Review RDTR
Review RDTR
UNIVERSITAS
UNDIP DIPONEGORO
Becomes an excellent research university
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam rangka memenuhi tugas besar mata kuliah Teori dan Praktek Penataan Ruang,
maka tulisan ini berusaha untuk mengkaji secara lebih mendalam mengenai proses
penyusunan, muatan/substansi, dan operasionalisasi/implementasi dari suatu dokumen
RDTR dalam konteks praktis dan empiris. Studi kasus yang dipilih adalah dokumen
RDTR kawasan kota Simpang Ampek di Kabupaten Pasaman Barat – Provinsi
Sumatera Barat, yang sejak tahun 2012 sudah menyusun dokumen RDTR tersebut.
Sebagai salah satu salah satu kabupaten yang sudah memiliki dokumen RDTR,
menarik untuk dikaji bagaimana sebenarnya kualitas substansi dari dokumen RDTR
yang sudah dimiliki oleh kabupaten tersebut, apakah dapat menjalankan amanat
undang-undang penataan ruang, dan mampu menjabarkan RTRW kabupaten-nya.
Diharapkan dari kajian ini didapatkan pembelajaran baik dari sisi negatif maupun positif
mengenai dokumen RDTR yang ada di lapangan, yang menjadi salah satu produk
perencanaan tata ruang dalam mendukung penataan ruang wilayah kabupaten.
1.2 TUJUAN
Tujuan dari kajian ini adalah :
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Sistematika Penulisan
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Rekomendasi
BAB 2
TINJAUAN PERATURAN
MENGENAI RDTR
berada di kabupaten. Hal ini memperlihatkan bahwa penggunaan rencana detail tata
ruang semakin meluas tidak hanya untuk wilayah yang secara administrasi merupakan
kota namun juga wilayah perkotaan yang ada di kabupaten.
Adapun kedudukan RDTR dalam sistem perencanaan tata ruang dan sistem
perencanaan pembangunan nasional dapat dilihat pada gambar berikut:
RTR Kawasan
RPJM Nasional Strategis Nasional
RPJM Provinsi
RDTR Kabupaten
RTRW Kabupaten
RTR Kawasan
RPJP Kabupaten/Kota Strategis Kabupaten
RDTR Kota
RTRW Kota
RPJM Kabupaten/Kota RTR Kawasan
Strategis Kota
Gambar 2-1. Kedudukan RDTR dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional
Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011
Gambar 2-2. Hubungan antara RTRW Kabupaten/Kota, RDTR, dan RTBL serta Wilayah
Perencanaannya
Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b tidak terpenuhi, maka
dapat disusun peraturan zonasi, tanpa disertai dengan penyusunan RDTR yang
lengkap. Sementara itu, wilayah perencanaan RDTR mencakup :
a. Wilayah administrasi;
b. Kawasan fungsional, seperti bagian wilayah kota/subwilayah kota;
c. Bagian dari wilayah kabupaten/kota yang memiliki ciri perkotaan;
d. Kawasan strategis kabupaten/kota yang memiliki ciri kawasan perkotaan;
dan/atau
e. Bagian dari wilayah kabupaten /kota yang berupa kawasan pedesaan dan
direncanakan menjadi kawasan perkotaan.
Materi Pilihan
1. Ketentuan Tambahan
2. Ketentuan Khusus
(1) zona keselamatan operasi penerbangan (KKOP);
(2) zona cagar budaya atau adat;
(3) zona rawan bencana;
(4) zona pertahanan keamanan (hankam);
(5) zona pusat penelitian;
(6) zona pengembangan nuklir;
(7) zona pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU);
(8) zona gardu induk listrik;
(9) zona sumber air baku; dan
(10) zona BTS.
3. Ketentuan Standar Teknis
4. Ketentuan Pengaturan Zonasi
Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011
Tabel 2-2. Proses Penyusunan RDTR dan Perkiraan Waktu yang dibutuhkan
Persiapan Pengolahan
Uraian Pengumpul Konsep Naskah Naskah Naskah
penyusunan dan analisis
Kegiatan -an data Pengembang Teknis Akademik Ranperda
RDTR data
-an
Perkiraan 1 bulan 2-3 bulan 2-3 bulan 2-3 bulan 2 bulan 1 bulan
waktu yang
dibutuhkan 10-13 bulan
BAB 3
GAMBARAN UMUM
WILAYAH STUDI
Penduduk Kabupaten Pasaman Barat menurut hasil Proyeksi Penduduk Tahun 2012
berjumlah sebanyak 376.548 jiwa dengan komposisi 189.750 jiwa laki-laki dan 186.798
jiwa perempuan. Pada tahun 2012 jumlah rumahtangga di Kabupaten Pasaman Barat
sebanyak 88.381 rumahtangga. jumlah penduduk terbesar berdomisili di Kecamatan
Pasaman yakni 65.056 jiwa. Sedangkan Kecamatan Sasak Ranah Pasisie dengan
jumlah penduduk 13.611 jiwa merupakan kecamatan terkecil jumlah penduduknya.
Namun jika dibandingkan dengan luas wilayah, penduduk terpadat berada di
Kecamatan Luhak Nan Duo dengan kepadatan penduduk 221 jiwa/Km2.
Tabel 3-3. Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2012
Penggunaan lahan di Kabupaten Pasaman Barat terdiri dari lahan sawah dan lahan
bukan sawah (lahan kering dan lahan lainya). Kabupaten Pasaman Barat dilihat dari
sudut penggunaan lahan yang cukup besar (diluar areal hutan) adalah perkebunan
rakyat yaitu sebesar 71.338 Ha (18,65%) dan kegiatan perkebunan besar seluas 69.541
ha (18,18%), sedangkan penggunaan lahan terendah adalah untuk kawasan industri
seluas 1.120 Ha (0,29%). lebih jelasnya penggunaan lahan Kabupaten Pasaman Barat
dapat dilihat pada tabel berikut.
Gambar 3-2. Peta Pola Penggunaan Lahan Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2008
Sumber : Dokumen RTRW Kabupaten Pasaman Barat 2011-2031
Sesuai dengan rencana struktur ruang pada RTRW Kabupaten Pasaman Barat tahun
2011-2031, Kawasan Simpang Ampek di Kecamatan Pasaman ditetapkan sebagai
Pusat Kegiatan Wilayah yang Dipromosikan Propinsi (PKWp), yang berfungsi sebagai:
Kriteria utama dalam penetapan wilayah perencanaan dalam RDTR Kawasan Kota
Simpang Ampek adalah :
c. Kawasan Kota Simpang Ampek merupakan kawasan yang relatif rendah tingkat
kerentanannya terhadap bencana gempabumi dan tsunami;
BAB 4
GAMBARAN RDTR
KOTA SIMPANG AMPEK
Untuk mencapai tujuan tersebut maka sasaran yang harus dicapai yaitu:
Rencana pola ruang merupakan rencana distribusi zona peruntukan ke dalam blok-blok.
Rencana pola ruang terdiri dari:
Gambar 4-1. Peta Rencana Pola Ruang Kawasan Kota Simpang Ampek
Sumber : Dokumen RDTR Kawasan Kota Simpang Ampek 2012-2032
Gambar 4-2. Peta Pembagian Wilayah Pengembangan (BWP) Kawasan Kota Simpang Ampek
Sumber : Dokumen RDTR Kawasan Kota Simpang Ampek 2012-2032
3. Tahap ketiga, yaitu tahun 2022 – 2027, diprioritaskan pada pemantapan Kawasan
Kota Simpang Ampek sebagai kawasan utama di Kabupaten Pasaman Barat
yang mampu memberikan pelayanan yang optimal dalam skala kabupaten.
4. Tahap keempat, yaitu tahun 2028 – 2032, diprioritaskan pada pemantapan
Kawasan Kota Simpang Ampek sebagai kawasan utama di Kabupaten Pasaman
Barat yang mampu memberikan pelayanan yang optimal dalam skala kabupaten
maupun regional.
Sementara indikasi program dalam arahan pemanfaatan ruang Kawasan Kota Simpang
Ampek meliputi : indikasi program utama, lokasi, sumber pendanaan, instansi
pelaksana, serta waktu dan tahapan pelaksanaan.
Muatan pada peraturan zonasi Kawasan Kota Simpang Ampek terdiri dari:
a. Teks Zonasi
• Ketentuan kegiatan dan penggunaan ruang (zona lindung-budidaya, aturan
penggunaan lahan (diizinkan, izin terbatas, izin bersyarat, tidak diizinkan)).
• Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang (klasifikasi intensitas pemanfaatan
lahan (sangat tinggi sd sangat rendah), ketentuan KDB, KLB, dan KDH).
• Ketentuan tata massa bangunan (ketentuan GSB, ketinggian bangunan, jarak
bebas bangunan, dan tampilan bangunan)
• Ketentuan prasarana dan sarana minimum (ketentuan pada setiap zonasi,
dan secara umum)
b. Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Zonasi
• Insentif & Disinsentif (melalui mekanisme regulasi/kebijakan seperti perizinan,
ekonomi/keuangan seperti pajak dan retribusi, serta pengadaan langsung
oleh pemerintah).
• Penggunaan lahan yang tidak sesuai (Ketentuan ini berlaku untuk
pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan
RDTR/peraturan zonasi, dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh
sesuai dengan prosedur yang benar).
c. Materi Opsional
• Ketentuan khusus
• Ketentuan tambahan
• Ketentuan standar teknis
Penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek ini direncanakan seiring dengan proses
penetapan RTRW Kab. Pasaman Barat sebagai Peraturan Daerah di tahun 2012. Dan
hasilnya, di tahun 2012 rencana tersebut terealisasi 100 %, Ranperda RTRW Kab.
Pasaman Barat disetujui dan ditetapkan menjadi Perda di pertengahan Desember 2012
dengan Nomor. 18 Tahun 2012 dan penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek juga
selesai dilaksanakan. Proses penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek ini dibagi dalam
6 tahap yaitu:
Untuk Tahap Pra Persiapan yang dilakukan di akhir tahun 2011, dilakukan oleh Pemda
yang dalam hal ini adalah Bappeda Kab. Pasaman Barat yang meliputi :
Sementara untuk tahap selanjutnya, tahap persiapan penyusunan RDTR hingga tahap
penyusunan draf ranperda RDTR dilakukan oleh pihak ketiga dengan mekanisme
pelelangan berdasarkan Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/ Jasa
Pemerintah. Pihak ketiga yang memenangkan lelang adalah konsultan perencana, CV.
Identifikasi,
Tahap
Analisis Penyusunan
Persiapan Penyusunan
Tahap dan RDTR dan Penyempurnaan
penyusunan Draft
Kegiatan Perumusan Programing Hasil
RDTR Ranperda
Konsep
Dalam penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek ini, juga dilakukan diskusi dan
koordinasi antara pihak ketiga dengan Tim Teknis penyusunan RDTR Kota Simpang
Ampek dan BKPRD Kab. Pasaman Barat.
PEJABAT
DIREKTUR
PELAKSANA
PERUSAHAAN
TEKNIS KEGIATAN
TIM TEKNIS (CV. POLY ARSITEKTUR)
KEGIATAN
TEAM KERJA
(Konsultan)
I TAHAP PERSIAPAN
A Penyusunan Rencana Rinci
1 Persiapan x
2 Penajaman Metoda dan Rencana Kerja x
3 Review Kebijakan/Dokumen Terkait x
4 Perumusan Hipotesa x
5 Pengadaan peta dasar Kecamatan x
6 Penyusunan Design Survey x
7 Penyusunan Laporan Pendahuluan x x
B Diskusi dan Koordinasi
1 Pembahasan Laporan Pendahuluan 23
2 Penyerahan Laporan Pendahuluan 25
Dengan telah selesainya penyusunan materi teknis RDTR Kota Simpang Ampek,
langkah selanjutnya adalah penetapan Ranperda RDTR menjadi RDTR. Namun
kondisinya dari tahun 2012 hingga saat ini, RDTR Kota Simpang Ampek belum
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Dengan telah ditetapkannya Perda Gubernur Sumatera Barat tersebut di atas, Dinas
Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Permukiman Propinsi Sumatera Barat melakukan
bantuan teknis terhadap kabupaten/ kota dalam rangka pendampingan dalam proses
penetapan perda RDTR Kota Simpang Ampek dengan menugaskan seorang konsultan
individu yang bertugas membantu dan memfasilitasi proses mendapatkan persetujuan
substansi dari Gubernur. Proses penetapan diawali dengan penyampaian surat
permohonan persetujuan substansi beserta kelengkapannya oleh Bupati kepada
Gubernur Sumatera Barat dan Gubernur menugaskan BKPRD untuk malakukan
penilaian kelengkapan dokumen dan evaluasi substansi dan tetap berkoordinasi
dengan BIG mengejai Peta. Hasil evaluasi dijadikan bahan untuk penyesuaian materi
teknis oleh Tim Teknis Kabupaten namun sampai pada akhir tahun 2014, penyesuain
belum dapat memenuhi standar kelayakan karena itu, BKPRD belum dapat
merekomendasikan kepada Gubernur untuk dikeluarkannya persetujuan substansi dan
akan dilanjutkan kembali di tahun 2015.
Proses yang dilalui hingga akhir tahun 2014 dapat dilihat pada bagan alir sebagai
berikut:
Pemaparan Substansi Raperda oleh Tim Teknis Kabupaten Evaluasi Substansi Teknis
Raperda oleh BKPRD
Propinsi
Agustus 2014
Juli 2014
Desember 2014
Gambar 4-5. Bagan Alir Proses Penetapan Raperda RDTR Kota Simpang Ampek
BAB 5
REVIEW RDTR
KOTA SIMPANG AMPEK
Dalam mengevaluasi proses penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek ini, acuan yang
digunakan adalah Permen PU No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan
RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/ Kota. Dalam lingkup pembahasan ini,
komponen yang akan dievaluasi adalah tahap penyusunan, jangka waktu penyusunan,
sumber daya penyusunan, peran BKPRD, Peran Stakeholder dan Tim Teknis, dan
Pelibatan Peran serta masyarakat dalam penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek.
a. Tahapan Penyusunan
Proses penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek telah mencakup seluruh tahap
kegiatan berdasarkan Permen PU No. 20 Tahun 2011. Hanya saja pada sub bagian
tahap pengumpulan data, ada satu tahap yang tidak dilalui yaitu tahap penjaringan
aspirasi masyarakat. Hal ini tentu sangat berpengaruh sekali terhadap kualitas data
yang dikumpulkan oleh penyedia jasa dengan arti kata, masyarakat tidak dilibatkan
dalam proses penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek ini.
Pada tahapan tertentu, dilakukan pemaparan oleh pihak penyedia jasa yaitu CV. Poly
Arsitektur kepada Stakeholder yang dalam hal ini dilakukan presentasi sebanyak 3 kali
yaitu pada pendahuluan, antara dan akhir. Presentasi tersebut dilakukan dengan
mengundang seluruh stakeholder terkait, SKPD, BKPRD dan DPRD. Namun
sayangnya, sebagian besar yang hadir bukan yang berkompeten apalagi yang
mempunyai kapasitas dan kapabilitas dalam memberikan koreksi, masukan dan kritikan
terhadap RDTR yang disusun. Masyarakat pun tidak dilibatkan dalam acara presentasi
tersebut sehingga, kualitas RDTR yang disusun tersebut hanya mengandalkan kualitas
sumber daya tenaga ahli dari CV. Poly Arsitektur.
Dalam mengevaluasi proses penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek, tentu harus
punya acuan / aturan yang dalam hal ini adalah berdasarkan Permen PU No. 20 Tahun
2011. Hasil evaluasi menunjukkan dari 11 poin kategori, 10 dilaksanakan dan hanya 1
yang tidak. Jika dipersentasekan maka penilaiannya adalah 90,9 % telah sesuai.
Perkiraan waktu yang dibutuhkan dalam penyusunan RDTR mengacu pada Lampiran
Permen PU No. 20 Tahun 2011 adalah 10 s.d.13 bulan. Namun dalam pelaksanaannya,
Penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek hanya dilakukan dalam waktu 4 bulan. Pada
tabel berikut akan disandingkan jangka waktu penyusunan RDTR antara Permen PU
No. 20 Tahun 2011 dengan realita pelaksanaan di Kab. Pasaman Barat.
Tabel. 5-2. Evaluasi Jangka Waktu Penysunan RDTR Kota Simpang Empat
Waktu Penyusunan
No Tahapan Proses Penyusunan RDTR Dilaksa- Berdasarkan
nakan/ Permen PU Realisasi
tidak No. 20 /2011
1 Pra persiapan penyusunan RDTR
1) Penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK)/TOR; Ya Tidak dijelaskan Tidak jelas
2) Penentuan metodologi yang digunakan; dan Ya
3) Penganggaran kegiatan penyusunan RDTR. Ya
2 Persiapan penyusunan RDTR
1) Persiapan awal, yaitu upaya pemahaman terhadap Ya
KAK/TOR penyiapan anggaran biaya;
2) Kajian awal data sekunder, yaitu review RDTR Ya 1 Bulan ½ Bulan
sebelumnya dan kajian awal RTRW
kabupaten/kota dan kebijakan lainnya; Persiapan
teknis pelaksanaan meliputi penyusunan
metodologi/metode dan teknik analisis rinci, serta
penyiapan rencana survei
3 Pengumpulan Data
1) Penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat Tidak
dilaksanakan melalui penyebaran angket, temu
wicara, wawancara orang perorang, dan lain 2-3 Bulan 1 Bulan
sebagainya; dan/atau
2) Pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi BWP Ya
secara langsung melalui kunjungan ke bagian
wilayah kota.
4 Pengolahan dan Analisis Data
1) Analisis karakteristik wilayah Ya
2) Analisis potensi dan masalah pengembangan BWP Ya 2-3 Bulan 1 Bulan
3) Analisis kualitas kinerja kawasan dan lingkungan Ya
5 Perumusan Konsep RDTR Ya
1) Rumusan tentang tujuan, kebijakan, dan strategi Ya 2-3 Bulan 1 Bulan
pengembangan wilayah Kabupaten/kota; dan Ya
2) Konsep pengembangan wilayah kabupaten/kota. Ya
6 Penyusunan Naskah Akademik Ya 2 Bulan ½ Bulan
7 Penyusunan Naskah Ranperda Ya 1 Bulan
Total Waktu 10-13 Bulan 4 Bulan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa waktu penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek
disusun dalam jangka waktu 4 bulan, kurang dari 50 % dari alokasi waktu penyusunan
pada Permen PU No. 20 Tahun 2011. Hal ini memberikan gambaran bahwa proses
Unsur yang tak kalah pentingnya dalam penyusunan Rencana Tata Ruang adalah
sumber daya penyusun terkait kualitas dan kapabilitasnya. Sebagaimana yang sudah
disampaikan bahwa untuk penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek dilaksanakan oleh
Pihak Ketiga yaitu CV. Poly Arsitektur dengan komposisi tenaga ahli sebagai berikut:
Tabel 5-3. Perbandingan Komposisi Tenaga Ahli Konsultan dengan yang dipersyaratkan
CV. Poly Arsitektur Lampiran Permen PU No. 20 Tahun 2011
1. Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota 1. Team leader/ Ahli perencanaan kota dan ahli
2. Ahli Transportasi ekonomi wilayah
3. Ahli Ekonomi Perkotaan 2. Arsitek
4. Ahli Geodesi/Pemetaan 3. Perancang kota
5. Ahli Teknik Arsitektur 4. Ahli ekonomi wilayah
6. Ahli Teknik Lingkungan 5. Ahli kependudukan
7. Ahli Sosial Budaya 6. Ahli prasarana
7. Ahli kelembagaan
Sumber : Laporan Pendahuluan CV. Poly Arsitektur
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pada dasarnya tenaga ahli yang terlibat
dalam penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek cukup untuk melakukan kegiatan
penyusunan RDTR. Yang kurang hanya tenaga ahli perancang kota. Namun jumlah ahli
yang terlibat tidak menjamin hasil penyusunan RDTR bernilai baik, karena yang
terpenting adalah kualitas dan kapabalitas dari ahli-ahli tersebut. Jangan sampai tenaga
ahlinya hanya pinjam pakai nama orang saja namun dikerjakan oleh orang-orang yang
tidak bertanggung jawab, seperti yang marak terjadi dalam penyusunan rencana tata
ruang di Indonesia. Sering terjadi dalam penyusunan rencana tata ruang, dilakukan oleh
orang-orang yang kurang berpengalaman, sehingga kualitas hasil rencana yang
dihasilkan rendah.
Yang terjadi dalam penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek, berdasarkan informasi
yang diperoleh dari PPTK kegiatan Penyusunan RDTR ini, dari 7 orang ahli yang
terlibat, pada saat koordinasi dan penyampaian laporan hanya 3 orang ahli yang
datang, yaitu ahli perencanaan wilayah dan kota (sebagai team leader), ahli teknik
arsitektur dan ahli teknik lingkungan, sedangkan sisanya tidak pernah menampakkan
diri sehingga diragukan akan keberadaannya, diduga hanya pinjam pakai nama saja.
Belum lagi ditinjau tentang kepemilikan sertifikat sebagai ahli perencana yang juga bisa
menunjukkan kompetensi dan kualitas dari tenaga ahli. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa kualitas sumber daya manusia yang terlibat dalam penyusunan
RDTR Kota Simpang Ampek adalah sangat rendah.
Stakeholder yang terlibat dalam penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek ini adalah :
1. SKPD terkait
Keseriusan SKPD dalam proses penyusunan RDTR ini dinilai sangat rendah. Hal
ini antara lain disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pemahaman para
Kepala SKPD terkait tentang arti dan pentingnya penyusunan RDTR ini untuk
menyukseskan program kerja SKPD terkait. Ketidakseriusan SKPD terkait ini dapat
terlihat dari penunjukan staf SKPD terkait yang ditugaskan untuk menghadiri rapat
koordinasi mengenai penyusunan RDTR ini adalah pegawai yang tidak mengerti
sama sekali dengan ilmu perencanaan apalagi yang berkaitan dengan ilmu peta.
Pada saat-saat yang membutuhkan kehadiran Kepala SKPD untuk memutuskan
sesuatu yang menurut sifat dan levelnya harus diputuskan oleh top management,
mereka juga tidak ikut menghadirinya. Lalu ketika terjadi persoalan tata ruang yang
yang berhubungan dengan SKPD, mereka cenderung lepas tangan dan tidak mau
bekerja sama untuk menyelesaikannya.
Sesuai dengan yang diamanatkan oleh UU No. 26 Tahun 2007 Pada pasal 65,
Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran
masyarakat. Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud,
dilakukan antara lain melalui partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang. Hal ini
lebih lanjut telah diatur dalam PP N0. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara
Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
Peran masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam penataan ruang karena
pada akhirnya hasil penataan ruang adalah untuk kepentingan seluruh lapisan
masyarakat serta untuk tercapainya tujuan penataan ruang, yaitu terwujudnya ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
Peran masyarakat dapat dilakukan oleh orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah
lain dalam penataan ruang. Pemangku kepentingan non pemerintah lain dapat mewakili
kepentingan individu, kelompok orang, sektor, dan/atau profesi. Masyarakat yang
dimaksud dalam hal ini adalah yang terkena dampak langsung dari kegiatan penataan
ruang, yang memiliki keahlian di bidang penataan ruang, dan/atau yang kegiatan
pokoknya di bidang penataan ruang. Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata
ruang berupa masukan mengenai :
Dalam pelibatan masyarakat ini bisa juga dengan cara penjaringan aspirasi masyarakat
yang dapat dilaksanakan melalui penyebaran angket, temu wicara, wawancara orang
perorang yang dilakukan pada tahap pengumpulan data. Namun dalam penyusunan
RDTR Kota Simpang Empat, dari awal persiapan sampai tahap proses penetapan
raperda, tidak pernah dan tidak ada melibatkan peran serta masyarakat sebagaimana
yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007. Dengan demikian,
masyarakat tidak mengetahui adanya proses penyusunan RDTR, meskipun RDTR Kota
Simpang Ampek yang telah disusun tersebut belum ditetapkan menjadi Peraturan
Daerah. Ini adalah salah satu kelemahan Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat dalam
hal penataan ruang.
Proses penetapan RDTR Kota Simpang Ampek menjadi Peraturan Daerah yang telah
dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten Pasaman Barat selama 6 Bulan, sampai saat ini
belum membuahkan hasil dengan mendapatkan persetujuan substansi dari Gubernur
Propinsi Sumatera Barat. Terhadap keadaan ini dapat dilakukan evaluasi terhadapnya
sebagai berikut.
Dengan telah diberikannya kewenangan kepada Gubernur untuk memberikan
persetujuan substansi terhadap RDTR Kabupaten/kota, semestinya dapat menjadi
solusi bagi permasalahan yang selama ini terjadi khususnya masalah waktu dan jarak
untuk berkonsultasi ke Kementerian PU dalam rangka mendapatkan Persetujuan
Substansi, sehingga diharapkan dapat terjadi percepatan dalam penetapan RDTR
Kabupaten/kota. Namun yang terjadi pada RDTR Simpang Empat justru sebaliknya,
sejak selesainya penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek Tahun 2012 hingga
sekarang belum ditetapkan menjadi Perda. Dengan keterbatasan data dan informasi
berikut beberapa evaluasi singkat terhadap kondisi tersebut dengan hasil:
Yang berperan penting dalam penetapan RDTR Kota Simpang Ampek ini adalah Tim
Teknis yang di-SK-kan oleh Bupati Pasaman Barat yang terdiri dari unsur SKPD
Bappeda, Dinas PU dan Badan Lingkungan Hidup. Personil yang menjadi tim teknis
sebagian besar adalah staf yang tidak mempunyai kapasitas dan kapabalitas dalam hal
penyusunan RDTR, sehingga setiap rapat dan pertemuan yang diadakan untuk
pembahasan RDTR tersebut, Anggota Tim Teknis lebih banyak hanya sekedar
menghadiri dan menandatangani absensi kehadiran, tanpa mampu untuk memberikan
masukan dan kritik terhadap perencanaan yang sedang dibahas dan dipaparkan. Latar
belakang keilmuan dan riwayat pekerjaan yang tidak berhubungan dengan ilmu
perencanaan atau ilmu teknis terkait lainnya, menyebabkan personil tim teknis tidak
mengerti dan paham tentang Peta. Hal ini tergambar dari hasil evaluasi yang dilakukan
oleh BKPRD Propinsi terhadap materi teknis, banyak mengenai kesalahan yang
berhubungan dengan peta.
Kualitas SDM tenaga pendamping bantuan teknis penetapan Ranperda RDTR yang
disediakan oleh Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Permukiman Propinsi
Sumatera Barat ini belum bisa bekerja maksimal dan mencapai target yang telah
ditetapkan untuk menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini dibuktikan dengan
gagalnya Kabupaten Pasaman Barat pada tahun 2014 dalam mendapatkan persetujuan
Gubernur Sumatera Barat sebagai salah satu syarat untuk penetapan Ranperda RDTR
ini. Proses rekruitmen dan penyiapan SDM yang akan ditunjuk menjadi pendamping ini
tentu perlu untuk dikaji ulang agar tidak terjadi lagi kegagalan-kegagalan dimasa yang
akan datang. Dengan pembiayaan yang telah disediakan belum mampu memenuhi
target yang diinginkan. Sehingga di tahun 2015 kembali dianggarkan dan ini termasuk
dalam salah satu pemborosan uang negara.
c. Keterlibatan BKPRD
Dalam proses penetapan RDTR ini tidak terlihat peran dan keterlibatan aktif BKPRD
Kabupaten Pasaman Barat. Padahal mestinya dalam pelaksanaan penataan ruang
yang merupakan suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang, penyusunan RDTR ini akan sangat menentukan
sekali dalam memberikan pedoman dalam langkah-langkah operasional untuk
pelaksanaan tugas bagi BKPRD. Terutama sekali dengan hal-hal yang terkait dengan
masalah perizinan pemanfaatan ruang yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Dalam melakukan analisis kesesuaian muatan RDTR Kota Simpang Ampek ini,
digunakan metode pembobotan. Metode ini dimaksudkan untuk mengukur berapa
presentase kesesuaian muatan RTDR Kota Simpang Ampek terhadap Permen PU No
20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang. Hasil
pembobotan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5-4. Hasil Analisis Kesesuaian Muatan RDTR Kota Simpang Ampek Berdasarkan Pedoman Penyusunan
Berdasarkan tabel analisis kesesuaian muatan RDTR tersebut dapat dilihat pada hasil
perbandingan menunjukkan bahwa:
1. Dari aspek muatan, 88,68% sudah terakomodir dalam Dokumen RDTR, terdiri
dari 52,83 % telah sesuai dan 335,85% masih perlu penyesuaian, baik terhadap
peraturan perundangan terkait RDTR, cakupan minimal materi teknis maupun
RTRW Kabupaten Pasaman Barat.
2. Sebanyak 11,32% muatan yang belum terakomodir dalam RDTR BWP Simpang
Ampek, antara lain Zona Perlindungan terhadap Kawasan Bawahannya (PB),
Zona Rawan Bencana (RB), Pengembangan Prasarana Lainnya yakni Jalur
Evakuasi, Besaran Perkiraan Jumlah satuan masing-masing Usulan Program
Prioritas dalam Matriks Indikasi Program, serta Ketentuan Pengaturan Zonasi.
5.2.2. Analisis Kesesuaian RDTR Kota Simpang Ampek dengan RTRW Kabupaten
Pasaman Barat
RDTR sebagai rencana rinci yang berfungsi sebagai kendali mutu pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten/kota berdasarkan RTRW; sebagai acuan bagi kegiatan pemanfaatan
ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang diatur dalam RTRW; dan
sebagai acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang. Sehingga perlu adanya
penyesuaian antara muatan dalam RDTR dengan RTRW, karena secara hirarki, RDTR
merupakan rencana rinci dari RTRW. Yang penting dalam hal ini adalah jangan sampai
RDTR yang disusun tidak berpedoman RTRW atau bahkan bertolak belakang dengan
RTRW. Untuk RDTR Kota Simpang Ampek, secara substansi tidak ada yang yang
bertentangan dengan RTRW, hanya saja terdapat kekurang-sesuaian/ketidak-sinkronan
antara pola ruang dan struktur ruang sebagai berikut :
erosi tingkat tinggi, dan teridentifikasi sebagai kawasan rawan banjir serta
termasuk zona rentan gerakan tanah. Kecamatan Luhak Nan Duo juga termasuk
kawasan rawan tsunami tingkat tinggi, sementara wilayah kecamatan Luhak Nan
Duo yang dimaksud merupakan BWP Simpang Ampek. Namun dalam
penyusunan Rencana Pola Ruang di Kota Simpang Ampek, dalam RDTR tidak
menetapkan wilayah tersebut sebagai Zona Rawan Bencana.
3. Dalam RTRW telah memuat rencana pola ruang untuk kawasan rawan bencana
dimana salah satunya termasuk BWP Simpang Ampek namun dalam Rencana
pengembangan prasarana lainnya untuk jalur evakuasi tidak ada. Seharusnya
rencana penanganan untuk kawasan rawan bencana yang ada di RTRW
dijabarkan dalam RDTR.
1. Dalam RTRW telah dimuat rencana jaringan jalan dan rencana pembagnunan
terminal yang berlokasi di BWK Simpang Ampek. Namun dalam Rencana
Jaringan Prasarana sub Pengembangan Jaringan Pergerakan tidak
mengakomodir rencana jaringan jalan untuk keluar masuk terminal sebagaimana
rencana terminal yang telah tertuang di dalam RTRW. Sehingga disini dapat
dilihat bahwa penyusunan RDTR Kota Simpang Ampek masih ada yang belum
berpedoman pada RTRW yang telah disusun.
2. Dalam rencana pengembangan jaringan energi / kelistrikan yang tertuang dalam
RDTR Kota Simpang Ampek hanya memuat perkiraan kebutuhan listrik di
kawasan perencanaan pada tahun perencanaan untuk kegiatan rumah tangga
dan kegiatan lainnya (kecuali industri/pergudangan) dan memuat standar
pembangunan gardu listrik. Tidak memuat rencana pengembangan jaringan
energi / kelistrikan. Padahal di dalam RTRW Kabupaten dan RTRW Propinsi telah
merencanakan bahwa pengembangan kelistrikan di Pasaman Barat diantaranya
adalah Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di kecamatan Sungai Beremas
dan Pasaman (BWP Simpang Ampek); dan Rencana Jaringan prasarana energi
yang akan di kembangkan di Kabupaten Pasaman Barat, yaitu jaringan transmisi
tenaga listrik yang meliputi Gardu Induk terdapat di Air Bangis dan Simpang
Empat dan Jaringan Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi (SUTET) yang
menghubungkan dari kecamatan Kinali, Luhak nan Duo, Pasaman, Gunung
Tuleh, Sungai aur, Lembah Melintang, Koto Balingka, dan Ranah batahan.
3. Sama halnya dengan Rencana Pengembangan jaringan energi / kelistrikan,
Dalam Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi juga hanya
1. Dijadikan acuan dalam penyusunan RTBL yang berada di RDTR BWK Simpang
Ampek yaitu RTBL Koridor Jalan Pertanian dan Master Plan Kawasan Pusat
Perdagangan Simpang Ampek. RTBL dan Masterplan disusun tahun 2013
sebelum RDTR di tetapkan bahkan sebelum mendapatkan persetujuan substansi,
hal ini tentu jadi perhatian, apakah RDTR Kota Simpang Ampek telah bisa
dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan rencana dibawahnya meskipun
belum di perdakan atau belum mendapat persetujuan substansi yang mana ada
kemungkinan untuk dilakukannya perubahan terhadap RDTR tersebut jika hasil
evaluasi dalam rangka permintaan persetujuan substandi mengatakan perlu
penyesuaian atau bahkan tidak layak untuk di-perdakan.
2. Pemberitahuan kepada pemohon yang mengurus izin pemanfaatan ruang, secara
lisan, juga kepada seluruh SKPD melalui rapat koordinasi tentang ketentuan
pemanfaatan ruang yang tertuang di dalam RDTR agar para pihak terkait
mengetahui ketentuan pemanfaatan ruang yang telah disusun sehingga tidak
terjadi ketidak sesuaian dalam pelaksanaan pemanfaatan ruangnya.
Berbicara mengenai implementasi rencana tata ruang, dapat diukur salah satunya
dengan menggunakan indikator penyimpangan penggunaan lahan. Penyimpangan
tersebut dapat dilihat dengan adanya bangunan perumahan, rumah tinggal, industri,
aktifitas ekonomi lainnya yang berada pada lokasi yang tidak sesuai dengan tata ruang
yang telah ditetapkan. Untuk mengkaji bagaimana implementasi dari RDTR Kota
Simpang Ampek hingga saat itu, tentu perlu dilakukan suatu kajian atau penelitian,
namun hal inipun menjadi kendala ketika RDTR itu sendiri belum mempunyai kekuatan
hukum sehingga implementasi yang merupakan penjabaran dari penegakan hukum
melalui peraturan daerah sulit dilaksanakan.
Mengingat rentang waktu hampir 3 tahun sejak penyusunan RDTR Kota Simpang
Ampek yang belum di Perdakan, dan operasional / implementasi yang belum berjalan
sementara kota terus tumbuh dan berkembang seiring waktu, sudah bisa dipastikan
bahwa besar kemungkinan untuk pemanfaatan ruang kota sudah tidak sesuai lagi
dengan yang telah direncanakan dalam RDTR. Untuk itu perlu dikaji relevansinya
sebelum terlanjur ditetapkan menjadi Perda.
Untuk mengetahui relevansi suatu rencana dengan perkembangan kota, hal terpenting
yang dilakukan adalah mengidentifikasi perkembangan kota yang terjadi dalam kurun
waktu tertentu. Untuk Kota Simpang Ampek, perkembangan kota yang terjadi dalam
kurun waktu 2012-2015 adalah sebagai berikut :
Berdasarkan kondisi perkembangan kota Simpang Ampek dalam kurun waktu yang
singkat, 3 tahun namun memberikan dampak perubahan yang signifikan terhadap
wajah perkotaan, maka timbul pertanyaan, masih relevankah RDTR Kota Simpang
Ampek yang telah disusun pada tahun 2012 yang saat ini masih dalam proses
mendapatkan persetujuan substansi untuk diajukan dan ditetapkan sebagai peraturan
dareah Kabupaten Pasaman Barat. Untuk itu ada dua pilihan yang dapat dilakukan,
pertama adalah dengan melakukan kajian ulang / peninjauan kembali terhadap RDTR
dan melakukan revisi sebelum diajukan untuk ditetapkan sebagai peraturan daerah dan
yang kedua adalah dengan tetap melanjutkan proses mendapatkan persetujuan
substansi dan penetapan menjadi peraturan daerah dan akan dilakukan Revisi setelah
ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
Berbicara mengenai perspektif rencana tata ruang di Indonesia, tak terkecuali RDTR
Kota Simpang Ampek, tidak lepas dari dinamika perkembangan kota yang pada
umumnya dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu, faktor penduduk; faktor sosial ekonomi dan
faktor sosial budaya. Seiring dengan itu, Kota Simpang Ampek yang merupakan ibukota
kabupaten dalam 3 tahun terakhir mengalami perkembangan yang signifikan seperti
yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Dengan dipicu oleh operasional Bandar
Udara dan sejumlah potensi lain yang dimiliki menyebabkan perubahan terhadap fisik
wilayah kota yang ditandai dengan bertambahnya lahan terbangun.
Bagaimana prespektif RDTR Kota Simpang Ampek kedepannya, tidak lepas dari hal-hal
sebagai berikut:
BAB 6
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan review terhadap RDTR Kawasan Kota Simpang Ampek, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
2. Muatan substansi yang terdapat pada dokumen RDTR Kota Simpang Ampek,
sebagian besar sudah sesuai dengan cakupan muatan minimal berdasarkan
Pedoman Penyusunan RDTR (Permen. PU. No. 20 tahun 2011), meski terdapat
beberapa muatan yang membutuhkan penyesuaian/perbaikan substansi. Selain
itu, terdapat ketidak-sinkronan substansi antara dokumen RDTR yang disusun
dengan dokumen RTRW Kabupaten Pasaman Barat, terkait rencana pola ruang
dan struktur ruang. Secara umum, rencana yang disusun masih bersifat normatif
dan belum memuat konsep pengembangan kawasan yang berbasis keunggulan
daerah (lokalitas).
3. Meski sudah tersusun Raperda dan Materi Teknis RDTR sejak tahun 2012,
namun terhambatnya proses penetapan Perda RDTR menyebabkan RDTR
belum dapat diimplementasikan secara formal di lapangan. Tetapi di sisi lain,
dengan mengacu pada RTRW Kabupaten Pasaman Barat, terdapat rencana
pembangunan di kawasan Kota Simpang Ampek yang sudah terlaksana, yang
secara tidak langsung berkesesuaian dengan rencana pada RDTR.
6.2 REKOMENDASI
A. KRITIK
1. Kritikan Terhadap Proses Penyusunan dan Penetapan RDTR
a. Proses penyusunan RDTR yang dilaksanakan oleh pihak ketiga dalam waktu 4
bulan dirasa tidak cukup, karena untuk mendapatkan citra satelit saja dan
konsultasi dengan BIG dan LAPAN memakan waktu hampir 2 bulan, belum lagi
proses analisa dan penyusunan konsep.
b. Terjadi dualisme fungsi, tokoh fiktif tenaga ahli, dimana beberapa pekerjaan yang
seharusnya dikerjakan oleh tenaga ahli tapi dikerjakan oleh tenaga pendukung,
yang semestinya dikerjakan oleh beberapa orang, hanya dikerjakan oleh satu
orang sehingga berdampak pada keterlambatan dalam penyelesaian rencana.
c. Minimnya waktu untuk Diskusi dan koordinasi yang dilakukan oleh pihak ketiga
dengan SKPD terkait.
d. Keberadaan tenaga ahli dari pihak ketiga yang berdomisili di luar Kabupaten
Pasaman Barat dan hanya datang ketika pemaparan laporan saja.
e. Proses penyusunan terkesan tidak dilaksanakan oleh sebuah tim melainkan
hanya oleh beberapa personal atau orang di dalam tim.
B. SARAN
Saran yang dapat disampaikan dalam rangka perbaikan serta penyempurnaan RDTR
Kota Simpang Ampek menjelang mendapatkan persetujuan substansi dari Gubernur
Sumatera Barat adalah dengan melakukan peninjauan kembali/revisi terhadap RDTR
yang telah disusun, baru dilanjutkan dengan pengajuan persetujuan substansi untuk
ditetapkan menjadi Perda. Secara khusus beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu:
4. Perlu dikembangkan sistem basis data dan perpetaan wilayah yang lengkap dan
akurat dengan memanfaatkan teknologi terbaru, sehingga dapat mendukung
proses perencanaan wilayah ke depannya secara lebih tepat sasaran.
5. Dalam penyusunan rencana tata ruang ke depannya, produk rencana yang
disusun harus bersifat visioner (berjangka panjang) dan inovatif (tidak normatif),
sehingga muatan tidak hanya sekedar memenuhi cakupan minimal pada
pedoman penyusunan rencana yang ada.