wawancara dalam penelitian kualitatif93.

3.7.2. Analisis Data

Preislle dalam Denzin dan Lincoln (2009:595), mengemukakan

bahwa :

“Penentuan kerangka-teori, pertanyaan penelitian, sampel,


penetapan “kasus” dan penetapan instrumen-instrumen penelitian
mencakup proses reduksi data antisipatif, hal ini merupakan aspek
terpenting dalam tahap analisis data. Pilihan-pilihan tersebut juga
berarti sebagai pola perumusan dan pembatasan masalah,
penetapan variabel penelitian, relasi dan keterkaitan data, dan
menyeleksi data-data lain”.

Dalam proses analisis data, peneliti menggunakan metode analisis

data kualitatif model interaktif (interactive model) dari Mattew B. Miles

dan A. Michael Huberman dalam Denzin dan Lincoln (2009:592). Miles

dan Huberman dalam Sugiyono (2013:404), mengemukakan bahwa

aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

93
Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen (Bandung : Alfabeta, 2013), hlm.396.
137

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah

jenuh. Aktivitas dalam analisis data menurut Miles dan Huberman dalam

Denzin dan Lincoln (2009:592), dapat dilhat pada gambar 3.1 sebagai

berikut.

Data Collection
(Pengumpulan Data)
Data Display
(Penyajian Data)

Data Reduction
(Reduksi Data)

Conclusions(Kesimpulan):
Drawing/Verifying
(Penggambaran/Verifikasi)

Gambar 3.1.
Komponen Analisis Data : Model Interaktif
(Sumber: Denzin dan Lincoln, 2009 : 592)

a. Data Reduction (Reduksi Data)


Reduksi data (Data reduction) berarti bahwa kesemestaan potensi
yang dimiliki oleh data disederhanakan dalam sebuah mekanisme
antisipatoris. Hal ini dilakukan, ketika peneliti menentukan kerangka
kerja konseptual (conceptual framework), pertanyaan penelitian, kasus
dan instrumen penelitian yang digunakan. Jika hasil catatan lapangan,
wawancara, rekaman dan data lain telah tersedia, tahap seleksi data
berikutnya adalah perangkuman data (data summary), pengodean
(coding), merumuskan tema-tema, pengelompokkan (clustering) dan
penyajian cerita secara tertulis.

b. Data Display (Penyajian Data)


Penyajian data (data display) didefiniskan sebagai konstruk
informasi padat terstruktur yang memungkinkan pengambilan
kesimpulan dan penerapan aksi. Penyajian data merupakan bagian
138

kedua dari tahap analisis. Seorang peneliti perlu mengkaji proses


reduksi data sebagai dasar pemaknaan. Penyajian data yang lebih
terfokus meliputi ringkasan terstruktur (structured summaries) dan
sinopsis, deskripsi singkat, diagram-diagram, matrik dengan teks
daripada angka dalam sel.

c. Conclusions:Drawing/Verifying(Kesimpulan:Penggambaran/Verifi
kasi)
Miles dan Huberman dalam Denzin dan Lincoln (2009:592),
mengemukakan bahwa tahap pengambilan keputusan dan verifikasi
ini melibatkan peneliti dalam proses interpretasi; penetapan makna
dari data yang tersaji. Cara yang bisa digunakan akan semakin
banyak; metode komparasi, merumuskan pola dan tema,
pengelompokkan (clustering) dan penggunaan metafora tentang
metode konfirmasi seperti triangulasi, mencari kasus-kasus negatif,
menindaklanjuti temuan-temuan dan cek-silang hasilnya dengan
responden.

3.7.3. Uji Keabsahan Data

Data merupakan substansi utama dalam penelitian, adapun data

yang dikumpulkan dalam penelitian perlu dilakukan pengujian. Hal ini

ditujukan untuk menguji apakah data yang didapat bersifat absah dan

kredibel. Uji keabsahan data dilakukan melalui beberapa teknik, yaitu

sebagai berikut.

1. Triangulasi

Flick dalam Denzin dan Lincoln (2009:307-308),

mengemukakan sebagai berikut.

“Teknik triangulasi biasanya merujuk pada suatu proses


pemanfaatan persepsi yang beragam untuk mengklarifikasi
makna, memverifikasi kemungkinan pengulangan dari suatu
observasi ataupun interpretasi, namun harus dengan prinsip
bahwa tidak ada observasi atau interpretasi yang 100% (dapat
diulang). Teknik triangulasi juga dapat digunakan untuk
mengklarifikasi makna dengan cara mengidentifikasi cara
pandang yang berbeda terhadap berbagai fenomena”.
139

Terdapat beberapa macam triangulasi94,yaitu sebagai berikut.

1. Triangulasi Sumber;

Pengujian kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek

data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

2. Triangulasi Teknik; dan

Pengujian kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek

data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

3. Triangulasi Waktu.

Pengujian kredibilitas data dilakukan dengan cara melakukan

pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam

waktu atau situasi yang berbeda.

Dalam penelitian ini tentang Pengawasan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) Bangunan Gedung di Kota Tangerang Selatan,

peneliti menggunakan 2 (dua) macam teknik triangulasi, yaitu

triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

2. Member Check

Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh

peneliti kepada pemberi data. Tujuan dari member check adalah agar

informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan

sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan95.

Lincoln dan Guba, dkk dalam Denzin dan Lincoln (2009:274),

mengemukakan sebagai berikut.

94
Ibid., hlm.440-441.
95
Ibid., hlm.442-443.
140

“Peneliti dapat melakukan “cek-silang” temuan-temuan penelitian


dengan partisipan dan langkah-langkah audit. Melalui cek-anggota
(member check), seorang peneliti harus menemukan cara yang
memudahkan para partisipan meninjau ulang materi yang
disodorkan”.

3.8. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian berisi aktivitas yang dilakukan selama proses penelitian

dan kapan pelaksanaan penelitian akan diselenggarakan 96. Dalam penelitian yang

berjudul “Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Tangerang

Selatan”, waktu penelitian dimulai pada bulan Oktober 2016 dan berakhir pada

bulan Juli 2018. Jadual penelitian Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat melalui Tabel 3.3. sebagai berikut.

96
Ibid., hlm.456.
141

Tabel 3.3.
Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Tahun
No Kegiatan 2016 2017 2018
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
1. Pengajuan Judul
2. Observasi Awal
Pengumpulan
3.
Data Observasi
Pengolahan Data
4.
Observasi
Tahap
5. Penyusunan
Proposal Skripsi
Seminar Laporan
6.
Proposal Skripsi
Revisi Laporan
7.
Proposal Skripsi
Reduksi Data
8.
Penelitian
Penyajian Data
9.
Penelitian
Verifikasi Data
10.
Penelitian
Penarikan
11.
Kesimpulan
Penyusunan
12. Laporan Hasil
Penelitian
Sidang Laporan
13.
Hasil Penelitian
Revisi Laporan
14.
Hasil Penelitian
(Sumber : Peneliti, 2018)
142

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

4.1.1 Deskripsi Kota Tangerang Selatan

Kota Tangerang Selatan adalah kota termuda di Provinsi Banten.

Kota Tangerang Selatan merupakan daerah hasil pemekaran dari

Kabupaten Tangerang, yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor

51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi

Banten, tertanggal 26 November 2008. Pembentukan Kota Tangerang

Selatan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan di bidang

pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta dapat memberikan

kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Dengan terbentuknya

Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom baru, diharapkan

pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat di wilayah Kota Tangerang Selatan.

Kota Tangerang Selatan merupakan kota yang memiliki jumlah

penduduk terbesar ke-2 (ke-dua) di Provinsi Banten dan terbesar ke-5 (ke-

lima) di Kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan

Bekasi). Semula, Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah hunian

penyangga Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Kini Kota Tangerang

Selatan berkembang menjadi pusat aktivitas bisnis dengan perdagangan

dan jasa sebagai aktivitas utamanya. Dengan sebagian besar penduduk

142
143

berusia muda, Kota Tangerang Selatan memiliki karakter urban dengan

aktivitas komunitas yang hidup.

Masyarakat Kota Tangerang Selatan sejak dahulu terdiri dari

elemen yang beragam karena dihuni oleh berbagai kelompok etnik.

Sebagian besar berlatar belakang budaya Betawi dengan sedikit pengaruh

Sunda. Dengan semakin banyaknya pendatang sejak tahun 80-an (delapan

puluh-an) dari berbagai wilayah dan etnisitas dari seluruh Indonesia,

karakter budaya urban menjadi lebih melekat.

Visi Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2016

adalah :

“Terwujudnya Kota Tangerang Selatan yang Mandiri,

Damai dan Asri”

Pada hakekatnya, Visi ini menggambarkan Kota Tangerang Selatan

sebagai ruang bermukim dan berinteraksi yang dihuni oleh masyarakat

heterogen menurut status sosial, identitas etnik (genealogi, bahasa, adat

istiadat dan tradisi), agama dan mata pencaharian. Secara harfiah, visi

tersebut dapat dimaknai sebagai kota bisnis dan permukiman berkategori

urban dengan kualitas ruang fisik dan sosial yang dapat memenuhi

kebutuhan dasar masyarakat berstandar kota, dalam dimensi ekonomi,

sosial budaya dan lingkungan hidup.

Dalam rangka mewujudkan visi, maka perlu disusun misi yang

merupakan rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan

dilaksanakan untuk mewujudkan keinginan kondisi tentang masa depan.


144

Sesuai dengan visi di atas, maka dirumuskan misi Pemerintah Daerah Kota

Tangerang Selatan Tahun 2011-2016, sebagai berikut.

1. Meningkatkan kualitas kehidupan bermasyarakat;

2. Meningkatkan keharmonisan fungsi ruang kota yang

berwawasan lingkungan;

3. Menata sistem sarana dan prasarana dasar perkotaan;

4. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan

masyarakat;

5. Meningkatkan fungsi dan peran kota sebagai sentra

perdagangan dan jasa; dan

6. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.

4.1.1.1. Kondisi Geografi

Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi

Banten yaitu pada titik koordinat 106°38' - 106°47' Bujur Timur

dan 06°13'30" - 06°22'30" Lintang Selatan, dan secara administratif

terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 54 (lima puluh empat) kelurahan,

dengan luas wilayah 147,19 Km2 (Kilometer Persegi) atau 14.719

Ha (hektar). Secara persentase, Kota Tangerang Selatan memiliki

luas wilayah sekitar 1,52% (persen) dari 9.662,92 Km 2 luas

wilayah Provinsi Banten.


145

Gambar 4.1.

Peta Wilayah Kota Tangerang Selatan


146

Batas wilayah Kota Tangerang Selatan adalah sebagai

berikut.

1. Sebelah utara, berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta

dan Kota Tangerang;

2. Sebelah timur, berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta

dan Kota Depok;

3. Sebelah selatan, berbatasan dengan Kabupaten Bogor

dan Kota Depok;

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.

Wilayah Kota Tangerang Selatan diantaranya dilintasi oleh

Kali Angke, Kali Pesanggrahan dan Sungai Cisadane sebagai batas

administrasi kota di sebelah barat. Letak geografis Kota Tangerang

Selatan yang berbatasan dengan Provinsi Daerah Khusus Ibukota

(DKI) Jakarta pada sebelah utara dan timur, memberikan peluang

pada Kota Tangerang Selatan sebagai salah satu daerah penyangga

Provinsi DKI Jakarta. Selain itu juga, Kota Tangerang Selatan

berperan sebagai daerah yang menghubungkan Provinsi Banten

dengan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, dan juga

dengan Provinsi Jawa Barat.

Kota Tangerang Selatan terbagi ke dalam 7 (tujuh)

kecamatan dan 54 (lima puluh empat) kelurahan. Pondok Aren

merupakan kecamatan dengan luas wilayah palinag besar, dengan

luas 2.988 Ha (hektar) atau 20,30% (persen) dari luas keseluruhan


147

Kota Tangerang Selatan. Sedangkan, Kecamatan Setu merupakan

kecamatan dengan luas wilayah terkecil, yaitu seluas 1.480 Ha

(hektar) atau 10,06% (persen) dari luas wilayah Kota Tangerang

Selatan. Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kota Tangerang

Selatan dapat dilihat melalui Tabel 4.1 sebagai berikut.

Tabel 4.1
Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kota Tangerang Selatan

Luas Wilayah Persentase


No Kecamatan
(Km2) (%)
1. Setu 14,8 10,06
2. Serpong 24,04 16,33
3. Serpong Utara 17,84 12,12
4. Pamulang 26,82 18,22
5. Ciputat Timur 15,43 10,48
6. Ciputat 18,38 12,49
7. Pondok Arem 29,88 20,3

Kota Tangerang
147,19 100
Selatan

(Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah


(BAPPEDA) Kota Tangerang Selatan, 2017)

Kota Tangerang Selatan merupakan daerah yang relatif

datar. Beberapa kecamatan memiliki lahan yang bergelombang,

seperti di perbatasan antara Kecamatan Setu dan Kecamatan

Pamulang, serta sebagian di Kecamatan Ciputat Timur. Sebagian

besar wilayah Kota Tangerang Selatan merupakan dataran rendah,


148

dan memiliki topografi yang relatif datar dengan kemiringan tanah

rata-rata 0-3%, sedangkan ketinggian wilayah antara 0-25 m dpl.

Ketinggian wilayah Kota Tangerang Selatan berada di

antara 14,8-29,88 di atas permukaan laut (DPL). Untuk kemiringan

garis besar terbagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu sebagai berikut.

a. Kemiringan antara 0-3% meliputi Kecamatan Ciputat,

Ciputat Timur, Pamulang, Serpong, dan Serpong Utara.

b. Kemiringan antara 3-8% meliputi Kecamatan Pondok

Aren dan Kecamatan Setu.

4.1.1.2. Kependudukan

Kota Tangerang Selatan adalah kota yang muda, dengan

penduduk usia produktif lebih dari 70% (persen). Jumlah penduduk

Kota Tangerang Selatan tahun 2016 adalah 1.593.812 jiwa.

Penduduk berjenis kelamin laki-laki sejumlah 802.908 jiwa,

sedangkan perempuan sejumlah 790.904 jiwa. Kepadatan

penduduk yang tinggi disebabkan kecenderungan peningkatan

jumlah penduduk dari waktu ke waktu.

Peningkatan jumlah penduduk bukan hanya disebabkan

oleh pertumbuhan secara alamiah, tetapi juga tidak terlepas dari

kecenderungan masuknya para migran yang disebabkan oleh daya

tarik Kota Tangerang Selatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

banyaknya perumahan-perumahan baru yang didirikan, yang


149

kemudian menjadi salah satu alternatif dalam mengakomodasi

limpahan penduduk dari Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.

Jumlah dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2016 dapat dilihat melalui Tabel 4.2

sebagai berikut.

Tabel 4.2

Jumlah dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di

Kota Tangerang Selatan Tahun 2016

Luas Jenis Kelamin


Jumlah Kepadatan
No Kecamatan Wilayah Laki-
Perempuan Penduduk (Orang/Km2)
(Km2) laki
1. Setu 14,8 42.805 40.972 83.777 5.660,61
2. Serpong 24,04 88.066 89.611 177.677 7.390,89
Serpong
3. 26,82 172.523 169.443 341.968 12.750,48
Utara
4. Pamulang 18,38 118.166 114.393 232.559 12.652,83
Ciputat
5. 15,43 104.039 102.602 206.729 13.397,86
Timur
6. Ciputat 29,88 119.831 187.522 379.353 12.695,88
7. Pondok Aren 17,84 85.476 86.273 171.749 9.627,19
Kota Tangerang
147,19 802.908 790.904 1.593.812 10.828,26
Selatan
(Sumber : BPS Kota Tangerang Selatan, 2017)

Dengan luas wilayah 147,19 Km2 (kilometer persegi),

kepadatan penduduk di Kota Tangerang Selatan mencapai

10.828,26 orang/Km2. Kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan

Pamulang yaitu 12.750,48 orang/Km2. Sedangkan, kepadatan

penduduk terendah terdapat di Kecamatan Setu yaitu 5.660,61

orang/Km2. Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur

pada tahun 2016 menunjukkan bahwa, kelompok umur dengan


150

jumlah penduduk terbesar adalah 30-34 tahun (9,66%) dan

kelompok umur 25-29 tahun (9,40%). Sedangkan kelompok umur

dengan jumlah penduduk terkecil adalah kelompok umur 70-74

tahun, yaitu sebesar 0,75%.

4.1.1.3. Infrastruktur

Jalan merupakan salah satu infrastruktur terpenting sebagai

salah satu faktor daya tarik investasi di suatu daerah. Berdasarkan

data Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Tangerang Selatan

Tahun 2016, panjang total di Kota Tangerang Selatan adalah

683,60 Km, dengan rincian jalan negara 1 ruas dengan panjang

9,01 Km; jalan provinsi 12 ruas dengan panjang 48,90 Km; jalan

kota dan strategis kota 421 ruas dengan panjang 405,66 Km.

Kondisi jalan yang berada dalam keadaan baik adalah sebesar

80,69% (persen), dalam keadaan sedang sebesar 17,37% (persen),

dan rusak ringan sebesar 1,94% (persen).

Kota Tangerang Selatan memiliki tingkat aksesibilitas yang

tinggi dan dari Jakarta dapat dicapai melalui :

1. Jalan Tol Ulujami – Serpong yang melalui Pondok Aren

dan Serpong; dan terhubung dengan JORR W2 Ciledug

– Ulujami dan Pondok Pinang – TMII; serta

direncanakan dibangun hingga Balaraja dan terhubung


151

dengan Jalan Tol Cinere-Serpong dan Jalan Tol

Kunciran – Serpong.

2. Jalan Tol Jakarta – Tangerang dan lanjut melalui Jalan

Raya Serpong.

Prasarana dan sarana penunjang lain yang menjadi potensi

investasi yang dikembangkan di Kota Tangerang Selatan, antara

lain.

1. Kereta Api;

2. Bis Antar Kota – Antar Provinsi;

3. Angkutan dalam Kota;

4. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Bersih dan Air

Minum;

5. Pembangunan Permukiman Vertikal;

6. Kawasan Jasa dan Perdagangan Terpadu; dan

7. Pengembangan Tangerang Selatan sebagai pusat MICE

(Meeting, Incentives, Conferencing, Exhibitions).

4.1.1.4. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan Kota Tangerang Selatan sebagian adalah

untuk perumahan dan permukiman, yaitu seluas 67,54% (persen).

Sawah, ladang dan kebun menempati posisi kedua dengan 18,99%

(persen), sedangkan tanah kosong menempati posisi ketiga dengan

luasan 5,50% (persen). Luas penggunaan lahan di Kota Tangerang


152

Selatan Tahun 2015 dapat dilihat melalui Tabel 4.3. sebagai

berikut.

Tabel 4.3.
Luas Penggunaan Lahan di Kota Tangerang Selatan
Tahun 2015
No Jenis dan Penggunaan Lahan Persentasi

1. Perumahan dan Permukiman 67,54%

2. Industri/Kawasan Industri 1,14%

3. Perdagangan dan Jasa 3,31%

4. Sawah, Ladang dan Kebun 18,99%

5. Semak Belukar 2,49%

6. Pasir dan Galian 0,10%

7. Situ dan Danau/Tambak/Kolam 0,93%

8. Tanah Kosong 5,50%

Total 100%

(Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)


Kota Tangerang Selatan, 2017)
153

Gambar 4.2.

Peta Penggunaan Lahan di Kota Tangerang Selatan

(Sumber : RTRW Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2031)


154

Tanah kosong umumnya adalah milik pengembang yang

akan menjadi permukiman atau lokasi perdagangan dan jasa. Pada

tahun 2015, lahan yang digunakan untuk aktivitas perdagangan dan

jasa adalah sebesar 3,31% (persen). Sedangkan, penggunaan lahan

untuk aktivitas industri/kawasan industri hanya seluas 1,14%

(persen). Lahan berupa semak belukar serta situ dan

danau/tambak/kolam masing-masing seluas 2,49% (persen) dan

0,93% (persen). Penggunaan lahan paling kecil adalah berupa pasir

dan galian, yaitu 0,10% (persen).

4.1.1.5. Ekonomi dan Keuangan

Industri bukan merupakan sektor utama yang

menggerakkan perekonomian Kota Tangerang Selatan. Namun

demikian, perannya masih lebih besar dibandingkan dengan sektor

primer seperti sektor pertanian. Terdapat 947 unit industri yang

didominasi oleh industri makanan dan minuman sebesar 41,29%

(persen); serta industri pakaian jadi/konveksi sebesar 27,88%

(persen).

Berdasarkan data Penanaman Modal Asing (PMA) dan

Penanaman Modal Dalan Negeri (PMDN), terdapat beberapa

investor berskala nasional di Kota Tangerang Selatan. Pada tahun

2015, jumlah perusahaan sebanyak 80 perusahaan, diantaranya

yaitu 71 perusahaan PMA dan 9 perusahaan PMDN. Peningkatan


155

jumlah investasi PMA dan PMDN di Kota Tangerang Selatan dapat

dilihat melalui Tabel 4.4. sebagai berikut.

Tabel 4.4.
Peningkatan Jumlah Investasi PMA dan PMDN
di Kota Tangerang Selatan Tahun 2010-2015

No Tahun PMA (USD) PMDN (IDR)

1. 2010 215.525.276.000 25.954.271.976

2. 2011 243.775.276.000 2.691.106.298

3. 2012 340.687.976.000 2.934.539.498

4. 2013 426.592.556.000 3.230.423.144

5. 2014 487.163.100.500 2.990.000.000

6. 2015 494.694.875.660 3.943.625.600

(Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)


Kota Tangerang Selatan, 2017)

Sektor perdagangan dan jasa memberikan kontribusi yang

besar bagi perekonoian Kota Tangerang Selatan. Kegiatan

perdagangan dan jasa tersebar hampir di seluruh wilayah Kota

Tangerang Selatan. Sarana perdagangan tersebut terdiri dari 13 unit

pasar tradisional milik Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan

dan Swasta, 2 unit pasar modern, 387 minimarket, dan lebih dari 21

pusat perbelanjaan.

Kegiatan perdagangan dan jasa yang unggul adalah di

sepanjang koridor jalan-jalan utama, seperti Jalan Raya Serpong;

Jalan Raya Ceger; Jalan Raya Bintaro Utama-Jalan Kesehatan;


156

Jalan Raya Pondok Betung – Jalan Raya WR. Supratman; Jalan

Raya Pamulang – Ciputat; Jalan Raya Pamulang – Pondok Cabe;

dan Jalan Raya Ir. H. Juanda. Sebaran fasilitas perdagangan dan

jasa di Kota Tangerang Selatan tahun 2015, dapat dilihat melalui

Tabel 4.5. sebagai berikut.

Tabel 4.5.

Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa di Kota Tangerang Selatan

Kecamatan

No Sebaran Pondok
Serpong Ciputat
Setu Serpong Pamulang Ciputat Aren
Utara Timur
Pasar 1
1. 0 1 2 1 0 0
Modern*
Pasar 2
2. 2 2 3 2 2 3
Tradisional*
Mini 96
3. 38 60 59 44 46 44
Market*
Super 3
4. 0 3 7 4 1 2
Market*
Hyper 0
5. 0 0 1 0 0 0
Market*
168
6. Restoran** 5 133 123 34 20 15

4
7. Hotel** 0 7 6 0 1 1

14
8. Bank 3 32 18 10 12 7

Kota Tangerang
288
48 238 219 95 82 72
Selatan

(Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota


Tangerang Selatan, 2017)

4.1.1.5.1. Perkembangan PDRB

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai

ukuran produktivitas mencerminkan seluruh nilai barang


157

dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah dalam satu

tahun. PDRB merupakan nilai tambah bruto yang dihasilkan

dalam memproduksi barang dan jasa oleh sektor produktif

dalam perekonomian suatu daerah, tanpa melihat pelaku

ekonominya.

Penggerak utama ekonomi adalah sektor tersier

(perdagangan, keuangan dan jasa) dengan kontribusi lebih

dari 75% (persen). Pada tahun 2016, sektor dengan

sumbangan terbesar adalah sektor real estate sebesar

17,81% (persen). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2015 dapat dilihat

melalui Tabel 4.6. sebagai berikut.

Tabel 4.6

PDRB Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2015

Tahun
No Uraian
2012 2013 2014 2015

PDRB ADHB 56,04


1. 39,07 44,35 50,21
(Triliun)
PDRB ADHK 45,68
2. 36,09 39,25 42,59
(Triliun)
PDRB per Kapita 36,32
3. 28,02 30,72 33,63
ADHB (juta)
PDRB per Kapita 29,60
4. 25,88 27,19 28,53
ADHK (juta)
Laju Pertumbuhan
7,25
5. Ekonomi (LPE 8,66 8,75 8,50
%)
(Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang
Selatan, 2017)
158

Pada tahun 2015, nilai PDRB Kota Tangerang

Selatan mencapai 56,04 triliun rupiah. Berdasarkan harga

konstan 2010, nilai PDRB Kota Tangerang Selatan

mencapai 45,68 triliun rupiah atau meningkat 3,09%

(persen) dari tahun sebelumnya. PDRB per kapita atas dasar

harga berlaku Kota Tangerang Selatan sebesar 36,32 juta

rupiah per tahun atau meningkat 2,68% (persen) dibanding

tahun sebelumnya. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)

selalu di atas 7% (persen), dan umumnya lebih tinggi dari

angka Kabupaten/Kota lain di Provinsi Banten, juga

melebih angka Provinsi Banten dan angka nasional. LPE

tahun 2015 mengalami penurunan yang cukup signifikan

disebabkan adanya perlambatan ekonomi global dan

nasional.

4.1.2 Gambaran Umum Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T)

Kota Tangerang Selatan

Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang

Selatan merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang

dibentuk berdasarkan, Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 7

Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Walikota Tangerang Selatan

Nomor 1 Tahun 2009 tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota

Tangerang Selatan. Pada tanggal 30 Desember 2010 ditetapkan kembali


159

dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Organisasi

Perangkat Daerah Kota Tangerang Selatan.

Keberadaan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) ini

diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme kinerja aparatur

Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam memberikan pelayanan

Perijinan Bidang Pembangunan dan Pelayanan Perijinan Bidang Ekonomi

dan Kesra yang didasarkan kepada nilai-nilai komitmen dan konsistensi;

wewenang dan tanggungjawab; integritas dan profesional;

ketepatan/keakurasian dan kecepatan; disiplin; serta penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

4.1.2.1 . Visi, Missi dan Motto BP2T

Visi BP2T Kota Tangerang Selatan adalah :

“ Terwujudnya Pelayanan Prima Tahun 2016 “

Yang dimaksud dengan Pelayanan Prima adalah:

Proses pemberian pelayanan yang terbaik kepada seseorang

atau institusi dengan menggunakan standar yang berlaku, sehingga

mampu memberikan kepuasan kepada pihak yang dilayani

(masyarakat). Untuk mewujudkan visi tersebut, misi yang ditetapkan

yaitu sebagai berikut.

1. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good

governance);
160

2. Mengembangkan sistem dan mekanisme pelayanan yang

partisipatif dan terintegrasi;

3. Ketersediaan data/informasi dan dokumen pelayanan

yang komprehensif serta akurat.

Adapun motto yang ditetapkan adalah :

“ Kepastian Ijin dengan Tidak Mempermudah

dan Tidak Mempersulit”

4.1.2.2 . Klasifikasi Pelayanan Perizinan

Jenis-jenis pelayanan perijinan yang dikelola oleh BP2T

terbagi menjadi dua bidang, yaitu pelayanan perijinan bidang

pembangunan & lingkungan; dan pelayanan perijinan bidang

ekonomi & kesra. Dengan uraian sebagai berikut.

1. Jenis-Jenis Perijinan Bidang Pembangunan dan

Lingkungan :

a. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB);

b. Ijin Pemanfaatan Ruang (IPR);

c. Ijin Gangguan (HO);

d. Ijin Lokasi;

e. Ijin Site Plan (Rencana Tapak);

f. Ijin Layak Fungsi (ILF);


161

g. UKL/UPL.

2. Jenis - jenis Perijinan Bidang Ekonomi dan Kesra adalah

sebagai berikut :

a. Ijin Usaha Industri (IUI);

b. Ijin Usaha Toko Modern (IUTM);

c. Ijin Bursa Kerja;

d. Ijin Gudang;

e. Ijin Kursus;

f. Ijin Parkir;

g. Ijin Waralaba;

h. Ijin Jasa Pekrja/Buruh;

i. Ijin Usaha Kepariwisataan (IUK);

j. Ijin Reklame;

k. Ijin Usaha Jasa Kontruksi (IUJK);

l. Ijin Usaha Peerdagangan (IUP);

m. Tanda Daftar Perusahaan (TDP).


162

Gambar 4.3

Diagram Rincian Prosedur Perizinan BP2T

(Sumber : Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan – BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)
163

Tabel 4.7

Jenis – jenis Perizinan dan Lamanya Waktu Proses Perizinan

JENIS
NO DASAR HUKUM NO. DOK./ WAKTU PROSES
PERIZINAN

1 2 3 4

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG


SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG
PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI IMB;

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG


IZIN No. Dok: SOP.04/BP2T
SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG
MENDIRIKAN
1 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH Tanggal 15 Mei 2012
BANGUNAN
NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG
(IMB ) 30 HARI
BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG


SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG
RETRIBUSI DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG No. Dok: SOP.06/BP2T


IZIN
2 SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG
GANGGUAN Tanggal 15 Mei 2012
IZIN GANGGUAN;
164

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG 30 HARI


SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG
RETRIBUSI DAERAH

No. Dok: SOP.03/BP2T


IZIN SITE
PERATURAN DAERAH KABUPATEN
3 PLAN Tanggal 15 Mei 2012
TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2011
(TAPAK)
30 HARI

No. Dok: SOP.02/BP2T


PERATURAN DAERAH KABUPATEN
4 IZIN LOKASI Tanggal 15 Mei 2012
TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2011
30 HARI

IZIN No. Dok: SOP.01/BP2T


PEMANFAAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN
5 Tanggal 15 Mei 2012
AN RUANG TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2011
(IPR) 30 HARI

IZIN TANDA PERATURAN DAERAH KABUPATEN No. Dok: SOP.08/BP2T


DAFTAR TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2002;
6 Tanggal 15 Mei 2012
PERUSAHAAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG
(TDP ) SELATAN NOMOR 47 TAHUN 2009 3 HARI
165

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG No. Dok: SOP.09/BP2T


IZIN USAHA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG
7 PERDAGANG- PENYELENGGARAAN PERIZINAN DAN Tanggal 15 Mei 2012
AN (IUP ) PENDAFTARAN USAHA PERINDUSTRIAN
3 HARI
DAN PERDAGANGAN

PERATURAN WALIKOTA KOTA


TANGERANG SELATAN NOMOR 32 TAHUN
2012 JO. PERATURAN WALIKOTA KOTA No. Dok: SOP.11/BP2T
IZIN
TANGERANG SELATAN NOMOR 23 TAHUN
PENYELENG-
8 2014 TENTANG PEDOMAN Tanggal 15 Mei 2012
GARAAN
PENYELENGGARAAN REKLAME;
REKLAME 15 HARI
PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG
SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG
PENYELENGGARAAN REKLAME

IZIN USAHA No. Dok: SOP.19/BP2T


PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG
JASA
9 SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG Tanggal 15 Mei 2012
KONSTRUKSI
IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI
(IUJK ) 14 HARI

IZIN USAHA PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG


TOKO No. Dok: SOP.20/BP2T
10 SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG
MODERN PENYELENGGARAAN PERIZINAN DAN Tanggal 15 Mei 2012
(IUTM ) PENDAFTARAN USAHA PERINDUSTRIAN
166

DAN PERDAGANGAN 14 HARI

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG No. Dok: SOP.13/BP2T


TANDA
SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG
DAFTAR
11 PENYELENGGARAAN PERIZINAN DAN Tanggal 15 Mei 2012
GUDANG
PENDAFTARAN USAHA PERINDUSTRIAN
(TDG) 14 HARI
DAN PERDAGANGAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG No. Dok: SOP.10/BP2T


IZIN USAHA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG
12 INDUSTRI PENYELENGGARAAN PERIZINAN DAN Tanggal 15 Mei 2012
(IUI) PENDAFTARAN USAHA PERINDUSTRIAN
DAN PERDAGANGAN 30 HARI

IZIN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG No. Dok: SOP.12/BP2T


LEMBAGA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG
13 KURSUS DAN PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN Tanggal 15 Mei 2012
PELATIHAN PENDIDIKAN DI KOTA TANGERANG
(LKP) SELATAN 12 HARI

IZIN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG No. Dok: SOP.17/BP2T


14 LEMBAGA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG
PENEMPATAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN Tanggal 15 Mei 2012
TENAGA
167

KERJA 12 HARI
SWASTA
(LPTKS)

IZIN No. Dok: SOP.17/BP2T


PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG
PENDIRIAN
15 SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG Tanggal 15 Mei 2012
LEMBAGA
PELAYANAN KETENAGAKERJAAN
BURSA KERJA 12 HARI

IZIN TANDA No. Dok: SOP.14/BP2T


DAFTAR PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG
16 USAHA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG Tanggal 15 Mei 2012
PARIWISATA PENYELENGGARAAN PARIWISATA
(TDUP) 7 HARI

IZIN USAHA PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG No. Dok: SOP.20/BP2T


PENGELOLAA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG
17 N PASAR PENYELENGGARAAN PERIZINAN DAN Tanggal 15 Mei 2012
TRADISIONAL PENDAFTARAN USAHA PERINDUSTRIAN
(IUPPT) DAN PERDAGANGAN 14 HARI

IZIN USAHA No. Dok: SOP.20/BP2T


PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG
PUSAT SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG
18 Tanggal 15 Mei 2012
PERBELANJA- PENYELENGGARAAN PERIZINAN DAN
AN (IUPP) PENDAFTARAN USAHA PERINDUSTRIAN 14 HARI
168

DAN PERDAGANGAN

SURAT PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG No. Dok: SOP.15/BP2T


TANDA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG
19 PENDAFTARA PENYELENGGARAAN PERIZINAN DAN Tanggal 15 Mei 2012
N WARALABA PENDAFTARAN USAHA PERINDUSTRIAN
(STPW) DAN PERDAGANGAN 14 HARI

IZIN No. Dok: SOP.17/BP2T


PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG
LEMBAGA
20 SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG Tanggal 15 Mei 2012
PENYULUHA
PELAYANAN KETENAGAKERJAAN
N 12 HARI

(Sumber : Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan – BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)
170

Rangkaian tahapan proses layanan ijin melalui tahapan

prosedur sebagai berikut.

1. Pemohon ijin pertama kali akan di arahkan ke meja

informasi (desk information);

2. Petugas desk information akan memberikan informasi

tentang persyaratan perijinan dan informasi lainnya yang

dibutuhkan pemohon;

3. Pemohon ijin yang mendaftar perijinan akan di cek

kelengkapannya terlebih dahulu oleh petugas desk

information. Jika persyaratan rekomendasi belum

terpenuhi, maka petugas desk information akan

mengarahkan pemohon ijin untuk melakukan

pendaftaran rekomendasi ke ruangan pelayanan PPTSA.

Jika persyaratan rekomendasi teknis telah dilengkapi

dengan benar, maka akan diarahkan langsung ke loket

PPTSP.

Dalam proses pelayanan izin, Pemerintah Daerah melalui

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang

Selatan, menyediakan loket pelayanan dalam satu atap. Pelayanan

Terpadu Satu Atap (PTSA) merupakan pelayanan yang disediakan

bagi pemohon untuk mengajukan perizinan teknis, sebagai prasyarat

izin yang diperlukan. Untuk memahami secara mendalam mengenai


171

tahapan prosedur pelayan tersebut di atas, maka dapat dilihat melalui

Gambar 4.4. sebagai berikut.

Gambar 4.4.

Mekanisme Pelayanan Perizinan dengan PTSP dan PTSA

(Sumber : Bidang Data, Informasi dan Regulasi –


BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)
172

4.1.2.3 . Struktur Organisasi

Dalam suatu organisasi, pembagian tugas dan tanggung

jawab menjadi bagian penting dalam proses pencapaian tujuan.

Penjabaran tugas melalui pembagian jabatan, mengacu pada

implementasi kegiatan yang terkoordinasi, berdasarkan tugas pokok

dan fungsi yang telah ditentukan. Susunan organisasi Badan

Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T) terdiri dari beberapa bagian,

yaitu sebagai berikut.

1. Kepala Badan;

2. Sekretariat;

2.1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;

2.2. Sub Bagian Keuangan;

2.3. Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan.

3. Bidang Data, Informasi dan Regulasi;

3.1. Seksi Pengembangan Teknologi Informasi dan

Komunikasi dan Sistem Pelaporan;

3.2. Seksi Seksi Regulasi dan Dokumentasi.

4. Bidang Pelayanan Perijinan Pembangunan;

4.1. Seksi Pelayanan Perijinan Bidang Pembangunan;

4.2. Seksi Verifikasi dan Penetapan Perijinan Bidang

Pembangunan.
173

5. Bidang Pelayanan Perijinan Ekonomi dan

Kesejahteraan Rakyat;

5.1. Seksi Pelayanan Perijinan Bidang Ekonomi dan

Kesejahteraan Rakyat;

5.2. Seksi Verifikasi dan Penetapan Perijinan Bidang

Ekonomi dan Kesra.

6. Bidang Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan;

6.1. Seksi Pengawasan Pengendalian dan Pengaduan

Bidang Pembangunan;

6.2. Seksi Pengawasan Pengendalian dan Pengaduan

Bidang Ekonomi dan Kesra.

7. Kelompok Jabatan Fungsional

Secara kuantitatif, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu

(BP2T) terdiri dari 156 orang pegawai. Pegawai ini terdiri dari 86

orang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan 77 orang Tenaga Kerja

Sukarela (TKS). Dalam melaksanakan kegiatannya, Badan

Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan

mengacu kepada pembagian tanggung jawab sebagaimana mestinya.

Jumlah Pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota

Tangerang Selatan menurut Golongan dapat dilihat melalui Tabel

4.8 sebagai berikut.


174

Tabel 4.8

Jumlah Pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T)


Kota Tangerang Selatan menurut Golongan

Banyaknya
No Golongan/Ruang Persentase (%)
Pegawai
1. II/a 3 3,49
2. II/b 2 2,33
3. II/c 8 9,30
4. II/d 3 3,49
5. III/a 19 22,09
6. III/b 31 36,05
7. III/c 5 5,81
8. III/d 10 11,63
9. IV/a 4 4,65
10. IV/b - -
11. IV/c 1 1,16
Jumlah 86 100
(Sumber : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian - BP2T Kota
Tangerang Selatan, 2017)

Berdasarkan jenjang pendidikan yang ditempuh, pegawai

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan

terdiri dari tingkat pendidikan Sekolah Menerngah Atas

(SMA/SMK/Sederajat) hingga Pascasarjana. Pegawai dengan tingkat

pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) berjumlah 13 orang;

Pendidikan Diploma III berjumlah 5 orang; Pendirikan Sarjana (S1)

berjumlah 54 orang; dan Pendidikan Pascasarjana (S2) berjumlah 14

orang. Jumlah Pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T)


175

menurut Tingkat Pendidikan dapat dililihat melalui Tabel 4.9 se-

bagai berikut.

Tabel 4.9

Jumlah Pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T)


Kota Tangerang Selatan

Banyaknya
No Tingkat Pendidikan Persentase (%)
Pegawai
1. SD - -
2. SMP - -
3. SMA 13 15,12
4. D-I - -
5. D-II - -
6. D-III 5 5,81
7. S-1 54 62,79
8. S-2 14 16,28
9. S-3 - -
Jumlah 86 100
(Sumber: Sub Bagian Kepegawaian - BP2T Kota Tangerang Selatan,
2017)

Dalam proses pencapaian tujuan organisasi, Badan Pelayanan

Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan membagi

pelaksanaan tugas ke dalam beberapa bagian secara terstruktur.

Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T)

Kota Tangerang Selatan dapat dilihat melalui Gambar 4.5 sebagai

berikut.
176

KEPALA
BADAN PELAYANAN
PERIJINAN TERPADU

SEKRETARIS

SUB BAGIAN
SUB BAGIAN
PROGRAM, SUB BAGIAN
JABATAN UMUM DAN
EVALUASI DAN KEUANGAN
FUNGSIONAL KEPEGAWAIAN
PELAPORAN

BIDANG PELAYANAN
BIDANG
BIDANG DATA, BIDANG PELAYANAN PERIJINAN EKONOMI
PENGAWASAN,
INFORMASI DAN PERIJINAN DAN
PENGENDALIAN DAN
REGULASI PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN
PENGADUAN
RAKYAT

SEKSI
SEKSI PELAYANAN
PENGEMBANGAN SEKSI PENGAWASA,
SEKSI PELAYANAN PERIJINAN BIDANG
TEKNOLOGI PENGENDALIAN DAN
PERIJINAN BIDANG EKONOMI DAN
INFORMASI DAN PENGADUAN BIDANG
PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN
KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN
RAKYAT
SISTEM PELAPORAN

SEKSI PENGAWASAN,
SEKSI VERIFIKASI DAN
SEKSI VERIFIKASI PENGENDALIAN DAN
SEKSI REGULASI PENETAPAN
DAN PENETAPAN PENGADUAN BIDANG
DAN PERIJINAN BIDANG
PERIJINAN BIDANG
EKONOMI DAN
DOKUMENTASI KESEJAHTERAAN
PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN
RAKYAT
RAKYAT

• Peraturan Daerah KotaTangerang Selatan Nomor 6 Tahun 2010


Tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Tangerang Selatan.

Gambar 4.5
Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan
(Sumber : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian – BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)
177

4.1.2.4 .Tugas Pokok dan Fungsi

Penjabaran tugas pokok dan fungsi Badan Pelayanan

Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan, diatur melalui

Peraturan Walikota Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Tugas Pokok,

Fungsi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T).

Menurut Pasal 2 ayat (1) Perwal Nomor 23 Tahun 2011 tersebut

diatas, BP2T memiliki tugas pokok untuk merencanakan,

melaksanakan, mengarahkan, mengawasi dan mengendalikan

kegiatan di bidang Pelayanan Perijinan Terpadu sesuai kebijakan

Pemerintah Daerah.

Adapun Fungsi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota

Tangerang Selatan adalah :

1. Perencanaan dan perumusan bahan kebijakan program

kerja Badan Pelayanan Perijinan Terpadu;

2. Pelaksanaan persiapan fasilitasi program kerja Badan

Pelayanan Perijinan Terpadu;

3. Pelaksanaan kegiatan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu;

4. Pembinaan pelaksanaan pengelolaan Pelayanan Perijinan

Terpadu;

5. Pengembangan sistem informasi Pelayanan Perijinan

Terpadu;
178

6. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kebijakan

program kerja Badan Pelayanan Perijinan Terpadu;

7. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi / lembaga lainnya

terkait dengan kegiatan Pelayanan Perijinan Terpadu;

8. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan

kegiatan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu.

Sedangkan tugas pokok dan fungsi masing-masing jabatan

tersebut dapat dilihat melalui Tabel 4.10 yaitu sebagai berikut.

Tabel 4.10
Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T)
Kota Tangerang Selatan
No Jabatan/Bidang/Seksi Tugas Pokok dan Fungsi

1. Kepala Badan Membina, memimpin, memfasilitasi,

menye-lenggarakan, mengawasi, pe-

laksanaan evaluasi dan mengendalikan

tugas dan fungsi Badan serta

mengkoordinasikan kegiatan Staf,

Pelaksana dan Kelompok Jabatan

fungsional.

2. Sekretaris Badan Merencanakan, melaksanakan, menga-

rahkan, mengawasi, mengendalikan dan

mengkoordinasi pada urusan umum,

kepegawaian, keuangan serta program,


179

evaluasi dan pelaporan.

2.1. Sub Bagian Umum Merencanakan, melaksanakan, membina

dan Kepegawaian dan Sub mengkoordinasikan serta pe-

ngawasan dan pengendalian surta me-

nyurat, kearsipan, urusan rumah tangga

perlengkapan, pengelolaan administrasi

dan kepegawaian.

2.2. Sub Bagian Merencanakan, melaksanakan, me-

Keuangan ngarahkan, mengawasi, dan mengen-

dalikan serta penyusunan rencana ang-

garan dan belanja BP2T.

2.3. Sub Bagian Prog- Merencanakan, melaksanakan, menga-

ram, Evaluasi dan rahkan, mengawasi dan mengendalikan

Pelaporan serta pengendalian program, evaluasi

dan pelaporan.

3. Bidang Data, Infor- Merencanakan, melaksanakan, menga-

masi dan Regulasi rahkan, mengawasi dan mengendalikan

serta pengelolaan data, dokumentasi dan

sistem informasi perijinan, serta

penyusunan persiapan regulasi.

3.1. Seksi Pengemba- Merencanakan, melaksanakan, menga-

ngan Teknologi rahkan, mengawasi dan mengendalikan,

Informasi dan Sis- serta membangunan, mengembangkan


180

tem Pelaporan Sistem Informasi Manajemen (SIM),

dan penyusunan data untuk me-

ningkatkan pelayanan perijinan.

3.2. Seksi Regulasi Merencanakan, melaksanakan, menga-

dan rahkan, mengawasi dan mengendalikan

Dokumentasi persiapan prosedur, mekanisme dan

regulasi untuk meningkatkan pelayanan

perijinan.

4. Bidang Pelayanan Per- Merencanakan, melaksanakan, menga-

ijinan Pembangunan rahkan, mengawasi dan mengendalikan

dan Lingkungan serta memberikan pelayanan dan penge-

lolaan perijinan Bidang Pembangunan.

4.1. Seksi Pelayanan Merencanakan, melaksanakan, menga-

Perijinan Bidang rahkan, mengawasi dan mengendalikan

Pembangunan serta memberikan pelayanan dan pene-

litian berkas pengajuan perijinan Bidang

Pembangunan.

4.2.Verifikasi dan Pe- Merencanakan, malaksanakan, menga-

netapan Perijinan rahkan, mengawasi dan mengendalikan

Bidang pelaksanaan verifikasi berkas pengajuan

Pembangunan perijinan dan penetapan retribusi daerah

pelayanan perijinan.

5. Bidang Pelayanan Per- Merencanakan, malaksanakan, menga-


181

ijinan Ekonomi dan rahkan, mengawasi dan mengendalikan

Kesejahteraan Rakyat serta memberikan pelayanan dan pe-

ngelolaan perijinan bidang Ekonomi dan

Kesejahteraan Rakyat.

5.1. Seksi Pelayanan Merencanakan, malaksanakan, menga-

Perijinan Bidang rahkan, mengawasi dan mengendalikan

Ekonomi dan Ke- serta memberikan pelayanan dan pe-

sejahteraan nelitian berkas pengajuan perijinan

Rakyat Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan

Rakyat.

5.2. Seksi Verifikasi Merencanakan, malaksanakan, menga-

dan Penetapan rahkan, mengawasi dan mengendalikan

Perijinan Bidang pelaksanaan verifikasi berkas pengajuan

Ekonomi dan Ke- perijinan dan penetapan retribusi daerah

sejahteraan Rak- pelayanan perijinan.

yat

6. Bidang Pengawasan, Merencanakan, malaksanakan, menga-

Pengendalian dan Pe- rahkan, mengawasi dan mengendalikan

ngaduan pelaksanaan pengawasan dan pengaduan

perijinan.

6.1. Seksi Pengawasan Merencanakan, malaksanakan, menga-

Pengendalian dan rahkan, mengawasi dan mengendalikan

Pengaduan mengelola data, menginventarisir, pe-


182

Bidang Pemba- laksanaan pengawasan serta penanganan

ngunan pengaduan perijinan Bidang Pem-

banguanan.

6.2. Seksi Pengawasan Merencanakan, malaksanakan, menga-

Pengendalian dan rahkan, mengawasi dan mengendalikan

Pengaduan Bidang serta mengelola data, menginventarisir,

Ekonomi dan Kese- pelaksanaan pengawasan serta pena-

jahteraan Rakyat nganan pengaduan perijinan Bidang

Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat.

7. Kelompok Jabatan Pelaksanaan sebagian kegiatan Badan

Fungsional sesuai dengan kebutuhan dan bertang-

gungjawab kepada Kepala Badan.

(Sumber : Profil Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T)


Kota Tangerang Selatan, 2017)

4.1.3. Gambaran Umum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol

PP) Kota Tangerang Selatan

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Tangerang Selatan, Satuan

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan adalah

unsur pelayanan Keamanan Perlindungan Terhadap Masyarakat.

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan

dipimpin oleh seorang Kepala Satuan Polisi Pamong Praja yang

diangkat oleh Walikota dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi


183

syarat. Satuan Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan tugasnya secara

teknis operasional berkedudukan dibawah Walikota dan bertanggung

jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.

4.1.3.1 Visi dan Misi

Visi dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) adalah

“terwujudnya masyarakat Kota Tangerang Selatan yang aman,

tentram, tertib dan teratur dalam melakukan kegiatannya yang

berakhir pada kesadara masyarakat dalam mentaati perda dan

Peraturan Walikota”

Misi dari Satuan Polisi Pramong Praja (Satpol PP) adalah

sebagai berikut.

1. Meningkatkan pelayanan yang cepat, tetap, akurat

berdasarkan SPOP (Standar Pelayanan Operasional

Prosedur);

2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas Sumberdaya ;

3. Meningkatkan keamanan dan kenyamanan Lingkungan;

4. Meningkatkan intansitas, efektifitas dalam pengendalian

tempat-tempat usaha;

5. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

mewujudkan peningkatan kesadaran berbangsa dan

berbudaya serta berbudi luhur.


184

4.1.3.2 . Struktur Organisasi

Penataan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Satuan

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan diperlukan

guna dapat Menegakan Perda, Memberikan Pengayoman

,Perlindungan,Rasa Aman Terhadap Masyarakat. Struktur organisasi

Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tangerang Selatan sebagai berikut.

1. Kepala Satpol PP;

2. Bagian Sekretariat;

a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;

b. Sub Bagian Keuangan; dan

c. Sub Bagian Program Evaluasi dan Pelaporan.

3. Bidang Ketertiban Sarana Umum dan Kegiatan Usaha;

a. Seksi Ketertiban sarana Umum; dan

b. Seksi Ketertiban Usaha.

4. Bidang Ketertiban Protokoler dan Hiburan; dan.

a. Seksi Ketertiban Protokoler; dan

b. Seksi ketertiban Tempat Hiburan dan Rekreasi.

5. Bidang Operasional dan Perlindungan Masyarakat

a. Seksi Pelaksana Operasional; dan

b. Seksi Perlindungan Masyarakat.

6. Kelompok Jabatan Fungsional.


185

KEPALA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

KELOMPOK KABAG TATA USAHA


JABATAN
FUNGSIONAL Eselon III.A

KASUBAG KASUBAG KASUBAG


UMUM KEUANGAN PERENCANAAN
EVALUASI
DAN Eselon IV.A PELAPORAN
KEPEGAWAIAN
Eselon IV.A
Eselon IV.A

KABID KASI KABID


KETERTIBAN KETERTIBAN OPERASIONAL
SARANA UMUM USAHA &
DAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
USAHA Eselon IV.A MASYARAKAT

Eselon III.B Eselon III.B

KASI KASI KASI


KETERTIBAN KETERTIBAN PELAKSANA
SARANA PROTOKOLER OPERASIONAL
UMUM DAN HIBURAN
Eselon IV.A
Eselon III.B Eselon IV.A

KASI KASI KASI


KETERTIBAN KETERTIBAN PERLINDUNGAN
USAHA TEMPAT
HIBURAN & MASYARAKAT
Eselon IV.A OPERASI
ESELON IV.A
Eselon IV.A

Gambar 4.6
Struktur Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
Kota Tangerang Selatan
(Sumber : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian – Satpol PP
Kota Tangerang Selatan, 2017)
186

Secara kuantitatif, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

Kota Tangerang Selatan terdiri dari 308 orang pegawai. Pegawai ini

terdiri dari 30 orang Aparatus Sipil Negara (ASN) dan 278 orang

Bukan Aparatur Sipil Negara (Non-ASN). Dalam melaksanakan

kegiatannya, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Ta-

ngerang Selatan mengacu kepada pembagian tanggung jawab sesuai

tugas pokok dan fungsi organisasi. Jumlah Pegawai Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan menurut

Golongan dapat dilihat melalui Tabel 4.11 sebagai berikut.

Tabel 4.11

Jumlah Pegawai Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota


Tangerang Selatan

Banyaknya
No. Golongan/Ruang Persentase (%)
Pegawai

1. Non PNS 278 90,25

2. I/a - -

3. I/b - -

4. I/c - -

5. I/d - -

6. II/a 1 0,32

7. II/b 7 2,27

8. II/c - -

9. II/d - -

10. III/a 2 0,64


187

11. III/b 6 1,94

12. III/c 2 0,64

13. III/d 8 2,59

14. IV/a 3 0,97

15. IV/b 1 0,32

16. IV/c - -

17. IV/c - -

18. IV/d - -

Jumlah 308 100

(Sumber : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian – Satpol PP


Kota Tangerang Selatan, 2017)

Adapun rincian kepegawaian menurut tingkat kependidikan

dapat dilihat melalui Tabel 4.12 sebagai berikut.

Tabel 4.12

Pegawai Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

Kota Tangerang Selatan menurut Tingkat Pendidikan

Banyaknya Persentase
No Pendidikan
(Personil) (%)

1. SD - -

2. SLTP 6 1.94

3. SLTA 219 71,10

4. D.I 1 0,32

5. D.II - -

6. D.III 10 3,24

7. S.1 67 21,75
188

8. S.2 5 1,62

9. S.3 - -

JUMLAH 308 100

(Sumber : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian – Satpol PP


Kota Tangerang Selatan, 2017)

4.1.3.3 . Tugas Pokok dan Fungsi

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang

Selatan mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan,

mengarahkan, mengawasi dan mengendalikan tugas-tugas

ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan

Daerah. Satpol PP Kota Tangerang Selatan memiliki tugas untuk

menegakan perda, menyelenggarakan ketertiban umum,ketentraman

masyarakat dan perlindungan masyarakat. Deskripsi mengenai tugas

pokok Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang

Selatan diuraikan menjadi 2 bagian, yaitu sebagai berikut.

1. Satpol PP merupakan bagian Perangkat Daerah dibidang

penegakan Perda, ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat.

2. Satpol PP dipimpin oleh seorang Kepala Satuan,

berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada

Walikota melalui Sekretaris Daerah.


189

Untuk dapat melaksanakan tugas pokok tersebut di atas,

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan

mempunyai fungsi sebagai berikut.

1. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda,

penyelenggara ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat serta perlindungan masyarakat.

2. Pelaksanaan kebijakan penegak Perda dan Peraturan

Kepala Daerah.

3. Pelaksanaan kebijakan penyelenggara ketertiban umum

dan ketentraman masyarakat di Daerah.

4. Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat.

5. Pelaksanaan koordinasi penegakkan perda dan peraturan

kepala daerah, Penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketentraman masyarakat dengan Kepolisian Negara

6. Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negri Sipil Da-

erah,dan / atau Aparatur Lainnya.

7. Pengawasan terhadap Masyarakat, Aparatur atau Badan

Hukum agar mematuhi dan menaati Perda dan Peraturan

Kepala Daerah, dan

8. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Kepala

Daerah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dalam mendukung proses

pelaksanaan tugas dan tanggungjawab, Satuan Polisi Pamong Praja


190

(Satpol PP) Kota Tangerang Selatan dibagi menjadi beberapa bagian.

Hal ini ditujukan guna pencapaian tujuan Satpol PP dalam

mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum, serta dalam

tegaknya implementasi peraturan daerah di Kota Tangerang Selatan.

Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol PP) Kota Tangerang Selatan dapat dilihat melalui Tabel 4.13

sebagai berikut.

Tabel 4.13
Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan

No Jabatan/Bidang/Seksi Tugas Pokok dan Fungsi

1. Kepala Satpol PP Memimpin, penyelenggaraan, mengatur,

menertibkan penegakan Perda, sesuai

dengan tugas dan dan fungsi pada ma-

sing-masing bagian.

2. Kepala Bagian Tata Merencanakan, melaksanakan, membina

Usaha dan mengkoordinasikan, mengawasi dan

mengendalikan kegiatan ketatausahaan

yang meliputi kepegawaian, keuangan,

urusan umum dan perencanaan.

3. Bidang Sarana Umum Melaksanakan pencegahan, pengawasan,

dan Sarana Usaha ketentraman serta penertiban atas pe-

manfaatan sarana dan prasarana umum,


191

kegiatan usaha informasi dan tempat-

tempat umum.

4. Bidang Ketertiban Bidang Ketertiban Protokoler dan

Protokoler dan Hiburan mempunyai tugas merenca-

Hiburan nakan, melaksanakan, membina dan

mengkoordinasikan Pengawasan dan

pengendalian ketertiban di bidang acara

Protokoler, tempat hiburan dan rekreasi.

5. Bidang Operasional Merencanakan, melaksanakan, membina

dan Perlindungan dan mengkoordinasikan pengendali ope-

Masyarakat rasional dan perlindungan masyarakat

7. Kelompok Jabatan Pelaksanaan sebagian kegiatan Satuan

Fungsional sesuai dengan kebutuhan dan bertang-

gungjawab kepada Kepala Satuan.

(Sumber : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian – Satpol PP Kota


Tangerang Selatan, 2017)

4.2 Deskripsi Data

Deskripsi data merupakan penjabaran hasil penelitian dengan menguraikan

secara jelas berdasarkan kumpulan data mentah penelitian, dengan menggunakan

teknik analisis yang relevan. Dalam penelitian yang dilakukan mengenai

Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gedung di Kota Tangerang


192

Selatan, jenis dan analisis data lapangan menggunakan pendekatan penelitian

kualitatif.

Dalam pendekatan penelitian kualitatif, maka data yang diperoleh berupa

kumpulan berbagai data berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan

informan penelitian, proses observasi lapangan, studi dokumentasi dan studi

literatur yang relevan dengan fokus penelitian. Dalam proses pengumpulan data,

peneliti menggunakan teknik observasi (pengamatan) tidak berperan serta (non-

partisipan). Dalam hal ini, peneliti tidak terlibat dalam pelaksanaan kegiatan

Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gedung di Kota Tangerang

Selatan.

Untuk mendukung proses pengumpulan data, selain melakukan observasi,

peneliti juga melakukan proses wawancara kepada informan penelitian. Proses

wawancara dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara tak-terstruktur

(unstructured interview) atau terbuka bersifat bebas. Dimana dalam hal ini,

peneliti tidak menggunakan kelengkapan pedoman wawancara yang tersusun

secara sistematis. Pedoman wawancara hanya memuat substansi berupa garis-

garis besar permasalahan yang kemudian menjadi aspek dari pertanyaan yang

disampaikan kepada informan penelitian. Hal ini ditujukan agar peneliti mampu

memahami kompleksitas permasalahan melalui proses wawancara secara lebih

luas, sehingga tidak membatasi kekayaan data yang diperoleh dalam penelitian.

Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi

dokumentasi dan studi literatur.


193

Untuk menganalisis data mentah yang diperoleh, peneliti menggunakan

tekni analisis data dengan model yang dikembangkan oleh Mattew B. Miles dan

A. Michael Huberman dalam Denzin dan Lincoln (2009:592). Model tersebut

terdiri dari proses reduksi data; penyajian data; dan kesimpulan:

penggambaran/verifikasi. Pada tahap pertama, peneliti melakukan proses reduksi

data (data reduction) . Untuk mempermudah proses reduksi data tersebut, peneliti

memberi kode (coding) pada aspek tertentu, yaitu sebegai berikut.

1. Kode Q1,2,3, dan seterusnya, merupakan kode untuk daftar urutan

pertanyaan.

2. Kode I1,2,3, dan seterusnya, merupakan kode untuk daftar urutan

informan penelitian.

Tahapan berikutnya yaitu proses penyajian data (data display), dimana

dalam penelitian ini peneliti menyajikan data berupa teks narasi. Dan dalam

tahapan ketiga yaitu peneliti melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi

(Conclusion:Drawing/Verifying). Tahapan ini melibatkan peneliti dalam proses

interpretasi, serta penetapan makna dari data yang tersaji. Penarikan kesimpulan

dapat dilakukan setelah data bersifat jenuh., yaitu bahwa telah terjadi pengulangan

informasi. Hal ini menjadi informasi untuk merumuskan kesimpulan, yang

kemudian menjadi jawaban dari masalah penelitian.

Maka dari itu, untuk mengulas secara mendalam analisis peneliti dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan teori yang relevan dengan permasalahan

penelitian tentang Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gedung di Kota


194

Tangerang Selatan. Teori yang digunakan yaitu teori pengawasan efektif yang

dikemukakan oleh Handoko (2011:373-374), yaitu sebagai berikut.

1. Akurat:

2. Tepat Waktu;

3. Obyektif dan Menyeluruh;

4. Terpusat pada Titik-titik Pengawasan Strategik;

5. Realistik secara Ekonomis;

6. Realistik secara Organisasional;

7. Terkoordinasi dengan Aliran Kerja Organisasi;

8. Fleksibel;

9. Bersifat sebagai Petunjuk dan Operasional; dan

10. Diterima para Anggota Organisasi.

4.3 Pembahasan

4.3.1. Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gedung di Kota

Tangerng Selatan

Bangunan gedung merupakan wujud fisik dari aktivitas

pemanfaatan ruang. Bangunan gedung menjadi aspek penunjang dalam

memenuhi kebutuhan manusia, baik untuk orang pribadi, pemerintah

maupun badan hukum/usaha. Untuk menjamin kepastian bahwa

penyelenggaraan bangunan gedung memenuhi unsur kelayakan, baik dari

aspek fisik, hukum maupun sosial masyarakat, maka hal tersebut diatur

melalui kebijakan tentang penyelenggaraan bangunan gedung.


195

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung, penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan

pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan perencanaan

konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran

bangunan gedung. Dalam mewujudkan penyelenggaraan bangunan gedung

yang fungsional, handal, berjati diri, serta seimbang, serasi dan selaras

dengan lingkungan, maka bangunan gedung harus memenuhi persyaratan,

baik dalam aspek administratif maupun aspek teknis. Pemenuhan

persyaratan administratif dan teknis tersebut, diatur lebih lanjut melalui

permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung.

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung adalah perizinan yang

diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada pemilik

bangunan gedung, untuk membangun baru, mengubah, memperluas,

mengurangi dan atau merawat bangunan, sesuai dengan persyaratan

administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. Surat Ketetapan (SK)

IMB gedung merupakan salah satu wujud legalitas dari pemerintah daerah

dalam rangka penyelenggaraan bangunan gedung.

Dalam pelaksanaan berbagai program kerja pemerintah daerah,

kerapkali diliputi berbagai kendala. Begitu pun halnya yang terjadi dalam

proses pelaksanaan perizinan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di

Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan sebagai daerah termuda

yang merupakan daerah pemekaran baru dari daerah Kabupaten

Tangerang. Menurut data Profil Kota Tangerang Selatan Tahun 2015,


196

sebanyak 67,54% (persen) luas wilayah Kota Tangerang Selatan,

merupakan kawasan perumahan dan permukiman.

Berkembangnya daerah Kota Tangerang Selatan diikuti dengan

pertumbuhan pembangunan yang pesat. Hal ini dapat diamati, salah

satunya melalui berkembangnya kebutuhan penduduk terhadap pengunaan

bangunan gedung. Melalui Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan

Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Izin

Mendirikan Bangunan, diterangkan bahwa setiap orang pribadi atau badan

yang akan mendirikan dan atau merubah bangunan, harus terlebih dahulu

mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari pemerintah daerah.

Namun tidak dipungkiri, bahwa terdapat beberapa hambatan dalam

penyelenggaraan izin tersebut. Sejak ditetapkan dan diundangkannya

peraturan daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tersebut di atas

pada 27 Desember 2011, maka setiap orang yang melakukan penye-

lenggaraan bangunan gedung di Kota Tangerang Selatan memiliki

kewajiban sebagai subyek Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Pada dasarnya, setiap bangunan gedung tentu telah memiliki

perencanaan sebelum bangunan tersebut didirikan. Namun, barangkali

terdapat potensi gangguan dan juga bahaya yang ditimbulkan, dari proses

penyelenggaraan bangunan gedung tersebut terhadap lingkungan sekitar.

Maka, pada proses penyelenggaraan bangunan gedung tersebut, perlu

dilakukan pengaturan dan pengawasan oleh pemerintah daerah Kota

Tangerang Selatan. Hal ini juga ditujukan agar proses penyelenggaraan


197

bangunan gedung berlangsung secara aman dan terkendali, sesuai dengan

fungsi dan klasifikasi, serta selaras dengan Rencana Umum Tata Ruang

Daerah (RUTRD) Kota Tangerang Selatan. Sehingga, diharapkan potensi

kegagalan konstruksi maupun kegagalan bangunan dapat dihindari. Untuk

mengetahui bagaimana pelaksanaan proses Pengawasan Izin Mendirikan

Bangunan di Kota Tangerang Selatan, maka peneliti melakukan

pengamatan dengan berpedoman pada 10 (sepuluh) aspek penilaian

kegiatan pengawasan yang dikemukakan oleh T. Hani Handoko

(2011:373-374) yaitu sebagai berikut.

4.3.1.1. Akurat

Dalam proses manajerial suatu organisasi, pencapaian

tujuan organisasi dijabarkan melalui beberapa rangkaian kegiatan

dan program kerja. Untuk menilai dan menjamin bahwa suatu

kegiatan berjalan sesuai dengan harapan dan tujuan, maka manajer

organisasi perlu melakukan pengamatan dan penilaian melalui

kegiatan pengawasan. Begitupun halnya yang dilakukan oleh

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang

Selatan, dalam mengatur dan mengawasi kegiatan penyelenggaraan

bangunan gedung melalui penerbitan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) gedung.

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung merupakan salah

satu instrumen pengendalian dalam penyelenggaraan bangunan


198

gedung. Penyelenggaraan pendirian bangunan gedung yang

berjalan begitu masif dan dinamis, menuntut perlunya kegiatan

pengawasan yang efektif dan efesien. Informasi tentang

pelaksanaan kegiatan dalam sistem pengawasan, harus memenuhi

aspek akurat. Data yang tidak akurat dari sistem pengawasan, dapat

menyebabkan organisasi mengambil tindakan koreksi yang keliru

atau bahkan menciptakan masalah yang sebenarnya tidak ada.

Seluruh data yang diperoleh dalam kegiatan pengawasan,

harus sesuai dengan kondisi sesungguhnya yang ditemukan di

lapangan. Maka, setiap proses yang ditempuh dalam kegiatan

pengawasan harus dilakukan secara cermat dan tepat. Petugas

pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bertugas untuk

memastikan, bahwa dokumen permohonan Izin Mendirikan Ba-

ngunan (IMB) telah sesuai dengan ketentuan. Namun, terdapat

kekeliruan pada beberapa dokumen permohonan IMB yang

diajukan oleh pemohon. Hal ini umumnya, terjadi pada pemilik

bangunan gedung yang mengajukan permohonan IMB melalui jasa

perantara. Pada beberapa dokumen permohonan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) yang diajukan melalui jasa perantara, terdapat

beberapa kendala yang dihadapi ketika terjadi kekeliruan, dan perlu

dilakukan perbaikan dokumen. Berkaitan dengan kekeliruan

dokumen permohonan IMB, Kepala Seksi Pengawasan,


199

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota

Tangerang Selatan (I1-2), menyatakan :

“Terdapat beberapa dokumen IMB yang proses


perizinannya terhenti dalam perjalanan. Dokumen tersebut
berada di kami setelah setahun berkas tersebut didaftarkan
izinnya. Kasus yang umumnya terjadi adalah terdapat
kekeliruan persyaratan teknis pada gambar rencana
bangunan yang diajukan pemohon. Setelah kami telusuri,
kami mendapatkan informasi bahwa bangunan tersebut
sebelumnya disampaikan melalui jasa perantara. Namun,
faktanya jasa perantara yang dipercayakan tersebut telah
diputus hubungannya oleh pemilik bangunan”.
(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 10.2-11.30
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa terdapat kekeliruan informasi pada beberapa dokumen

permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung yang

diajukan oleh pemohon. Beberapa permohonan IMB yang diajukan

kepada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota

Tangerang Selatan tersebut, tidak dilanjutkan hingga proses IMB

selesai. Hal ini disebabkan oleh adanya kekeliruan yang dilakukan

oleh jasa perantara dalam proses pengajuan permohonan IMB.

Beberapa dokumen izin yang dihentikan prosesnya oleh pemohon

tersebut, memberikan dampak negatif dalam implementasi

perizinan IMB di Kota Tangerang Selatan. Hal serupa diungkapkan

oleh Kepala Seksi Pelayanan Perizinan Bidang Pembangunan –

BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-5), mengenai kekeliruan yang

dilakukan oleh pemohon dan jasa perantara, yang menyatakan :


200

“Beberapa kendala yang dihadapi ketika pemohon Izin


Mendirikan Bangunan (IMB) melibatkan jasa perantara,
yaitu terjadinya keterbatasan komunikasi antara pemohon
dan BP2T. Hal ini mengakibatkan, beberapa komunikasi
yang secara langsung kami butuhkan kepada pemohon
tidak tersampaikan. Dalam proses pengajuan IMB,
dokumen permohonan izin yang dinyatakan telah memenuhi
persyaratan, harus tetap dilakukan pemantauan hingga
proses perizinan IMB dinyatakan selesai. Karena setelah
dilakukan peninjuan lapangan, terdapat beberapa dokumen
yang perlu dilengkapi dan disesuaikan oleh pemohon izin.
Misalnya,berkas tersebut mengalami kendala di lapangan,
contoh yang diajukan bangunan 80 m2, ternyata kondisi di
lapangan 100m2. Otomatis kan gambar harus direvisi. Nah,
posisi gambar direvisi itu sudah kami beritahukan, tetapi
mereka tidak merespon secara cepat.”.
(Wawancara/Kamis, 09 Januari 2017/Pukul 10.54-11.32
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, dapat

diketahui bahwa terdapat beberapa dokumen yang diajukan oleh

pemohon Izin Mendirikan Bangunan (IMB), yang tidak sesuai

dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Keterlibatan jasa perantara

menjadi salah satu penghambat berlangsungnya proses komunikasi,

antara pemohon izin dengan BP2T Kota Tangerang Selatan.

Kekeliruan dokumen tersebut umumnya terjadi pada dokumen

gambar rencana bangunan, apabila perlu dilakukan penyesuaian

segera oleh pemohon izin. Sebagai upaya untuk mempermudah

proses akurasi data, baik dalam pengawasan perizinan maupun

pengawasan pembangunan, maka diperlukannya kegiatan

peninjauan lapangan di lokasi pendirian bangunan. Berkaitan

dengan kegiatan peninjuan lapangan sebagai proses akurasi data,


201

Kepala Bidang Pengawasan Pengendalian dan Pengaduan – BP2T

Kota Tangerang Selatan (I1-1), menyatakan :

“Kami akan lakukan peninjauan lapangan untuk melihat


apakah informasi yang kami terima sesuai dengan kondisi
yang kami peroleh di lapangan.Kasus pengaduan terkadang
kita mendapati dalam bentuk surat. Selain itu, ada
pengaduan yang disampaikan melalui Walikota Tangerang
Selatan. Sehingga, kami mendapatkan surat disposisi
tersebut. Proses kroscek kami lakukan melalui tahap
mediasi dengan peninjauan lapangan, yaitu dengan
memberikan panggilan kepada pihak pelapor dan
terlapor”. (Wawancara/Rabu, 04 Januari 2017/Pukul
09.33-10.41 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan pendirian bangunan, baik itu bangunan yang

dilengkapi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) maupun tidak, perlu

dilakukan kegiatan peninjauan lapangan. Kegiatan tersebut sebagai

salah satu bentuk verifikasi yang dilakukan tim pengawasan

terhadap berbagai informasi yang diperoleh baik dari internal

maupun eksternal organisasi. Permohonan IMB yang diajukan oleh

pemohon izin, umumnya lebih mudah untuk dideteksi

keakuratannya. Hal ini dikarenakan dokumen perizinan IMB yang

telah diajukan, telah melewati proses verifikasi oleh petugas Seksi

Pelayanan Bidang Pembangunan. Sehingga apabila terdapat

beberapa dokumen yang perlu diperbaiki setelah dilakukannya

peninjauan lapangan, maka pihak koordinator pengawasan dapat

melakukan konfirmasi kepada pemohon izin. Konfirmasi tersebut

dilakukan melalui komunikasi antara petugas Seksi Pelayanan


202

Bidang Pembangunan, kepada pemohon melalui kontak telepon

yang telah dilampirkan di dalam permohonan.

Dokumen permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

yang telah menempuh proses pengawasan lapangan, maka akan

dilanjutkan menuju tahap verifikasi oleh Seksi Verifikasi dan

Penetapan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan.

Verifikasi ini merupakan proses tindak lanjut menuju penerbitan

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) melalui Surat Keputusan (SK)

IMB. Pada tahap verifikasi, beberapa dokumen hasil pengawasan

tersebut perlu melalui proses penilaian kembali sebelum menuju

proses penerbitan izin. Berkaitan dengan verifikasi hasil

pengawasan lapangan, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian

dan Pengaduan Bidang Pembangunan BP2T Kota Tangerang

Selatan (I1-2), menyatakan :

“Banyak juga dokumen permohonan IMB yang sudah


sampai di seksi verifikasi, harus dikembalikan lagi ke seksi
kami, yaitu seksi wasdal. Karena biasanya kalau proses izin
itu, terdapat kekeliruan dalam peta jalan, atau KDB, dan
lain sebagainya. Sehingga kami perlu melakukan
penghitungan ulang. Jika diperlukan, maka kami perlu
melakukan peninjauan kembali ke lapangan. Biasanya ini
terkait dengan pengawasan hal yang sifatnya rumit, seperti
pengecekan saluran tegangan tinggi, garis sempadan
danau, dan lain sebagainya. Kalau sebatas kekeliruan pada
gambar, biasanya kami lakukan perubahan di kantor”.
(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 10.2-11.30
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)
203

Gambar 4.7

Contoh Gambar Bestek Bangunan dalam Permohonan


Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gedung
(Sumber : Seksi Pelayanan Perizinan Bidang Pembangunan
BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa beberapa dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

gedung yang telah melewati proses peninjauan lapangan, tidak

terlepas dari kekeliruan. Hal ini pun menyebabkan dokumen

tersebut harus kembali melalui proses penilaian oleh petugas Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan.

Sehingga, apabila terjadi kekeliruan sebagaimana telah disebutkan

di atas, jika hal tersebut meliputi pengawasan dalam aspek rumit,

maka diperlukan peninjauan lapangan kembali. Namun, jika


204

kekeliruan yang terjadi berupa kekeliruan pada gambar, maka

hanya dibutuhkan revisi pada dokumen gambar tersebut. Hal ini

menunjukkan bahwa diperlukannya ketelitian petugas pengawasan

dalam mengolah informasi, yang dilakukan dalam proses

pengawasan tahap perizinan maupun tahap pembangunan Hal

serupa diungkapkan oleh Kepala Seksi Verifikasi dan Penetapan

Perizinan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-6), mengenai proses pengembalian berkas sebelum penerbitan

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diterbitkan, yang menyatakan :

“Maka, ketika berkas sampai pada seksi kami sudah hampir


tahap akhir. Beberapa dokumen izin yang mengalami
hambatan, yaitu seperti kami perlu melakukan verifikasi
terkait kondisi lapangan, apabila foto yang dilampirkan
kurang jelas. Maka, kami segera menghubungi petugas
teknisnya. Kami akan menerbitkan izin sepanjang bangunan
ini memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu syarat administratif dan
syarat teknis.”. (Wawancara/Rabu,11 Januari 2017/Pukul
10.11-10.55 WIB/wawancara tersebut di lakukan di Kantor
BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa setiap dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) perlu

melewati beberapa proses, hingga akhirnya dilakukan verifikasi

dan penetapan izin. Namun, beberapa dokumen yang dirasa belum

memenuhi kelengkapan sebagaimana yang dipersyaratkan, maka

dokumen tersebut perlu diperbaiki terlebih dahulu. Aspek

kelengkapan ini ditinjau baik melalui sisi admnistratif maupun sisi

teknis. Salah satu diantaranya yaitu proses verifikasi dokumen IMB

terkait dengan kondisi faktual di lapangan, serta lampiran foto yang


205

disertakan harus sesuai dan jelas. Beberapa dokumen yang harus

diverifikasi rupanya tidak memuat informasi secara jelas, seperti

laporan foto kegiatan pengawasan. Kekeliruan informasi tersebut

menjadi hambatan dalam proses penerbitan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) di Kota Tangerang Selatan. Hal serupa

diungkapkan oleh Pemilik Bangunan Gedung Hunian (I4-1), yang

menyatakan :

Ketika datang ke Kantor BP2T, diberitahukan bahwa


gambar yang saya ajukan tidak sesuai. Gambarnya harus
ada standarnya sesuai dengan ukuran detailnya. Seperti
nya saya fikir yang bisa membuat gambar seperti itu
lulusan teknik sipil. Karena saya tidak bisa terus menerus
mengurus dan melengkapi surat-surat tersebut, saya
akhirnya meminta bantuan saja kepada jasa perantara”.
(Wawancara/Minggu, 28 Oktober 2017/Pukul 13.37-14.42
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Rumah Tinggal, BSD
City Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa terdapat kendala yang dihadapi oleh pemilik bangunan

gedung dalam proses pengajuan izin. Hal tersebut berkaitan dengan

adanya kerumitan pemohon izin untuk melengkapi dokumen

gambar. Karena, dokumen gambar memuat informasi teknis secara

detail mengenai bangunan gedung yang diajukan. Hal ini

membutuhkan adanya kemampuan dan wawasan tambahan dari

segi teknis pendirian bangunan gedung.

Pemberian surat teguran menjadi salah satu upaya untuk

menjamin validitas informasi yang diterima. Dilakukannya

kegiatan peneguran serta proses pemanggilan pemilik bangunan,


206

memberikan peluang kepada tim Koordinator Pengawasan

(Koorwas) untuk menggali informasi secara mendalam. Surat

teguran yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung yang

melakukan pelanggaran dapat dilihat melalui gambar 4.8 sebagai

berikut.

Gambar 4.8
Penerbitan Surat Teguran (Surat Tilang) dalam
Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gedung
(Sumber : Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang
Pembangunan BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)

Proses tindaklanjut atas laporan pelayanan pengaduan

masyarakat tersebut dilakukan, khususnya pada masyarakat yang

secara langsung menerima dampak dari penyelenggaraan bangunan

gedung. Kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung yang

dimaksud dalam hal ini yaitu proses penyelenggaraan bangunan

gedung, baik yang dilengkapi dengan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) maupun tidak. Hal serupa diungkapkan oleh Ketua


207

Koordinator Pengawasan (Koorwas) Seksi Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota

Tangerang Selatan (I1-3), mengenai akurasi informasi pengawasan,

yang menyatakan :

“Ketika berkas permohonan IMB akan disampaikan,


terlebih dahulu kami berikan kesempatan untuk
mengkonsultasikan kelengkapan izin tersebut. Pengaduan
juga begitu. Terkadang yang datang kalau mengadu suka
tetangga jauh, sedangkan mereka tidak memiliki
keterkaitan dengan pendirian bangunan.”.
(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 14.16-15.23
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa informasi laporan pengaduan yang disampaikan oleh

pelapor, beberapa diantaranya tidak akurat. Beberapa pelapor

menyampaikan laporan yang tidak terkait dengan mereka, dimana

dalam hal ini pelapor tidak memiliki kepentingan dan keterkaitan

dampak akibat dari kegiatan pembangunan. Laporan seperti ini

menimbulkan adanya kekeliruan ketika proses tindak lanut atas

laporan tersebut dilakukan.

Informasi yang dikumpulkan dalam proses pelayanan

pengaduan haruslah bersifat akurat. Laporan pengaduan

masyarakat yang tidak sesuai dengan tujuan perizinan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB), akan menimbulkan kekeliruan dalam

kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung. Berkaitan dengan

akurasi data dalam pelayanan pengaduan masyarakat, Kepala Seksi


208

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan –

BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-2), mengenai kekeliruan

informasi dalam kegiatan pengaduan masyarakat, yang

menyatakan:

“Beberapa bentuk kekeliruan terjadi diantaranya yaitu saat


kami menerima laporan, dan sudah melakukan peninjauan
lapangan. Misalnya, informasi yang disampaikan tentang
adanya penyalahgunaan fungsi hunian menjadi gudang.
Namun, ketika kami melakukan peninjauan lapangan dan
pengolahan informasi, faktanya tidak demikian. Selain itu,
banyaknya ditemukan informasi pengawasan yang tidak
akurat, umumnya berkaitan dengan identitas pelapor.
Beberapa diantara pelapor mengajukan agar dilakukan
penyamaran identitas. Selain itu, setelah kami melakukan
identifikasi lebih lanjut, beberapa diantara masyarakat
yang menyampaikan laporan, ternyata bukanlah bagian
dari anggota masyarakat Kota Tangerang Selatan. Hal ini
menjadi dilema, dikarenakan pada hakikatnya Walikota
Tangerang Selatan tidak akan memberikan tanggapan,
apabila pelapor bukanlah warga dengan identitas KTP
Kota Tangerang Selatan. Bahkan di sisi lain, ditemukan
pula adanya bentuk pelaporan yang disertai tujuan keliru,
dimana terjadi ketidaksesuaian antara tujuan awal dan
akhir pelaporan. Hal ini membuat kami harus bekerja 2
(dua) kali”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul
10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa terdapat kekeliruan informasi yang disampaikan oleh

pelapor, dengan hasil pengawasan yang dilakukan petugas Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan BP2T Kota Tangerang

Selatan. Kekeliruan informasi dalam proses pelayanan pengaduan,

sebagian besar berupa tidak akuratnya identitas pihak pelapor.

Pihak pelapor juga menyampaikan laporan pengaduan dengan


209

menyamarkan identitas pribadi. Identitas pelapor menjadi bagian

penting, dalam proses analisis dan pemecahan masalah atas

penyelenggaraan bangunan gedung tersebut. Karena, pihak Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan,

menemukan adanya laporan yang disampaikan bukan dari warga

Kota Tangerang Selatan.

Warga Kota Tangerang Selatan menjadi prioritas dalam

pelayanan ini, dikarenakan mereka adalah pihak yang memiliki

kaitan dan interaksi langsung dalam penyelenggaraan bangunan

tersebut. Identifikasi secara mendalam kepada pihak pelapor akan

mempermudah petugas Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan, dalam memahami tujuan serta pola tanggapan terhadap

laporan pengaduan yang disampaikan. Hal serupa diungkapkan

oleh anggota Koordinator Pengawasan (Koorwas) Seksi

Pengawasan, Pengendalian, dan Pengaduan Bidang Pembangunan

– BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-4), mengenai ketentuan teknis

penyampaian laporan pengaduan, yang menyatakan :

“Teknis dalam penyampaian informasi pengaduan harus


dilakukan secara tertulis. Maka dari itu, kami tidak bisa
memberikan tanggapan lebih lanjut terhadap pengaduan
dalam bentuk non-tertulis, seperti melalui panggilan
seluler. Ketika ada informasi pengaduan masyarakat, kami
akan melakukan klarifikasi kepada pelapor yang juga
disertai dengan laporan yang diakomodasi oleh RT/RW.
Namun, dikarenakan walikota memberikan peluang untuk
masyarakat agar mempermudah akses tersebut, banyak
juga yang perlu kami datangi meskipun tanpa terkordinir
oleh RT/RW setempat. Formulir pengaduan kami sediakan
untuk para pelapor pengaduan. Persentase antara pelapor
210

yang menggunakan surat formulir pengaduan dengan yang


tidak adalah kurang lebih 40:60%”. (Wawancara/Rabu,06
Januari 2017/Pukul 09.11-10.13 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa dalam penyampaian laporan pengaduan masyarakat

dilakukan secara tertulis. Pihak Seksi Pengawasan, Pengendalian

dan Pengaduan Bidang Pembangunan tidak memberikan tanggapan

terhadap pelapor tanpa adanya laporan tertulis. Maka dari itu,

petugas menyediakan formulir pengaduan bagi masyarakat yang

hendak menyampaikan laporan. Namun, persentase masyarakat

yang menyampaikan laporan melalui surat pengaduan tertulis

dinyatakan kurang lebih sebanyak 40% (persen). Lembar formulir

pengaduan dapat dilihat melalui Gambar 4.9 sebagai berikut.

Gambar 4.9
Formulir Pengaduan Masyarakat
(Sumber : Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang
Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)
211

Berdasarkan data olah yang peneliti lakukan, selama tahun

2015-2016 terdapat sebanyak 77,78% dari laporan pengaduan yang

disampaikan oleh masyarakat tersebut disertai dengan keterangan

yang dibutuhkan dalam informasi pengawasan. Rekapitulasi

laporan pengaduan masyarkat tersebut dapat dilihat melalui tabel

4.14 sebagai berikut.

Tabel 4.14
Rekapitulasi Jumlah Pengaduan Masyarakat
di Kota Tangerang Selatan Tahun 2015-2016
Jumlah Jumlah
disertai Total
No Jenis Kawasan Keterangan Pengaduan
2015 2016 2015 2016
1. Kawasan Tertata 3 10 11 9
Kawasan Non-
2.
Tertata 9 6 7 9
(Sumber : Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan, BP2T Kota Tangerang
Selatan, 2017)

Rangkaian proses pengawasan perlu menempuh beberapa

tahapan lainnya. Kegiatan pengawasan yang dikelola oleh Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan –

BP2T Kota Tangerang Selatan, terbatas pada kegiatan peneguran

dan penanganan pengaduan. Beberapa kasus pelanggaran Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) yang diperoleh dari kegiatan

pengawasan tersebut, tidak sepenuhnya mampu mempengaruhi

masyarakat untuk berpartisipasi dalam kepemilikan IMB.

Sehingga, beberapa kasus tersebut perlu menempuh proses tindak

lanjut berupa penyetopan kegiatan pembangunan oleh Pemerintah


212

Daerah Kota Tangerang Selatan, melalui penerbitan Surat Perintah

Penghentian Pelaksanaan Pembangunan Bangunan (SP4B).

Pada tahun 2015, diberlakukannya kebijakan penerbitan

Surat Perintah Penghentian Pelaksanaan Pembangunan Bangunan

(SP4B), memberikan peluang kepada Seksi Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota

Tangerang Selatan, untuk melakukan kegiatan pengawasan secara

lebih luas. Hal ini berkaitan dengan kewenangan petugas

pengawasan, untuk melakukan pemantauan kegiatan pelanggaran

bangunan secara berkelanjutan. Setelah pemilik bangunan mene-

rima Surat Teguran (Surat Tilang), lalu berlanjut hingga tahap

penerbitan SP4B, maka Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

Kota Tangerang Selatan dapat melakukan penindakan atas kegiatan

pembangunan tersebut.

Kegiatan penindakan yang dilakukan oleh Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan, merupakan

bagian dari proses lanjutan dalam kegiatan pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB). Kegiatan penindakan ini

memerlukan informasi pengawasan yang akurat dan tepat. Hal ini

ditujukan, agar proses penindakan dapat dilakukan secara efektif

dan efisien sesuai dengan peraturan daerah yang telah ditetapkan

sebagaimana mestinya. Berkaitan dengan hal tersebut, Ketua

Koordinator Pengawasan (Koorwas) Seksi Pengawasan,


213

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota

Tangerang Selatan (I1-3), mengenai indentifikasi informasi dalam

kegiatan penindakan, yang menyatakan :

“Ketika kami melakukan pemanggilan terhadap


pemilik/penanggungjawab bangunan tersebut, kemudian
mereka tidak hadir. Maka, informasi hasil pengawasan
tersebut kami sampaikan kepada Satpol PP untuk
ditindaklanjuti. Dalam berkas yang kami sampaikan kepada
Satpol PP, kami melampirkan di dalam surat tersebut foto
bangunan dan alamat lengkap”. (Wawancara/Kamis, 05
Januari 2017/Pukul 14.16-15.23 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa ketika pemilik/penanggungjawab bangunan gedung tidak

memenuhi panggilan dan teguran yang diberikan, maka akan

dilakukan penertiban. Proses penertiban ini dilakukan oleh Satuan

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui bahwa

kegiatan eksekusi, baik berupa penindakan dan penertiban atas

pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dilakukan oleh

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan.

Hal serupa diungkapkan oleh Kepala Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol PP) Kota Tangerang Selatan (I2-1), mengenai kegiatan

penindakan atas teguran yang tidak diindahkan, yang menyatakan :

“Ketika pemberian SP4B, mereka masih melakukan


aktivitas, dalam artian tidak mengindahkan SP4B. Maka
kemudian BP2T meminta Satpol PP untuk melakukan
tindakan. Maka, kemudian dari surat BP2T yang meminta
Satpol PP melakukan penertiban itu lah sebagai dasar
214

Satpol PP bekerja. Kami akan komparasikan data yang


kami terima dengan kondisi di lapangan. Umumnya,
laporan yang kami dapati perlu mendapat konfirmasi dari
pihak BP2T. BP2T akan menjelaskan bentuk pelanggaran
yang dilakukan oleh pemilik bangunan tersebut. Kami
harus tetap bertanya kepada BP2T untuk memastikan
informasi yang sesuai agar tepat”. (Wawancara/Kamis, 11
Januari 2017/Pukul 14.09-15.24 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor Satpol PP Kota Tangerang Selatan)

Gambar 4.10
Kegiatan Penindakan melalui Pemberian Papan
Penyetopan SP4B oleh BP2T Kota Tangerang Selatan
(Sumber : Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang
Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) melalui Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan

menyampaikan surat kepada Satuan Polisi Pamong (Satpol PP)

Kota Tangerang Selatan. Surat tersebut memuat informasi dan

instruksi agar Satpol PP melaksanakan kegiatan penertiban kepada

beberapa bangunan yang telah disebutkan melalui lampiran.

Informasi Informasi hasil pengawasan yang diperoleh petugas tim

pengawasan Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan


215

Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan, kemudian

disampaikan kepada Satpol PP. Surat laporan yang disampaikan

tersebut berisi beberapa informasi, berupa foto bangunan dan

alamat lengkap. Namun, selain dalam bentuk surat tembusan

kepada Satpol PP, laporan juga disampaikan melalui rapat

koordinasi Pengawasan Pembangunan (Wasbang) Kota Tangerang

Selatan.

4.3.1.2. Tepat Waktu

Kegiatan pengawasan yang efektif dan efisien perlu

memperhatikan periode waktu dalam penyelenggaraanya.

Informasi pengawasan yang telah diperoleh tersebut akan menjadi

kurang optimal, jika kegiatan pengawasan yang dilakukan tidak

sesuai dengan waktu yang ditentukan. Aspek tepat waktu dalam

konteks ini menafsirkan, bahwa informasi yang diterima dalam

kegiatan pengawasan, menuntut adanya responsivitas seluruh aspek

yang terlibat. Informasi tersebut harus dikumpulkan, disampaikan

dan dievaluasi sesegera mungkin, apabila diperlukan kegiatan

perbaikan segera.

Begitupun halnya dalam proses pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di Kota Tangerang Selatan.

Menurut Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 14

Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Izin


216

Mendirikan Bangunan, Pasal 15 ayat (1) huruf a, dijelaskan bahwa

pemberian teguran secara tertulis dilakukan maksimal 3 (tiga) kali

dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari pada setiap tahapnya.

Pemberian surat teguran tersebut dilakukan terhadap bangunan

gedung, yang terindikasi melanggar ketentuan terkait Izin

Mendirikan Bangunan (IMB).

Kegiatan pembangunan bangunan gedung yang pesat dan

dinamis, disertai dengan dukungan teknologi yang mumpuni, Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidan Pembangunan -

BP2T Kota Tangerang Selatan membentuk beberapa strategi.

Strategi tersebut berkaitan dengan pemberian surat teguran yang

dilakukan melalui surat tilang.

Surat tilang tersebut diberikan sebanyak 1 (satu) kali, yang

kemudian dilanjutkan pada tahap pemanggilan pemilik/

penanggungjawab bangunan gedung. Apabila pemilik bangunan

gedung tidak memenuhi panggilan, maka teguran yang diberikan

akan dilanjutkan pada tahap penyegelan serta pembongkaran bagi

bangunan gedung yang melanggar ketentuan. Untuk mengetahui

periode waktu yang dibutuhkan dalam proses pengumpulan,

penyampaian maupun evaluasi informasi kegiatan pengawasan

IMB. Maka, peneliti melakukan penelusuran terkait hal tersebut,

kepada beberapa pihak yang bertanggungjawab dalam kegiatan

pengawasan. Berkaitan dengan waktu pelaksanaan kegiatan


217

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung, Kepala

Bidang Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-1), menyatakan:

“Kegiatan pengawasan tidak memiliki jadwal secara


tertulis. Karena apabila secara tiba-tiba kami mendapati
laporan pengaduan, kami harus siap siaga. Jadi, sejauh ini
kegiatan pengawasan dilakukan sesuai dengan insiden-
insiden tang terjadi. Tergantung ya, saya tidak bisa
menentukan lama”. (Wawancara/Rabu, 04 Januari
2017/Pukul 09.33-10.41 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

yang dilakukan oleh tim pengawasan, tanpa didasari oleh

pengaturan jadwal pengawasan berkala secara tertulis. Petugas

pengawasan perlu melakukan penyesuaian waktu, terhadap adanya

laporan pengaduan dari masyarakat. Kegiatan pengawasan

dilakukan secara bersamaan dengan penanganan kasus pengaduan.

Hal ini mengakibatkan pengelolaan informasi dan penyelesaian

kasus dalam kegiatan pengawasan, tidak memiliki ketentuan waktu

secara pasti. Hal serupa mengenai jadwal dalam kegiatan

pengawasan, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-2), menyatakan :

“Kegiatan pengawasan (peninjauan) lapangan memang


tidak dilaksanakan setiap hari, namun kami lakukan berupa
penjadwalan untuk kegiatan peneguran. Bisa juga
dikatakan setiap hari, hanya memang tugasnya setiap hari
218

berbeda dan kami lakukan pembagian tugas. Kegiatan ini


umumnya dilaksanakan pada hari Selasa, Rabu, dan
Kamis”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 10.02-
11.30 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T
Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh tim pengawasan,

memang tidak dilakukan berdasarkan ketentuan waktu secara pasti.

Dalam kegiatan pengawasan berupa peninjauan lapangan terhadap

pelanggaran bangunan gedung, para petugas pengawasan

melakukan pembagian tugas untuk melakukan kegiatan peneguran.

Kegiatan peneguran dan peninjauan lapangan tersebut dilaksanakan

umumnya pada hari Selasa, Rabu dan Kamis. Peningkatan jumlah

informasi temuan pelanggaran yang meningkat setiap waktunya,

membutuhkan penanganan secara efektif dan efisien. Belum

tersedianya jadwal yang ditentukan dalam kegiatan peneguran

tersebut, menunjukkan belum optimalnya perhatian dalam

penyelesaian kegiatan pengawasan.

Pengelolaan informasi kegiatan pengawasan secara tepat

waktu, menjadi parameter dalam pencapaian keberhasilan

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Tangerang Selatan.

Kegiatan pengawasan lapangan yang dilakukan oleh petugas Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan,

sejauh ini belum memiliki jadwal dan pembagian tugas secara

khusus. Jadwal kegiatan pengawasan yang telah ditentukan


219

tersebut, hanya memuat informasi terkait penentuan hari

dilaksanakannya kegiatan pengawasan lapangan. Sehingga

pelaksanaan kegiatan berdasarkan hari tersebut, belum mampu

memuat secara spesifik dan normatif, terkait optimalisasi kegiatan

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung. Berkaitan

dengan intensitas dan periode waktu kegiatan pengawasan, anggota

Koordinator Pengawasan, Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-4), menyatakan :

“Kegiatan pengawasan lapangan yang kami laksanakan


tidak berdasarkan pada jadwal secara khusus. Kegiatan
pengawasan lapangan dalam 1 minggu, kami lakukan
umumnya sebanyak 3 (tiga) kali dan minimal adanya 1
(satu) kali. Kegiatan tersebut terdiri, baik oleh kegiatan
pengawasan rutin ataupun dalam kegiatan penindakan
laporan pengaduan”. (Wawancara/Rabu,06 Januari
2017/Pukul 09.11-10.13 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan pengawasan lapangan yang dilakukan memang

belum berjalan optimal. Jika dikaitkan dengan luas daerah Kota

Tangerang Selatan yang mencapai 147,19 Km2 (Kilometer Persegi)

atau 14.719 Ha (hektar), maka kegiatan pengawasan yang selama

ini berjalan belumlah sesuai dengan kebutuhan. Dalam jangka

waktu 1 (satu) minggu atau 5 (lima) hari kerja, secara umum

kegiatan pengawasan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, dan paling

sedikit sebanyak 1 (satu) kali. Sedangkan, dalam kegiatan


220

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung yang

dilakukan selama ini, waktu yang dialokasikan juga digunakan

sekaligus untuk mengakomodasi pelayanan pengaduan masyarakat.

Pelanggaran dalam kegiatan penyelenggaraan bangunan

gedung, dimana secara hukum diatur melalui Izin Mendirikan

Bangunan (IMB), tentunya perlu dilaksanakan secara komprehensif

dan berkelanjutan. Namun, kegiatan pengawasan yang secara

umum menjadi rutinitas Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan tersebut, tidak selamanya

berjalan sesuai rencana yang telah ditetapkan. Hal ini pun

menyebabkan berkurangnya intensitas kegiatan pengawasan

lapangan, yang juga berpengaruh terhadap kuantitas informasi

pengawasan yang diperoleh. Berkaitan dengan pengaruh waktu

terhadap kuantitas informasi pengawasan, Kepala Seksi

Pengawasan, Pengendalian, dan Pengaduan Bidang Pembangunan

– BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-2), menyatakan :

“Dalam jangka waktu 1 minggu, kegiatan peneguran yang


kami lakukan bisa mencapai 10-12 surat teguran.
Pencapaian ini bisa kami raih jika memang dalam 1
minggu, tidak terdapat hari libur. Karena terkadang
kegiatan pembangunan berhenti sementara pada hari-hari
kerja diantara hari libur”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari
2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawanacara tersebut di
lakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)
221

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa selain kegiatan pengawasan yang telah ditentukan sebanyak

umumnya 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) minggu, kegiatan

pengawasan terkendala oleh adanya hari libur. Hal ini pun terjadi

jika terdapat hari kerja yang berada diantara 2 hari libur. Kondisi

ini turut mempengaruhi pencapaian kegiatan pengawasan yang

secara umum dilakukan pada hari-hari biasanya. Beberapa kegiatan

pembangunan yang dilaksanakan pada waktu tersebut dihentikan

sementara, dikarenakan terjadi penghentian distribusi bahan

bangunan akibat tutupnya beberapa toko bangunan.

Proses penilaian dalam kegiatan pengawasan, dilakukan

melalui kegiatan evaluasi informasi pengawasan yang telah

diperoleh. Hal ini ditujukan untuk mengidentifikasi secara

menyeluruh, berbagai informasi pelanggaran dan juga pengaduan

masyarakat yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) minggu atau 5

(lima) hari kerja. Berkaitan dengan alokasi waktu dalam evaluasi

kegiatan pengawasan, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-2), menyatakan :

“Pada hari Senin dan Jum‟at, waktu tersebut diagendakan


untuk melakukan pengumpulan pelaporan dan proses
pemanggilan kepada pemilik bangunan gedung. Jika
kegiatan pengawasan dilakukan berdasarkan objek, kami
membutuhkan waktu maksimal selama 2 (dua) minggu.
Kegiatan evaluasi dapat dilakukan pada waktu yang sama,
hanya terdapat kendala dalam proses ini. Kendala tersebut
222

terjadi ketika proses pemanggilan dan konfirmasi ulang


kepada pemilik bangunan, setelah kami lakukan penin-
jauan. Karena seringkali, petugas kami tidak menemui
pemilik bangunan ketika melakukan kegiatan pengawasan
lapangan. Biasanya “owner”-nya tidak berada di lokasi
pendirian bangunan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
kesulitan dalam proses interview kepada pemilik bangunan
gedung tersebut. Sebagai contoh, ketika proses
pemanggilan dilakukan, pemilik bangunan tidak dapat
memenuhi panggilan dikarenakan sedang tidak berada di
tempat (luar kota). Hal ini pun menyebabkan terjadinya
keterlambatan proses pertemuan yang dilakukan, sehingga
perlu menunggu beberapa hari kemudian”.
(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 10.02-11.30
WIB/wawanacara tersebut di lakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa evaluasi kegiatan pengawasan dilakukan selama 2 (dua)

hari, yaitu pada hari Senin dan Jum‟at. Pada hari-hari tersebut,

laporan kegiatan selama 1 (satu) minggu disampaikan oleh seluruh

petugas Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan. Jika kegiatan sebelumnya adalah seputar

pengumpulan informasi melalui kegiatan pengawasan lapangan.

Maka berbeda halnya dengan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk

kegiatan evaluasi, bagi masing-masing objek pelanggaran

bangunan. Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung

berdasarkan objek bangunan, bisa menempuh waktu selama

maksimal 2 (dua) minggu atau 14 (empat belas) hari kalender.


223

Pelanggaran bangunan yang beragam, membutuhkan pola

penanganan yang berbeda sesuai dengan jenis pelanggaran yang

terjadi. Penanganan kasus pelanggaran yang bersifat mendesak,

umumnya mendapatkan perhatian lebih dibandingkan dengan

pelanggaran lainnya. Proses penanganan kasus pelanggaran

semacam ini umumnya membutuhkan tindakan segera, agar hal

tersebut tidak menimbulkan potensi konflik di kemudian hari.

Berkaitan dengan waktu penanganan pelanggaran bangunan yang

bersifat mendesak, Ketua Koordinator Pengawasan (Koorwas)

Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-3), menyatakan :

“Waktu yang digunakan dalam kegiatan penindakan ini


tentatif, terkadang bisa dalam waktu 1 hari. Kalau semua
ada di kantor, 1 (satu) hari bisa selesai. Setelah kami
mengisi berita acara pengawasan, di hari tertentu biasanya
2(dua) hari kemudian kami kirimkan kepada Satpol PP.
(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 14.16-15.23
WIB/wawanacara tersebut di lakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawacara tersebut di atas, dapat

diketahui bahwa untuk kasus-kasus temuan pelanggaran yang

bersifat mendesak dan beresiko tinggi, maka dapat dilakukan

dengan sesegera mungkin. Menurut Peraturan Daerah Kota

Tangerang Selatan Nomor 14 Tahun 2011 Pasal 7 ayat (1) huruf a,

dijelaskan bahwa kegiatan penertiban Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) secara administratif, maksimal dilakukan selama 21 (dua

puluh satu) hari kalender. Namun, dikarenakan adanya beberapa


224

kasus pelanggaran dalam Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan

potensi resiko tinggi, maka waktu yang ditempuh pun memiliki

pengecualian dari kasus pada umumnya. Kasus pelanggaran

tersebut menjadi prioritas Seksi Pengawasan, Pengendalian, dan

Pengaduan Bidang Pembangunan - BP2T Kota Tangerang Selatan.

Hal ini tentunya akan menurunkan konsentrasi petugas

pengawasan, dalam mengatasi kasus pelanggaran yang menjadi

perhatian pada masa sebelumnya. Untuk kasus pelanggaran dengan

kondisi tersebut, kegiatan pengumpulan dan evaluasi informasi

dapat dituntaskan dalam waktu 1 (satu) hari.

Hal tersebut di atas dapat terlaksana, dengan catatan bahwa

seluruh petugas, baik itu petugas Koordinator Pengawasan

(Koorwas) maupun Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan, berada di kantor Badan

Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan.

Sehingga kegiatan koordinasi dan proses pengambilan keputusan

untuk kegiatan pengawasan dapat dilakukan dengan segera. Hal

serupa diungkapkan oleh anggota Koordinator Pengawasan

(Koorwas) Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan

Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-4),

mengenai waktu evaluasi kegiatan pengawasan lapangan, yang

menyatakan :

“Waktu yang dibutuhkan tentatif, kalau masalah tersebut


sifatnya “urgent” kami bisa selesaikan dalam waktu 1 hari.
225

Paling cepat bisa dalam waktu 2-3 jam. Kami lakukan


evaluasi tersebut setelah kami tiba di kantor pasca
melakukan peninjauan lapangan. Proses penyampaian
laporan dari tim wasdal kepada kepala seksi membutuhkan
waktu selama 1 hari, ketika kepala seksi memang berada di
kantor. Kegiatan pelaporan ini kami lakukan setiap hari
kepada beliau. Ketika kami melakukan kegiatan
pengawasan pada hari tersebut, maka kami akan
sampaikan laporan pada hari itu juga. Hal ini secara
khusus juga kami prioritaskan untuk penanganan kasus
pengaduan”. (Wawancara/Rabu,06 Januari 2017/Pukul
09.11-10.13 WIB/wawanacara tersebut di lakukan di
Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa waktu yang dibutuhkan dalam proses evaluasi informasi

pengawasan bersifat tentatif. Proses kegiatan yang bersifat

mendesak menjadi prioritas dalam kegiatan pengawasan, sehingga

kasus tersebut dapat dilaksanakan dalam jangka waktu selama 2-3

(dua hingga tiga) jam. Penanganan kasus tersebut umumnya

dilakukan evaluasi secara langsung, setelah petugas melaksanakan

kegiatan pengawasan lapangan. Selain kasus temuan pelanggaran

yang bersifat mendesak, petugas pengawasan juga memberikan

prioritas waktu dalam mengakomodasi kasus pengaduan

masyarakat.

Mengingat sifat permasalahan yang berbeda, bentuk

penanganan yang dilakukan juga perlu disesuaikan. Namun, adanya

beberapa kendala terhadap waktu yang dibutuhkan baik dalam

tahap pengawasan, pemanggilan hingga evaluasi. Maka, diperlukan

adanya pengelolaan informasi pengawasan secara konsisten dan


226

terintegrasi. Hal ini perlu diterapkan dalam sistem pengawasan,

baik yang berhubungan dengan aspek internal maupun eksternal.

Sehingga, diharapkan berbagai bentuk pelanggaran yang diperoleh

dapat dikelola secara optimal, tepat waktu, terpadu dan

berkeadilan.

Optimalisasi proses pengawasan juga dipengaruhi oleh

partisipasi pemilik bangunan dalam memberikan tanggapan, atas

temuan pelanggaran bangunan gedung miliknya. Terkendalanya

proses identifikasi informasi temuan pelanggaran, menyebabkan

terhambatnya proses evaluasi kasus tersebut. Berkaitan dengan

tempo waktu akibat terhambatnya evaluasi informasi pengawasan

lapangan dan pengaduan, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian,

dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang

Selatan (I1-2), menyatakan :

“Proses pengawasan hingga memberikan tanggapan,


termasuk dalam hal pengaduan ini memang tentatif.
Namun, jika dilihat kembali waktu yang dibutuhkan bisa
pula mencapai 1-2 minggu, bahkan hingga mencapai 30
(tiga puluh) hari. Hanya saja, saya dan tim berharap
sesegera mungkin, dikarenakan memang terdapat banyak
juga permasalahan baru lainnya”. (Wawancara/Kamis, 05
Januari 2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawanacara tersebut
di lakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, dapat

diketahui bahwa waktu yang dibutuhkan dalam proses pengawasan,

baik dalam pengawasan lapangan maupun penanganan pengaduan

masyarakat bersifat tentatif. Pada beberapa kasus pelanggaran atau


227

pengaduan, serangkaian proses pengawasan tersebut bisa mencapai

waktu maksimal hingga 4 (empat) minggu atau 20 (dua puluh) hari

kerja. Kuantitas waktu pelaksanaan maksimal tersebut mencapai 2

(dua) kali, dari waktu tempuh proses pengawasan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung pada umumnya.

Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan, juga menye-

lenggarakan pelayanan pengaduan masyarakat. Pelayanan

pengaduan tersebut dikelola melalui serangkaian proses, baik

dalam bentuk pengumpulan informasi, hingga tahap evaluasi

laporan pengaduan masyarakat. Berkaitan dengan proses tindak

lanjut informasi laporan pengaduan, Kepala Seksi Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-2), menyatakan :

“Ketika kami mendapatkan informasi pengaduan


masyarakat, maka kami harus segera melakukan
peninjauan lapangan. Hanya saja kami baru bisa membuat
laporan tertulis pada keesokan harinya, atau setelah 2
(dua) hari kemudian. Karena standar umumnya, untuk
proses bersurat dibutuhkan waktu selama 7 (tujuh) hari.
Dalam hal panggilan pun sama, dari segi penyampaian
laporan evaluasi kegiatan pengawasan kepada pelapor
dalam pengaduanmasyarakat juga membutuhkan waktu
selama 7 (tujuh) hari”. Wawancara/Kamis, 05 Januari
2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut di
lakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa proses tindak lanjut atas laporan pengaduan masyarakat

berupa kegiatan peninjauan lapangan. Kegiatan ini terdiri dari


228

proses penyampaian surat kepada pemilik bangunan gedung yang

dijadikan subyek pelaporan. Selanjutnya yaitu dilaksanakannya

proses penyampaian evaluasi kegiatan pengawasan atas laporan

pengaduan kepada pihak pelapor (pengadu). Masing-masing

kegiatan tersebut membutuhkan waktu maksimal selama 7 (tujuh)

hari. Proses penyampaian informasi pengawasan kepada pihak

pelapor tidak dilakukan segera, dimana dalam hal ini membutuhkan

waktu 1-2 hari untuk proses pembuatan laporan tertulis. Meskipun

waktu yang dibutuhkan masih dalam kategori normal, namun hal

ini dapat menyebabkan terhambatnya proses penindakan atas

permasalahan IMB tersebut.

Berbagai bentuk pelanggaran dalam penyelenggaraan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Tangerang Selatan, menuntut

petugas tim pengawasan Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan - Badan Pelayanan Perizinan

Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan, untuk senantiasa

waspada dan siaga. Tim pengawasan perlu menyampaikan setiap

informasi yang diperoleh dalam sistem pengawasan, dengan segera

dan menghindari adanya unsur hambatan dan keterlambatan.

Begitu pul halnya, apabila informasi tersebut merupakan informasi

yang perlu dikoordinasikan dengan anggota pengawasan lainnya.

Sistem pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) perlu

memastikan, bahwa informasi pengawasan terkoordinasi sesuai


229

dengan tempo waktu yang telah ditentukan. Berkaitan dengan

waktu penyampaian informasi kegiatan pengawasan, Kepala

Bidang Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-1), menyatakan :

“Petugas tim pengawasan bidang pembangunan


menyampaikan laporan kepada saya pada hari senin. Pada
hari senin sore seluruh laporan harus sudah saya terima.
Karena pada besok pagi di hari selasa, saya harus
membawa laporan tersebut ke dalam rapat pimpinan”.
(Wawancara/Rabu, 04 Januari 2017/Pukul 09.33-10.41
WIB/wawanacara tersebut di lakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa seluruh informasi dalam kegiatan pelanggaran pendirian

bangunan gedung dikoordinasikan kepada Kepala Bidang

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan –

BP2T Kota Tangerang Selatan pada hari Senin. Koordinasi tersebut

dilakukan sebagai bentuk laporan yang akan disampaikan dalam

kegiatan rapat koordinasi pimpinan, di dalam forum rapat

Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (Wasbang). Rapat

tersebut dilaksanakan setiap hari selasa, sehingga harus segera

diterima pada sore hari sebelumnya. Hal serupa Kepala Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan –

BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-2), mengenai waktu penyampaian

laporan untuk materi rapat pimpinan, yang menyatakan :

“Kalau senin dan jum‟at itu biasanya mempersiapkan dan


mengumpulkan laporan dan kegiatan pemanggilan”.
230

(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 10.02-11.30


WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa laporan kegiatan pengawasan disampaikan kepada pimpinan

secara rutin pada hari Senin dan Jum‟at. Proses pengumpulan dan

evaluasi kegiatan pengawasan tersebut dilakukan secara berkala,

sesuai dengan hari yang telah ditentukan sebagaimana disebukan di

atas. Hal ini membantu proses penyelesaian kasus pelanggaran Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung, untuk mendapatkan ruang

evaluasi secara berkala sehingga menjadi lebih terarah. Hanya saja,

kegiatan rapat pimpinan tersebut belum mampu mengakomodir

penyelesaian kasus pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

secara optimal. Hal ini dikarenakan kegiatan rapat tersebut tidak

hanya membahas permasalahan terkait IMB. Kegiatan ini hanya

membahas permasalahan-permasalahan tertentu yang bersifat

mendesak bagi pelaksanaan pembangunan di Kota Tangerang

Selatan.

Sistem pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

gedung di Kota Tangerang Selatan, melibatkan unsur Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) lainnya. Maka, informasi pengawasan

yang diperoleh setelah melalui tahapan pra, masa, dan pasca izin

maupun pembangunan, perlu dikoordinasikan kepada SKPD yang

terkait secara terpadu dan tepat waktu. Kegiatan pengawasan ini


231

melibatkan Satuan Kerja Pamong Praja (Satpol PP) Kota

Tangerang Selatan, yang bertugas dalam aspek penindakan.

Pada tahun 2016, penyampaian hasil pengawasan lapangan

kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang

Selatan dilakukan, tanpa didahului dengan Surat Perintah

Penghentian Pelaksanaan Pembangunan Bangunan (SP4B). Hal ini

menyebabkan terjadinya potensi resiko beban kerja yang tinggi

bagi Satpol PP Kota Tangerang Selatan. Satpol PP Kota Tangerang

Selatan perlu mengakomodasi beberapa temuan pelanggaran secara

langsung, karena adanya pengurangan beban kerja yang dilakukan

oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang

Selatan. Hal ini menyebabkan perlunya alokasi waktu tambahan

dalam mengelola temuan pelanggaran agar kegiatan penindakan

dapat diakomodasi secara optimal. Berkaitan dengan waktu yang

dibutuhkan dalam proses koordinasi laporan pengawasan kepada

Satpol PP Kota Tangerang Selatan, Ketua Koordinator Pengawasan

(Koorwas) Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan

Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-3),

menyatakan :

“Setelah kami mengisi berita acara pengawasan, di hari


tertentu biasanya 2(dua) hari kemudian kami kirimkan
kepada Satpol PP. Hari ini kita mendapati 5 temuan
pelanggaran, maka 5 kasus tersebut kami laporkan. Begitu
pun halnya jika temuan pelanggaran yang kami dapati
hanya 1 temuan. Terkadang prosesnya bisa selama 1
minggu. Biasanya setelah 1 minggu kemudian, kami
sampaikan laporan pada hari senin. Hari senin kami
232

meberikan teguran, hari rabu fase pemanggilan pemilik


bangunan, pembuatan berita acara”. (Wawancara/Kamis,
05 Januari 2017/Pukul 14.16-15.23 WIB/wawancara
tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang
Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa laporan temuan pelanggaran disampaikan kepada Satuan

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan,

umumnya dilakukan setelah 2 (dua) hari berikutnya. Laporan ini

disampaikan setelah petugas mengisi berita acara pengawasan bagi

pemilik bangunan, apabila bangunan yang didirikan tidak

diperkenankan ataupun pemilik bangunan tidak menindaklanjuti

teguran yang diberikan.

Penyampaian tersebut dilakukan baik berupa surat

tembusan maupun laporan, yang disampaikan baik secara langsung

kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) maupun di dalam

forum rapat bersama tim Pengawasan Pembangunan (Wasbang)

Kota Tangerang Selatan. Namun, di dalam forum tersebut laporan

pengawasan yang disampaikan hanya bersifat pemaparan dan

belum dilakukan secara komprehensif. Hal ini dikarenakan pada

forum tersebut, kegiatan evaluasi pengawasan yang dilakukan

mencakup seluruh permasalahan yang terjadi di Kota Tangerang

Selatan.

Penyampaian informasi pengawasan yang dilakukan secara

langsung dan khusus kepada Satpol PP Kota Tangerang Selatan,


233

belum dilakukan melalui penentuan jadwal yang terorganisir.

Kegiatan evaluasi yang dilakukan melalui forum yang dilakukan

secara rutin setiap hari selasa, belum mampu mengakomodasi

temuan pelanggaran. Sehingga, perlu dilakukan penyesuaian waktu

proses evaluasi dan penindakan temuan pelanggaran Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di Kota Tangerang Selatan.

Hal serupa diungkapkan oleh anggota Koordinator Pengawasan

(Koorwas) Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan

Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-4),

mengenai waktu dalam penyampaian laporan yang membutuhkan

penindakan segera, yang menyatakan :

“Penyampaian laporan dari kami kepada Satpol PP tidak


membutuhkan waktu lama. Laporan akan segera kami
sampaikan, terlebih untuk kasus-kasus pelanggaran
bangunan tertentu. Hal ini dilakukan,khususnya apabila
bangunan tersebut adalah jenis bangunan yang berpotensi
memicu konflik, sehingga perlu dipertimbangkan secara
matang”. (Wawancara/Rabu,06 Januari 2017/Pukul 09.11-
10.13 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T
Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa laporan segera disampaikan kepada Satuan Polisi Pamong

Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan, khususnya untuk

pelanggaran bangunan dengan potensi resiko konflik. Beberapa

pelanggaran bangunan yang terjadi baik pada bangunan komersial

maupun non-komersial, memiliki resiko yang berbeda.

Pengambilan keputusan sebagai hasil evaluasi pelanggaran Izin


234

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung yang dinilai beresiko, perlu

dilakukan penindakan secara cermat dan cepat.

Penyegeraan penyampaian informasi yang dilakukan, perlu

didukung melalui parameter kegiatan pengawasan serta skala

waktu yang tepat. Karena, pada umumnya bangunan gedung yang

didirikan di kawasan perkotaan sudah didukung oleh kapabilitas

teknologi serta sumber daya yang mumpuni. Hal ini juga semakin

progresif melalui dukungan perencanaan dengan tingkat efisiensi

waktu yang tinggi.

Pengelolaan informasi pengawasan perlu dilakukan secara

terpadu dan tepat waktu. Hal ini ditujukan agar waktu yang

disediakan untuk proses pembinaan dalam penyelenggaraan

bangunan gedung dapat dioptimalkan. Kegiatan pembinaan ini

berupa pengaturan, pemberdayaan dan pengawasan. Sehingga,

diharapkan agar setiap bangunan gedung yang melanggar

ketentuan, dapat segera melakukan penyesuaian terhadap peraturan

daerah yang berlaku. Berkaitan dengan waktu koordinasi dan

penindakan laporan pengawasan, Kepala Seksi Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota

Tangerang Selatan (I1-2), menyatakan :

“Karena di Satpol PP itu tugasnya banyak sekali untuk


eksekusi, dan untuk penjagaan, eksekusi, dan segala macam
banyak sekali gitu ya, jadi memang untuk ekesekusi di IMB
nya sendiri kadnag-kadang tidak terjadwalkan secara pasti
gitu. Terkadang, “Pak ini nih minggu depan harus di
stop”. Kadang-kadang lupa, gitu kan karena tugasnya
235

banyak di Satpol PP, seperti itu”. (Wawancara/Kamis, 05


Januari 2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan penindakan atas laporan pengawasan yang

disampaikan oleh BP2T Kota Tangerang Selatan kepada Satpl PP

Kota Tangerang Selatan, belum dilaksanakan secara optimal.

Ketika laporan diterima oleh BP2T untuk pelaksanaan kegiatan

penindakan pada waktu yang telah ditentukan, beberapa kegiatan

tersebut tidak dapat dilaksanakan. Hal ini disebabkan adanya

tingkat beban kerja yang tinggi yang dimiliki oleh Satpol PP, untuk

mengakomodasi seluruh kegiatan penertiban di Kota Tangerang

Selatan. Hal ini pun menimbulkan kelalaian dan keterlambatan

dalam proses penindakan bangunan yang menjadi obyek

penertiban, atas pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

gedung di Kota Tangerang Selatan. Hal serupa diungkapkan oleh

Kepala Bidang Ketertiban Saran Umum dan Kegiatan Usaha –

Satpol PP Kota Tangerang Selatan (I2-2), mengenai waktu

pelaksanaan kegiatan penertiban dan penindakan laporan

pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung, yang

menyatakan :

“Dalam waktu 1 (satu) minggu, kami tidak memiliki jadwal


tertentu untuk melakukan penindakan. Kalau tidak ada
laporan, kita salah nanti mba”. (Wawancara/Senin, 12
Januari 2017/Pukul 09.08-10.33 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor Satpol PP Kota Tangerang Selatan)
236

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan penindakan atas laporan yang disampaikan oleh

BP2T, belum terstrutur berdasarkan jadwal pelaksanaan kegiatan.

Kegiatan penindakan dilakukan berdasarkan konfirmasi laporan

yang diberikan oleh BP2T kepada Satpol PP Kota Tangerang

Selatan. Hal serupa diungkapkan pula oleh Kepala Seksi Ketertiban

Sarana Usaha (I2-3), yang menyatakan :

“Pengawasan kami lakukan mengikuti jadwal yang disebut


dengan operasional. Kami merancang “schedule” untuk
melakukan kegiatan dan monitoring patroli. Jadi patroli itu
bukan hanya pembangunan bangunan yang tidak berizin,
namun juga mungkin bisa mendeteksi bagaimana apa PKL,
yang ada di pinggir jalan dan di trotoar, pelajar, petugas
dan lain sebagainya. Patroli biasanya kami lakukan dalam
1 bulan minimal 2 (dua) kali. Ya untuk patroli itu kami di
sini setiap hari ya, mereka jadi anggota itu memang
anggota satpol pp diberikan haknya atau digaji untuk itu ,
untuk patrolil sebagian untk pengamanan di pasar, gitu
kan,. Sebagaina juga untuk pengamanan di rumah dinas
kepala daerah, di pemkot, ya seperti itu. Jadi kita terbagi,
dan ada juga yang di komando sendiri ada yang sand by,
artinya apabila terjadi sesuatu, ada pergerakan, ada demo,
jadi kita sudah siap”. (Wawancara/Kamis, 12 Januari
2017/Pukul 14.02-15.17WIB/wawancara tersebut dilakukan
di Kantor Kantor Satpol PP Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa Satpol PP Kota Tangerang Selatan juga melaksanakan

kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan tersebut merupakan

kegiatan yang menjadi bagian dalam kegiatan operasional.

Kegiatan penyisiran dan penindakan atas laporan pelanggaran Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung yang diterima oleh BP2T


237

Kota Tangerang Selatan, dilakukan secara bersamaan melalui

kegiatan operasional tersebut. Kegiatan operasional berdasarkan

jadwal tersebut, dilakukan sedikitnya hanya 2 (dua) kali dalam

periode 1 (satu) bulan. Waktu yang dialokasikan dalam kegiatan

pengawasan tersebut, belum sesuai dengan jumlah laporan

pelanggaran yang diperoleh dari BP2T Kota Tangerang Selatan.

Hal ini pun menyebabkan pelaksanaan kegiatan penindakan atas

pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di Kota

Tangerang Selatan, tidak segera dilakukan tindakan perbaikan.

4.3.1.3. Obyektif dan Menyeluruh

Kegiatan pengawasan yang dilakukan secara obyektif dan

menyeluruh, akan mempengaruhi hasil informasi pengawasan yang

diperoleh. Pengawasan pada dasarnya merupakan kegiatan untuk

menilai apakah suatu kegiatan terlaksana, sesuai dengan harapan

dan tujuan yang ditetapkan oleh organisasi. Aspek obyektif dan

menyeluruh dalam ini dapat ditafsirkan, bahwa seluruh informasi

dalam rangkaian proses kegiatan pengawasan perlu dikumpulkan,

disampaikan dan dievaluasi, dengan syarat harus mudah dipahami

dan bersifat objektif serta lengkap.

Seluruh informasi yang digunakan dalam proses

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di Kota

Tangerang Selatan, harus mudah dipahami serta menghidari aspek


238

subyektivitas. Sehingga dalam proses pengawasan, seluruh

informasi dapat dikelola secara optimal dan faktual, disertai dengan

kelengkapan dokumen dan informasi pendukung lainnya.

Mengenai penyelenggaraan pengawasan secara menyeluruh,

Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-2), menyatakan :

“Karena dimungkinkan ketika proses pembangunan selesai,


bangunan tersebut mengalami perubahan. Temuan tersebut
menjadi potensi retribusi IMB. Rangkaiannya adalah pra
pembangunan, pra izin, masa izin dan pasca izin. Setelah
itu, proses berlanjut pada tahap masa pembangunan dan
pasca pembangunan. Semestinya semua tahapan tersebut
kami laksanakan. Namun, ketika kami berbicara sejak masa
pembangunan hingga pasca pembangunan, kami sudah
lemah”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 10.02-
11.30 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T
Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa proses pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

gedung di Kota Tangerang Selatan belum dilaksanakan secara

menyeluruh. Pada pelaksanaan pengawasan tersebut, terdapat 2

(dua) tahapan dari rangkaian proses pengawasan yang umumnya

tidak diselenggarakan, yaitu tahapan masa dan pasca

pembangunan. Kedua tahapan tersebut menjadi fase terakhir dari

rangkaian proses pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

sebelum bangunan tersebut diresmikan. Hal serupa diungkapkan

oleh Ketua Koordinator Pengawasan (Koorwas) Seksi Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota


239

Tangerang Selatan (I1-3), mengenai kegiatan pengawasan secara

obyektif dan menyeluruh dalam tahap pasca pembangunan, yang

menyatakan :

“Dalam kegiatan pengawasan pasca pembangunan,


seringkali kami laksanakan untuk bangunan perumahan.
Kami lakukan evaluasi berapa jumlah bangunan yang
didirikan dengan bangunan yang diizinkan, kesesuaian
fasos, fasum, penyediaan jalan, sarana dan prasarana
lainnya”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul
14.16-15.23 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan pengawasan pasca pembangunan, umumnya

dilaksanakan terhadap bangunan perumahan yang dikelola oleh

developer. Rangkaian kegiatan pengawasan sejak tahap pra, masa,

hingga pasca, memang belum mampu diakomodasi secara

komprehensif oleh petugas tim pengawasan. Sehingga, bangunan-

bangunan gedung yang terdapat di luar kawasan perumahan

memiliki potensi untuk melakukan pelanggaran terhadap Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) yang telah diterbitkan. Hal serupa

diungkapkan oleh Pengelola Konstruksi Bangunan Gedung Skala

Besar (I4-2), mengenai pengawasan yang belum menyeluruh :

“Sebaiknya ada pengawasan berkala, kalau di Kota


Tangerang Selatan saya tidak tahu mekanismenya.
Sebaiknya dari BP2T itu ada tim pengawasan ya untuk
menilai apakah pembangunannya sesuai dengan izin yang
diberikan. Sehingga jangan sampai sudah terlalu jauh, itu
ada pembongkaran, karena hal itu dari segi bisnis juga
merugikan kami. Itu yang kami rasakan belum ada, apakah
memang belum dilaksanakan, atau seperti apa kami tidak
240

mengetahui. Yang jelas selama ini belum berjalan, saya


tidak tahu di tempat lain ya”. (Wawancara/Rabu, 02
Agustus 2017/Pukul 15.55-17.00 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Sekretariat Proyek, Kec.Pondok Aren -Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan pengawasan belum dilakukan secara berkala untuk

menilai kesesuaian izin terhadap konstruksi bangunan yang

didirikan. Pengawasan yang dilakukan sejauh ini hanya dilakukan

pada bangunan tertentu, dalam hal ini secara khusus dilakukan

terhadap perumahan. Pengawasan yang dilakukan hanya berupa

peninjauan sebanyak 1 kali, sehingga dikhawatirkan terjadi

pembongkaran atas pembangunan yang tidak sesuai terhadap IMB.

Mengenai hal tersebut, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian

dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang

Selatan (I1-2), mengenai penyelenggaraan kegiatan pengawasan

secara obyektif dan menyeluruh, yang menyatakan :

“Developer besar seperti Alam Sutera, BSD, Bintaro Jaya,


mereka mengajukan perizinan secara global dan rutin.
Kalau dibandingkan antara perumahan dan non
perumahan, perumahan bisa mengajukan hingga 100, 200,
dan lain sebagainya. Kalau non perumahan biasanya
mengajukan 1,2,3, atau maksimal 10. Rumah tinggal
memang harus lebih ekstra pengawasannya. Maka,
kegiatan pengawasan ini dilakukan di jalan-jalan
lingkungan. Karena kami memprioritaskan salah satunya,
maka memang ada kendala seperti adanya ada temuan
yang terlewatkan”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari
2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)
241

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa bangunan gedung yang dikelola oleh developer skala besar,

memiliki kepatuhan yang lebih baik dalam pengajuan perizinan,

salah satunya Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Kegiatan

pengawasan dilakukan juga kepada bangunan tersebut, mengingat

besarnya potensi dan resiko dari kegiatan pembangunan yang

dilakukan. Terdapat beberapa temuan lapangan yang terlewatkan

dari pantauan petugas pengawasan.

Pada prinsipnya pengawasan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) gedung pada bangunan hunian kecil dan non-tertata, juga

menuntut perlunya perhatian petugas tim pengawasan. Hal ini pun

memberikan gambaran, bahwa kegiatan pengawasan IMB yang

dilakukan di Kota Tangerang Selatan belum diselenggarakan secara

obyektif dan menyeluruh. Diagram rincian prosedur perizinan

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu BP2T Kota Tangerang Selatan

dapat dilihat melalui Tabel 4.11 sebagai berikut.


242

Gambar 4.11
Mekanisme Pelayanan Perizinan di BP2T Kota Tangerang Selatan
(Sumber : Seksi Pelayanan Perizinan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)
243

Sebagai bagian dari rangkaian proses pengawasan, proses

pengumpulan informasi juga dilakukan melalui pelayanan laporan

pengaduan masyarakat. Pelayanan pengaduan yang dilakukan harus

mampu mengumpulkan informasi pengawasan yang kredibel dan

obyektif. Berbagai informasi yang diterima oleh petugas

pengawasan, tentu akan menimbulkan berbagai dampak dalam

proses penyelenggaraan bangunan gedung tersebut. Maka, metode

pengumpulan informasi pengawasan tersebut perlu dilakukan

secara terstruktur dan lengkap. Berkaitan dengan proses

penerimaan informasi pengaduan, Kepala Seksi Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota

Tangerang Selatan (I1-2), menyatakan :

“Kalau dari internal BP2T, mereka menyampaikan laporan


secara lisan, dan kami bisa lakukan respon serta interview
langsung. Kalau dari eksternal, kami sediakan formulir
pengaduan. Kalau telpon juga harus tetap datang ke
kantor. Pertama yaitu validitas identitas pelapor, dan yang
kedua yaitu penjelasan mengenai dampak yang diterima
oleh pelapor”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul
10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa terdapat beberapa ketentuan yang perlu dipenuhi oleh

pelapor ketika menyampaikan informasi pelanggaran Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung. Informasi yang selama ini

diterima dari beragam sumber, baik dari internal maupun eksternal.

Namun, penerimaan informasi dari internal BP2T Kota Tangerang


244

Selatan, umumnya dilakukan dalam bentuk lisan (oral).

Penyampaian informasi pengaduan menggunakan formulir

pengaduan hanya dilakukan kepada pihak pengadu yang berasal

dari eksternal organisasi yaitu masyarakat. Ketua Koordinator

Pengawasan (Koorwas) Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan (I1-3), mengenai akurasi

informasi pengaduan masyarakat, yang menyatakan :

“Kami mengarahkan kepada pelapor untuk menyampaikan


laporan secara resmi melalui surat pengaduan. Kami
menghindari adanya laporan pengaduan masyarakat yang
bersifat sentimentil. Karena terdapat beberapa laporan
pengaduan masyarakat yang bersifat sentimentil dan
terkesan kurang bertanggungjawab. Beberapa pelapor
tersebut menyampaikan pengaduan terhadap bangunan
tertentu, namun dalam laporan yang disampaikan mereka
tidak berkenan untuk dipublikasikan identitasnya”.
(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 14.16-15.23
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa terdapat beberapa laporan pengaduan masyarakat yang

disampaikan secara tidak obyektif. Masyarakat selaku pelapor

menyampaikan informasi tidak secara menyeluruh dan tanpa

didukung oleh adanya kewilayahan. Obyektivitas dalam hal ini

juga berkaitan dengan minimnya upaya masyarakat dalam

mengidentifikasi informasi pelanggaran yang terjadi tersebut.

Laporan pengaduan yang bersumber dari masyarakat tersebut juga

tidak disertai dengan rasa tanggungjawab. Hal ini terlihat melalui


245

adanya laporan yang tidak dilengkapi identitas pelapor secara

terbuka. Hal serupa diungkapkan oleh anggota Koordinator

Pengawasan (Koorwas), Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-4), mengenai laporan pengaduan yang tidak obyektif, yang

menyatakan :

“Ya memang terkadang ada saja laporan yang pelapor itu


tidak mau diketahui identitasnya. Kalau kami tidak bisa
menindak laporan seperti itu. Laporan yang kami terima ya
harus jelas”. (Wawancara/Rabu,06 Januari 2017/Pukul
09.11-10.13 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
BP2T Kota Tangerang Selatan)

Beberapa informasi yang diperoleh dari proses pengawasan

di atas, tentulah harus memenuhi standar agar dapat dengan mudah

dipahami. Begitu pun halnya dengan informasi pengawasan yang

diperoleh dari laporan pengaduan masyarakat. Laporan tersebut

sekiranya pun perlu didukung melalui informasi tambahan lainnya,

agar proses pengawasan dapat dilaksanakan secara optimal.

Berkaitan dengan hal tersebut, Ketua Koordinator Pengawasan

(Koorwas) Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan

Bidang Pembangunan (I1-3), mengenai keterlambatan penanganan

pengaduan disebabkan kekurangan informasi pengaduan yang

disampaikan pelapor, yang menyatakan :

“Kami berharap setiap pelapor membawa bukti foto dan


melampirkan nama jalan letak bangunan tersebut. Karena
ketika laporan disertai dengan foto dan nama jalan,
umumnya kami sudah memahami. Utamanya adalah alamat
246

lengkap bangunan tersebut. Karena selama ini, pelapor


jarang melampirkan foto, mereka hanya melampirkan
alamat lengkap dan nomer telepon. Kami mendapati
beberapa laporan pengaduan dengan alamat yang kurang
lengkap sehingga sulit dipahami. Sebagai contoh, kami
dapati laporan bahwa terdapat kasus dugaan tidak memiliki
IMB, dengan spesifikasi bangunan ruko, terletak di
Kecamatan Pondok Aren. Sementara jenis bangunan ruko
di Kecamatan Pondok Aren itu banyak, dan Kecamatan
Pondok Aren pun sangat luas. Sehingga kami tidak mungkin
mengamati satu persatu. Namun, apabila ketika peninjauan
dilakukan dan kami tidak menemukan, maka itu bukan
menjadi skala prioritas” (Wawancara/Kamis, 05 Januari
2017/Pukul 14.16-15.23 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kurangnya informasi laporan pengaduan yang disampaikan

oleh masyarakat menyebabkan penanganan atas pengaduan tidak

berjalan optimal. Ketika informasi yang diterima dari pelapor

tersebut tidak lengkap, maka dokumen untuk pengawasan di

lapangan tidak akurat. Hal ini menyebabkan tanggapan yang

diberikan oleh petugas Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan tidak berkelanjutan. Sehingga, beberapa kasus

pengaduan tersebut tidak menjadi prioritas dalam kegiatan

pengawasan. Hal serupa diungkapkan oleh anggota Koordinator

Pengawasan (Koorwas), Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-4), mengenai kelengkapan dalam pengaduan, yang menyatakan :

“Yang paling penting dalam laporan itu alamat dan nomer


telepon pelapor ya, karena kalau kami akan peninjauan
lapangan, kami akan menghubungi pelapor. Tapi memang
ya itu tadi, terkadang mereka datang tidak disertai bukti
247

foto kegiatan di lapangan juga. Hanya sekedar laporan


saja”. (Wawancara/Rabu,06 Januari 2017/Pukul 09.11-
10.13 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T
Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa laporan pengaduan yang diterima oleh Koordinator

Pengawasan (Koorwas) tidak disertai dengan lampiran foto.

Lampiran foto menjadi salah satu bukti otentik dalam proses

pengawasan. Kegiatan yang berlangsung selama pendirian

bangunan akan dapat terpantau melalui lampiran foto tersebut.

Namun, tidak disertainya lampiran foto dalam laporan pengaduan

menyebabkan adanya laporan pengawasan yang tidak mampu

dianalisis secara mendalam.

4.3.1.4. Terpusat pada Titik-titik Pengawasan Strategik

Setiap penyelenggaraan kegiatan pengawasan tentunya

tidak luput dari adanya penyimpangan-penyimpangan yang

menyertainya. Kegiatan pengawasan perlu dilakukan secara

optimal, efektif dan efisien. Namun, terdapat beberapa

permasalahan yang diperoleh dalam kegiatan pengawasan, yang

belum dapat diakomodasi secara komprehensif. Sehingga,

diperlukan adanya klasifikasi untuk menentukan skala prioritas

kegiatan dalam pencapaian keberhasilan proses pengawasan.

Hal ini pun menjadi aspek yang perlu diperhatikan dalam

kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di


248

Kota Tangerang Selatan. Kegiatan pengawasan yang dilakukan

tersebut, perlu memusatkan perhatian terhadap penyimpangan yang

paling sering terjadi, atau yang akan mengakibatkan kerusakan

paling fatal. Berkaitan dengan fokus kegiatan pengawasan, Kepala

Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-2), menyatakan :

“Saya selalu sampaikan, bahwa jalan utama bukan menjadi


prioritas dalam pengawasan. Jalan utama masuk ke dalam
kategori “second priority”. Kami fokuskan pengawasan di
wilayah di luar jalan utama. Umumnya, kami menentukan
target retribusi pada setiap tahunnya. Sehingga, kami
prioritaskan pengawasan pada sektor komersial. Karena
nilai retribusi mereka itu per meter perseginya sudah
berbeda. Jadi ketika kami kehilangan sektor komersial,
maka kami kehilangan potensi PAD yang lebih besar jika
dibandingkan dengan rumah tinggal. Jika memang tidak
kami peroleh sama sekali, barulah kami fokus pada
bangunan hunian. Setelah itu barulah kami fokus ke hunian,
rumah tinggal baik yang di perumahan maupun di luar
perumahan”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul
10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di

Kota Tangerang Selatan, difokuskan pada bangunan-bangunan

gedung di kawasan luar jalan utama serta bangunan sektor

komersial. Hal ini didasari dengan adanya potensi bangunan di

kawasan luar jalur utama, dimana terdapat keterbatasan

pemantauan pada area-area tersebut jika dibandingkan dengan

kawasan jalur utama. Pengawasan juga difokuskan umunya pada


249

bangunan-bangunan gedung dengan fungsi komersial. Hal ini

terkait dengan besaran retribusi yang diperoleh dari bangunan

tersebut. Karena, apabila tim pengawasan melakukan kelalaian

terhadap bangunan komersial, maka hal tersebut akan sangat

berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota

Tangerang Selatan. Hal serupa diungkapkan oleh Ketua

Koordinator Pengawasan (Koorwas) Seksi Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota

Tangerang Selatan (I1-3), mengenai fokus pengawasan strategik

IMB di Kota Tangerang Selatan, yang menyatakan :

“Sementara ini, kami masih fokus pada bangunan-


bangunan gedung dengan pembangunan skala besar. Hal
ini dikarenakan, bangunan skala besar memiliki potensi
ataupun dampak yang besar kepada masyarakat. Mereka
(masyarakat) pun sudah mampu menilai, bahwa adanya
sebuah bangunan hotel dengan 4 (empat) lantai itu, akan
memberikan efek yang besar. Pengawasan di dalam
peraturan daerah pun seperti itu, ada pengawasan dari
masyarakat. Dalam menilai apakah perlu dilakukan
pengawasan pasca izin, kami melihat bentuk
permasalaha.”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari
2017/Pukul 14.16-15.23 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa pengawasan yang dilakukan oleh tim Koordinator

Pengawasan (Koorwas) memang masih difokuskan pada bangunan

skala besar. Bangunan skala besar ini umumnya terdiri dari

bangunan dengan fungsi non-hunian. Hal ini dikarenakan, selain

adanya besaran potensi retribusi yang tinggi, namun juga adanya


250

potensi dampak yang diterima akibat penyelenggaraan kegiatan

pembangunan. Namun, kegiatan pengawasan pasca Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) memang tidak dilakukan kepada

seluruh objek izin. Kegiatan pengawasan pasca izin yang dilakukan

selama ini bersifat insidental, dengan melakukan penyesuaian dan

penilaian terhadap jenis permasalahan.

Pengawasan atas Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada

bangunan komersial menjadi salah satu fokus tim pengawasan

Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan BP2T Kota Tangerang Selatan. Bangunan gedung

dengan fungsi usaha (komersial) terdiri dari beragam jenis sektor

usaha. Beberapa diantaranya yaitu bangunan perkantoran,

perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi,

gedung untuk penangkaran/budidaya, terminal, serta tempat

penyimpanan. Bangunan-bangunan tersebut digunakan dalam

kegiatan yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan bangunan

fungsi hunian. Mengenai pelanggaran yang kerap muncul dalam

penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota

Tangerang Selatan, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-2), menyatakan :

“Kasus yang muncul didominasi oleh kasus pelanggaran


bangunan pada kawasan non tertata. Namun, saat ini
terdapat kasus yang mulai bermunculandari kawasan
tertata, diantarnya yaitu alih fungsi bangunan, kemudian
251

melakukan renovasi atau penambahan bangunan tanpa


IMB.Terkait pelanggaran pada area situ, kami sampaikan
laporan segera kepada pemerintah pusat selaku pemilik
kewenangan, agar segera ditindaklanjuti seperti apa
penangannya. Kami lakukan peneguran dan lain
sebagainya, hanya untuk kewenangan “powerfull” adalah
dari pemerintah pusat. Kewenangan kami hanya sebatas
unutk kroscek izin, dan mencegah terjadinya pembangunan.
Kemudian disampaikan ke Satpol PP”. (Wawancara/Kamis,
05 Januari 2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawancara
tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang
Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa pelanggaran atas objek bangunan gedung dengan fungsi

komersial menjadi tren dalam penyelenggaraan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) di Kota Tangerang Selatan. Proses pendirian

usaha toko dan minimarket menjadi semakin mudah dan sederhana,

seperti adanya penggunaan bangunan eks-rumah tinggal yang

dialihfungsikan. Kegiatan pembangunan yang terus meningkat

seiring dengan pergerakan aktivitas sosial masyarakat di Kota

Tangerang Selatan, turut mempengaruhi meningkatnya jumlah

usaha, khususnya dalam sektor perdagangan dan jasa.


252

Gambar 4.12
Peta Jalan di Kota Tangerang Selatan
(Sumber : Seksi Verifikasi dan Penetapan Perizinan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan,2017)
253

Letak geografis serta daya dukung infrastuktur yang

tersebar di seluruh kawasan kota ini, menjadi potensi dan peluang

bagi para pengusaha untuk memperluas akses perdagangan dan

jasa. Beragam upaya pun dilakukan, baik melalui pendirian

bangunan gedung baru, renovasi bangunan gedung lama ataupun

merubah fungsi bangunan gedung yang telah didirikan sebelumnya.

Mengenai kesesuaian fungsi bangunan dengan IMB yang

diterbitkan, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-2), menyatakan :

“Karena kami sifatnya preventif, sedangkan bangunan


tersebut bukan eksisting, hanya merubah sedikit saja. Kami
tidak bisa melakukan pencegahan, sebab bangunan sudah
didirikan dan sudah dioperasikan. Bangunan kos-kosan itu
sifatnya disewakan dan digunakan oleh orang lain, dan
dalam hal ini kapasitasnya sudah berbeda. Kalau kavling
rumah tinggal untuk hunian, itu hal yang wajar. Kalau
bangunan kos-kosan, sebagian besar penghuni kos-kosan
tersebut membawa kendaraan mobil. Ini kemudian
bermasalah terhadap kebutuhan lahan parkir”.
(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 10.02-11.30
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, diketahui bahwa

salah satu permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan

bangunan gedung yaitu fenomena alih fungsi bangunan gedung.

Bangunan-bangunan tersebut umumnya mengalami perubahan

fungsi dari bangunan hunian menjadi bangunan komersial.

Fenomena alih fungsi ini pun menjadi salah satu pemicu konflik
254

dalam penyelenggaraan bangunan gedung, khususnya apabila

terdapat dampak yang diterima serta munculnya laporan pengaduan

dari masyarakat tersebut. Namun, penambahan area bangunan pada

fenomena alih fungsi tersebut, bukanlah bangunan gedung eksisting

pada umumnya. Beberapa diantaranya yaitu pendirian tempat usaha

dengan menggunakan material baja ringan, atau material. Sehingga

dalam hal ini, Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan

Bidang Pembangunan tidak memiliki kewenangan untuk

melakukan pengawasan, berkaitan dengan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB).

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi dokumen

administratif bangunan gedung, yang juga memuat informasi

penetapan fungsi bangunan gedung yang didirikan. Proses

pengajuan fungsi bangunan gedung ini, dilakukan saat proses

pengajuan dokumen IMB kepada pemerintah daerah Kota

Tangerang Selatan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 9

ayat (1) Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 5 Tahun

2013 tentang Bangunan Gedung. Menurut peraturan daerah

tersebut dijelaskan bahwa, penentuan klasifikasi bangunan gedung

atau bagian dari gedung ditentukan berdasarkan fungsi yang

digunakan dalam perencanaan, pelaksanaan atau perubahan yang

diperlukan pada bangunan gedung.


255

Setiap bangunan gedung yang telah ditetapkan fungsi dan

klasifikasinya harus dimanfaatkan sebagaimana ketetapan yang

telah diterbitkan melalui Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Berdasarkan Pasal 9 ayat (4), (5) dan (6) Peraturan Daerah Nomor

5 Tahun 2013 tentang Bangunan Gedung, dijelaskan bahwa

perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan gedung harus

diikuti dengan pemenuhan persyaratan administratif dan

persyaratan teknis bangunan gedung baru. Perubahan tersebut dapat

dilakukan melalui proses penerbitan IMB baru. Khusus hanya

perubahan klasifikasi bangunan gedung, maka dapat dilakukan

proses revisi IMB. Namun, perubahan ini harus disesuaikan

dengan peruntukkan ruang yang telah diatur melalui Rencanan Tata

Ruang dan Wilayah (RTRW), dan/atau Rencana Tata Bangunan

dan Lingkungan (RTBL) daerah Kota Tangerang Selatan.

Fenomena alih fungsi ini turut memicu adanya konflik yang

berkembang di masyarakat sekitar lingkungan tersebut. Perubahan

bangunan hunian menjadi bangunan usaha, telah merubah fungsi

dan klasifikasi bangunan gedung sehingga tidak sesuai dengan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) yang diterbitkan. Fenomena alih

fungsi yang pada umumnya terjadi di kawasan tertata ini, beberapa

diantaranya diikuti oleh respon anggota lingkungan sekitar melalui

laporan pengaduan masyarakat. Laporan ini umumnya memuat

materi pengaduan, seputar dampak yang diterima masyarakat


256

sekitar atas alih fungsi bangunan tersebut. Beberapa dampak

tersebut diantarnya yaitu bising, polusi udara, kemacetan,

penggunaan bahu jalan sebagai lahan parkir, dan lain sebagainya.

Namun, beberapa bangunan yang beralih fungsi tersebut

mengalami perubahan bukan pada eksisting bangunan, seperti

bangunan usaha beratapkan kanopi. Sehingga dalam permasalahan

tersebut, tim pengawasan Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan tidak memiliki kewenangan

untuk melakukan penindakan terhadap bangunan. Alih fungsi

bangunan hunian menjadi tempat usaha tanpa bangunan eksisting,

dapat dilihat melalui gambar 4.13 sebagai berikut.

Gambar 4.13
Bangunan Alih Fungsi Hunian menjadi Usaha
di Jalan Anggrek Loka Perumahan Bumi Serpong Damai
(BSD) Kota Tangerang Selatan
257

Perubahan fungsi bangunan gedung tersebut di atas,

menjadi anomali dalam penyelenggaraan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung di Kota Tangerang Selatan.

Penyelenggaraan bangunan gedung perlu didukung oleh peran serta

masyarakat, salah satunya melalui pemantauan dan penjagaan

ketertiban penyelenggaraan bangunan gedung. Kegiatan alih fungsi

bangunan gedung yang terjadi di Kota Tangerang Selatan belum

didukung oleh kegiatan pengawasan dan pengendalian yang

optimal. Berkaitan dengan kegiatan pengawasan dan pengendalian

alih fungsi bangunan, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan (I1-2), mengatakan :

“Bangunan pada kavling besar, yang pada awalnya


permohonan diajukan untuk pendirian bangunan rumah
tinggal (hunian). Namun, setelah kami lakukan peninjauan
kembali terhadap gambar yang diajukan, kami menemukan
hal yang tidak wajar. Kami rasa tidak wajar jika hunian
terdiri dari 20 kamar. Karena secara aturan memang hal
tersebut tidak diperkenankan. Kalau menggunakan gambar
yang diajukan saat permohonan IMB, kemungkinan
pemohon bisa memanipulasi”. (Wawancara/Kamis, 05
Januari 2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa pada pelaksanaan pendirian bangunan gedung, terdapat

beberapa pemohon Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang

melakukan manipulasi dokumen permohonan IMB. Peninjauan

lapangan yang dilakukan oleh tim petugas pengawasan, menjadi

kegiatan yang mampu mengendalikan adanya penyalahgunaan izin


258

serta perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung. Hal

serupa diungkapkan oleh Ketua Koordinator Pengawasan

(Koorwas) Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan

Bidang Pembangunan (I1-3), mengenai kasus pelanggaran IMB,

yang menyatakan :

“Kasus yang muncul didominasi oleh kasus pelanggaran


bangunan pada kawasan non tertata. Namun, saat ini
terdapat kasus yang mulai bermunculan dari kawasan
tertata, diantarnya yaitu alih fungsi bangunan, kemudian
melakukan renovasi atau penambahan bangunan tanpa
IMB”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 14.16-
15.23 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T
Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kasus pelanggaran dalam pendirian bangunan gedung di

Kota Tangerang Selatan, terjadi baik pada kawasan tertata dan juga

non tertata. Pendirian bangunan gedung di kawasan tertata,

umumnya disertai dengan kelengkapan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB). IMB tersebut dikelola secara langsung permohonannya oleh

pengembang perumahan (developer). Hal ini mempengaruhi

intensitas pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di

Kota Tangerang Selatan pada kawasan tertata.

Menurut keterangan yang disampaikan Kepala Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan,

kurang lebih 70% lahan di Kota Tangerang Selatan dikelola oleh

pihak swasta (developer). Hal ini menjadi potensi bagi Kota


259

Tangerang Selatan dalam mengendalikan pemanfaatan ruang dan

bangunan sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah

(RTRW) yang telah ditentukan. Namun, seiring perkembangan arus

perekonomian, beberapa bangunan yang telah didirikan di kawasan

hunian non-tertata tersebut mengalami perubahan eksisting

(klasifikasi) bangunan gedung.

Perubahan klasifikasi bangunan tersebut, salah satunya

berupa alih fungsi bangunan hunian menjadi bangunan indekos dan

bangunan komersial lainnya. Maka, BP2T Kota Tangerang Selatan

melalui Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pegaduan Bidang

Pembangunan melakukan koordinasi dan pengarahan kepada pihak

developer tersebut. Sehingga, peran serta pihak developer pun turut

mempengaruhi ketertiban penyelenggaraan bangunan melalui Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung yang telah diterbitkan.

Bangunan hunian yang mengalami perubahan fungsi dan klasifikasi

menjadi bangunan indekos dapat dilihat melalui gambar 4.14

sebagai berikut.
260

Gambar 4.14
Bangunan Alih Fungsi Hunian menjadi Indekos
Jalan Anggrek Loka Perumahan Bumi Serpong Damai
di Kota Tangerang Selatan, 2016

Menurut Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)

Provinsi Banten Tahun 2010-2030, Kota Tangerang Selatan

merupakan daerah yang ditetapkan menjadi daerah lingkup wilayah

perencanaan Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) I di Provinsi

Banten. Maka, pembangunan di kota ini diarahkan berfokus pada

pembangunan sektor industri, jasa, perdagangan, pertanian dan

permukiman/perumahan. Keseimbangan dan keselarasan perlu

diutamakan dalam penyelenggaraan bangunan gedung, salah

satunya melalui tertibnya penyelenggaraan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung.


261

Maraknya perubahan fungsi bangunan gedung ini, pada

hakikatnya tidak sesuai dengan tujuan diterbitkannya IMB gedung.

Sehingga, IMB yang telah dimiliki oleh pemilik bangunan gedung,

belum mampu mengendalikan kegiatan penyelenggaraan gedung

sebagaimana mestinya. Berkaitan dengan alih fungsi bangunan

hunian menjadi bangunan indekos, Kepala Seksi Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan BP2T Kota

Tangerang Selatan (I1-2), mengenai bangunan alih fungsi huninan

menjadi bangunan indekos, yang menyatakan :

“Bangunan kos-kosan itu sifatnya disewakan dan


digunakan oleh orang lain, dan dalam hal ini kapasitasnya
sudah berbeda. Kalau kavling rumah tinggal untuk hunian,
itu hal yang wajar. Kalau bangunan kos-kosan, sebagian
besar penghuni kos-kosan tersebut membawa kendaraan
mobil. Ini kemudian bermasalah terhadap kebutuhan lahan
parkir”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 10.02-
11.30 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T
Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa alih fungsi bangunan hunian menjadi indekos ini tidak

diperkenankan oleh pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan

bangunan tersebut didirikan pada kawasan hunian, serta bangunan

tersebut umumnya membutuhkan berbagai fasilitas pendukung

tambahan, salah satunya yaitu ketersediaan lahan parkir. Kondisi

ini memberikan konsekuensi, khususnya ketidaknyamanan

masyarakat sekitar bangunan tersebut. Karena pada umumnya,

penghuni indekos tersebut membawa kendaraan pribadi berupa


262

kendaraan roda empat. Hal serupa diungkapkan oleh Kepala Satuan

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan (I2-1),

mengenai permasalahan akibat alih fungsi bangunan gedung hunian

menjadi komersial, yang menyatakan :

“Pada prinsipnya, alih fungsi diperkenankan dengan syarat


dilakukannya perubahan terhadap Izin Mendirikan Bangu-
nan (IMB). Pemilik bangunan perlu mengajukan permoho-
nan alih fungsi bangunan selama diperkenankan menurut
peraturan.Namun, umumnya yang terjadi saat ini,
perkembangan usaha yang dimiliki tersebut, mempengaruhi
masyarakat untuk merubah fungsi bangunan secara
menyeluruh. Sehingga, bangunan tersebut sudah tidak di-
fungsikan sebagai hunian semata. Bangunan-bangunan
tersebut dipugar menjadi minimarket, butik, dan jenis usaha
lainnya. Hal seperti ini pada prinsipinya tidak
diperkenankan oleh pemerintah daerah. Perkembangan ini
umumnya terjadi secara alamiah, seperti yang terjadi pada
bangunan hunian di sepanjang jalan yang kini mulai
meningkat keramaiannya sehingga strategis untuk bisnis.
Ketika usaha tersebut mengalami kemajuan, hal ini
mempengaruhi lingkungan sekitarnya untuk turut
memanfaatkan peluang bisnis yang mulai terbuka. Bahkan
pada kawasan strategis, bangunan tersebut tidak hanya
sekedar bisnis, namun terjadi proses penyewaan bangunan
kepada pihak lain”. (Wawancara/Kamis, 11 Januari
2017/Pukul 14.09-15.24 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor Satpol PP Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa fenomena alih fungsi bangunan gedung hunian menjadi

komersial memberikan beragam dampak yang menyertainya.

Kegiatan alih fungsi yang terjadi tersebut telah turut mempengaruhi

pemilik bangunan gedung di sekitarnya untuk melakukan alih

fungsi yang serupa. Terbukanya potensi bisnis yang strategis juga

telah merubah fungsi bangunan melalui pemugaran secara


263

keseluruhan dan beberapa diantaranya disewakan kepada pihak

lain. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwasanya terdapat

perbedaan fungsi maupun klasifikasi antara kedua bangunan

tersebut. Sedangkan, masing-masing fungsi bangunan ini memiliki

pertimbangan teknis serta dampak yang berbeda, baik bagi

pendapatan daerah, penataan ruang serta upaya mitigasi terhadap

potensi bencana.

Bangunan-bangunan gedung skala besar menjadi prioritas

dalam kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB),

yang dilaksanakan oleh Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Kota Tangerang Selatan. Bangunan ini terdiri dari

beragam jenis, yang sebagaian besar merupakan bangunan fungsi

usaha (komersial). Proses pendirian bangunan komersial rupanya

juga menghadapi beberapa permasalahan berupa pelanggaran Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung. Berkaitan dengan hal

tersebut, anggota tim Koordinator Pengawasan (Koorwas) Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan –

BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-4), mengenai bentuk pelanggaran

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung, menyatakan :

“Bangunan komersial umumnya menggunakan jasa


kontraktor, dimana dalam hal ini banyak diantara mereka
yang juga melaksanakan pembangunan di berbagai daerah
lainnya. Kejadian yang marak terjadi yaitu pelanggaran
pada garis sempadan bangunan bagian belakang bangunan
gedung. Kota Tangerang Selatan mengatur ketentuan garis
sempadan bangunan belakang, khusus untuk bangunan
komersial yaitu sebesar 3-4 m2. Ketentuan garis semapadan
264

bangunan memang belum tentu sama dengan daerah


lainnya”. (Wawancara/Rabu,06 Januari 2017/Pukul 09.11-
10.13 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T
Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa maraknya pelanggaran Garis Sempadan Bangunan (GSB)

bagian belakang gedung pada bangunan komersial. Pendirian

bangunan gedung komersial umumnya menggunakan bantuan jasa

kontraktor yang telah berpengalaman di beberapa daerah lainnya.

Pada praktiknya, beberapa kontraktor tersebut melakukan pendirian

bangunan tanpa diikuti penyesuaian garis sempadan yang telah

ditetapkan di Kota Tangerang Selatan. Karena, pada prinsipnya

terdapat perbedaan ketentuan garis sempadan bangunan yang

ditetapkan oleh setiap pemerintah daerah.

Besar kecilnya perubahan teknis yang terjadi pada pendirian

bangunan gedung, dapat mempengaruhi aspek-aspek lainnya. Hal

tersebut memberikan kontribusi baik dalam aspek pendapatan

daerah, maupun dalam penataan dan pemanfaatan ruang. Pendirian

bangunan gedung komersial akan memberikan dampak kepada

masyarakat maupun lingkungan sekitar. Sehingga, proses pendirian

bangunan gedung komersial tersebut perlu mendapat perhatian

lebih oleh pemerintah daerah. Hal serupa diungkapkan oleh Kepala

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan


265

(I2-1), mengenai pengaruh pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) gedung komersial, yang menyatakan :

“Umumnya, pelanggaran terjadi pada bangunan yang


sifatnya untuk kepentingan bisnis. Karena, tanah 1 hingga 2
meter menjadi sangat berharga untuk mereka, dan hal ini
sangat mempengaruhi fasilitas mereka. Sebagai contoh,
adanya pendirian hotel yang melakukan penambahan 1-2
meter, berupa balkon untuk teras. Hal tersebut memberi
“benefit” dan “profit” yang berbeda untuk mereka. Hal
lain juga, pendirian bangunan ruko yang melakukan
penambahan bangunan dengan mengambil area parkir. Hal
ini perlu pengawasan, karena berdampak terhadap
pemenuhan hak masyarakat untuk parkir. Di sisi lain,
pelanggaran ini mempengaruhi harga ruko menjadi
berbeda”. (Wawancara/Kamis, 11 Januari 2017/Pukul
14.09-15.24 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
Satpol PP Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang terjadi

pada bangunan komersial memang menjadi perhatian di Kota

Tangerang Selatan. Hal ini menjadi prioritas dalam pengawasan,

terlebih lagi karena pembangunan kota ini diarahkan pada sektor

perdagangan dan jasa. Lokasi geografis yang strategis serta

keterlibatan Kota Tangerang Selatan dalam penataan ruang Mega

Urban Region (MUR) Jabodetabekpunjur, semakin meningkatkan

pembangunan dan potensi ekonomi di kota ini.

Pesatnya pertumbuhan bangunan gedung telah menuntut

daerah Kota Tangerang Selatan untuk memberikan perhatian dalam

pemanfaat lahan. Sebagai kota satelit dan gerbang utama kota inti

Daerah Khusus Istimewa (DKI) Jakarta, maka pembangunan


266

gedung di Kota Tangerang Selatan perlu didirikan secara terpadu,

terkendali serta berkelanjutan. Hal ini pun berkaitan dengan

konsekuensi pendirian bangunan gedung terhadap lingkungan dan

Sumber Daya Alam (SDA).

Pendirian bangunan gedung perlu disesuaikan dengan

Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Tangerang

Selatan. Terdapat beberapa lahan di Kota Tangerang Selatan yang

merupakan aset daerah dengan fungsi sebagai kawasan lindung.

Lahan kawasan lindung tersebut perlu menjadi prioritas bagi

pembangunan daerah di Kota Tangerang Selatan, sebagaimana

dijelaskan melalui rencana pengembangan kawasan yang telah

ditetapkan. Rencana pengembangan kawasan lindung ini

diantaranya meliputi kawasan perlindungan setempat, Ruang

Terbuka Hijau (RTH), kawasan rawan bencana alam, dan kawasan

cagar budaya.

Menurut Pasal 42 ayat (1) huruf b, Peraturan Daerah Kota

Tangerang Selatan Nomor 15 Tahun 2011 tentang Rencana Tata

Ruang dan Wilayah Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2031,

dijelaskan bahwa kawasan perlindungan setempat meliputi

kawasan sempadan sungai dan/atau kali dengan arahan

pengembangan meliputi kawasan sekitar sempadan situ. Kawasan

sekitar sempadan situ ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima

puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.


267

Situ menjadi salah satu fokus dalam pengembangan

kawasan lindung sebagai daerah kawasan perlindungan setempat di

Kota Tangerang Selatan. Sebagai bentuk dukungan dalam

mewujudkan kawasan lindung kota, maka perlu dilakukan kegiatan

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada kawasan

tersebut, salah satunya yaitu kawasan situ. Pelanggaran pendirian

bangunan gedung rupanya kerap terjadi pada kawasan situ di Kota

Tangerang Selatan. Beberapa bangunan gedung didapati dalam

keadaan terbangun pada area-area sempadan situ. Berkaitan dengan

hal tersebut, Dewan Pertimbangan OKP GANESPA Kota

Tangerang Selatan, mengenai alih fungsi lahan sempadan situ

sebagai lahan pembangunan bangunan gedung, yang menyatakan :

“Bisa dikatakan mengambil lahan situ sebenarnya, hanya


kalau pemahaman dari masyarakat tidak seperti itu ya.
Permasalahan yang ada di masyarakat itu adalah ketika
memang mereka sudah lama tinggal di situ, ya itu bukan
tanah pemerintah, tetapi ya pekarangan rumah mereka.
Kasus serupa sih paling banyak kami ketahui di Situ
Gintung danSitu Tujuh Muara. Kalau yang lain sih hanya
penyempitan secara alami, atau disebut dengan skala
pendangkalan, lalu memang penyempitan-penyempitan
yang tidak terawat, yang semakin lama akhirnya airnya
menyusut menjadi dangkalan, mengecil luasnya.Ini batas-
batas bangunan mereka, tetapi ketika orang lain tidak tahu,
merekamembuang puing ke air. Akhirnya bertambah luas
lahan mereka ke belakang. Akhirnya diturap. Nanti
keesokan harinyamembuang puing kembali. Itu mungkin
permasalahan kecil, tetapi efeknya, jika mereka melakukan
pengurugan sebanyak 1 meter, kalau sebanyak 20 kali, bisa
mencapai 20 meter. Itu baru satu rumah, kalau 2 rumah,
atau 3 rumah dan seterusnya. Ini urugan yang
menggunakan material pasir, awalnya seperti ini yang saya
sampaikan, nanti dibangunnya di belakang. Muncul lah
turap di sini, kalau sudah muncul turap, tembok
268

mundur”.(Wawancara/Selasa, 3 Oktober 2017/Pukul 16.09-


17.15 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T
Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa terjadi penyalahgunaan lahan sempadan situ sebagai area

pendirian bangunan gedung. Hal tersebut dilakukan melalui

pengurugan lahan secara sembunyi-sembunyi dengan beberapa

material, diantaranya yaitu penggunaan material pasir. Hal ini

menimbulkan penyusutan terhadap beberapa lahan sempadan situ

di Kota Tangerang Selatan. Berkaitan dengan hal tersebut, Kepala

Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-2), mengenai

upaya antisipasi pendirian bangunan pada garis sempadan situ,

yang menyatakan :

“Situ merupakan aset nasional,dan merupakan kewenangan


pemerintah pusat. Ketika kami menerima permohonan
terkait izin, maka kami akan meminta referensi atau
masukan dari pemerintah pusat. Kami biasanya
bekerjasama dengan pemerintah pusat untuk meminta
keterangan, atau menerbitkan surat rekomendasi mengenai
permasalahan tersebut. Kami tidak akan berani
menerbitkan izin terkait dengan situ, penyusutan situ,
sungai dan lain sebagainya”. (Wawancara/Kamis, 05
Januari 2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa telah dilakukan upaya dalam mengantisipasi pendirian

bangunan gedung pada garis sempadan situ di Kota Tangerang


269

Selatan. Salah satu upaya tersebut dilakukan oleh Badan Pelayanan

Perizinan Terpadu (BP2T) bekerjasama dengan pemerintah pusat

selaku pemilik kewenangan lahan situ. Kerjasama tersebut

diselenggarakan melalui penyertaan surat rekomendasi pemerintah

pusat terkait permasalahan tersebut. Pendirian Bangunan Gedung

pada Garis Sempadan Situ di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat

melalui gambar 4.15

Gambar 4.15
Bangunan Gedung di Area Sempadan Situ Pamulang
(Sumber : Data Olah Peneliti, 2017)

Pendirian bangunan gedung pada area garis sempadan situ

merupakan salah satu bentuk pelanggaran dalam penyelenggaraan

bangunan gedung. Ketertiban dalam penyelenggaraan bangunan

gedung menjadi tanggungjawab bersama seluruh elemen

masyarakat, dalam rangka menjaga keberlangsung kawasan

lindung tersebut. Kota Tangerang Selatan memiliki 9 (sembilan)


270

situ yang tersebar di 5 (lima) kecamatan, diantaranya yaitu dapat

dilihat melalui Tabel 4.14 sebagai berikut.

Tabel 4.14

Situ di Kota Tangerang Selatan

Luas
Kapasitas Status/
No Nama Situ Kecamatan Situ
(m3) Kewenangan
(Ha)
1. Situ Parigi Pd. Aren 5,25 10.500 Pusat/Provinsi
2. Situ Ciputat 3,25 6.500 Pusat/Provinsi
Bungur
3. Situ Kayu Ciputat 1,63 3.260 Bermasalah
Antap
4. Situ Ciputat 1,74 3.480 Pusat/Provinsi
Rompong Timur
5. Situ Ciputat 4,00 8.000 Hilang
Legoso
6. Situ Ciputat 21,49 42.980 Pusat/Provinsi
Gintung Timur
7. Situ Pamulang 25,32 50.640 Pusat/Provinsi
Pamulang/
Pd. Benda
8. Situ Pamulang 31,44 62.880 Pusat/Provinsi
Ciledug/
Kedaung
9. Situ Pd. Ja- Serpong 7,95 15.900 Pusat/Provinsi
gung/ Utara
Rawa
Kutup
Kota Tangerang Selatan 102,07 204,140
(Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota
Tangerang Selatan, 2017)

Berdasarkan data pada tabel 4.14 tersebut di atas, diketahui

bahwa Kota Tangerang Selatan memiliki 7 (tujuh) situ aktif, 1

(satu) situ dalam kondisi bermasalah, serta 1 (satu) situ lainnya

dalam status hilang. Hilangnya lahan situ di Kota Tangerang

Selatan memang disebabkan oleh beragam alasan. Beberapa dari

lahan area situ di Kota Tangerang Selatan mengalami penyusutan

maupun pendangkalan. Pendirian bangunan gedung di area


271

sempadan situ juga menjadi salah satu kasus yang menjadi

fenomena dalam pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Keterbatasan kewenangan yang diimiliki oleh pemerintah daerah

Kota Tangerang Selatan dalam pengelolaan lahan situ, menjadi

salah satu penyebab kurang optimalnya pelaksanaan pengawasan

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di kawasan tersebut. Hal serupa

diungkapkan oleh Ketua Koordinator Pengawasan (Koorwas) Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan –

BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-3), mengenai kegiatan

pengawasan dan penindakan pelanggaran pendirian bangunan di

area sempadan situ, yang menyatakan :

“Kami sampaikan laporan segera kepada pemerintah pusat


selaku pemilik kewenangan, agar segera ditindaklanjuti
seperti apa penangannya. Kami lakukan peneguran dan
lain sebagainya, hanya untuk kewenangan “powerfull”
adalah dari pemerintah pusat. Kewenangan kami hanya
sebatas unutk kroscek izin, dan mencegah terjadinya
pembangunan. Kemudian disampaikan ke Satpol PP”.
(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 14.16-15.23
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa keterbatasan kewenangan dalam kegiatan pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di Kota Tangerang Selatan,

menyebabkan kegiatan pengawasan yang dilakukan hanya berupa

peneguran. Kegiatan peneguran yang dilakukan oleh petugas

pengawasan BP2T Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu


272

upaya untuk mencegah berlangsungnya proses pendirian bangunan

gedung. Proses koordinasi yang dilakukan dalam kepada

pemerintah pusat selaku pemegang kewenangan situ, juga menjadi

arahan bagi pengambilan keputusan untuk proses penindakan

selanjutnya oleh Satpol PP Kota Tangerang Selatan. Hal serupa

diungkapkan oleh Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (I2-1),

mengenai keterbatasan penindakan pelanggaran Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) di area sempadan situ, yang menyatakan :

“Kewenangan dalam kasus tersebut menjadi


tanggungjawab pemerintah pusat. Pemerintah Kota
Tangerang Selatan tidak memiliki kewenangan untuk
melakukan penindakan atas kasus pelanggaran tersebut.
Kami memiliki kewenangan untuk melakukan peneguran,
hanya memang harus diketahui oleh pemerintah pusat.
Pemerintah pusat melalui BBWS Ciliwung - Cisadane perlu
memberikan surat perintah kepada Satpol PP untuk
melaksanakan penertiban. Kalau tidak ada, kami tidak bisa
melakukannya”. (Wawancara/Kamis, 11 Januari 2017/
Pukul 14.09-15.24 WIB/wawancara tersebut dilakukan di
Kantor Satpol PP Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa Satpol PP Kota Tangerang Selatan selaku petugas

penertiban pun perlu mendapatkan instruksi oleh BBWS Ciliwung

– Cisadane dalam penanganan kasus pelanggaran Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung. Pemberian sanksi atas kegiatan pendirian

bangunan tersebut tidak dapat dikelola secara maksimal hingga

diterimanya surat rekomendasi putusan dari pemerintah pusat

tersebut di atas.
273

4.3.1.5. Realistik secara Ekonomis

Penyelenggaraan kegiatan pengawasan yang efektif dan

efisien dalam organisasi, perlu didukung melalui sumber daya

finansial yang memadai. Kegiatan pengawasan perlu

memperhatikan dan mempertimbangkan biaya yang dibutuhkan

dalam pencapaian tujuan pengawasan tersebut. Begitu pula halnya,

kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di

Kota Tangerang Selatan. Aspek biaya penyelenggaraan kegiatan

pengawasan IMB tersebut, harus lebih rendah atau setara dengan

kegunaan yang diperoleh dari sistem pengawasan yang diterapkan.

Mengenai biaya operasional penyelenggaraan pengawasan, Kepala

Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-2), menyatakan :

“Pemilik bangunan yang kami awasi tidak kami mintakan


biaya sedikitpun. Kalau di kami yang ditarif biaya hanya itu
saja, retribusi IMB nya saja. Nanti setelah akhir, setelah
mereka selesai mengurus IMB, mereka akan setor sendiri ke
BJB”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 10.02-
11.30 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T
Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa petugas pengawasan tidak membebankan biaya dalam

pelaksanaan kegiatan. Selama proses permohonan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung, pemilik bangunan yang diterima berkas

perizinannya akan dikenakan biaya retribusi. Menurut Pasal 25 ayat

(2) Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 14 Tahun


274

2011 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Izin Mendirikan

Bangunan, dijelaskan bahwa biaya penyelenggaraan pemberian

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) meliputi 5 (lima) unsur. Kelima

unsur tersebut diantaranya yaitu biaya untuk penerbitan dokumen

izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan

dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. Hal serupa

diungkapkan oleh Ketua Koordinator Pengawasan (Koorwas) Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan –

BP2T Kota Tangerang Selatan, yang menyatakan :

“Tidak ada biaya yang dibebankan dalam kegiatan


pengawasan, termasuk dalam penanganan kasus
pengaduan. Pemilik bangunan yang kami awasi tidak kami
mintakan biaya sedikitpun”.(Wawancara/Kamis, 05
Januari 2017/Pukul 14.16-15.23 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan setiap biaya retribusi Izin Mendirikan Bangtunan

(IMB) sudah dialokasikan untuk biaya kegiatan pengawasan.

Kegiatan pengawasan yang menjadi fokus dalam hal ini berkaitan

dengan pengawasan pendirian bangunan gedung bagi pemohon

IMB. Kegiatan pengawasan lapangan yang dilakukan pun tidak

membebankan biaya kepada pemilik bangunan gedung. Hal ini

sebagaimana yang diungkapkan oleh Pemilik Bangunan Gedung

Hunian (I4-1), mengenai biaya dalam pengawasan, yang

menyatakan :
275

“Saat saya datang ke kantor, saya hanya diwawancarai


saja dan diberikan arahan untuk membuat IMB. Tidak ada
biaya yang dikeluarkan ketika itu. Hanya biaya untuk
pengajuan IMB saja”. (Wawancara/Minggu, 28 Oktober
2017/Pukul 13.37-14.42 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Rumah Tinggal, BSD City Kota Tangerang
Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa tidak adanya biaya yang dibebankan kepada pemilik

banguna yang tidak memiliki IMB dalam kegiatan pengawasan.

Pemilik bangunan hanya diberikan panggilan dan arahan untuk

kemudian melakukan proses permohonan IMB. Di sisi lain,

pelaksanaan kegiatan pengawasan yang juga dilakukan melalui

peninjauan lapangan, tentunya membutuhkan adanya biaya

operasional. Biaya tersebut menjadi input berharga dalam

keberhasilan pelaksanaan kegiatan pengawasan. Berkaitan dengan

biaya operasional kegiatan pengawasan, Kepala Seksi Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota

Tangerang Selatan (I1-2), menyatakan :

“Jadi dari SPPD sesuai standar ya, saya juga kurang hafal
ya berapa. Tapi yang jelas biaya tersebut dicover oleh
pemerintah daerah. Tidak terlalu besar, hanya ya
Alhamdulillaah ya, ada. Biaya yang diberikan untuk
perjalanan saja, peninjauan ke lapangan, tidak ada
insentif”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul
10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa terdapat biaya yang dialokasikan dalam kegiatan

pengawasan. Biaya tersebut hanya mencakup biaya kegiatan


276

selama perjalanan peninjauan lapangan oleh petugas pengawasan.

Biaya yang telah dialokasikan sejauh ini dirasa sudah memadai

untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pengawasan tersebut. Hal

serupa diungkapkan oleh Ketua Koordinator Pengawasan

(Koorwas), Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan

Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan, mengenai

alokasi biaya dalam pengawasan IMB (I1-3), yang menyatakan :

“Dari pencairan SPPD, kami menerima Rp.150.000,00


untuk ketua Koordinator Pengawasan, dan sebesar
Rp.100.000,00 untuk anggota Korwas. Biaya tersebut
dialokasikan untuk kegiatan pengawasan dalam 1 hari
peninjauan lapangan. Berapapun temuan pelanggaran
yang kami dapati pada hari tersebut. Hanya dalam satu
hari kami tidak boleh di kecamatan yang sama. Tapi cukup
lah”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 14.16-
15.23 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T
Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan pengawasan yang dilakukan didukung oleh alokasi

anggaran untuk 1 (satu) hari kegiatan pengawasan. Biaya yang

dialokasikan sebesar Rp.150.000,00 untuk Ketua Kordinator

Pengawasan (Koorwas), dan Rp.100.000,00 untuk anggota

Koorwas. Biaya tesebut dialokasikan berdasarkan tempo waktu

kegiatan, sehingga belum mendukung kegiatan pengawasan secara

komprehensif di seluruh wilayah pengawasan. Namun, menurut

informasi tersebut, anggaran yang telah dialokasikan sudah cukup

memadai dalam penyelenggaraan pengawasan. Berkaitan dengan

ketersediaan anggaran tersebut, anggota petugas Koordinator


277

Pengawasan (Koorwas), Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-4), menyatakan :

“Kegiatan pengawasan lapangan yang kami lakukan, setiap


kali perjalanan kami mendapatkan anggaran
Rp.100.000,00-/individu. Ketika kami melakukan
penyisiran, kami kelola anggaran tersebut bersama untuk
kegiatan tersebut. Pengawasan lapangan akan tetap
berjalan selama bahan bakar kendaraan terpenuhi”.
(Wawancara/Rabu,06 Januari 2017/Pukul 09.11-10.13
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa biaya yang dialokasikan dalam kegiatan pengawasan

tersebut yaitu sebesar Rp.100.000,00 untuk setiap anggota

Koordinator Pengawasan (Koorwas). Setiap kali kegiatan

pengawasan lapangan dilakukan, terdapat sebanyak 4 (empat)

hingga 5 (lima) orang petugas yang terlibat. Sehingga, segala

kebutuhan yang diperlukan selama kegiatan pengawasan

berlangsung, didanai oleh anggaran yang telah ditetapkan tersebut.

Selain adanya kegiatan pengawasan lapangan, kegiatan

penertiban Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dilakukan oleh

BP2T Kota Tangerang Selatan bersama Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol PP) Kota Tangerang Selatan juga membutuhkan adanya

alokasi anggaran. Namun, selama ini kegiatan penertiban yang

dilakukan Satpol PP tersebut belum didukung melalui alokasi

anggaran yang memadai. Berkaitan dengan alokasi anggaran


278

penertiban IMB, Kepala Bidang Ketertiban Sarana Umum dan

Sarana Usaha (I2-2), Satpol PP Kota Tangerang Selatan,

menyatakan :

“Anggaran memang belum memadai, karena memang


masih tergabung dengan kegiatan lainnya. Kalau mau
parsial kan, kalau masalah ada kegiatan resminya, kami
harus mengikuti kegiatan resminya sesuai dengan kegiatan
itu. Kalau kami pisahkan untuk monitoring kegiatan
bangunan, itu ada kode khusus.Anggarannya kalau disebut
sudah memadai ya kurang mba ya, tapi kami tetap dengan
anggaran yang ada semaksimal mungkin kami laksanakan
gitu ya. Tugas fungsi kami kan memang untuk itu,
bagaimana pengaturan kami saja, mba. Yang pasti kan
mobil sudah ada bbmnya, berangkat lah cek ke lokasi. Kami
tidak perlu menunggu anggaran kalau hanya untuk
kegiatan pengecekan itu saja. Terkadang juga kami ke
pondok aren, foto lalu input ke dalam laporan. Hanya
memang kalau ada kegiatan, yang harus masuk ke dalam
anggaran. Memang anggaran untuk kegiatan ini terbatas,
hanya 2 (dua) kegiatan dalam 1 (satu) bulan”.
(Wawancara/Senin, 12 Januari 2017/Pukul 09.08-10.33
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor Satpol PP
Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan penertiban belum didukung oleh alokasi anggaran

yang memadai. Jumlah anggaran yang ada tidak disebutkan oleh

informan, namun berdasarkan keterangan tersebut di atas, kegiatan

patroli lapangan tidak perlu menunggu adanya alokasi anggaran.

Alokasi anggaran tersebut diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan

penertiban Izin Mendirikan Bangunan. Sejauh ini, anggaran yang

dialokasikan dalam kegiatan penertiban Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) belum mampu mengakomodir berlangsung kegiatan


279

tersebut. Dalam kegiatan penertiban tentunya membutuhkan

dukungan berbagai elemen yang terlibat, dan hal ini perlu didukung

oleh berbagai hal selama kegiatan berlangsung. Beberapa

diantaranya yaitu berkaitan dengan adanya biaya perjalanan dan

konsumsi selama kegiatan. Kegiatan penertiban yang didukung

oleh ketersediaan anggaran hanya mencakup 2 (dua) kegiatan

selama 1 (satu) bulan. Rekapitulasi Penertiban Pelanggaran Sarana

Usaha di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat melalui Tabel

4.sebagai berikut.

Tabel 4.5

Rekapitulasi Penertiban Pelanggaran Sarana Usaha

di Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2015

Jumlah Belum
No Tahun Penindakan
Permasalahan Ditindaklanjuti
1. 2012 183 52 131
2. 2013 131 45 86
3. 2014 86 23 63
4. 2015 63 38 25
(Sumber : Seksi Penertiban Sarana Usaha, Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Tangerang Selatan, 2018)

Berdasarkan Tabel 4.x tersebut di atas, diketahui bahwa

hingga tahun 2015, terdapat 25 (dua puluh lima) kasus pelanggaran

yang belum dilakukan proses penertiban oleh Satuan Polisi Pamong

Praja (Satpo PP) Kota Tangerang Selatan. Jumlah tersebut bersifat

menyeluruh terhadap kegiatan penertiban yang dikelola oleh Satpol


280

PP. Apabila ditinjau berdasarkan jumlah kegiatan, maka dengan

alokasi anggaran untuk pelaksanaan 2 (dua) kegiatan penertiban,

maka hal ini belum sesuai dengan kebutuhan dan beben kerja

tersebut. Hal serupa diungkapkan oleh Kepala Seksi Ketertiban

Sarana Usaha – Satpol PP Kota Tangerang Selatan (I2-3), mengenai

anggaran yang belum memadai, yang menyatakan :

“Kalau kegiatan penertiban memang anggarannya belum


memadai, mba. Karena dalam 1 (satu) bulan, kami hanya
memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan sebanyak 2
(dua) kali. Jadi ya disesuaikan saja kegiatannya. Kalau
memang perlu penyidikan dan persidangan oleh PPNS, itu
juga butuh biaya besar. Saat ini juga anggarannya belum
memadai”. (Wawancara/Kamis, 12 Januari 2017/Pukul
14.02-15.17 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
Kantor Satpol PP Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan penertiban terhadap pelanggaran Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) bangunan gedung di Kota Tangerang Selatan

belum memadai. Seksi Ketertiban Sarana Usaha memiliki alokasi

anggaran untuk kegiatan penertiban hanya sebanyak 2 (dua)

kegiatan. Sehingga., hal ini pun menyebabkan terhambatnya

berbagai kegiatan penertiban IMB bangunan gedung lainnya.

Rekapitulasi Penertiban Pelanggaran Bangunan Gedung di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2015-2016 dapat dilihat melalui Tabel

4.15 sebagai berikut.


281

Tabel 4.15
Rekapitulasi Penertiban Pelanggaran Bangunan Gedung
di Kota Tangerang Selatan Tahun 2015-2016
Tahun
No Keterangan
2015 2016
1. SP4B 172 139
2. Penertiban Bangunan 5 7
3. Pengaduan Masyarakat 16 18
(Sumber : Seksi Penertiban Sarana Usaha, Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Tangerang Selatan, 2017)

4.3.1.6. Realistik secara Organisasional

Kapabilitas organisasi yang mumpuni menjadi salah satu

kunci terwujudnya pencapaian program kerja secara optimal,

efektif dan efisien. Pemenuhan kebutuhan dalam aspek organisasi

ini akan menentukan, bagaimana pergerakan organisasi dalam

menentukan arah, rencana serta strategi dalam keberhasilan

kegiatan pengawasan. Kompleksitas dalam kegiatan pengawasan

akan memberikan konsekuensi terhadap eksistensi organisasi,

untuk dapat senantiasa konsisten dalam pencapaian tujuan. Maka

dari itu, interpretasi sistem pengawasan yang baik perlu didukung

dengan kesesuaian kondisi organisasi secara faktual.

Penyelenggaraan kegiatan pengawasan Izin Mendirikan

(IMB) gedung di Kota Tangerang Selatan, perlu terangkai secara

sistematis dan realistis. Realistis secara organisasional dalam

kegiatan pengawasan ini, memiliki makna bahwa sistem


282

pengawasan yang dilakukan harus cocok atau harmonis dengan

kenyataan-kenyataan organisasi. Sistem pengawasan ini perlu

didukung, baik melalui struktur organisasi dalam pelaksanaan

kegiatan, sumber daya manusia yang mumpuni, serta berbagai

sarana pendukung lainnya. Berkaitan dengan kuantitas petugas

pengawasan, Kepala Bidang Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-1), menyatakan :

“Personel saya di bidang pengawasan, di saya itu saya


buat 1 (satu) tim beranggotakan 6 (enam) orang, namanya
Koorwas (Koordinator Pengawasan). 1 (satu) tim tersebut
harus mengawasi seluruh wilayah Kota Tangerang Selatan,
baik bangunan yang tidak berizin, masa izin dan pasca izin.
Hal itu adalah kendala besar untuk saya, ya”.
(Wawancara/Rabu, 04 Januari 2017/Pukul 09.33-10.41
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa untuk menunjang pelaksanaan kegiatan pengawasan, maka

para petugas tersebut dibentuk ke dalam 1 (satu) tim yaitu

Koordinator Pengawasan. Koordinator Pengawasan tersebut

bertugas untuk melakukan kegiatan pengawasan, baik penanganan

kasus pelanggaran izin maupun pelayanan kegiatan pengaduan atas

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Tangerang Selatan.

Jumlah tim pengawasan tersebut dirasa belum mencukupi

kebutuhan dalam kegiatan pengawasan. Hal serupa diungkapkan

oleh Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan


283

Bidang Pembangunan BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-2),

mengenai jumlah petugas dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan,

yang menyatakan :

“Dalam melaksanakan kegiatan pengawasan, kami sudah


berusaha menyampaikan kondisi kami. Dan akhirnya kami
berbagi tugas dan tanggungjawab dengan Satpol PP.
Satpol PP yang kemudian biasa mendatangi mereka. Dinas
teknis sejuah ini pada tahun 2015-2016 sudah sibuk dengan
tupoksinya masing-masing, ya. Jadi, kami harus lapor ke
Satpol PP. Karena semestinya, dinas tata kota juga
memiliki seksi pengawasan juga. Namun, mereka memiliki
konsentrasi lain saat ini untuk pelaksanaan proyek
pembangunan sekolah dasar, kantor pemerintah dan lain
sebagainya. Karena dinas teknis ini tidak terkonsentrasi ke
kami, maka tidak membantu secara optimal dalam proses
ini. Ketika kami komunikasi dengan mereka dalam hal
meminta bantuan, hal ini tidak berjalan optimal.
Semestinya, ada peninjuan langsung bersama di lapangan
dengan mereka dan pertukaran informasi temuan lapangan.
Dan sejauh ini hal tersebut tidak terlaksana. Kalau saat ini
hanya di event-event tertentu saja.”. (Wawancara/Kamis,
05 Januari 2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawancara
tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang
Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa petugas tim pengawasan Seksi Pengawasan, Pengendalian

dan Pengaduan – Bidang Pembangunan BP2T Kota Tangerang

Selatan, memiliki keterbatasan dalam aspek organisasional.

Kegiatan pengawasan yang juga dimiliki oleh Dinas Tata Kota

Tangerang Selata, sejauh ini belum dapat dilaksanakan

sebagaimana mestinya. Dalam periode tahun 2015-2016, kegiatan

pengawasan dibebankan sepenuhnya kepada BP2T dan Satpol PP

Kota Tangerang Selatan. Hal ini menyebabkan adanya proses


284

pembagian beban kerja antara 2 (dua) SKPD tersebut, dalam

kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di

Kota Tangerang Selatan. Namun, Satpol PP Kota Tangerang

Selatan mengalami beberapa keterbatasan dalam menunjang

kegiatan pengawasan tersebut. Hal serupa juga diungkapkan oleh

Kepala Bidang Ketertiban Sarana Umum dan Sarana Usaha –

Satpol PP Kota Tangerang Selatan (I2-2), mengenai keterbatasan

dalam penertiban IMB, yang menyatakan :

“Kami di Satpol PP ini bertugas untuk menegakkan


peraturan daerah, apakah bangunan tersebut memiliki izin
atau tidak. Kalau berkaitan dengan hal teknis, kami tidak
memiliki pengetahuan tentang hal tersebut. Kami dan
PPNS, iya kan. Apabila ada urusan atau komunikasi tetap,
khususnya di perizinan aja dulu, karena kan muaranya
nanti di perizinan kan. Dinas teknis ini ga usah lah, Dinas
Tata Ruang dan Bangunan belum, tetapi kami konfirmasi
kepada BP2T”. (Wawancara/Senin, 12 Januari 2017/Pukul
09.08-10.33 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
Satpol PP Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang

Selatan memiliki kewenangan dalam penegakan peraturan daerah.

Apabila ditinjau dari sisi kemampuan dalam pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB), Satpol PP Kota Tangerang Selatan

belum dilengkapi dengan petugas yang memiliki kemampuan

teknis terkait IMB tersebut. Sehingga dalam pelaksanaan

penindakan atas IMB, Satpol PP Kota Tangerang Selatan perlu

meningkatkan koordinasi serta menunggu instruksi dari BP2T Kota


285

Tangerang Selatan. Hal ini dikarenakan BP2T merupakan salah

satu SKPD yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab terkait

proses penyelenggaraan perizinan IMB di Kota Tangerang Selatan.

Berkaitan dengan keterbatasan jumlah petugas pengawasan, Kepala

Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan (BP2T) Kota Tangerang Selatan (I1-2), menyatakan :

“Jumlah personel yang kami miliki terbatas, sehingga


kegiatan kami tidak maksimal. Kegiatan pengawasan
lapangan dalam 1 (satu) hari dilakukan oleh 4-5 orang
petugas. Selama waktu pengawasan lapangan tersebut,
maksimal kami hanya mampu mengawasi 1-2 kecamatan.
Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan,
dan idealnya 7 (tujuh) kecamatan harus kami tinjau
seluruhnya. Sehingga, waktu yang kami gunakan pun tidak
cukup untuk men-“cover” kegiatan seluruhnya”.
(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 10.02-11.30
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa jumlah petugas yang melaksanakan kegiatan pengawasan

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di Kota Tangerang

Selatan belum memadai. Kegiatan pengawasan tersebut dilakukan

oleh 4 (empat) hingga 5 (lima) orang petugas pengawasan, yang

bertanggungjawab untuk mengawasi sebanyak 7 (tujuh) kecamatan

yang tersebar di Kota Tangerang Selatan. Seluruh petugas

pengawasan tersebut tergabung ke dalam tim Koordinator

Pengawasan (Koorwas). Keterbatasan jumlah personel pengawasan

tersebut, menyebabkan kegiatan pengawasan yang dilakukan belum


286

diselenggarakan secara optimal, efektif dan efisien. Kegiatan

pengawasan tersebut hanya mampu mengawasi sekitar 1 (satu)

hingga 2 (dua) kecamatan dalam 1 (satu) kali kegiatan. Hal ini pun

belum dilakukan secara menyeluruh kepada seluruh objek Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Tangerang Selatan. Hal

serupa diungkapkan oleh Ketua Koordinator Pengawasan

(Koorwas) Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan

Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-3),

mengenai kinerja petugas pengawasan, yang menyatakan :

“Tim pengawasan tergabung dalam bentuk tim Koordinator


Pengawas (Korwas), yang terdiri dari 5 anggota, dan
diketuai oleh 1 (satu) koordinator. Secara Keseluruhan
jumlah koorwas ada 6 (enam). Hampir 70% dari jumlah
tersebut, berperan serta dalam kegiatan pengawasan
lapangan. Karena 2 (dua) diantaranya baru dipekerjakan
kembali dengan status Tenaga Kerja Sementara (TKS).
Terkadang 2 orang tersebut hadir, namun umunya 3 (tiga)
orang lainnya hadir dalam kegiatan pengawasan.Ada juga
tim pengawasan khusus peninjauan dokumen permohonan
izin, ini terbagi menjadi 3 (tiga) tim Koordinator Wilayah
(Koorwil). (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul
14.16-15.23 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa proses kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) gedung di Kota Tangerang Selatan, tidak dilaksanakan oleh

seluruh petugas pengawasan yang ada. Petugas Koordinator

Pengawasan (Koorwas) terdiri dari 6 (enam) orang petugas,

diantaranya yaitu 1 (satu) orang ketua, dan 5 (lima) orang petugas


287

Koordinator Pengawasan (Koorwas). Secara keseluruhan, terdapat

sekitar 4 (empat) dari 6 (enam) orang petugas tersebut, yang turut

serta secara aktif dalam kegiatan operasional pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di Kota Tangerang Selatan.

Jumlah Petugas Koordinator Wilayah dan Koordinator

Pengawasan, Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan

Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan dapat

dilihat melalui Tabel 4.16 sebagai berikut.

Tabel 4.16
Jumlah Petugas Koordinator Wilayah dan Koordinator
Pengawasan, Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan
Jumlah Jumlah
No Tim Koordinator Wilayah Kerja
Pegawai Kelurahan
Kec. Serpong 9
Koordnator Wilayah
1. 5 Kec. Serpong Utara 7
(Korwil) I
Kec. Setu 6
Koordinator Wilayah Kec. Ciputat Timur 6
2. 5
(Korwil) II Kec. Pamulang 8
Koordinator Wilayah Kec. Ciputat 7
3. 5
(Korwil) III Kec. Pondok Aren 11
Koordinator
Pengawasan dan
Seluruh Wilayah
4. Pengendalian, 6
Kota Tangerang Selatan
Pengaduan Bidang
Pembangunan
Total 21 Pegawai 7 Kecamatan 54 Kelurahan
(Sumber : Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang
Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)

Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di

Kota Tangerang Selatan, tentunya perlu didukung melalui


288

ketersediaan tenaga pengawas yang handal. Kegiatan ini meliputi

kegiatan pengawasan, baik dalam aspek administratif maupun

aspek teknis. Ketersediaan tenaga pengawas administratif maupun

teknis yang mumpuni, memberikan kontribusi berarti dalam

pencapaian efektivitas pengawasan. Kegiatan pengawasan,

pengendalian dan pengaduan yang menjadi fokus petugas dalam

pengawasan IMB, membutuhkan dukungan personel yang sesuai

dengan intensitas dan kapasitas yang dibutuhkan dalam kegiatan

pengawasan. Berkaitan dengan kompetensi petugas pengawasan,

Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-2), menyatakan :

“Dalam izin pendirian bangunan gedung melalui IMB ini


kami mengalami keterbatasan jumlah personel. Terkait
dengan peruntukkan, garis sempadan, kekuatan struktur
atau tipologi bangunan di tiap-tiap daerah di Kota
Tangerang Selatan, kami sudah memahami. Namun, pihak
yang memiliki kemampuan lebih terkait hal tersebut adalah
dinas teknis. Jadi, idealnya pengawasan dilakukan oleh
BP2T, Satpol PP dan Dinas Teknis. Di bidang pelayanan
masih dibutuhkan minimal S1 teknis lah ya. Tenaga ahli
yang bisa membaca gambar, cek ke lapangan”.
(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 10.02-11.30
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh BP2T Kota

Tangerang Selatan mengalami keterbatasan dalam ketersediaan

jumlah tenaga teknis. Sebagai organisasi pemerintah yang memiliki

kewajiban dalam pengawasan perizinan Izin Mendirikan Bangunan


289

(IMB), maka keterbatasan tersebut menimbulkan berbagai

hambatan dalam kegiatan pengawasan serta penindakan kasus

pelanggaran IMB gedung. Beberapa ketentuan teknis yang

dipersyaratakan dalam Izin Mendirikan Bangunan (IMB), meliputi

advice planning serta gambar rencana arsitektur atau teknis

bangunan gedung. Sejauh ini, petugas pengawasan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung di BP2T Kota Tangerang Selatan telah

memiliki pemahaman mengenai hal tersebut. Namun, hal ini belum

sesuai apabila ditinjau berdasarkan aspek kebutuhan pegawai

dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan. Kondisi ini pun turut

membatasi kegiatan penyelesaian kasus pelanggaran IMB yang

kerap terjadi di Kota Tangerang Selatan. Hal serupa diungkapkan

oleh Ketua Koordinator Pengawasan (Koorwas) Seksi Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan (I1-3),

mengenai kapabilitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam

kegiatan pengawasan, yang menyatakan :

“Saat kegiatan pengawasan lapangan, tim koorwas ini


selalu melakukan pengawasan secara bersamaan. Dalam
hal ini, tidak dilakukan kegiatan pembagian tugas
pengawasan lapangan. Jika terdapat izin yang diterbitkan
dan bangunan tersebut tidak bersinergi dengan lingkungan,
maka kami secara bersama mempelajari letak kesalahan
tersebut. Berdasarkan izin Kepala Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan, saya
diberi kewenangan untuk menandatangani surat teguran
ini.”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 14.16-
15.23 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T
Kota Tangerang Selatan)
290

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa penyelesaian kasus pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) di Kota Tangerang Selatan belum dapat dikelola secara

parsial oleh petugas pengawasan. Penyelesaian kasus pelanggaran

bangunan bermasalah terkait kelengkapan IMB dilakukan secara

bersamaan oleh seluruh petugas. Namun, memang telah dilakukan

pendelegasian wewenang kepada petugas pengawasan Koorwas

untuk pengambilan keputusan melalui pemberian surat teguran. Hal

ini dirasa turut mempermudah proses pengambilan keputusan

dalam kegiatan peneguran kepada bangunan yang melanggar

ketentuan IMB.

Beberapa kegiatan pengawasan yang dilakukan belum

mampu diakomodir dengan optimal. Pengawasan yang dilakukan

selama ini tidak hanya terfokus pada kegiatan pengawasan

pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung. Selain

kegiatan peneguran kepada obyek serta pelanggaran bangunan

gedung, petugas Koorwas juga memiliki tanggungjawab untuk

memfasilitasi kegiatan pelayanan pengaduan. Berkaitan dengan

tanggung jawab terhadap pelayanan pengaduan, Kepala Bidang

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan –

BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-1), menyatakan :

“Sedangkan itukan harus kami tindak lanjuti pengaduan


itu, jadi disamping menangani pengaduan, juga petugas
Koorwas itu, staf saya itu diperintahkan untuk keliling
mengawasi. Misalnya mengawasi nya contohnya misalkan
291

ada orang akan membangun, ditanya apakah memiliki IMB


atau tidak, lalu mereka melaporkan ya.”.
(Wawancara/Rabu, 04 Januari 2017/Pukul 09.33-10.41
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa selain memiliki tanggung jawab dalam melakukan

peninjauan lapangan terhadap obyek Izin Mendirikan Bangunan

(IMB), petugas Koorwas juga bertanggungjawab terhadap

pengelolaan pelayanan pengaduan masyarakat. Pelayanan

pengaduan tersebut dilakukan bersamaan dengan kegiatan

peneguran maupun pengawasan berkala lainnya. Hal serupa

diungkapkan oleh anggota Koordinator Pengawasan (Koorwas),

Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan, yang menyatakan :

“Sejauh ini kami tidak ada pembagian tugas untuk ke


lapangan. Saat kegiatan peninjauan lapangan kami turun,
umumnya 3 orang dari 5 orang anggota. Tergantung
tingkat kesulitannya, kalau bentuknya kasus pengaduan,
maka kami harus turut serta dengan personel selengkap-
lengkapnya”. (Wawancara/Rabu,06 Januari 2017/Pukul
09.11-10.13 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa belum dilakukan klasifikasi beban kerja dalam pelaksanaan

kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) maupun

pelayanan laporan pengaduan. Hal ini menyebabkan seluruh

petugas tim Koorwas perlu turut terlibat dalam setiap kegiatan.


292

Dalam kegiatan pengawasan pada umumnya, pembagian tugas

dapat dilaksanakan oleh 3 (tiga) hingga 5 (lima) orang petugas.

Spesifikasi tugas dapat dilakukan berdasarkan tingkat kesulitan

kasus yang perlu diselesaikan. Namun, besarnya tingkat kasus yang

ditangani, menuntut perlunya keterlibatan seluruh personel secara

optimal. Hal tersebut diperlukan, mengingat intensitas

permasalahan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta laporan

pengaduan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Persyaratan teknis yang dibutuhkan dalam pengajuan

permohonan IMB gedung, menuntut perlunya ketelitian petugas

pengawasan dalam pengelolaannya. Kompetensi pegawai akan

turut menentukan pelaksanaan kegiatan pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB), agar sesuai dengan tujuan

diselenggarakannya izin tersebut. Berkaitan dengan kebutuhan

pegawai berdasarkan kompetensi dalam kegiatan pengawasan,

Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-2), menyatakan :

“Karena IMB terkait dengan aspek teknis, dan kami


memiliki keterbatasan dalam hal tersebut. Untuk
perhitungan yang sifatnya rumit dan membutuhkan tim ahli,
kami biasanya meminta bantuan kepada dinas teknis. Kalau
di kami sudah cukup, karena ada beberapa kawan-kawan
petugas BP2T merupakan sarjana teknik. Kami juga
memerlukan sarjana hukum untuk mem-“back up” Bidang
Wasdal. Karena banyak surat-surat teguran, pengaduan
dan mediasi”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul
10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
BP2T Kota Tangerang Selatan)
293

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa perlu dilakukan pemenuhan kebutuhan terhadap pegawai

berdasarkan segi kompetensi. Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

membutuhkan beberapa pegawai tambahan. Beberapa spesifikasi

tersebut berkenaan dengan kompetensi pegawai dalam aspek teknis

seputar Izin Mendirikan Bangunan (IMB), serta petugas dgn

kompetensi Ilmu Hukum (SH.). Keberadaan beberapa sarjana

teknik dalam organisasi BP2T Kota Tangerang Selatan, turut

membantu dalam melengkapi kebutuhan seputar kajian teknis

tersebut. Selain itu, kebutuhan pegawai dengan spesifikasi

kompetensi dalam Ilmu Hukum (SH.) menjadi salah satu hal yang

harus dipenuhi. Hal ini ditujukan untuk mempermudah tim

pengawasan dalam mengelola permasalahan seputar Izin

Mendirikan Bangunan (IMB), yang pada dasarnya memerlukan

tinjauan aspek hukum. Hal serupa diungkapkan oleh Kepala Sub

Bagian Umum dan Kepegawaian – BP2T Kota Tangerang Selatan,

mengenai keterbatasan kapasitas petugas pengawasan (I1-7),

menyatakan:

“Soal cukup atau tidak petugasnya, kami juga tidak


menolak. Itu tanyakan langsung saja ke bidangnya. Kami
memang dibatasi masalah kepegawaian sih. Untuk PNS
kami dapat kuota dari BKPP, untuk TKS kita juga dibatasi
oleh jumlah. Ya sehingga yang ada aja sekarang, lengkap
ataupun tidak, ya saya belum dapat komplain. Karena kami
294

juga mengerti keterbatasan itu. Kalau Kepala Bagian


Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan sudah
mengatakan seperti itu ya, tetapi sejauh ini belum ada
laporan kepada kami”. ((Wawancara/Senin, 9 Januari
2017/Pukul 13.43-14.22 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa memang diakui terdapat keterbatasan petugas pengawasan

yang dimiliki oleh BP2T Kota Tangerang Selatan. Hal ini

dikarenakan, terdapat pembatasan jumlah pegawai yang dilakukan

oleh BKPP dalam pendistribusian ASN. Penyediaan jumlah TKS

pun dilakukan pembatasan, dengan alasan yang tidak disebutkan

oleh informan. Kondisi tersebut pun belum mendapatkan keluhan

secara langsung, melalui laporan yang disampaikan oleh Kepala

Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan. Maka, pelaksanaan

kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di

Kota Tangerang Selatan, perlu dilakukan penyesuaian berdasarkan

kapasitas petugas pengawasan yang tersedia.

Peningkatan kapasitas pegawai, baik dari segi jumlah

maupun kompetensi belum dapat terealisasi. Seperti yang

diketahui, bahwa keterbatasan jumlah tersebut menyebabkan

kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung

belum dapat dilaksanakan secara komprehensif. Keterbatasan aspek

organisasional ini juga mempengaruhi fokus dan kemampuan


295

petugas Koorwas dalam penanganan permasalahan seputar IMB.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam pengawasan

yang dilakukan ini juga melibatkan instansi lain yaitu Satuan

Polisis Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan. Satpol

PP Kota Tangerang Selatan sebagai instansi penertiban

pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) juga mengalami

keterbatasan dalam aspek organisasonal. Berkaitan dengan

keterbatasan penertiban temuan IMB, Kepala Bidang Sarana

Umum dan Sarana Usaha – Satpol PP Kota Tangerang Selatan (I2-

2), menyatakan :

“Pembagian pegawai secara khusus untuk penindakan


bangunan terkait dengan masalah IMB belum. Hanya saya
kan memiliki di bawah itu ada “rescue” yang khusus, di
bidang pembongkaran bangunan, seperti reklame. Rumah
bangunan tembok, besi baja belum, masih harus koordinasi
dengan dinas teknis. Kegiatan penindakan itu yang terlibat
di lapangan adalah Satpol PP dan kami meminta bantuan
BP2T, apabila memang diperlukan kegiatan
pembongkaran. Aturan yang tertera pada Peraturan
Daerah Nomor 9, Satpol PP berhak mengajukan
permohonan kepada dinas terkait.Hanya tinggal
peningkatan SDM dan skillnya aja gitu kan. Kalau
pembinaan mental tiap tahun rutin. Pembinaan mental itu
seperti pelatihan militer. Tapi kalau pembinaan ini belum
lah, kami baru ini aja lah, yang penting kan mental dulu
kan. Untuk pembinaan keseluruhan secara teori, belum ,
penajaman belum. Jelas itu kendala. Kami terbatas waktu
juga harus mengumpulka mereka dahulu, sebab mereka
yang aktif suka bertanya”. (Wawancara/Senin, 12 Januari
2017/Pukul 09.08-10.33 WIB/ wawancara tersebut
dilakukan di Kantor Satpol PP Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa belum terdapat klasifikasi pegawai dalam kegiatan


296

penertiban, atas laporan temuan pelanggaran Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung. Kegiatan penertiban dan pembongakaran

bangunan gedung dilakukan dengan meningkatkan koordinasi

antara BP2T selaku instansi teknis terkait perizinan IMB tersebut.

Kondisi ini berkenaan juga dengan kompetensi petugas Satpol PP

yang memiliki keterbatasan informasi teknis terkait peraturan

daerah, salah satunya yaitu perizinan IMB. Hal serupa diungkapkan

oleh Kepala Seksi Sarana Usaha – Satpol PP Kota Tangerang

Selatan (I2-3), mengenai kompetensi petugas dalam kegiatan

penertiban temuan pelanggaran IMB, yang menyatakan :

“Kualitas SDM memang kami kurang ya. Mereka itu,


Satpol PP itu harus dibekali pendidikan. Setiap tahun kami
lakukan pembinaan, baik fisik maupun mental. Selain itu,
kami juga berikan pembinaan teori tentang peraturan-
peraturan untuk kegiatan. Umumnya mereka itu sesuai
perintah, sebenarnya bukan perintah lagi. Mereka harus
sudah bisa mengaplikasikan ilmu itu langsung di
masyarakat. Mungkin mereka itu tidak mau bermasalah,
padahal mereka bisa menegur”. (Wawancara/Kamis, 12
Januari 2017/Pukul 14.02-15.17 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor Kantor Satpol PP Kota Tangerang
Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa Satuan Polisis Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang

Selatan memiliki keterbatasan dalam aspek kualitasn Sumber Daya

Manusia (SDM). Petugas Satpol PP Kota Tangerang Selatan

menjalankan perintah atasan berdasarkan instruksi yang

disampaikan. Belum terdapatnya kemampuan petugas dalam


297

optimalisasi kegiatan operasional peneguran, sebagai salah satu

bagian kegiatan pengawasan dan penertiban pelanggaran Izin

Mendirikan Bangunan (IMB). Sebab, diketahui pula bahwa Satpol

PP memiliki kewenangan untuk melakukan peneguran terhadap

bangunan yang dinilai belum memiliki IMB. Namun, untuk saat ini

kegiatan peneguran tersebut belum dilakukan secara optimal.

Sebagai salah satu upaya untuk mengatasi keterbatasan

aspek organisasi, manajer perlu melakukan peningkatan kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) organisasi tersebut. Begitupun

halnya yang perlu dilakukan oleh Badan Pelayanan Perizinan

Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan dalam optimalisasi

kompetensi pegawai. Keterbatasan tersebut perlu disikapi dengan

berbagai upaya yang mendukung eksistensi dan kompetensi

petugas pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di

Kota Tangerang Selatan. Berkaitan dengan pembinaan SDM tim

Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-2), menyatakan :

“Kemampuan mereka sudah di-training sekian bulan.


Kalau dari segi teknis, bersamaan, “learning by doing” di
jalan. Di tahap awal juga sudah diberikan pemantapan
melalui materi, buku, dan lain sebagainya. Ada buku saku
yang tidak boleh tertinggal”.(Wawancara/Kamis, 05
298

Januari 2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut


dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa masing-masing petugas tim pengawasan Seksi Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota

Tangerang Selatan, telah mendapatkan pembekalan secara teoritis.

Pembekalan tersebut juga dilakukan secara informal, melalui

pembinaan dan penyelenggaraan kegiatan pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB). Untuk menunjang kompetensi

pengawas, masing-masing petugas tim pengawasan tersebut juga

dibekali dengan kelengkapan materi, buku dan lain sebagainya.

Kegiatan pembekalan materi yang diterima oleh petugas tim

pengawasan dilakukan selama beberapa waktu tertentu. Hal serupa

diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian –

BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-7), mengenai intensitas kegiatan

pembinaan tim pengawasan Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan - Bidang Pembangunan, yang menyatakan :

“Kami sih ada bimbingan teknis juga untuk bidang


pengawasan. Selama tahun 2016 ini, khusus pengawasan di
bidang pembangunan kemarin 2 (dua) kali. 1 (satu) bidang
itu memiliki kesempatan 2 (dua) kali, untuk bidang
kesejahteraan rakyat dan bidang pembangunan”.
(Wawancara/Senin, 9 Januari 2017/Pukul 13.43-14.22
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)
299

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan pembinaan Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan,

dilakukan umumnya maing-masing sebanyak 2 (dua) kali dalam 1

(satu) tahun. Kegiatan tersebut dilakukan secara khusus untuk

memberikan pembinaan dan pelatihan kepada petugas tim

pengawasan, baik terhadap bidang pembangunan maupun bidang

kejahteraan rakyat.

Ketersediaan prasarana maupun sarana pendukung lainnya

dalam pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota

Tangerang Selatan, juga turut mempengaruhi hasil kegiatan

pengawasan yang dilaksanakan. Kegiatan pengawasan IMB yang

dilakukan bersifat pengawasan teknis melalui peninjauan masing-

masing lokasi pendirian bangunan gedung. Peninjauan tersebut

dilakukan, baik terhadap permohonan dokumen IMB maupun

bangunan tidak berizin di Kota Tangerang Selatan. Berkaitan

dengan ketersediaan prasarana dan sarana pendukung lainnya,

Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-2), menyatakan :

“Untuk mobil kami ada 4 (empat)” (Wawancara/Kamis, 05


Januari 2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa, dalam kegiatan peninjauan lapangan, masing-masing


300

Koorwil maupun Koorwas mendapatkan fasilitas kendaraan roda

empat (mobil). Jumlah kendaraan mobil yang tersedia yaitu

sebanyak 4 (empat) buah mobil. Hal serupa diungkapkan oleh

Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian – BP2T Kota

Tangerang Selatan (I1-7), mengenai kendaraan operasional

pengawasan, yang menyatakan :

“Kalau untuk Seksi Pengawasan Pembanguanannya sendiri


ada 4 (empat) mobil”. (Wawancara/Senin, 9 Januari
2017/Pukul 13.43-14.22 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa terdapat sebanyak 3 (tiga) buah kendaraan roda 4 yang

digunakan untuk pengawasan pelayanan dokumen IMB yang

tersebar di 7 (tujuh) kecamatan di Kota Tangerang Selatan.

Sedangkan, untuk kegiatan pengawasan IMB secara keseluruhan

hanya tersedia 1 (satu) kendaraan roda 4 (empat). Kendaraan

tersebut digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan pengawasan

perizinan, tahap pra-masa-pasca izin dan membangun, maupun

penanganan laporan pengaduan. Kendaraan roda 4 (empat) yang

tersedia dalam kegiatan pengawasan IMB saat ini dirasa belum

memadai. Berkaitan dengan keterbatasan kendaraan yang tersedia,

Ketua Koordinator Pengawasan (Koorwas) Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota

Tangerang Selatan (I1-3), menyatakan :


301

“Fasilitas kendaraan yang kami miliki menggunakan 1


(satu) unit mobil. Sehingga kami lakukan pengawasan
secara bersamaan, maka dari itu kegiatan pengawasan
bersifat terpusat pada kecamatan tertentu dan tidak
menyeluruh. Tapi pada saat ada kegiatan, misalnya saya
izin ke kecamatan “x”. Maka, saya persilahkan untuk
mereka melakukan pengawasan lapangan dengan personel
yang ada. Ketika mereka menemukan objek IMB, maka
mereka menyampaikan laporan kepada saya, dan kami pun
berangkat menuju lokasi tersebut”. (Wawancara/Kamis, 05
Januari 2017/Pukul 14.16-15.23 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan pengawasan yang dilaksanakan oleh tim

Koordinator Pengawasan (Koorwas) dilakukan menggunakan 1

(satu) buah mobil kendaraan roda 4 (empat). Kegiatan pengawasan

ini dilakukan secara bersamaan dengan seluruh anggota tim

Koorwas, sehingga kegiatan pengawasan belum dapat dilakukan

secara menyeluruh. Ketika terdapat kegiatan pengawasan di lokasi

yang berbeda, maka petugas perlu membagi kegiatan dengan

anggota yang tersedia. Kegiatan tersebut pun dilakukan dengan

menggunakan kendaraan pribadi petugas Koorwas. Hal serupa

diungkapkan oleh anggota Koordinator Pengawasan (Koorwas)

Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-4), mengenai

klasifikasi petugas pengawasan lapangan, yang menyatakan :

“Sejauh ini kami tidak ada pembagian tugas untuk ke


lapangan. Saat kegiatan peninjauan lapangan kami turun,
umumnya 3 orang dari 5 orang anggota. Tergantung
302

tingkat kesulitannya, kalau bentuknya kasus pengaduan,


maka kami harus turut serta dengan personel selengkap-
lengkapnya”. (Wawancara/Rabu,06 Januari 2017/Pukul
09.11-10.13 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa tidak terdapat klasifikasi petugas pengawasan dalam

kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota

Tangerang Selatan. Secara umum, sebanyak 1 (satu) orang ketua

koordinator dan 3 (tiga) orang petugas turut serta secara aktif dalam

setiap kegiatan pengawasan. Terlebih lagi dalam hal penanganan

kasus pengaduan, petugas berusaha untuk melaksanakan

pengawasan dengan jumlah personel secara keseluruhan yaitu

sebanyak 6 (enam) orang.

Pelaksanaan kegiatan penindakan dan penertiban atas

pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dilakukan apabila

perizinan bangunan tersebut tidak dapat diizinkan. Proses tindak

lanjut dari kondisi tersebut yaitu akan dilakukannya kegiatan

penyeegelan bangunan dan penertiban oleh Satuan Polisi Pamong

Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan. Namun, dalam kegiatan

penindakan dan penertiban tersebut, terdapat kendala yang dialami

oleh instansi tersebut dalam aspek sarana kendaran operasional.

Berkaitan dengan keterbatasan kendaran operasional, Kepala

Bidang Ketertiban Sarana Umum dan Sarana Usaha – Satpol PP

Kota Tangerang Selatan (I2-2), menyatakan :


303

“Itu mba, pengawasan di lapangan ya itu, salah satunya ya


sarana pendukung kita ya. Kalau ingin efektif ya tadi kan
jangan sampai ada “blocking” kendaraan, harus ada untuk
masing-masing bidang. Untuk monitoring kalau memang
ingin cepat, ya kendaraan patroli juga harus ditambah gitu.
Kendaraan yang ada jumlahnya, ya patroli mah yang kecil-
kecil itu untuk semua kegiatan Satpol PP. Tidak difokuskan
untuk masing-masing kegiatan, jadi kami meminjam ke
Bagian Umum untuk laporan”.(Wawancara/Senin, 12
Januari 2017/Pukul 09.08-10.33 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor Satpol PP Kota Tangerang Selatan)

Tabel 4.17
Jumlah Kendaraan Operasional
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tangerang Selatan
Tahun 2016

No Jenis Inventaris Jenis/Model Jumlah


1. Kendaraan Dinas
Pickup 5
Roda 4 (empat)
2. Kendaraan Dinas
Micro Bus 1
Roda 6 (enam)
3. Kendaraan Dinas
Light Truck 4
Roda 6 (enam)
4. Kendaraan Dinas
LX150cc 6
Sepeda Motor / Trail
Jumlah Total 16

(Sumber : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian, Satuan


Polisi Pamong Praja (Satpol) PP Kota
Tangerang Selatan, 2017)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa penyediaan sarana kendaraan untuk kegiatan patroli oleh

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan

belum memadai. Kendaraan patroli tersebut belum difokuskan bagi

masing-masing bidang dan seksi dalam pelaksanaan kegiatan.

Kegiatan patroli yang dilakukan selama ini berjalan secara umum,


304

mencakup seluruh obyek pengawasan dan penertiban yang

berkaitan dengan ketentraman dan ketertiban umum. Keterbatasan

kendaraan ini pun turut menghambat kegiatan penindakan laporan

temuan pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung

yang telah diterima dari BP2T Kota Tangerang Selatan. Hal serupa

diungkapkan oleh Kepala Seksi Sarana Usaha – Satpol PP Kota

Tangerang Selatan (I2-3), mengenai keterbatasan prasana dan sarana

penertiban, yang menyatakan :

“Jadi untuk tim monitoring kami butuh, seperti kendaraan


patroli yang mobilnya harus sehat, sejuah ini memang
sudah ada tapi masih umum. Dan tapi itu kan kendaraan
sudah lama, khawatir begitu di jalan tol, mogook gitu kan,
dan sebagainya. Kendaraan itu sudah 5 (lima) tahun lebih,
atau minimal kalau tidak diganti ya harus dirutinkan untuk
kembali ke bengkel, untuk perbaikan. Kami juga butuh alat
segel misalkan, alat segel itu ada “police line”, ada
namanya papan segel, terus rantai gembok, gembok.
Banyak itu yang sudah digembok”. (Wawancara/Kamis, 12
Januari 2017/Pukul 14.02-15.17 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor Kantor Satpol PP Kota Tangerang
Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa selain jumlah sarana kendaraan patroli yang belum

memadai, terdapat kekhawatiran terhadap performa kendaran

tersebut. Kendaraan patroli yang tersedia saat ini sudah berusia

lebih dari 5 (lima) tahun. Hal ini pun menimbulkan kekhawatiran

munculnya berbagai macam kendala teknis ketika penyelenggaraan

kegiatan penertiban di lapangan. Selain itu, dalam kegiatan

penyegelan, Seksi Sarana Usaha mengalami keterbatasan terhadap


305

ketersediaan beberapa sarana pendukung lainnya. Beberapa

diantaranya yaitu alat segel, papan segel, rantai gembok serta

gembok.

Gambar 4.16

Stiker Segel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota


Tangerang Selatan

(Sumber : Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP Kota Tangerang


Selatan, 2017)

4.3.1.7. Terkoordinasi dengan Aliran Kerja Organisasi

Setiap informasi yang berhubungan dengan pencapaian

tujuan organisasi, baik pada sektor pemerintah maupun swasta

perlu disampaikan kepada seluruh anggota organisasi terkait.

Informasi tersebut memiliki sumber yang beragam, baik informasi

yang berasal dari internal maupun eksternal organisasi. Beragam

informasi tersebut perlu dikelola secara terintegrasi, karena setiap

informasi yang diterima akan turut mempengaruhi arah kerja aliran

organisasi. Sistem koordinasi yang terintegrasi dalam kegiatan


306

pengawasan, diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

menetapkan resolusi pencapaian keberhasilan kegiatan pengawasan

secara faktual dan aktual. Terkoordinasi dengan aliran kerja

organisasi dalam pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

gedung di Kota Tangerang Selatan, bermaksud agar sistem

kegiatan pengawasan yang dilaksanakan dapat bersifat responsif

terhadap pergerakan arus informasi. Karena, setiap informasi dalam

kegiatan pengawasan IMB harus dipastikan telah terkoordinasi

dengan baik kepada seluruh personalia yang memerlukannya.

Setelah proses pengumpulan seluruh informasi yang

diperoleh dalam kegiatan pengawasan selesai dilakukan, maka

informasi tersebut akan dikoordinasikan kepada seluruh pihak

terkait. Tim Koordinator Pengawasan (Koorwas) akan melakukan

evaluasi laporan pengawasan tersebut serta menyusun ke dalam

bentuk laporan. Laporan tersebut kemudian akan disampaikan

kepada para pimpinan di Bidang Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan – BP2T Kota Tangerang Selatan. Berkaitan dengan

proses koordinasi internal Bidang Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan IMB, Ketua Koordinator Pengawasan (Koorwas) Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan

(I1-3), menyatakan :

“Bentuk koordinasi yang saya lakukan dengan pimpinan


dalam bentuk laporan berita acara disertai foto kegiatan.
Kalau dengan pak Kabid Pengawasan, Pengendalian dan
Pengaduan, disampaikan oleh pak Kasie. Sementara itu,
307

koordinasi antara sesama petugas pengawasan, kami bisa


lakukan dalam bentuk “coffe morning” di kantor, mengulas
kegiatan dengan koordinasi “non-formal”, dalam bentuk
oral. Namun, untuk bentuk formal, saya sudah menyediakan
surat-surat teguran yang sebelum mereka ke lapangan,
sudah saya persiapkan dan saya tandatangani.”.
(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 14.16-15.23
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa koordinasi dilakukan kepada seluruh pihak terkait

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di Bidang

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan. Bentuk koordinasi

yang dilakukan kepada para anggota tim Koordinator Pengawasan

(Koorwas) dilakukan melalui komunikasi non-formal pada saat

coffe morning. Untuk mempermudah proses koordinasi pun, Ketua

Koorwas telah menyertai dengan penyediaan surat teguran untuk

penindakan atas informasi pengawasan yang diperoleh tersebut.

Sementara itu, hasil evaluasi kegiatan pengawasan tersebut

dilaporkan kepada Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan dalam bentuk laporan berita

acara lapangan disertai foto kegiatan pengawasan. Hal serupa

diungkapkan oleh anggota tim Koordinator Pengawasan

(Koordinator Pengawasan), Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-4), mengenai bentuk koordinasi antar pegawai tim Koorwas

Bidang Pembangunan, yang menyatakan :


308

“Komunikasi antara pegawai tim kordinator pengawasan


bersifat terbuka, dan berjalan baik. Kami tidak
mengadakan kegiata rapat tertentu dengan jadwal tertentu.
Kami menjadikan pertemuan-pertemuan kami di dalam
ruangan sebagai pertemuan rapat. Bahkan ketika ada
kesulitan menghubungi salah satu petugas, maka petugas
lainnya perlu siaga untuk mengcover kegiatan pengawasan
tersebut. Terkadang, ketika kami melakukan kegiatan
pengawasan di lapangan dan saling berpapasan,
pengarahan terkait temuan pelanggaran kami dapati dari
beliau perlu kami tindaklanjuti segera”.(Wawancara/
Rabu,06 Januari 2017/Pukul 09.11-10.13 WIB/wawancara
tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang
Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bentuk komunikasi dan koordinasi yang dilakukan antar pegawai

tim Koordinator Pengawasan (Koorwas) berlangsung secara

terbuka. Proses koordinasi dilakukan secara non-formal di dalam

ruang kerja, tanpa melalui pertemuan rapat maupun jadwal tertentu.

Komunikasi antar pegawai tim Koorwas sejauh ini dirasa sudah

cukup baik, sehingga para pegawai mampu melakukan evaluasi

kegiatan pengawasan serta pengarahan secara terbuka dan

bertanggungjawab.

Setelah proses evaluasi pengawasan perizinan dilakukan

oleh internal selesai, informasi tersebut akan disampaikan kepada

pihak terkait lainnya. Salah satu pihak tersebut yaitu Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan. Kasus

pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diperoleh

tersebut akan diklasifikasikan, untuk kemudian dilakukan proses


309

tindak lanjut bagi masing-masing objek kegiatan. Apabila surat

teguran yang diberikan tidak mendapatkan tanggapan dari pemilik

bangunan, maka kasus tersebut akan dilimpahkan kepada Satpol

PP. Kasus tersebut akan menjadi informasi objek penertiban yang

akan dilakukan oleh Satpol PP Kota Tangerang Selatan. Berkaitan

dengan proses koordinasi kepada Satpol PP Kota Tangerang

Selatan, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan

Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-2),

menyatakan :

“Penyampaian informasi kepada Satpol PP terkadang tidak


sampai. Umumnya kendala yang dihadapi yaitu informasi
yang disampaikan harus berulang. Awalnya informasi
sudah sampai, tidak diterima di Satpol PP, selalu begitu.
Maka, pada akhirnya dalam setiap 1 kali/minggu, kami
sampaikan secara langsung data dan informasi temuan
kami untuk ditindaklanjuti”. (Wawancara/Kamis, 05
Januari 2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa koordinasi yang dilakukan dalam kegiatan pengawasan

untuk tahap penertiban dilakukan kepada Satuan Polisi Pamong

Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan. Penyampaian informasi

yang dilakukan dalam hal ini mengalami kendala, yaitu bahwa

informasi pengawasan yang disampaikan tidak diterima secara

menyeluruh kepada pihak Satpol PP. Sehingga, dilakukan sebuah

strategi koordinasi berupa pertemuan dalam rapat mingguan

bersama dengan seluruh pimpinan instansi di Kota Tangerang


310

Selatan, melalui agenda rapat Pengawasan Pembangunan

(Wasbang). Koordinasi yang dilakukan antara BP2T Kota

Tangerang Selatan melalui Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan tidak dilaksanakan secara rutin.

Kegiatan ini dilakukan hanya pada saat-saat tertentu, khususnya

dalam pengajuan permohonan dokumen Izin Mendirikan Bangunan

(IMB). Hal serupa diungkapkan oleh Ketua Koordinator

Pengawasan (Koorwas) Seksi Pengawasan, Pengendalian, dan

Pengaduan Bidang Pembanguna BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-

3), mengenai bentuk koordinasi eksternal pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung, yang menyatakan :

“Menurut pengamatan kami, kegiatan pembangunan


berlangsung sangat cepat, maka kami segera sampaikan
laporan kepada Satpol PP. Koordinasi yang dilakukan oleh
internal Seksi Wasdal Bidang Pembangunan dilakukan oleh
Kepala Seksi melalui kordinator tim, 3 koordinator wilayah
dan 1 koordinator pengawasan. Komunikasi yang kami
lakukan secara oral ada, namun memang laporan dalam
bentuk pembicaraan tentang kasus tersebut sifatnya
informasi saja. Koordinasi yang dilakukan secara
kedinasan, tidak ada pertemuan khusus antara BP2T
dengan Satpol PP. Pertemuan tersebut bisa dilakukan pada
kasus-kasus tertentu. Kami memiliki agenda pada setiap
hari Selasa untuk melakukan koordinasi. Kegiatan
koordinasi mingguan tersebut dihadiri oleh pimpinan”.
(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 14.16-15.23
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa bentuk koordinasi antara BP2T dengan Satpol PP Kota

Tangerang Selatan dilakukan melalui surat dan panggilan telepon


311

seluler. Para petugas pengawasan dari masing-masing instansi

tersebut pun saling menjalin komunikasi melalui panggilan seluler.

Komunikasi tersebut dilakukan untuk melakukan klarfikasi terkait

informasi lokasi bangunan tersebut. Informasi yang disampaikan

melalui surat terdiri dari lampiran foto serta alamat lengkap lokasi

pendirian bangunan.Koordinasi ini dilakukan sebanyak 2 (dua)

kali, yang terdiri dari koordinasi langsung antara instansi BP2T dan

Satpol PP Kota Tangerang Selatan, serta koordinasi dalam forum

rapat pimpinan secara umum. Forum rapat pimpinan tersebut

merupakan forum rapat Pengawasan dan Pengendalian

Pembangunan (Wasbang) Kota Tangerang Selatan. Koordinasi

yang dilakukan memang perlu beragam dan disesuaikan dengan

kondisi organisasi pengawasan. Hal serupa diungkapkan oleh

anggota Koordinator Pengawasan (Koorwas), Seksi Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan (I1-4),

mengenai koordinasi informal dalam kegiatan pengawasan, yang

menyatakan:

“Kami lakukan komunikasi secara personal melalui


penggilan seluler kepada petugas anggota di Satuan Polisi
Pamong Praja untuk mengkonfirmasi bahwa bangunan
tersebut belum ditindaklanjuti. Saya tidak mengetahui
apakah alporan yang kami sampaikan ditindaklanjuti
seluruhnya oleh Satpol PP. Ketika laporan temuan
pelanggaran bangunan kami sampaikan kepada Satpol PP,
masih terdapat bangunan yang belum ditindaklanjuti.Hal
tersebut sudah bukan menjadi kewenangan kami.Terkait
dengan bangunan-bangunan tertentu, kami lakukan
komunikasi non-formal dengan satpol pp sebagai bentuk
pengawasan. Hal ini dilakukan pada bangunan-bangunan
312

tertentu saja, seperti bangunan di jalan-jalan arteri, titik


kemacetan dan lain sebagainya”. (Wawancara/Rabu,06
Januari 2017/Pukul 09.11-10.13 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan))

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa proses komunikasi antara petugas pengawasan dilakukan

secara informal. Proses komunikasi yang berlangsung tersebut

dilakukan hanya terhadap bangunan-bangunan tertentu. Beberapa

bangunan tertentu tersebut diantaranya yaitu bangunan gedung

yang terletak di sepanjang jalan arteri, titik kemacetan dan lain

sebagainya. Koordinasi yang dilakukan ini merupakan bagian dari

proses tindak lanjut kegiatan pengawasan, dimana dalam hal ini

intensitas komunikasi pada hakikatnya sangat diperlukan.

Komunikasi tersebut baiknya bersifat terbuka, baik secara formal

maupun informal. Hal ini dikarenakan proses pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Tangerang Selatan bersifat

cukup luas dan kasusistik. Berkaitan dengan proses koordinasi

kegiatan penyegelan, Kepala Bidang Ketertiban Sarana Umum dan

Sarana Usaha – Satpol PP Kota Tangerang Selatan (I2-2),

menyatakan :

“Proses penyegelan melibatkan juga Satpol PP serta


PPNS. Pertemuan khusus antara Satpol PP dan BP2T
dalam hal tertentu, ada mba. Mereka inisiatif BP2T sendiri
yang ngundang ke kami. Kalau misalnya kasusnya rumit,
berarti antar Kepala Dinas gitu ya. Kalau perlu datang
untuk lebih jelas, kami datang, kalau hanya ini kami
telepon. Kalau memang ini rumit ya kami rapat, diundang
313

rapat koordinasi, gitu aja. Itu tentatif mba, koordinasinya


tadi itu mba, kalau misalnya perlu rapat ya rapat, karena
diawali dengan rutinitas rapat itu ya, kalau diantara
pimpinan setiap Selasa. Tapi itu biasanya menyangkut yang
khusus yang besar-besar. Biasanya yang dibahas di hari
Selasa itu yang bermasalah, ada aja kayaknya sih, ada aja
temuan-temuan itu. Hanya paling juga 2, 3, jarang saya
juga menemukan laporan pengaduan IMB itu”.
(Wawancara/Senin, 12 Januari 2017/Pukul 09.08-10.33
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor Satpol PP
Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa proses koordinasi yang dilakukan dalam kegiatan

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Tangerang

Selatan belum dilakukan secara rutin dalam pertemuan khusus.

Sebagaimana yang telah disampaikan oleh informan, bahwa

pertemuan dalam forum rapat khusus antara BP2T dan Satpol PP

dilakukan secara insidental dan tentatif.

Hal ini umumnya menyangkut permasalahan perizinan IMB

yang bersifat rumit, sehingga dibutuhkan adanya pengkajian secara

mendalam. Apabila permasalahan tersebut tidak dapat dikelola oleh

instansi pengawasan IMB terkait, maka hal ini akan disampaikan

sebagai bahan evaluasi dalam Rapim Pengawasan Pengendalian

Pembangunan Kota Tangerang Selatan. Permasalahan tersebut

umumnya terkait dengan kasus-kasus Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) pada pendirian bangunan skala besar. Jumlah yang diperoleh

bisa memang masih minim, yaitu bisa mencapai 2 (dua) hingga 3


314

(tiga) kasus dalam setiap pertemuan. Namun, dijelaskan bahwa

jumlah permasalahan IMB tersebut masih bersifat tentatif. Hal

serupa diungkapkan oleh Kepala Seksi Ketertiban Sarana Usaha –

Satpol PP Kota Tangerang Selatan (I2-3), mengenai urgensi

koordinasi dalam pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

gedung, yang menyatakan :

“Koordinasi dengan BP2T terkait dengan tahap


pelanggaran yang ekstra.Kalau kami hanya patroli, dan
ketika patroli kami juga tidak tahu kalau memang
bangunan ini sudah ada IMB nya atau tidak, kan tidak tahu.
Kalau skala besar kan, saya pikir, wah ini mungkin sudah
ada, jadi mungkin terlewati lah. Itu lah kelemahan, dan
kami akan lebih baik dari itu agar tidak terlewat. Ternyata
setelah ditanya, waktu ada patroli, beberapa bangunan
tersebut di akhir-akhir sudah jadi. Ketika kami patroli,
ternyata izinnya tidak ada gitu loh. Selain itu, beberapa
persoalan kami adakan rapat, biasanya BP2T yang
mengundang rapat Satpol PP. Jadi kami diundang masalah
pembangunan yang tidak berizin, atau yang sedang
dilakukan pembangunannya mereka melanggar dan
sebagainya, kami biasanya diundang oleh perizinan BP2T,
bukan Satpol pp saja yang diundang, ada Dinas Tata Kota,
kemudian ada dari instansi lain. Di kantor BP2T rapatanya
di sana. Jadi hasil rapat ini seperti apa “follow up”-nya”.
(Wawancara/Kamis, 12 Januari 2017/Pukul 14.02-15.17
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor Kantor
Satpol PP Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa lemahnya koordinasi internal antara BP2T dan Satpol PP

Kota Tangerang Selatan, menyebabkan terdapat beberapa kasus

pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung yang luput

dari pengawasan. Bangunan skala besar merupakan salah satu


315

bangunan yang menjadi prioritas dalam kegiatan pengawasan.

Namun, beberapa bangunan tersebut pun rupanya luput dari

pengawasan Satpol PP Kota Tangerang Selatan. Hal ini menuntut

perlunya koordinasi secara berkala antara seluruh pihak

pengawasan untuk mewujudkan keberhasilan dalam kegiatan

pengawasan. Sejauh ini, kegiatan koordinasi dalam bentuk rapat

hanya dilakukan pada proses penyeleseaian permasalahan IMB

bangunan gedung tertentu saja.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa

terdapat kegiatan rapat pimpinan melalui forum rapat Pengawasan

Pengendalian Pembangunan (Wasbang) di Kota Tangerang Selatan.

Hasil evaluasi kegiatan pengawasan perizinan bidang

pembangunan, termasuk diantaranya Izin Mendirikan Bangunan

(IMB), akan disampaikan melalui forum tersebut. Berkaitan dengan

koordinasi melalui Rapat Pimpinan (Rapim) Pengawasan

Pengendalian Pembangunan (Wasbang), Kepala Bidang

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan (I1-1), menyatakan :

“Koordinasi itu tadi ada rapat wasbang, selain itu tidak


ada, kita kan sudah rapat wasbang. Kami mungkin tindak
lain dengan surat tertulis. Rapat wasbang itu kami, rapat
Wasbang itu mengumpulkan hasil-hasil temuan. Di rapat
itu ada Satpol PP, SKPD Teknis, sama camat, gitu.
Misalnya mengawasi nya contohnya misalkan ada orang
mau membangun, ditanya ada ga IMB nya, kemudian kan
laporan ya, ada laporan mingguan, laporan mingguan
tersebut kita bawa ke Rapim (Rapat Pimpinan), rapat
pimpinan hari Selasa. Ada namanya rapat wasbang, jadi
hasil daripada pengawasan di lapangan kita laporkan tiap
hari selasa di rapat pimpinan, rapat wasbang gitu”.
316

(Wawancara/Rabu, 04 Januari 2017/Pukul 09.33-10.41


WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa koordinasi antara pimpinan dilakukan melalui Rapat

Pimpinan (Rapim) Pengawasan Pengendalian Pembangunan

(Wasbang), dilakukan pada hari Selasa di setiap minggunya. Forum

Rapim tersebut dihadiri oleh beberapa instansi pengawasan,

diantaranya yaitu BP2T, Satpol PP, SKPD Teknis, serta Camat di

Kota Tangerang Selatan. Rapat tersebut menjadi forum untuk

membahas hasil temuan lapangan masing-masing instansi.

Begitupun halnya yang dilakukan oleh Bidang Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota

Tangerang Selatan. BP2T Kota Tangerang Selatan juga turut

menyampaikan informasi kegiatan pengawasan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung yang dilakukan, serta secara bersama

membahas dan mendiskusikan beberapa bangunan gedung tertentu,

apabila perlu mendapat penindakan lebih lanjut oleh Pemerintah

Daerah Kota Tangerang Selatan.

Mengingat bahwa dalam proses penyelenggaraan bangunan

gedung, terdapat beberepa hal yang berkenaan dengan kajian

teknis. Maka, pada beberapa permasalahan yang muncul dalam

kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), diperlukan

adanya pembahasan kajian teknis. Namun, sebagaimana yang telah


317

dijelaskan sebelumnya, bahwa terdapat kendala yang dihadapi

terkait dengan kuantitas maupun kualitas Sumber Daya Manusia

(SDM) tim pengawasan. Berkaitan dengan koordinasi beberapa

kajian teknis, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-2), menyatakan :

“Karena saat ini kami masih memiliki kegiatan masing-


masing, sehingga tidak saling membantu dalam artian tidak
melakukan peninjauan lapangan secara bersamaan.
Mereka membantu dari sisi informasi, kalau kami
menanyakan sesuatu, mereka pasti memberikan respon.
Baik itu komunikasi melalui telepon seluler maupun kami
mendatangi langsung ke kantor yaitu dinas tata kota. Kami
lakukan pertemuan terjadwal setiap minggunya dalam 1
(satu) hari, yaitu pada hari Selasa. Pada hari Selasa
tersebut, berkumpulah seluruh kepada dinas yang dipimpin
oleh Bu Walikota atau Pak Wakil Walikota. Pertemuan
tersebut diadakan untuk membahas permasalahan ter-
“update” dalam kegiatan pengawasan pengendalian
pembangunan di Kota Tangerang Selatan. Kalau dengan
Satpol PP, kami juga bersama hadir dalam kegiatan
pertemuan hari selasa tersebut. Selain itu, kami juga
melakukan penyampaian melalui surat. Terkadang saat
pertemuan, kami tidak membawa lengkap beserta surat,
namun tetap kami coba sampaikan. Kelengkapan surat
kami lampirkan menyusul. Jadi, ketika terdapat temuan dan
perlu dilakukan penindakan, baik berupa eksekusi,
penindakan, dan lain sebagainya, tetap harus melibatkan
Satpol PP Kota Tangerang Selatan.”.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa terdapat keterbatasan koordinasi antara petugas pengawasan

BP2T Kota Tangerang Selatan dengan dinas teknis, dalam hal ini

yaitu Dinas Tata Kota Tangerang Selatan. Terdapat beberapa

kendala dalam mengelola informasi yang berkaitan dengan kajian


318

teknis, sehingga BP2T Kota Tangerang perlu melakukan koordinasi

dalam aspek kajian teknis yang bersifat rumit. Koordinasi yang

dilakukan sejauh ini bersifat kasuistik, dan proses komunikasi

dinilai berlangsung cukup baik. Selain itu, diperlukan adanya

koordinasi secara efektif melalui konsistensi penyampaian dan

evaluasi informasi hasil pengawasan yang telah disampaikan secara

berkala. Hal ini bertujuan sebagai bentuk supevisi, untuk

mengetahui sejauh mana proses penindakan dan pengelolaan

informasi pengawasan tersebut.

4.3.1.8. Fleksibel

Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang

didalamnya memuat kegiatan yang bersifat dinamis. Dalam

kegiatan manajerial, kerap dihadapi beberapa hal yang tidak sesuai

dengan perencanaan. Maka untuk menyikapi hal tersebut,

diperlukan adanya fleksibilitas dalam penyelenggaraan fungsi

pengawasan. Fleksibilitas dalam pengawasan dapat ditafsirkan

bahwa kegiatan pengawasan harus mempunyai fleksibilitas untuk

memberikan tanggapan atau reaksi, terhadap ancaman maupun

kesempatan dari lingkungan.

Pada beberapa kasus yang dikelola oleh tim Koordinator

Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tersebut, muncul

beberapa konflik. Konflik tersebut salah satu diantaranya


319

bersumber dari following up pelayanan pengaduan masyarakat.

Sebagaimana yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya,

bahwa tim pengawasan juga memfasilitasi pelayanan pengaduan

masyarakat. Berkaitan dengan konflik yang terjadi dalam

pelayanan pengaduan masyarakat, Kepala Seksi Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota

Tangerang Selatan (I1-2), menyatakan :

“Pada beberapa kasus kami banyak lakukan mediasi,


dengan menghadirkan 2 (dua) pihak yang berseteru.
Dimana salah satu pihak tersebut dirugikan, dan 1 (satu)
pihak lainnya diuntungkan. Diuntungkan dalam hal ini
yaitu bahwa pihak tersebut terlibat dalam transaksi jual
beli. Untuk rumah tinggal di kawasan perumahan, saya
mohon bantuan kepada pihak developer untuk menegur.
Developer BSD, Bintaro, Alam sutera, mereka memiliki tim
keamanan, peneguran segala macamnya itu ada. Jika
mereka tidak dapat mengatasi, barulah kami ambil alih.
Developer tersebut bertanggungjawab terhadap lahan yang
memang fasos fasumnya belum diserakan kepada pemda”.
(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 10.02-11.30
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa beragam upaya ditempuh oleh petugas tim Koordinator

Pengawasan (Koorwas) Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan,

dalam menyikapi berbagai reaksi akibat pengawasan. Pelayanan

laporan pengaduan yang dikelola sebagai bentuk pengawasan

eksternal pun turut memicu berbagai konflik. Sebagai salah satu

upaya dalam menyikapi hal tersebut, petugas melakukan proses


320

media antara pihak pelapor dan terlapor. Selain itu, dalam kegiatan

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada kawasan

tertata, tim Koorwas memberikan kewenangan lebih kepada

pengelola kawasan (developer). Pengelola kawasan tersebut

memiliki kewenangan dan tanggungjawab untuk menjaga

ketertiban dan keselarasan dalam penyelenggaraan bangunan

gedung, serta penataan ruang dan wilayah pengembangannya.

Beberapa pemilik bangunan yang datang memenuhi

panggilan atas teguran yang diberikan menyampaikan keluhan,

bahwa bangunan miliknya telah melakukan proses permohonan

izin. Ketika dilakukan proses identifikasi dan klarifikasi, diperoleh

informasi bahwa berkas yang dimohonkan tersebut ditolak, atau

tidak sampai kepada Seksi Pelayanan Perizinan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan. Permasalahan

semacam ini umumnya dialami oleh beberapa pemohon Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) yang menggunakan jasa perantara.

Mengenai upaya antisipatif mengatasi kekeliruan pengawasan

akibat jasa perantara, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-2), menyatakan :

“Unsur perantara dalam IMB ini masih menjadi hambatan.


Namun, dikarenakan belum terdapat peraturan yang
melarang di Indonesia, kami pun tidak bisa melarang. Tapi
kasus yang keliru itu biasanya yaitu karena
ketidakprofesionalan perantara”. (Wawancara/Kamis, 05
321

Januari 2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut


dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Bedasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa petugas Koordinator Pengawasan (Koorwas) Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan –

BP2T Kota Tangerang Selatan, tidak memiliki kewenangan untuk

melakukan pelarangan terhadap penggunaan jasa perantara. Hal ini

disebabkan karena belum terdapatnya peraturan hukum yang

mengatur mengenai hal tersebut. Menurut informan tersebut,

kekeliruan ini terjadi pada umumnya disebabkan oleh rendahnya

tingkat profesionalitas beberapa jasa perantara tersebut. Hal serupa

diungkapkan oleh Ketua Koordinator Pengawasan (Koorwas) Seksi

Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pengaduan –

BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-3), mengenai yang menyatakan :

“Jasa perantara ini biasanya mengurus izin saja, mereka


tidak punya pengetahuan terkait dengan kajian teknisnya.
Jadi, terkadang saat berkas sudah diurus, dan ternyata
melebihi ketentuan teknis, tiba-tiba mereka tidak
melanjutkan. Bahkan ada juga yang tidak koordinasi lagi ke
pihak pemilik bangunan gedung. Jadi, saat pemilik kami
berikan teguran, mereka bilang, “Pak, saya sudah
mengurus izin, tapi dengan si “x”. Saat kami cek di data
base, ternyata tidak ada berkasnya”. (Wawancara/Kamis,
05 Januari 2017/Pukul 14.16-15.23 WIB/wawancara
tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang
Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa proses pendirian bangunan di Kota Tangerang Selatan juga

dipengaruhi oleh kompetensi masing-masing jasa perantara.


322

Mengingat, bahwa mayoritas penduduk Kota Tangerang Selatan

merupakan kaum urban, maka tidak heran bahwa beberapa diantara

pemohon, menggunakan jasa perantara dalam pengurusan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung. Namun, minimnya

kompetensi jasa perantara ini juga turut meningkatkan jumlah

pendirian bangunan gedung tanpa dilengkapi dokumen Izin

Mendirikan Bangunan (IMB). Hal ini pun turut meningkatkan

beban kerja petugas tim Koordinator Pengawasan (Koorwas) dalam

penyelenggaraan kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) gedung di Kota Tangerang Selatan.

4.3.1.9. Bersifat sebagai Petunjuk dan Operasional

Kegiatan pengawasan yang diselenggarakan tentunya perlu

diupayakan agar dapat terselenggara secara efektif dan efisien.

Sistem pengawasan efektif harus menunjukkan, baik deteksi atau

deviasi dari standar, tindakan koreksi apa yang seharusnya diambil.

Sistem pengawasan harus menjadi pengarah dalam menentukan

tindakan korektif yang perlu dilakukan atas penyimpangan yang

terjadi. Begitu pun halnya pada pelaksanaan pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan gedung di Kota Tangerang

Selatan. Pengawasan IMB bangunan gedung yang dilaksanakan

harus mampu menunjukkan berbagai kekeliruan yang terjadi

selama berlangsungnya proses pengawasan IMB tersebut.


323

Berkaitan dengan pengarahan dalam pengawasan IMB bangunan

gedung, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan

Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-2),

menyatakan :

“Kalau kami mendapatkan pemilik bangunan yang


melakukan pelanggaran, memang kami lakukan peneguran.
Tetapi, melalui teguran yang kami berikan, kami
mengarahkan kepada pemilik bangunan tersebut untuk
mengurus perizinan IMB”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari
2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa proses pengawasan yang dilakukan meliputi adanya

pengarahan kepada pemilik bangunan untuk memenuhi

kelengkapan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung. Peneguran

dilakukan sebagai salah satu upaya dalam mengidentifikasi pemilik

bangunan atas pelanggaran izin yang dilakukan. Hal serupa

diungkapkan oleh Ketua Koordinator Pengawasan (Koorwas),

Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-3), mengenai

pengarahan dalam pengawasan IMB bangunan gedung, yang

menyatakan :

“Kami tegur mereka selama proses pendirian bangunan


berlangsung, tetapi memang terkadang kami tidak menemui
pemilik bangunan di lokasi tersebut. Sehingga, informasi
pelanggaran tersebut tidak dapat kami prose. Kami tidak
bisa melakukan pemanggilan kepada pemilik bangunan
tersebut”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul
324

14.16-15.23 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor


BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa informasi yang diperoleh dalam pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) belum mampu dikelola secara

optimal. Terdapat beberapa bangunan yang tidak diawasi secara

langsung oleh pemilik/pengelola, sehingga pengawas tidak

menemui siapapun ketika melakukan peninjauan lapangan. Hal ini

menjadi kendala terhadap proses identifikasi pemilik bangunan

gedung melalui proses pemanggilan.

Tabel 4.18
Rekapitulasi Surat Teguran dalam Pengawasan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) Bangunan Gedung di Kota
Tangerang Selatan Tahun 2015-2016
Tahun
No Jumlah Peneguran
2015 2016
1. Diketahui Identitasnya 126 125
2. Belum Diketahui Identitasnya 182 270
Jumlah 308 395
(Sumber : Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang
Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan, 2017)

Berdasarkan Tabel 4.18 tersebut di atas, diketahui bahwa

jumlah teguran yang tidak dilengkapi dengan identifikasi pemilik

bangunan gedung terdapat sebanyak 59,1% (per seratus) pada

tahun 2015. Begitu pun halnya yang terjadi pada kegiatan

peneguran di tahun 2016, julah tersebut mengalami peningkatan


325

yaitu sebesar 68,35% (per seratus). Hal ini menunjukkan, bahwa

terdapat kelemahan dalam proses pemanfaatan informasi

pengawasan yang diperoleh. Informasi pengawasan tersebut belum

dapat menjadi penunjuk dalam operasional kegiatan pengawasan.

Penerbitan papan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan

papan stop Surat Perintah Penghentian Pelaksanaan Pendirian

Bangunan (SP4B), menjadi salah satu kelengkapan dalam kegiatan

pengawasan. Namun, kelengkapan papan tersebut belum digunakan

secara optimal oleh pemilik bangunan gedung. Berkaitan dengan

belum efektifnya penggunaan papan IMB dan SP4B dalam

pengawasan, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan

Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

(I1-2), menyatakan :

“Ketika kami melakukan peninjauan lapangan atas laporan


pengaduan masyarakat, kami dapati beberapa pemilik
bangunan tersebut telah memiliki izin. Kami dapati bahwa
mereka tidak menyertakan papan IMB di lokasi bangunan
tersebut. Sehingga, ketika kami melakukan peneguran,
ternyata mereka sudah memiliki IMB. Kalau papan SP4B
itu sama juga, ketika mereka tidak dipasang, mereka bisa
tetap aman melaksanakan pembangunan”. (Wawancara/
Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 14.16-15.23 WIB/
wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa terdapat bangunan gedung yang tidak melakukan

pemasangan papan IMB dan juga SP4B. Papan tersebut merupakan


326

alat yang menjadi informasi dalam pelaksanaan pengawasan.

Namun, papan yang tidak dipasang tersebut menjadi salah satu

kendala dalam kegiatan pengawasan, sehingga pengawas IMB

perlu melakukan peneguran kembali kepada non-obyek IMB.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui bahwa

terdapat alasan yang dilakukan atas adanya tindakan tidak

dipasangnya papan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau SP4B

oleh pemilik bangunan gedung. Berdasarkan informasi yang

diperoleh tersebut di atas, diketahui bahwa adanya kegiatan

penyimpangan yang dilakukan oleh oknum yang mengaku sebagai

anggota dari organisasi masyarakat tertentu. Oknum tersebut

melakukan pemungutan biaya kepada pemilik bangunan. Sehingga,

dalam proses pendirian bangunan tersebut, pemilik bangunan

melakukan pemberian uang koordinasi untuk terjaga dari

keberadaan oknum tersebut.

Hasil kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah

daerah juga perlu menjadi informasi yang mampu mengarahkan

masyarakat selaku objek IMB. Namun sejauh ini, beberapa

masyarakat mengalami kesulitan untuk menginterpretasikan

informasi tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, Ketua Rukun

Tetangga (RT) 005, Kel. Pondok Kacang Barat (I3-2), mengenai

penerimaan informasi teguran hasil pengawasan, yang menyatakan:

“Bangunan itu bangunan rumah tinggal, lokasinya di


pinggir jalan. Saya ditegur Satpol PP, jujur saja saya
327

belum berpengalaman di bidang itu, dan saat itu juga baru


menjabat ketua lingkungan. Setelah itu saya diberi arahan
oleh Satpol PP bahwa kalau ada yang akan mendirikan
bangunan harus dilengkapi izinnya, saya diberi blanko dan
diminta untuk memperbanyak. Mereka menegur bagus sih,
saya yang awalnya tidak tahu, jadi tahu. Ada beberapa
oknum ormas, ketika ada yang mendirikan bangunan atau
memperbaiki jalan, terkadang mereka memintakan
uang”.(Wawancara/Selasa, 22 Agustus 2017/Pukul 08.18-
09.15 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Rumah
Tinggal, Kec. Pondok Aren - Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan pengawasan yang dilakukan telah memberikan

manfaat dan pengetahuan sebagai petunjuk kepada masyarakat.

Dalam hal ini, informan selakuk ketua RT mendapatkan arahan

untuk turut mendukung penyelenggaraan IMB. Namun, dalam hal

ini diperlukan adanya pengarahan secara intesif, sehingga seluruh

masyarakat memiliki kemampuan untuk turut mengawasi

penyelenggaraan IMB bangunan gedung. Hal ini akan mampu

meningkatkan responsivitas masyarakat dalam mengelola informasi

yang diterima berkaitan dengan IMB, khususnya tokoh masyarakat

sebagai aparatur tingkat kewilayahan. Hal serupa diungkapkan oleh

Pemilik Bangunan Gedung Hunian (I4-1), mengenai perlu adanya

pengarahan secara intensif sebagai optimalisasi kegiatan

pengawasan, yang menyatakan :

“Saya mendatangi BP2T, kemudian diberikan surat


pengantar untuk membangun. Memang tidak ribet, memang
mudah prosesnya. Hanya memang disana diminta harus
membuat gambar dengan ketentuan tertentu. Waktu saya
untuk mengurus hal-hal tersebut tidak ada, jadi saya
328

meminta bantuan kepada jasa perantara. Tapi perasaannya


aneh saja, kenapa perlu dilakukan pembuatan ulang IMB.
Ternyata mereka menyampaikan bahwa hal tersebut
berkaitan dengan pajak. Kalau bangunan lama pajaknya
sekian, sedangkan bangunan baru pajaknya jadi sekian.
Ketika saya datang ke kantor BP2T, saya diberikan
penjelasan seperti itu. Saya tidak mengetahui juga, ya
sudahlah. Karena sebenarnya banyak sih yang sebelum-
sebelumnya, mereka merenovasi tetapi tidak harus merubah
IMB”. (Wawancara/Minggu, 28 Oktober 2017/Pukul 13.37-
14.42 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T
Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa teguran yang diterima oleh pemilik bangunan sebagai

bentuk pengawasan belum disertai dengan pengarahan secara

intensif. Pengarahan yang diterima merupakan salah satu araha

yang diberikan guna meningkatkan keinginan masyarakat untuk

mengajukan permohonan IMB. Namun, pengarahan yang tidak

dilakukan secara berkala tersebut memberikan peluang kepada jasa

perantara untuk turut terlibat dalam pengajuan IMB Bangunan

Gedung. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa

proses IMB berkenaan dengan penerapan aspek administratif dan

teknis. Aspek teknis yang disertakan dalam izin ini membutuhkan

adanya pengarahan guna peningkatan wawasan masyarakat untuk

terlibat dalam pengajuan IMB bangunan gedung secara optimal.

Maka, diperlukan adanya pengarahan dan pengawasan secara

berkala kepada subyek IMB agar pemilik bangunan gedung dapat

melalui seluruh proses secara optimal.


329

4.3.1.10. Diterima para Anggota Organisasi

Sistem pengawasan yang dilakukan tentunya harus mampu

mengarahkan pelaksanaan kerja para anggota organisasi dengan

mendorong perasaan otonomi, tanggungjawab dan berprestasi. Hal

ini juga berkaitan dengan kegiatan pengawasan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung di Kota Tangerang Selatan. Kegiatan

pengawasan yang dilakukan oleh pengawas tersebut harus mampu

mengarahkan masyarakat selaku subyek IMB bangunan gedung.

Setiap masyarakat yang mendirikan bangunan gedung memiliki

kewajiban untuk memenuhi kelengkapan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) bangunan gedung tersebut. Berkaitan dengan

pemberian surat teguran, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian

dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang

Selatan (I1-2), menyatakan :

“Ketika teguran kami berikan, masyarakat itu ada saja


yang melakukan penolakan. Seperti tidak hadir ketika
pemanggilan, dan juga tidak mengakui melakukan
pelanggaran. Bahkan ada beberapa kasus pengaduanyang
sampai diproses hingga tingkat persidangan. Kalau
mereka gagal mediasi, ya mau tidak mau perlu sidang”.
(Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 10.02-11.30
WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T Kota
Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa terdapat beberapa pemilik bangunan gedung yang

melakukan penolakan terhadap teguran yang diberikan. Penolakan


330

tersebut terjadi dalam beragam bentuk, baik melalui ketidakhadiran

dalam pemanggilan, ataupun melalui berbagai alasan lainnya.

Beberapa kasus pengaduan yang dilaporkan oleh masyarakat

terhadap Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung juga harus

menempuh proses persidangan. Hal ini dikarenakan adanya

kegagalan yang dilakukan dalam berlangsungnya proses mediasi.

Hal serupa diungkapkan oleh Ketua Koordinator Pengawasan

(Koorwas), Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan

Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan (I1-3),

mengenai penolakan terhadap kegiatan pengawasan, yang

menyatakan :

“Kami berkomunikasi dengan pihak “developer”, baik


melalui surat, telepon seluler. Jika memang mereka gagal
dalam mengakomodasi, maka kami melakukan penindakan
di lapangan. Bangunan yang alih fungsi memang sejak
awal kami lakukan penolakan berkas. Terkadang kami juga
harus berhadapan dengan aparat, kami dicurigai sebagai
oknum. Maka untuk menghindari hal itu kami melakukan
pemanggilan kepada pemilik bangunan untuk proses
identifikasi di kantor. Saat ada bangunan yang terindikasi
tidak berizin, kemudian kami tegur, ternyata di lokasi hanya
ada mandor/tukang. Maka, kami tetap sampaikan surat
tersebut kepada pihak yang ada di lokasi. Hanya memang
terkadang surat teguran itu tidak sampai juga kepada
pemilik bangunan. Jadi, ketika pemanggilan di kantor
pemilik bangunan tidak hadir. Kalau pun mandor yang
hadir, mereka mengatakan bahwa tidak mengetahui apa-
apa”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari 2017/Pukul 14.16-
15.23 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor BP2T
Kota Tangerang Selatan)
331

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa keberadaan tim pengaman pada beberapa bangunan gedung

skala besar menghambat proses identifikasi petugas pengawasan

terhadap pengelola bangunan gedung tersebut. Beberapa kali ketika

kegiatan peninjauan lapangan dilakukan, petugas pengawasan pun

sempat dicurigai sebagai oknum. Untuk menghindari adanya

persepsi negatif serta untuk mempermudah proses interview

pemilik/pengelola bangunan gedung, maka proses koordinasi

dilakukan melalui peneguran dan proses pemanggilan. Proses

pemanggilan tersebut dilakukan terhadap pemilik bangunan, untuk

dapat hadir di ruang kantor BP2T Kota Tangerang Selatan pada

waktu yang telah ditentukan di dalam surat teguran. Kondisi ini

menjadi salah satu penghambat berlangsungnya proses komunikasi

antara pemerintah daerah melalui BP2T Kota Tangerang Selatan

dengan pemilik/pengelola bangunan gedung tersebut.

Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Bangunan

Gedung dilakukan juga terhadap pemilik bangunan gedung di

kawasan hunian non tertata. Sebagaimana yang telah disebutkan

sebelumnya, bahwa pemilik bangunan di kawasan hunian tertata

belum turut berpartisipasi secara optimal dalam implementasi Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan gedung. Berkaitan dengan

minimnya partisipasi masyarakat pemilik bangunan di kawasan

hunian tertata terhadap Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan


332

gedung, Ketua Rukun Tetangga (RT) 003, Kel. Pondok Kacang

Barat, Kecamatan Pondok Aren (I3-3), menyatakan :

“Kalau untuk membangun sebenarnya mereka kurang


memahami. Ada pandangan bahwa saya membangun di
tanah saya, kurang lebih seperti itu. Kecuali memang ada
pendatang, terkadang pendatang juga kalau tidak ditegur
langsung membangun saja. Andaipun sudah memahami,
ada persepsi, sulit sekali untuk mendirikan bangunan.
Terkadang pun yang dilihat adalah nilai rupiahnya, karena
memang sudah diketahui prosesnya membutuhkan biaya.
Mereka berfikir bahwa untuk mengurus IMB itu mahal.
Kalau pribumi di sini itu sepertinya hampir tidak ada yang
memiliki IMB. Kalau di sini yang punya IMB itu, pendatang
dia mendirikan bangunan kos-kosan.”.(Wawancara/Selasa,
22 Agustus 2017/Pukul 14.13-15.30 WIB/wawancara
tersebut dilakukan di Rumah Tinggal, Kec. Pondok Aren -
Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa masyarakat pemilik bangunan di kawasan hunian non-tertata

belum memberikan partisipasi secara baik dalam implementasi Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan gedung. Hal ini

dikarenakan, secara umum masyarakat hunian non-tertata tidak

bersedia melakukan pembatasan dalam pendirian bangunan gedung

sebagaimana yang ditetapkan melalui IMB tersebut. Hal serupa

diungkapkan oleh Tokoh Masyarakat Kecamatan Pamulang – Kota

Tangerang Selatan (I3-4), yang menyatakan :

“Kalau pribumi jarang yang memiliki IMB, biasanya yang


memiliki itu masyarakat pendatang. Kalau masyarakat
pribumi terkadang mereka belum patuh, ada pandangan
bahwa mereka pribumi”.(Wawancara/Kamis,19 Oktober
2017/ Pukul 14.13-15.30 WIB/wawancara tersebut
333

dilakukan di Rumah Tinggal, Kec. Pamulang - Kota


Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tesebut di atas, diketahui

bahwa secara umum kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) di kawasan non-tertata, didominasi oleh pemilik bangunan

usaha. Masyarakat umum belum memiliki partisipasi dalam

melakukan permohonan IMB bangunan gedung tersebut. Kegiatan

pengarahan dalam pengawasan melalui sosialisasi belum dilakukan

secara optimal. Sosialisasi yang dilakukan belum disampaikan

kepada seluruh masyarakat, sehingga kepatuhan masyarakat

terhadap IMB belu terpenuhi. Hal serupa diungkapkan oleh

Pengelola Bangunan Gedung Skala Menengah dan Kecil (I4-3),

yang menyatakan :

“Sebenarnya mereka tidak sulit, hanya memang terkendala


waktu, sibuk bekerja di kantor. Kalau mereka bekerja di
Jakarta, mereka tidak ada waktu. Di Kota Tangerang
Selatan umumnya masyarakat bekerja di Jakarta, seperti
itu”. (Wawancara/Selasa, 5 September 2017/Pukul 16.00-
17.30 WIB/wawancara tersebut dilakukan di Kantor
Sekretariat di Ruko Perkantoran BSD City, Kel. Rawa
Buntu –Kec. Serpong)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan pengajuan terkait Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) belum diselenggarakan secara optimal. Kegiatan pengajuan

IMB disertai adanya keterlibatan jasa perantara. Hal ini pun

terkendala dengan aktivitas umum masyarakat sebagai pekerja,


334

sehingga informasi dalam kegiatan sosialisasi tidak dapat dilakukan

secara optimal. Hal ini pun, mengingat bahwa kegiatan pelayanan

tersebut dilakukan bertepatan dengan hari-hari kerja. Penyediaan

pelayanan di hari Sabtu belum mampu menarik minta masyarakat

untuk meningkatkan kepatuhan terhadap IMB Bangunan Gedung.

Berkaitan dengan keterlibatan jasa perantara dalam pengajuan IMB

bangunan gedung,

Setelah pemberian surat teguran dilakukan kepada pemilik

bangunan, terdapat beberapa penyimpangan yang terjadi. Pendirian

bangunan gedung tersebut belum dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan tata ruang yang ditetapkan melalui Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) bangunan gedung. Pemberian surat teguran dan

papan penyetopan rupanya belum memberikan efek jera kepada

masyarakat. Berkaitan dengan kepatuhan masyarakat terhadap surat

teguran yang diberikan, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian

dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang,

menyatakan :

“Setelah kami lakukan pemberhentian pembangunan


melalui penerbitan SP4B, masyarakat memang masih ada
yang mendirikan bangunan juga. Apalagi kalau
pengawasan memang tidak intensif ya. Kadang papan stop
itu tidak terpasang, dengan alasan hilang. Ya, memang ada
saja yang seperti itu”. (Wawancara/Kamis, 05 Januari
2017/Pukul 10.02-11.30 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)
335

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa masyarakat pemilik bangunan gedung yang terindikasi

melakukan pelanggaran terhadap Izin Mendirikan Bangunan

(IMB), belum mematuhi peringatan berupa teguran yang diberikan.

Pemilik bangunan gedung tersebut tetap melaksanakan kegiatan

pembangunan, meskipun telah diberikan surat teguran. Bahkan,

beberapa pemilik bangunan melakukan pencopotan papan Surat

Perintah Penghentian Pelaksanaan Pembangunan (SP4B). Hal ini

tentunya merupakan sebuah pelanggaran, karena papan tersebut

merupakan bagian dari kelengkapan dalam pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB). Hal serupa diungkapkan oleh Ketua

Koordinator Pengawasan (Koorwas), Seksi Pengawasan,

Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T Kota

Tangerang Selatan (I1-3), mengenai pelaksanaan pendirian

bangunan setelah penerbitan SP4B, yang menyatakan :

“Pendirian bangunan memang masih dilakukan ketika kami


menerbitkan papan stop SP4B itu. Banyak juga yang tidak
melanjutkan untuk mengurus izin. Tapi untuk selanjutnya
menjadi kewenangan Satpol PP”. (Wawancara/Kamis, 05
Januari 2017/Pukul 14.16-15.23 WIB/wawancara tersebut
dilakukan di Kantor BP2T Kota Tangerang Selatan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, diketahui

bahwa kegiatan pendirian bangunan setelah penerbitan Surat

Perintah Penghentian Pelaksanaan Pembangunan Bangunan (SP4B)

masih kerap terjadi. Namun, dalam hal ini Badan Pelayanan


336

Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan memiliki

keterbatasan kewenangan. Hal ini dikarenakan kegiatan penindakan

atas pelanggaran tersebut menjadi kewenangan dari Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan.

Pelimpahan wewenang atas pengawasan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) tersebut, memang menjadi salah satu hambatan

dalam optimalisasi pengawasan. Petugas pengawasan perlu

melakukan pengarahan secara optimal kepada seluruh pihak yang

terlibat. Dukungan seluruh pihak tersebut merupakan kontribusi

yang berarti dalam proses pengawasan IMB bangunan gedung.

Bangunan yang telah disegel sudah seharusnya melakukan

penghentian kegiatan pembangunan. Maka, diperlukan upaya

pengawasan serta adanya kepatuhan masyarakat selaku anggota

organisasi untuk mematuhi ketentuan peraturan terkait Izin

Mendirikan Bangunan (IMB).

4.3.2. Analisis Penelitian tentang Hasil Penelitian

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah Izin yang diberikan oleh

Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan, yanng dimaksudkan

agar desain, pelaksanaan pembangunan dan bangunan, didirikan sesuai

dengan Rencana Tata Ruang yang berlaku di daerah tersebut. Setiap

bangunan yang didirikan perlu disesuaikan dengan peraturan yang

direpresentasikan melalui parameter tertentu. Beberapa parameter yang


337

digunakan dalam Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ini terdiri dari

Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB),

serta Ketinggian Bangunan yang ditetapkan dan sesuai dengan syarat-

syarat keselamatan bangunan yang menempati bangunan tersebut.

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dikategorikan ke dalam

perizinan tertentu. Perizinan tertentu merupakan kegiatan tertentu

Pemerintah Daerah dalam rangka peemberian izin kepada orang pribadi

atau Badan. Perizinan ini diselenggarakan dengan tujuan untuk melakukan

pembinaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian atas kegiatan

pemanfaatan ruang serta penggunaan sumber daya alam, barang prasarana,

sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan

menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga, setiap kegiatan tertentu

sebagaimana disebutka di atas, perlu mendapatkan izin melalui pemerintah

daerah setempat, salah satunya yaitu dalam kegiatan penyelenggaraan

bangunan gedung.

Bangunan gedung merupakan wujud fisik hasil pekerjaan

konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau

seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang

berfugsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, yang

disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung tersebut. Peningkatan jumlah

penduduk, khususnya di kawasan perkotaan, turut meningkatkan aktivitas

masyarakat serta kebutuhan terhadap pemanfaatan ruang dan bangunan

gedung. Untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan penyelenggaraan


338

bangunan gedung sebagaimana mestinya, masing-masing pemerintah

daerah di Indonesia, mengatur melalui penerapan kebijakan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB).

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tergolong ke dalam retribusi

perizinan tertentu, sehingga turut memberikan kontribusi kepada

pendapatan daerah. Maka dari itu, penerapan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) memerlukan adanya perhatian, karena hal ini tidak hanya

membantu dalam mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang daerah.

Namun, di sisi lain penerapan Izin Mendirikan Bangunan yang sesuai, baik

dalam aspek administratif maupun aspek teknis, berdampak positif bagi

daerah dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan dan otonomi

daerah yang selaras, berketahanan dan berkelanjutan.

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Tangerang Selatan

dilaksanakan sejak tahun 2010. Penerapan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) ini memberikan dampak positif bagi pemerintah daerah, baik dari

sisi penataan ruang maupun terhadap peningkatan pendapatan daerah Kota

Tangerang Selatan. Sejak berdirinya Kota Tangerang Selatan menjadi

daerah otonom, pertumbuhan investasi semakin meningkat. Beragam

fasilitas infrastruktur yang mumpuni semakin meningkatkan daya tarik dan

nilai investasi Kota Tangerang Selatan. Investasi di bidang properti,

perdagangan dan jasa menjadi salah invetasi yang prospektif bagi Kota

Tangerang Selatan sebagai daerah tujuan investasi.


339

Peningkatan aktivitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan

melalui pendirian bangunan gedung di Kota Tangerang Selatan, menuntut

diperlukannya pengendalian dan pengawasan secara prima oleh

pemerintah daerah. Maka, untuk mendukung hal tersebut, penerapan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) dapat menjadi salah satu intrumen yang

efektif, dalam mengendalikan kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung

di Kota Tangerang Selatan. H al ini dikarenakan IMB merupakan salah

satu persyaratan administratif berdirinya bangunan gedung.

Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada masyarakat

perlu disertai dengan pengawasan secara berkala, karena terdapat beberapa

bangunan gedung yang didirikan di Kota Tangerang Selatan mengalami

perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan gedung. Sedangkan, setiap

perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan gedung tersebut perlu

diikuti dengan pemenuhan persyaratan administratif dan persyaratan teknis

bangunan gedung baru, melalui proses penerbitan IMB baru atau revisi

IMB. Maka, IMB akan tetap berlaku selama bangunan gedung tersebut

berdiri dan tidak dilakukan perubahan bentuk dan fungsi bangunan.

Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada proses

penyelenggaraannya, memiliki beberapa permasalahan yang menjadi

kendala dalam penerapannya. Maka untuk mengetahui hal tersebut,

peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana Pengawasan

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di Kota Tangerang Selatan.

Peneliti menggunakan 10 (sepuluh) aspek yang menjadi parameter dalam


340

proses penelitian tentang pengawasan, yang dikemukakan oleh T. Hani

Handoko (2011:373-374). Sepuluh aspek tersebut diantaranya yaitu akurat,

tepat waktu, objektif dan menyeluruh, terpusat pada titik-titik pengawasan

strategik, realistik secara ekonomi, realistik secara organisasional,

terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi, fleksibel, bersifat sebagai

petunjuk dan operasional, dan diterima para anggota organisasi.

Berdasarkan seluruh hasil wawancara mengenai aspek akurat,

diketahui bahwa terdapat beberapa kekeliruan yang terjadi dalam

penerimaan dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diajukan

oleh pemohon izin. Kota Tangerang Selatan didominasi oleh penduduk

dengan aktivitas keseharian sebagai masyarakat perkotaan. Masyarakat

Kota Tangerang Selatan umumnya adalah penduduk commuter, dimana

sebagian besar dari mereka bekerja di luar Kota Tangerang Selatan. Hal ini

menyebabkan adanya keterbatasan yang dimiliki oleh pemohon izin dalam

mengikuti proses Izin Mendirikan Bangunan (IMB) secara konvensional.

Sehingga, terdapat beberapa pemohon izin, menggunakan jasa perantara

dalam proses pengajuan IMB tersebut.

Ketika tim Koordinator Wilayah (Koorwil) melakukan peninjauan

lapangan dalam pelayanan perizinan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

gedung, diketahui bahwa terdapat ketidaksesuaian antara kondisi di lokasi

pembangunan dengan berkas perizinan yang telah diajukan. Maka, hal ini

menjadi bagian dari pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Namun, perbaikan dalam kekeliruan ini membutuhkan proses dalam


341

penyelesaiannya. Hal ini dikarenakan dokumen perizinan yang diajukan

disampaikan melalui jasa perantara, sehingga terdapat kesulitan

komunikasi antara dalam proses revisi dokumen perizinan tersebut.

Terdapat beberapa dokumen tersebut yang mengalami penghentian di

tengah jalan, karena kurangnya dukungan jasa perantara dalam

menyelesaikan proses IMB tersebut.

Selain itu, masih adanya kekeliruan pada hasil peninjauan lapangan

dokumen permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) setelah

didisposisikan kepada Seksi Verifikasi dan Penetapan Bidang

Pembangunan. Kekeliruan tersebut disebabkan oleh adanya beberapa

berkas yang belum yang perlu diperbaiki, seperti penyesuaian peta jalan,

perhitungan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), akurasi lampiran foto,

serta beberapa perhitungan teknis lainnya. Terjadinya kekeliruan ini pun

menyebabkan perlu dilakukannya pengembalian berkas pemohon izin

kepada Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan, sebagai bagian dari proses verifikasi kondisi lapangan.

Kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung ini

juga melibatkan partisipasi masyarakat melalui pelayanan laporan

pengaduan. Namun, laporan pengaduan yang diterima oleh Koordinator

Pengawasan (Koorwas) belum terakomodasi secara tepat dan cermat.

Ditemukan adanya beberapa laporan pengaduan yang disampaikan

masyarakat tersebut tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan.

Kekeliruan ini diketahui setelah proses tindak lanjut atas laporan


342

pengaduan masyarakat dilakukan oleh tim Koordinator Pengawasan.

Kekeliruan ini terjadi umumnya apabila masyarakat selaku pihak pelapor,

tidak terlibat langsung dalam proses pendirian bangunan tersebut.

Sehingga, informasi yang disampaikan tersebut umumnya belum

diidentifikasi secara mendalam oleh pihak pelapor.

Mengenai aspek tepat waktu, peneliti memperoleh informasi bahwa

pengaturan waktu dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung belum dilakukan secara optimal. Hal

ini dikarenakan pelaksanaan kegiatan pengawasan belum dilengkapi

dengan ketentuan jadwal pelaksanaan kegiatan secara baku dan terstruktur.

Kegiatan pengawasan pra, masa dan pasca izin dan pembangunan, serta

pelayanan laporan pengaduan yang diselenggarakan oleh Koordinator

Pengawasan Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang

Pembangunan BP2T Kota Tangerang Selatan, belum dilaksanakan secara

teratur. Tim Koordinator Pengawasan (Koorwas) perlu melakukan

penyesuaian waktu dengan penindakan laporan pengaduan.

Selain itu, dalam proses pengumpulan, penyampaian dan evaluasi

informasi pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung di Kota

Tangerang Selatan, terkendala dengan adanya hari libur yang beriringan

dengan hari kerja. Pengawasan yang dilakukan umumnya dilaksanakan

pada hari Selasa, Rabu dan Kamis. Pada hari-hari tersebut, petugas

Koorwas melakukan penyisiran bangunan di lapangan. Namun, proses

pengawasan seringkali terkendala, apabila hari libur jatuh pada hari


343

Kamis. Karena waktu libur tersebut beriringan dengan hari libur akhir

pekan (weekend), umunya kegiatan pembangunan pun turut mengalami

penghentian sementara. Hal ini pun menyebabkan, pengawasan yang

umumnya terkonsentrasi pada pendirian bangunan skala besar, turut

dialihkan kepada bangunan lainnya yang beroperasi.

Proses pemanggilan dan klarifikasi peneguran oleh pemilik

bangunan gedung tidak dilaksanakan dengan tepat waktu. Hal ini

dikarenakan adanya kesulitan Setelah Koordinator Pengawasan

memberikan surat teguran kepada pemilik bangunan, maka pemilik

bangunan perlu memenuhi panggilan atas teguran tersebut. Pemilik

bangunan tersebut perlu hadir di kantor BP2T Kota Tangerang Selatan

untuk memberikan klarifikasi atas pelanggaran yang dilakukan. Waktu

yang ditentukan untuk proses pemanggilan dan klarfikasi ini yaitu

sebanyak 2 (dua) hari setelah surat teguran diberikan. Namun, ketika

waktu tersebut tiba, beberapa pemilik pemohon tidak dapat hadir untuk

memenuhi panggilan sesuai waktu yang ditentukan, karena pemilik

bangunan sedang tidak berada di tempat. Hal ini pun menyebabkan, perlu

dilakukannya penyesuaian agenda dan waktu kembali oleh Koordinator

Pengawasan (Koorwas) untuk melaksanakan kegiatan tersebut.

Selain itu, kegiatan penertiban bangunan atas pelanggaran Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) belum dapat dilakukan dengan segera.

Apabila surat teguran yang diberikan kepada pemilik bangunan tidak

diindahkan, maka BP2T Kota Tangerang Selatan berhak untuk


344

menyampaikan laporan pengawasan tersebut kepada Satpol PP. Namun,

ketika diperlukan adanya kegiatan penertiban, beberapa kegiatan tersebut

tidak dapat dilaksanakan. Hal ini dikarenakan belum dilakukannya

pengaturan jadwal secara efektif antara BP2T dan Satpol PP dalam

penertiban bangunan.

Mengenai aspek obyektif dan menyeluruh, peneliti melihat bahwa

kegiatan pengawasan pasca pembangunan yang dilakukan sejauh ini belum

optimal. Penyelenggaraan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

gedung terdiri dari pengawasan pra, masa dan pasca izin serta pengawasan

pra, masa dan pasca pembangunan. Namun, pengawasan pasca

pembangunan belum dapat dilakukan terhadap seluruh obyek bangunan

gedung. Sehingga, pengawasan pasca tersebut hanya dapat dilakukan

untuk pengawasan pendirian bangunan pada kawasan perumahan. Dimana

dalam hal ini, kawasan perumahan memiliki urgensi untuk pengawasan

tersebut, karena berkaitan dengan adanya pengawasan terhadap

ketersediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum.

Pengelolaan informasi laporan pengaduan belum dilakukan secara

optimal. Hal ini dikarenakan proses pengumpulan informasi pengaduan

tidak dilakukan secara komprehnsif dan obyektif. Setiap informasi yang

terkait dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan hal penting

dalam kegiatan pengawasan. Informasi tersebut dapat diperoleh dengan

beragam sumber maupun bentuk pelaporan. Informasi laporan pengaduan

terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang bersumber dari petugas


345

internal BP2T umumnya dilakukan dalam bentuk pelaporan lisan (oral

report) secara personal (personal observation). Laporan tersebut tanpa

disertai dengan adanya laporan tertulis, sehingga informasi yang diberikan

pun terkadang kurang jelas dan lengkap.

Selain itu, informasi yang bersumber dari masyarakat selaku pihak

eksternal organisasi pun terkadang memuat informasi yang tidak obyektif.

Hal ini dikarenakan terdapat beberapa dari pelapor yang tidak terlibat

langsung dalam kegiatan pendirian bangunan. Namun, hal ini dapat

diantisipasi melalui penyampaian laporan secara tertulis (written report).

Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya dalam menjaga obyektivitas

laporan pengaduan masyarakat tersebut. Maka, pihak pelapor diarahkan

untuk menyampaikan informasi pengaduan dengan disertai kelengkapan

identitas pribadi serta penjelasan atas dampak yang diterima akibat

kegiatan pembangunan yang dilaporkan tersebut.

Mengenai aspek realistik secara organisasional, peneliti melihat

bahwa pelaksanaan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum

didukung oleh dinas teknis secara optimal. Hal ini dikarenkan Dinas Tata

Kota selaku dinas teknis belum dapat terlibat secara penuh dalam kegiatan

pengawasan IMB tersebut. Kegiatan yang dilakukan dalam hal ini yaitu

terkait dengan adanya kegiatan peninjauan lapangan dan evaluasi perizinan

secara bersamaan. Sehingga, sejauh ini kegiatan pengawasan bersama

dinas teknis tersebut hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu.


346

Selain itu, jumlah personel yang bertugas dalam kegiatan

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung belum memadai.

Kegiatan pengawasan tersebut dilaksanakan oleh 3 kelompok Koordinator

Wilayah (Koorwas) dan 1 kelompok Koordinator Pengawasan (Koorwa).

Koorwil bertugas untuk mengawasi dokumen perizinan IMB yang

diajukan oleh pemohon, sehingga aktivitas kegiatan akan dipengaruhi

dengan banyak jumlah permohonan IMB yang diajukan kepada BP2T

Kota Tangerang Selatan. Koorwil tersebut terbagi ke dalam 3 (tiga)

wilayah dengan pembagian masing-masing mengawasi 2-3 wilayah

kecamatan.

Secara khusus untuk mengawasi seluruh kegiatan pengawasan baik

tahap pra, masa maupun pasca, hal ini dilakukan oleh Koordinator

Pengawasan (Koorwas). Koorwas tersebut bertugas mengawasi kegiatan

pengawasan perizinan serta pelayanan laporan pengaduan IMB di Kota

Tangerang Selatan. Koordinator Pengawasan (Koorwas) saat ini berjumlah

sebanyak 6 (enam) orang petugas, yang terdiri dari 1 (satu) orang ketua

dan 5 (lima) orang anggota. Sebanyak 6 (enam) orang petugas tersebut

bertugas untuk mengawasi 7 (tujuh) wilayah kecamatan di Kota Tangerang

Selatan. Sehingga, dengan jumlah yang ada saat ini kegiatan pengawasan

IMB belum mampu dilaksanakan secara optimal. Selain itu, Jika ditinjau

berdasarkan segi kompetensi, sejauh ini Sumber Daya Manusia (SDM)

petugas dalam kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

belum didukung dengan kapabilitas yang mumpuni. Hal ini dikarenakan


347

adanya kebutuhan terhadap kajian teknis perizinan dalam Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung.

Keterbatasan sarana pendukung dalam kegiatan pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) gedung ini juga menjadi kendala dalam

mewujudkan keberhasilan pengawasan. Sarana pendukung dalam kegiatan

pengawasan dan penertiban Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung

belum memadai. Hal ini dikarenakan saat ini baru tersedia 1 (satu) unit

mobil kendaraan dinas untuk tim Koorwas, dan 3 (tiga) unit mobil

kendaraan dinas untuk 3 (tiga) tim Koorwil. Selain itu, instansi Satpol PP

belum memiliki kendaraan khusus, serta alat segel yang belum memadai

dalam pelaksanaan kegiatan penertiban IMB.

Mengenai aspek terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi,

peneliti melihat bahwa koordinasi antara instansi BP2T dengan Satpol PP

Kota Tangerang Selatan belum berjalan optimal. Proses koordinasi antara

BP2T dan Satpol PP Kota Tangerang Selatan sudah berjalan dengan baik,

hanya saja belum adanya pertemuan rutin secara khusus untuk membahas

hasil evaluasi pengawasan yang telah dilakukan. Proses koordinasi

informasi pengawasan berjalan satu arah dan belum terintegrasi. Namun,

kegiatan koordinasi ini cukup terbantu dengan adanya Rapat Pimpinan

(Rapim) melalui forum rapat mingguan Pengawasan Pengendalian

Pembangunan (Wasdal). Hanya saja, kasus yang dibahas dalam pertemuan

rapat ini berfokus pada masalah tertentu yang bersifat besar dan mendesak.
348

Mengenai aspek fleksibel, peneliti melihat bahwa kegiatan

pengawasan pada bangunan di kawasan tertata belum berjalan optimal.

Pemerintah selaku pengawas Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum

memiliki fleksibilitas untuk melakukan peneguran dan penindakan

terhadap pelanggaran bangunan di kawasan tertata. Hal ini dikarenakan

bangunan di kawasan tertata menjadi kewenaangan pihak pengembang

kawasan untuk melakukan penataan. Selain itu, pemerintah daerah juga

mengalami keterbatasan dalam melakukan pengawasan terhadap

permohonan izin yang diajukan oleh jasa perantara. Karena jasa perantara

merupakan salah satu pihak yang diberikan kuasa atas proses pengajuan

izin. Namun, jasa perantara sejauh ini belum kooperatif dalam pengajuan

IMB. Sehingga, masih ditemukan adanya kekeliruan ataupun

penyalahgunaan kewenangan berupa kelalaian dokumen IMB\ tersebut.

Mengenai aspek bersifat petunjuk dan operasional, peneliti melihat

bahwa penerbitan papan IMB dan SP4B yang terhadap pemilik bangunan

belum efektif untuk menjadi petunjuk dalam pengawasan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) bangunan gedung. Hal ini dikarenakan beberapa pemilik

bangunan gedung memilih untuk tidak memasang plang yang diberikan.

Hal ini dikarenakan adanya penyalahgunaan informasi yang tercantum

dalam papan informasi tersebut. beberapa pemilik bangunan skala besar

bahkan mengalami pemerasan oleh beberapa oknum yang tidak

bertanggungjawab.
349

Mengenai aspek diterima anggota organisasi, peneliti melihat

bahwa masih terdapat penolakan yang dilakukan oleh masyarakat terkait

dengan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan gedung.

Pemilik bangunan yang melakukan penolakan terhadap pengawasan yang

dilakukan, mencoba untuk tidak mengindahkan teguran, melalui upaya

pendirian bangunan lanjutan. Begitu pun halnya, ketka masyarakat selaku

pihak pelapor tidak mendapatkan solusi dari mediasi, maka pihak pelapor

ada yang mengambil keputusan untuk melakukan proses pengaduan

lanjutan hikngga tahap persidangan. Hal ini menjadi salah satu konflik

yang timbul, apabil petugas pengawasan tidak mampu melaksanakan

pengawasan dengan optimal.

Tabel 4.19

Pembahasan dan Temuan Lapangan

No Aspek Temuan di Lapangan


1. Akurat 1. Terdapat kekeliruan yang terjadi dalam
penerimaan dokumen Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) gedung yang diajukan oleh
pemohon izin. Kekeliruan tersebut berkaitan
dengan adanya ketidaksesuaian antara kondisi di
lokasi pembangunan dengan berkas perizinan
yang telah diajukan. Hal ini dikarenakan adanya
dokumen perizinan yang diajukan melalui jasa
perantara, tanpa disertai akurasi data oleh
pemohon. Hal ini menimbulkan hambatan
ketika diperlukannya proses revisi dokumen
perizinan tersebut.
2. Adanya pengembalian berkas hasil pengawasan
oleh Seksi Verifikasi dan Penetapan kepada
Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Perizinan
Bidang Pembangunan. Hal ini dikarenakan
350

terdapat kekeliruan, atas hasil peninjauan


lapangan dokumen Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) gedung. Kekeliruan ini baik terkait
kekeliruan secara administratif maupun
kekeliruan secara teknis.
3. Adanya kekeliruan terhadap laporan pengaduan
dari masyarakat setelah proses peninjuan
lapangan oleh Koordinator Pengawasan
dilakukan. Hal ini dikarenakan informasi yang
disampaiakan tersebut belum diidentifikasi
secara mendalam oleh pihak pelapor.
2. Tepat Waktu 1. Pengaturan waktu dalam pengawasan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) gedung belum
dilakukan secara optimal.Hal ini dikarenakan
belum tersedianya kelengkapan ketentuan
jadwal pelaksanaan kegiatan pengawasan secara
baku dan terstruktur.
2. Proses pengumpulan, penyampaian dan evaluasi
informasi pengawasan IMB gedung terkendala
dengan adanya hari libur yang beriringan
dengan hari kerja. Hal ini dikarenakan pada
waktu tersebut, umumnya terdapat beberapa
pembanguann yang dihentikan sementara.
3. Proses pemanggilan dan klarifikasi peneguran
oleh pemilik bangunan gedung tidak
dilaksanakan dengan tepat waktu. Hal ini
dikarenakan pemilik bangunan tersebut tidak
dapat memenuhi panggilan sesuai dengan waktu
yang ditentukan. Sehingga, diperlukan
penyesuaian agenda dan waktu kembali untuk
pelaksanaan kegiatan tersebut.
4. Kegiatan penertiban bangunan atas pelanggaran
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum dapat
dilakukan dengan segera. Hal ini dikarenakan
belum dilakukannya pengaturan jadwal secara
efektif antara BP2T dan Satpol PP Kota
Tangerang Selatan dalam penertiban bangunan
gedung.
3. Obyektif dan 1. Kegiatan pengawasan pasca pembangunan
Menyeluruh belum berjalan optimal. Pengawasan pasca
351

umumnya difokuskan pada bangunan yang


didirikan pada kawasan perumahan tertata.
2. Pengelolaan informasi laporan pengaduan
belum dilakukan secara optimal. Hal ini
dikarenakan proses pengumpulan informasi
yang bersumber dari internal organisasi hanya
dilakukan secara pelaporan lisan (oral report)
dan pendekatan secara personal (personal
observation). Selain itu, adanya laporan
pengaduan dari masyarakat yang tidak memuat
laporan secara obyektif.
4. Terpusat pada Titik- 1. Pelaksanaan pengawasan Izin Mendirikan
Titik Pengawasan Bangunan (IMB) belum memusatkan perhatian
Strategik terhadap kegiatan alih fungsi bangunan pada
kawasan hunian tertata. Hal ini dikarenakan
perlunya kajian teknis secara mendalam
terhadap penyesuaian tata ruang daerah.
2. Pengawasan terhadap pendirian bangunan
gedung pada area sempada situ belum dapat
diakomodasi oleh BP2T Kota Tangerang
Selatan secara komprehensif. Hal ini
dikarenakan terbatasnya kewenangan BP2T
Kota Tangerang Selatan terhadap penataan situ.
Pelanggaran yang terjadi terhadap area situ
merupapkan kewengan pemerintah pusat.
5. Realistik secara 1. Biaya yang digunakan dalam kegiatan
Ekonomi penertiban bangunan gedung tanpa Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota
Tangerang Selatan belum memadai. Hal ini
dikarenakan belum adanya penyediaan anggaran
secara khusus untuk kegiatan tersebut. Kegiatan
hanya dapat dilakukan pada beberapa kasus
tertentu, dengan alokasi sebanyak 2 (dua)
kegiatan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan.
6. Realistik secara 1. Pelaksanaan pengawasan Izin Mendirikan
Organisasional Bangunan (IMB) gedung belum didukung oleh
dinas teknis secara optimal. Hal ini dikarenakan
Dinas Tata Kota Tangerang Selatan selaku dinas
teknis belum dapat terlibat secara penuh dalam
kegiatan pengawasan tersebut.
2. Jumlah personel yang bertugas dalam kegiatan
pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
gedung belum memadai. Hal ini dikarenakan
352

terbatasnya kemampuan instansi BP2T Kota


Tangerang Selatan untuk melakukan
penambahan jumlah pegawai.
3. Sarana pendukung dalam kegiatan pengawasan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum
optimal. Hal ini dikarenakan sarana yang
tersedia berupa kendaraan dan perlengkapan
segel belum memadai.
7. Terkoordinasi dengan 1. Proses koordinasi informasi antara BP2T dan
Aliran Kerja Satpol PP Kota Tangerang Selatan sudah
Organisasi berjalan dengan baik, hanya saja belum adanya
pertemuan rutin secara khusus untuk membahas
hasil evaluasi pengawasan yang dilakukan. Hal
ini dikarenakan proses koordinasi belum
dilakukan secara terstruktur dan terintegrasi.
8. Fleksibel 1. Adanya keterbatasan kegiatan pengawasan yang
dilakukan terhadap bangunan di kawasan terata.
Hal ini dikarenakan, adanya kewenangan
penataan bangunan di kawasan tertata, diberikan
terlebih dahulu kepada pengembang kawasan.
2. Adanya keterbatasan yang dimiliki BP2T dan
Satpol PP dalam mengakomodasi laporan
pengadu masyarakat. Hal ini dikarenakan
terdapat beberapa kasus yang perlu diproses
secara lebih lanjut, dimana hal ini bukan
menjadi kewenangan instansi tersebut. Salah
satunya yaitu kegiatan proses persidangan
pengadilan.
3. Kegiatan pengawasan dan penindakan terhadap
beberapa bangunan skala besar belum berjalan
optimal. Hal ini dikarenakan adanya
keterlibatan beberapa pihak ketiga seperti
organisasi masyarakat dalam penjagaan
bangunan tersebut.
9. Bersifat sebagai 1. Papan IMB dan SP4B yang diterbitkan oleh
petunjuk dan BP2T belum menjadi petunjuk dalam kegiatan
operasional pengawasan. Hal ini dikarenakan adanya
penyalahgunaan informasi yang tertera pada
papan tersebut, oleh beberapa oknum tidak
bertanggungjawab. Informasi tersebut
digunakan sebagai peluang komersial dan
intimidasi terhadap pemilik bangunan gedung.
10. Diterima anggota 1. Pemilik bangunan yang telah menerima
organisasi tindakan berupa teguran dan penyegelan, tetap
353

melanjutkan proses pendirian bangunan. Hal ini


dikarenakan belum adanya pemberian informasi
dan sosialisasi secara baik kepada masyarakat
terhadap manfaat kepemilikan IMB. Selain itu,
adanya biaya yang dikenakan dalam pengajuan
IMB menjadi salah satu pertimbangan
masyarakat, khususnya masyarakat dengan
penghasilan rendah.
2. Pengelolaan laporan pengaduan dan tahap
mediasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah
belum berjalan optimal. Hal ini dikarenakan
adanya penolakan dari masyarakat terhadap
hasil mediasi yang diperoleh, serta adanya
keterbatasan BP2T dalam mengakomodasi
laporan pengaduan secara berkala.
(Sumber : Peneliti, 2018)
354

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan, maka

penyimpulan akhir tentang Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

di Kota Tangerang Selatan belum diselenggarakan dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyimpulkan bahwa :

Dalam aspek akurat, informasi yang diperoleh dalam proses

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung belum sepenuhnya

tepat dan akurat. Masih terdapatnya kekeliruan berupa ketidaksesuaian

informasi perizinan, baik yang diajukan oleh pemohon, maupun atas hasil

pengawasan Koordinator Wilayah (Koorwil). Selain itu, petugas

Koordinator Pengawasan (Koorwas) juga mengalami kesulitan, dalam

penerimaan informasi pengaduan terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

gedung. Hal ini dikarenakan adanya beberapa laporan pengaduan yang

disampaikan oleh masyarakat, dimana baru diketahui keakuratannya

setelah proses peninjauan lapangan terhadap laporan pengaduan dilakukan.

Dalam aspek tepat waktu, proses pengawasan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) gedung, tidak disertai dengan kelengkapan pengaturan

jadwal kegiatan secara baku dan terstruktur. Hal ini menyebabkan,

munculnya hambatan dalam pengelolaan informasi pengawasan yang

diperoleh Koordinator Pengawasan terkait dengan waktu penyelesaian

354
355

kegiatan pengawasan. Begitu pun halnya yang terjadi pada kegiatan

penertiban bangunan atas pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

gedung. Sehingga kegiatan penertiban bangunan tersebut tidak dapat

dilakukan dengan segera. Selain itu, kegiatan pengawasan juga terkendala

pada hari-hari libur yang berdekatan dengan hari libur akhir pekan

(weekend). Sehingga, pelaksanaan kegiatan pengawasan dialihkan pada

pendirian bangunan gedung yang beroperasi seperti biasanya.

Dalam aspek obyektif dan operasional, kegiatan pengawasan dalam

tahap pasca pembangunan belum diselenggarakan secara optimal. Hal ini

dikarenakan, kegiatan pengawasan tahap ini hanya difokuskan pada

bangunan yang didirikan pada kawasan tertata, atau bangunan yang

memiliki kewajiban penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum.

Informasi pengawasan melalui laporan pengaduan pun belum mudah untuk

dipahami, beberapa pelapor menyampaikan laporan secara tidak lengkap

dan tidak terkait dengan IMB, sehingga ditemukan adanya unsur

subyektivitas dalam laporan tersebut. Penerimaan informasi pengaduan

dari internal BP2T Kota Tangerang Selatan pun hanya sebatas pelaporan

lisan (oral report) dengan pendekatan secara personal (personal

observation) . Hal ini menimbulkan, adanya kesulitan petugas Koorwas

dalam memahami kejelasan informasi yang diterima. Sehingga terkadang

informasi yang disampaikan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti oleh

petugas Koordinator Pengawasan (Koorwas). Namun, meskipun informasi

pengaduan masyarakat menggunakan bantuan berupa laporan tertulis,


356

terkadang hal tersebut disampaikan belum secara obyektif. Terdapat

perbedaan motif dan pelaporan yang tidak sesuai dengan konteks

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung tersebut.

Dalam aspek terpusat pada titik-titik pengawasan strategik,

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum dilakuka terhadap

kegiatan alih fungsi bangunan dan bangunan yang didirikan di area garis

sempadan situ. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan kewenangan

pemerintah daerah dalam mengawasi kegiatan alih fungsi bangunan,

dimana dalam hal ini memerlukan adanya kajian teknis secara mendalam

terhadap penataan ruang daerah Kota Tangerang Selatan. Pemerintah

daerah melalui BP2T dan Satpol PP juga memiliki keterbatasan terhadap

pengelolaan situ, dimana hal ini merupakan kewenangan pemerintah pusat.

Dalam aspek realistik secara ekonomi, belum tersedianya anggaran

yang memadai dalam kegiatan penertiban Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) di Kota Tangerang Selatan. Karena kegiatan penertiban yang

dilakukan, belum direncanakan secara spesifik untuk penertiban

pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Anggaran yang

dialokasikan untuk kegiatan penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP

Kota Tangerang Selatan, hanya dialokasikan untuk 1-2 kegiatan dalam

jangka waktu 1 (satu) bulan.

Dalam aspek realistik secara organisasional, masih diperlukannya

dukungan sarana pengawasan serta Sumber Daya Manusia (SDM) dalam

kegiatan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung, baik dari


357

segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini dikarenakan pengawasan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) perlu didukung oleh tenaga pegawai yang

memahami aspek teknis terkait izin tersebut. Sedangkan, sejauh ini

keterlibatan Dinas Tata Kota Tangerang Selatan dalam pengawasan IMB

hanya terbatas pada aspek pertukaran informasi. Penyediaan sarana

pendukung dalam kegiatan penyegelan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

belum memadai.

Dalam aspek terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi,

informasi pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung belum

terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi pengawasan secara

menyeluruh. Proses koordinasi yang dilakukan antara instansi BP2T dan

Satpol PP Kota Tangerang Selatan dalam kegiatan penyegelan dan

penertiban Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum terintegrasi. Karena

dalam hal ini koordinasi dilakukan hanya pada kasus-kasus pelanggaran

bangunan tertentu.

Dalam aspek fleksibel, adanya keterbatasa dalam kegiatan

pengawasan terhadap bangunan di kawasan tertata. Pelayanan pengaduan

masyarakat yang dilakukan oleh BP2T Kota Tangerang Selatan tidak

berjalan dengan fleksibel, karena terdapat beberapa kasus pengaduan yang

perlu dikelola secara lebih lanjut, karena berkaitan dengan proses hukum

melalui pengadilan yang bukan merupakan kewenangan BP2T Kota

Tangerang Selatan. Pengawasan terhadap bangunan gedung skala besar

terkendala dengan adanya keterlibatan pihak ketiga sebagai jasa


358

keamanan, sehingga menghambat proses komunikasi antara BP2T dan

pemilik/pengelola bangunan tersebut.

Dalam aspek bersifat petunjuk dan operasional, perlengkapan

pengawasan berupa papan IMB dan SP4B belum menjadi petunjuk dalam

kegiatan pengawasan IMB. Hal ini dikarenakan adanya penyalahgunaan

informasi yang tertera pada papan tersebut oleh beberapa pihak tidak

bertanggungjawab. Informasi terkait identitas pemilik serta luas bangunan

gedung menjadi salah satu hal digunakan oleh oknum untuk melakukan

pemerasan terhadap pemilik bangunan gedung.

Dalam aspek diterima para anggota organisasi, pengawasan yang

dilakukan melalui pemberian surat teguran dan penyegelan belum berjalan

optimal. Hal ini dikarenakan adanya pemilik bangunan gedung yang tetap

melaksanakan proses pendirian bangunan, meskipun sudah mendapat

teguran untuk menghentikan kegiatan pembangunan. Selain itu, dalam

pelayanan laporan pengaduan, adanya kegagalan pihak BP2T Kota

Tangerang Selatan dalam proses mediasi laporan IMB. Hal ini terjadi

karena terdapat beberapa pelapor yang menolak hasil mediasi yang

dilakukan. Penolakan tersebut dilakukan melalui proses tindak lanjut

laporan ke dalam proses hukum.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian di

atas, maka peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan


359

sebagai masukan serta pertimbangan, agar pengawasan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) bangunan gedung di Kota Tangerang Selatan dapat

berjalan optimal. Adapun beberapa saran tersebut yaitu sebagai berikut.

1. Petugas pengawasan perlu meningkatkan ketelitian dan

kecermatan dalam proses pengumpulan informasi pengawasan

sejak tahap awal proses penerimaan berkas pengawasan. Hal

tersebut perlu dilakukan baik terhadap informasi yang terkait

akurasi dokumen perizinan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

yang diajukan pemohon izin, maupun informasi kegiatan

pengawasan yang bersumber dari hasil pengawasan lapangan

oleh petugas, serta informasi dari pengaduan masyarakat. Hal

ini dapat dilakukan melalui penentuan standar baku sebagai

paramater dalam setiap tahap pengumpulan, dan penyampaian

informasi pengawasan tersebut. Laporan pengaduan yang

disampaikan masyarakat juga perlu dilakukan identifikasi

secara mendalam. Selain itu, diperlukan pula adanya sosialisasi

dan pembinaan secara terintegrasi kepada seluruh masyarakat

selaku subyek IMB, khususnya pemohon izin, terkait dengan

beberapa ketentuan administratif maupun teknis yang

diperlukan. Sehingga, proses permohonan, peninjauan lapangan

dan pengaduan masyarakat terkait IMB, dapat dipahami secara

jelas dan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat untuk

melakukan penyesuaian izin.


360

2. Perlu adanya perencanaan dan penetapan jadwal kegiatan

pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) secara

terstruktur. Jadwal tersebut perlu memuat informasi kegiatan

berdasarkan hari, dan klasifikasi kegiatan pengawasan oleh

masing-masing petugas. Kegiatan tersebut harus dilaksanakan

secara disiplin dan dievaluasi secara berkala, baik terhadap

pengawasan pra, masa, pasca, maupun terhadap layanan

pengaduan serta kegiatan penertiban. Selain itu, BP2T dan

Satpol PP Kota Tangerang Selatan perlu melaksanakan

kegiatan penertiban secara terintegrasi dan disiplin, sesuai

dengan agenda yang telah disepakati.

3. Perlu adanya ketentuan yang jelas dalam penerimaan informasi

pengawasan yang bersumber dari internal organisasi BP2T

Kota Tangerang Selatan. Baiknya informasi tersebut juga

dikumpulan melalui laporan secara tertulis (Written Report).

Petugas perlu meningkatkan kemampuan dalam memahami

motif dan tujuan laporan pengaduan, yang disampaikan oleh

pihak pelapor. Selain itu, kegiatan pengawasan pra, masa dan

pasca dilakukan dengan melibatkan berbagai elemen, baik dari

masyarakat, swasta maupun pihak Kelurahan dan Kecamatan

selaku pihak kewilayahan. Diperlukan pula adanya sosialisasi

dan pembinaan terkait dengan kewenangan masing-masing


361

elemen tersebut, dalam pelaksanaan fungsi pengawasan

terhadap penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

4. Perlu adanya pemetaan terhadap berbagai masalah dalam

kegiatan pengawasan. Hal ini dapat dilakukan melalui

pembuatan peta wilayah disertai dengan adanya keterangan

berupa potensi konflik dalam Izin Mendirikan Bangunan

(IMB). Diperlukan juga adanya dukungan kegiatan pengawasan

melalui keterlibatan seluruh aspek, khususnya pihak

kewilayahan, seperti RT, RW, Lurah, dan Camat.

5. Perlu adanya perencanaan anggaran secara khusus dalam

kegiatan penertiban pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan

(IMB). Perencanaan anggaran tersebut dapat dilakukan melalui

alokasi anggaran kegiatan penertiban, paling sedikit sebanyak 1

(satu) kali dalam 1 (satu) bulan.

6. Perlu adanya peningkatan kompetensi serta penyesuaian dalam

penempatan pegawai tim Koordinator Pengawasan (Koorwas)

berdasarkan bidang keilmuan. Petugas Koorwas perlu

melakukan klasifikasi dalam pelaksanaan tugas peninjauan

lapangan dan peneguran, serta pelayanan pengaduan. Jumlah

petugas juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan beban

kerja dalam pengawasan. Diperlukan adanya pembinaan dan

penilaian terhadap pegawai Satpol PP selaku petugas

penertiban, untuk dapat meningkatkan wawasan dan


362

kompetensi terkait penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) gedung. Perlu adanya penyediaan prasarana dan sarana

pendukung pengawasan, seperti penambahan jumlah kendaraan

dinas operasional, alat segel serta alat pembongkaran bangunan.

7. Meningkatkan integritas dan koordinasi antara Badan

Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan

dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota

Tangerang Selatan. Informasi kegiatan penyegelan dan

penertiban perlu dievaluasi secara berkala dalam pertemuan

secara khusus antara kedua dinas tersebut. Perlu adanya

komunikasi dua arah, antara BP2T dan Satpol PP dalam

pengelolaan informasi pengawasan IMB. Optimalisasi dalam

komunikasi tersebut perlu dilakukan dengan meningkatkan

hubungan lateral (horizontal), baik berupa kontak langsung,

maupun pendelegasian wewenang kepada para anggota secara

bertanggungjawab.

8. Perlu adanya kemudahan dalam kegiatan pengawasan IMB,

melalui pemberian kewenangan dalam penerapan sanksi dan

adanya dukungan pengembang selaku pihak kewilayahan di

kawasan tertata. Perlu adanya kemudahan dalam proses

komunikasi antara pemerintah daerah kepada pihak

pengelola/pemilik bangunan gedung. Pendelegasian wewenang

terhadap pihak ketiga perlu diatur melalui ketentuan dan syarat


363

secara bertanggungjawab. Selain itu, perlu dukungan melalui

penggunaan media dan sistem informasi. Sistem informasi

tersebut perlu dirancang untuk mempermudah seluruh

stakeholder, untuk dapat memantau dan mengawasi IMB dalam

pendirian bangunan gedung.

9. Perlu adanya jaminan keamanan terhadap pemilik bangunan

gedung atas penggunaan papan informasi IMB dan SP4B.

Pemerintah daerah perlu melibatkan pihak kewilayahan dalam

mengawasi pendirian bangunan dengan IMB, termasuk untuk

mengantisipasi adanya tindakan tidak bertanggungjawab oleh

oknum tertentu.

10. Perlu adanya peningkatan wawasan dan partisipasi terhadap

seluruh masyarakat selaku subyek IMB. Pelaksanaan sosialisasi

juga perlu dilakukan melalui optimalisasi peran pihak

kewilayahan untuk turut mengawasi dan membina masyarakat

agar memenuhi kelengkapan IMB. Perlu adanya penerapan

sanksi secara tegas terhadap pelanggaran Izin Mendirikan

Bangunan (IMB). Salah satunya, melalui ketegasan pemerintah

dalam penerapan sanksi denda, maupun sanksi pembongkaran

atas pelanggaran IMB tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Anwar, Jusuf. 2008. Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia:
Seri II. Bandung : Alumni.

Al Amin, Mufham. 2006. Manajemen Pengawasan. Jakarta : Kalam Indonesia.

Bastian, Indra. 2014. Sistem Pengendalian Manajemen Sektor Publik. Jakarta :


Salemba Empat.

Bratakusumah, Deddy S. & Dadang Solihin. Otonomi Penyelenggaraan


Pemerintahan Daerah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Darwin. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta : Mitra Wacana
Media.

Denzin, Norman K. & Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative


Research. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Jakarta : Balai Pustaka.

-------------------. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Devas, Nick., Brian Binder, Anne Both, Kenneth Davey & Roy Kelly. 1989.
Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta : UI Press.

Fahmi, Irham. 2012. Manajemen : Teori, Kasus dan Solusi. Bandung : Alfabeta.

Handoko, T. Hani. 2011. Manajemen : Edisi 2. Yogyakarta : BPFE.

Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta : Salemba Empat.

HR, Ridwan. 2016. Hukum Administrasi Negara : Edisi Revisi. Jakarta : Rajawali
Pers.
Hutasoit, C.S. 2011. Pelayanan Publik : Teori dan Aplikasi. Jakarta :
MAGNAScript Publishing.

Ikhsan, M. & Roy V. Salomo. 2002. Keuangan Daerah di Indonesia. Jakarta :


STIA LAN Press.

Irawan, Prasetya. 2006. MateriPokok Metodologi Penelitian Administrasi. Jakarta:


Universitas Terbuka.

Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam
Otonomi. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Kaho, Josef R. 1991. Analisa Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Jakarta : Rineka Cipta.

Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta : Erlangga.

Makmur, 2015. Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan. Bandung :


Refika Aditama.

Manullang, M. 2009. Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Murhaini, Suriansyah. 2014. Manajemen Pengawasan Pemerintahan Daerah.


Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Murwaningsih, Tri. 2013. Perencanaan dan Pengawasan. Surakarta : UNS Press.

Nugroho, Riant. 2013. Change Management untuk Birokrasi. Jakarta : Elex Media
Komputindo.

Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. Perizinan : Problem dan Upaya Pembenahan. Jakarta:


Grasindo.

Siagian, Sondang P. 2015. Filsafat Administrasi. Jakarta : Bumi Aksara


Siahaan, Marihot P. 2013. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah : Edisi Revisi.
Jakarta : Rajawali Pers.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Manajemen. Bandung : Alfabeta.

Sutedi, Adrian. 2015. Hukum Perizinan : dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta:
Sinar Grafika.

Yani, Ahmad. 2009. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
di Indonesia : Edisi Revisi. Jakarta : Rajawali Pers.

Ridwan, Juniarso & A. Sodik Sudrajat. 2014. Hukum Administrasi Negara :


Kebijakan Layanan Publik. Bandung : Nuansa Cendekia.

Terry, G.R. & Leslie W. Rue. 2008. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta : Bumi
Aksara.

Utomo, Warsito. 2007. Administrasi Publik Baru Indonesia. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar.

Waluyo. 2007. Manajemen Publik : Konsep, Aplikasi dan Implementasinya dalam


Pelaksanaan Otonomi Daerah. Bandung : Mandar Maju.

Jurnal

Bauman, Yvonne. 2014. Symposium : FutureCity Jakarta : Swiss and Indonesian


Research and Technology in Practice. Jakarta : University of Indonesia.

Salim, E., Adioetomo, S.M., Nizam, Arifin, E.N., & Pratama, A. 2015. Population
Dynamics and Suistainable Development in Indonesia. Jakarta : UNFPA
Indonesia. Hlm. 2.

Apriyanto, H., Eriyatno, Rustiadi, E., & Mawardi, I. 2015. Status Berkelanjutan
Kota Tangerang Selatan dengan Menggunakan Key Performance
Iindicators. IPB dan BPPT.
Tesis

Nuraini, Chyntia. 2012. Peran Pengawasan dalam Rangka Optimalisasi


Pemungutan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Wilayah DKI Jakarta.
Universitas Indonesia : Tesis yang dipublikasikan.

Pulungan, Lukmanul H. 2013. Tinjauan tentang Pengawasan terhadap Izin


Mendirikan Bangunan (IMB) berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1
Tahun 2010 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Marpoyan
Damai – Kota Pekanbaru. Universitas Islam Nasional Sultan Syarif Kasim
Riau : Tesis yang dipublikasikan.

Siburian, Kasman. SH., MH. 2010. Implementasi Pengawasan Pemerintah Kota


Medan terhadap Izin Mendirikan Bangunan. Universitas HKBP
Nommensen : Tesis yang dipublikasikan.

Dokumen

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara


Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi


Daerah.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan


Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman


Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman


Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung.

Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2010-2030.

Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 15 Tahun 2011 tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2031.

Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang Retribusi
Daerah.

Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 14 Tahun 2011 tentang


Penyelenggaraan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah
Nomor 5 Tahun 2013 tentang Bangunan Gedung

Adiarti, S.P. &Prastiyo, H., 2013. Perencanaan Tata Ruang Kawasan Strategis
Nasional : Tinjauan Kebencanaan (Studi Kasus Penataan Ruang
Kawasan JABODETABEKPUNJUR. Jakarta : Direktorat Tata Ruang dan
Pertanahan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAP-
PENAS.

Sumber Lain

Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2012. Luas Lahan menurut


Penggunaannya. Melalui : banten.bps.go.id.

-----------. 2013. Luas Lahan menurut Penggunaannya. Melalui: banten.bps.go.id.

-----------. 2014. Luas Lahan menurut Penggunaannya. Melalui: banten.bps.go.id.

-----------. 2015. Luas Lahan menurut Penggunaannya. Melalui: banten.bps.go.id

-----------. 2016. Luas Lahan menurut Penggunaannya. Melalui: banten.bps.go.id


-----------. 2017. Kota Tangerang Selatan dalam Angka 2017. Melalui:
tangselkota.bps.go.id

Jurnal Tangsel. 2017. Mengenal 9 Situ di Tangerang Selatan. Melalui :


http://jurnaltangsel.blogspot.co.id/2014/09/mengenal-9-situ-di-tangerang-
selatan.html. Tanggal Akses : 03 Januari 2017, pukul 20.17 WIB.
DAFTAR PERTANYAAN

Daftar
Dimensi No Pertanyaan Urutan Kategori Informan
Pertanyaan
Akurat 1. Kriteria apa saja Q1 1. Pelaksana Pengawasan IMB
yang ditentukan Bangunan Gedung;
dalam proses 2. Pelaksana Penertiban IMB
pengumpulan data Bangunan Gedung;
pengawasan IMB 3. Pemohon IMB Bangunan
bangunan gedung ? Gedung
2. Apa saja bentuk Q2 1. Pelaksana Pengawasan IMB
kekeliruan Bangunan Gedung;
informasi 2. Pemohon IMB Bangunan
pengawasan IMB
Gedung
bangunan gedung ?
3. Apa yang Q3 1. Pelaksana Pengawasan IMB
dilakukan untuk Bangunan Gedung;
menjamin validitas 2. Pelaksana Penertiban IMB
data pengawasan
Bangunan Gedung;
IMB bangunan
gedung ? 3. Pemohon IMB Bangunan
Gedung.

Tepat Waktu 1. Berapa lama waktu Q4 1. Pelaksana Pengawasan


yang diperlukan IMB;
dalam proses 2. Pelaksana Penertiban IMB.
pengumpulan
informasi
pengawasan IMB
bangunan gedung?
2. Berapa lama waktu Q5 1. Pelaksana Pengawasan
yang diperlukan IMB;
dalam
penyampaian dan
evaluasi kegiatan
pengawasan IMB
bangunan gedung ?
3. Apakah Q6 1. Pelaksana Pengawasan IMB
pelaksanaan Bangunan Gedung;
kegiatan 2. Pelaksana Penertiban
pengawasan
Pengawasan IMB Bangunan
dilakukan sesuai
dengan waktu yang Gedung.
ditentukan ?
4. Apakah informasi Q7 1. Pelaksana Pengawasan IMB
yang diperoleh
segera dilakukan Bangunan Gedung;
evaluasi dan 2. Pelaksana Penertiban
perbaikan segera ? Pengawasan IMB Bangunan
Gedung.

Objektif dan 1. Bagaimana proses Q8 1. Pelaksana Pengawasan IMB


Menyeluruh pengawasan IMB Bangunan Gedung;
bangunan gedung 2. Pelaksana Penertiban
dilakukan ?
Pengawasan IMB Bangunan
Gedung;
3. Pemohon IMB Bangunan
Gedung.

2. Apakah informasi Q9 1. Pelaksana Pengawasan IMB


yang diperoleh Bangunan Gedung.
dapat dipahami dan
lengkap?
3. Apakah Q10 1. Pelaksana Pengawasan IMB
pengawasan IMB Bangunan Gedung;
bangunan gedung 2. Pelaksana Penertiban
tahap pra, masa
Pengawasan IMB Bangunan
dan pasca
terlaksana dengan Gedung;
baik ? 3. Pemohon IMB Bangunan
Gedung.

4. Apakah terdapat Q11 1. Pelaksana Pengawasan IMB


perbedaan Bangunan Gedung;
pengawasan IMB 2. Tokoh Masyarakat di Kota
terhadap bangunan
Tangerang Selatan.
gedung di kawasan
tertata dan non-
tertata ?
Terpusat pada 1. Apa yang menjadi Q12 1. Pelaksana Pengawasan IMB
Titik fokus dalam Bangunan Gedung;
Pengawasan pengawasan IMB 2. Pelaksana Penertiban
Strategik bangunan gedung ?
Pengawasan IMB Bangunan
Gedung.

2. Apa saja bentuk Q13 1. Pelaksana Pengawasan IMB


penyimpangan Bangunan Gedung;
standar yang terjadi 2. Pelaksana Penertiban
dalam pengawasan
Pengawasan IMB Bangunan
IMB bangunan
gedung ? Gedung;
3. Pemohon IMB Bangunan
Gedung;
4. Tokoh Masyarakat di Kota
Tangerang Selatan.

3. Apa bentuk upaya Q14 1. Pelaksana Pengawasan IMB


yang dilakukan Bangunan Gedung;
dalam penanganan 2. Pelaksana Penertiban
kasus
Pengawasan IMB Bangunan
penyimpangan
tersebut ? Gedung;
3. Tokoh Masyarakat di Kota
Tangerang Selatan.

Realistik 1. Berapa biaya yang Q15 1. Pelaksana Pengawasan IMB


secara dibutuhkan dalam Bangunan Gedung.
Ekonomis kegiatan
pengawasan IMB
bangunan gedung?
2. Apakah biaya yang Q16 1. Pelaksana Pengawasan IMB
dialokasikan dalam Bangunan Gedung;
kegiatan 2. Pelaksana Penertiban
pengawasan IMB
Pengawasan IMB Bangunan
sudah memadai ?
Gedung.

Realistik 1. Siapa saja yang Q17 1. Pelaksana Pengawasan IMB


secara bertugas sebagai Bangunan Gedung;
Organisasional pelaksana dalam 2. Pelaksana Penertiban
pengawasan IMB
Pengawasan IMB Bangunan
bangunan gedung ?
Gedung.

2. Berapa jumlah Q18 1. Pelaksana Pengawasan IMB


pelaksana dalam Bangunan Gedung;
pengawasan IMB 2. Pelaksana Penertiban
bangunan gedung ?
Pengawasan IMB Bangunan
Gedung.

3. Bagaimana Q19 1. Pelaksana Pengawasan IMB


kapabilitas Bangunan Gedung;
pelaksana dalam 2. Pelaksana Penertiban
pengawasan IMB
Pengawasan IMB Bangunan
bangunan gedung ?
Gedung.

4. Apakah Q22 1. Pelaksana Pengawasan IMB


ketersediaan Bangunan Gedung;
perlengkapan 2. Pelaksana Penertiban
dalam pengawasan
Pengawasan IMB Bangunan
IMB bangunan
gedung sudah Gedung.
memadai ?
Terkoordinasi 1. Bagaimana proses Q23 1. Pelaksana Pengawasan IMB
dengan Aliran koordinasi dalam Bangunan Gedung;
Organisasi pengawasan IMB 2. Pelaksana Penertiban
bangunan gedung ? Pengawasan IMB Bangunan
Gedung.

2. Apakah informasi Q24 1. Pelaksana Pengawasan IMB


dalam pengawasan Bangunan Gedung;
IMB bangunan 2. Pelaksana Penertiban
gedung
Pengawasan IMB Bangunan
terkoordinasi
kepada seluruh Gedung.
pelaksana yang
terlibat ?
Fleksibel 1. Apakah terdapat Q25 1. Pelaksana Pengawasan IMB
konflik dalam Bangunan Gedung.
pengawasan IMB
bangunan gedung ?
2. Apa upaya yang Q26 1. Pelaksana Pengawasan IMB
dilakukan untuk Bangunan Gedung;
mengatasi konflik 2. Pelaksana Penertiban
dalam pengawasan
Pengawasan IMB Bangunan
IMB bangunan
gedung? Gedung.

3. Apakah terdapat Q25 1. Pelaksana Pengawasan IMB


inovasi dan Bangunan Gedung;
kemudahan dalam 2. Pelaksana Penertiban
optimalisasi
Pengawasan IMB Bangunan
pengawasan IMB
bangunan gedung ? Gedung.

Bersifat 1. Apakah informasi Q26 1. Pelaksana Pengawasan IMB


sebagai yang diperoleh Bangunan Gedung;
Petunjuk dan dapat menjadi 2. Pelaksana Penertiban
Operasional petunjuk dalam
Pengawasan IMB Bangunan
pengawasan IMB
bangunan gedung? Gedung;
3. Tokoh Masyarakat di Kota
Tangerang Selatan;
4. Pemohon IMB Bangunan
Gedung.

3. Apakah tindakan Q27 1. Pelaksana Pengawasan IMB


korektif yang Bangunan Gedung;
dilakukan terhadap 2. Pelaksana Penertiban
penyimpangan
Pengawasan IMB Bangunan
dalam pengawasan
IMB bangunan Gedung.
gedung? 3. Tokoh Masyarakat di Kota
Tangerang Selatan
Diterima para 1. Apakah terdapat Q28 1. Pelaksana Pengawasan IMB
Anggota sosialisasi dalam Bangunan Gedung;
Organisasi pengawasan IMB 2. Tokoh Masyarakat di Kota
bangunan gedung ?
Tangerang Selatan;
3. Pemohon IMB Bangunan
Gedung.

2. Bagaimana Q29 1. Pelaksana Pengawasan IMB


partisipasi Bangunan Gedung;
masyarakat dalam 2. Tokoh Masyarakat di Kota
pengawasan IMB
Tangerang Selatan;
bangunan gedung ?
3. Pemohon IMB Bangunan
Gedung.

3. Bagaimana Q30 1. Pelaksana Pengawasan IMB


penerapan sanksi Bangunan Gedung;
dalam pengawasan 2. Pelaksana Penertiban
IMB bangunan
Pengawasan IMB Bangunan
gedung ?
Gedung;
3. Tokoh Masyarakat di Kota
Tangerang Selatan;
4. Pemohon IMB Bangunan
Gedung.

5. Apakah Q35 1. Pelaksana Pengawasan IMB


pengawasan IMB Bangunan Gedung;
bangunan gedung 2. Pelaksana Penertiban
yang dilakukan
Pengawasan IMB Bangunan
telah meningkatkan
kepatuhan Gedung;
masyarakat? 3. Tokoh Masyarakat di Kota
Tangerang Selatan;
4. Pemohon IMB Bangunan
Gedung.
JADWAL WAWANCARA

Hari dan
Kode Waktu
No Nama Status Tanggal
Informan Wawancara
Wawancara
1. I1-1 Ayep Jajat Kepala Bidang 09.33-10.41 Rabu, 04 Januari
Sudrajat, SE. Pengawasan, WIB 2017
Pengendalian dan
Pengaduan –
BP2T Kota
Tangerang
Selatan
2. I1-2 Irfan Santoso, Kepala Seksi 10.02-11.30 Kamis, 05
S.Sos, MM. Pengawasan, WIB Januari 2017
Pengendalian dan
Pengaduan
Bidang
Pembangunan –
BP2T Kota
Tangerang
Selatan
3. I1-3 Yunda Ketua 14.16-15.23 Kamis, 05
Wirawerdadhana, Koordinator WIB Januari 2017
ST. Pengawasan
(Koorwas), Seksi
Pengawasan,
Pengendalian dan
Pengaduan
Bidang
Pembangunan –
BP2T Kota
Tangerang
Selatan
4. I1-4 Hamdani, S.IP. Anggota 09.11-10.13 Jum‟at, 06
Koordinator WIB Januari 2017
Pengawasan
(Koorwas), Seksi
Pengawasan,
Pengendalian dan
Pengaduan
Bidang
Pembangunan –
BP2T Kota
Tangerang
Selatan
5. I1-5 Tati Suryati, SH., Kepala Seksi 10.54-11.32 Senin, 09 Januari
MT. Pelayanan WIB 2017
Perizinan Bidang
Pembangunan –
BP2T Kota
Tangerang
Selatan
6. I1-6 Maulana Kepala Seksi 10.11-10.55 Rabu, 11 Januari
Prayoga, ST., Verifikasi dan WIB 2017
MIDS. Penetapan Bidang
Pembangunan –
BP2T Kota
Tangerang
Selatan
7. I1-7 Helmi Kepala Sub 13.43-14.22 Senin, 09 Januari
Kamaludin, S. Bagian Umum WIB 2017
Sos dan Kepagawaian
- BP2T Kota
Tangerang
Selatan
8. I2-1 H. Azhar Kepala Satuan 14.09-15.24 Rabu, 11 Januari
Syam'un R., AP., Polisi Pamong WIB 2017
M.Si. Praja (Satpol PP)
Kota Tangerang
Selatan
9. I2-2 Mumu Muniardi Kepala Bidang 09.08-10.33 Kamis, 12
Ketertiban Sarana WIB Januari 2017
Umum dan
Sarana Usaha –
Satpol PP Kota
Tangerang
Selatan
10. I2-3 Pranajaya, Kepala Seksi 11.02-12.15 Kamis, 12
S.Sos., M. Si. Ketertiban Sarana WIB Januari 2017
Usaha – Satpol PP
Kota Tangerang
Selatan
11. I3-1 Abdul Rahman Ketua Rukun 19.15-20.10 Jum‟at, 20
Warga (RW) 014 WIB Oktober 2017
BSD Sektor XII.2
Kencana Loka,
Perumahan Bumi
Serpong Damai
(BSD).
12. I3-2 Nursaen Ketua Rukun 08.18-09.15 Selasa, 22
Tetangga (RT) WIB Agustus 2017
005/001, Kel.
Pondok Kacang
Barat, Kec.
Pondok Aren –
Kota Tangerang
Selatan.
14. I3-3 Nawawi Ketua Rukun 14.13-15.40 Selasa, 22
Setiawan Tetangga (RT) WIB Agustus 2017
003/004, Kel.
Pondok Jaya,
Kec. Pondok Aren
15. I3-4 Pardi Kumis Tokoh 16.35-17.30 Kamis, 19
Masyarakat Kec. WIB Oktober 2017
Pamulang – Kota
Tangerang
Selatan
16. I3-5 Dodi Harianto Dewan 16.09-17.15 Selasa, 03
Pertimbangan WIB Oktober 2017
OKP GANESPA
Kota Tangerang
Selatan
17. I4-1 Rahmi Pemilik Bangunan 13.37-14.42 Minggu, 28
Kurniawati, ST. Gedung Hunian WIB Oktober 2017
18. I4-2 Ir. M. Pengelola 15.55-17.00 Rabu, 02
Kussardjono Konstruksi WIB Agustus 2017
Bangunan
Gedung Skala
Besar
19. I4-3 H. Rumain, ST. Pengelola 16.00-17.30 Selasa, 5
Konstruksi WIB September 2017
Bangunan
Gedung Skala
Menengah
CATATAN LAPANGAN

1. Oktober 2016
Pada bulan Oktober 2016, peneliti melakukan observasi awal terhadap
beberapa informan terkait penerapan pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) di Kota Tangerang Selatan. Proses wawancara dilakukan kepada
beberapa pihak terkait, diantaranya yaitu Kepala Seksi Pelayanan Perizinan
Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan, Kepala Seksi
Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan – BP2T
Kota Tangerang Selatan, dan Kepala Seksi Ketertiban Sarana Usaha Satpol
PP Kota Tangerang Selatan.

2. November 2016
Pada bulan November 2016, peneliti melaksanakan proses penyusunan
skripsi. Berbekal saran dan proses diskusi dengan Dosen Pembimbing I
maupun Dosen Pembimbing II, peneliti mulai melaksanakan proses
penyusunan dan perbaikan skripsi terkait Bab I hingga Bab III.

3. Desember 2016
Pada bulan Desember 2016, peneliti melakukan proses perbaikan skripsi
pada Bab II dan Bab III. Perbaikan skripsi ini terkait dengan adanya
perbaikan penyusunan pedoman wawancara penelitian. Setelah itu, peneliti
mendapatkan persetujuan untuk melaksanakan seminar proposal skripsi. Pada
tanggal 27 Desember 2017, peneliti melaksanakan seminar proposal skripsi.

4. Januari 2017
Pada bulan Januari 2017, peneliti telah mendapatkan persetujuan untuk
proses penelitian pasca seminar proposal skripsi. Peneliti mulai melaksanakan
proses penelitian terkait Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di
Kota Tangerang Selatan. Peneliti melakukan proses wawancara kepada
beberapa informan, serta mengajukan permohonan data kepada beberapa
instansi terkait. Jadwal penelitian dapat dilihat melalui tabel sebagai berikut.

No Hari dan Tanggal Keterangan


1. Rabu, 05 Oktober 2016 Wawancara dengan Kepala Seksi
Pelayanan Perizinan Bidang
Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan.
2. Kamis, 06 Oktober 2016 Wawancara dengan Kepala Seksi
Pengawasan, Pengendalian dan
Pengaduan Bidang Pembangunan
BP2T Kota Tangerang Selatan.
3. Jum‟at, 07 Oktober 2016 Mengajukan permohonan data
sekunder kepada Badan Pusat
Statistik (BPS) Kota Tangerang
Selatan. Data tersebut saat itu
belum diupload di dalam website,
sehingga harus melalui
permohonan secara administratif di
kantor.
4. Jum‟at, 07 Oktober 2016 Mengajukan permohonan data
mengenai Realisasi Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Kota
Tangerang Selatan Tahun 2013-
2016, kepada Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah (DPPKAD) Kota
Tangerang Selatan.
5. Rabu, 04 Januari 2017 Wawancara dengan Kepala Bidang
Pengawasan, Pengendalian dan
Pengaduan BP2T Kota Tangerang
Selatan.
6. Kamis, 05 Januari 2017 Wawancara dengan Kepala Seksi
Pengawasan, Pengendalian dan
Pengaduan Bidang Pembangunan
BP2T Kota Tangerang Selatan
5. Kamis, 05 Januari 2017 Wawancara dengan Ketua Tim
Koordinator Pengawasan
(Koorwas) Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan
6. Jum‟at, 06 Januari 2017 Wawancara dengan Anggota
Koordinator Pengawasan
(Koorwas) Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan
Bidang Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan
7. Senin, 09 Januari 2017 Wawancara dengan Kepala Sub
Bagian Umum dan Kepegawaian
BP2T Kota Tangerang Selatan
8. Senin, 09 Januari 2017 Wawancara dengan Kepala Seksi
Pelayanan Perizinan Bidang
Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan
9. Rabu, 11 Januari 2017 Wawancara dengan Kepala Seksi
Verifikasi dan Penetapan Bidang
Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan
10. Rabu, 11 Januari 2017 Wawancara dengan Kepala Satuan
Polisi Pamong Praja Kota
Tangerang Selatan
11. Kamis, 12 Januari 2017 Wawancara dengan Kepala Bidang
Ketertiban Sarana Umum dan
Sarana Usaha Satpol PP Kota
Tangerang Selatan
12. Kamis, 12 Januari 2017 Wawancara dengan Kepala Seksi
Ketertiban Sarana Usaha Satpol PP
Kota Tangerang Selatan
13. Kamis-Minggu, 9-12 Februari Observasi penelitian di kawasan
2017 perumahan Bumi Serpong Damai
dan berbincang-bincang dengan
Ketua Rukun Tetangga.
14. Sabtu, 22 April 2017 Observasi penelitian dengan
Masyarakat Pemilik Bangunan
Hunian di Kota Tangerang Selatan
16. Rabu, 02 Agustus 2017 Wawancara dengan Pengelola
Konstruksi Bangunan Gedung
Skala Besar di Kota Tangerang
Selatan
17. Selasa, 08 Agustus 2017 Observasi penelitian di Kecamatan
Pondok Aren dan Wawancara
dengan Kepala Seksi Pemerintahan
Kelurahan Pondok Kacang Barat.
18. Selasa, 22 Agustus 2017 Wawancara dengan Ketua Rukun
Tetangga (RT) 005/001, Kel.
Pondok Kacang Barat, Kec.
Pondok Aren
19. Selasa, 22 Agustus 2017 Wawancara dengan Ketua Rukun
Tetangga (RT) 003/004, Kel.
Pondok Jaya, Kec. Pondok Aren
20. Selasa, 05 September 2017 Wawancara dengan Pengelola
Kontruksi Bangunan Gedung Skala
Menengah dan Kecil di Kota
Tangerang Selatan
21. Senin, 18 September 2017 Observasi penelitian di Kecamatan
Ciputat dan Ciputat Timur, serta
berbincang-bincang dengan Ketua
RT setempat.
21. Selasa, 19 September 2017 Observasi penelitian di Situ Kuru,
Kel. Cempaka Putih, Kec. Ciputat
Timur
22. Selasa, 03 Oktober 2017 Wawancara dengan Dewan
Pertimbangan OKP Gugusan Alam
Nalar Ekosistem Pemuda
(GANESPA) Kota Tangerang
Selatan
23. Selasa, 03 Oktober 2017 Observasi penelitian di Situ Tujuh
Muara, Kec. Pamulang
24. Kamis, 19 Oktober 2017 Wawancara dengan Tokoh
Masyarakat Kec. Pamulang
25. Jum‟at, 20 Oktober 2017 Wawancara dengan Ketua Rukun
Warga (RW) 014 BSD Sektor
XII.2 - Kencana Loka, Bumi
Serpong Damai, Kel. Rawa Buntu -
Kec. Serpong
26. Minggu, 28 Oktober 2017 Wawancara dengan Pemilik IMB
Bangunan Hunian

Selain itu, seiring berjalannya proses penelitian pada beberapa bulan


tersebut di atas, peneliti juga melakukan proses penyusunan skripsi hingga
bab V (lima). Proses ini juga dilakukan dengan disertai pelaksanaan proses
bimbingan, menerima berbagai masukan dalam perbaikan dan optimalisasi
penyusunan skripsi ini.
MEMBERCHECK

Nama : Ayep Jajat Sudrajat, SE. Hari/Tanggal : Rabu, 4 Januari 2017


Keterangan : Kepala Bidang Jam : 09.33-10.41 WIB
Pengawasan, Lokasi : Kantor BP2T Kota
Pengendalian dan Tangerang Selatan
Pengaduan BP2T Kota
Tangerang Selatan

I I1-1
Q
Q3 Kami akan lakukan peninjauan lapangan untuk melihat apakah informasi
yang kami terima sesuai dengan kondisi yang kami peroleh di
lapangan.Kasus pengaduan terkadang kita mendapati dalam bentuk surat.
Selain itu, ada pengaduan yang disampaikan melalui Walikota Tangerang
Selatan. Sehingga, kami mendapatkan surat disposisi tersebut. Proses
kroscek kami lakukan melalui tahap mediasi dengan peninjauan
lapangan, yaitu dengan memberikan panggilan kepada pihak pelapor dan
terlapor
Q4 Kegiatan pengawasan tidak memiliki jadwal secara tertulis. Karena
apabila secara tiba-tiba kami mendapati laporan pengaduan, kami harus
siap siaga. Jadi, sejauh ini kegiatan pengawasan dilakukan sesuai dengan
insiden-insiden tang terjadi. Tergantung ya, saya tidak bisa menentukan
lama.
Q5 Petugas tim pengawasan bidang pembangunan menyampaikan laporan
kepada saya pada hari senin. Pada hari senin sore seluruh laporan harus
sudah saya terima. Karena pada besok pagi di hari selasa, saya harus
membawa laporan tersebut ke dalam rapat pimpinan.
Q13 Kalau misalnya pengaduan itu sudah tingkat tinggi, kami coba mediasi
kepada tataran Sekretaris Daerah, Asisten Daerah gitu untuk proses
penyelesaiannya. Agak rumit contoh mungkin ada, warga menyerobot
lahan pengembang karena pengembang menjanjikan ada fasos fasum buat
masjid, tiba-tiba warga membangun masjid di lahan fasos fasum, itu
masih punya pengembang kan.
Q18 Personel saya di bidang pengawasan, di saya itu saya buat 1 (satu) tim
beranggotakan 6 (enam) orang, namanya Koorwas (Koordinator
Pengawasan). 1 (satu) tim tersebut harus mengawasi seluruh wilayah
Kota Tangerang Selatan, baik bangunan yang tidak berizin, masa izin dan
pasca izin. Hal itu adalah kendala besar untuk saya, ya. Sedangkan itukan
harus kami tindak lanjuti pengaduan itu, jadi disamping menangani
pengaduan, juga petugas Koorwas itu, staf saya itu diperintahkan untuk
keliling mengawasi. Misalnya mengawasi nya contohnya misalkan ada
orang akan membangun, ditanya apakah memiliki IMB atau tidak, lalu
mereka melaporkan ya.
Q20 Untuk mobil kami ada 4 (empat).
Q21 Koordinasi itu tadi ada rapat wasbang, selain itu tidak ada, kita kan
sudah rapat wasbang. Kami mungkin tindak lain dengan surat tertulis.
Rapat wasbang itu kami, rapat Wasbang itu mengumpulkan hasil-hasil
temuan. Di rapat itu ada Satpol PP, SKPD Teknis, sama camat, gitu.
Misalnya mengawasi nya contohnya misalkan ada orang mau
membangun, ditanya ada ga IMB nya, kemudian kan laporan ya, ada
laporan mingguan, laporan mingguan tersebut kita bawa ke Rapim (Rapat
Pimpinan), rapat pimpinan hari Selasa. Ada namanya rapat wasbang, jadi
hasil daripada pengawasan di lapangan kita laporkan tiap hari selasa di
rapat pimpinan, rapat wasbang gitu.
Q29 Karena kalau di rumah tinggal rata-rata ya di sini masih, masih lebih
tertata di perumahan ya, jika dibandingkan dengan kawasan non-tertata.
Karena di kawasann non-tertata masih terdapat paradigma mungkin ya,
tanah dan biaya milik saya, kenapa perlu dibatasi pembangunannya. Itu
yang kami harus lebih fleksibel dalam menyikapinya. Kami tidak mungkin
bertindak arogan, karena pemerintah berperan dalam fungsipengawasan.
Fungsinya izin itu kan untuk mengendalikan aturan-aturan.
MEMBERCHECK

Nama : Irfan Santoso, S.Sos., Hari/Tanggal : Kamis, 05 Januari 2017


MM.
Keterangan : Kepala Seksi Jam : 10.02-11.30 WIB
Pengawasan, Lokasi : Kantor BP2T Kota
Pengendalian dan Tangerang Selatan
Pengaduan Bidang
Pembangunan BP2T Kota
Tangerang Selatan

I I1-2
Q
Q1 Terdapat beberapa dokumen IMB yang proses perizinannya terhenti
dalam perjalanan. Dokumen tersebut berada di kami setelah setahun
berkas tersebut didaftarkan izinnya. Kasus yang umumnya terjadi
adalah terdapat kekeliruan persyaratan teknis pada gambar rencana
bangunan yang diajukan pemohon. Setelah kami telusuri, kami
mendapatkan informasi bahwa bangunan tersebut sebelumnya
disampaikan melalui jasa perantara. Namun, faktanya jasa perantara
yang dipercayakan tersebut telah diputus hubungannya oleh pemilik
bangunan.
Q2 Beberapa bentuk kekeliruan terjadi diantaranya yaitu saat kami
menerima laporan, dan sudah melakukan peninjauan lapangan.
Misalnya, informasi yang disampaikan tentang adanya penyalahgunaan
fungsi hunian menjadi gudang. Namun, ketika kami melakukan
peninjauan lapangan dan pengolahan informasi, faktanya tidak
demikian. Selain itu, banyaknya ditemukan informasi pengawasan yang
tidak akurat, umumnya berkaitan dengan identitas pelapor. Beberapa
diantara pelapor mengajukan agar dilakukan penyamaran identitas.
Selain itu, setelah kami melakukan identifikasi lebih lanjut, beberapa
diantara masyarakat yang menyampaikan laporan, ternyata bukanlah
bagian dari anggota masyarakat Kota Tangerang Selatan. Hal ini
menjadi dilema, dikarenakan pada hakikatnya Walikota Tangerang
Selatan tidak akan memberikan tanggapan, apabila pelapor bukanlah
warga dengan identitas KTP Kota Tangerang Selatan. Bahkan di sisi
lain, ditemukan pula adanya bentuk pelaporan yang disertai tujuan
keliru, dimana terjadi ketidaksesuaian antara tujuan awal dan akhir
pelaporan. Hal ini membuat kami harus bekerja 2 (dua) kali.
Q3 Banyak juga dokumen permohonan IMB yang sudah sampai di seksi
verifikasi, harus dikembalikan lagi ke seksi kami, yaitu seksi wasdal.
Karena biasanya kalau proses izin itu, terdapat kekeliruan dalam peta
jalan, atau KDB, dan lain sebagainya. Sehingga kami perlu melakukan
penghitungan ulang. Jika diperlukan, maka kami perlu melakukan
peninjauan kembali ke lapangan. Biasanya ini terkait dengan
pengawasan hal yang sifatnya rumit, seperti pengecekan saluran
tegangan tinggi, garis sempadan danau, dan lain sebagainya. Kalau
sebatas kekeliruan pada gambar, biasanya kami lakukan perubahan di
kantor. Kami juga melaksanakan kegiatan pelayanan pengaduan
masyarakat. Secara umum, apabila masyarakat yang menyampaikan
pengaduan adalah masyarakat yang terkena dampak langsung dan
dirugikan, maka data tersebut sudah dapat dijadikan materi dalam
kegiatan pelaporan.
Q4 Kegiatan pengawasan (peninjauan) lapangan memang tidak
dilaksanakan setiap hari, namun kami lakukan berupa penjadwalan
untuk kegiatan peneguran. Bisa juga dikatakan setiap hari, hanya
memang tugasnya setiap hari berbeda dan kami lakukan pembagian
tugas. Kegiatan ini umumnya dilaksanakan pada hari Selasa, Rabu, dan
Kamis. Dalam jangka waktu 1 minggu, kegiatan peneguran yang kami
lakukan bisa mencapai 10-12 surat teguran. Pencapaian ini bisa kami
raih jika memang dalam 1 minggu, tidak terdapat hari libur. Karena
terkadang kegiatan pembangunan berhenti sementara pada hari-hari
kerja diantara hari libur.
Setelah proses pengumpulan data telah lengkap, yaitu berupa identitas
nomer IMB, fungsi bangunan, foto kondisi bangunan tersebut, maka
kami akan segera sampaikan hasil evaluasi kepada pelapor. Dalam
proses tersebut, kami membutuhkan waktu selama 7 hari, hanya memang
terkadang kami dihadapkan pada beberapa kendala. Hal tersebut
disebabkan oleh adanya kesulitan dalam proses interview kepada
pemilik bangunan gedung tersebut. Sebagai contoh, ketika proses
pemanggila dilakukan, pemilik bangunan tidak dapat memenuhi
panggilan dikarenakan sedang berada di luar kota. Hal ini pun
menyebabkan terjadinya keterlambatan proses pertemuan yang
dilakukan, sehingga perlu menunggu beberapa hari kemudian. Maka,
secara umum waktu yang kami butuhkan maksimal yaitu selama 10
(sepuluh) hari kerja. Namun, dalam proses pengawasan hingga
memberikan tanggapan, termasuk dalam hal pengaduan ini memang
tentatif. Namun, jika dilihat kembali waktu yang dibutuhkan bisa pula
mencapai 1-2 minggu, bahkan hingga mencapai 30 (tiga puluh) hari.
Hanya saja, saya dan tim berharap sesegera mungkin, dikarenakan
memang terdapat banyak juga permasalahan baru lainnya.
Q5 Pada hari Senin dan Jum‟at, waktu tersebut diagendakan untuk
melakukan pengumpulan pelaporan dan proses pemanggilan kepada
pemilik bangunan gedung. Jika kegiatan pengawasan dilakukan
berdasarkan objek, kami membutuhkan waktu maksimal selama 2 (dua)
minggu. Kegiatan evaluasi dapat dilakukan pada waktu yang sama,
hanya terdapat kendala dalam proses ini. Kendala tersebut terjadi ketika
proses pemanggilan dan konfirmasi ulang kepada pemilik bangunan,
setelah kami lakukan penin-jauan. Karena seringkali, petugas kami tidak
menemui pemilik bangunan ketika melakukan kegiatan pengawasan
lapangan. Biasanya “owner”-nya tidak berada di lokasi pendirian
bangunan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kesulitan dalam proses
interview kepada pemilik bangunan gedung tersebut. Sebagai contoh,
ketika proses pemanggilan dilakukan, pemilik bangunan tidak dapat
memenuhi panggilan dikarenakan sedang tidak berada di tempat (luar
kota). Hal ini pun menyebabkan terjadinya keterlambatan proses
pertemuan yang dilakukan, sehingga perlu menunggu beberapa hari
kemudian.
Proses pengawasan hingga memberikan tanggapan, termasuk dalam hal
pengaduan ini memang tentatif. Namun, jika dilihat kembali waktu yang
dibutuhkan bisa pula mencapai 1-2 minggu, bahkan hingga mencapai 30
(tiga puluh) hari. Hanya saja, saya dan tim berharap sesegera mungkin,
dikarenakan memang terdapat banyak juga permasalahan baru lainnya.
Ketika kami mendapatkan informasi pengaduan masyarakat, maka kami
harus segera melakukan peninjauan lapangan. Hanya saja kami baru
bisa membuat laporan tertulis pada keesokan harinya, atau setelah 2
(dua) hari kemudian. Karena standar umumnya, untuk proses bersurat
dibutuhkan waktu selama 7 (tujuh) hari. Dalam hal panggilan pun sama,
dari segi penyampaian laporan evaluasi kegiatan pengawasan kepada
pelapor dalam pengaduanmasyarakat juga membutuhkan waktu selama
7 (tujuh) hari. Kalau senin dan jum‟at itu biasanya mempersiapkan dan
mengumpulkan laporan, dan kegiatan pemanggilan.
Q6 Biasanya kami lakukan kombinasi antara pra izin, masa izin dan pasca
izin, dengan pra membangun, masa membangun dan pasca membangun.
Ketika ada temuan itu masuk tahap pra izin, masa izin sedang proses,
BAP saya lakukan. Dan pasca izin itu masuk dalam kewenangan
pengawasan lapangan. Dari semua tahap tersebut, pasca izin ini
mengalami kesulitan. Karena selain jumlah korwas tidak memadai, kami
juga melayani pelaporan informasi pengaduan. Pasca ini termasuk
jarang sekali kami lakukan. Sedangkan, tahap pembangunan lebih
identik dengan IMB, yaitu pra pembangunan, masa pembangunan, dan
pasca pembangunan.Kalau pra pembangunan kami oke. Namun, setelah
izin terbit atau pasca izin, kami mengalami kelemahan.
Q7 Banyak juga dokumen permohonan IMB yang sudah sampai di Seksi
Verifikasi dan Penetapan, harus dikembalikan lagi ke seksi kami, yaitu
Seksi Wasdal Bidang Pembanguna. Karena biasanya kalau proses izin
itu, terdapat kekeliruan dalam peta jalan, atau KDB, dan lain sebainya.
Sehingga kami perlu melakukan penghitungan ulang. Dan jika
diperlukan peninjauan lapangan kembali, maka kami perlu lakukan
peninjauan kembali ke lapangan. Biasanya ini terkait dengan
pengecekan yang rumit-rumit, seperti pengecekan saluran tegangan
tinggi, garis sempadan danau, dan lain sebagainya. Kalau sebatas
kekeliruan pada gambar, biasanya kami lakukan perubahan di kantor.
Karena di Satpol PP itu tugasnya banyak sekali untuk eksekusi, dan
untuk penjagaan, eksekusi, dan segala macam banyak sekali gitu ya, jadi
memang untuk ekesekusi di IMB nya sendiri kadnag-kadang tidak
terjadwalkan secara pasti gitu. Terkadang, “Pak ini nih minggu depan
harus di stop”. Kadang-kadang lupa, gitu kan karena tugasnya banyak
di Satpol PP, seperti itu.
Q9 Ada permohonan namun ketika dilakukan peninjauan lapangan, tidak
sesuai misalnya, atau memang terdapat gambar yang tidak sesuai
standar. Kalau dari internal BP2T, mereka menyampaikan laporan
secara lisan, dan kami bisa lakukan respon serta interview langsung.
Kalau dari eksternal, kami sediakan formulir pengaduan. Kalau telpon
juga harus tetap datang ke kantor. Pertama yaitu validitas identitas
pelapor, dan yang kedua yaitu penjelasan mengenai dampak yang
diterima oleh pelapor.Kalau mengacu pada SOP, kami sudah dikuatkan
oleh beberapa aturan yang mengatur. Diperkuat juga melalui formulir,
dimana ada pernyataan bahwa akan mengikuti ketentuan teknis. Bila
pemohon izin melanggar ketentuan administratif dan teknis, maka IMB
akan gugur. Faktanya di lapangan memang cukup banyak kasus seperti
itu. Saya mencoba bertindak tegas dengan memberikan teguran dan izin
akan langsung kami tolak, karena terdapat konsekuensi hukum.
Q10 Karena dimungkinkan ketika proses pembangunan selesai, bangunan
tersebut mengalami perubahan. Temuan tersebut menjadi potensi
retribusi IMB. Rangkaiannya adalah pra pembangunan, pra izin, masa
izin dan pasca izin. Setelah itu, proses berlanjut pada tahap masa
pembangunan dan pasca pembangunan. Semestinya semua tahapan
tersebut kami laksanakan. Namun, ketika kami berbicara sejak masa
pembangunan hingga pasca pembangunan, kami sudah lemah.
Q11 Developer besar seperti Alam Sutera, BSD, Bintaro Jaya, mereka
mengajukan perizinan secara global dan rutin. Kalau dibandingkan
antara perumahan dan non perumahan, perumahan bisa mengajukan
hingga 100, 200, dan lain sebagainya. Kalau non perumahan biasanya
mengajukan 1,2,3, atau maksimal 10. Rumah tinggal memang harus
lebih ekstra pengawasannya. Maka, kegiatan pengawasan ini dilakukan
di jalan-jalan lingkungan. Karena kami memprioritaskan salah satunya,
maka memang ada kendala seperti adanya ada temuan yang
terlewatkan.
Q12 Saya selalu sampaikan, bahwa jalan utama bukan menjadi prioritas
dalam pengawasan. Jalan utama masuk ke dalam kategori “second
priority”. Kami fokuskan pengawasan di wilayah di luar jalan utama.
Umumnya, kami menentukan target retribusi pada setiap tahunnya.
Sehingga, kami prioritaskan pengawasan pada sektor komersial. Karena
nilai retribusi mereka itu per meter perseginya sudah berbeda. Jadi
ketika kami kehilangan sektor komersial, maka kami kehilangan potensi
PAD yang lebih besar jika dibandingkan dengan rumah tinggal. Jika
memang tidak kami peroleh sama sekali, barulah kami fokus pada
bangunan hunian. Setelah itu barulah kami fokus ke hunian, rumah
tinggal baik yang di perumahan maupun di luar perumahan. Kasus yang
muncul didominasi oleh kasus pelanggaran bangunan pada kawasan
non tertata. Namun, saat ini terdapat kasus yang mulai bermunculandari
kawasan tertata, diantarnya yaitu alih fungsi bangunan, kemudian
melakukan renovasi atau penambahan bangunan tanpa IMB.Terkait
pelanggaran pada area situ, kami sampaikan laporan segera kepada
pemerintah pusat selaku pemilik kewenangan, agar segera
ditindaklanjuti seperti apa penangannya. Kami lakukan peneguran dan
lain sebagainya, hanya untuk kewenangan “powerfull” adalah dari
pemerintah pusat. Kewenangan kami hanya sebatas unutk kroscek izin,
dan mencegah terjadinya pembangunan. Kemudian disampaikan ke
Satpol PP.
Q13 Bangunan pada kavling besar, yang pada awalnya permohonan
diajukan untuk pendirian bangunan rumah tinggal (hunian). Namun,
setelah kami lakukan peninjauan kembali terhadap gambar yang
diajukan, kami menemukan hal yang tidak wajar. Kami rasa tidak wajar
jika hunian terdiri dari 20 kamar. Karena secara aturan memang hal
tersebut tidak diperkenankan. Kalau menggunakan gambar yang
diajukan saat permohonan IMB, kemungkinan pemohon bisa
memanipulasi. Ternyata saat kami lakukan peninjauan lapangan, proses
pembangunan baru berjalan 50% (persen), namun sudah berdiri 10
ruang kamar. Kalau estimasi 100% (perseratus) maka bisa mencapai 20
kamar atau mungkin kurang dari itu.Saat ini pelanggaran yang menjadi
tren yaitu pelanggaran yang dilakukan dalam pendirian bangunan toko
dan minimarket. Pelanggaran tersebut paling banyak dan sering muncul.
Karena untuk mendirikan toko dan minimarket itu mudah, misalnya bisa
menggunakan bangunan eks-rumah tinggal. Maka dari itu, hal ini tetap
menjadi prioritas pengawasan kami. Karena dampak dari bangunan
tersebut, selain dalam aspek retribusi, juga adanya dampak sosial yang
besar. Kami bertugas mengawasi dalam bentuk preventif.
Umunya,permasalahan bangunan gedung pada fase operasional. Alih
fungsi bangunan gedungmemiliki kecenderungan kepada operasional
bangunan yang sudah didirikan. Alih fungsi ini berkenaan dengan fungsi
operasional bangunan dan kesesuaiannya dengan IMB yang diterbitkan.
Sebagai contoh, adanya bangunan hunian yang digunakan, baik itu
dijual atau disewa, untuk difungsikan sebagai rumah makan. Kalau
pihak tetangga kanan/kiri tidak bermasalah, mungkin tidak timbul
konflik. Jika pemilik hunian di sekitar bangunan tersebut melakukan
pengaduan, seperti ada keluhan bau tidak sedap, polusi asap, lahan
parkir, kemudian adanya kekhawatiran warga, terkait musibah
kebakaran, dan lain sebagainya.
Q14 Karena kami sifatnya preventif, sedangkan bangunan tersebut bukan
eksisting, hanya merubah sedikit saja. Kami tidak bisa melakukan
pencegahan, sebab bangunan sudah didirikan dan sudah dioperasikan.
Bangunan kos-kosan itu sifatnya disewakan dan digunakan oleh orang
lain, dan dalam hal ini kapasitasnya sudah berbeda. Kalau kavling
rumah tinggal untuk hunian, itu hal yang wajar. Kalau bangunan kos-
kosan, sebagian besar penghuni kos-kosan tersebut membawa
kendaraan mobil. Ini kemudian bermasalah terhadap kebutuhan lahan
parkir. Situ merupakan aset nasional,dan merupakan kewenangan
pemerintah pusat. Ketika kami menerima permohonan terkait izin, maka
kami akan meminta referensi atau masukan dari pemerintah pusat. Kami
biasanya bekerjasama dengan pemerintah pusat untuk meminta
keterangan, atau menerbitkan surat rekomendasi mengenai
permasalahan tersebut. Kami tidak akan berani menerbitkan izin terkait
dengan situ, penyusutan situ, sungai dan lain sebagainya
Baiknya laporan pengaduan disampaikan ketika bangunan gedung
tersebut sedang proses awal pendirian atau perubahan. Namun, karena
beberapa laporan tersebut kami terima setelah kegiatan operasional.
Maka, kami berikan himbauan kepada pengadu untuk menyampaikan
laporan kepada Satpol PP. Kami tidak bisa terbitkan SP4B untuk
bangunan tersebut, karena bangunan hanya menggunakan kanopi.
Sedangkan, kalau di kami itu berkenaan dengan fisik bangunan. Dalam
sisi payung hukum pengawasan IMB, kami tidak memiliki kewenangan
dalam hal tersebut. Untuk menangani hal tersebut, pihak yang memiliki
kewenangan yaitu Satpol PP, dengan menggunakan perdaturan daerah
terkait keamanan dan ketertiban. Jika, bangunan rumah makan tersebut
belum buka dan beroperasional, penanganannya yang dapat kami
lakukan pun berbeda.
Q15 Jadi dari SPPD sesuai standar ya, saya juga kurang hafal
ya berapa. Tapi yang jelas biaya tersebut dicover oleh pemerintah
daerah. Tidak terlalu besar, hanya ya Alhamdulillaah ya, ada. Biaya
yang diberikan untuk perjalanan saja, peninjauan ke lapangan, tidak
ada insentif.
Q17 Dalam melaksanakan kegiatan pengawasan, kami sudah berusaha
menyampaikan kondisi kami. Dan akhirnya kami berbagi tugas dan
tanggungjawab dengan Satpol PP. Satpol PP yang kemudian biasa
mendatangi mereka. Dinas teknis sejuah ini pada tahun 2015-2016 sudah
sibuk dengan tupoksinya masing-masing, ya. Jadi, kami harus lapor ke
Satpol PP. Karena semestinya, dinas tata kota juga memiliki seksi
pengawasan juga. Namun, mereka memiliki konsentrasi lain saat ini
untuk pelaksanaan proyek pembangunan Sekolah Dasar (SD), kantor
pemerintah dan lain sebagainya. Karena dinas teknis ini tidak
terkonsentrasi ke kami, maka tidak membantu secara optimal dalam
proses ini. Ketika kami komunikasi dengan mereka dalam hal meminta
bantuan, hal ini tidak berjalan optimal. Semestinya, ada peninjuan
langsung bersama di lapangan dengan mereka dan pertukaran informasi
temuan lapangan . Dan sejauh ini hal tersebut tidak terlaksana.Kalau
saat ini hanya di event-event tertentu saja.
Q18 Jumlah personel yang kami miliki terbatas, sehingga kegiatan kami tidak
maksimal. Kegiatan pengawasan lapangan dalam 1 (satu) hari dilakukan
oleh 4-5 orang petugas. Selama waktu pengawasan lapangan tersebut,
maksimal kami hanya mampu mengawasi 1-2 kecamatan. Kota
Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, dan idealnya 7
(tujuh) kecamatan harus kami tinjau seluruhnya. Sehingga, waktu yang
kami gunakan pun tidak cukup untuk men-“cover” kegiatan seluruhnya.
Q19 Dalam izin pendirian bangunan gedung melalui IMB ini kami mengalami
keterbatasan jumlah personel. Terkait dengan peruntukkan, garis
sempadan, kekuatan struktur atau tipologi bangunan di tiap-tiap daerah
di Kota Tangerang Selatan, kami sudah memahami. Namun, pihak yang
memiliki kemampuan lebih terkait hal tersebut adalah dinas teknis. Jadi,
idealnya pengawasan dilakukan oleh BP2T, Satpol PP dan Dinas Teknis.
Di bidang pelayanan masih dibutuhkan minimal S1 teknis lah ya. Tenaga
ahli yang bisa membaca gambar, cek ke lapangan. Karena IMB terkait
dengan aspek teknis, dan kami memiliki keterbatasan dalam hal tersebut.
Untuk perhitungan yang sifatnya rumit dan membutuhkan tim ahli, kami
biasanya meminta bantuan kepada dinas teknis. Kalau di kami sudah
cukup, karena ada beberapa kawan-kawan petugas BP2T merupakan
sarjana teknik. Kami juga memerlukan sarjana hukum untuk mem-“back
up” Bidang Wasdal. Karena banyak surat-surat teguran, pengaduan dan
mediasi. Kemampuan mereka sudah di-training sekian bulan. Kalau dari
segi teknis, bersamaan, “learning by doing” di jalan. Di tahap awal juga
sudah diberikan pemantapan melalui materi, buku, dan lain sebagainya.
Ada buku saku yang tidak boleh tertinggal.
Q21 Karena saat ini kami masih memiliki kegiatan masing-masing, sehingga
tidak saling membantu dalam artian tidak melakukan peninjauan
lapangan secara bersamaan. Mereka membantu dari sisi informasi,
kalau kami menanyakan sesuatu, mereka pasti memberikan respon. Baik
itu komunikasi melalui telepon seluler maupun kami mendatangi
langsung ke kantor yaitu dinas tata kota. Kami lakukan pertemuan
terjadwal setiap minggunya dalam 1 (satu) hari, yaitu pada hari Selasa.
Pada hari Selasa tersebut, berkumpulah seluruh kepada dinas yang
dipimpin oleh Bu Walikota atau Pak Wakil Walikota. Pertemuan tersebut
diadakan untuk membahas permasalahan ter-“update” dalam kegiatan
pengawasan pengendalian pembangunan di Kota Tangerang Selatan.
Kalau dengan Satpol PP, kami juga bersama hadir dalam kegiatan
pertemuan hari selasa tersebut. Selain itu, kami juga melakukan
penyampaian melalui surat. Terkadang saat pertemuan, kami tidak
membawa lengkap beserta surat, namun tetap kami coba sampaikan.
Kelengkapan surat kami lampirkan menyusul. Jadi, ketika terdapat
temuan dan perlu dilakukan penindakan, baik berupa eksekusi,
penindakan, dan lain sebagainya, tetap harus melibatkan Satpol PP Kota
Tangerang Selatan.
Q22 Penyampaian informasi kepada Satpol PP terkadang tidak sampai.
Umumnya kendala yang dihadapi yaitu informasi yang disampaikan
harus berulang. Awalnya informasi sudah sampai, tidak diterima di
Satpol PP, selalu begitu. Maka, pada akhirnya dalam setiap 1
kali/minggu, kami sampaikan secara langsung data dan informasi
temuan kami untuk ditindaklanjuti.
Q23 70% lahan di Kota Tangerang Selatan merupakan milik pihak swasta
(pengembang). Maka, kami memang harus bekerjasama dengan mereka.
Terkait fenomena alih fungsi bangunan gedung, sebagai contoh yang
terjadi di kawasan Perumahan Bumi Serpong Damai (BSD). Kami
berikan surat panggilan kepadapemilik bangunan kontrakan di kawasan
BSD pada tahun 2011. Kami mencoba mengawasi, namun kenapa hanya
kami yang melakukan pengawasan. Sedangkan, tim pengawasan dari
internal BSD tidak melakukan pelarangan. Seharusnya pihak BSD juga
melakukan pengawasan yang serupa. Untuk menindaklanjuti hal
tersebut, kami serahkan kembali kepada pihak Bumi Serpong Damai
(BSD). Dalam kegiatan pengawasan, kami menyampaikan laporan
terlebih dahulu kepada BSD.Karena semestinya sejak awal pihak BSD
menyikapi kondisi tersebut. Kami melakukan koordinasi terkait tindakan
yang akan ditempuh oleh pihak BSD. Karena pihak BSD berlindung
melalui ikatan jual beli antara konsumen dan produsen BSD, sehingga
kami pun tidak bisa terlibat lebih jauh dalam hal ini.
Q24 70% lahan di Kota Tangerang Selatan merupakan milik pihak swasta
(pengembang). Maka, kami memang harus bekerjasama dengan mereka.
Terkait fenomena alih fungsi bangunan gedung, sebagai contoh yang
terjadi di kawasan Perumahan Bumi Serpong Damai (BSD). Kami
berikan surat panggilan kepadapemilik bangunan kontrakan di kawasan
BSD pada tahun 2011. Kami mencoba mengawasi, namun kenapa hanya
kami yang melakukan pengawasan. Sedangkan, tim pengawasan dari
internal BSD tidak melakukan pelarangan. Seharusnya pihak BSD juga
melakukan pengawasan yang serupa. Untuk menindaklanjuti hal
tersebut, kami serahkan kembali kepada pihak Bumi Serpong Damai
(BSD). Dalam kegiatan pengawasan, kami menyampaikan laporan
terlebih dahulu kepada BSD.Karena semestinya sejak awal pihak BSD
menyikapi kondisi tersebut. Kami melakukan koordinasi terkait tindakan
yang akan ditempuh oleh pihak BSD. Karena pihak BSD berlindung
melalui ikatan jual beli antara konsumen dan produsen BSD, sehingga
kami pun tidak bisa terlibat lebih jauh dalam hal ini.
Q25 Kami sudah sarankan kepada kawasan lainnya di BP2T untuk melakukan
sosialisasi dalam berbagai bentuk, baik melalui media, website, atau di
kewilayahan, kami sudah lakukan itu.
Q26 Kalau kami mendapatkan pemilik bangunan yang melakukan
pelanggaran, memang kami lakukan peneguran. Tetapi, melalui teguran
yang kami berikan, kami mengarahkan kepada pemilik bangunan
tersebut untuk mengurus perizinan IMB. Papan pengawasan yang kami
berikan biasanya tidak dipasang juga oleh pemilik bangunan, sehingga
ketika kami melakukan peneguran, ternyata mereka sudah memiliki IMB.
Kalau papan SP4B itu sama juga, ketika mereka tidak dipasang, mereka
bisa tetap aman melaksanakan pembangunan.
Q27 Realita yang terjadi di lapangan yaitu kalau perumahan-perumahan
yang kami lakukan BAP, tidak banyak melakukan pelanggaran. Namun,
untuk rumah tinggal (hunian) biasa itu kami dapati adanya pelanggaran.
Namun, pada hakikatnya kami sudah menyampaikan beberapa manfaat
tersebut.
Kami ada laporan berkala setiap bulannya, yang kami evaluasi dan
kami disposisikan kepada bidang lain yang bersangkutan, yaitu kepada
seluruh bidang pembangunan.
Q28 Pertemuan dengan developer dalam kondisi tertentu saja, tidak ada
rutinitas.Kalau koordinasi dengan “developer” terkait dengan
bangunan yang masih menjadi tanggungjawab mereka, tidak ada.
Karena setiap developer memiliki kebijakan kawasan masing-masing.
Namun, kami melakukan komunikasi kepada developer jika memang
terdapat proses permohonan IMB. Karena setiap kali terdapat
permohonan izin, pasti ada pertemuan dan penyampaian data. Sehingga,
pertemuan dengan “developer”dilakukan dalam kondisi tertentu saja,
tidak ada rutinitas.
Q29 Ketika teguran kami berikan, masyarakat itu ada saja yang melakukan
penolakan. Seperti tidak hadir ketika pemanggilan, dan juga tidak
mengakui melakukan pelanggaran. Bahkan ada beberapa kasus
pengaduanyang sampai diproses hingga tingkat persidangan. Kalau
mereka gagal mediasi, ya mau tidak mau perlu sidang. Setelah kami
lakukan pemberhentian pembangunan melalui penerbitan SP4B,
masyarakat memang masih ada yang mendirikan bangunan juga.
Apalagi kalau pengawasan memang tidak intensif ya. Kadang papan
stop itu tidak terpasang, dengan alasan hilang. Ya, memang ada saja
yang seperti itu.Unsur perantara dalam IMB ini masih menjadi
hambatan. Namun, dikarenakan belum terdapat peraturan yang
melarang di Indonesia, kami pun tidak bisa melarang. Tapi kasus yang
keliru itu biasanya yaitu karena ketidakprofesioanalan perantara.
Q30 Meskipun sudah diberikan teguran, ya ada saja yang tidak
mengindahkan. Tetapi kan saya hanya sampai surat teguran, selebihnya
kan kewenangan dari Satpol PP. Kalau sedang prosesmembangun, kami
hanya sampai ke penyetopan pembangunan, selebihnya di Satpol PP,
begitu.
Q31 Setelah terjadi pemekaran daerah menjadi Kota Tangerang Selatan,
hampir kurang lebih 30% pemilik bangunan yang mengajukan
prosesIMB tersebut sudah dalam kondisi terbangun. Misalnya, karena
pemilik bangunan tersebut hendak melakukan permohonan pinjaman ke
pihak Bank, maka sebagai persyaratan diperlukan SK IMB. Pihak Bank
hanya akan menerima bangunan setelah bangunan tersebut memiliki SK
IMB.Ketika kami melakukan peninjauan lapangan untuk mengawasi
suatu bangunan, ada tim pengamanan khusus oleh pemilik bangunan.
Mereka umumnya mencoba memastikan bahwa memang yang
melakukan pengawasan adalah dari petugas pemerintah. Kalau
diobrolin baik-baik, mereka juga ngerti kok.Terkadang yang menerima
itu mandor. Tahun 2011 itu kurang lebih ada 20 bangunan yang
diindikasikan sperti itu. Lalu, kami panggil, mereka rata-rata tidak
mengakui gitu. Karena yang hadir rata-rata pada waktu itu mandor atau
pegawainya. Bukan pemilik langsung. Saya katakan, bahwa dengan
berat hati kami menolak. Kami kembalikan ke developer.
MEMBERCHECK

Nama : Yunda Wirawerdhana, Hari/Tanggal : Kamis, 5 Januari 2017


ST.
Keterangan : Ketua Koordinator Jam : 14.16 – 15.23 WIB
Pengawasan (Koorwas), Lokasi : Kantor BP2T Kota
Seksi Pengawasan, Tangerang Selatan
Pengendalian dan
Pengaduan BP2T Kota
Tangerang Selatan

I
I1-3
Q
Q1 Ketika berkas permohonan IMB akan disampaikan, terlebih dahulu kami
berikan kesempatan untuk mengkonsultasikan kelengkapan izin tersebut.
Pengaduan juga begitu. Terkadang yang datang kalau mengadu suka
tetangga jauh, sedangkan mereka tidak memiliki keterkaitan dengan
pendirian bangunan. Ketika kami melakukan pemanggilan terhadap
pemilik/penanggungjawab bangunan tersebut, kemudian mereka tidak
hadir. Maka, informasi hasil pengawasan tersebut kami
sampaikan kepada Satpol PP untuk ditindaklanjuti. Dalam berkas yang
kami sampaikan kepada Satpol PP, kami melampirkan di dalam surat
tersebut foto bangunan dan alamat lengkap
Q4 Kalau kegiatan pembinaan bersifat spontan, maka hal tersebut dilakukan
ketika mereka memenuhi panggilan kami di kantor. Kami berikan
pengarahan dan pembinaan secara lisan agar mereka menghentikan
kegiatan pembangunan untuk sementara hingga IMB terbit. Setelah itu
kami meminta data dari pemilik bangunan tersebut untuk kami tinjau
perhitungan dalam aspek teknis. Jika bangun tersebut tidak sesuai
ketentuan teknis, maka kami sampaikan dan arahkan kepada mereka
ketika itu.
Q5 Waktu yang digunakan dalam kegiatan penindakan ini tentatif, terkadang
bisa dalam waktu 1 hari. Kalau semua ada di kantor, 1 (satu) hari bisa
selesai. Setelah kami mengisi berita acara pengawasan, di hari tertentu
biasanya 2(dua) hari kemudian kami kirimkan kepada Satpol PP. Hari ini
kita mendapati 5 temuan pelanggaran, maka 5 kasus tersebut kami
laporkan. Begitu pun halnya jika temuan pelanggaran yang kami dapati
hanya 1 temuan. Terkadang prosesnya bisa selama 1 minggu. Biasanya
setelah 1 minggu kemudian, kami sampaikan laporan pada hari senin.
Hari senin kami meberikan teguran, hari rabu fase pemanggilan pemilik
bangunan, pembuatan berita acara.
Q6 Kami melakukan kegiatan evaluasi perizinan. Kami lakukan pengawasan
secara random, dengan mendatangi, memantau dan melihat potensi
bangunan yang melanggar IMB. Kami lakukan pemilahan, karena kami
kembali lagi dengan kondisi tim yang ada.
Q8 Kami akan menilai dari jenis fisik bangunan yang didirikan. Hal ini
dilakukan karena, ketika bangunan tersebut potensi pembangunannya
berjalan pesat, atau saat kami dapati bangunan tersebut sudah dalam
kondisi 60%. Maka menurut saya cukup diberikan surat teguran 1.
Namun, jika saat kami dapati bangunan baru tahap penggalian, memulai
pembangunan pondasi ini berbeda. Apabila saat proses pemanggilan dari
surat teguran 1 pemilik bangunan tersebut tidak hadir, maka dapat
dilanjutkan penerbitan surat teguran tahap 2 hinga tahap 3, dengan jeda
waktu penerbitan adalah 1 minggu. Kemudian jika memang tidak hadir
pada panggilan surat teguran tahap 3, maka kami akan melakukan
penerbitan SP4B.Kami mengarahkan kepada pelapor untuk
menyampaikan laporan secara resmi melalui surat pengaduan. Kami
menghindari adanya laporan pengaduan masyarakat yang bersifat
sentimentil. Karena terdapat beberapa laporan pengaduan masyarakat
yang bersifat sentimentil dan terkesan kurang bertanggungjawab.
Beberapa pelapor tersebut menyampaikan pengaduan terhadap bangunan
tertentu, namun dalam laporan yang disampaikan mereka tidak berkenan
untuk dipublikasikan identitasnya
Q9 Kami berharap setiap pelapor membawa bukti foto dan melampirkan
nama jalan letak bangunan tersebut. Karena ketika laporan disertai
dengan foto dan nama jalan, umumnya kami sudah memahami. Utamanya
adalah alamat lengkap bangunan tersebut. Karena selama ini, pelapor
jarang melampirkan foto, mereka hanya melampirkan alamat lengkap dan
nomer telepon. Kami mendapati beberapa laporan pengaduan dengan
alamat yang kurang lengkap sehingga sulit dipahami. Sebagai contoh,
kami dapati laporan bahwa terdapat kasus dugaan tidak memiliki IMB,
dengan spesifikasi bangunan ruko, terletak di Kecamatan Pondok Aren.
Sementara jenis bangunan ruko di Kecamatan Pondok Aren itu banyak,
dan Kecamatan Pondok Aren pun sangat luas. Sehingga kami tidak
mungkin mengamati satu persatu. Namun, apabila ketika peninjauan
dilakukan dan kami tidak menemukan, maka itu bukan menjadi skala
prioritas.
Q10 Dalam kegiatan pengawasan pasca pembangunan, seringkali kami
laksanakan untuk bangunan perumahan. Kami lakukan evaluasi berapa
jumlah bangunan yang didirikan dengan bangunan yang diizinkan,
kesesuaian fasos, fasum, penyediaan jalan, sarana dan prasarana lainnya.
Kami mengarahkan kepada pelapor untuk menyampaikan laporan secara
resmi melalui surat pengaduan. Kami menghindari adanya laporan
pengaduan masyarakat yang bersifat sentimentil. Karena terdapat
beberapa laporan pengaduan masyarakat yang bersifat sentimentil dan
terkesan kurang bertanggungjawab. Beberapa pelapor tersebut
menyampaikan pengaduan terhadap bangunan tertentu, namun dalam
laporan yang disampaikan mereka tidak berkenan untuk dipublikasikan
identitasnya.
Q11 Jadi, masyarakat yang mohon maaf bermukim di luar kawasan
perumahan, justru kalau untuk hunian non tertata menjadi fokus kami.
Karena memang ditujukan agar pembangunan tertata.
Jika di perumahan hunian tertata, mereka memiliki master plan beserta
ketentuan yang mengatur didalamnya. Selama proses pengawasan pun,
kami dibantu oleh pengelola kawasan. Ketika pihak pengelola kawasan
tersebut tidak bisa menyelesaikan, barulah diserahkan laporan kepada
kami. Secara peraturan, mereka memiliki ketentuan yang lebih kuat,
karena adanya ikatan jual beli kepada konsumen. Karena biasanya
developer tidak memperkenankan pendirian atau perubahan bangunan
sebelum 10 tahun didirikan, atau sebelum bangunan tersebut dalam
kondisi lunas.
Q12 Sementara ini, kami masih fokus pada bangunan-bangunan gedung
dengan pembangunan skala besar. Hal ini dikarenakan, bangunan skala
besar memiliki potensi ataupun dampak yang besar kepada masyarakat.
Mereka (masyarakat) pun sudah mampu menilai, bahwa adanya sebuah
bangunan hotel dengan 4 (empat) lantai itu, akan memberikan efek yang
besar. Pengawasan di dalam peraturan daerah pun seperti itu, ada
pengawasan dari masyarakat. Dalam menilai apakah perlu dilakukan
pengawasan pasca izin, kami melihat bentuk permasalahan.
Q14 Kami berkomunikasi dengan pihak developer, baik melalui surat, telepon
seluler. Jika memang mereka gagal dalam mengakomodasi, maka kami
melakukan penindakan di lapangan.
Q15 Tidak ada biaya yang dibebankan dalam kegiatan pengawasan, termasuk
dalam penanganan kasus pengaduan. Pemilik bangunan yang kami awasi
tidak kami mintakan biaya sedikitpun. Kalau di kami yang ditarif biaya
hanya itu saja, retribusi IMB nya saja. Nanti setelah akhir, setelah mereka
selesai mengurus IMB, mereka akan setor sendiri ke BJB.Dari pencairan
SPPD, kami menerima Rp.150.000,00 untuk ketua Koordinator
Pengawasan, dan sebesar Rp.100.000,00 untuk anggota Korwas. Biaya
tersebut dialokasikan untuk kegiatan pengawasan dalam 1 hari
peninjauan lapangan. Berapapun temuan pelanggaran yang kami dapati
pada hari tersebut. Hanya dalam satu hari kami tidak boleh di kecamatan
yang sama.
Q17 Saat kegiatan pengawasan lapangan, tim koorwas ini selalu melakukan
pengawasan secara bersamaan. Dalam hal ini, tidak dilakukan kegiatan
pembagian tugas pengawasan lapangan. Jika terdapat izin yang
diterbitkan dan bangunan tersebut tidak bersinergi dengan lingkungan,
maka kami secara bersama mempelajari letak kesalahan tersebut.
Berdasarkan izin Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan
Pengaduan Bidang Pembangunan, saya diberi kewenangan untuk
menandatangani surat teguran ini.
Q18 Tim pengawasan tergabung dalam bentuk tim Koordinator Pengawas
(Korwas), yang terdiri dari 5 anggota, dan diketuai oleh 1 (satu)
koordinator. Secara Keseluruhan jumlah koorwas ada 6 (enam). Hampir
70% dari jumlah tersebut, berperan serta dalam kegiatan pengawasan
lapangan. Karena 2 (dua) diantaranya baru dipekerjakan kembali dengan
status Tenaga Kerja Sementara (TKS). Terkadang 2 orang tersebut hadir,
namun umunya 3 (tiga) orang lainnya hadir dalam kegiatan
pengawasan.Ada juga tim pengawasan khusus peninjauan dokumen izin,
ini terbagi menjadi 3 (tiga) timKoordinator Wilayah (Koorwil).
Q20 Fasilitas kendaraan yang kami miliki menggunakan 1 (satu) unit mobil.
Sehingga kami lakukan pengawasan secara bersamaan, maka dari itu
kegiatan pengawasan bersifat terpusat pada kecamatan tertentu dan tidak
menyeluruh. Tapi pada saat ada kegiatan, misalnya saya izin ke
kecamatan “x”. Maka, saya persilahkan untuk mereka melakukan
pengawasan lapangan dengan personel yang ada. Ketika mereka
menemukan objek IMB, maka mereka menyampaikan laporan kepada
saya, dan kami pun berangkat menuju lokasi tersebut.
Q21 Menurut pengamatan kami, kegiatan pembangunan berlangsung sangat
cepat, maka kami segera sampaikan laporan kepada Satpol PP.
Koordinasi yang dilakukan oleh internal Seksi Wasdal Bidang
Pembangunan dilakukan oleh Kepala Seksi melalui kordinator tim, 3
koordinator wilayah dan 1 koordinator pengawasan. Komunikasi yang
kami lakukan secara oral ada, namun memang laporan dalam bentuk
pembicaraan tentang kasus tersebut sifatnya informasi saja. Koordinasi
yang dilakukan secara kedinasan, tidak ada pertemuan khusus antara
BP2T dengan Satpol PP. Pertemuan tersebut bisa dilakukan pada kasus-
kasus tertentu. Kami memiliki agenda pada setiap hari Selasa untuk
melakukan koordinasi. Kegiatan koordinasi mingguan tersebut dihadiri
oleh pimpinan.
Q22 Bentuk koordinasi yang saya lakukan dengan pimpinan dalam bentuk
laporan berita acara disertai foto kegiatan. Kalau dengan pak Kabid
Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan, disampaikan oleh pak Kasie.
Sementara itu, koordinasi antara sesama petugas pengawasan, kami bisa
lakukan dalam bentuk “coffe morning” di kantor, mengulas kegiatan
dengan koordinasi “non-formal”, dalam bentuk oral. Namun, untuk
bentuk formal, saya sudah menyediakan surat-surat teguran yang sebelum
mereka ke lapangan, sudah saya persiapkan dan saya tandatangani.
Koordinasi yang kami lakukan dengan Satpol PP kami lakukan melalui
surat, telepon untuk menanyakan titik koordinat. Terkadang mereka
komunikasi ke kami melalui penggilan telepon. Mereka melakukan
konfirmasi dan koordinasi kepada kami terkait lokasi bangunan tersebut.
Di dalam surat temuan pengawasan yang kami sampaikan, kami
melampirkan informasi berupa foto bangunan beserta alamat lengkap.
Dalam 1 minggu cukup 1 kali. Kami menerbitkan surat, kemudian nanti
dibahas. Jadi mungkin 2 kali koordinasi dilakukan. Dibahas secara umum
kegiatan wasdal selama 1 minggu. Hal ini disampaikan oleh Pak Irvan
saat kegiatan rapat tim wasdal bangunan.
Q23 Kalau kami survei, sudah tidak dapat, kemudian titik lokasinya dimana,
yasudah itu menjadi bukan prioritas, bukan skala prioritas. Ada prioritas
yang lain yang memang harus segera kami tindak lanjuti, dan biasanya
kalau sudah tidak prioritas kan, berarti kita tidak memberikan tanggapan,
membalas, bukan memberikan. Tidak memberikan tanggapan ke pihak
pengadu, pengadu akan datang sendiri ke sini, ataupun melakukan
kembali pernyataan, atau melakukan, kami panggilan atau pun datang ke
kami lah, intinya ke kami. Kami klarifikasi, baru biasanya langsung
ketemu dengan kami. Tetapi 70% rata-rata mereka meminta untuk
ditanggapi, dan kami pun melakukannya seperti itu. Kalaupun memang
ternyata, tidak bisa kami “handle”, dan juga memang tidak ketemu, ya,
sudah mau diapakan lagi. Kami sudah berusaha terjun langsung ke
lapangan.
Q24 Menurut peraturan baru terkait bangunan gedung, memang terdapat
keterbatasan dalam kegiatan penyetopan berupa SP4B. Sehingga, fungsi
pengawasan yang kami lakukan pun berkurang dan kami hanya bisa
mengoptimalkan kegiatan peneguran secara tertulis. Karena biasanya
memang di lapangan, kalau peneguran belum ada papan stop, masyarakat
itu tidak takut. Jasa perantara ini biasanya mengurus izin saja, mereka
tidak punya pengetahuan terkait dengan kajian teknisnya. Jadi, terkadang
saat berkas sudah diurus, dan ternyata melebihi ketentuan teknis, tiba-tiba
mereka tidak melanjutkan. Bahkan ada juga yang tidak koordinasi lagi ke
pihak pemilik bangunan gedung. Jadi, saat pemilik kami berikan teguran,
mereka bilang, “Pak, saya sudah mengurus izin, tapi dengan si “x”. Saat
kami cek di data base, ternyata tidak ada berkasnya.
Q25 Kami membuat surat teguran menggunakan surat tilang. Kalau
melakukan peneguran dengan membuat surat terlebih dahulu ke kantor,
membutuhkan waktu kurang lebih 3 (tiga) hari. Karena jika menggunakan
surat, kami perlu mencatat kemudian kami foto, lalu kami sampaikan
laporkan ke bagian administrasi. Saat hari ke-4 (ke-empat) ketika kembali
peninjauan ke lapangan, bisa saja bangunan sudah masuk tahap finishing.
Q26 Ketika kami melakukan peninjauan lapangan atas laporan pengaduan
masyarakat, kami dapati beberapa pemilik bangunan tersebut telah
memiliki izin. Kami dapati bahwa mereka tidakmenyertakan papan IMB di
lokasi bangunan tersebut.
Karena masyarakat biasa sebenarnya mungkin merasa tidak memerlukan
IMB. Jadi beberapa kali ya, misalnya, ada suatu bangunan yang sudah
kami berikan himbaun penyetopan, namun mereka masih melaksanakan
pembangunan.Lain halnya dengan bangunan ruko-ruko yang memang
mereka memerlukan IMB, misalnya untuk melakukan transaksi dengan
Bank. Mereka pasti melakukan permohonan izin, hanya saja mereka ingin
membangun sesegera mungkin dengan mendirikan bangunan terlebih
dahulu.
Q27 Kami melakukan kegiatan evaluasi perizinan. Kami lakukan pengawasan
secara random, dengan mendatangi, memantau dan melihat potensi
bangunan yang melanggar IMB. Kami lakukan pemilahan, karena kami
kembali lagi dengan kondisi tim yang ada, saat selesai kami tidak
memantau. Setiap minggunya kami menyampaika laporan, karena sifat
kami melaporkan, kemudian kami melakuka evaluasi perizinan.Jika
menurut pemantauan kami terjadi ketidaksesuaian, maka kami akan
melakukan peninjauan lokasi, dan mengevaluasi izin yang telah mereka
miliki.
Q29 Kami berkomunikasi dengan pihak “developer”, baik melalui surat,
telepon seluler. Jika memang mereka gagal dalam mengakomodasi, maka
kami melakukan penindakan di lapangan. Bangunan yang alih fungsi
memang sejak awal kami lakukan penolakan berkas. Terkadang kami juga
harus berhadapan dengan aparat, kami dicurigai sebagai oknum. Maka
untuk menghindari hal itu kami melakukan pemanggilan kepada pemilik
bangunan untuk proses identifikasi di kantor. Saat ada bangunan yang
terindikasi tidak berizin, kemudian kami tegur, ternyata di lokasi hanya
ada mandor/tukang. Maka, kami tetap sampaikan surat tersebut kepada
pihak yang ada di lokasi. Hanya memang terkadang surat teguran itu
tidak sampai juga kepada pemilik bangunan. Jadi, ketika pemanggilan di
kantor pemilik bangunan tidak hadir. Kalau pun mandor yang hadir,
mereka mengatakan bahwa tidak mengetahui apa-apa.
Q31 Pemilik bangunan yang tidak memasang papan itu alasannya beragam,
misalnya karena adanya oknum ormas yang melakukan pemerasan.
Karena di dalam papan IMB itu ada informasi mengenai pemilik
bangunan. Kalau mereka yang tidak bertanggungjawab, informasi itu
berharga. Dan ketika oknum tidak menemukan papan, mereka berfikir
bangunan tersebut tidak memiliki IMB, padahal belum tentu
MEMBERCHECK

Nama : Hamdani, S.IP. Hari/Tanggal : Jum‟at, 06 Januari 2017


Keterangan : Anggota Koordinator Jam : 09.11-10.13 WIB
Pengawasan (Koorwas), Lokasi : Kantor BP2T Kota
Seksi Pengawasan, Tangerang Selatan
Pengendalian dan
Pengaduan BP2T Kota
Tangerang Selatan

I
I1-4
Q
Q1 Teknis dalam penyampaian informasi pengaduan harus dilakukan secara
tertulis. Maka dari itu, kami tidak bisa memberikan tanggapan lebih lanjut
terhadap pengaduan dalam bentuk non-tertulis, seperti melalui panggilan
seluler. Ketika ada informasi pengaduan masyarakat, kami akan
melakukan klarifikasi kepada pelapor yang juga disertai dengan laporan
yang diakomodasi oleh RT/RW. Namun, dikarenakan walikota
memberikan peluang untuk masyarakat agar mempermudah akses
tersebut, banyak juga yang perlu kami datangi meskipun tanpa
terkordinir oleh RT/RW setempat. Formulir pengaduan kami sediakan
untuk para pelapor pengaduan. Persentase antara pelapor yang
menggunakan surat formulir pengaduan dengan yang tidak adalah kurang
lebih 40:60%.
Q4 Kegiatan pengawasan lapangan yang kami laksanakan tidak berdasarkan
pada jadwal secara khusus. Kegiatan pengawasan lapangan dalam 1
minggu, kami lakukan umumnya sebanyak 3 (tiga) kali dan minimal
adanya 1 (satu) kali. Kegiatan tersebut terdiri, baik oleh kegiatan
pengawasan rutin ataupun dalam kegiatan penindakan laporan
pengaduan. Penyampaian laporan dari kami kepada Satpol PP tidak
membutuhkan waktu lama. Laporan akan segera kami sampaikan, terlebih
untuk kasus-kasus pelanggaran bangunan tertentu. Hal ini
dilakukan,khususnya apabila bangunan tersebut adalah jenis bangunan
yang berpotensi memicu konflik, sehingga perlu dipertimbangkan secara
matang.
Q8 Ya memang terkadang ada saja laporan yang pelapor itu tidak mau
diketahui identitasnya. Kalau kami tidak bisa menindak laporan seperti
itu. Laporan yang kami terima ya harus jelas
Yang paling penting dalam laporan itu alamat dan nomer telepon pelapor
ya, karena kalau kami akan peninjauan lapangan, kami akan
menghubungi pelapor. Tapi memang ya itu tadi, terkadang mereka datang
tidak disertai bukti foto kegiatan di lapangan juga. Hanya sekedar
laporan saja.
Q10 Kami menyediakan formulir pengaduan masyarakat. Formulir pengaduan
tersebu disampaikan oleh masyarakat melalui bidang sekretariat untuk
kemudian didisposisikan kepada kami. Kami memenuhi permohonan
pengaduan tersebut secara obyektif apapun motif dari masyarakat.
Q12 Bangunan komersial umumnya menggunakan jasa kontraktor, dimana
dalam hal ini banyak diantara mereka yang juga melaksanakan
pembangunan di berbagai daerah lainnya. Kejadian yang marak terjadi
yaitu pelanggaran pada garis sempadan bangunan bagian belakang
bangunan gedung. Kota Tangerang Selatan mengatur ketentuan garis
sempadan bangunan belakang, khusus untuk bangunan komersial yaitu
sebesar 3-4 m2. Ketentuan garis semapadan bangunan memang belum
tentu sama dengan daerah lainnya.
Q13 Kasus alih fungsi bangunan sudah kami lakukan pemanggilan kepada
pemilik bangunan. Kewenangan kami adalah dalam bentuk pemanggilan
dan memberikan konfirmasi kepada pemilik bangunan atas temuan
pelanggaran tersebut. kewenangan selanjutnya kami serahkan kepada
dinas terkait untuk melaksanakan kegiatan penindakan berupa penertiban
dan eksekusi bangunan.
Q15 Kegiatan pengawasan lapangan yang kami lakukan, setiap kali
perjalanan kami mendapatkan anggaran Rp.100.000,00-/individu. Ketika
kami melakukan penyisiran, kami kelola anggaran tersebut bersama untuk
kegiatan tersebut. Pengawasan lapangan akan tetap berjalan selama
bahan bakar kendaraan terpenuhi.
Q17 Sejauh ini kami tidak ada pembagian tugas untuk ke lapangan. Saat
kegiatan peninjauan lapangan kami turun, umumnya 3 orang dari 5 orang
anggota. Tergantung tingkat kesulitannya, kalau bentuknya kasus
pengaduan, maka kami harus turut serta dengan personel selengkap-
lengkapnya.
Q21 Komunikasi antara pegawai tim kordinator pengawasan bersifat terbuka,
dan berjalan baik. Kami tidak mengadakan kegiata rapat tertentu dengan
jadwal tertentu. Kami menjadikan pertemuan-pertemuan kami di dalam
ruangan sebagai pertemuan rapat. Bahkan ketika ada kesulitan
menghubungi salah satu petugas, maka petugas lainnya perlu siaga untuk
mengcover kegiatan pengawasan tersebut. Terkadang, ketika kami
melakukan kegiatan pengawasan di lapangan dan saling berpapasan,
pengarahan terkait temuan pelanggaran kami dapati dari beliau perlu
kami tindaklanjuti segera.
Q22 Kami lakukan komunikasi secara personal melalui penggilan seluler
kepada petugas anggota di Satuan Polisi Pamong Praja untuk
mengkonfirmasi bahwa bangunan tersebut belum ditindaklanjuti. Saya
tidak mengetahui apakah alporan yang kami sampaikan ditindaklanjuti
seluruhnya oleh Satpol PP. Ketika laporan temuan pelanggaran
bangunan kami sampaikan kepada Satpol PP, masih terdapat bangunan
yang belum ditindaklanjuti.Hal tersebut sudah bukan menjadi
kewenangan kami.Terkait dengan bangunan-bangunan tertentu, kami
lakukan komunikasi non-formal dengan satpol pp sebagai bentuk
pengawasan. Hal ini dilakukan pada bangunan-bangunan tertentu saja,
seperti bangunan di jalan-jalan arteri, titik kemacetan dan lain
sebagainya.
Q23 Pengawasan yang kami lakukan mengarah kepada bangunan yang sudah
terdaftar atau dalam proses perizinan IMB. Masyarakat umumnya
melaksanakan pendirian bangunan gedung sebelum IMB diterbitkan,
dimana dalam hal ini ditemukan mereka memulai dengan berbekal tanda
terima pendaftaran IMB. Hal ini mendominiasi kurang lebih sekitar 60%
dari temuan pelanggaran yang kami peroleh. Persentase masyarakat yang
mendirikan bangunan gedung tanpa izin kurang lebih mencapai 20% dari
temuan yang kami peroleh. Ketika masyarakat yang melakukan
pormohonan izin, beberapa diantaranya kami temukan kasus yang
memang tidak diperkenankan oleh peraturan daerah terkait IMB.
Misalnya yaitu adanya pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan
garis sempadan serta peruntukkan bangunan.
Q26 Ketika masyarakat mendirikan bangunan dengan tidak mengikuti
ketentuan teknis yang diperkenankan, maka kami akan melakukan
pemanggilan melalui surat teguran. Pelanggaran ini meliputi
ketidaksesuaian terhadap KDB, KLB, GSB. Kami tidak terbitkan izinnya,
dikarenakan IMB memang tidak semata-mata ditujukan untuk
pemungutan retribusi. IMB juga berfungsi sebagai kontrol, sehingga
harus diterbitkan melalui izin. Terdapat kurang lebih 25-30% pemilik
bangunan melanggar ketentuan teknis. Kasus pelanggaran ini terjadi,
baik pada bangunan hunian maupun komersial. Khusus bangunan
komersial, memang persyaratan yang harus dipenuhi lebih rumit.
MEMBERCHECK

Nama : Tati Suryati, SH., MT. Hari/Tanggal : Senin, 9 Januari 2017


Keterangan : Kepala Seksi Pelayanan Jam : 10.54 - 11.32 WIB
Perizinan Bidang Lokasi : Kantor BP2T Kota
Pembangunan – BP2T Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan

I
I1-5
Q
Q1 Beberapa kendala yang dihadapi ketika pemohon Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) melibatkan jasa perantara, yaitu terjadinya keterbatasan
komunikasi antara pemohon dan BP2T. Hal ini mengakibatkan, beberapa
komunikasi yang secara langsung kami butuhkan kepada pemohon tidak
tersampaikan. Dalam proses pengajuan IMB, dokumen permohonan izin
yang dinyatakan telah memenuhi persyaratan, harus tetap dilakukan
pemantauan hingga proses perizinan IMB dinyatakan selesai. Karena
setelah dilakukan peninjuan lapangan, terdapat beberapa dokumen yang
perlu dilengkapi dan disesuaikan oleh pemohon izin. Misalnya,
diperlukannya proses revisi gambar yang perlu disesuaikan dengan
kondisi sebenarnya, jika terjadi perbedaan setelah dilakukannya
peninjauan lapangan.
Q2 Beberapa kendala yang dihadapi ketika pemohon Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) melibatkan jasa perantara, yaitu terjadinya keterbatasan
komunikasi antara pemohon dan BP2T. Hal ini mengakibatkan, beberapa
komunikasi yang secara langsung kami butuhkan kepada pemohon tidak
tersampaikan. Dalam proses pengajuan IMB, dokumen permohonan izin
yang dinyatakan telah memenuhi persyaratan, harus tetap dilakukan
pemantauan hingga proses perizinan IMB dinyatakan selesai. Karena
setelah dilakukan peninjuan lapangan, terdapat beberapa dokumen yang
perlu dilengkapi dan disesuaikan oleh pemohon izin. Misalnya,berkas
tersebut mengalami kendala di lapangan, contoh yang diajukan bangunan
80 m2, ternyata kondisi di lapangan 100m2. Otomatis kan gambar harus
direvisi. Nah posisi gambar direvisi itu sudah kita beritahukan, tetapi
mereka tidak respon secara cepat.
Q4 Masyarakat inginnya cepat, hanya kita belum memenuhi itu. Karena
banyak faktor lah, di kita kan di SOP nya 30 hari kerja. Terkadang lebih
dari 30 hari kerja, karena faktor mungkin faktor komunikasi yang kurang
antara pemohon dengan BP2T. Infonya tidak tersampaikan, menurut saya
itu.
Q28 Sosialisasi yang dilaksanakan di tingkat Kecamatan,dimana pihak
kelurahan diundang di kecamatan.Harusnya yang hadir saat itu,
mensosialisasikan ke yang lain, namun saat ini sosialisasi belum efektif.
Kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada hari kerja, sedangkan masyarakat
Kota Tanngerang Selatan mayoritas kaum urban dan pekerja. Sebagai
contoh, kegiatan sosialisasi di Kecamatan Setu, dihadiri oleh para ibu-ibu
serta bapak-bapak yang tidak bekerja. Hal ini mungkin yang
menyebabkan informasi dalam sosialisasi tidak tersampaikan. Maka dari
itu, di era teknologi saat ini, kami lakukan sosialisasi juga melalui media
massa dan website.
MEMBERCHECK

Nama : Maulana Prayoga, ST., Hari/Tanggal : Rabu, 11 Januari 2017


MIDS.
Keterangan : Kepala Seksi Verifikasi Jam : 10.11 – 10.55 WIB
dan Penetapan Bidang Lokasi : Kantor BP2T Kota
Pembangunan – BP2T Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan

I
I1-6
Q
Q1 Maka, ketika berkas sampai pada seksi kami sudah hampir tahap akhir.
Beberapa dokumen izin yang mengalami hambatan, yaitu seperti kami
perlu melakukan verifikasi terkait kondisi lapangan, apabila foto yang
dilampirkan kurang jelas. Maka, kami segera menghubungi petugas
teknisnya. Kami akan menerbitkan izin sepanjang bangunan ini memenuhi
2 (dua) syarat, yaitu syarat administratif dan syarat teknis.
Q10 Jadi untuk membangun itu ada 3 izin sebenarnya, rumah tinggal biasa,
izin peruntukkan, rencana tapak dan IMB. Terkadang mereka itu
mengajukan 3 sekaligus, berarti data kami pun 3 paket. 3 paket ini ni
dipecah nih, 1 digambar ulang untuk siteplan, nah yang IMB ini belum
bisa kami prosesjikasite plannya belum, jadi harus 3 itu. Tidak harus 1
selesai, berikutnya selesai, ini tidak itu, jadi 3 paraf sekaligus.
Q13 Kalau perizinan apartemen segala macam pasti mereka datang ke kami.
Tapi juga biasanya mereka ada beberapa hal teknis yang belum mereka
penuhi. Nah itu kami tidak akan terbitkan izinnya, sebelum persyaratan
teknis itu dilengkapi. Persyaratan teknisnya belum 100% terlingkup oleh
dinas. Ketika sampai ke saya, saya pastikan bahwa surat rekomendasinya
sudah keluar, baru kami terbitkan izin.
Q14 Dengar iya, tapi kalau di Kota Tangerang Selatan, kalau soal izinnya,
kami pastikan bahwa kami tidak menerbitkan izinnya.
Kalau memang dulu, dengar iya mba, maksud saya begini, dulu ada kasus
situ apa ya, yang peruntukkan itu untuk situ, tetapi tidak jadi situ,
kemudian mereka membangun. Ketika datang ke kami, ya tidak kita
terbitkan IMB nya.
MEMBERCHECK

Nama : Helmi Kamaludin, S.Sos. Hari/Tanggal : Senin, 9 Januari 2017


Keterangan : Kepala Sub Bagian Jam : 13.43 – 14.22 WIB
Umum dan Kepegawaian Lokasi : Kantor BP2T Kota
– BP2T Kota Tangerang Tangerang Selatan
Selatan

I
I1-7
Q
Q17 Soal cukup atau tidak petugasnya, kami juga tidak menolak. Itu tanyakan
langsung saja ke bidangnya. Kami memang dibatasi masalah
kepegawaian sih. Untuk PNS kami dapat kuota dari BKPP, untuk TKS kita
juga dibatasi oleh jumlah. Ya sehingga yang ada aja sekarang, lengkap
ataupun tidak, ya saya belum dapat komplain. Karena kami juga mengerti
keterbatasan itu. Kalau Kepala Bagian Pengawasan, Pengendalian dan
Pengaduan sudah mengatakan seperti itu ya, tetapi sejauh ini belum ada
laporan kepada kami. Selama ini mereka menggunakan untuk per-
kecamatan sebenernya ada 3 (tiga), dan Korwas 1 (satu).
Q19 Kami sih ada bimbingan teknis juga untuk bidang pengawasan. Selama
tahun 2016 ini, khusus pengawasan di bidang pembangunan kemarin 2
(dua) kali. 1 (satu) bidang itu memiliki kesempatan 2 (dua) kali, untuk
bidang kesejahteraan rakyat dan bidang pembangunan.
Q20 Kalau untuk Seksi Pengawasan Pembanguanannya sendiri ada 4 (empat)
mobil.
MEMBERCHECK

Nama : H. Azhar Syam‟un R., Hari/Tanggal : Rabu, 11 Januari 2017


AP., M.Si.
Keterangan : Kepala Satuan Polisi Jam : 14.09 – 15.24 WIB
Pamong Praja (Satpol PP) Lokasi : Kantor BP2T Kota
Kota Tangerang Selatan Tangerang Selatan

I
I2-1
Q
Q1 Ketika pemberian SP4B, mereka masih melakukan aktivitas, dalam artian
tidak mengindahkan SP4B. Maka kemudian BP2T meminta Satpol PP
untuk melakukan tindakan. Maka, kemudian dari surat BP2T yang
meminta Satpol PP melakukan penertiban itu lah sebagai dasar Satpol PP
bekerja. Kami akan komparasikan data yang kami terima dengan kondisi
di lapangan. Umumnya, laporan yang kami dapati perlu mendapat
konfirmasi dari pihak BP2T. BP2T akan menjelaskan bentuk pelanggaran
yang dilakukan oleh pemilik bangunan tersebut. Kami harus tetap
bertanya kepada BP2T untuk memastikan informasi yang sesuai agar
tepat.
Q12 Umumnya, pelanggaran terjadi pada bangunan yang sifatnya untuk
kepentingan bisnis. Karena, tanah 1 hingga 2 meter menjadi sangat
berharga untuk mereka, dan hal ini sangat mempengaruhi fasilitas
mereka. Sebagai contoh, adanya pendirian hotel yang melakukan
penambahan 1-2 meter, berupa balkon untuk teras. Hal tersebut memberi
“benefit” dan “profit” yang berbeda untuk mereka. Hal lain juga,
pendirian bangunan ruko yang melakukan penambahan bangunan dengan
mengambil area parkir. Hal ini perlu pengawasan, karena berdampak
terhadap pemenuhan hak masyarakat untuk parkir. Di sisi lain,
pelanggaran ini mempengaruhi harga ruko menjadi berbeda.
Q13 Kewenangan dalam kasus tersebut menjadi tanggungjawab pemerintah
pusat. Pemerintah Kota Tangerang Selatan tidak memiliki kewenangan
untuk melakukan penindakan atas kasus pelanggaran tersebut. Kami
memiliki kewenangan untuk melakukan peneguran, hanya memang harus
diketahui oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat melalui BBWS
Ciliwung - Cisadane perlu memberikan surat perintah kepada Satpol PP
untuk melaksanakan penertiban. Kalau tidak ada, kami tidak bisa
melakukannya.
Q14 Pada prinsipnya, alih fungsi diperkenankan dengan syarat dilakukannya
perubahan terhadap IMB. Pemilik bangunan perlu mengajukan
permohonan alih fungsi bangunan selama diperkenankan menurut
peraturan.Namun, umumnya yang terjadi saat ini, perkembangan usaha
yang dimiliki tersebut, mempengaruhi masyarakat untuk merubah fungsi
bangunan secara menyeluruh. Sehingga, bangunan tersebut sudah tidak
di-fungsikan sebagai hunian semata. Bangunan-bangunan tersebut
dipugar menjadi minimarket, butik, dan jenis usaha lainnya. Hal seperti
ini pada prinsipinya tidak diperkenankan oleh pemerintah daerah.
Perkembangan ini umumnya terjadi secara alamiah, seperti yang terjadi
pada bangunan hunian di sepanjang jalan yang kini mulai meningkat
keramaiannya sehingga strategis untuk bisnis. Ketika usaha tersebut
mengalami kemajuan, hal ini mempengaruhi lingkungan sekitarnya untuk
turut memanfaatkan peluang bisnis yang mulai terbuka. Bahkan pada
kawasan strategis, bangunan tersebut tidak hanya sekedar bisnis, namun
terjadi proses penyewaan bangunan kepada pihak lain.
Q21 Karena anak buah yang dibawah itu kan, tahunya cuma melaksanakan.
Kita datang ke lokasi tahuunya cuma mandor.”Pak, saya tidak tahu kalau
tempat ini belum berizin pak, yang tahu bagian “x”. Kami panggil bagian
“x”, mengatakan tidak mengerti. Yang mengerti siapa, ini pak direktur.
Oh yasudah direktur nya suruh ke sini, karena kita tidak ada gunanya
memanggil orang yang tidak tahu duduk permasalahnnya
MEMBERCHECK

Nama : Mumu Munardi Hari/Tanggal : Kamis, 12 Januari 2017


Keterangan : Kepala Bidang Ketertiban Jam : 09.08 – 10.33 WIB
Saran Umum dan Sarana Lokasi : Kantor Satpol PP Kota
Usaha – Satpol PP Kota Tangerang Selatan
Tangerang Selatan

I
I2-2
Q
Q1 Kami lakukan peninjauan ke lapangan dan tertulis, kan kalau lisan tetap
kami akan mintakan laporan tertulis, kalaupun dia lisan, kami minta
tertulis. Kenapa ? kalau sudah menyangkut kepada hukum, bukti hukum
kan harus ada kan, dalam bentuk fsik kan, gitu.Kalau segel biasanya
PPNS sama Satpol PP saja cukup. Kalau pada saat tindakan bongkar
atau pun ini, tapi tetap kalau misalnya bangunan yang besar memang
diperlukan untuk akurasi data, tetap kami melibatkan orang muara lah,
orang akhir BP2T yang ini. Semua arsip kan ada di BP2T kan,
rekomendasi bangunan dari dishub nya, damkarnya gitu kan rekomendasi
itu kan. Itu ada semua.
Q3 Hanya nanti pencocokan saja, artinya kan dalam satu ini kawasan lah,
ternyata bangunan bermasalah gitu, artinya semacam ini biasanya
awalnya pengadaan tanahnya tidak satu hamparan kan, mulai dari a,b,
dll. Biasanya kami yang belum akurat itu,pelaporannya apakah yang
didapat ini bermasalah atau tidak, nanti orang BP2T ngomong, “oh tidak,
yang belakang saja yang bermasalah, karena tanahnya belum selesai”. Di
lapangan kan yang kami dapat kami harus tetap bertanya, untuk
keakuratan tadi itu kan. Laporan, ya tadi mba, kembali kepada tadi kami
kan cek dulun kan ke lapangan kan, kami koordinasi dengan wilayah dulu
kan, kelurahan dan kecamatan, betul ga. Kami kroscek, betul tidak, lalu
pihak kecamatan sudah bertindak belum, karena di kecamatan ada seksi
trantib. Betul tidak mereka, kan ada persyaratan panjang kan untuk
mendirikan bangunan, kawasan lah mau membangun hotel lah gitu, ada
persetujuan lingkungan kan, kita cek dulu ke lapangan kan, terutama
kelurahan kan, betul ga ini RT nya, wilayah RT ini, betul ga yang
menandatangani pak RT nya, jangan-jangan dia manipulasi kan, itu kan.
Terus yang melapor siapa, jangan sampai hanya laporan 1 orang,
kemudian yang lain menyetujui, menghambat pembangunan.
Q4 Dalam waktu 1 (satu) minggu, kami tidak memiliki jadwal tertentu untuk
melakukan penindakan. Kalau tidak ada laporan, kita salah nanti mba
Q6 Kami lakukan penindakan kalau tidak ada laporan, kami salah nanti mba.
Kami kan tidak langsung menindak, kami harus memberikan pembinaan,
itu kan masyarakat kami di Kota Tangerang Selatan.
Q8 Kami berusaha berhati-hati dan menyesuaikan dengan peraturan daerah.
Jangan keluar dari perda gitu ya, karena acuannya peraturan daerah gitu
kan, atau peraturan walikota, aturan hukumnya itu kan, takutnya nanti
malah disomasi kan. Karenan ya ada saja, salah ini kan malah di somasi
kita ya.
Q12 Bangunan-bangunan skala besar mba, yang kawasan ya, bangunan-
bangunan yang vertikal lah. Karena memang jelas terlihat dan perlu
diperhatikan. Perumahan besar atau bangunan-bangunan besar, memang
lebih banyak memiliki kewajiban, seperti penyerahan fasos fasumnya,
makamnya, jalannya, drainasenya. Pengawasannya semua dari awal,
sudah harus pengawasan terutama dari SKPD teknis masing-masing
ya.Pengawasan terhadap bangunan kecil juga sama berjalan, artinya
yang utama itu ke bawah kan, terutama perumahan-perumahan yang
tertata lah, kalau yang tidak tertata kami sulit.
Q14 Untuk bangunan yang dibongkar dengan menggunakan beko biasanya
bangunan liar, tapi ke depan mungkin saja kalau pemilik IMB bandel atau
pemilik meninggalkan bangunannya, misalnya sebuah bangunann tua
atau hotel ditinggalkan atau kasus misalkan, kenapa tidak gitu kan. Kalau
kamimembongkar menggunakan beko seperti itu, nanti banyak
mengeluarkan biaya, ditebang di depan, yang hancur dapur nanti.
Q16 Anggaran memang belum memadai, karena memang masih tergabung
dengan kegiatan lainnya. Kalau mau parsial kan, kalau masalah ada
kegiatan resminya, kami harus mengikuti kegiatan resminya sesuai
dengan kegiatan itu. Kalau kami pisahkan untuk monitoring kegiatan
bangunan, itu ada kode khusus.Anggarannya kalau disebut sudah
memadai ya kurang mba ya, tapi kami tetap dengan anggaran yang ada
semaksimal mungkin kami laksanakan gitu ya. Tugas fungsi kami kan
memang untuk itu, bagaimana pengaturan kami saja, mba. Yang pasti kan
mobil sudah ada bbmnya, berangkat lah cek ke lokasi. Kami tidak perlu
menunggu anggaran kalau hanya untuk kegiatan pengecekan itu saja.
Terkadang juga kami ke pondok aren, foto lalu input ke dalam laporan.
Hanya memang kalau ada kegiatan, yang harus masuk ke dalam
anggaran. Memang anggaran untuk kegiatan ini terbatas, hanya 2 (dua)
kegiatan dalam 1 (satu) bulan
Q17 Kami di Satpol PP ini bertugas untuk menegakkan peraturan daerah,
apakah bangunan tersebut memiliki izin atau tidak. Kalau berkaitan
dengan hal teknis, kami tidak memiliki pengetahuan tentang hal tersebut.
Kami dan PPNS, iya kan. Apabila ada urusan atau komunikasi tetap,
khususnya di perizinan aja dulu, karena kan muaranya nanti di perizinan
kan. Dinas teknis ini ga usah lah, Dinas Tata Ruang dan Bangunan
belum, tetapi kami konfirmasi kepada BP2T.
Q19 Pembagian pegawai secara khusus untuk penindakan bangunan terkait
dengan masalah IMB belum. Hanya saya kan memiliki di bawah itu ada
“rescue” yang khusus, di bidang pembongkaran bangunan, seperti
reklame. Rumah bangunan tembok, besi baja belum, masih harus
koordinasi dengan dinas teknis. Kegiatan penindakan itu yang terlibat di
lapangan adalah Satpol PP dan kami meminta bantuan BP2T, apabila
memang diperlukan kegiatan pembongkaran. Aturan yang tertera pada
Peraturan Daerah Nomor 9, Satpol PP berhak mengajukan permohonan
kepada dinas terkait.Hanya tinggal peningkatan SDM dan skillnya aja
gitu kan. Kalau pembinaan mental tiap tahun rutin. Pembinaan mental itu
seperti pelatihan militer. Tapi kalau pembinaan ini belum lah, kami baru
ini aja lah, yang penting kan mental dulu kan. Untuk pembinaan
keseluruhan secara teori, belum , penajaman belum. Jelas itu kendala.
Kami terbatas waktu juga harus mengumpulka mereka dahulu, sebab
mereka yang aktif suka bertanya.
Q20 Itu mba, pengawasan di lapangan ya itu, salah satunya ya sarana
pendukung kita ya. Kalau ingin efektif ya tadi kan jangan sampai ada
“blocking” kendaraan, harus ada untuk masing-masing bidang. Untuk
monitoring kalau memang ingin cepat, ya kendaraan patroli juga harus
ditambah gitu. Kendaraan yang ada jumlahnya, ya patroli mah yang
kecil-kecil itu untuk semua kegiatan Satpol PP. Tidak difokuskan untuk
masing-masing kegiatan, jadi kami meminjam ke Bagian Umum untuk
laporan.
Q21 Proses penyegelan melibatkan juga Satpol PP serta PPNS. Pertemuan
khusus antara Satpol PP dan BP2T dalam hal tertentu, ada mba. Mereka
inisiatif BP2T sendiri yang ngundang ke kami. Kalau misalnya kasusnya
rumit, berarti antar Kepala Dinas gitu ya. Kalau perlu datang untuk lebih
jelas, kami datang, kalau hanya ini kami telepon. Kalau memang ini rumit
ya kami rapat, diundang rapat koordinasi, gitu aja.
Q22 Itu tentatif mba, koordinasinya tadi itu mba, kalau misalnya perlu rapat
ya rapat, karena diawali dengan rutinitas rapat itu ya, kalau diantara
pimpinan setiap Selasa. Tapi itu biasanya menyangkut yang khusus yang
besar-besar. Biasanya yang dibahas di hari Selasa itu yang bermasalah,
ada aja kayaknya sih, ada aja temuan-temuan itu. Hanya paling juga 2, 3,
jarang saya juga menemukan laporan pengaduan IMB itu.
Q24 Yang tidak tertata itu pinggiran biasanya, di keranggan Kecamatan Setu.
Misalnya Kecamatan Ciputat tapi yang di dalam, itu sudah
susahdikembangkan itu. Ada keterbatasan juga untuk memantau ke
daerah jalan lingkungan seperti itu. Terlebih rata-rata tanah pegunungan.
Kami juga harus mengenal karakter mereka kan, apalagi kalau orang
kampung di situ kan, tanah-tanah mereka.
Q25 Sebenernya kami ada di Tangerang Selatan ya mba ya, hanya ini kan
gedung nya juga, harusnya wajib membuka PO BOX atau Online atau
apa, atau bisa langsung ke bu Walikota, ada. Tangerang apa saya lupa.
Untuk menunjang laporan atau penyampaian informasi tentang
pengawasan IMB sementara ini belum didukung dengan teknologi
pendukung.
Q31 Sebagai contoh pemilik ini membangun, pihak tidak dimintai izin, tapi
kasusnya sampai naik ke pengadilan. Ini sebetulnya ranah privasi mereka.
Itu salah satunya, kedua misalnya tidak sesuai dengan aturan, misalnya
pembangunan harusnya horizontal, dia vertikal, nah gitu. Yang lebih tahu
teknis kan mereka, kalau kami Satpol PP tidak terlalu detail, hanya
aturannya kalau di zona ini dibangun harus horizontal tidak boleh
vertikal, detailnya kan mereka. ukuran apa-apanya gitu.
MEMBERCHECK

Nama : Pranajaya S.Sos., M.Si. Hari/Tanggal : Kamis, 12 Januari 2017


Keterangan : Kepala Seksi Ketertiban Jam : 14.02 – 15.17 WIB
Sarana Usaha – Satpol PP Lokasi : Kantor Satpol PP Kota
Kota Tangerang Selatan Tangerang Selatan

I
I2-3
Q
Q1 Dari kegiatan patroli tersebut maka adanya adanya temuan-temuan
bahwa bangunan-bangunan yang berdiri harus ber IMB, karena biar
bagaimanapun juga mereka wajib memiliki IMB. Karena tata letaknya,
bangunannya, dan sebagainya harus disesuaikan dengan garis sempadan
jalan, bangunan, gitu ya. Kemudian juga harus diwajibakan harus ada
penghijauan, kemudian juga harus melengkapi dengan drainasenya,
sehingga tidak meniimbulkan kebanjiran, kemudian juga penghijauan
supaya bisa menghirup oksigen yang layak.
Q4 Pengawasan kami lakukan mengikuti jadwal yang disebut dengan
operasional. Kami merancang “schedule” untuk melakukan kegiatan dan
monitoring patroli. Jadi patroli itu bukan hanya pembangunan bangunan
yang tidak berizin, namun juga mungkin bisa mendeteksi bagaimana apa
PKL, yang ada di pinggir jalan dan di trotoar, pelajar, petugas dan lain
sebagainya. Patroli biasanya kami lakukan dalam 1 bulan minimal 2
(dua) kali. Ya untuk patroli itu kami di sini setiap hari ya, mereka jadi
anggota itu memang anggota satpol pp diberikan haknya atau digaji untuk
itu , untuk patrolil sebagian untk pengamanan di pasar, gitu kan,.
Sebagaina juga untuk pengamanan di rumah dinas kepala daerah, di
pemkot, ya seperti itu. Jadi kita terbagi, dan ada juga yang di komando
sendiri ada yang sand by, artinya apabila terjadi sesuatu, ada
pergerakan, ada demo, jadi kita sudah siap.
Q10 Jadi patroli itu bukan hanya pembangunan bangunan yang tidak berizin,
namun juga mungkin bisa mendeteksi bagaimana apa PKLyang ada di
pinggir jalan dan di trotoar. Euu atau patroli pelajar yang suka
berkeliaran di jam sekolah, atau juga pegawai-pegawai yang artinya tidak
ada SP mereka berjalan keluar. Begitu. Jadi menyeluruh lah.
Q13 Kebanyakan masyarakat memiliki perencanaan itu, bangunan dulu jadi,
setelah itu bangunan baru memiliki IMB. Karena mereka mengejar target
pembangunannya, padahal bukan seperti itu. Jadi akhirnya IMB itu
berdasarkan yang sudah berdiri, yang jelas bukan seperti itu. Ada juga
yang yang melebihi ketentuan teknis, sepertibangunan hotel yang kemarin
kami bongkar. IMB nya ada, sudah terbit, tetapi terdapat pembangunan
yang lebih. Ya untuk minimarket itu, umumnya seperti alfamart dan
indomart, itu mereka satu korporasi ya. Mereka tuh yang mengurusnya itu
satu orang, tetapi mengurusnya dalam jumlah banyak. Mereka banyak,
tetapi ada juga 1 atau 2 yang tidak berizin. Kalau untuk itu ya kita ambil
tindakan tadi, ini lah yang besar saja.
Q14 Laporan kasus pelanggaran yang masuk ke Satpol PP kami gunakan
dengan mengambil “sample”, tidak melalui urutan. Yang penting ada
kegiatannya, disesuaikan dengan itu tadi anggaran kegiatan. Karena tidak
mungkin jika ada 1000 pelanggaran, kami lakukan penindakan satu
persatu. Kami itu tadi, ada keterbatasan anggaran, waktu. Kami di Satpol
PP itu tidak fokus kepada itu. Banyak permasalahan di Satpol PP, belum
lagi terkait kegiatan-kegiatan. Hal itu tidak bisa tercover semua.
Jadi,Kota Tangerang Selatan tidak memiliki kewenangan terkait situ.
Kewenangan dari Kota Tangerang Selatan itu boleh menegur, hanya
harus diketahui oleh pemerintah pusat tersebut. Balai besar mengirimkan
surat kepadaSatpol PP untuk mengadakan penertiban. Barulah kami
lakukan penertiban, kalau tidak ada, tidak bisa.
Q16 Kalau kegiatan penertiban memang anggarannya belum memadai, mba.
Karena dalam 1 (satu) bulan, kami hanya memiliki kesempatan untuk
melakukan kegiatan sebanyak 2 (dua) kali. Jadi ya disesuaikan saja
kegiatannya. Kalau memang perlu penyidikan dan persidangan oleh
PPNS, itu juga butuh biaya besar. Saat ini juga anggarannya belum
memadai.Sehingga adanya prioritas kegiatan yang harus dilakukan, yang
mana dulu nih. Jadi kami berikan apa “shock therapy”, sehingga yang
lain, “oh iya”. Jadi, yang satu ditertibkan, mereka juga akan melihat.
“Nanti barangkali Satpol PP datang ke sini”.
Q19 Kualitas SDM memang kami kurang ya. Mereka itu, Satpol PP itu harus
dibekali pendidikan. Setiap tahun kami lakukan pembinaan, baik fisik
maupun mental. Selain itu, kami juga berikan pembinaan teori tentang
peraturan-peraturan untuk kegiatan. Umumnya mereka itu sesuai
perintah, sebenarnya bukan perintah lagi. Mereka harus sudah bisa
mengaplikasikan ilmu itu langsung di masyarakat. Mungkin mereka itu
tidak mau bermasalah, padahal mereka bisa menegur.
Q20 Jadi untuk tim monitoring kami butuh, seperti kendaraan patroli yang
mobilnya harus sehat, sejuah ini memang sudah ada tapi masih umum.
Dan tapi itu kan kendaraan sudah lama, khawatir begitu di jalan tol,
mogook gitu kan, dan sebagainya. Kendaraan itu sudah 5 (lima) tahun
lebih, atau minimal kalau tidak diganti ya harus dirutinkan untuk kembali
ke bengkel, untuk perbaikan. Kami juga butuh alat segel misalkan, alat
segel itu ada “police line”, ada namanya papan segel, terus rantai
gembok, gembok. Banyak itu yang sudah digembok.
Q21 Koordinasi dengan BP2T terkait dengan tahap pelanggaran yang
ekstra.Kalau kami hanya patroli, dan ketika patroli kami juga tidak tahu
kalau memang bangunan ini sudah ada IMB nya atau tidak, kan tidak
tahu. Kalau skala besar kan, saya pikir, wah ini mungkin sudah ada, jadi
mungkin terlewati lah. Itu lah kelemahan, dan kami akan lebih baik dari
itu agar tidak terlewat. Ternyata setelah ditanya, waktu ada patroli,
beberapa bangunan tersebut di akhir-akhir sudah jadi. Ketika kami
patroli, ternyata izinnya tidak ada gitu loh. Selain itu, beberapa persoalan
kami adakan rapat, biasanya BP2T yang mengundang rapat Satpol PP.
Jadi kami diundang masalah pembangunan yang tidak berizin, atau yang
sedang dilakukan pembangunannya mereka melanggar dan sebagainya,
kami biasanya diundang oleh perizinan BP2T, bukan Satpol pp saja yang
diundang, ada Dinas Tata Kota, kemudian ada dari instansi lain. Di
kantor BP2T rapatanya di sana. Jadi hasil rapat ini seperti apa “follow
up”-nya.
Q22 Ya sejuah ini memang sudah berkoordinasi dengan, biasanya ada rapat
pengawasan pengendalian ya di walikota, oleh Kepala SKPD setiap
minggunya. Setelah itu dikoordinasikan kepada bidang yang terkait di
Satpol PP untuk ditindaklanjuti. Ketika ditindaklanjuti itu, harus
disesuaikan dengan anggarannya dan juga jadwal kegiatannya kapan,
gitu.
Q24 Ya sejauh ini, ya mungkin ada toleransi dulu ya dari pemerintah
daerah,tetapi ke depan itu tetap kita akan tertibkan. Dalam artian begini,
bisa saja itu dijadikan tempat makan. Tapi harus dirubah dahulu, harus
diganti siteplannya. Misalnya siteplannya di sini, di BSD itu siteplannya
itu perumahan, itu tidak boleh misalnya. Tapi kalau berdasarkan
permintaan dari masyarakat, begini dan sebagainya, akhirnya siteplannya
berubah, untuk perdagangan dan jasa. Boleh tidak apa-apa, pajaknya
masuk.
Kesulitansebenarnya tindak lanjut ke depannya nih. Maksudnya seperti
ini, tindak lanjut ke depannya itu harus ada bukan hanya penyegelan,
keingin saya nih, keinginan Satpol PP. Bukan hanya segel, tutup, segel.
Tapi diberlakukan penerapan sanksi, menurut saya. Jadi jangan sampai
nanti, ada anggapan paling hanya disegel, gampang, setelah IMB keluar
segel dibuka. Saat ini belum bisa. Sejauh ini belum ada. Karena itu
melibatkan PPNS, penyidik, Satpol PP tidak bisa mengarah ke ranah
selanjutnya. Tapi nanti setelah dasarnya pelanggaran, teguran 1,2,3, dia
mengajukan ke pengadilan. Melaporkan, bahwa ini akan ada sidang,
namanya sidang tindak pidana ringan.
Q27 Itu harus terintegrasi ya. Penertiban itu tidak hanya Satpol PP saja,
karena itu tadi Satpol PP kan tidak mengetahui. Artinya nanti kami
melakukan kesalahan, ketika kami melakukan penertiban, ternyata
bangunan sudah ada izinnya. Kami rapat dahulu, kami akan
tertibkanjalur yang tadi yang bilang in kesana gimana, hayuu kita sama-
sama tertibkan. Jadi tidak satu SKPD, tidak mengerti apa yang salah
dimana tidak tahu.
Q30 Gitu kan. Harus dibongkar, dan pembongkaran itu kita sampaikan untk
membongkar sendiri. Dan pembongkaran bangunan disampaiakn untuk
membongkar sendiri. Karena pembongkaran itu, kan namanya banguna
kan tidak nudah. Nah nanti berdasarkan hasi persidangan pengusaha-
pengusaha itu kita panggil menerangkan bahwa pemilik bangunan telah
melakukan kesalahan terkait IMB.
Q31 Tapi memang semua itu setelah diadakannya tindakan, mereka baru sadar
gitu. Sebenarny mereka tahu, hanya kenapa ya diabaikan gitu loh.
Masyarakat sekarang sudah cerdas dan memahami hukum, jadi sudah
berani sekarang. Iya benar, kadang-kadang ada pengurugan. Yarespon
dari developer, ya kami nanti akan berkoordinasi gitu, tetapi kami tunggu
tidak hadir. Dan kami tidak mungkin menunggu sampai sebulan, 2 bulan,
3 bulan, karena ada jangka waktunya.
MEMBERCHECK

Nama : Abdul Rahman Hari/Tanggal : Jum‟at, 20 Oktober


2017
Keterangan : Ketua RW.014, BSD Jam : 19.15 – 20.10 WIB
Sektor XII.2 - Kencana Lokasi : Rumah Makan Murni
Loka, Kel. Rawa Buntu – Slawi – BSD City, Kota
Kec. Serpong Tangerang Selatan

I
I3-1
Q
Q13 Kalau bangunan baru saya kira mereka punya izin, yang saya
khawatirkan itu bangunan kos-kosan yang melakukan perubahan fungsi
itu. Setiap perubahan seharusnya kan ada izinnya ya, tetapi setahu saya
itu tidak izin melalui saya (RW). Banyak bangunan terutama di pinggir
jalan, yang berubah fungsi. Seharusnya kan di perumahan, ya kalau di
dalam rata-rata bangunan kos-kosan. Di lingkungan RT saya saja
mungkin jumlahnya ada 3 bangunan usaha kos-kosan. Untuk pendataan
jumlahanya belum ada, persentasenya mungkin sekitar 5%. Kalau yang
melalui saya yang baru-baru ini, biasanya tidak lolos. Karena saya cukup
ketat, tidak akan tanda tangan, untuk meminta SKDU aja saya tidak mau
menerima. Kalau untuk izin rumah menjadi kantor, terkadang saya tidak
mau juga. Bangunan kos-kosan itu salah satu dampaknya lebih
“crowded”, salah satunya parkir mobilnya di jalan.
Q14 Ada rapat bersama dengan seluruh pihak, kelurahan, BP2T, Satpol PP.
Pihak pemilik car wash nya tidak hadir, seharusnya mereka hadir.
Bangunan car wash itu perubahan besar-besaran, yang paling berdampak
itu airnya. Karena untuk melakukan pengeboran itu kana da izinnya.
Sejauh ini belum ada tindak lanjutnya.
Q26 Saya pernah dihubungi oleh PPNS, menurut pemantauan mereka ada di
RW saya yang melanggar peraturan. Saya datang ke Satpol PP, menurut
informasi mereka itu kasus bangunan kos-kosan.
Q27 Bangunan car wash itu awalnya bangunan fungsi hunian, sepanjang jalan
itu adalah perumahan, tetapi dialihfungsikan. Kami sudah melaporkan
kepada pemerintah, namun tidak ada tindak lanjutnya. Responnya begitu
begitu saja. Jadi di sini itu daerahnya bagus ya, terjangkau dan strategis,
otomatis banyak yang berminat. Masalah ini adalah bangunan yang
berubah fungsi, kalau kami tidak tegas itu yang di pinggir jalan bisa
berubah menjadi usaha semua. Belum ada forum diskusi, justru kami saja
yang terus berupaya keras.
Q28 Kami sering diundang itu di Musrembang, selain itu belum atau saya lupa. Tapi
setahu saya belum ada undangan terkait sosialisasi IMB
MEMBERCHECK

Nama : Nursaen Hari/Tanggal : Selasa, 22 Agustus


2017
Keterangan : Ketua Rukun Tetangga Jam : 08.18 – 09.15 WIB
(RT) 005/001, Kel. Lokasi : Rumah Tinggal di
Pondok Kacang Barat – Pondok Kacang Barat –
Kec. Pondok Aren Kec. Pondok Aren

I
I3-2
Q
Q26 Bangunan itu bangunan rumah tinggal, lokasinya di pinggir jalan. Saya
ditegur Satpol PP, jujur saja saya belum berpengalaman di bidang itu,
dan saat itu juga baru menjabat ketua lingkungan. Setelah itu saya diberi
arahan oleh Satpol PP bahwa kalau ada yang akan mendirikan bangunan
harus dilengkapi izinnya, saya diberi blanko dan diminta untuk
memperbanyak. Mereka menegur bagus sih, saya yang awalnya tidak
tahu, jadi tahu. Ada beberapa oknum ormas, ketika ada yang mendirikan
bangunan atau memperbaiki jalan, terkadang mereka memintakan uang.
Q28 Kalau tentang IMB belum pernah ada sosialisasi, pernah ada sosialisasi dari
BPN. Kalau berbicara tentang IMB belum pernah disampaikan selama saya
menjabat sejak tahun 2014. Kalau himbauan dari kelurahan, ada, tetapi itu
karena saya rajin bertanya ke kelurahan. Kalau tidak rajin bertanya ya saya
tidak tahu.
Q29 Kalau sebagian besar tidak ada juga sih, sebagain besar itu banyak yang
belum memiliki IMB. Yang sudah pasti bangunan cluster itu sudah punya
IMB ada 15 unit, dan 3 orang pendatang. Penduduk di sini itu masih
penduduk pribumi, masih 99% masih penduduk pribumi. Jadi mereka
memang sudah memiliki bangunan rumah sejak dahulu, sebelum
penerapan IMB. Kalau penduduk pribumi bentuk bangunannya juga
berbeda, masih cenderung lantai 1. Kalau sudah mewah itu kami bisa
menyimpulkan bahwa kemungkinan itu pendatang. Kalau penduduk di sini
dari 87 KK, 99% penduduk pribumi. Sebagian ada yang sudah memiliki
IMB, kalau penduduk asli mungkin belum memikirkan IMB. Masyrakat
banyak berpikir, yang penting saya membangun dahulu. Kalau
masyarakat biasanya juga belum mengerti tentang IMB, kalau yang
karyawan-karyawan mungkin mengerti. Karena sebagian besar mata
pencaharian penduduk di sini itu tidak merata, ada yang bertani,
berdagang, dan lain-lain
MEMBERCHECK

Nama : Nawawi Setiawan Hari/Tanggal : Selasa, 22 Agustus


2017
Keterangan : Ketua Rukun Tetangga Jam : 14.13 – 15.30 WIB
(RT) 003/004, Kel. Lokasi : Rumah Tinggal di Kel.
Pondok Jaya – Kec. Pondok Jaya – Kec.
Pondok Aren Pondok Aren

I
I3-3
Q
Q28 Kalau Satpol PP juga beberapa kali melakukan pemberian himbauan kepada
masyarakat.
Q29 Kalau untuk membangun sebenarnya mereka kurang memahami. Ada
pandangan bahwa saya membangun di tanah saya, kurang lebih seperti
itu. Kecuali memang ada pendatang, terkadang pendatang juga kalau
tidak ditegur langsung membangun saja. Andaipun sudah memahami, ada
persepsi, sulit sekali untuk mendirikan bangunan. Terkadang pun yang
dilihat adalah nilai rupiahnya, karena memang sudah diketahui prosesnya
membutuhkan biaya. Mereka berfikir bahwa untuk mengurus IMB itu
mahal. Kalau pribumi di sini itu sepertinya hampir tidak ada yang
memiliki IMB. Kalau di sini yang punya IMB itu, pendatang dia
mendirikan bangunan kos-kosan.
MEMBERCHECK

Nama : Pardi K. Hari/Tanggal : Kamis, 19 Oktober


2017
Keterangan : Tokoh Masyarakat Jam : 16.35 – 17.30 WIB
Kecamatan Pamulang – Lokasi : Rumah Tinggal di Kec.
Kota Tangerang Selatan Pamulang

I
I3-4
Q
Q11 RT memberi himbauan untuk mengajukan proses IMB, tapi ya itu kalau memang
pribumi tidak ditekankan. Kalau Satpol PP biasanya ada yang membangun,
mereka akan datang dan menayakan apakah sudah ada IMB atau belum. Kalau
belum ya mereka mengarahkan untuk menyelesaikan izin dahulu. Kalau pribumi
sejauh ini belum ada yang menanyakan dan menegur.
Q30 Kalau Satpol PP biasanya ada yang membangun, mereka akan datang
dan menayakan apakah sudah ada IMB atau belum. Kalau belum ya
mereka mengarahkan untuk menyelesaikan izin dahulu. Kalau pribumi
sejauh ini belum ada yang menanyakan dan menegur.
Q31 Kalau pribumi jarang yang memiliki IMB, biasanya yang memiliki itu
masyarakat pendatang. Kalau masyarakat pribumi terkadang mereka
belum patuh, ada pandangan bahwa mereka pribumi. Ada oknum ormas,
dimana ketika akan melakukan kegiatan apa saja, perlu ada biaya
koordinasi. Sebagai contoh untuk mendirikan bangunan perumahan
cluster, perlu ada biaya koordinasi yang dipersiapkan oleh pihak
manajemen.
MEMBERCHECK

Nama : Dodi Harianto Hari/Tanggal : Selasa, 3 Oktober 2017


Keterangan : Dewan Pertimbangan Jam : 16.09 –17.15 WIB
OKP GANESPA Kota Lokasi : Sekretariat OKP
Tangerang Selatan GANESPA Kota
Tangerang Selatan

I
I3-5
Q
Q13 Bisa dikatakan mengambil lahan situ sebenarnya, hanya kalau
pemahaman dari masyarakat tidak seperti itu ya. Permasalahan yang ada
di masyarakat itu adalah ketika memang mereka sudah lama tinggal di
situ, ya itu bukan tanah pemerintah, tetapi ya pekarangan rumah mereka.
Kasus serupa sih paling banyak kami ketahui di Situ Gintung danSitu
Tujuh Muara. Kalau yang lain sih hanya penyempitan secara alami, atau
disebut dengan skala pendangkalan, lalu memang penyempitan-
penyempitan yang tidak terawat, yang semakin lama akhirnya airnya
menyusut menjadi dangkalan, mengecil luasnya.Ini batas-batas bangunan
mereka, tetapi ketika orang lain tidak tahu, merekamembuang puing ke
air. Akhirnya bertambah luas lahan mereka ke belakang. Akhirnya
diturap. Nanti keesokan harinyamembuang puing kembali. Itu mungkin
permasalahan kecil, tetapi efeknya, jika mereka melakukan pengurugan
sebanyak 1 meter, kalau sebanyak 20 kali, bisa mencapai 20 meter. Itu
baru satu rumah, kalau 2 rumah, atau 3 rumah dan seterusnya. Ini urugan
yang menggunakan material pasir, awalnya seperti ini yang saya
sampaikan, nanti dibangunnya di belakang. Muncul lah turap di sini,
kalau sudah muncul turap, tembok mundur.
MEMBERCHECK

Nama : Rahmi Kurniawati, ST. Hari/Tanggal : Minggu, 28 Oktober


2017
Keterangan : Pemilik Bangunan Jam : 13.37-14.42 WIB
Gedung Hunian Lokasi : Perumahan BSD City
Tangerang Selatan
I
I4-1
Q
Q2 Ketika datang ke Kantor BP2T, diberitahukan bahwa gambar yang saya
ajukan tidak sesuai. Gambarnya harus ada standarnya sesuai dengan
ukuran detailnya. Seperti nya saya fikir yang bisa membuat gambar
seperti itu lulusan teknik sipil. Karena saya tidak bisa terus menerus
mengurus dan melengkapi surat-surat tersebut, saya akhirnya meminta
bantuan saja kepada jasa perantara.
Q10 BP2T datang ke sini sekali itu saja ketika peneguran, tidak ada survey cek
lapangan. Saya bertemu dengan jasa perantara tersebut, tidak ada survey lagi.
Tapi setelah itu saya tidak tahu juga ya, saya meminta bantuan jasa perantara
untuk proses izin. Karena rumah tidak saya tempati, apakah selama saya tidak
disini, tetapi tukang tidak menyampaikan apakah ada yang datang kembali atau
bagaimana. Sepertinya seingat saya tidak ada ya. Ketika saya mendirikan
bangunan, ternyata tetangga saya ada yang tidak didatangi. Pendirian bangunan
hanya berbeda blok saja, baiknya diawasi secara menyeluruh.
Q26 BP2T datang ke sini sekali itu saja ketika peneguran, tidak ada survey cek
lapangan. Saya bertemu dengan jasa perantara tersebut, tidak ada survey lagi.
Tapi setelah itu saya tidak tahu juga ya, saya meminta bantuan jasa perantara
untuk proses izin. Karena rumah tidak saya tempati, apakah selama saya tidak
disini, tetapi tukang tidak menyampaikan apakah ada yang datang kembali atau
bagaimana. Sepertinya seingat saya tidak ada ya. Ketika saya mendirikan
bangunan, ternyata tetangga saya ada yang tidak didatangi. Pendirian bangunan
hanya berbeda blok saja, baiknya diawasi secara menyeluruh.
Q28 Pihak RT tidak ada memberikan himbauan untuk pembuatan IMB. Kebetulan
kami berkumpul tingkat RT, belum ada informasi untuk pembuatan IMB. Tetapi
kalau sebelum renovasi, saya izin kepada RT terlebih dahulu, mungkin diberi
informasi ya. Saya tidak izin ke RT, hanya kepada tetangga kanan, kiri dan
belakang saja. Mengenai informasi IMB kalau ingin mencari tahu sendiri, saya
rasa mudah ya. Hanya karena harus beberapa kali mendatangi kantor apabila
kekurangan beberapa persyaratan yang harus dilengkapi. Terlebih saya memiliki
anak yang masih kecil. Kalau di website memang mudah ya, tetapi ketika diurus
sendiri ternyata kok rumit ya. Karena harus beberapa kali kembali, nanti sudah
dibawa ada lagi. Ternyata gambarnya tidak sesuai dan harus dilakukan
perubahan.
Q29 Saya juga tidak mengetahui kalau renovasi itu ternyata perlu diulang
kembali IMB nya. Saya kira boleh IMB lama saja, karena sebelumnya
saya sempat menanyakan kepada tetangga tentang hal tersebut. Akhirnya
saya lanjut saja membangunan dengan modal IMB lama saja. Tetapi
ketika proses pendirian berjalan, tiba-tiba lokasi ini didatangi oleh BP2T.
Mereka memberikan instruksi kepada para pekerja bangunan untuk
memberhentikan pendirian bangunan. Saya kaget juga ya, karena kalau
kalau harus diberhentikan, saya berfikir terkait biaya pekerja bangunan,
serta biaya lainnya pengeluaran lainnya.
MEMBERCHECK

Nama : M. Kussardjono Hari/Tanggal : Rabu, 02 Agustus 2017


Keterangan : Manajer Proyek PT. Jam : 15.55 – 17.00 WIB
Prima Bintaro Royale Lokasi : Kec. Pondok Aren –
Kota Tangerang Selatan

I
I4-2
Q
Q8 Ada pengawasan, mereka survey ke lapangan. Mereka hanya pengecekan
secara visual, jadi mencocokkan gambar yang diajukan dengan kondisi
lapangan seperti apa. Seperti itu saja, setahu saya yang datang kesini
hanya melihat-lihat saja, dan juga melakukan pengambilan foto-foto.
Q10 Sebaiknya ada pengawasan berkala, kalau di Kota Tangerang Selatan
saya tidak tahu mekanismenya. Sebaiknya dari BP2T itu ada tim
pengawasan ya untuk menilai apakah pembangunannya sesuai dengan
izin yang diberikan. Sehingga jangan sampai sudah terlalu jauh, itu ada
pembongkaran, karena hal itu dari segi bisnis juga merugikan kami. Itu
yang kami rasakan belum ada, apakah memang belum dilaksanakan, atau
seperti apa kami tidak mengetahui. Yang jelas selama ini belum berjalan,
saya tidak tahu di tempat lain ya.
Q13 Peneguran hanya dari BP2T, secara prosedural setelah teguran muncul
informasi dari Satpol PP. Maka Satpol PP lah yang melakukan penerbitan
penyegelan bangunan kami. BP2T memberikan teguran 2 kali, yang ke-2
saya tidak menerima suratnya, tidak tahu siapa yang menerima. Kalau di
BP2T syaratnya itu berkas harus lengkap. Sementara untuk melengkapi
berkas itu harus ada rekomendasi instansi terkait. Kami sudah mendapat
rekomendasi dari Dinas Tata Kota, dan selama proses pembangunan
sesuai dengan rekomendasi tersebut, itu tidak bermasalah. Kami
rekomendasi arsitekturnya sudah terbit, hanya yang belum selesai adalah
rekomendasi struktur. Sehingga, kami melakukan proses pendirian
bangunan sesuai dengan siteplan yang diterbitkan Dinas Tata Kota saat
itu. Kami saat itu ada yang bareng izinnya, dan ada yang memang
berurutan, tidak bisa ini ya. Pertama kami harus ke BKPRD, lalu seperti
IPR, AMDAL dan ANDAL-LALIN kami simultan, DAMKAR, rekomendasi
Cut and Fill, pengelolaan sampah, peil banjir, rekomendasi permakaman,
itu sebenarnya simultan. Hanya kami mengalokasikan biaya tidak bisa
sekaligus, karena biayanya cukup besar. Termasuk biaya untuk
penyediaan tanah makam juga.
MEMBERCHECK

Nama : H. Rumain, ST. Hari/Tanggal : Selasa, 5 September


2017
Keterangan : Pengelola Konstruksi Jam : 16.00 – 17.30 WIB
Bangunan Skala Lokasi : Kantor Sekretariat di
Menengah dan Sedang Ruko Perkantoran BSD
City, Kel. Rawa Buntu
–Kec. Serpong

I
I4-3
Q
Q2 Sebenarnya mereka tidak sulit, hanya memang terkendala waktu, sibuk
bekerja di kantor. Kalau mereka bekerja di Jakarta, mereka tidak ada
waktu. Di Kota Tangerang Selatan umumnya masyarakat bekerja di
Jakarta, seperti itu.
Q3 Ada konfirmasi untuk peninjauan lapangan, hanya peninjauan saja.
Hanya melihat saja bangunannya sesuai gambar atau tidak, ada
pelanggaran atau tidak. Kalau bermasalah, dari BP2T itu ditolak, tidak
disetujui gambarnya. Tetapi disarankan gambarnya harus disesuaikan,
tidak boleh melanggar.
Q13 Umumnya, kontraktor jarang yang mengikuti peraturan seperti itu,
beberapa melakukan pendirian bangunan meskipun IMB belum
diterbitkan. Tetapi dalam hal ini berkas perizinan sudah diajukan kepada
BP2T dan sudah memiliki tanda terima. Biasanya yang mengikuti
peraturan seperti itu, pendirian bangunan skala besar, seperti apartemen.
Biasanya menunggu plang dari BP2T. Kalau bangunan hunian itu
umumnya seperti itu, tetapi sebenarnya hal itu belum kuat sebagai dasar
untuk membangun. Ya itu juga sama warganya, ada bangunan hunian
berubah menjadi kos-kosan. Kalau dilakukan pengajuan izin kos-kosan,
IMB oleh BP2T itu tidak diterbitkan. Maka ada yang mengajukan izinnya
bangunan rumah tinggal.
DOKUMENTASI

A. Foto Pendirian Bangunan Gedung dengan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) di Kota Tangerang Selatan

Pendirian Bangunan Gedung disertai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di


Perumahan Bintaro – Kota Tangerang Selatan
B. Foto Pendirian Bangunan Gedung tanpa Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) di Kota Tangerang Selatan

Alih Fungsi Bangunan Hunian menjadi Bangunan Komersial di Jalan


Anggrek Loka – BSD City, Kota Tangerang Selatan
Alih Fungsi Bangunan Hunian menjadi Bangunan Komersial Indekos di
Jalan Anggrek Loka – BSD City, Kota Tangerang Selata

Pengurukan di Area Sempadan Situ Tujuh Muara, Kec. Pamulang – Kota


Tangerang Selatan
Pendirian Bangunan Gedung di Area Garis Sempadan Situ Tujuh Muara, Kec.
Pamulang – Kota Tangerang Selatan

Pendirian Bangunan Gedung di Are Garis Sempadan Situ Kuru, Kel.


Cempaka Putih, Kec. Ciputat Timur – Kota Tangerang Selatan

C. Foto Kegiatan Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Bangunan Gedung di Kota Tangerang Selatan


Contoh Gambar Bestek Bangunan dalam Permohonan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) Gedung

Formulir Surat Tilang sebagai Surat Teguran dalam Pengawasan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) Bangunan Gedung di Kota Tangerang Selatan
Pemberian Surat Teguran kepada Pekerja Bangunan di Lokasi Pendirian
Bangunan, Kec. Ciputat – Kota Tangerang Selatan

Pemberian Surat Teguran (Surat Tilang) kepada Pekerja Bangunan di Kec.


Pamulang – Kota Tangerang Selatan
Pemberian Surat Teguran (Surat Tilang) di Kec. Serpong – Kota
Tangerang Selatan

Penerbitan Surat Perintah Penghentian Pelaksanaan Pembangunan


Bangunan (SP4B) atas Pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Persiapan Kegiatan Patroli di Situ Tujuh Muara (Situ Pamulang) bersama
OKP GANESPA Kota Tangerang Selatan

D. Foto Kegiatan Penertiban dalam Pengawasan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) Bangunan Gedung di Kota Tangerang Selatan


Kegiatan Penertiban Pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh
Satpol PP di Kec. Ciputat – Kota Tangerang Selatan

Penyegelan Bangunan Apartemen Bintaro Icon oleh Satpol PP Kota


Tangerang Selatan

E. Foto bersama Informan


Wawancara dengan Bapak Ayep Jajat Sudrajat, SE., Kepala Bidang Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan - BP2T Kota Tangerang Selatan

Wawancara dengan Bapak Irfan Santoso, S.Sos., MM., Kepala Seksi Pengawasan,
Pengendalian dan Pengaduan Bidang Pembangunan - BP2T Kota Tangerang
Selatan
Wawancara dengan Yunda Wirawerdhana, ST., Ketua Koordinator Pengawasan
(Koorwas) Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Pengaduan Bidang
Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

Wawancara dengan Bapak Hamdan, Anggota Koordinator Pengawasan


(Koorwas), Seksi Pengawasan Perizinan Bidang Pembangunan – BP2T Kota
Tangerang Selatan
Wawancara dengan Ibu Tati Suryati, SH. MT., Kepala Seksi Pelayanan
Perizinan Bidang Pembangunan – BP2T Kota Tangerang Selatan

Wawancara dengan Bapak Maulana Prayoga, ST., MIDS., Kepala Seksi


Verifikasi dan Penetapan Perizinan Bidang Pembangunan – BP2T Kota
Tangerang Selatan
Wawancara dengan Bapak Helmi Kamaludin, S.Sos., Kepala Sub Bagian Umum
dan Kepegawaian – BP2T Kota Tangerang Selatan

Wawancara dengan H. Azhar Syam‟un R., AP., M.Si., Kepala Satuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang Selatan
Wawancara dengan Bapak Mumu, Kepala Bidang Sarana Umum dan
Sarana Usaha - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang
Selatan

Wawancara dengan Bapak Pranajaya, S.Sos., M.Si., Kepala Seksi


Ketertiban Sarana Usaha, Satuan Polisi Pamong Praja – Kota Tangerang
Selatan
Wawancara dengan Bapak Abdul Rahman, Ketua Rukun Warga (RW)
014, BSD Sektor XII.2 Kencana Loka, Perumahan Bumi Serpong Damai,
Kel. Rawa Buntu, Kec. Serpong – Kota Tangerang Selatan

Wawancara dengan Bapak Nursaen, Ketua Rukun Tetangga (RT) 005/001,


Kel. Pondok Kacang Barat, Kec. Pondok Aren – Kota Tangerang Selatan
Wawancara dengan Bapak Nawawi Setiawan, Ketua Rukun Tetangga
(RT) 003/004, Kel. Pondok Jaya, Kec. Pondok Aren – Kota Tangerang
Selatan

Wawancara dengan Bapak Pardi K., Tokoh Masyarakat Kec. Pamulang –


Kota Tangerang Selatan
Wawancara dengan Pak Dodi Harianto, Dewan Pertimbangan OKP
Gugusan Alam Nalar Ekosistem Pemuda (GANESPA) – Kota Tangerang
Selatan

Wawancara dengan Ibu Rahmi Kurniawati, ST., Pemilik Bangunan


Gedung Hunian di Kota Tangerang Selatan
Wawancara dengan Bapak Ir. M. Kussardjono, Manajer Proyek
Apartemen Bintaro Icon, Kel. Pondok Jaya, Kec. Pondok Aren – Kota
Tangerang Selatan

Wawancara dengan Bapak H. Rumain, Konsultan Konstruksi di Kota


Tangerang Selatan
CURRICULUM VITAE (CV)

Nama : Aida Nurdianah Putri

Tempat,Tanggal lahir : Tangerang, 21 Oktober 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Mahasiswa

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jl. KH. Hasyim Ashari Gg. H. Sabar No. 66

RT.001/RW.02, Kelurahan Kenanga, Kecamatan

Cipondoh - Kota Tangerang

Nomor Telepon : 08121934150

Email : aidanurdianah1@gmail.com

Sosial Media

1. BBM : 26B531C0

2. Whatsapp : 08121934150

3. LINE : Aidanurdianahp

4. Facebook : Aida Nurdianah Putri

5. Twitter : @AidaNurdianah

6. Instagram : @aidanurdianahp

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri Cipondoh 02 Kota Tangerang


2. SMP Negeri 4 Kota Tangerang
3. SMA Negeri 9 Kota Tangerang
4. Pelatihan Pajak Terapan – Brevet A dan B Terpadu Tax Center Fakultas
Ekonomi – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Tahun 2014.
5. S1 Ilmu Administrasi Publik - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Riwayat Organisasi

1. Marching Band Group SD Negeri Cipondoh 02 Kota Tangerang;


2. OSIS SMP Negeri 4 Kota Tangerang;
3. Nasyid Group SMP Negeri 4 Kota Tangerang;
4. PMR SMP Negeri 4 Kota Tangerang;
5. Kelompok Karya Ilmiah Remaja (KIR) SMA Negeri 9 Kota Tangerang;
6. Tim Olimpiade Biologi SMA Negeri 9 Kota Tangerang;
7. Paduan Suara SMA Negeri 9 Kota Tangerang;
8. Marawis Group SMA Negeri 9 Kota Tangerang;
9. Liasion Officer (LO) Pra-Temu Administrator Muda Indonesia (ADMI)
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Tahun 2011;
10. Peserta Latihan Kepemimpinan (LK) Tingkat I Ilmu Administrasi Negara
- FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Tahun 2011;
11. Enumerator Laboratorium Administrasi Negara - FISIP Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa Tahun 2012 – 2014;
12. Peserta Latihan Kepemimpinan (LK) Tingkat II FISIP Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa Tahun 2012;
13. Biro PPSDM (Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa)
Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara (HIMANE) - FISIP
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Tahun 2012;
14. Sekretaris Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara (HIMANE) -
FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Tahun 2013;
15. Sekretaris Pelaksana Latihan Kepemimpinan Tingkat II Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Tahun 2013;
16. Sekretaris Pelaksana Latihan Kepemimpinan Tingkat II Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Tahun 2014;
17. Kaleidoskop Creative Movie (Kremov) Pictures - Komunitas Film Banten;
18. Peneliti Riset Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Setjen
Wantannas) RI bersama Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Tahun 2015,
“Percepatan dan Optimalisasi Penguatan Good Governance di Provinsi
Banten dalam Rangka Peningkatan Pelayanan Publik”;
19. Panitia Bimtek Penguatan Kualitas SDM Aparatur Desa dalam
Peningkatan K esejahteraan Masyarakat menuju Desa Mandiri Tingkat
Provinsi Banten Tahun 2016;
20. Panitia Bimtek Penguatan Kapasitas Manajemen dan Tata Kelola
Pemerintahan Desa yang Baik dan Efisien Tingkat Provinsi Banten Tahun
2016;
21. Panitia Workshop Internet Desa/Kelurahan dalam Rangka Peningkatan
Pelayanan Prima di Desa/Kelurahan Tingkat Provinsi Banten Tahun 2016;
22. Panitia Seminar Nasional Program Studi Ilmu Administrasi Negara Tahun
2016, “Kepemimpinan dan Perubahan dalam Nawacita Pemerintahan
Jokowi dan JK”;
23. Enumerator Riset Animo Masyarakat terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi
di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten Tahun 2016;
24. Forum Discussion Partisipants organized by USINDO in 2017, “The
Future of Women in Politic and Public Policy in The United States and
Indonesia”.

Prestasi

1. Siswa Teladan SD Negeri Cipondoh 02 Kota Tangerang;


2. Juara III Lomba Pidato Peringatan Isra‟ Mi‟raj SMP Negeri 4 Kota
Tangerang Tahun 2006;
3. Juara I Lomba Pidato Peringatan Isra‟ Mi‟raj SMP Negeri 4 Kota
Tangerang Tahun 2007
4. Semi Finalis Lomba Menyanyi Lagu Religi, Festival Ramadhan se-Kota
Tangerang Tahun 2007;
5. Juara I Lomba Menyanyi Perayaan HUT RI ke-63 SMA Negeri 9 Kota
Tangerang Tahun 2009;
6. Finalis Lomba Vocal Group Bunkasai Japan Foundation Tahun 2009;
7. Juara III Singing Contest Bulan Bahasa SMA Negeri 9 Kota Tangerang
2010;
8. Peserta Didik Berprestasi Angkatan Tahun 2011 Program Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) SMA Negeri 9 Kota Tangerang;
9. Semi Finalis Lomba Cerdas Cermat OHS Expo - Universitas Indonesia
Tahun 2012;
10. Juara 1 Lomba Karya Tulis Imiah Perayaan Isra‟ Mi‟raj – Yayasan Daarul
Irfan, Kota Serang Tahun 2012;
11. Juara 1 Lomba Pidato - FOSMAI FISIP Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa Tahun 2013;
12. Juara 1 Lomba Pidato Perayaan Isra‟ Mi‟raj – Yayasan Daarul Irfan, Kota
Serang Tahun 2014;
13. Juara 2 Lomba Bakat dan Kreatifitas HIMANE – FISIP Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa Tahun 2014;
14. Grand Finalis Lomba Menyanyi Lagu Nasyid Edcoustic Contest Tahun
2017.

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya, dan dapat
dipertanggung jawabkan. Atas perhatian Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Aida Nurdianah Putri

Anda mungkin juga menyukai