Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No.

2 September 2016

PENGARUH TERAPI PENERIMAAN DAN


KOMITMENT (ACCEPTANCE DAN
COMMITMENT THERAPHY)
PADA PENURUNAN NILAI BPRS PADA
PASIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI
PERSEPSI : HALUSINASI
Erna Irawan1
1
Universitas BSI Bandung, stnaira@gmail.com

ABSTRAK
Jumlah penderita gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 2,5 juta jiwa. Di RSJ Jawa
barat yang paling banyak adalah penderita halusinasi yaitu 1.535 pasien. Acceptance dan
Commitment Theraphy (ACT) merupakan salah satu terapi yang digunakan untuk
mengatasi halusinasi karena ACT membuat seseorang mampu menerima setiap
pengalaman dan peristiwa yang telah terjadi dan kembali berfungsi dengan normal dalam
menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan tujuan hidupnya. Jenis penelitian yang
dilakukan adalah quasy experimental dan sampel yang didapatkan adalah 26 pasien
halusinasi. Hasilnya pada postest intervensi ditambah dengan ACT rata-rata hasil Pre test
BPRS adalah 81.115 dan setelah 1 minggu diberikan intervensi dengan tambahan ACT
rata-rata hasil Post test 78.3. Dari hasil ini menunjukan adanya perubahan kearah yang
lebih baik sebanyak 34%. Simpulannya intervensi ditambah ACT dapat mempercepat
penurunan nilai BPRS pasien halusinasi.
Kata Kunci: ACT, Gangguan Presepsi Halusinasi, BPRS

ABSTRACT
Number of people with severe mental disorders in Indonesia of 2.5 million. In RSJ Jawa
Barat most of the patients is hallucinations that are 1,535 patients. Acceptance and
Commitment Therapy (ACT) is one of the therapies used to treat hallucinations because
ACT makes a person able to accept any thoughts and events that have occurred and
returns to normal functioning in living daily life in accordance with his purpose in life.
Type of research is quasy experimental and samples obtained are 26 patients’
hallucinations. The result on the posttest intervention coupled with an average ACT test
results Pre SRB is 81 115 and after 1 week granted an additional intervention with an
average ACT test results Post 78.3. From these results indicate a change towards the
better as much as 34 %. Intervention and ACT may accelerate the decline in the value of
the patient SRB hallucinations.
Keywords: ACT, Hallucination, SRB

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 77


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 2 September 2016

PENDAHULUAN membuat keputusan secara sadar tentang


Acceptance and Commitment apa yang penting dalam hidup dan apa
Therapy (ACT) merupakan salah satu yang bersedia dilakukan agar hidupnya
psikoterapi baru yang dikembangkan dihargai. ACT memanfaatkan pekerjaan
oleh Hayes (1999) digunakan dalam rumah dan latihan perilaku sebagai cara
membantu klien gangguan jiwa dimana untuk menciptakan pola-pola yang lebih
menggunakan prinsip penerimaan dan besar dari tindakan efektif yang akan
komitmen dalam memperbaiki perilaku. membantu klien hidup dengan nilai-nilai
ACT membantu seseorang dalam mereka. Focus dari ACT adalah
mengurangi penderitaan yang dialami memungkinkan pengalaman untuk
dengan meningkatkan kesadaran dan datang dan pergi sambil mengejar
kemampuan seseorang tersebut terhadap kehidupan yang bermakna (Corey G.
apa yang diinginkannya dalam hidup ini 2009. Theory and Practice of
(Corey G. 2009). Counseling and Psychotherapy (8th ed).
Prinsip dasar ACT dijadikan dasar Belmont, CA Brooks/Cole).
penanganan penerimaan diri, kesadaran ACT dianggap sebagai terapi yang
diri dan efikasi diri pada psikoterapi sesuai untuk menyelesaikan masalah
transpersonal. ACT adalah salah satu depresi dan meningkatkan kesehatan
cabang CBT yang secara empiris telah mental karena ACT membuat seseorang
digunakan pada intervensi psikologis mampu menerima setiap pengalaman
dengan menggunakan penerimaan dan dan peristiwa yang telah terjadi dan
strategis mindfullnes secara bersama – kembali berfungsi dengan normal dalam
sama dengan komitmen. Strategi menjalani kehidupan sehari-hari sesuai
perubahan perilaku ditujukan untuk dengan tujuan hidupnya. Pada umumnya
meningkatkan flexibilitas psikologis. individu datang ke terapi untuk
Dalam ACT, observasi diri merupakan melakukan kontrol emosional. Mereka
bagian dari diri yang dapat diamati pada ingin menghilangkan perasaan depresi,
fisik dan jiwa atau lebih singkat kecemasan, memori traumatik,
dikatakan sebagai “kesiagaan”. ketakuatan akan penolakan, perasaan
Kesiagaan dalam segala hal termasuk marah, berduka dan lain-lain. Di dalam
berfikir merasakan, melihat , penerapan ACT tidak ada usaha
mendengar, meraba, mengecap, membau percobaan untuk mengurangi,
dan melakukan sesuatu. ACT lebih mengubah, menghindari atau
mempunyai pendekatan keilmuan yang mengontrol pengalaman pribadi tetapi
modern dalam psikologi perilaku dengan mengajarkan teknik penerimaan
manusia (Dewi, 2015). dan komitmen terhadap pengalaman dan
Pendekatan ini melibatkan perasaan mereka (Hayes, Bach & Boyd,
sepenuhnya penerimaan pengalaman 2011).
sekarang dan penuh kesadaran untuk Hayes, menjelaskan bahwa ACT ini
melepaskan hambatan. Penerimaan dapat diterapkan kepada semua pasien
dalam pendekatan ini adalah tidak dengan gangguan jiwa yang ditandai
sekedar mentoleransi melainkan tidak dengan respon adaptif hingga maladaptif
menghakimi serta aktif merangkul yang dapat membantu para penderita
pengalaman saat ini. Berbeda dengan menjadi lebih nyaman dan tenang
pendekatan CBT dimana kognisi dengan menerima keadaan mereka serta
ditantang atau diperdebatkan, di ACT meningkatkan ideal diri mereka menjadi
kognisi yang diterima. Klien belajar sebuah komitment yang dapat terpenuhi.
bagaimana menerima pikiran dan Menurut Badan Kesehatan Dunia
perasaan mereka yang mungkin dicoba (WHO), jumlah penderita gangguan
untuk ditolak. Selain penerimaan, jiwa di dunia adalah 450 juta jiwa.
komitmen untuk bertindak juga sangat Dengan mengacu data tersebut, kini
penting. Komitmen melibatkan jumlah itu diperkirakan sudah

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 78


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 2 September 2016

meningkat. Diperkirakan dari sekitar lebih dalam makna dari konsep yang
220 juta penduduk Indonesia, ada disampaikan oleh pemberi intervensi.
sekitar 50 juta atau 22 persennya, Tujuan Acceptance Commitment
mengidap gangguan kejiwaan. Data Theraphy adalah untuk menciptakan
yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan kehidupan yang berarti dan bermakna
Dunia (WHO) pada tahun 2006 sembari menerima rasa sakit yang tidak
menyebutkan bahwa diperkirakan 26 terelakan (Sanford & Hayes, 2010).
juta penduduk Indonesia mengalami ACT tidak bertujuan untuk mereduksi
gangguan kejiwaan, dari tingkat ringan symptom dari permasalahan akan tetapi
hingga berat. Sebaliknya, Departemen hal tersebut biasanya tereduksi dengan
Kesehatan menyebutkan jumlah sendiri ketika terapi sedang dijalankan
penderita gangguan jiwa berat sebesar (Christenseen, P & Kenney, J. 2011).
2,5 juta jiwa, yang diambil dari data Menurut Strosahl (2002) tujuan
RSJ se-Indonesia. Pada studi terbaru ACT adalah: (1) membantu klien untuk
WHO di 14 negara menunjukkan dapat menggunakan pengalaman
bahwa pada negara-negara berkembang, langsug untuk mendapatkan respon
sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa yang lebih efektif untuk dapat tetap
parah tidak dapat pengobatan apapun bertahan dalam hidup, (2) mampu
pada tahun utama. Menurut data RS. mengontrol penderitaan yang
Jiwa Cisarua Provinsi Jawa Barat pada dialaminya, (3) menyadari bahwa
tahun 2009 menyatakan bahwa diagnosa penerimaan dan kesadaran merupakan
keperawatan gangguan sensori persepsi: upaya alternative untuk tetap bertahan
halusinasi merupakan kasus terbanyak dalam kondisi yang dihadapinya, (4)
di RSJ Cisarua dengan jumlah 1.535 menyadari bahwa penerimaan akan
pasien. Berdasarkan studi pendahuluan terbentuk oleh karena adanya pikiran
di ruangan Elang, Kasuari, Garuda, dan apa yang diucapkan, (5) menyadari
Perkutut dan Merak dengan jumlah bahwa diri sendiri sebagai tempat
sampel sebanyak 26 pasien mengalami penerimaan dan berkomitment
gangguan sensori persepsi: halusinasi. melakukan tindakan yang akan
Berdasarkan latar belakang sebelumnya dihadapi, (6) memahai bahwa tujuan
rumusan masalah yang didapatkan dari suatu perjalanan hidup adalah
adalah bagaimana pengaruh ACT dalam memilih nilai dalam mencapai hidup
menurunkan nilai BPRS pada pasien yang lebih berharga.
dengan gangguan sensori persepsi: Terapi ACT dapat digunakan
halusinasi. Tujuannya adalah dalam menangani masalah: (1)
Menganalisis pengaruh ACT dalam kecemasan (Forman, et al, 2007 dalam
menurunkan nilai BPRS pada pasien hayes, 2010) dan beberapa peneliti
dengan gangguan sensori persepsi : lainnya, (2) menangani masalah
halusinasi. penyakit kronik (McCracken,
MacKichan, dan Eccleston, 200 dalam
KAJIAN LITERATUR hayes 2010) dan beberapa peneliti
Acceptance Commitment untuk lainnya, (3) depresi (Lappalainent,
meningkatkan fleksibilitas psikologo 2007 dalam Hayes 2010) dalam
(Hayes, 2005). ACT merupakan salah beberapa penelitinya lainnya, (4)
satu bentuk pengembangan dari terapi gangguan pola kebiasaan (Wood,
kognitif, dimana keduanya melibatkan Waterneck, dan Flessner, 2006 dalam
strategi tingkah laku dan kognitif hayes, 2010) dan beberapa peneliti
(Harris, 2006). Di sisi lain, ACT lainnya, (5) masalah psikotik
melibatkan sedikit sekali penentangan (Gaudiano dan Herbert, 2006 dalam
dan restrukturitas pikiran, Terapi ini hayes 2010) dan beberapa peneliti
menggunakan gabungan antara lainnya.
metafora , keterampilan mindfulness, Pelaksanaan ACT terdiri dari 6 sesi
dengan latihan eksperiensial agar sesuai dengan prinsip ACT yang telah
individu mempu memahami secara dijelaskan sebelumnya. Namun,
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 2 September 2016

berdasarkan penelitian Sulistiawaty memiliki halusinasi atau delusi residual


(2012), terhadap gejala halusinasi dan saat dengan tekanan terkait atau gejala
perilaku kekerasan pad pasien yang muncul terus-menerus selama
skizofrenia, teknik pelaksanaan ACT enam bulan terakhir meskipun dosis
dapat dilakukan dalam 4 sesi yang terapi obat antipsikotik. Setelah
terdiri dari: enam prinsip ACT antara penilaian awal, peserta secara acak
lain terdiri dari Acceptance, Cognitif dialokasikan untuk kondisi pengobatan,
defusion, being present, self as a penilaian pasca perawatan yang
contex, values and commitment action. dilakukan pada akhir pengobatan dan
Choose direction dan Take action pada 6 bulan follow-up. Hasil utama
(Sanford & Hayes, 2010). adalah kondisi mental secara
Menurut Gaudiano, Brandon keseluruhan yang diukur dengan
(2013) pada Acute treatment of menggunakan Positive and Negative
inpatients with psychotic symptoms Syndrome Scale. Hasil sekunder
using Acceptance and Commitment meliputi keasyikan, keyakinan, distress
Therapy: Pilot results (2014). Pada dan gangguan terhadap kehidupan yang
penelitian ini ACT digunakan untuk berhubungan dengan gejala yang diukur
mencegah rehospitalization pasien dengan Psychotic Symptom Rating
psikotik: Sebuah uji coba terkontrol Scales, serta fungsi sosial dan
secara acak. (Jurnal Konsultasi dan pemanfaatan pelayanan. Analisis utama
Psikologi Klinis, 70, 1129-1139) akan dengan niat-to-treat menggunakan
menggunakan ACT dalam pengobatan campuran model pengukuran berulang
psikosis. Pasien rawat inap psikiatri dengan metode non-parametrik
dengan gejala psikotik secara acak digunakan jika diperlukan. Model
ditugaskan untuk meningkatkan perubahan yang mendasari ACT akan
perawatan seperti biasa (ETAU) atau diuji dengan menggunakan analisis
ETAU ditambah dengan sesi ACT. mediasi.
Pada keluar dari rumah sakit, hasil ACT Menurut Bach, Patricia & Hayes,
sangat efektif dalam jangka pendek, Steven C (2002). Penelitian ini meneliti
perbaikan keseluruhan, gangguan dampak dari versi singkat dari
sosial, dan kesusahan terkait dengan pengobatan berbasis penerimaan (ACT)
halusinasi. Selain itu, peserta lebih yang mengajarkan pasien untuk
banyak dalam kondisi ACT mencapai menerima kegiatan pribadi tidak dapat
signifikan secara klinis perbaikan dihindari; untuk mengidentifikasi dan
gejala. Meskipun tingkat fokus pada tindakan diarahkan tujuan
rehospitalization 4 bulan lebih rendah dihargai; dan untuk meredakan dari
pada kelompok ACT, perbedaan ini kognisi yang aneh, hanya
tidak bermakna secara statistik. memperhatikan pikiran dari pada
Penurunan dalam kepercayaan memperlakukan mereka sebagai benar
halusinasi selama pengobatan diamati atau salah. Delapan puluh peserta rawat
hanya dalam kondisi ACT, dan inap dengan psikotik positif. Gejala
perubahan kepercayaan sangat terkait secara acak ditugaskan untuk
dengan perubahan dalam kesulitan pengobatan seperti biasa (TAU) atau 4
setelah mengendalikan perubahan sesi ACT ditambah TAU. ACT peserta
frekuensi halusinasi. Hasil ditafsirkan menunjukkan pelaporan gejala secara
sebagai sebagian besar konsisten signifikan lebih tinggi dan lebih rendah
dengan temuan Bach dan Hayes dan kepercayaan gejala dan tingkat yang
menjamin penelitian lebih lanjut dengan dari rehospitalization setengah dari
sampel yang lebih besar. peserta TAU selama masa tindak lanjut
Menurut Thomas (2008) 4 bulan. Dasar yang sama. Pola hasil
membandingkan ACT dengan kondisi terlihat dengan semua subkelompok
perbandingan aktif. Pesertanya peserta kecuali peserta delusi yang

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 80


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 2 September 2016

ditolak gejala. Sclerosis: A Randomized Controlled


Menurut Carlos, Veiga-Martínez Pilot Study Of Acceptance And
(2008). Acceptance Commitment Commitment Therapy. Populasi dalam
Theraphy (ACT) merupakan generasi penelitian ini berjumblah n=21 dimana
baru dari terapi perilaku itu, setelah N1=11 (peserta yang di beri intervensi
menerima dukungan empiris dalam ACT), N2=10 (peserta yang diberi
berbagai gangguan yang ditandai intervensi RT/relaxation therapy).
dengan pengalaman penghindaran, juga Penelitian menggunakan randomized
menawarkan pengobatan baru yang controlled trial (RCT) dengan penilaian
menjanjikan untuk psikosis. Berbeda pada perlakuan pra, akhir pengobatan,
dengan pengobatan tradisional, di mana dan pada 3 bulan follow-up. Sebelum
kedua obat antipsikotik dan terapi dilakukan tindakan, pasien terlebih
kognitif-perilaku fokus untuk dahulu diuji tingkat kecemasan/depresi
mengurangi gejala, ACT mengusulkan menggunakan skala HADS kemudian
penerimaan aktif dan pada orientasi diberikan terapi penerimaan dan
waktu yang sama dari orang ke arah komitmen atau latihan relaksasi.
pencapaian tujuan yang berharga untuk Intervensi ACT didasarkan pada 6
hidupnya meskipun gejala, seperti proses inti: defusi, ceptance akses,
halusinasi pendengaran. Dalam hal ini, kesadaran, nilai-nilai, diri sebagai
laki-laki 30 tahun didiagnosis dengan konteks dan melakukan tindakan,
skizofrenia menunjukkan logika dan setelah diberikan terapi klien di uji lagi
efektivitas ACT serta penerapannya tingkat kecemasannya dengan skala
sebagai bagian dari kegiatan rutin ukur yang sama. Artikel ini
seorang psikolog klinis di sebuah pusat mengevaluasi tentang pengaruh terapi
perawatan kesehatan mental yang penerimaan dan komitmen (ACT)
umum. sebagai kelompok-intervensi yaitu pada
Menurut Pankey, Jullian (2003). klien multiple sclerosis pasien rawat
Meskipun berbagai perawatan jalan dengan gejala-gejala peningkatan
farmakologis yang tersedia untuk kecemasan dan depresi. Penelitian ini
orang-orang yang menderita gejala berlangsung selama 12 minggu. Hasil
psikotik positif, gejala ini sering terus menunjukan kelompok pelatihan
terjadi bahkan ketika mengkonsumsi relaksasi memiliki penurunan yang
obat. Metode psikososial yang sudah signifikan dalam gejala kecemasan
biasa dilakukan seperti terapi keluarga sedangkan kelompok penerimaan dan
dan kognitif-perilaku mengurangi terapi komitmen menunjukkan
gejala pada populasi ini, tetapi peningkatan penerimaan diri.
intervensi memerlukan jangka waktu Menurut Jalil (2012) Insight Dan
panjang dan sulit. Jurnal ini Efikasi Diri Pada Klien Skizofrenia
berpendapat bahwa secara langsung Yang Mendapatkan Terapi Penerimaan
menargetkan pengurangan gejala Dan Komitmen (ACT) Dan Program
psikotik bisa menghasilkan efek Edukasi Pasien Di Rumah Sakit Jiwa.
paradoks, dan sebaliknya berpendapat Populasi dalam penelitian ini
untuk kepentingan penerimaan, defusi berjumblah n=147 pasien szi dibagi
kognitif, dan tindakan dinilai sebagai menjadi tiga kelompok (kelompok TPK
metode mengatasi gejala psikotik. ACT (Terapi penerimaan dan komitmen) dan
digambarkan sebagai metode tersebut, PEP (Program Edukasi Pasien)
dan hasil dengan populasi ini secara berjumlah 50 klien, kelompok TPK 49
singkat diringkas. Kasus kekurangan klien dan kontrol 48 klien). Penelitian
ACT dengan orang terbelakang psikotik menggunakan Quasi Eksperimen
disajikan sebagai contoh penerapan dengan penilaian Pre-test untuk
metode ini untuk orang-orang yang mengetahui insight alat ukur (The
secara kognitif ditantang. Birchwood Insight Scale) dan self
Menurut Linda (2012) Cognitive efficcacy (The Generalis Self-Efficacy)
Behavioural Therapy In Multiple kemudian setelah dilakukan pre test
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 2 September 2016

dilanjutkan dengan intervensi terapi Penelitian ini berlangsung selama 1


penerimaan dan komitmen (ACT), bulan. Hasil penelitian menunjukan
setelah dilakukan terapi klien di penurunan respon ketidakberdayaan
evaluasi kembali menggunakan alat secara bermakna pada kelompok yang
ukur yang sama seperti pre-test. Artikel mendapat terapi ACT dibandingkan
ini mengevaluasi tentang Pengaruh dengan kelompok yang tidak mendapat
terapi penerimaan dan komitmen terapi ACT (p value < 0,05).
(acceptance and commitment
therapy/act) terhadap Insight Dan METODE PENELITIAN
Efikasi Diri Pada Klien Skizofrenia. Jenis penelitian yang dilakukan
Penelitian ini berlangsung selama 6 adalah “Quasy experimental pre-post
bulan. Hasil penelitian menunjukan test with control group” dengan
insight dan efikasi diri klien skizofrenia intervensi Acceptance and Commitment
yang mendapatkan TPK-PEP Therapy. Populasi penelitian ini adalah
meningkat secara bermakna dan lebih seluruh pasien gangguan presepsi
tinggi secara bermakna. sensori : halusinasi di RSJ Provinsi
Menurut Widuri (2012) Pengaruh Jawa Barat dan sampel yang
Acceptance and Commitment Therapy didapatkan adalah 26 pasien dari
Terhadap Respon Ketidakberdayaan ruangan Elang, Kasuari, Garuda,
Klien Gagal Ginjal Kronik di RSUP Perkutut dan Merak. Kriteria inklusinya
Fatmawati Jakarta. Populasi dalam berjenis kelamin laki-laki, berusia
penelitian ini berjumblah n=56 orang remaja sampai lansia, dengan
dimana N1=28 (peserta yang di beri gangguang presepsi sensori : halusinasi.
intervensi ACT), N2=28 (peserta yang Kriteria ekslusinya adalah pasien dalam
tidak diberi intervensi). Penelitian keadaan mengamuk, tidak kooperatif,
menggunakan quasi Eksperimen pindah ruangan, dan pulang.
dengan penilaian Pre-test untuk Variabel independen dalam
mengetahui kondisi awal respon penelitian ini adalah Acceptance and
ketidakberdayaan pada pasien GGK Commitment Therapy dan variabek
kemudian setelah dilakukan pre test dependennya adalah Nilai Brief
dilanjutkan dengan intervensi terapi Psychiatric Rating Scale (BPRS) pasien
penerimaan dan komitmen (ACT), gangguan presepsi sensori: halusinasi.
setelah dilakukan terapi klien di evaluasi
kembali menggunakan alat ukur yang PEMBAHASAN
sama seperti pre-test. Artikel ini Dari Study Kasus yang dilakukan di
mengevaluasi tentang Pengaruh terapi RSJ. Provinsi Jawa Barat dari tanggal
penerimaan dan komitmen (acceptance 19-25 Januari 2015 hasil yang
and commitment therapy/act) Terhadap didapatkan bahwa terapi dengan
respon ketidakberdayaan Klien gagal tambahan ACT lebih efektif dari pada
terapi yang biasanya dilakukan.
Nilai Rata-Rata Perkembangan pengobatan pasien
(BPRS) diukur sebelum diberikan intervensi dan
Kelompok
Pre Post Presentasi minggu setelah diberikan intervensi
Test Test (100%) dengan menggunakan Brief Psychiatric
Pengobatan
80.15 77.42 34% Rating Scale (BPRS).
biasanya
Pengobatan Tabel.4.1
biasanya Perbandingan nilai rata-rata Pre-Test
dengan 81.115 78.3 20% dan Post-Test
tamabahan
ACT
ginjal kronik Di rsup fatmawati.

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 82


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 2 September 2016

Pada Tabel 4.1 Sebelum diberikan http://search.proquest.com/docvie


intervensi ditambah dengan ACT rata- w/
rata hasil Pre test BPRS adalah 81.115 Corey, G. (2009). (Theory and practice:
dan setelah 1 minggu diberikan Counceling and psychotherapy,
intervensi dengan tambahan ACT rata- 2005). Konseling dan psikoterapi:
rata hasil Post test 78.3. Dari hasil ini Teori dan praktek. (Edi Koswara:
menunjukan adanya perubahan kearah Terjemahan). Bandung: Refika
yang lebih baik sebanyak 34%. Aditama.
Sedangkan Pada kelompok pasien dengn
pengobatan seperti biasanya, sebelum Gaudiano, Brandon (2013). NewsRx
diberikan intervensi rata-rata hasil Pre Science, , 93. Retrieved from
test BPRS adalah 80.15 dan setelah 1 http://search.proquest.com/docvie
minggu diberikan intervensi rata-rata w/1428664815?accountid=48290
hasil Post test 77.42. Dari hasil ini
menunjukan adanya perubahan kearah Hayes, L., Boyd, C. P., & Sewell, J.
yang lebih baik sebanyak 20%. Ini (2011). Acceptance and
menunjukan pengobatan dengan Commitment Therapy for the
menggunakan ACT perubahannya lebih Treatment of Adolescent
cepat dibandingkan pengobatan seperti Depression: A Pilot Study in a
biasanya. Psychiatric Outpatient Setting.
Hasil ini sesuai dengan Penelitian Mindfulness. doi:
sebelumnya yang menyatakan bahwa 10.1007/s12671-011-0046-5
ACT memberikan hasil yang efektif
dalam menurunkan gejala-gejala pada Ambrose,Gavin, dan Harris,Paul (2006).
pasien dengan gangguan jiwa (Brandon The Fundamental of Tipography.
A. Gaudiano). Switzerland: AVA Publishing SA.

KESIMPULAN Christenseen, P & Kenney, J. (2009).


ACT dan pengobatan Proses Keperawatan: Aplikasi
berpengaruh merubah nilai BPRS pada Model Konseptual. Edisi 4.
pasien gangguan presepsi sensori lebih Jakarta: EGC
cepat dibandingkan pengobatan biasa.
Dharma, K.K. (2011). Metodologi
SARAN Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Institusi rumah sakit jiwa dapat Trans Info Media.
mempertimbangkan penerapan ACT
untuk melengkapi pengobatan pasien Dewi, Anastasia Dewai (2015) Pengaruh
gangguan presepsi sensori halusinasi. Acceptance and Commitment
Therapy (ACT) dalam.
REFERENSI Meningkatkan Harga
Bach, Patricia & Hayes, Steven C. Diri.Tesis.Universitas Katolik
(2002). The Use of Acceptance Soegijapranata
and Commitment Therapy to
Prevent the Rehospitalization of Direja, A.H. (2011). Buku Ajar Asuhan
Psychotic Patients: A Randomized Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Controlled Trial Nuha Medika.
http://search.proquest.com/docvie
w/1428664815?accountid=48290 Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar dan
Aplikasi Penulisan Laporan
Carlos, Veiga-Martínez (2008) Pendahuluan dan Strategi
Acceptance and Commitment Pelaksanaan Tindakan
Therapy Applied to Treatment of Keperawatan. Jakarta: Salemba
Auditory Hallucinations Retrieved Medika.
from
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 2 September 2016

Hasmila. (2009). Pengaruh Family Nursalam & Pariani. (2001). Pendekatan


Psychoeducation Therapy Praktis Metodologi Riset
Terhadap Beban dan Kemampuan Keperawatan. Jakarta: CV Sagung
Keluarga dalam Merawat Klien Seto. Retrieved from
Pasung di Kabupaten Bireuen http://search.proquest.com/docv
Nanggroe Aceh Darusalam. Tesis. iew/
Jakarta FIK UI. Tidak
Dipublikasikan Pankey, Jullian dalam jurnal
Acceptance and Commitment
Hayes, Bach & Boyd, (2010)
Therapy for Psychosis (2003)
Acceptance and Commitment
Therapy in Japan. Foreword
Ratcliff, K., Farhall, J., & Shawyer, F.
for ACT wo hajimeru: self-help no
(2010). Auditory Hallucinations :
tame no workbook (2nd ed; pp. iii-
A Review of Assessment Tools,
v), a Japanese translation
(December 2009).
(translators T. Muto, H. Harai, M.
Yoshioka, & M. Okajima) of
Sanford, B. T. & Hayes, S. C. (2010).
Hayes, S. C. & Smith, S. (2005).
Acceptance and Commitment
Get Out of Your Mind and Into
Therapy in healthcare. Chapter to
Your Life. Tokyo: Seiwa-Shoten
appear in G. DeIsabella & G.
Majani (Eds), Psicologia in
Keliat, B.A. (2010). Model Praktik
medicina: Perche’
Keperawatan Profesional Jiwa.
conviene. Milan: FrancoAngeli.
Jakarta: EGC.
Strosahl (2002) Acceptance and
Kusumawati, F dan Hartono, Y. (2010).
Commitment Therapy.
Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Search.proquest.com
Jakarta: Salemba Medika.
Thomas, Neil (2008) A randomised
Maramis, W. F. (2006). Catatan Ilmu
controlled trial of acceptance and
Kedokteran Jiwa. Surabaya:
commitment therapy (ACT) for
Airlangga University Press.
psychosis: study protocol.
Search.proquest.com
Leal, C. (2003). Evaluation of auditory
hallucinations : the PSYRATS
Veiga-martínez, C. (2008). Acceptance
scale, 31(1).
and Commitment Therapy Applied
to Treatment of Auditory
Maïza, O., Hervé, P., Etard, O., &
Hallucinations, 118–135.
Razafimandimby, A. (2013).
Impact of Repetitive Transcranial
Magnetic Stimulation (rTMS) on
Brain Functional Marker of
Auditory Hallucinations in
Schizophrenia Patients, 728–743.
http://doi.org/10.3390/brainsci3020
728

Nursalam. (2008). Konsep dan


Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 84


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk

Anda mungkin juga menyukai