Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya

jernih dan merupakan suatu daerah yang berkabut dan keruh

didalam lensa.

Pada stadium dini pembentukan katarak, protein dalam

serabut-serabut lensa dibawah kapsul mengalami denaturasi. Lebih

lanjut protein tadi berkoagul;asi membentuk daerah keruh

menggantikan serabut-serabut protein lensa yang dalam keadaan

normal seharusnya transparan.

Bila suatu katarak telah menghalangi cahaya dengan hebat

sehingga sangat mengganggu penglihatan, maka keadaan itu perlu

diperbaiki dengan cara mengangkat lensa melalui operasi. Bila ini

dilakukan, maka mata kehilangan sebagaian besar daya biasnya, dan

harus digantikan dengan lensa konveks berdaya penuh didepan

mata, atau sebuah lensa buatan ditanam didalam mata pada tempat

lensa dikeluarkan.

1.2 Etiologi

Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi

akibat perubahan-perubahan degeneratif yang berhubungan dengan

pertambahan usia. Pajanan terhadap sinar matahari selama hidup,

alkohol, merokok dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam


jangka waktu yang lama serta predisposisi herediter berperan

dalam munculnya katarak senilis.

Katarak dapat timbul pada usia berapa saja setelah trauma

lensa, infeksi mata, atau akibat pajanan radiasi atau obat tertentu.

Janin yang tepajan virus rubella dapat mengalami katarak. Para

pengidap diabetes melitus kronik sering mengalami katarak, yang

kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan aliran darah ke mata

dan perubahan penanganan dan metabolisme glukosa.

1.3 Patofisiologi dan Dampak Pada penyimpangan KDM

Lensa yang normal adalah struktur yang posterior iris yang

jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai

kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen

anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada

korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan

posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami

perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas

terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus.

Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang

paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan

hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel

(zunula) yang memanjng dari badan silier ke sekitar daerah diluar

lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.

Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,


sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya

cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnta

protein lensa normal terjadi disertai influks air kedalam lensa.

Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu

transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim

mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah

enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada

kebanyakan pasien yang menderita katarak.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai

kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma

maupun sistemis, seperti diabetes melitus, namun merupakan

konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak

berkembang secara kronik dan matang ketika seseorang memasuki

dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus

diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosis dapat

menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.

1.4 Manifestasi Klinis

 Penurunan ketajaman penglihatan, silau dan gangguan

fungsional sampai derajat tertentu.

 pengembunan seperti mutiara keabuanpada pupil

sehingga retina tidak akan tampak dengan oftalmoskop.

 Pandangan kabur atau redup, menyilaukan dengan

distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.


 Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan,

abu-abu atau putih.

1.5 Diagnostik Tes Yang Lasim

Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit

dan oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound (echography) dan

hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik,

khususnya bila dipertimbangkan akan di lakukan pembedahan.

Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien merupakan

kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi

IOL.

1.6 Penatalaksanaan Medis

 Pengobatan berupa eksisi seluruh lensa untuk diganti

oleh lensa buatan, atau fragmentasi lensa dengan ultrasound

atau laser, diikuti oleh aspirasi fragmen dan penggantian lensa.

 Pembedahan diindikasikasikan bagi yang memerlukan

penglihatan akut untuk bekerja atau keamanan.

ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK

 PENGKAJIAN

Data-data yang perlu dikaji pada asuha keperawatan dengan katarak

adalah :

1. Riwayat perjalanan penyakit

a. Pola aktivitas/istirahat

Gejala : Perubahan aktivitas biasanya/hoby sehubungan dengan

gangguan penglihatan.
b. Pola nutrisi

Gejala : Mual/muntah (glaukoma akut)

c. Pola neurosensori

Gejala : Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang

menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap

penglihatan perifer,kesulitan memfokuskan kerja

dengan dekat/ merasa diruang gelap.

d. Pola penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem

vaskuler, riwayat stress, alergi, ketikseimbangan

endokrin, terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas

fenotiazin.

 DIAGNOSA KEPERWATAN

1. Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan kerusakan

sensori dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan

pascaoperatif, pemberian obat.

2. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan

penglihatan atau kurang pengetahuan.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur

invasif (bedah pengangkatan katarak)

4. Nyeri yang berhubungan dengan trauma peningkatan TIO,inflamasi

intervensi bedah, atau pemberian tetes mata dilator.

5. Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan

kerusakan penglihatan.
 INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan kerusakan

sensori dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan

pascaoperatif, pemberian obat.

Kriteria evaluasi: menurunkan stress emosional, ketakutan dan

depresi, penerimaan pembedahan dan

pemahaman instruksi.

 Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong

percakapan untuk mengetahui keprihatinan, perasaan dan tingkat

pemahaman.

R/: Informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak

diketahui.

 Orientasika pasien pada lingkungan yang baru.

R/: pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi

ansietas dan meningkatkan ansietas.

 Jelaskan rutinitas operatif

R/: pasien yang telah mendapat mendapat informasi lebih

mudah menerima penanganan dan mematuhi instruksi.

 Jelaskan intervensi sedetil-detilnya

R/: pasien yang mengalami gangguan visual bergantung pada

masukan indera lai untuk mendapatkan informasi.

 Dorong untuk menjalankan kebiasaa hidup seharihari

bila mampu.
R/: perawatan diri dan kemandirian akan meningkatkan rasa

sehat

 Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti

dalam perawatan pasien.

R/: pasien mungkin tak mampu melakukan semua tugas

sehubungan dengan penanganan dan perawatan diri.

 Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan

pengalihan bila memungkinkan.

R/: isolasi sosial dan waktu luang yang terlau lama dan

menimbulkan perasaan negatif.

2. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan

penglihatan atau kurang pengetahuan.

Kriteria evaluasi: dapat menurunkan resiko terjadinya cedera.

 Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi

pascaoperasi sampai stabil dan sampai mencapai penglihatan dan

ketrampilan koping yang memadai.

R/: menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah

sempoyongan atau tidak mempunyai ketrampilan koping

untuk kerusakan penglhatan.

 Bantu pasien manata lingkungan

R/: memfasilitasi kemendirian dan menurunkan resiko cedera

 Orientasikan pasien pada ruangan

R/: meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.


 Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau

kacamata bila diperlukan.

R/: temeng logam atau kaca mata melindungi mata terhadap

cedera.

 Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena

trauma

R/: tekanan pada mata dapat menyebabkan kerusakan serius

lebih lanjut.

 Gunakan prosedur yanga memadai ketika memberikan

obat mata.

R/: cedera dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur

invasif (bedah pengangkatan katarak)

Kriteria evaluasi : menunjukan peningkatan penyembuhan luka tepat

waktu, bebas drainase purulen, eritema dan demam.

 Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum

menyentuh/mengobati mata.

R/: menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah

kontaminasi area operasi.

 Gunakan teknik yang tepat untuk embersihkan mata

dari dalam keluar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap

usapan, ganti balutan, dan masukan lensa kontak bila

menggunakan.
R/: tehnik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan

kontaminasi silang.

 Tekankan untuk tidak menyentuh/ menggaruk mata

yang dioperasi.

R/: mancegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi

 Observasi tanda terjadinya infeksi.

R/: Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan

memerlukan upaya intervensi.

 Berikan obat sesuai indikasi.

R/: Sediaan topikal digunakan secara profilaksis, dimana terapi

lebih diperlukan bila terjadi infeksi.

4. Nyeri yang berhubungan dengan trauma peningkatan TIO,inflamas

intervensi bedah, atau pemberian tetes mata dilator.

Kriteria evaluasi:

 Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai

resep

R/; pemakaian obat sesuai resep akan mengurangi nyeri dan

TIO serta meningkatkan rasa nyaman.

 Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk

trauma tumpul

R/: mengurangi edema akan mengurangi nyeri.

 Kurangi tingkat pencahayaan, cahaya diredupkan,

diberi tirai/kain.
R/: tingkat pencahayaan yang lebih rendah lebih nyaman

setelah pembedahan.

 Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat.

R/: cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah

penggunaan tetes mata dilator.

5. Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan

kerusakan penglihatan.

Kriteria evaluasi; Klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri

 Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat

mengenai tanda dan gejala koplikasi yang harus dilaporkan

segera kepada dokter

R/: penemuan dan penenganan awal komplikasi dapat

mengurangi resiko kerusaka lebih lanjut.

 Beri instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang

yang berarti mengenai tehnik yang benar memberikan obat.

R/: pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko

infeksi dan cedera mata.

 Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan

R/: sumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan,

pendamping dan teman dirumah.

 Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan.

R/: memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan

Anda mungkin juga menyukai