Anda di halaman 1dari 40

REFERAT

TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF

Pembimbing
dr. Arief Basuki, Sp.An

Disusun Oleh :
Cici Cahya Wijayanti 201810401011077

SMF ANESTESIOLOGI
RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN REFERAT
TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF

Referat dengan judul “Terapi Cairan Perioperatif” telah diperiksa dan disetujui
sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepanitraan klinik
Dokter Muda di BagianAnestesiologi Rumah Sakit Umum Haji Surabaya.

Surabaya, Januari 2019


Pembimbing

dr. Arief Basuki, Sp.An


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Yang
Maha Esa serta berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat dengan judul “Terapi Cairan Perioperatif”. Begitu pula Dialah yang
menyelaraskan gerakan tangan dan pikiran dalam merangkai huruf menjadi
sebuah kata danberbuah kalimat dalam penulisan tugas akhir ini.Segala sesuatu
yang benar dalam tugas akhir ini datangnya dari Allah SWT dan segala kekeliruan
dalam penulisan tugas akhir ini datangnya dari diri penulis pribadi.
Dalam penyelesaian tugas akhir ini penulis banyak mengalami kesulitan,
tetapi berkat dukungan dan bimbingan serta bantuan dari dosen pembimbing
dalam rangka penyusunan referat ini dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih belum sempurna, sehingga
masih membutuhkan saran yang membangun dari berbagai pihak. Penulis
berharap referat ini dapat menjadi wujud ibadah penulis kepada Allah SWT dan
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Surabaya,Januari 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

Terapi cairan perioperatif merupakan terapi cairan yang dilakukan pada

periode sekitar operasi, meliputi cairan saat pre-operatif, durante operatif, dan

post-operatif. Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah

cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat

agar sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan

aliran darah yang adekuat ke organ-organ vital dan ke jaringan yang mengalami

trauma dan efektif untuk penyembuhan luka.Volume plasma yang adekuat penting

untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi jaringan.

Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah,

kehilangan cairan, pendarahan, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan

terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan.Pada periode pasca bedah kadang-

kadang perdarahan dan atau kehilangan cairan (dehidrasi) masih berlangsung,

yang tentu saja memerlukan perhatian khusus.

Puasa pra-bedah selama 6 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit

cairan (air dan elektrolit) sebanyak 500 - 1000 mililiter pada pasien orang dewasa.

Gejala dari defisit cairan ini belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk

didalamnya adalah rasa haus, mengantuk, dan pusing.Gejala dehidrasi ringan ini

dapat memberikan kontribusi terhadap memanjangnya waktu perawatan di rumah

sakit yang terlihat dari penelitian 17.638 pasien dengan hasil bahwa rasa kantuk

dan pusing kepala pasca bedah merupakan faktor predikator yang berdiri sendiri

terhadap bertambah lamanya waktu perawatan pasca bedah.


Target terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit cairan pra

bedah, selama pembedahan dan pasca bedah dimana saluran pencernaan belum

berfungsi secara optimal, untuk pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi

dinilai berhasil apabila tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi

atau tanda- tanda kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal nafas.Sampai saat

ini terapi cairan perioperatif masih merupakan topik yang menarik untuk

dibicarakan, karena dalam praktiknya, banyak hal yang sulit diukur atau dinilai

secara obyektif.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Cairan Tubuh

Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat

berubah tergantung pada umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas seseorang.

Pada bayi usia <1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 60-85% berat badan dan pada

bayi usia >1 tahun mengandung air sebanyak 60-70%. Seiring dengan

pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-

angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada

wanita dewasa 50% berat badan. Hal ini terlihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1.Perubahan cairan tubuh total sesuai usia

Usia Kilogram Berat (%)

Bayi prematur 80

3 bulan 70

6 bulan 60

1-2 tahun 59

11-16 tahun 58

Dewasa 58 – 60

Dewasa dengan obesitas 40 – 50

Dewasa kurus 70 – 75

Garner MW : Physiology and pathophysiology of the body fluid, St. Louis, 2015, Mosby.

Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada

perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun

perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat.Jika gangguan


tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,

maka resiko penderita menjadi lebih besar. Terdapat beberapa cairan dalam tubuh

manusia, diantaranya :

1. Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di dalam sel disebut cairan intraseluler. Pada orang

dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraseluler

(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70

kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya

merupakan cairan intraselular.

2. Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif

cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir,

sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular.Setelah usia

1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari

volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan

berat rata-rata 70 kg.

Cairan ekstraselular dibagi menjadi 5:

a. Cairan Interstisial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstisial,

sekitar 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam

volume interstisial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah

sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.

b. Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah

(contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa

sekitar 5-6 L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari

sel darah merah, sel darah putih dan platelet.

c. Cairan Transeluler

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu

seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular

dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan

transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak

dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.

Body

100%

Water Tissue

60% (100) 40%

Intracellular Extracellular
space 40 % (60) space20% (40)

40% (60)

Intracellular Intravascular
space 15% (30) space5% (10)

15% (30)
Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan

mekanisme transport pasif dan aktif. Mekanisme transport pasif tidak


membutuhkan energi sedangkan mekanisme transport aktif membutuhkan energi.

Difusi dan osmosis adalah mekanisme transport pasif. Sedangkan mekanisme

transport aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompartemen dapat berlangsung secara :

a. Osmosis

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui

membran semipermeabel (permeabel selektif dari larutan berkadar lebih

rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama.

Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut),

namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.1,4

Tekanan osmotik plasma darah ialah 285 ± 5 mOsm/L. Larutan dengan

tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,96%, Dekstrosa

5%, Ringer-laktat), lebih rendah disebut hipotonik (akuades) dan lebih

tinggi disebut hipertonik.1

b. Difusi

Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan

akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi

rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk

berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada

perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.

c. Pompa Natrium Kalium


Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transport yang

memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat

bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa

natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam

sel.

Air melintasi membran sel dengan mudah, tetapi zat-zat lain sulit atau

diperlukan proses khusus supaya dapat melintasinya, karena itu komposisi

elektrolit di dalam dan di luar sel berbeda. Cairan intraselular banyak

mengandung ion K, ion Mg dan ion fosfat, sedangkan ekstraselular banyak

mengandung ion Na dan ion Cl. 7

Tekanan osmotik suatu larutan dinyatakan dengan osmol atau

miliosmol/liter. Tekanan osmotik suatu larutan ditentukan oleh banyaknya

partikel yang larut dam suatu larutan. Dengan kata lain, makin banyak

partikel yang larut maka makin tinggi tekanan osmotik yang

ditimbulkannya. Jadi, tekanan osmotik ditentukan oleh banyaknya pertikel

yang larut bukan tergantung pada besar molekul yang terlarut. Perbedaan

komposisi ion antara cairan intraseluler dan ekstraseluler dipertahankan oleh

dinding yang bersifat semipermeabel.

Hukum Poiseuille

Laju aliran darah melalui tubuh secara umum berbentuk laminar dari pada

turbulen. Oleh karena itu kita dapat memperlakukan aliran darah di dalam arteri

identik ketika suatu cairan bergerak secara laminar dalam suatu pipa kecil. Karena

gaya molekular yang atraktif antara darah dengan dinding dalam dari arteri maka
tidak ada aliran darah yang berkontak langsung dengan dinding arteri. (hal ini juga

untuk aliran fluid di dalam pipa). Cairan viskous yang mengalir melalui pipa halus

memiliki distribusi kecepatan parabolic variasi kecepatan melewati diameter dari

arteri disertai dengan variasi yang menekan sel darah ke arah tengah dari arteri

Akibatnya kecepatan aliran darah adalah nol pada dinding arteri dan aliran lebih

cepat di tengah dari arteri. Adalah memungkinkan untuk mendapatkan bentuk

kecepatan aliran fluida (menggunakan metode kalkulus) sebagai fungsi dari jarak

r dari tengah pipa. Seperti yang ditunjukkan dari gambar 4a., kita berasumsi

bahwa radius dalam a dan panjang l dimana perbedaan kecepatan P1-P2. Jika

viskositas dalam fluida adalah η maka kecepatan adalah : menunjukkan bagaiman

kecepatan bervariasi terhadap diameter pipa Perhatikan bahwa bentuk dari kurva

kecepatan adalah parabolik. Karena aliran kecepatan berubah dengan jarak radial

tabung dari arteri maka dari persamaan Poiseuille menunjukkan bahwa harus

terdapat perubahan tekanan dalam tabung. Kecepatan yang rendah dekat dengan

dinding menunjukkan adanya tekanan yang lebih tinggi. Pada tengah tabung

dimana kecepatan lebih besar, tekanan relative lebih kecil. Maka tekanan

meningkat ketika jarak radial meningkat. Berbagai objek kecil seperti sel darah

merah mengalir melalui tabung selanjutnya akan mengalami perbedaan tekanan

radial. Perbedaan tekanan menghasilkan gaya yang cenderung untuk menekan

sel darah kearah tengah pada tabung. Seperti yang ditunjukan pada gambar 4.b.

Kita mengetahui dari bukti lain bahwa sel darah terkonsentrasi di tengah tabung

arteri. Kita dapat menggunakan persaman di atas untuk kecepatan (dengan metode

kalkulus) untuk menghitung laju aliran darah fluida melalui pipa. Laju aliran

(flow rate) Q (F) diukur dalam m3/s diberikan : Persamaan di atas dikenal sebagai
persamaan Poiseuille’s, setelah Fisiologis francis Jean Marie Poiseuille (1799-

1869) yang pertama kali merumuskannya. Perhatikan bahwa Q(F) bergantung

pada radius a; ketika a meningkat dua kali lipat Q meningkat dengan

pangkat 16. Demikian juga ketika a dibuat lebih kecil, kecepatan aliran

menurun secara drastis. Jika dalam beberapa kondisi sebagai akibat dari adanya

penebalan dinding arteri (yang memberi efek menjadi semakin lebih kecil),

menurunnya kecepatan aliran darah dapat menyebabkan angina pectoris, ditandai

dengan rasa sakit dada ketika aktivitas fisik. Penyebab tersering terjadinya angina

pectoris adalah arteriosclerosis, adanya penebalan dari arteri. Menghilangkan rasa

sakit dapat digunakan beberapa obat seperti nitroglycerine yang dapat

melemaskan otot dinding arteri dan jari-jari a menjadi lebih besar, sehingga terjadi

laju aliran darah dan menurunkan beban jantung

Perubahan Cairan Tubuh


Gangguan cairan tubuh dapat dibagi dalam tiga bentuk yakni perubahan :

1. Volume,

2. Konsentrasi, dan

3. Komposisi.

Ketiga macam gangguan tersebut mempunyai hubungan yang erat satu dengan

yang lainnya sehingga dapat terjadi bersamaan. Namun demikian, dapat juga

terjadi secara terpisah atau sendiri yang dapat member gejala-gejala tersendiri

pula. Yang paling sering dijumpai dalam klinik adalah gangguan volume.

1. Perubahan Volume

Defisit Volume
Pada keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda

gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang

lambat, lebih dapat ditoleransi sampai defisit volume cairan ekstraseluler yang

berat.

Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari

natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau

hipernatremik (.150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering

terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-

10% dari kasus.

Dehidrasi isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama

dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium

besarnya relatif sama dalam kompartemen intravascular maupun kompartemen

ekstravaskular.3

Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan

kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis).

Sedangkan dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan

dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah.3

Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang hilang, maka

dehidrasi dapat dibagi atas :

1. Dehidrasi ringan (defisit 4%BB)

2. Dehidrasi sedang (defisit 8%BB)

3. Dehidrasi berat (defisit 12%BB)


Cara rehidrasi yaitu hitung cairan dan elektrolit total (rumatan + penggantian

defisit) untuk 24 jam pertama. Berikan separuhnya dalam 8 jam pertama dan

selebihnya dalam 16 jam berikutnya. Kelebihan Volume

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic

(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan

NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan kelebihan

air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan GFR), sirosis,

ataupun gagal jantung kongestif.

2. Perubahan Konsentrasi

Perubahan konsentrasi cairan tubuh dapat berupa hipernatremia atau hiponatremia

maupun hiperkalemia atau hipokalemia.

Rumus untuk menghitung defisit elektrolit :3,4

o Defisit natrium (mEq total) = (Na serum yang diinginkan – Na serum sekarang)

x 0,6 x BB (kg)

o Defisit Kalium (mEq total) = (K serum yang diinginkan [mEq/liter] – K serum

yang diukur) x 0,25 x BB (kg)


o Defisit Klorida (mEq total) = (Cl serum yang diinginkan [mEq/liter] – Cl serum

yang diukur) x 0,45 x BB (kg)

3. Perubahan komposisi

Perubahan komposisi itu dapat terjadi tersendiri tanpa mempengaruhi osmolaritas

cairan ekstraseluler. Sebagai contoh misalnya kenaikan konsentrasi K dalam darah

dari 4 mEq menjadi 8 mEq, tidak akan mempengaruhi osmolaritas cairan

ekstraseluler tetapi sudah cukup mengganggu otot jantung. Demikian pula halnya

dengan gangguan ion kalsium, dimana pada keadaan hipokalsemia kadar Ca

kurang dari 8 mEq, sudah akan timbul kelainan klinik tetapi belum banyak

menimbulkan perubahan osmolaritas.

2.2 Estimasi Defisit Cairan

Klasifikasi Klinik PIERCE

Dehidrasi Dehidrasi
Dehidrasi Berat
Gejala Defisit Ringan Sedang
(>10%BB)
(3-5%BB) (6-8%BB)

Turgor kulit Berkurang Menurun Sangat menurun

Lidah Normal Lunak Kecil keriput

Mata Normal Cowong Sangat cowong

Ubun-ubun Normal Cekung Sangat cekung

Rasa haus + ++ +++

Mukosa bibir Kering Kering Sangat kering

Nadi Takikardi Takikardi, kecil Takikardi, sangat


lemah lemah s/d tidak

teraba

Tensi Hipotensi Hipotensi Tidak terukur

Urin Sedikit Sedikit dan pekat Anuria

: Tanda Intersitial (Intersitial sign) : Tanda Plasma (Plasma sign)

Sistem Skor DALDIJONO

Gejala Klinik Skor

Muntah-muntah 1

Suara sesak 2

Apatis 1

Somnolen, stupor, coma* 2

TD Sistole ≤ 90 mmHg* 1

TD Sistole ≤ 80 mmHg* 1

Nadi ≥ 120x/menit 1

Pernafasan kussmaul ( >30x/menit) 1

Turgor kulit menurun 1

Mata dan pipi cowong 2

Extremitas dingin 1

Ujung jari keriput 1

Sianosis 2

Usia 50 – 60 tahun -1

Usia > 60 tahun -2

Jumlah 15
Ket. : *) diisi salah satu

Defisit cairan = Skor Total x 10% BB x 1 Liter

15

2.3 Pengelolaan Defisit Cairan

A. Dehidrasi Ringan
Maintenance Replacement

2000 – 2500 ml 500 – 1500 ml

8 jam I = 16 jam II =

50 % + maintenance 50 % + maintenance

B. Dehidrasi Berat
Maintenance Replacement

2000 – 2500 ml 5000 ml

20 – 40 ml/kgBB

dalam 1 – 2 jam

8 jam I = 16 jam II =

50 % + maintenance 50 % + maintenance

2.4 Faktor-faktor penyebab defisit cairan perioperatif


Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang

umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor pre-operatif,

durante operatif dan post-operatif.

A. Faktor-faktor pre-operatif

1. Kondisi yang telah ada

Diabetes melitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk

oleh stres akibat operasi.

2. Prosedur diagnostik

Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena

dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal

karena efek diuresis osmotik.

3. Pemberian obat

Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi ekskresi air

dan elektrolit.

4. Preparasi bedah

Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan

elektrolit dari traktus gastrointestinal

5. Restriksi cairan preoperative

Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan

cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien

menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.

6. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya

Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

B. Faktor-faktor durante operatif:


1. Induksi anestesi

2. Kehilangan darah yang abnormal

3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya

kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)

4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka

operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)

C. Faktor-faktor postoperatif :

1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi

2. Peningkatan katabolisme jaringan

3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif

4. Risiko atau adanya ileus postoperative

2.5 Dasar-dasar Terapi Cairan Perioperatif

Terapi Cairan

Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu ;

Resusitasi cairan

Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh, sehingga

seringkali dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan pula untuk

ekspansicepat dari cairan intravaskuler dan memperbaiki perfusi jaringan.

Terapi rumatan

Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tub uh dan nutrisi yang

diperlukan oleh tubuh

Hal ini digambarkan dalam diagram berikut :


Prinsip pemilihan cairan dimaksudkan untuk :

Mengganti kehilangan air dan elektrolit yang normal melaui urine, IWL, dan

feses

Membuat agar hemodinamik agar tetap dalam keadaan stabil

Pada penggantian cairan, maka jenis cairan yang digunakan didasarkan pada :

Cairan pemeliharaan ( jumlah cairan yang dibutuhkan selama 24 jam )

Cairan defisit ( jumlah kekurangan cairan yang terjadi )

Caitran pengganti ( replacement )

o Sekuestrasi ( cairan third space )

o Pengganti darah yang hilang

o Pengganti cairan yang hilang melalui fistel, maag slang dan drainase

Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dapat dilakukan penghitungan untuk

menghitung berapa besarnya cairan yang hilang tersebut :

Refraktometer

Defisit cairan : BD plasma – 1,025 x BB x 4 ml


Ket. BD plasma = 0,001

Dari serum Na+

Air yang hilang : 0,6 Berat Badan x BB (Plasma Natrium – 1 )

Ket. Plasma Na = 140

Dari Hct

Sementara kehilangan darah dapat diperkirakan besarnya melalui beberapa

kriteria klinis seperti pada tabel di bawah ini ;

Pemilihan Cairan

Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid

merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik dilarutkan dalam
air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik, hipotonik, maupun hipertonik. Cairan

kristaloid memiliki keuntungan antara lain : aman, nontoksik, bebas reaksi, dan

murah. Adapun kerugian dari cairan kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah

kemampuannya terbatas untuk tetap berada dalam ruang intravaskular.

Kristaloid

Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan ringer

laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan ekstraselular.

Karena perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana kristaloid akan lebih

banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid maka

kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang intersisial.

Penggunaan cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan

timbulnya asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan ringer laktat

dengan jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang disebabkan

adanya peningkatan produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat.

Larutan dekstrose 5% sering digunakan jika pasien memiliki gula darah yang

rendah atau memiliki kadar natrium yang tinggi. Namun penggunaannya untuk

resusitasi dihindarkan karena komplikasi yang diakibatkan antara lain

hiperomolalitas-hiperglikemik, diuresis osmotik, dan asidosis serebral.

Koloid

Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut

“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai

berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini

cenderung bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler.


Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan efisien

daripada kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan volume vaskuler

dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan

kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya 1/4 bagian tetap tinggal

dalam plasma pada akhir infus. Koloid adalah cairan yang mengandung partikel

onkotik dan karenanya menghasilkan tekanan onkotik. Bila diberikan intravena,

sebagian besar akan menetap dalam ruang intravaskular.

Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular,

namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma akan

menarik pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander

plasma, sebab mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume yang

diberikan.

Albumin

Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma manusia.

Albumin dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 600C dalam 10 jam untuk

meminimalisir resiko transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus

imunodefisiensi. Waktu paruh albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam,

dengan sekitar 90% tetap bertahan dalam intravascular 2 jam setelah pemberian.

Dekstran

Dekstran merupakan semisintetik koloid yang secara komersial dibuat dari

sukrose oleh mesenteroides leukonostok strain B 512 dengan menggunakan enzim

dekstran sukrose. Ini menghasilkan dekstran BM tinggi yang kemudian

dilengketkan oleh hidrolisis asam dan dipisahkan dengan fraksionasi etanol

berulang untuk menghasilkan produk akhir dengan kisaran BM yang relatif


sempit. Dekstran untuk pemakaian klinis tersedia dalam dekstran 70 (BM 70.000)

dan dekstran 40 (BM 40.000) dicampur dengan garam faal, dekstrosa atau Ringer

laktat.

Dekstran 70 6 % digunakan pada syok hipovolemik dan untuk profilaksis

tromboembolisme dan mempunyai waktu paruh intravaskular sekitar 6 jam.

Pemakaian dekstran untuk mengganti volume darah atau plasma hendaknya

dibatasi sampai 1 liter (1,5 gr/kgBB) karena risiko terjadi perdarahan abnormal.

Batas dosis dekstran yaitu 20 ml/kgBB/hari.

Sekitar 70% dosis dekstran 40 yang diberikan akan dieksresikan ke dalam urine

dalam 24 jam. Molekul- molekul yang lebih besar dieksresikan lewat usus atau

dimakan oleh sel-sel sistem retikoloendotelial. Volume dekstran melebihi 1 L

dapat mengganggu hemostasis. Disfungsi trombosit dan penurunan fibrinogen dan

faktor VIII merupakan alasan timbulnya perdarahan yang meningkat. Reaksi

alergi terhadap dekstran telah dilaporkan, tetapi kekerapan reaksi anafilaktoid

mungkin kurang dari 0,02 %. Dekstran 40 hendaknya jangan dipakai pada syok

hipovolemik karena dapat menyumbat tubulus ginjal dan mengakibatkan gagal

ginjal akut.

Gelatin

Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum

dipasaran adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan

pelarut NaCL isotonik. Gelatin dengan ikatan urea-poligelin ( Haemaccel ) dengan

pelarut NaCL isotonik dengan Kalium 5,1 mmol/l dan Ca 6,25 mmol/ L.

Pemberian gelatin agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripada

koloid yang lain. Berkisar dari kemerahan kulit dan pireksia sampai anafilaksis
yang mengancam nyawa. Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan pelepasan

histamine yang mungkin sebagai akibat efek langsung gelatin pada sel mast.

Gelatin tidak menarik air dari ruang ekstravaskular sehingga bukan termasuk

ekspander plasma seperti dekstran. Larutan gelatin terutama diekskresikan lewat

ginjal dalam urin, sementara itu gelatin dapat menghasilkan diuresis yang bagus.

Sebagian kecildieliminasikan lewat usus. Karena gelatin tidak berpengaruh pada

sistem koagulasi, maka tidak ada pembatasan dosis. Namun, bila terlalu banyak

infus, pertimbangkan adanya efek dilusi. Gelatin dapat diberikan pada pasien

dengan gangguan fungsi ginjal bahkan pada pasien yang menjalani hemodialisis.

Indikasi gelatin : Penggantian volume primer pada hipovolemia, stabilisasi

sirkulasi perioperatif. Sedangkan kontraindikasi adalah infark miokard yang masih

baru terjadi, gagal jantung kongestif dan syok normovolemik.

Hydroxylethyl Starch (HES)

Senyawa kanji hidroksietil ( HES ) merupakan suatu kelompok koloid sintetik

polidisperse yang mempunyai glikogen secara struktural. Kurang dapat diterima

kanji hidroksi (HES ) untuk pengantian volume paling mungkin akibat laporan-

laporan adanya koagulasi abnormal yang menyertai subtitusi plasma ini. Laporan

laporan tentang HES yang memperlihatkan koagulasi darah yang terganggu dan

kecenderungan perdarahan yang meningkat sebagian besar berdasarkan

pemakaian preparat HES berat molekul tinggi ( HMW-HES ). Waktu paruh dari

90% partikel HES adalah 17 hari.

Seperti semua koloid lainnya, kanji hidroksietil juga berkaitan dengan reaksi

anafilaktoid yang ringan dengan kekerapan kira-kira 0,006 %. Indikasi pemberian

HES adalah :Terapi dan profilaksis defisiensi volume (hipovolemia) dan syok
(terapi penggantian volume) berkaitan dengan pembedahan (syok hemoragik),

cedera (syok traumatik), infeksi (syok septik), kombustio (syok kombustio).

Sedangkan kontra indikasi adalah : Gagal jantung kongestif berat, Gagal ginjal

(kreatinin serum >2 mg/dL dan >177 mikromol/L).Gangguan koagulasi berat

(kecuali kedaruratan yang mengancam nyawa). Dosis penggunaan HES adalah 20

ml/kgBB/hari.

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam

pemberian cairan perioperatif, yaitu :

1. Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian

Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan + 30-35 ml/kgBB/hari dan

elektrolit utama Na+ = 2-4 mmol/kgBB/hari K+ = 1-2 mmol/kgBB/hari.

Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan

urine, sekresi gastrointestinal, keringan (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru

atau dikenal dengan insensible water losses.

2. Defisit cairan dan elektrolit pra bedah

Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita

bedah elektif (sekitar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali

menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan,

translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya

insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak.

Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum dilakukan

pembedahan.

3. Kehilangan cairan saat pembedahan

a. Perdarahan
Secara otoritas perdarahan dapat diukur dari :

- Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah (suction

pump).

- Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah

pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung + 10 ml

darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah + 100

– 10 ml.

Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa

ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan

keadaan klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan

kadar hemoglobin dan hematokrit berulang-ulang (serial). Pemeriksaan kadar

hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit

daripada jumlah perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada

luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang

mengenai kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.

b. Kehilangan cairan lainnya

Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol

dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi

cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih

banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama.

Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang

ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan

intravaskuler.
Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan

sequestrasi sejumlah cairan interstisial dan perpindahan cairan ke ruangan

serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional

dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak

dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara

fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan

fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.


-
Pengganti Defisit Pra Bedah

Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa,

lavement) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa

pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan

pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua

berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan cairan

hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita

yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya

diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang

dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan

penggantian cairan sebanyak 2ml/kgBB/jam lama puasa.

Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi)

yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan

melakukan resusitasi carian atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.

- Terapi Cairan Selama Pembedahan

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan

kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan


(perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang

diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang

hilang.

1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya

bedah mata (ekstraksi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan

saja selama pembedahan.

2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya : appendektomi dapat

diberikan cairan sebanyak 2ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar

ditambah 4ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan.

Total yang diberikan adalah 6ml/kgBB/jam berupa cairan garam

seimbang seperti Ringer Laktat atau Normal Saline.

3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2

ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 6ml/kgBB/jam untuk

pembedahannya. Total 8ml/kgBB/jam.

4. Pembedahan dengan trauma besar diberikan cairan sebanyak

2ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8ml/kgBB/jam untuk

pembedahannya. Total 10ml/kgBB/jam

Tabel 2.2.Rates of Fluid Administration to Replace Third Space Losses

Fluid Shift Example of Operation Rates * (Crystalloid)

Minor Tendon Repair 6 ml/kg/hr

Tympanoplasty

Moderate Hysterectomy, Inguinal hernia 8 ml/kg/hr

Total hip replacement

Major Abdominal case with peritonitis 10 ml/kg/hr


*Includes 2 ml/kg/hr maintenance

Penggantian darah yang hilang

Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV=Estimated Blood

Volume=taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi,

takikardi dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini

akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala tersebut

seringkali tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif.

Tabel 2.3.Perkiraan volume darah

Usia Volume darah

Neonatus

* Prematur 90 ml/kg BB

* Full term 85 ml/kg BB

Bayi 80 ml/kg BB

Dewasa

* Laki-laki 75 ml/kg/BB

* Wanita 65 ml/kg/BB

Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan

laruatan kristaloid, pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan

pertimbangan berdasarkan :

a. Keadaan umum penderita (kadar Hb dan hematokrit) sebelum

pembedahan

b.Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi.

c. Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum


d.Kedaaan hemodinamik (tensi dan nadi)

e. Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan

f. Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan

hematokrit

Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah :

- 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan

kadar hemoglobin sebesar 1 gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.

- Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar

hemoglobin 3 gr%. Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan

cairan secukupnya sehingga diuresis + 1 ml/kgBB/jam.

- EBV (Estimated Blood Volume)= BB x 70

- EBL (Estimated Blood Loss) = % BL (Blood Loss) x EBV

- Replacement = (2-4) x EBL diberikan dalam 30 menit

- Maintenance 50ml/kgBB/hari

1. Cairan Koloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma

expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat

molekul tinggi dengan aktivitas osmotuik yang menyebabkan cairan ini cenderung

bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena

itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada

syok hipovolemik/hemorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat

dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).

2.6 Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Bedah

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal dibawah ini:
Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.

Kebutuhan air untuk penderita dalam keadaan basal sekitar + 50 ml/kgBB/24 jam.

Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya

pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi

darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang

cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari

pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik

dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari

cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan

protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%.

Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu

larutan garam isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat

minum dan makan.

Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah

Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama

pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%,

sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.

1. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi

cairan tersebut.

Maintenance 35-50ml/kg BB/24jam = 2ml/kgBB/jam

Kebutuhan elektrolit Na 2-4 mEq/kgBB/24jam, K 1-2 mEq/kgBB/24jam

Kalori 20-30/kgBB/24jam
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama, meliputi tekanan

darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan napas,

frekuensi napas, suhu tubuh dan warna kulit.

2.6 Permasalahan Cairan Pada Pasien Perioperatif

1. Pre-Operatif

a. Puasa

- Definisi : Puasa pada pasien pre-operasi ditujukan untuk mengurangi

resiko muntah pada saat tindakan pembiusan dilakukan.

- Manajemen :

Kondisi Umum Jenis Cairan Mekanisme

Pemberian

Normohidrasi Kristaloid Maintenance(1-1,6

ml/kgBB) x Jam

Puasa

Dehidrasi Ringan Kristaloid Maintenance(1-1,6

ml/kgBB) x Jam

Puasa + (3-5%XTBW

 dibagi 8 jam

pertama ½ dan 8 Jam

kedua ½)

Dehidrasi Sedang Kristaloid Maintenance(1-1,6

ml/kgBB) x Jam

Puasa + (6-8%XTBW
 dibagi 8 jam

pertama ½ dan 8 Jam

kedua ½)

Dehidrasi Berat Kristaloid Maintenance(1-1,6

ml/kgBB x Jam Puasa

) + 10%XTBW 

dibagi 8 jam pertama

½ dan 8 Jam kedua ½)

- Evaluasi

 Perbaikan Tanda-tanda dehidrasi

 Kondisi Umum pasien

 Output Urin

- Contoh :

Pasien laki-laki umur 45 tahun dengan berat badan 80kg dengan

kondisi umum dehidrasi berat akan dilakukan operasi apendiktomi

sehingga dipuasakan 8 jam, berapa kebutuhan cairannya?

Cairan = Maintenance puasa + Dehidrasi Sedang

= (1,6 ml x 80 kg x 8 Jam) + (10%x 44 liter)

= 1024 ml/8 jam + 4400 ml/16 Jam (Cairan : kristaloid)

2. Durante Operasi

a. Stres Pembedahan

- Definisi : Trauma yang disebabkan tindakan operatif

- Manajemen :

Jenis Contoh Jenis Cairan Mekanisme


Pembedahan Pemberian

Minor Tendon Repair Kristaloid 6 ml/kgBB/Jam

Tympanoplasty

Moderate Hysterectomy, Kristaloid 8 ml/kgBB/Jam

Inguinal hernia

Total hip

replacement

Major Abdominal case Kristaloid 10 ml/kgBB/Jam

with peritonitis

- Evaluasi :

 Hemodinamik

b. Perdarahan

- Definisi : Kehilangan darah pasien yang disebabkan tindakan operatif

EBL Jenis Cairan Mekanisme

Pemberian

10 % EBV (KgBBx70 Kristaloid 2-4 x EBL dalam 30

ml) Menit

20% EBV Koloid 1 x EBL dalam 30

Menit

>20% EBV Darah 1 x EBL

- Evaluasi

 Kadar Hb

 Urine Output

 Tanda Klinis Perdarahan


c. Contoh

Laki-laki 20 tahun dengan BB 60kg dilakukan operasi laparatomi

akibat apendisitis perforasi, estimasi darah yang hilang adalah 35% berapa

kebutuhan cairan pasien tersebut?

Cairan : Maintenance + Stres pembedahan + EBL (EBV  60kg x 70 ml

= 4200 ml)

= (1,6 ml X 60 X 2 Jam (Estimasi waktu operasi)) + (10 ml x 60kg x 2

jam) + ((420ml x 3) + (420ml x 1) + (630ml x 1))

= 1920 cc + 1200 cc + 1260 cc + 420 cc Koloid + 630 cc Darah

= 3560 cc Kristaloid + 420 cc Koloid + 630 Darah

3. Post Operasi

a. Puasa

- Definisi : Pasien yang masih tidak diperbolehkan makan dan minum

setelah dilakukan tindakan operatif

- Manajemen

Maintenance (1-1,6ml/KgBB/Jam Puasa) + Elektrolit (Na+=2-4 mEq /

kgbb/24 Jam, K+ =1-2 mEq /kgbb/24 Jam) + Nutrisi (Jika dibutuhkan)

- Evaluasi

 Tanda-tanda dehidrasi

 Keluhan: Mual, muntah, pusing

- Contoh

Perempuan berumur 27 tahun dengan BB 60kg post-operasi SC tidak

diperbolehkan makan dan minum selama 4 jam kedepan, bagaimana

terapi cairannya?
Cairan : Maintenance + Elektrolit

= (1,6ml x 60kg x 4 jam) + Na+ (2mEq x 60/6) K+(1mEq/60/6)

= 384 cc + 20 mEq (Na+) 10 mEq (K+) (Ringer Laktat atau D5 RL)

BAB 3

KESIMPULAN

Terapi cairan perioperatif merupakan pemberian cairan pada periode

sebelum, sesaat, dan setelah operasi.Terapi cairan perioperatif dilakukan dengan

tujuan untuk melengkapi kebutuhan cairan dan elektrolit dalam mempertahankan

perfusi jaringan yang adekuat, mencegah, dan mengoreksi adanya defisit cairan.

Pemberian terapi cairan perioperatif dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu

preoperatif, durante operatif, dan postoperatif. Cairan kristaloid, cairan koloid,

maupun darah, adalah jenis cairan yang digunakan dalam pemberian terapi

cairan.Pemilihan jenis cairan yang diberikan dibedakan oleh komposisi cairan

yang diberikan.Pemilihan rute pemberian cairan adalah hal yang perlu

diperhatikan.Pemilihan rute pemberian cairan didasari pada beberapa

pertimbangan seperti durasi pemberian cairan.

Dalam pemberian terapi cairan terdapat beberapa komplikasi yang dapat

terjadi, seperti gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, hingga terjadinya

infeksi.Pemberian terapi cairan sesuai dengan prosedur dapat mencegah terjadinya

komplikasi dan mempercepat penyembuhan pasien pasca operasi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J. 2016. Tersedia dari: URL:

http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.

2. Graber MA. Terapi cairan, elektrolit dan metabolik. Edisi 2. farmedia; 2013:17-

40.

3. Guyton AC, Hall JE, 2014, Textbook of medical physiology. Twelve edition.

Pennsylvania:W.B. Saunders company; 2014:375-393.

4. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative

dehydration – does it improve outcome? Acta Anaesthesiol Scand. 2011;

46:1089-93.

5. Keane PW, Murray PF. Intravenous Fluids in Minor Surgery. Their effect in

Recovery from Anaesthesia. 2013; 41:635 – 7.

6. Kaswiyan U. Terapi Cairan Perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.

Fakultas Kedokteran UnPad/RS Hasan Sadikin. 2010.

7. Latief AS, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi : Terapi cairan pada

pembedahan. Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FK UI,

2002.

8. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University – Center

for Veterinary Health. 2016. Tersedia dari :

http://member.tripod.com/lyser/ivfs.htm

9. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. SMF/Bagian Anestesi dan Terapi

Intensif FK UNDIP: Semarang; 2014:1-60.


10. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. Second

edition. Pennsylvania: Springhous; 2012:3-189.

11. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J. Anaesh.

2012;47(5):380-387.

12. Silbernagl F, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. Stuttgart: Thieme;

2010:122 – 3.

13. Sutomo. Terapi Cairan. Fakultas Kedokteran. Universitas Padjajaran. Protokol

Tindakan Bedah. Bandung.2013.

14. Sunatrio S. Resusitasi Cairan. Jakarta : Media Aesculapius; 2013:1-58.

Anda mungkin juga menyukai