Anda di halaman 1dari 14

DISKUSI PEDAGOGIK M4.

1
Masing-masing peserta didik atau siswa sebagai individu dan subjek belajar memiliki
karakteristik atau ciri-ciri sendiri. Kondisi atau keadaan yang terdapat pada masing-masing
siswa dapat mempengaruhi bagaimana proses belajar siswa tersebut. Dengan kondisi
peserta yang mendukung maka pembelajaran tentu dapat dilakukan dengan lebih baik,
sebaliknya pula dengan karakteristik yang lemah maka dapat menjadi hambatan dalam
proses belajar mengajar.
Lebih lanjut lagi bahwa keadaan peserta didik bukan hanya berpengaruh pada
bagaimana belajar masing-masing peserta didik, namun dari proses belajar masing-masing
siswa dapat mempengaruhi pembelajaran secara keseluruhan serta juga mempengaruhi
bagaimana proses belajar peserta didik lainnya. Jika pengaruh positif maka akan
memberikan efek yang baik bagi proses pembelajaran, namun tentu saja juga terdapat
karakteristik atau keadaan dari siswa yang buruk dan memberikan pengaruh negatif bagi
pembelajaran.
Oleh karena itu, guru yang memiliki peran sentral dalam pembelajaran secara
langsung sangat diharuskan untuk mengetahui karakteristik atau keadaan yang
sebenarnya terjadi pada siswa. Dengan demikian, guru dapat mengantisipasi juga
mengatasi adanya pengaruh buruk yang mungkin muncul dan berakibat negatif bagi
pembelajaran. Identifikasi terhadap keadaan dan kondisi siswa baik untuk masing-
masing individu maupun keseluruhan mutlak diperlukan yang digunakan untuk
pengambilan langkah dan perlakuan terutama pemilihan strategi, model, media, dan
komponen penyusun pembelajaran lainnya.
Dalam bukunya, Sardiman (2011: 120) menyebutkan bahwa terdapat 3
macam hal karakteristik atau keadaan yang ada pada siswa yang perlu diperhatikan
guru yaitu:
1. Karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan awal siswa.
Misalnya adalah kemampuan intelektual, kemampuan berpikir, dan lain-lain.
2. Karakteristik atau keadaan siswa yang berkenaan dengan latar belakang dan
status sosial.
3. Karakteristik atau keadaan siswa yang berkenaan dengan perbedaan-
perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat, dan lain-lain.
Dari macam-macam jenis dan sumber karakteristik atau keadaan yang ada
pada siswa ini guru dapat menentukan data-data apa saja yang perlu diketahui
informasinya dan digali dari peserta didik. Kondisi pada peserta didik juga
senantiasa dapat mengalami perubahan, guru hendaknya juga harus memantau
segala perubahan keadaan yang ada pada siswa baik sebelum pembelajaran
dimulai, saat pembelajaran, hingga paska pembelajaran dan evaluasi.

Setiap individu peserta didik merupakan pribadi yang unik. Dibutuhkan


pendekatan khusus untuk meningkatkan menggali, memoles potensi dan
kompetensi setiap individu. Seorang guru profesional yang dibekali kemampuan
kompetensi pedagogic yang mumpuni diharapkan mampu mengatasi masalah
perbedaan dan keberagaman peserta didik.

Pengelolaan kelas merupakan salah satu langkah bijak dalam mengatasi


masalah yang muncul karena perbedaan karakter peserta didik. pengelolaan kelas
meliputi keseimbangan luas dan fasilitas ruang kelas dengan jumlah penghuni atau
pengguna ruang kelas. Semakin besar jumlah pengguna kelas, berarti semakin
tinggi pula tantangan dan beban kerja pendidik. Penempatan posisi tempat duduk
peserta didik berdasarkan kelebihan dan kekurangan dari segi fisik, juga akan
membatu pendidik mengatasi masalah perbedaan dan keragaman peserta didik.

Langkah berikutnya pada pengelolaan kelas adalah pengelompokan peserta


didik di setiap kelas berdasarkan kemiripan karakter. Hal ini akan mempermudah
kalangan pendidik dalam menentukan metode dan model pembelajaran yang
digunakan pada setiap kegiatan belajar mengajar. Setiap model pembelajaran
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Model pembelajaran yang
baik adalah model yang mampu meningkatkan potensi yang dimiliki oleh peserta
didik. Hal tersebut baru dapat dicapai bila model pembelajaran terpilih sesuai
dengan gaya dan keinginan peserta didik, selain tentunya harus sesuai dengan
tuntutan materi pelajaran.

Penyeragaman pendekatan dan model pembelajaran pada kegiatan


pembelajaran yang peserta didiknya dibekali dengan bentuk kecerdasan yang
berbeda hanya akan menuai kegagalan. Ukuran kecerdasan peninggalan Binet,
dalam hal IQ sudah sangat layak dipertimbangkan oleh kalangan pendidik.
Kecerdasan majemuk yang digagas oleh Howard Gardner, sepertinya lebih tepat
dalam menyikapi keberagaman peserta didik. Kecerdasan majemuk memandang
setiap individu memiliki minimal satu bentuk kecerdasan dari Sembilan kecerdasan
yang ada.

Model pembelajaran diskusi yang membutuhkan keterampilan berbicara


sudah pasti sangat tidak mengenakkan bagi peserta didik yang memiliki kecerdasan
intrapersonal yang cenderung pendiam dan suka merenung. Model pembelajaran
ceramah tentu kurang tepat bagi peserta didik yang memiliki kecerdasan kinestetis.
Peserta didik yang suka bergerak termasuk didalamnya. Yang demikian inilah yang
suka bikin gaduh, hiperaktif di dalam kelas.

Perbedaan bentuk kecerdasan harus disikapi dengan bijak oleh kalangan


pendidik dengan perlakuan yang berbeda pada setiap bentuk kecerdasan. Bila tidak,
maka label ‘nakal’, dan LOL (lambat loading), akan senantiasa ada pada setiap
ruang kelas. Guru profesional adalah mereka yang mampu menggali dan
meningkatkan potensi peserta didiknya. Bila label negative yang muncul, sama saja
dengan mengubur potensi dan bakat-bakat alami yang kita punya. Sejatinya setiap
lembaga pendidikan adalah bengkel, maka guru atau montirnya adalah para
profesional yang gagal. gagal dalam memperbaiki kerusakan barang yang dititipkan
pelanggannya.

Butuh kesabaran dan kerjasama yang baik antara guru dan orang tua dalam
menyikapi keberagaman peserta didik dalam ruang-ruang belajar. Orang tua
seharusnya bersinergi dengan sekolah, dalam hal ini menyampaikan karakter dan
gaya belajar anaknya pada pihak sekolah. Hal tersebut tentunya sangat membantu
sekolah dalam menyiapkan bentuk dan strategi dalam kegiatan pembelajaran, serta
model pengelolaan kelas yang dibutuhkan untuk memuliakan setiap peserta didik.

Dalam mengajar kelas yang majemuk yang asaya lakukan adalah mengelompokkan
siswa merata sesuai dengan minat bakat dan tingkat kecerdasan yang dibagi merata pada
setiap kelompok. Hal ini dimaksudkan agar siswa yang kurang memahami materi dapat
terbantu oleh temannya yang sudah memahami. Dengan meratanya distribusi siswa pada
masing – masing kelompok akan mempermudah siswa untuk menguasai materi
pembelajaran dan tujuan dar prosesi pembelajaran pembelajaran bisa tercapai.
Model pembelajaran
Pada kurikulum 2013 diharapkan dapat diimplementasikan pembelajaran abad 21. Hal ini
untuk menyikapi tuntutan zaman yang semakin kompetitif. Adapun pembelajaran abad
21 mencerminkan empat hal.
1. Critical Thinking and Problem Solving
2. Creativity and Innovation
3. Communication
4. Collaboration

1. Communication
Pada karakter ini, peserta didik dituntut untuk memahami, mengelola, dan menciptakan
komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia.
Peserta didik diberikan kesempatan menggunakan kemampuannya untuk mengutarakan
ide-idenya, baik itu pada saat berdiskusi dengan teman-temannya maupun ketika
menyelesaikan masalah dari pendidiknya.

Abad 21 adalah abad digital. Komunikasi dilakukan melewati batas wilayah negara dengan
menggunakan perangkat teknologi yang semakin canggih. Internet sangat membantu
manusia dalam berkomunikasi. Saat ini begitu banyak media sosial yang digunakan sebagai
sarana untuk berkomunikasi. Melalui smartphone yang dimilikinya, dalam hitungan detik,
manusia dapat dengan mudah terhubung ke seluruh dunia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian komunikasi adalah pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita dari dua orang atau lebih agar pesan yang dimaksud dapat
dipahami. Sedangkan Wikipedia dinyatakan bahwa komunikasi adalah “suatu proses
dimana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat
menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang
lain”.

Komunikasi tidak lepas dari adanya interaksi antara dua pihak. Komunikasi memerlukan
seni, harus tahu dengan siapa berkomunikasi, kapan waktu yang tepat untuk berkomunikasi,
dan bagaimana cara berkomunikasi yang baik. Komunikasi bisa dilakukan baik secara lisan,
tulisan, atau melalui simbol yang dipahami oleh pihak-pihak yang berkomunikasi.
Komunikasi dilakukan pada lingkungan yang beragam, mulai di rumah, sekolah, dan
masyarakat. Komunikasi bisa menjadi sarana untuk semakin merekatkan hubungan antar
manusia, tetapi sebaliknya bisa menjadi sumber masalah ketika terjadi miskomunikasi atau
komunikasi kurang berjalan dengan baik. Penguasaan bahasa menjadi sangat penting
dalam berkomunikasi. Komunikasi yang berjalan dengan baik tidak lepas dari adanya
penguasaan bahasa yang baik antara komunikator dan komunikan.

Kegiatan pembelajaran merupakan sarana yang sangat strategis untuk melatih dan
meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, baik komunikasi antara siswa dengan guru,
maupun komunikasi antarsesama siswa. Ketika siswa merespon penjelasan guru, bertanya,
menjawab pertanyaan, atau menyampaikan pendapat, hal tersebut adalah merupakan
sebuah komunikasi.

2. Collaboration
Pada karakter ini, peserta didik menunjukkan kemampuannya dalam kerjasama
berkelompok dan kepemimpinan, beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab,
bekerja secara produktif dengan yang lain, menempatkan empati pada tempatnya,
menghormati perspektif berbeda. Peserta didik juga menjalankan tanggungjawab pribadi
dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat, menetapkan
dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain, memaklumi
kerancuan.

Pembelajaran secara berkelompok, kooperatif melatih siswa untuk berkolaborasi dan


bekerjasama. Hal ini juga untuk menanamkan kemampuan bersosialisasi dan
mengendalikan ego serta emosi. Dengan demikian, melalui kolaborasi akan tercipta
kebersamaan, rasa memiliki, tanggung jawab, dan kepedulian antaranggota.

Sukses bukan hanya dimaknai sebagai sukses individu, tetapi juga sukses bersama, karena
pada dasarnya manusia disamping sebagai seorang individu, juga makhluk sosial. Saat ini
banyak orang yang cerdas secara intelektual, tetapi kurang mampu bekerja dalam tim,
kurang mampu mengendalikan emosi, dan memiliki ego yang tinggi. Hal ini tentunya akan
menghambat jalan menuju kesuksesannya, karena menurut hasil penelitian Harvard
University, kesuksesan seseorang ditentukan oleh 20% hard skill dan 80% soft skiil.
Kolaborasi merupakan gambaran seseorang yang memiliki soft skill yang matang.

3. Critical Thinking and Problem Solving


Pada karakter ini, peserta didik berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal
dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit, memahami interkoneksi antara sistem.
Peserta didik juga menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk berusaha
menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan mandiri, peserta didik juga memiliki
kemampuan untuk menyusun dan mengungkapkan, menganalisa, dan menyelesaikan
masalah.

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk mewujudkan hal tersebut melalui penerapan


pendekatan saintifik (5M), pembelajaran berbasis masalah, penyelesaian masalah, dan
pembelajaran berbasis projek.

Guru jangan risih atau merasa terganggu ketika ada siswa yang kritis, banyak bertanya, dan
sering mengeluarkan pendapat. Hal tersebut sebagai wujud rasa ingin tahunya yang tinggi.
Hal yang perlu dilakukan guru adalah memberikan kesempatan secara bebas dan
bertanggung bertanggung jawab kepada setiap siswa untuk bertanya dan mengemukakan
pendapat. Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan dan membuat refleksi bersama-sama.
Pertanyaan-pertanyaan pada level HOTS dan jawaban terbuka pun sebagai bentuk
mengakomodasi kemampuan berpikir kritis siswa.

4. Creativity and Innovation


Pada karakter ini, peserta didik memiliki kemampuan untuk mengembangkan,
melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain, bersikap
terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.

Guru perlu membuka ruang kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya.


Kembangkan budaya apresiasi terhadap sekecil apapun peran atau prestasi siswa. Hal ini
bertujuan untuk memotivasi siswa untuk terus meningkatkan prestasinya. Tentu kita ingat
dengan Pak Tino Sidin, yang mengisi acara menggambar atau melukis di TVRI sekian tahun
silam. Beliau selalu berkata “bagus” terhadap apapun kondisi hasil karya anak-anak
didiknya. Hal tersebut perlu dicontoh oleh guru-guru masa kini agar siswa merasa dihargai.

Peran guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing setiap siswa dalam belajar, karena
pada dasarnya setiap siswa adalah unik. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh
Howard Gardner bahwa manusia memiliki kecerdasan majemuk. Ada delapan jenis
kecerdasan majemuk, yaitu; (1) kecerdasan matematika-logika, (2) kecerdasan bahasa, (3)
kecerdasan musikal, (4) kecerdasan kinestetis, (5) kecerdasan visual-spasial, (6)
kecerdasan intrapersonal, (7) kecerdasan interpersonal, dan (8) kecerdasan naturalis.
Lalu bagaimana peran sekolah? Peranan sekolah dalam penerapan pembelajaran Abad 21
antara lain: a) Meningkatkan kebijakan & rencana sekolah untuk mengembangkan
keterampilan baru; b) Mengembangkan arahan baru kurikulum; c) Melaksanakan strategi
pengajaran yang baru dan relevan, dan d) Membentuk kemitraan sekolah di tingkat regional,
nasional dan internasional

Bagaimana ciri guru Abad 21 ? Menurut Ragwan Alaydrus, S.Psisetidaknya ada 7


Karakteristik Guru Abad 21
1. Life-long learner. Pembelajar seumur hidup. Guru perlu meng-upgrade terus
pengetahuannya dengan banyak membaca serta berdiskusi dengan pengajar lain atau
bertanya pada para ahli. Tak pernah ada kata puas dengan pengetahuan yang ada, karena
zaman terus berubah dan guru wajib up to date agar dapat mendampingi siswa berdasarkan
kebutuhan mereka.
2. Kreatif dan inovatif. Siswa yang kreatif lahir dari guru yang kreatif dan inovatif. Guru
diharap mampu memanfaatkan variasi sumber belajar untuk menyusun kegiatan di dalam
kelas.
3. Mengoptimalkan teknologi. Salah satu ciri dari model pembelajaran abad 21
adalah blended learning, gabungan antara metode tatap muka tradisional dan penggunaan
digital dan online media. Pada pembelajaran abad 21, teknologi bukan sesuatu yang
sifatnya additional, bahkan wajib.
4. Reflektif. Guru yang reflektif adalah guru yang mampu menggunakan penilaian hasil
belajar untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Guru yang reflektif mengetahui kapan
strategi mengajarnya kurang optimal untuk membantu siswa mencapai keberhasilan belajar.
Ada berapa guru yang tak pernah peka bahkan setelah mengajar bertahun-tahun bahwa
pendekatannya tak cocok dengan gaya belajar siswa. Guru yang reflektif mampu
mengoreksi pendekatannya agar cocok dengan kebutuhan siswa, bukan malah terus
menyalahkan kemampuan siswa dalam menyerap pembelajaran
5. Kolaboratif. Ini adalah salah satu keunikan pembelajaran abad 21. Guru dapat
berkolaborasi dengan siswa dalam pembelajaran. Selalu ada mutual respect dan
kehangatan sehingga pembelajaran akan lebih menyenangkan. Selain itu guru juga
membangun kolaborasi dengan orang tua melalui komunikasi aktif dalam memantau
perkembangan anak.
6. Menerapkan student centered. Ini adalah salah satu kunci dalam pembelajaran
kelas kekinian. Dalam hal ini, siswa memiliki peran aktif dalam pembelajaran sehingga guru
hanya bertindak sebagai fasilitator. Karenanya, dalam kelas abad 21 metode ceramah tak
lagi populer untuk diterapkan karena lebih banyak mengandalkan komunikasi satu arah
antara guru dan siswa.
7. Menerapkan pendekatan diferensiasi. Dalam menerapkan pendekatan ini, guru akan
mendesain kelas berdasarkan gaya belajar siswa. pengelompokkan siswa di dalam kelas
juga berdasarkan minat serta kemampuannya. Dalam melakukan penilaian guru
menerapkan formative assessment dengan menilai siswa secara berkala berdasarkan
performanya (tak hanya tes tulis). Tak hanya itu, guru bersama siswa berusaha untuk
mengatur kelas agar menjadi lingkungan yang aman dan suportif untuk pembelajaran.

Lalu bagaimana kompetensi siswa pada abad 21 ? Setidaknya ada empat yang harus
dimiliki oleh generasi abad 21, yaitu: ways of thingking, ways of working, tools for working
and skills for living in the word. Bagaimana seorang pendidik harus mendesain
pembelajaran yang akan menghantarkan peserta didik memenuhi kebutuhan abad 21.
Berikut kemampuan abad 21 yang harus dimiliki peserta didik, yaitu:
1. Way of thinking, cara berfikir yaitu beberapa kemampuan berfikir yang harus dikuasai
peserta didik untuk menghadapi dunia abad 21. Kemampuan berfikir tersebut diantaranya:
kreatif, berfikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan pembelajar.
2. Ways of working. kemampuan bagaimana mereka harus bekerja. dengan dunia yang
global dan dunia digital. beberapa kemampuan yang harus dikuasai peserta didik adalah
communication and collaboration. Generasi abad 21 harus mampu berkomunikasi dengan
baik, dengan menggunakan berbagai metode dan strategi komunikasi. Juga harus mampu
berkolaborasi dan bekerja sama dengan individu maupun komunitas dan jaringan. Jaringan
komunikasi dan kerjasama ini memamfaatkan berbagai cara, metode dan strategi berbasis
ICT. Bagaimana seseorang harus mampu bekerja secara bersama dengan kemampuan
yang berbeda-beda.
3. Tools for working. Seseorang harus memiliki dan menguasai alat untuk bekerja.
Penguasaan terhadap Information and communications technology (ICT) and information
literacy merupakan sebuah keharusan. Tanpa ICT dan sumber informasi yang berbasis
segala sumber akan sulit seseorang mengembangkan pekerjaannya.
4. Skills for living in the world. kemampuan untuk menjalani kehidupan di abad 21, yaitu:
Citizenship, life and career, and personal and social responsibility. Bagaimana peserta didik
harus hidup sebagai warga negara, kehidupan dan karir, dan tanggung jawab pribadi dan
sosial.

Melalui pembelajaran abad 21, setidanya ada dua keterampilan inti yang harus
dkembangkan oleh para para guru yakni: a) Kemampuan menggunakan pengetahuan
matematika, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan, Kewarganegaraan dan lainnya untuk
menjawab tantangan dunia nyata; dan b) Berpikir kritis dan menyelesaikan masalah,
komunikasi dan kerjasama, kreatifitas, kemandirian, dan lainnya.
MENELAAH TES HASIL BELAJAR

1. Menelaah Kualitas Soal Tes Bentuk Objektif


Analisis kualitas perangkat soal tes hasil mencar ilmu sanggup dilakukan dengan dua
cara yaitu: analisis secara teoritik (kualitatif) dan analisis secara empiris (kuantitatif). Analisis
secara teoritis yaitu telaah soal yang difokuskan pada aspek materi, konstruksi, dan bahasa.
Aspek materi berkaitan dengan substansi keilmuan yang ditanyakan serta tingkat berpikir
yang terlibat, aspek konstruksi berkaitan dengan teknik penulisan soal, dan aspek bahasa
berkaitan dengan kejelasan hal yang ditanyakan. Analisis empiris yaitu telaah soal menurut
data lapangan (uji coba). Pada modul ini Anda akan mempelajari penelaahan kualitas tes
bentuk objektif, pengolahan hasil tes, dan pemanfaatan hasil tes.
a. Analisis Kualitas Soal Secara Teoritis
Analisis secara teoritis yaitu telaah soal yang difokuskan pada aspek materi,
konstruksi, dan bahasa. Penelaahan kualitas soal bentuk objektif pada aspek materi
dimaksudkan untuk mengetahui apakah materi yang diujikan sudah sesuai dengan
kompetensi atau hasil mencar ilmu yang ditetapkan, dan apakah materi soal sudah sesuai
dengan tingkat atau jenjang kemampuan berpikir akseptor tes, serta apakah kunci tanggapan
sudah sesuai dengan isi pokok soal. Telaah kualitas soal pada aspek konstruksi dimaksudkan
untuk mengetahui teknik penulisan butir-butir soal sudah merujuk pada kaidah-kaidah
penulisan soal yang baik. Pada aspek bahasa, telaah soal dimaksudkan untuk mengetahui
apakah bahasa yang digunakan cukup terang dan gampang dimengerti, tidak menyebabkan
multi interpretasi, serta sesuai dengan kaidah penggunaan bahasa yang berlaku.

Secara teoritis, kualitas soal tes bentuk objektif sanggup ditelaah dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1). Materi:
a) Butir harus sesuai dengan indicator yang ditetapkan
b) Hanya ada satu tanggapan yang benar
c) Pengecoh homogin, dan berfungsi.

2). Konstruksi
a) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas.
b) Rumusan pokok soal dan pilihan tanggapan harus merupakan pernyataan yang
dibutuhkan saja.
c) Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah tanggapan benar.
d) Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
e) Pilihan tanggapan harus homogen dan logis ditinjaudari segi materi.
f) Panjang rumusan pilihan tanggapan relatif sama.
g) Pilihan tanggapan yang berbentu angka atau waktu disusun menurut urutan besar
kecilnya 1 angka atau kronologis waktunya.
h) Gambar/grafik/tabel/diagaram dan sejenisnya harusn terang dan berfungsi.
i) Butir tes tidak tergantung pada tanggapan sebelumnya.

(3). Bahasa
1. Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indoensia.
2. Menggunakan bahasa yang komunikatif dan gampang dimengerti.
3. Pilihan tanggapan jangan mengulang kata atau frase yang bukan
merupakan satu kesatuan pengertian.
4. Menggunakan istilah baku

b. Analisis Kualias Tes Bentuk Objektif Secara Empiris


Analisis empiris yaitu telaah soal menurut data lapangan (uji coba). Analisis
karakteristik butir soal meliputi analisis parameter kuantitatif dan kualitatif butir soal.
Parameter kuantitatif berkaitan dengan analisis butir soal menurut atas tingkat kesukaran,
daya beda, dan keberfungsian alternative pilihan jawaban. Parameter kualitatif berkaitan
dengan analisis butir soal menurut atas pertimbangan jago (expert judgement).

1). Tingkat Kesukaran


Seperti telah Anda pelajari pada modul sebelumnya, tingkat kesukaran yaitu angka
yang memperlihatkan besarnya proporsi akseptor tes yang menjawab betul pada suatu butir.
Rentang angka ini yaitu 0,00 hingga 1,00. Jika suatu butir soal mempunyai tingkat kesukaran
0,00 berarti tidak ada akseptor tes yang menjawab butir soal tersebut dengan benar. Dengan
kata lain butir soal terlalu sukar. Sebaliknya, jikalau butir soal mempunyai tingkatkesukaran
1,00 berarti semua akseptor tes sanggup menjawab butir soal dengan benar. Dengan kata lain,
butir soal terlalu mudah. Rentang tingkat kesukaran yang sanggup digunakan sebagai kriteria
adalah: lebih kecil dari 3,00 masuk kategori sukar, antara 0,30 – 0,80 termasuk cukup/sedang,
dan lebih besar dari 0,80 termasuk mudah.

2). Daya Beda


Daya beda butir soal yaitu indeks yang menggambarkan tingkat kemampuan suatu
butir soal untuk membedakan kelompok yang akil dari kelompok yang kurang pandai.
Interpretasi daya beda selalu dikaitkan dengan kelompok akseptor tes. Artinya, suatu daya
beda butir soal yang dianalisis menurut data kelompok tertentu belum tentu sanggup berlaku
pada kelompok yang lain. Interpretasi daya beda butir soal untuk akseptor tes kelas bias
berbeda dengan interpretasi daya beda kelas B untuk mata pelajaran yang sama. Hal ini
sangat tergantung pada kemampuan masingmasing kelompok. Penjelasan lebih lanjut
mengenai daya beda juga sudah Anda pelajari pada modul sebelumnya.
3). Keberfungsian Alternatif Pilihan Jawaban
Dalam tes hasil mencar ilmu berbentuk objektif dengan model pilihan ganda, umumnya
mempunyai (4) empat atau (5) lima alternatif pilihan tanggapan dimana salah satu alternatif
jawabannya yaitu tanggapan yang benar (kunci jawaban). Alternatif pilihan tanggapan yang
salah sering disebut dengan istilah pengecoh (distractor). Alternatif pilihan tanggapan dalam
suatu butir soal dikatakan berfungsi jikalau semua pilihan tanggapan tersebut dipilih oleh
akseptor tes dengan kondisi dimana tanggapan yang benar lebih dipilih dari pada alternatip
pilihan tanggapan yang lain. Pengecoh berfungsi jikalau paling sedikit 5% dari akseptor tes
menentukan tanggapan tersebut.

4). Omit
Omit yaitu proporsi akseptor tes yang tidak menjawab pada semua alternatif jawaban.
Butir soal yang baik jikalau omit paling banyak 10% dari akseptor tes.

5). Validitas
Soal tes bentuk objektif dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes
tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memperlihatkan hasil ukur yang sempurna dan
akurat sesuai dengan maksud dikenakannya pengukuran tersebut. Konsep validitas juga
terkait dengan kecermatan pengukuran, yaitu kemampuan untuk mendeteksi perbedaan-
perbedaan kecil sekalipun yang ada dalam atribut yang diukurnya. Secara empiris, suatu
instrumen sanggup dikatakan valid apabila memenuhi dua criteria, yaitu: (a). instrumen
tersebut harus mengukur konsep atau variable yang diharapkan hendak diukur dan harus tidak
mengukur konsep atau variable lain yang tidak diharapkan untuk diukur, dan (b). instrumen
tersebut sanggup memprediksi sikap yang lain yang berhubugan dengan variabel yang diukur.
Analisis validitas sanggup dilakukan pada dua tempat yaitu analisis untuk keseluruhan isi
instrumen dan analisis untuk masing-masing butir soal atau tes.

6). Reliabilitas
Reliabilitas yaitu indeks yang menggambarkan sejauhmana suatu instrumen sanggup
diandalkan. Analisis reliabilitas selalu dikaitkan dengan konsistensi pengukuran, yaitu
bagaimana hasil pengukuran tetap (konstan) dari satu pengukuran kepengukuran yang lain.
Untuk lebih memahami makna reliabilitas sanggup didekati dengan memperhatikan tiga
aspek yang terkait dengan alat ukur, yaitu: kemantapan, ketepatan, dan homogenitas.
Kemantapan merujuk pada hasil pengukuran yang sama pada pengukuran berulang-ulang
dalam kondisi yang sama. Ketepatan merujuk pada istilah sempurna dan benar dalam
mengukur dari sesuatu yang diukur. Artinya, instrumen tersebut mempunyai pernyataan-
pernyataan yang jelas, gampang dimengerti, dan detail. Homogenitas merujuk pada tingkat
keterkaitan yang erat antar unsur-unsurnya.

2. Mengolah Dan Memanfaatkan Hasil Penilaian


a. Mengolah Hasil Tes
Data yang terkumpul dari evaluasi dengan teknik tes akan berupa data kuantitatif.
Data tersebut merupakan data mentah yang memerlukan pengolahan lebih lanjut. Guru
melaksanakan evaluasi hasil mencar ilmu sesuai perencanaan evaluasi yang telah ditetapkan
sebelumnya. Setelah selesai melaksanakan evaluasi (pengujian), Guru mengolah atau
melaksanakan investigasi hasil penilaian. Lembar tanggapan bentuk pilihan ganda sanggup
diperiksa secara manual atau memakai alat pemindai. Lembar tanggapan soal bentuk uraian
diperiksa secara manual oleh Guru sesuai mata pelajaran dengan mengacu pada pedoman
penskoran. Apabila dalam suatu tes terdapat dua bentuk soal, yaitu uraian dan soal objektif
(misalnya pilihan ganda), maka nilai simpulan merupakan campuran nilai soal pilihan ganda
dan nilai soal uraian, sesuai dengan bobot yang telah direncanakan.

Prosedur pelaksanaan pengolahan hasil evaluasi yaitu sebagai berikut:


1. Melakukan Pensekoran, yakni memperlihatkan skor pada hasil evaluasi yang
sanggup dicapai oleh responden (peserta didik). Untuk menskor atau
memperlihatkan angka dibutuhkan kunci jawaban, kunci pensekoran dan pedoman
pengangkaan. Tiga macam alat bantu penskoran atau pengangkaan berbeda-beda
cara penggunaannya untuk setiap butir soal yang ada dalam alat penilai.
2. Mengkonversi skor mentah menjadi skor standar, yakni menghitung untuk
mengubah skor yang diperoleh akseptor didik yang mengerjakan alat evaluasi
diubahsuaikan dengan norma yang dipakai.
3. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, yakni acara simpulan dari pengolahan
hasil evaluasi yang berupa pengubah skor ke nilai, baik berupa abjad atau angka.
Hasil pengolahan hasil evaluasi ini akan digunakan dalam acara penafsiran hasil
penilaian. Untuk memudahkan penafsiran hasil penilaian, maka hasil simpulan
pengolahan hasil evaluasi sanggup diadministrasikan dengan baik.

Setelah data hasil tes diolah, langkah selanjutnya yaitu menafsirkan data sehingga
sanggup memperlihatkan makna. Interpretasi terhadap suatu hasil tesdidasarkan atas kriteria
tertentu yang disebut norma. Norma bisa ditetapkan terlebih dahulu secara rasional dan
sistematis sebelum acara tes dilaksanakan. Guru sanggup memakai kriteria yang bersumber
pada tujuan atau kompetensi setiap mata pelajaran, yang dijabarkan menjadi indikator yang
sanggup diukur dan diamati.
Untuk menafsirkan data, sanggup digunakan dua jenis penafsiran data, yaitu
penafsiran kelompok dan penafsiran individual. Penafsiran kelompok yaitu penafsiran yang
dilakukan untuk mengetahui karakteristik kelompok menurut data hasil tes, ibarat prestasi
kelompok, rata-rata kelompok, sikap kelompok terhadap guru dan materi pelajaran yang
diberikan, dan distribusi nilai kelompok. Tujuan utamanya yaitu sebagai persiapan untuk
melaksanakan penafsiran kelompok, untuk mengetahui sifat-sifat tertentu pada suatu
kelompok, dan untuk mengadakan perbandingan antar kelompok. Penafsiran individual yaitu
penafsiran yang hanya tertuju pada individu saja.
Pada prinsipnya nilai simpulan suatu mata pelajaran yaitu campuran dari seluruh
pencapaian KD yang ditargetkan. Dengan demikian, pendidik harus menciptakan tabel
spesifikasi yang memuat macam KD dan pencapaian hasil setiap KD, termasuk aspek yang
dinilai dalam setiap KD. Pendidik juga harus menciptakan pembobotan atas dasar hasil yang
diperoleh sesuai dengan jenis evaluasi yang dilakukan. Perlu diperhatikan bahwa yang lebih
penting yaitu evaluasi harus terbuka dalam arti bahwa akseptor didik semenjak awal sudah
memahami bagaimana pendidik dalam menilai keberhasilan belajarnya.

b. Memanfaatkan Hasil Tes


Hasil tes atau hasil evaluasi sanggup digunakan untuk mengetahui kemampuan dan
perkembangan akseptor didik dalam menerapkan pengetahuan dalam kiprah tertentu. Di
samping itu hasil evaluasi sanggup juga memberi citra tingkat keberhasilan pendidikan pada
satuan pendidikan. Berdasarkan analisis hasil penilaian, sanggup ditentukan langkah atau
upaya yang harus dilakukan oleh pendidik dan akseptor didik dalam meningkatkan kualitas
proses dan hasil belajar. Oleh lantaran itu hasil evaluasi yang diperoleh harus diinformasikan
pribadi kepada akseptor didik sehingga sanggup dimanfaatkan untuk kepentingan akseptor
didik (assessment as learning), pendidik (assessment for learning), dan satuan pendidikan
selama proses pembelajaran berlangsung (melalui Penilaian Harian/pengamatan harian)
maupun sehabis beberapa kali agenda pembelajaran (Penilaian Tengah Semester), atau
sehabis selesai agenda pembelajaran selama satu semester.
Hasil evaluasi berupa informasi perihal akseptor didik yang telah mencapai kriteria
ketuntasan minimal (KKM) dan akseptor didik yang belum mencapai KKM, perlu
ditindaklanjuti dengan agenda pembelajaran remedial dan pengayaan bagi akseptor didik
yang telah melampaui KKM. Penilaian yang dilakukan oleh pendidik juga digunakan untuk
mengetahui capaian simpulan penguasaan kompetensi akseptor didik yang dituangkan dalam
rapor.
Hasil evaluasi merupakan cerminan prestasi dan tingkah laris akseptor didik selama
melaksanakan acara belajar. Dengan melihat hasil simpulan beserta keterangan yang ada
akseptor didik sanggup mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga beliau sanggup
memperbaiki sikap dalam pembelajaran selanjutnya. Bagi pendidik, hasil mencar ilmu yang
dicapai akseptor didik merupakan cerminan prestasi dan kondisi yang sanggup dicapainya
dalam mengimplementasikan agenda pembelajaran yang sudah dirancang di dalam Silabus
dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Oleh lantaran itu, hasil evaluasi yang
diperoleh akseptor didik menjadi materi untuk memperbaiki agenda pembelajaran yang
disusunnya sekaligus mencari upaya untuk meningkatkan keprofesionalannya.
Selain itu, pendidik bertanggung jawab pula untuk memperbaiki prestasi akseptor
didik yang belum berhasil melalui agenda perbaikan/remediasi. Bagi akseptor didik yang
sudah mencapai batas maksimum, pendidik sanggup memberi agenda pengayaan dengan
tujuan membuatkan prestasinya. Hal yang dihentikan dilupakan dalam pemanfaatan hasil
evaluasi akseptor didik yaitu untuk menyusun laporan hasil evaluasi sebagai fungsí
administrasi.
Pada prinsipnya nilai simpulan suatu mata pelajaran yaitu campuran dari seluruh
pencapaian KD yang ditargetkan. Dengan demikian, pendidik harus menciptakan tabel
spesifikasi yang memuat macam KD dan pencapaian hasil setiap KD, termasuk aspek yang
dinilai dalam setiap KD. Pendidik juga harus menciptakan pembobotan atas dasar hasil yang
diperoleh sesuai dengan jenis evaluasi yang dilakukan. Perlu diperhatikan bahwa yang lebih
penting yaitu evaluasi harus terbuka dalam arti bahwa akseptor didik semenjak awal sudah
memahami bagaimana pendidik dalam menilai keberhasilan belajarnya

Anda mungkin juga menyukai