Anda di halaman 1dari 14

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK

PESERTA DIDIK DENGAN MENGGUNAKAN MODEL CREATIVE PROBLEM


SOLVING (CPS)
(Penelitian di Kelas VIII SMP Negeri 15 Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2016/2017)

Rika Noor R.
e-mail : kidz.minato@yahoo.com – kidzcreative14@gmail.com
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmun Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya
Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematik peserta didik dengan menggunakan model creative
problem solving (CPS) dan untuk mengetahui bagaimana kemandirian belajar peserta
didik selama mengikuti pembelajaran menggunakan model creative problem solving
(CPS). Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen. Populasinya adalah seluruh
peserta didik kelas VIII SMP Negeri 15 Kota Tasikmalaya. Sampel diambil 2 kelas secara
acak kelas (random sampling), terambil kelas VIII F yang menggunakan model Creative
Problem Solving (CPS) dan kelas VIII G yang menggunakan model pembelajaran
langsung. Teknik pengumpulan data melakukan tes kemampuan pemecahan masalah
matematik peserta didik dan menyebarkan angket kemandirian belajar peserta didik.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah soal tes kemampuan pemecahan masalah
matematik peserta didik dan angket kemandirian belajar peserta didik. Teknik analisis
yang digunakan yaitu uji perbedaan dua rata-rata. Berdasarkan analisis data diperoleh
simpulan bahwa terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
peserta didik dengan menggunakan model Creative Problem Solving (CPS). Sedangkan
kemandirian belajar peserta didik termasuk ke dalam kualifikasi sedang.
Keywords : Creative Problem Solving (CPS), Model Pembelajaran Langsung,
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik, Kemandirian Belajar.
ABSTRACT
The purpose of this research is to know whether there is improvement of problem solving
ability of mathematic learners by using model creative problem solving (CPS) And to
know how the learners learn independence during the learning model creative problem
solving (CPS). The research method used is experiment. The population is all students of
class VIII SMP Negeri 15 Kota Tasikmalaya. Samples were taken by two classes in
random sampling, taken by class VIII F using Creative Problem Solving (CPS) model.
And class VIII G using the direct learning model. Data collection techniques test students'
mathematical problem-solving skills and disseminate self-study enrichment
questionnaires. The research instrument used is a test of problem solving ability of
mathematic learners and questionnaire learners independence learners. Analytical
technique used is test of difference of two mean. Based on data analysis, it can be
concluded that there is improvement of problem solving ability of mathematic learners
by using Creative Problem Solving (CPS) model. While the learning independence of
learners is included in medium qualification.
Keywords: Creative Problem Solving (CPS), Direct Learning Model, Mathematical
Problem Solving Ability, Learning Independence.
PENDAHULUAN

Sekarang ini kita telah memasuki abad modern, dimana kita dituntut untuk
memiliki sesuatu yang sangat penting yaitu kita harus memiliki pendidikan yang baik.
Jika kita tidak memiliki pendidikan yang baik, maka bukan tidak mungkin kita akan
tertinggal oleh yang lainnya. Begitu sangat penting pendidikan bagi kehidupan sekarang
ini, karena pendidikan dapat mempengaruhi perilaku kita sebagai manusia dalam segala
hal baik itu kepribadiannya ataupun kehidupannya.

Pendidikan sejatinya bertujuan membentuk dan menyiapkan generasi penerus


bangsa yang nantinya akan ikut dalam pembangunan negara, selain itu pendidikan juga
difungsikan sebagai pembentukan karakter. Pendidikan merupakan suatu hal yang tidak
pernah lepas dari kehidupan dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
perkembangan ilmu dan teknologi. Begitu pentingnya pendidikan bagi kehidupan, maka
pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan yang diungkapkan
oleh Sumarmo, Utari (2013: 26) menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya adalah
proses membantu manusia mengembangkan dirinya untuk mampu menghadapi segala
perubahan dam permasalahan dengan sikap terbuka dan kreatif tanpa kehilangan identitas
dirinya. Sejalan dengan itu pendidikan yang berkualitas mampu mempengaruhi
kehidupan atau kepribadian kita menjadi sesuatu yang lebih baik. Dengan kehidupan dan
kepribadian yang baik maka kita juga akan memiliki pemikiran yang baik pula.

Matematika merupakan ilmu dasar dari segala bidang ilmu pengetahuan dan juga
merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, serta
mempunyai peran penting dalam perkembangan daya pikir manusia. Matematika juga
dapat mengembangkan pemikiran yang kreatif, sistematis, kritis dan logis. Ruseffendi
(2006: 261) mengemukakan bahwa matematika adalah pelayan ilmu. Sejalan dengan
pernyataan tersebut matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang selalu ada
dimanapun, misal saja kita tidak ingin bertemu lagi dengan matematika maka kita
mengambil jurusan bahasa saat di perguruan tinggi, tapi tetap saja kita bertemu dengan
matematika. Seberapapun kita tidak suka dengan matematika, kita akan selalu dan terus
bertemu dengan matematika, karena matematika merupakan ilmu yang sangat penting
walaupun kebanyakan dari kita menganggap matematika itu sulit dan cukup menakutkan.

Pembelajaran matematika merupakan sebuah interaksi yang melibatkan pendidik


dan peserta didik, yang nantinya dalam proses interaksi tersebut mampu mengembangkan
pola berfikir peserta didik, dengan suatu keadaan yang sengaja diciptakan oleh pendidik
dengan cara agar pembelajaran berkembang secara optimal. Pembelajaran matematika
secara umum bertujuan untuk melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik
kesimpulan, mengembangkan aktivitas kreatif, mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah, mengembangkan kemampuan penyampaian informasi atau
mengkomunikasikan suatu ide atau gagasan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pendidik di SMP Negeri 15 Tasikmalaya


yang telah mengamati kegiatan peserta didik selama ini, mengemukakan bahwa SDM
peserta didik di SMP 15 ini masih tergolong rendah, hal ini terlihat dari rata-rata hasil
belajar peserta didik dalam ulangan harian berada pada angka 60, sedangkan Kriteria
Ketuntasan Minimum (KKM) berada pada angka 72, berarti dapat dilihat bahwa rata-rata
nilai peserta didik masih dibawah KKM walaupun ada beberapa peserta didik yang
mencapai nilai KKM. Hal ini merupakan kendala yang dihadapi oleh peserta didik, tidak
dipungkiri dalam kegiatan pembelajaran peserta dididk masih banyak menemukan
hambatan. Beliau mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik
masih tergolong rendah, ini bisa saja terjadi karena beliau jarang menggunakan model
pembelajaran tertentu, beliau lebih sering menggunakan model pembelajaran langsung
dikarenakan dari segi waktu yang relatif singkat, tetapi sesekali juga terkadang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Beberapa faktor yang
mempengaruhi hasil belajar diantaranya pendidik lebih sering menargetkan hasil akhir
ujian nasional yang setinggi mungkin dengan fokus belajar terampil menjawab soal
matematika sehingga penguasaan dan pemahaman terabaikan. Selain itu juga pendidik
selalu menerangkan kemudian memberikan contoh soal dan mengerjakan soal tersebut
sendiri, sementara peserta didik hanya mendengarkan dan kemudian mencatat hasil
pengerjaan tersebut. Beberapa faktor rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan
kemandirian belajar pesrta didik salah satunya suana belajar yang itu-itu saja. Menurut
Suprijono, Agus (2013 : 46) berpendapat bahwa pembelajaran langsung merupakan gaya
mengajar dimana guru terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran, sehingga peserta
didik kurang mampu mengungkapkan ide/gagasan mereka baik dalam bentuk soal
maupun cara penyelesaiannya dan kurang berpartisipasi aktif saat proses pembelajaran,
seperti bertanya dan menjawab pertanyaan.

Selain melihat kemampuan peserta didik, berdasarkan hasil wawancara dengan

Ibu Lilih tentang bagaimana siswa pada saat pembelajaran. Ternyata kebanyakan siswa

masih sering mengandalkan teman-temannya, misal jika satu peserta didik mengerjakan

soal, maka yang lainpun mengerjakan, walaupun tidak semua peserta didik seperti itu,

ada juga beberapa peserta didik yang mampu belajar mandiri. Jadi dapat dilihat bahwa

kemandirian belajar peserta didik terlihat kurang, padahal kemandirian belajar dalam

proses belajar, baik belajar sendiri atau berkelompok untuk mengembangkan potensi

yang dimiliki dalam belajar matematika sangatlah penting. Menurut Suhendri, Huri

(2011: 30) berpendapat bahwa kemandirian sangat penting karena sumber belajar tidak

hanya berpusat pada guru saja, ada sumber belajar diluar guru seperti lingkungan,

internet, pengalaman, buku dan lainnya. Peserta didik yang memiliki kreativitas tinggi

cenderung merasa tidak cukup terhadap materi yang diberikan oleh guru sehingga peserta

didik mencari informasi dari sumber lain akibatnya pengetahuan peserta didik akan

bertambah. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan

masalah matematik peserta didik dengan menggunakan model Creative Problem Solving

(CPS) dan untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik selama mengikuti

pembelajaran matematika dengan menggunakan model Creative Problem Solving (CPS).

Dalam penelitian ini menggunakan pemecahan masalah dengan langkah polya. Menurut

Polya (Pomalato, Sarson. W, 2005:35) secara rinci menguraikan proses yang harus

dilakukan yaitu:
1) Memahami masalah yakni meliputi; (a) apa yang diketahui? Data apa yang
diberikan atau bagaimana kondisi soal? (b) mungkinkah kondisi dinyatakan
dalam bentuk persamaan atau hubungan lainnya? (c) apakah kondisi yang
diberikan cukup untuk mencari apa yang dinyatakan?, dan (e) membuat
gambar atau tuliskan notasi yang sesuai.
2) Merencanakan penyelesaian yang meliputi beberapa aspek penting yaitu; (a)
pernahkah anda menemukan soal seperti ini sebelumnya? Pernahkah ada soal
yang serupa dalam bentuk lain? Atau tahukah anda yang mirip dengan soal
tersebut?, (b) teori mana yang dapat digunakan dalam masalah ini? (c)
perhatikan apa yang ditanyakan atau coba pikirkan soal yang pernah dikenal
dengan pertanyaan yang sama atau yang serupa. Jika ada soal yang serupa
dengan soal yang sudah pernah diselesaikan, dapatkah hal itu digunakan
dalam masalah yang sedang dihadapi? (d) dapatkah metode dan hasil yang
digunakan pada soal yang pernah dikerjakan digunakan pada soal yang sedang
dihadapi? (e) apakah harus dicari unsur lain agar dapat memanfaatkan soal
sebelumnya, mengulang soal itu atau menyatakan dalam bentuk lain?
Kembalilah kepada definisi (f) andaikan soal baru belum dapat diselesaikan,
coba pikirkan soal serupa dan selesaikan. Bagaimana bentuk soal tersebut? (g)
bagaimana bentuk soal yang lebih khusus? Soal yang analog? Dapatkah
sebagian soal tersebut dapat diselesaikan? (h) andaikan sebagian kondisi
dibuang, sejauh mana yang ditanyakan dalam soal yang dapat dicari? Manfaat
apa yang dapat diperoleh dengan kondisi sekarang? (i) dapatkah apa yang
ditanyakan, data atau keduanya diubah sehingga menjadi saling berkaitan satu
dengan yang lainnya? (j) apakah semua data sudah digunakan termasuk ide-
ide penting yang ada dalam soal tersebut?
3) Melaksanakan perhitungan yaitu langkah yang menekankan pada pelaksanaan
dengan prosedur yang ditempuh adalah; (a)memeriksa setiap langkah apakah
sudah benar atau belum? Dan (b) bagaimana membuktikan bahwa langkah
yang dipilih sudah benar?
4) Memeriksa kembali proses dan hasil. Langkah ini menekankan pada
bagaimana cara memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh. Prosedur yang
harus diperhatikan adalah: (a) dapatkah diperiksa sanggahannya? (b) dapatkah
jawaban itu dicari dengan cara lain? Dan (c) dapatkah cara atau jawaban
tersebut digunakan untuk soal atau masalah lain?

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen,
karena dalam penelitian ini subjek penelitian tidak dikelompokan secara acak tetapi
peneliti menerima keadaan seadanya. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh peserta
didik kelas VIII SMP Negeri 15 Tasikmalaya tahun pelajaran 2016/2017. Dua kelas
diambil secara acak sebagai sampel, kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) sedangkan untuk kelas kontrol menggunakan model
pembelajaran langsung. Terpilih kelas VIII-F dengan jumlah peserta didik 25 orang
sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-G dengan jumlah peserta didik 22 orang sebagai
kelas kontrol.
Instrumen yang digunakan adalah soal tes kemampuan pemecahan masalah
matematik peserta didik berupa pretes dan postes. Selain itu untuk menghitung hasil
penyebaran angket kemandirian belajar menggunakan skala likert yang diberikan diakhir
setelah semua proses pembelajaran selesai. Soal tes kemampuan pemecahan masalah
matematik digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematik
peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
dan yang menggunakan model pembelajaran langsung. Angket kemandirian belajar
digunakan untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik pada penggunaan model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). Teknik analisis data untuk menguji
hipotesis menggunakan uji perbedaan dua rata-rata dengan uji-t.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada awal pembelajaran dilakukan pretes untuk mendapatkan skor awal


kemmapuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi lingkaran. Setelah
selesai pembelajaran diberikan postes untuk memperoleh normal gain yang akan diolah
sebagai peningkatan yang diperoleh oleh peserta didik setelah pembelajaran
dilaksanakan.

Data hasil skor pretes dan postes kelas eksperimen disajikan dalam tabel 1 berikut
ini.

Tabel 1
Skor Pretes dan Postes
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik
Kelas Eksperimen
No Subjek Skor Skor No Subjek Skor Skor
Pretes Postes Pretes Postes
1 S-1 2 28 14 S-14 9 24
2 S-2 6 36 15 S-15 12 32
3 S-3 8 30 16 S-16 14 30
4 S-4 6 30 17 S-17 6 32
5 S-5 4 18 18 S-18 7 23
6 S-6 4 30 19 S-19 6 37
7 S-7 6 28 20 S-20 4 24
8 S-8 8 29 21 S-21 6 22
No Subjek Skor Skor No Subjek Skor Skor
Pretes Postes Pretes Postes
9 S-9 6 26 22 S-22 16 31
10 S-10 16 33 23 S-23 8 30
11 S-11 6 25 24 S-24 13 28
12 S-12 12 36 25 S-25 15 31
13 S-13 4 21
Setelah hasil pretes dan postes diperoleh kemudian dihitung untuk memperoleh
nilai gain untuk kelas eksperimen. Disajikan dalam tabel 2 berikut ini.
Tabel 2
Data Skor Gain Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Peserta Didik di Kelas Eksperimen

No Subjek Skor Kategori No Subjek Skor Kategori


Gain Gain Gain Gain
1 S-1 0,68 Sedang 14 S-14 0,48 Sedang
2 S-2 0,88 Tinggi 15 S-15 0,71 Tinggi
3 S-3 0,69 Sedang 16 S-16 0,62 Sedang
4 S-4 0,71 Tinggi 17 S-17 0,76 Tinggi
5 S-5 0,39 Sedang 18 S-18 0,48 Sedang
6 S-6 0,72 Tinggi 19 S-19 0,91 Tinggi
7 S-7 0,65 Sedang 20 S-20 0,56 Sedang
8 S-8 0,66 Sedang 21 S-21 0,47 Sedang
9 S-9 0,59 Sedang 22 S-22 0,63 Sedang
10 S-10 0,71 Tinggi 23 S-23 0,69 Sedang
11 S-11 0,56 Sedang 24 S-24 0,56 Sedang
12 S-12 0,86 Tinggi 25 S-25 0,64 Sedang
13 S-13 0,47 Sedang
Data hasil skor pretes dan postes kelas kontrol disajikan dalam tabel 3 berikut ini.
Tabel 3
Skor Pretes dan Postes
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik
Kelas Kontrol

No Subjek Skor Skor No Subjek Skor Skor


Pretes Postes Pretes Postes
1 S-1 4 30 14 S-14 9 28
2 S-2 2 27 15 S-15 4 22
3 S-3 3 28 16 S-16 15 36
4 S-4 8 28 17 S-17 6 16
5 S-5 6 18 18 S-18 7 20
6 S-6 6 20 19 S-19 16 28
7 S-7 6 30 20 S-20 4 36
8 S-8 8 16 21 S-21 6 16
No Subjek Skor Skor No Subjek Skor Skor
Pretes Postes Pretes Postes
9 S-9 12 24 22 S-22 12 34
10 S-10 14 30
11 S-11 6 26
12 S-12 9 35
13 S-13 12 22

Setelah hasil pretes dan postes diperoleh kemudian dihitung untuk memperoleh
nilai gain untuk kelas eksperimen. Disajikan dalam tabel 4 berikut ini.
Tabel 4
Data Skor Gain Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Peserta Didik di Kelas Kontrol

No Subjek Skor Kategori No Subjek Skor Kategori


Gain Gain Gain Gain
1 S-1 0,72 Tinggi 14 S-14 0,61 Sedang
2 S-2 0,66 Sedang 15 S-15 0,5 Sedang
3 S-3 0,68 Sedang 16 S-16 0,84 Tinggi
4 S-4 0,63 Sedang 17 S-17 0,29 Rendah
5 S-5 0,35 Sedang 18 S-18 0,39 Sedang
6 S-6 0,41 Sedang 19 S-19 0,5 Sedang
7 S-7 0,71 Tinggi 20 S-20 0,89 Tinggi
8 S-8 0,25 Rendah 21 S-21 0,29 Rendah
9 S-9 0,43 Sedang 22 S-22 0,79 Tinggi
10 S-10 0,62 Sedang
11 S-11 0,59 Sedang
12 S-12 0,84 Tinggi
13 S-13 0,36 Sedang

Kemudian hasil dari tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik
dibandingkan rata-ratanya menurut langkah-langkah penyelesaiannya. Rata-rata tes
kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik tiap langkah disajikan dalam
tabel 5 berikut
Tabel 5
Rata -rata Skor Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Peserta Didik Tiap Langkah
No Langkah- Rata-rata
langkah
Eksperimen Kontrol
Pretes Postes Pretes Postes
1 Memahami 4,3 8 3,77 7,64
masalah
2 Merencanakan 2,5 11,2 2,73 10,1
penyelesaian
3 Melakukan 1,3 6,68 1,36 5,82
perhitungan
4 Memeriksa 0 2,72 0,09 2,41
kembali

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata skor tiap langkah pada pretes
dan postes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, lebih tinggi dikelas eksperimen.
Dilihat dari rata-rata pada tabel diatas peserta lebih menguasai pada langkah pertama dan
kedua, tetapi kurang menguasai keempat. Hal ini dikarenakan pesera didik sudah terbiasa
dengan langkah pertama dan kedua, yaitu memahami masalah yang sekiranya meliputi
informasi apa saja yang terdapat dalam soal, kemudia pada langkah kedua merencanakan
masalah meliputi sedikitnya tentang rumus apa yang akan digunakan nanti. Peserta juga
terlihat kurang paham dengan langkah keempat yaitu memeriksa kembali, hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya waktu yang singkat, atau peserta didik
merasa kebingungan dengan rumus lain yang akan digunakan untuk memeriksa kembali.

Uji persyaratan analisis berkaitan dengan syarat-syarat pengujian hipotesis. Uji


normalitas dikelas eksperimen mneghasilkan nilai chi kuadrat 5,11. Dengan taraf nyata
𝛼 = 5% diperoleh 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 5,11 < 𝑥𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 7,81, artinya sampel berdistribusi normal.
Sedangkan dikelas kontrol dengan taraf nyata 𝛼 = 5% diperoleh 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 6,33 <
𝑥𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 7,81, artinya sampel berdistribusi normal. Uji homogenitas varians dengan 𝛼 =
5% diperoleh 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0,45 < 𝐹𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 = 0,5, maka 𝐻0 diterima yang artinya variansi
kedua sampel adalah homogen.

Uji hipotesis dengan menggunakan uji t diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,7. Dengan taraf
nyata 𝛼 = 5% diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,7 > 𝑡(0,95)(45) = 1,68, maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻1
diteriman. Dengan keputusan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran creative problem solving (CPS)
lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran langsung. Artinya terdapat
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dengan
menggunakan model creative problem solving (CPS).

Angket yang diberikan berjumlah 24 butir pernyataan yang di dalamnya terdapat


pernyataan positif dan negatif yang meliputi sembilan indikator. Angket kemandirian
belajar diberikan kepada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS).

Tabel 6
Perolehan Rata-rata Skor Angket Kemandirian Belajar Peserta Didik
Tiap Indikator
Nomor
No Indikator Rata-rata Kategori
pernyataan
1 Inisiatif dan motivasi belajar 2,4,13,14 13,48 Sedang
instrinsik
2 Kebiasaan mendiagnosa 8 3,84 Tinggi
kebutuhan belajar
3 Menetapkan tujuan belajar 23 3,2 Sedang
4 Memonitor, mengaur dan 9,10 7,08 Sedang
mengontrol belajar
5 Memandang kesulitas sebagai 12,20 6,08 Sedang
tantangan
6 Memanfaatkan dan mencari 18 2,16 Rendah
sumber yang relevan
7 Memilih menerapkan strategi 3,6 7,72 Tinggi
belajar
8 Mengevaluasi prosess dan hasil 7,1 7,32 Sedang
belajar
9 Self eficecy/ konsep diri/ 5,11,15,16
kemampuan diri 22,63 Sedang
17,19,21,22

Berdasarkan tabel 4.9, terlihat bahwa kemandirian belajar peserta didik tiap
indikator termasuk kategori sedang dan tinggi serta ada satu dengan kategori rendah.

Selain itu, 24 pernyataan angket kemandirian belajar pesrta didik juga dianalisis
keseluruhan. Berdasarkan perhitungan pada lampiran D2 diperoleh rata-rata skor angket
kemandirian belajar peserta didik sebesar 76,24 dan hasil kategori skor sebagai berikut :
𝑋 < 57,8 : Rendah

57,8 ≤ 𝑋 < 96,2 : Sedang

96,2 ≤ 𝑋 : Tinggi

Berdasarkan rata-rata yang diperoleh, maka kategori kemandirian belajar peserta


didik di kelas eksperimen dengan model creative provlem solving (CPS) berada pada
kategori sedang.

Pada kelas eksperimen, peserta didik diberikan pretes sebelum pembelajaran


kemudian diberi postes setelah pembelajran selesai dilaksankan. Pembelajaran yang
dilaksanakan pada kelas eksperimen yaitu pembelajara dengan model creative provlem
solving (CPS) yang memiliki empat langkah dalam proses pembelajarannya yaitu
klarifikasi masalah, pengungkapan pendapat, evaluasi dan pemilihan, implementasi.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, peneliti melakukan pendahuluan yang meliputi
apersepsi dan motivasi pada pserta didik, dalam tahap ini penelitia bertindak sebagai
pendidik yang mengondisikan kelas dengan mengecek kehadiran peserta didik, kemudian
pendidik mengingatkan kepada materi sebelumnya yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya dan memberi sedikit penejelasan pada materi yang akan dipelajari.
Kemudian pendidik menyampaikan tujuan pemebelajaran dan menyampaikan model
pemebelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.
Setelah melakukan pendahuluan, tahap selanjutnya yaitu kegiatan ini, yang
meliputi eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Dalam tahap inilah langkah-langkah model
creative problem solving (CPS) dilaksanakan. Pada tahap eksplorasi pendidik
memberikan masukan atau penjealasan tentang materi yang akan dipelajari, kemudian
pendidik memebuat kelompok-kelompok kecil yang heterogen sekitar 3-5 peserta didik
tiap kelompok. Kemudian pendidik memberikan permasalahan dalam bentuk bahan ajar.
Setelah bahan ajar diberikan pendidik memberikan penjelasan tentang permasalahan
tersebut agar peserta didik memahami seperti apa permasalahannya serta bagaimana
penyelesaiannya.
Pada tahap elaborasi, pendidik membagiakn LKPD kepada tiap kelompok berupa
soal pemecahan masalah matematik, pendidik mempersilahkan kepada tiap kelompok
untuk berdiskusi mencari solusi penyelesaian. Pada tahap ini peserta didik mendapat
kebebasan untuk mengungkapkan pendapat masing, sehingga mereka memperoleh
beberapa solusi untuk menyelesaikan permasalahan. Pendidik hanya berkeliling ke tiap
kelompok, unutk mengecek apakah masih ada peserta didik yang belum mengerti tentang
permaslahan tersbut. Kemudian pada tahap evaluasi dan pemilihan pendidik
mengarahkan tiap kelompok untuk memilihi solusi mana yang paling memungkinkan dan
mudah dari hasil diskusi mereka. Kemudian pendidik mengarahkan pesrta didik untuk
menerapkan hasil dari evaluasi dan pemilihan untuk menyelesaikan permasalahan.
Selama peserta didik melakukan diskusi, pendidik berkeliling memantau pekngerjaan
peserta didik di tiap kelompok dan memberikan arahan atau masukan bila ada kelompok
yang mengalami kesulitan.
Pada tahap konfirmasi, pendidik meminta kepada salah satu kelompok untuk
menjelaskan hasil diskusi kelompoknya kepada kelompok lainnya di depan kelas,
sedangkan peserta lain diarahkan agar menanggapi atau memberikan masukan kepada
kelompok yang sedang mendjelaskan. Setelah selesai pendidik mengarahkan peserta
didik untuk menarik kesimpulan dari penyelesaian yang telah diselesaikan pada LKPD,
kemudian pendidik memberikan penguatan atau penjelasan lebih jika peserta didik masih
ada yang belum mengerti. Selanjutnya pada tahap penutup pendidik mengarahkan dan
membimbing peserta didik membuat rangkuman materi yang telah dipelajari, kemudian
pendidik memberikan tugas individu sebagai pekerjaan rumah (PR).
Pembelajaran tidak hanya dilaksanakan di kelas eksperimen saja, tetapi juga
dilaksanakn pada kelas kontrol. Di kelas kontrol berbeda dengan kelas eksperimen, jika
dikelas eksperimen peneliti menggunakan model creative problem solving (CPS) dalam
pembelajarannya, sedangkan dikelas kontrol menggunakan model pembelajaran
langsung. Dalam pembelajaran langsung ada lima fase yaitu fase persiapan, fase
demosntrasi, fase pelatihan terbimbing, fase umpan balik dan fase latihan dan penerapan
konsep.

Pada fase awal, yaitu fase persiapan peneliti bertindak sebagai pendidik
menyampaikan tujuan, mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk penjelasan
materi, memberikan motivasi kepada peserta didik, mempersiapkan pesrta didik dengan
mengecek kehadiran peserta didik. Selanjutnya pada fase demonstrasi, pendidik
menyajikan materi yang diberikan secara bertahap kepada peserta didik. Peserta didik
dituntut untuk memperhatikan apa yang sedang disampaikan oleh pendidik. Kemudian
pada fase pelatihan terbimbing pendidik memberikan latihan yang berkaitan dengan
materi yang telah disampaikan dan pendidik membantu pesrta didik yang mengalami
kesulitan. Pada fase selanjutnya, fase umpan balik pendidik bersama-sama peserta didik
membahas jawaban dari latihan yang diberikan. Kemudian pada fase latihan dan
penerapan konsep, pendidik memberikan latihan soal kepada peserta didik berupa LKPD.

Kemandirian belajar peserta didik pada penggunaan model Creative Problem


Solving (CPS) dapat dilihat dari hasil analisis data yang diperoleh dari penyebaran angket
kemandirian belajar peserta didik. ada sembilan indikator yang dijadikan tolak ukur
dalam angket kemandirian belajar peserta didik tersebut yaitu, 1) Inisiatif dan motivasi
belajar intrinsik; 2) Kebiasaan mendiagnosa kebutuhan belajar; 3) Menetapkan
tujuan/target belajar; 4) Memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar; 5) Memandang
kesulitan sebagai tantangan; 6) Memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan; 7)
Memilih, menerapkan strategi belajar; 8) Mengevaluasi proses dan hasil belajar; 9) Self
Efficacy/ konsep diri/ kemampuan diri. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rata-rata
skor angket kemandirian belajar peserta didik yaitu 76,24 dan hasil kategori skor adalah
57,8 ≤ 𝑋 < 96,2 yaitu57,8 ≤ 76,24 < 96,2, artinya kemandirian belajar peserta didik
pada penggunaan model Creative Problem Solving (CPS) termasuk ke dalam kategori
sedang.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data, dan anlisis data serta pengujian
hipotesis mengenai penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
pada materi lingkaran bahwa:
1. Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik
dengan menggunakan model Creative Problem Solving (CPS)
2. Kemandirian belajaar peserta didik pada penggunaan model pembeljaran Creative
Problem Solving (CPS) termasuk kategori sedang.

DAFTAR PUSTAKA

Pomalato, Sarson Waliyatimas Dj. (2005). Pengaruh Penerapan Model Treefinger dalam
Mengembangkan Kemampuan Kreatif dan Pemecahan Masalah Matematik
Siswa. Disertasi pada Program Pasca Sarjana UPI. Bandung : Tidak Diterbitkan
Ruseffendi (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya
dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito

Suhendri, Huri. (2011). Pengaruh Kecerdasan Matematis-Logis Dan Kemandirian Belajar


Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal Formatif nomor 1 volume 1.
Universitas Indraprasta.
Sumarmo, Utari. (2013). Berpikir dan Disposisi Matematika serta Pembelajarannya.
Bandung. UPI Bandung.
Suprijono, Agus. (2009). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai