Anda di halaman 1dari 21

BAB I

I. STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. SS
 Umur : 54 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Alamat : Dukuh, Sanggrahan Sukoharjo
 No Register : 04110X
 Tanggal Pemeriksaan : 4 Mei 2018

B. RIWAYAT PENYAKIT
1. KELUHAN UTAMA
Pusing berputar

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang dengan keluhan pusing berputar, keluhan dirasakan
sejak 1 HSMRS, keluhan dirasakan tiba-tiba, keluhan dirasakan
hilang timbul, terutama bila berubah posisi kepala, keluhan
dirasakan seperti pasien mau jatuh keluhan timbul secara
mendadak, setiap keluhan berlangsung sebentar kurang dari 1
menit, keluhan lain yang dirasakan mual (+), muntah (+) ± 10 kali
hingga saat ini, keluhan dirasakan semakin memberat bila pasien
membuka mata dan membaik bila pasien menutup mata, telinga
berdenging (+), nyeri perut (+) pada bagian ulu hati, keluhan
pusing berputar baru pertama kali dirasakan. Pasien belum minum
obat untuk mengobati keluhannya tersebut.

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


 Hipertensi : (+)
 Diabetes Melitus : disangkal
 Trauma : disangkal
 Tumor : disangkal
 Alergi makanan & obat : disangkal
 Penyakit serupa yang diderita saat ini: disangkal
 Penyakit lain yang diderita : disangkal

4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

1
 Tumor : disangkal
 Penyakit yang diderita saat ini : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
1) Vital Sign
TD : 174/83 mmHg
N : 60 x/menit
RR : 18 x/menit
S : 36,3˚C
2) Status Internus
a Kepala : CA (-/-) SI (-/-)
b Leher : PKGB(-/-)
c Thorax :
Pulmo :
Inspeksi : Simetris, Massa (-)
Palpasi : Fremitus (+/+)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : SDV(+/+) Wheezing(-/-)Rhonki(-/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat
Perkusi : Redup, Batas jantung (DBN)
Auskultasi : BJ I/II reguler, bising(-/-)
d Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut sejajar dari dada
Palpasi : Massa(-), Nyeri tekan (+)
epigastirum
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+)
e Ektremitas :

Edema - -
- -
Akral H H
H H
3) Status Neurologis
a. Kesadaran : Compos Mentis
Glasgow Coma Scale : E4 V5 M6

b. Meningeal Sign :
 Kaku kuduk : Tahanan (-)
 Brudzinski I : (-)
 Brudzinski II : (-)
 Brudzinski III : (-)
 Brudzinski IV : (-)

2
 Kernig : (-)

c. Nervus Cranialis :
Nervus Pemeriksaan Dextra Sinistra
N. Olfactorius Daya Pembau + +
N. Opticus Visus 6/6 6/6
Buta Warna - -
N. Occulomotorius Pupil
DBN DBN
Reflek Cahaya
Miosis Miosis
M.rectus lateralis
dbn dbn
Supor dbn dbn
M.rectus lateralis dbn dbn
Infor
+ +
Membuka mata
N. Trochlearis M.obliquus superior Dbn Dbn
N. Trigeminus Motorik : Ada Ada
-Menggigit
kontraksi kontraksi
M.temporalis M.temporalis
& &
M.masetter M.masetter
Os.
-Membuka mulut
Os.
Mandibulla
Sensorik : Mandibulla
simetris
-Sensibilitas
simetris

dbn dbn
N. Abducens M.rectus lateralis Dbn Dbn
N. Facialis a.Mengangkat alis a. + a. +
b.Mengerutkan dahi b. + b. +
c.Menutup mata c. + c. +
d.Menggembungkan d. + d. +
pipi
e. Simetris e. Simetris
e.Tersenyum
N. Pendengaran (bising
+ +
Vestibulochoclearis jam tangan)
N. a. Tersedak a. – a. –
b. Faring b. Terangkat b. Terangkat
Glossopharingeus
c. Reflek muntah c. + c. +
N. Vagus Bersuara Disphony (-) Disphony (-)
Menelan Dbn dbn

N. Accesorius Memalingkan Ada Ada

3
kepala Kontraksi kontraksi
M.sterno M.sterno
Mengangkat bahu
Ada Ada
kontraksi kontraksi
M.trapezius M.trapezius
N. Hypoglossus Menjulurkan lidah dbn Dbn
Kesan Nervus Cranialis : Nevus cranialis pasien dalam batas
normal.
d. Motorik :
Gerakan B B
B B
Kekuatan 555 555
555 444
Trofi E E
E E
Klonus : Patella & Ankle (-)

Reflek Fisiologis :
BPR +2 +2 KPR +2 +2
+2 +2 +2 +2
TPR +2 +2 APR +2 +2
+2 +2 +2 +2

Reflek Patologis :
Pemeriksaan Dextra Sinstra
Hoffman - -
Tromner - -
Babinski - -
Chaddock - -
Gonda - -
Stransky - -
Mandel B - -
Rosolimo - -
Oppenhim - -
Gordon - -
Schaffer - -
Kesan Motorik : dalam batas normal

e. Sensorik
Eksteroseptif
No Pemeriksaan Ektremitas
+ +
1 Nyeri + +

4
+ +
2 Taktil + +

Propioseptif
No Pemeriksaan Ektremitas
+ +
1 Tekan + +

+ +
2 Gerak + +

f. Fungsi Cerebelum
 Finger to nose : (+/+)
 Heel to shin : (+/+)
 Romberg test : (-/-)
 Rebound phenomen : (+/+)
Kesan : Dalam batas normal

g. Fungsi Vegetatif
 Miksi : 5-7 x sehari ±500cc, warna kuning
jernih, darah (-)
 Defekasi : DBN, Konstipasi (-), konsistensi
lunak, darah (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Darah lengkap dan Kimia Darah
No Parameter Jumlah Nilai Rujukan
1. WBC 10.5 4-10
2. Gran# 7.8 2-7
3. HGB 13.2 11-16
4. RBC 4.39 3.5-5.5
5. HCT 42.2 37-54
6. PLT 242 150-450
7. GDS 116 70-100

2. EKG
Kesan sinus rythm normal EKG

5
D. RESUME
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar, keluhan dirasakan sejak 1
HSMRS, keluhan dirasakan tiba-tiba, keluhan dirasakan hilang timbul,
terutama bila berubah posisi kepala, keluhan dirasakan seperti pasien mau
jatuh keluhan timbul secara mendadak, setiap keluhan berlangsung
sebentar kurang dari 1 menit, keluhan lain yang dirasakan mual (+),
muntah (+) ± 10 kali hingga saat ini, keluhan dirasakan semakin memberat
bila pasien membuka mata dan membaik bila pasien menutup mata, telinga
berdenging (+), nyeri perut (+) pada bagian ulu hati, keluhan pusing
berputar baru pertama kali dirasakan.
RPD : -
RPK : -
Vital Sign
TD : 174/83 mmHg
N : 60 x/menit
RR : 18 x/menit
S : 36,3˚C

Status Internus
Kepala : CA (-/-) SI (-/-)
Leher : PKGB(-/-)
Thorax : pulmo, cor dbn
Abdomen : dbn
Ektremitas : dbn
Status Neurologis
Kesadaran : Compos Mentis
Meningeal Sign : -
Nervus Cranialis : dbn
Motorik :
555 555
kekuatan otot 555 444

Sensorik : dbn
Reflek Fisiologis : n/n
Reflek Patologis : -/-
Fungsi Cerebelum : dbn

6
Fungsi Vegetatif : normal

E. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Vertigo vestibularis perifer, vomitus, hipertensi
Diagnosis topis : Organ vestibularis
Diagnosis etiologi : Idiopatik

F. PLANNING
 Terapi
O2 3 lpm
Infus Asering 20 tpm
Inj dipenhidramin 20mg/12jam
Inj anbacim 1 gr/12jam
Inj ranitidin 50mg/12jam
Betahistine 3 x 6mg
Gratizin 2 x 5mg
Candesartan 8mg- 0 – 0
Sucralfat syr 3 x 1C

G. Perjalanan Penyakit
Hari II tanggal 5-5-2018
S: Pasien mengatakan pusing berputar
O: TD : 140/80
A: Vertigo
Hipertensi
Dispepsia
P: O2 3 lpm
Infus Asering 20 tpm
Inj dipenhidramin 20mg/12jam
Inj anbacim 1 gr/12jam
Inj ranitidin 50mg/12jam
Betahistine 3 x 6mg
Gratizin 2 x 5mg
Candesartan 8mg- 0 – 0
Sucralfat syr 3 x 1C

Hari ke III tanggal 6-5-2018


S: Pusing berputar sudah berkurang
O: TD : 140/100
A: Vertigo
Hipertensi
Dispepsia
P: terapi sebelumnya dilanjutkan

Hari ke 4 tanggal 7 -5 2018


S: Pasien mengatakan keluhan sudah berkurang
O: 140/80
A: Vertigo

7
Hipertensi
Dispepsia
P: Pasien diperbolehkan pulang
Obat pulang:
Betahistine 3x 6 mg
Ranitidine 2 x 50 mg
Syr Sucralfat 3 x 1 C
Edukasi:
- Bila pasien bangun dari tempat tidur harus perlahan-
lahan
- Memberitahu pasien tentang latihan Brandt-Daroff
untuk latihan di rumah agar terbiasa dengan beberapa
posisi sehingga tidak muncul keluhan pusing berputar
saat berpindah posisi.

Diagnosis Masuk : Vertigo


Diagnosis Keluar : Vertigo Perifer dengan riwayat Hipertensi

H. PROGNOSIS
 Disease : Dubia ad bonam
 Discomfort : Dubia ad bonam
 Disatistaction : Dubia ad bonam
 Disability : Dubia ad bonam
 Death : Dubia ad bonam

BAB II

I. VERTIGO
A. Definisi
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada
sensasi berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing
(dizziness) sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. Berbagai macam defenisi
vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai
sekarang nampaknya banyak dipakai adalah yang dikemukakan oleh Gowers pada
tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau obyek-
obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan keseimbangan.

8
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering
dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada
perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena
kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. BPPV
pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus
dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi
akibat gangguan otolit.

B. Epidemiologi
Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) disebut sebagai gangguan
vestibular yang umum dikenal; dalam suatu kelompok pasien, onset umur rata-
ratanya adalah 54 tahun, dengan range 11 sampai 84 tahun. Froehling et al.
mengestimasikan bahwa insidennya sebanyak 107 kasus per 100.000 populasi per
tahun. Sebuah penelitian di Jepang pada pasien dengan BPPV saja jika mereka
memiliki nistagmus pada tes Dix-Hallpike ditemukan insidensnya sebanyak 10,7
kasus per 100000 per tahun. Pada pengalaman sebelumnya, didapatkan adanya
hubungan antara BPPV dengan vestibular neuritis pada 10% pasien dan trauma
kepala pada 20% pasien. Sama halnya, Baloh et al. melaporkan bahwa 15% kasus-
kasus BPPV diikuti oleh neurolabirintitis dan 18% oleh trauma kepala. Namun,
pada kebanyakan pasien BPPV, tidak temukan adanya hubungan tersebut.

C. Anatomi dan Fisiologi


Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin),
terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara
umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat
keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin
membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk
labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimfa,
sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa
lebih tinggi daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin
membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap

9
labirin terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss
anterior (superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula
utrikulus dan sakulus.

Gambar 1. Anatomi labirin

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di


sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ
visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut
akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang
merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin
tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya
terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis
semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan
dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang
terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu
substansi gelatin yang disebut kupula.

10
Gambar 2. Gambaran skematis dari epitel vestibular menggambarkan 2 tipe sel dan
hubungan nervus pada sel tersebut. Terlihat pula kupula dari kanalis semisirkularis
dan sel rambut.

D.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan


cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk.
Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion
kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-
sasi dan akan merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya
akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di
otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi
hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi
mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi

11
mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-cepatan linier atau percepatan sudut.
Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang
sedang berlangsung.
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain,
sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan.
Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung
berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.

D. Etiologi
BPPV merupakan penyakit degenerative yang idiopatik yang sering
ditemukan, kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut. Penyebab
utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera kepala. Pada
orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem vestibuler
pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya usia.
Penyebab lain yang jarang ditemukan adalah labirintitis virus, neuritis
vestibularis, pasca stapedektomi, fistula perlimfa, dan penyakit meniere. BPPV
merupakan penyakit pada semua usia dewasa. Pada anak belum pernah
dilaporkan.

E. Patofisiologi
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
• Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk
menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang
berisi kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari
macula utriculus yang sudah berdegenerasi, menernpel pada permukaan
kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi
sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini
analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot
ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung
miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini
digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita

12
dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike).
KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak
secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan
pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan
waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya
pusing dan nistagmus.

• Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith
bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan
partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang
paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi
ke atas sarnpai ± 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan
cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula
membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing.
Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan
pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah
berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang
berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh
kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ
saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis
teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan "delay" (latency)
nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak.
Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin
kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag
dapat menerangkan konsep kelelahan "fatigability" dari gejala pusing.

F. Diagnosis
A. Anamnesis

13
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20
detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik
di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke
atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual.
B. Pemeriksaan fisis
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan,
dan pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisis standar untuk
BPPV adalah Dix-Hallpike. Cara melakukannya sebagai berikut
­ Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan,
dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa
detik.
­ Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga
ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o – 40o, penderita
diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
­ Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang
terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk
bergerak, kalau ia memang sedang berada di KSS posterior.
­ Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
­ Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
­ Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan
ipsilateral.
­ Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang
yang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah
berlawanan.
­ Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi
kiri 45o dan seterusnya

14
Gambar. perasat Dix-Hallpike
A. Perasat Dix-Hallpike kanan,
B. perasat Dix-Hallpike kiri

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya
lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila
sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu
menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.

H. Diagnosis Banding
 Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada
hakikatnya merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan
pusing berat dengan mual, muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri
atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga hingga empat hari.
Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah Sakit wrtuk mengatasi gejala
dan dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan

15
dan ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik dapat
berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan
pendengaran.10
 Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan
mekanisme telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan
patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau
supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur
didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak
bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan
pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh
produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh
organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri
akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan
gangguan pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir,
labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat
menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan
patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.12
 Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya
belum diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan
pendengaran, tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita
dewasa.
Patofisiologinya adalah pembengkakan endolimfe akibat
penyerapan endolimfe dalam skala media oleh stria vaskularis terhambat.
Manifestasi klinisnya adalah vertigo disertai muntah yang
berlangsung antara 15 menit sampai beberapa jam dan berangsur
membaik. Disertai pengurnngan pendengaran, tinitus yang kadang
menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali,
dapat disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan meskipun
frekuansinya bertambah.

16
I. Penatalaksanaan
1. Maneuver Epley
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi
debris yang terdapat pada utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah
manuver seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah. Manuver mungkin
diulangi jika pasien masih menunjukkan gejala-gejala. Bone vibrator bisa
ditempatkan pada tulang mastoid selama manuver dilakukan untuk
menghilangkan debris.

Gambar. Maneuver Epley

Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk dengan


kepala dimiringkan 45o pada sisi yang memicu. (1) pasien diposisikan sama
dengan posisi Hall-pike sampai vertigo dan nistagmus mereda. (2) kepala pasien
kemudian diposisikan sebaliknya, hingga telinga yang terkena berada di atas dan

17
telinga yang tidak terkena berada di bawah. (3) seluruh badan dan kepala
kemudian dibalikkan menjauhi sisi telinga yang terkena pada posisi lateral
dekubitus, dengan posisi wajah menghadap ke bawah. (4) langkah terakhir adalah
mendudukkan kembali pasien dengan kepala ke arah yang berlawanan pada
langkah 1.

2. Metode Brand Daroff


Pasien duduk tegak di pinggir tempat dengan kedua tunggkai tergantung,
dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi,
pertahankan selama 30 detik, setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik,
dengan cepat baringkan ke sisi yang lain, pertahankan selama 30 detik lalau
dudk kembali. Lakukan latihan ini slema 3 kalipada pagi hari, siang dan
malam hari masing-masing diulang 5 kali dilakukan selama 2 mingguatau 3
minggu dengan latihan sore dan malam hari.

3. Terapi simptomatik
Lama pengoatan bervariasi sebagian kasusudapat dihentikan pengobatan
setelah beberapa minggu, beberapa golongan yang sering digunakan :
­ Antihistamin (Dimenhidrinat, Difenhidramin, Meksilin, Siklisin)
 Dimenhidrinat lama kerja obat 4-6 jam dapat diberi per oral
atau parenteral (i.m atau i.v) dengan dosis 25 mg- 50ng (1
tablet) 4kali sehari
 Difenhidramin HCI lama aktifitas obat ini adalah 4-6 jam
dengan dosis 25mg (1 kapsul) -50 mg, 4kali sehari per oral
 Senyawa Betahistine (analog histamin)
Betahistine Mesylate dengan dosis 12 mg 3 kali sehari per oral
Betahistin HCI dengan dosis 8-24 mg, 3 kalis ehari. Maksimal
6 tablet dibagi dalam beberapa dosis
­ Kalsium Antagonis
 Cinnarzine, mempunyai kasiat menekan fungsi vestibular
dan dapat mengurangi respon terhadap akselerasi angular

18
dan linier. Dosis biasanya adlaah 15 -30 mg 3 kali sehari
atau 1 x 75 mg sehari.

4. Edukasi
 Karena gejala yang timbul hebat pasien menjadi cemas dan
khawatir akan adanya penyakit berat seperti stroke atau
tumor otak. Oleh karena itu pasien perlu diberikan
penjelasan bahwa BPPV bukan sesuatu yang berbahaya dan
prognosisnya baik, serta hilang spontan setlah beberapa
waktu, namun kadang-kadang dapat berlangsung lama dan
dapat kambuh kembali.
5. Operasi
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat.
Pasien ini gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat
kelainan patologi intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV
disebabkan oleh respon stimulasi kanalis semisirkuler posterior, nervus
ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang utama nervus vestibuler.
Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi langsung
nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga
fungsi pendengaran.

J. PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure) biasanya
bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus
tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2000. p.341-59
2. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E,
Iskandar N, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi
Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9
3. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009
[cited 2009 May 20th]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview
4. Furman JM, Cass SP. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. NEJM
[online] 2009 [cited 2009 May 30th]. Available from :
http://content.nejm.org/cgi/reprint/341/21/1590.pdf
5. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam :
Arsyad E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101
6. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H,
Santoso R, Editor : Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta
: EGC. 1997. h 39-45
7. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi
Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189
8. Balasubramanian. BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo). [online]
2009 [cited 2009 May 30th]. Available from :
http://www.drtbalu.com/BPPV.html

20
9. Anonym. The Membranous Labyrinth Of The Vestibular. [online] 2009
[cited 2009 May 30th]. Available from : http://cache-
media.britannica.com/eb-media/86/4086-004-EA855487.gif
10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Pusing .
Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 2001.
Hal 51-53

21

Anda mungkin juga menyukai