Anda di halaman 1dari 4

Rumah Hantu di Pertigaan

Siang itu, Riri, seorang siswi SMA, sedang berkunjung ke rumah nenek nya di
Porot, Temanggung. Riri termasuk anak yang sangat tidak menyukai pedesaan.
“kampungan”, anggap nya. Maka dari itu, sebetulnya Riri dipaksa kedua orang tua nya
untuk ikut menjenguk nenek yang kebetulan memang lagi tidak begitu sehat, sehingga
tidak ada yang mengurus perkebunan nya, apalagi sudah masa – masa panen.
Setelah sampai kerumah nenek, Riri langsung saja masuk ke kamar, tanpa
menyapa nenek nya terlebih dahulu. Bu Ani, ibu Riri pun marah kepadanya. Riri
merasa kesal, ia merasa capek, baru sampai langsung kena marah. Ia pun akhirnya
keluar dari rumah. Bu Ani meneriaki nama Riri dari pintu rumah, sementara Riri kabur
keluar rumah. Nenek dan ayah Riri pun hanya bisa menghela napas, menganggap itu
hal biasa, “masa remaja”, kata ayah Riri.
Riri yang sudah terlanjur keluar rumah, bingung ingin kemana. Ia baru dua kali
ke kampung Porot, itupun saat ia masih kecil. Saat berjalan, ia mengingat sebuah
warung yang sering sekali ia datangi untuk membeli permen. Ia akhirnya berinisiatif
untuk mengunjungi warung itu. Saat sedang berjalan, ia sampai di sebuah pertigaan. Ia
berpikir sebentar, mencoba mengingat dimana letak warung nya, lalu memutuskan
untuk mengambil jalan kebawah. Saat ingin turun kebawah, ia melewati sebuah rumah
tua yang cukup besar.
Banyak alat alat yang tidak begitu jelas bentuknya terlihat didepan rumah.
Walau sekilas, namun siapapun yang melihat rumah tersebut pasti akan langsung tahu,
bahwa rumah tersebut tidak berpenghuni. Riri, yang tidak begitu mempedulikan hal
hal mistis seperti itu, hanya menghiraukan rumah tersebut. Namun, saat ia mulai
melewati rumah tersebut, tiba tiba ia merinding. Seluruh bulu tangan nya naik dan tiba
tiba ia merasa kedinginan. Merasa takut, Riri pun akhirnya berlari menuju warung yang
ingin ia tuju. Di warung, ia membeli mie kuah dan teh manis. Ia menikmati mie tersebut
sembari memikirkan bagaimana nasib nya selama seminggu di Porot, selain tempat nya
yang dingin, disana juga susah mencari sinyal. Jadi, bermain hape mungkin akan terasa
sangat susah.
Terlalu lama menikmati mie kuah, siang pun berganti malam. Tanpa disadari,
waktu sudah menunjukkan pukul 19.00 WIB. Riri sudah menghabiskan 2 jam disana,
berpikir dan melamun. Akhirnya, ia memutuskan untuk kembali kerumah. Saat ia
berjalan, ia teringat bahwa ia harus melewati rumah tua itu lagi. Karena Riri tidak
mengetahui jalan lain lagi, ia terpaksa harus melewati rumah tua tersebut.
Ia berhenti sebentar untuk memberanikan diri, lalu mulai berjalan pelan pelan
sembari menjauhi rumah tersebut. Saat melewati rumah tua itu, tiba tiba ia mendengar
suara siulan yang sangat lama. Riri langsung diam di tempat, tidak berani bergerak.
Memberanikan diri, perlahan ia menoleh kearah rumah tua tersebut. Saat matanya
memandang rumah tua itu, tiba tiba dari dalam rumah terlihat sinar senter yang
menyinari ke arah mata Riri. Riri kaget dan terjatuh. Sinar senter tersebut pun langsung
menghilang. Riri yang merasa ketakutan langsung berlari menuju rumah nenek nya
kembali. Sampai depan rumah, terlihat Ibu Ani sedang cemas menunggu Riri. Saat
melihat ibu nya, Riri pun langsung menangis. Bu Ani merasa kebingungan, namun
akhirnya ia menenangkan Riri. Bu Ani mengantar Riri kekamar, dengan pikiran akan
mendengarkan cerita Riri. Namun, sesaat Riri duduk di kasur kamar, ia pun langsung
tertidur. Bu Ani pun hanya bisa tersenyum dan akhirnya menyelimuti Riri.
Saat Riri bangun, ia langsung menuju ke ruang tamu, tempat ibu dan ayah nya
berkumpul, sementara nenek masih tertidur. Ia pun duduk disana bersama. Ibu nya
perlahan bertanya apa yang terjadi tadi malam. Lalu, Riri pun menceritakan seluruh
kejadian nya. Ayah dan ibu Riri mendengarkan cerita tersebut sembari merasa tidak
percaya. Lalu, ayah Riri mulai menenangkan Riri dengan berkata bahwa itu semua
hanya salah lihat, bahwa pada saat itu pikiran Riri kurang bisa focus, sehingga ia salah
lihat. Ibu Ani pun juga berkata demikian. Namun, Riri sangat amat yakin bahwa ia
tidak mungkin salah lihat. Namun, ia tetap mendengarkan perkataan kedua orangtua
nya. Ia pun mulai berusaha melupakan kejadian itu dan mulai melanjutkan aktivitas.
Tiga hari Riri lewati dengan damai. Riri juga sudah tidak pernah memikirkan
rumah tua itu lagi, berhubung ia juga sengaja menghindari rumah tua tersebut. Hari
keempat Riri disana, saat malam hari, tiba tiba nenek sakit panas. Pada saat itu, ayah
sedang ke ladang seharian untuk berkebun. Jadi, Ibu Ani menyuruh Riri membeli obat
panas di warung, sementara ibu menjaga nenek. Riri pun segera bersiap membeli obat,
tanpa mengingat kejadian pada hari pertama. Setelah ia keluar rumah dan mulai menuju
pertigaan, ia baru mengingat rumah tua tersebut. Seketika itu juga ia merasa panik. Ia
menjadi tidak berani untuk membeli obat tersebut, namun ia tahu nenek nya sedang
sakit panas dirumah. Maka dari itu, ia langsung memberanikan diri untuk melewati
rumah tua tersebut. Ia langsung menutup kuping dan berlari melewati rumah tua itu.
Sampai warung, ia membeli obat panas. Saat pemilik warung bertanya untuk siapa,
Riri langsung menjawab untuk nenek nya. Mengetahui hal itu, pemilik warung
langsung memberikan beberapa makanan untuk nenek. Makanan tersebut dipercaya
dapat menyembuhkan sakit. Riri pun langsung berterimakasih, dan lanjut balik ke
rumah.
Saat sampai ke pertigaan lagi, ia tidak dapat menutup telinga, karena kedua
tangan nya penuh akan makanan dan obat. Ia juga tidak dapat berlari, karena takut
menumpahkan makanan nya. Akhirnya ia berjalan namun dengan cepat. Sesaat ketika
ia melewati rumah tua tersebut, tiba tiba dari dalam rumah terdengar teriakan yang
sangat amat kencang. Teriakan tersebut terdengar seperti teriakan wanita. Riri terhenti,
lalu berpikir bagaimana jika suara itu suara wanita yang sedang dalam masalah. Riri
ingin menghampiri rumah tersebut, namun ia berpikir, suara tersebut sangat amat keras,
namun mengapa tidak ada tetangga yang datang. Namun, Riri tetap menghampiri
rumah tua tersebut. Sesaat sebelum mendekati rumah tua tersebut, tiba tiba suara
teriakan tersebut memberat. Suara yang tadinya terdengar seperti suara teriakan
seorang wanita, berubah menjadi suara teriakan laki laki tua. Riri pun langsung
ketakutan, ia langsung berjalan dengan cepat balik kerumah tanpa memedulikan suara
tersebut. Sampai dirumah, ia segera memberikan obat tersebut kepada nenek nya, serta
makanan yang tadi diberikan pemilik warung. Nenek nya pun menyuruh Riri
menemani nya makan.
Selagi menemani neneknya makan, Riri pun mulai menceritakan apa yang
terjadi dengan nya saat melewati rumah tua di pertigaan itu. Nenek nya pun berhenti
makan saat Riri menceritakn hal itu. Setelah Riri selesai bicara, nenek nya mulai makan
lagi. Lalu, nenek nya mulai menceritakan apa yang sebenarnya pernah terjadi dengan
rumah tersebut.
Nenek Riri berceria, bahwa sebenarnya dahulu, rumah tersebut berisikan 5
anggota keluarga. Ayah ibu dan ketiga anak nya. Namun, entah mengapa, satu satu dari
keluarga tersebut meninggal, dimulai dari anak nya. Akhirnya, tempat tersebut hanya
tersisa ayah nya. Sang ayah pun hidup sendiri sampai dia tua, dengan kesedihan
menyelimuti hidupnya, ditinggal seluruh keluarga nya. Akhirnya, kurang lebih setahun
yang lalu, sang ayah meninggal didalam rumah. Namun, tidak ada warga yang
mengetahui hal itu. Akhirnya, sang ayah ditemukan meninggal 10 hari setelah hari
kematian nya, didalam rumah. Sejak saat itu, memang jika malam ruma tua tersebut
suka mengganggu warga di sekitar, kata nenek Riri.
Mengetahui hal itu, Riri sekarang paham akan apa yang sebenar nya terjadi. Ia
sekarang sudah tidak begitu merasa takut, namun ia justru merasa kasihan akan apa
yang menimpa keluarga tersebut. Malam sebelum tidur, ia berdoa kepada Tuhan agar
arwah para orang di rumah tua tersebut tenang. Lalu Riri pun mulai tidur.
Esoknya, adalah hari dimana Riri harus pulang. Riri pun merasa sedih, karena
ia harus meninggalkan nenek nya. Apalagi, ia sudah merasa nyaman berada di desa
tersebut. Sebelum pulang, ia ingin berterimakasih kepada pemilik warung atas
makanan yang ia beri, karena nenek dapat sehat kembali. Sekarang, ia tidak takut lagi
melewati pertigaan tersebut. Saat ia melewati rumah tua itu, juga tidak terjadi apa apa.
Riri pun merasa tenang. Ia merasa sekarang arwah rumah tersebut sudah tenang, atau
setidak nya sudah tidak mengganggu dirinya lagi. Akhirnya, Riri balik kerumah, dan
berpamit dengan nenek nya. Ia berterimakasih kepada nenek nya sudah diberikan
kesempatan untuk hidup di pedesaan seperti itu. Setelah berpamitan kepada nenek dan
tetangga nya, akhirnya Riri pulang ke kota dengan tenang.

Anda mungkin juga menyukai