Anda di halaman 1dari 11

30

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Jalannya Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2018 di Puskesmas Padang Serai

dengan menggunakan data sekunder. Penelitian dilakukan untuk mengetahui

hubungan usia ibu dan paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil di

wilayah kerja Puskesmas Padang Serai tahun 2018. Data sekunder diperoleh

dengan melihat catatan buku laporan ibu hamil (register) untuk memperoleh

data status anemia ibu, usia ibu dan jumlah paritas ibu. serta peneliti

langsung melakukan pencatatan data yang diperlukan dalam format

pengumpulan data (checklist). Sampel dalam penelitian ini adalah ibu hamil

yang anemia tercatat di buku register Puskesmas Padang Serai pada tahun

2017 yang memenuhi kriteria inklusi yang berjumlah 143 orang. Sampel

diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling, dimana

sampel diberikan kesempatan yang sama dan diambil secara langsung dari

data register Puskesmas Padang Serai.


Data yang diperoleh kemudian dilakukan pengelompokkan, selanjutnya

dilakukan pengolahan data dan analisis data. Pengolahan data dilakukan

dengan tahap : Editing, Coding, Data Entry, Cleaning,dan Tabulating.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical

Product Service and Solution).

B. Hasil penelitian
31

1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi

yang dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:


Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi usia ibu hamil, paritas dan kejadian
anemia di wilayah kerja Puskesmas Padang serai tahun
2018

No Variabel Frekuensi Presentase


(n=143) (100%)
1 Anemia
Anemia 92 64,3%
Tidak Anemia 51 35,7%
2 Usia Ibu
Berisiko (<21 atau >35 tahun) 68 47,6%
Tidak berisiko (21-35 tahun) 75 52,4%
3 Paritas
Berisiko (≥4 kali) 82 57,3%
Tidak berisiko (<4 kali) 61 42,7%

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

ibu (64,3%) anemia, sebagian ibu (47,6%) berusia berisiko (<21 atau >35)

tahun, sebagian ibu (57,3%) memiliki paritas berisiko (≥4 kali).


2. Analisis Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen (usia ibu dan paritas) dengan variabel dependen

(anemia) yang dijelaskan dalam tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2 Hubungan usia ibu dengan kejadian anemia pada ibu hamil
di wilayah kerja Puskesmas Padang serai tahun 2018

Anemia Nilai OR
Usia Ibu Anemia Tidak Jumlah p CI
Anemia 95%
n % n % n % 0,000 10,078
Berisiko (4,230-
(<21 atau >35 60 88,2 8 11,8 68 100,0 24,010)
tahun)
32

Tidak
berisiko 32 42,7 43 57,3 75 100,0
(21-35 tahun)

Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa 68 responden yang

berusia berisiko ` sebagian besar mengalami anemia (88,2%). Sedangkan

75 responden yang berusia tidak berisiko (21-35 tahun) hampir sebagian

besar tidak mengalami anemia (57,3%). Dari hasil uji statistik

menunjukkan ada hubungan usia ibu dengan anemia di Wilayah Kerja

Puskesmas Padang Serai dengan nilai p = 0,000 dan OR= 10,078. Hal ini

berarti ibu berusia berisiko (<21 atau >35 tahun) berpeluang 10,078 kali

mengalami anemia dibandingkan dengan ibu berusia tidak berisiko (21-35

tahun).

Tabel 4.3 Hubungan paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil
di wilayah kerja Puskesmas Padang Serai tahun 2018

Anemia Nilai OR
Paritas Anemia Tidak Jumlah p CI
Anemia 95%
n % n % n %
Berisiko 100,0
63 76,8 19 23,2 82 3,659
(≥4 kali)
0,000 (1,784-
Tidak 100,0
7,502)
berisiko 29 47,5 32 52,2 61
(<4 kali)

Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa 82 responden yang

memiliki paritas berisiko (≥4 kali) sebagian besar mengalami anemia

(76,8%). Sedangkan 61 responden yang memiliki paritas tidak berisiko (<4

kali) hampir sebagian besar tidak mengalami anemia (52,2%). Dari hasil

uji statistik menunjukkan ada hubungan paritas dengan anemia di Wilayah

Kerja Puskesmas Padang Serai dengan nilai p = 0,000 dan OR= 3,659. Hal
33

ini berarti ibu yang memiliki paritas berisiko (≥4 kali) berpeluang 3,659

kali mengalami anemia dibandingkan dengan ibu yang memiliki paritas

yang tidak berisiko (< 4 kali).

C. Pembahasan
1. Hubungan usia ibu dengan kejadian anemia pada ibu hamil di

wilayah kerja Puskesmas Padang serai tahun 2018

Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa sebagian besar

(47,6%) ibu berusia berisiko (<21 atau >35 tahun) dan dari hasil analisis

bivariat didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia ibu

dengan kejadian anemia pada ibu hamil dengan nilai p=0,000 dan OR=

10,078. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang berusia <21 atau > 35 tahun

berpeluang 10,078 kali berisiko mengalami anemia dibandingkan dengan

ibu yang berusia 21-35 tahun.

Hal ini dikarenakan usia ibu yang kurang dari 21 tahun masih terlalu

muda dan organ reproduksinya masih belum berkembang secara matang

dan belum begitu siap dalam menghadapi perubahan selama kehamilan

dan persalinan sedangkan ibu yang berusia lebih dari 35 tahun kinerja

organ reproduksinya mulai menurun sehingga berisiko bagi ibu selama

masa kehamilan.

Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa umur ibu sangat

menentukan kesehatan maternal dan berkaitan dengan kondisi kehamilan,

persalinan dan nifas serta cara mengasuh dan menyusui bayinya. Ibu yang

berumur kurang dari 21 tahun masih belum matang dan belum siap dalam
34

hal jasmani dan sosial dalam menghadapi kehamilan dan persalinan.

Sedangkan ibu yang berumur 21-35 tahun, disebut sebagai “masa dewasa”

dan disebut juga masa reproduksi, dimana pada masa ini diharapkan

masalah-masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional, terutama

dalam menghadapi kehamilan, persalinan dan merawat bayinya

(Prawiroharjo, 2007).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Desfauza (2017) yang

mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan

anemia pada ibu hamil dengan nilai p=0,01 <0,05. Peneliti mengatakan

bahwa umur ibu hamil <21 tahun dan lebih 35 tahun akan menimbulkan

anemia pada ibu hamil 1,51 kali dibandingkan ibu hamil usia 21-35 tahun.

Umur merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya anemia

pada ibu hamil.

Penelitian ini sesuai dengan teori yang di kemukakan Labib (2012)

yang mengatakan bahwa hamil diumur yang sangat muda 35 tahun akan

mengganggu reproduksi yang mencakup gizi untuk menjamin

pertumbuhan sempurna. Kehamilan diusia < 21 tahun dan diatas 35 tahun

dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia < 21 tahun

secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum

matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan

kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi selama

kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan


35

kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang

sering menimpa diusia ini.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kavle, et al (2008)

dengan hasil bahwa ada hubungan antara anemia pada ibu dengan usia ibu

serta paritas pada ibu hamil.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Astriana (2017) yang

mengatakan bahwa ada korelasi antara usia ibu dengan kejadian anemia

pada ibu hamil dengan nilai p=0,028. Umur beresiko lebih banyak

mengalami anemia pada ibu hamil dibandingkan responden dengan umur

tidak beresiko. Hal ini dikarenakan kehamilan diusia < 21 tahun dan >35

tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia < 21

tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya

belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang

mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-

zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia >35 tahun terkait

dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai

penyakit yang sering menimpa diusia ini

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian kecil (11,8%)

ibu yang berusia berisiko (<21 atau >35 tahun) tidak mengalami anemia.

Hal ini dikarenakan ada faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor

pengetahuan, pendidikan, keterpaparan informasi dan dukungan dari

petugas kesehatan. Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang

kehamilan terutama tentang pencegahan anemia seperti konsumsi makanan


36

tinggi zat besi dikarenakan mendapatkan informasi dari buku, media

elektronik dan juga petugas kesehatan.

Pengetahuan ibu sangat berpengaruh atas gizi bayi yang dikandungnya

dan juga pola konsumsi makanan terutama makanan yang mengandung zat

besi, karena apabila kekurangan zat besi pada masa kehamilan dalam

waktu yang relatif lama akan menyebabkan terjadinya anemia

(Notoatmodjo, 2012).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian kecil (42,7%) ibu

yang berusia 21-35 tahun ada yang mengalami anemia. Hal ini

dikarenakan faktor-faktor yaitu ekonomi yang kurang membuat gizi ibu

kurang terpenuhi, social budaya seperti adanya pantangan makanan pada

ibu hamil dan juga kurangnya dukungan keluarga terutama suami.

Pendapatan rumah tangga akan mempengaruhi sikap keluarga dalam

memilih barang-barang konsumsi, pendapatan juga menentukan daya beli

terhadap pangan dan fasilitas lain, rendahnya konsumsi pangan serta

buruknya status gizi, kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh dan

produktivitas kerja (Awalia, 2010).

2. Hubungan paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah

kerja Puskesmas Padang Serai tahun 2018

Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa sebagian besar

(57,3%) ibu memiliki paritas berisiko (≥4 kali) dan dari hasil analisi

bivariate didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara paritas

dengan kejadian anemia pada ibu hamil dengan nilai p=0,000 dan OR =
37

3,659. Hal ini berarti bahwa ibu yang memiliki paritas berisiko (≥4 kali)

berpeluang 3,659 kali berisiko mengalami anemia dibandingkan dengan

ibu yang memiliki paritas tidak berisiko (<4 kali).

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa sebagian besar ibu

(76,8%) yang memiliki paritas berisiko (≥4 kali) mengalami anemia. Hal

ini dikarenakan pada ibu yang sering melahirkan terjadi kehilangan zat

besi yang banyak sehingga semakin menyebabkan anemia, selain itu juga

faktor jarak kehamilan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Purwandari,dkk (2016)

yang mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas

dengan anemia (p=0,005). Wanita yang sering melahirkan resiko

mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak

memperhatikan kebutuhan nutrisi karena selama hamil zat-zat gizi akan

terbagi untuk ibu dan janin.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Despauza (2016) yang

menunjukkan bahwa ada hubungan paritas dengan kejadian anemia pada

ibu hamil (p=0,002) dengan nilai PR= 1,561 yang artinya paritas berisiko

menimbulkan kejadian anemia pada ibu hamil 1,561 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan ibu hamil paritas tidak berisiko.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Astriana (2017) yang

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan

kejadian anemia pada ibu hamil. Responden dengan paritas berisiko lebih

banyak mengalami anemia pada ibu hamil dibandingkan respoden dengan


38

paritas tidak berisiko. Hal ini dikarenakan paritas merupakan salah satu

faktor penting dalam kejadian anemia zat besi pada ibu hamil.

Hal tersebut sesuai juga dengan teori yang dikemukakan oleh Labib

(2012) yang mengatakan bahwa semakin sering wanita menjalani

kehamilan dan melahirkan akan semakin banyak kehilangan zat besi dan

akan menjadi semakin anemia. Jika persediaan cadangan zat besi minimal

maka setiap kehamilan dan persalinan akan menguras cadangan Fe pada

tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilannya berikutnya.

Jarak kelahiran yang pendek mengakibatkan fungsi alat reproduksi

masih belum optimal. Pengaturan jarak kelahiran yang baik minimal dua

tahun menjadi penting untuk diperhatikan sehingga badan ibu siap untuk

menerima janin kembali tanpa harus menghabiskan cadangan zat besinya

(Labib, 2012).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Stepyani, dkk (2016)

yang mengatakan bahwa semakin sering seorang ibu melahirkan maka

semakin besar resiko kehilangan darah dan berdampak pada penurunan

kadar Hb. Pada ibu yang melahirkan lebih dari 4 kali terjadi penurunan

pada fungsi organ maupun organ reproduksinya sudah tidak bagus dan ibu

bisa mengalami kehamilan dengan resiko tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian kecil ibu (23,2%)

yang memiliki paritas berisiko (>4 kali) tidak mengalami anemia. Hal ini

dikarenakan ibu belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya


39

terutama dalam pemenuhan gizi selama masa kehamilan guna mencegah

terjadinya anemia dan juga kepatuhan ibu dalam mengkonsumsi tablet Fe.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Stepyani, dkk (2016)

yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan ibuhamil dapat menyebabkan

keterbatasan dalamupaya menangani masalah gizi dan kesehatannya.

Pengetahuan gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap pola konsumsi

pangan. Semakin tinggi pendidikan tentang gizi dan kesehatan, maka

semakin beragam pula jeni makananyang dikonsumsi sehingga dapat

memenuhi kecukupan gizi dan mempertahankan kesehatan individu.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ariyani (2016) yang

mengatakan bahwa ibu hamil yang patuh mengkonsumsi tablet Fe

memiliki resiko kejadian anemia lebih rendah dibandingkan ibu hamil

yang tidak patuh dalam mengkonsumsi tablet Fe, hal ini dikarenakan

semakin baik kecukupan konsumsi tablet Fe maka tingkat kejadian anemia

semakin rendah. Ibu hamil sangat memerlukan konsumsi tablet Fe, karena

tablet Fe adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi anemia gizi

besi yang diberikan kepada ibu hamil. Di samping zat besi tidak hanya

dibutuhkan oleh ibu saja tetapi juga untuk janin yang ada di dalam

kandungannya.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian kecil ibu

(47,5%) yang memiliki paritas tidak berisiko (<4 kali) mengalami anemia.

Hal ini dikarenakan ada faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan,


40

pendidikan, social ekonomi dan juga pola konsumsi tablet Fe serta

kunjungan ANC.

Kunjungan antenatal merupakan upaya preventif ibu hamil untuk

menghasilkan kehamilan yang sehat melalui pemeriksaan fisik, pemberian

suplemen serta penyuluhan kesehatan ibu hamil. Kunjungan antenatal

yang teratur agar supaya segera terdeteksinya berbagai faktor risiko

kehamilan salah satunya anemia (Purwandari,dkk, 2016).

Hal ini sejalan dengan penelitian Qudsiah, dkk (2012) yang

mengatakan bahwa paritas bukan satu-satunya faktor penyebab anemia

melainkan ada faktor lain yaitu faktor dasar (social ekonomi, pengetahuan,

pendidikan dan budaya) dan faktor langsung (pola konsumsi tablet Fe,

penyakit infeksi dan perdarahan).

Anda mungkin juga menyukai