Bab Ii Tinjauan Pustaka: II. 1 Kedokteran Keluarga II.1.1 Pengertian Dokter Keluarga
Bab Ii Tinjauan Pustaka: II. 1 Kedokteran Keluarga II.1.1 Pengertian Dokter Keluarga
TINJAUAN PUSTAKA
4
3. Pengendali biaya:
a. Efektifitas pelayanan kesehatan
b. Efektifitas sumber daya kesehatan
c. Edukasi kesehatan
d. Pelayanan kesehatan yang bermutu
4. Mengembalikan pelayanan kesehatan yang rasional dan manusiawi
Peran dokter keluarga menurut The Philippine Academy of Family
Physicians adalah:
a. Health Care Provider (penyelenggara pelayanan kesehatan)
b. Educator (teacher)
c. Counselor
d. Reseacher (life long learner)
e. Community Leader (Social Mobilizer)
5
II.1.6 Tujuan Pelayanan Kedokteran Keluarga
Terselesaikannya masalah kesehatan keluarga dan terciptanya keluarga
yang partisipatif, sehat sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
setiap anggota keluarga hidup produktif secara sosial dan ekonomi.4
6
Ilmu pengetahuan dan ketrampilan teknis kedokteran mutakhir
Bersifat paripurna, terpadu, menyeluruh, bersinambung
1. Paripurna (Comprehensive)
Tersedianya semua langkah-langkah pelayanan kesehatan:
a. Promotif (peningkatan dan pembinaan)
b. Preventif (pencegahan dan perlindungan khusus)
c. Kuratif (deteksi dini dan tindakan segera)
d. Pencegahan cacat lebih lanjut (terapi, konsultasi, dan rujukan)
e. Rehabilitatif (pemulihan, pengendalian, evaluasi)
2. Terpadu (Integrated)
Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dalam bentuk interaksi antara
Dokter, Pasien dan Keluarga serta melibatkan seluruh komunitas
masyarakat disekitarnya.
3. Menyeluruh (Holistic)
Dilaksanakan pelayanan kesehatan yang meliputi semua aspek
kehidupan Pasien sebagai manusia seutuhnya yang meliputi aspek-
aspek :
Biologis
Psikologis
Sosial
Spiritual
4. Berkesinambungan (Sustainable)
Pelayanan kesehatan merupakan upaya terus menerus untuk
meningkatkan fungsi keluarga sesuai dengan sumber-sumber yang
dimiliki.
Pendekatan yang manusiawi dan rasional
Manfaat (memberikan manfaat yang sebesar-besarnya)
Partisipasi keluarga (kehidupan PJPK dalam wawasan keluarga)
Peduli pencegahan (Paradigma Sehat)
7
II.1.10 Prinsip-Prinsip Pelayanan Kedokteran Keluarga
Prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia mengikuti anjuran
WHO dan WONCA. Prinsip-prinsip ini juga merupakan simpulan untuk dapat
meningkatkan kualitas layanan dokter primer dalam melaksanakan pelayanan
kedokteran. Prinsip-prinsip pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga adalah
memberikan/mewujudkan:4
1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
2. Pelayanan yang kontinu
3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integrasi dari
keluarganya.
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan
lingkungan tempat tinggalnya.
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum.
8. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan.
9. Pelayanan yang sadar biaya dan mutu.
8
g. Etika, moral, dan profesionalisme dalam praktik.
9
II.2 Hipertensi
II.2.1 Definisi
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat/tenang. Menurut JNC VIII hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik >150 mmHg dan diastolik >90 mmHg.5
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama
(persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi
secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi
dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh
karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan
hipertensi, pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi
dapat dikendalikan.5
II.2.2 Epidemiologi
Menurut data WHO, di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4%
orang di seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333
juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang,
termasuk Indonesia.3 Prevalensi Hipertensi nasional berdasarkan Riskesdas 2013
sebesar 25,8%, tertinggi di Kepulauan Bangka Belitung (30,9%), sedangkan
terendah di Papua sebesar (16,8%). Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang
yang mengalami hipertensi hanya 1/3 yang terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak
terdiagnosis. Data menunjukkan hanya 0,7% orang yang terdiagnosis tekanan
darah tinggi minum obat Hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
penderita Hipertensi tidak menyadari menderita Hipertensi ataupun mendapatkan
pengobatan.6 Penyakit terbanyak pada usia lanjut berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 adalah hipertensi. dengan prevalensi 45,9% pada usia 55-64
tahun, 57,6% pada usia 65,74% dan 63,8% pada usia ≥ 75 tahun. 3
10
II.2.3 Klasifikasi
a. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi
hipertensi esensial/primer dan hipertensi sekunder.5
Hipertensi esensial/primer adalah hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya disebut sebagai hipertensi esensial atau hipertensi
idiopatik, 90% dari semua penyakit hipertensi merupakan penyakit
hipertensi esensial.
Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial adalah hipertensi yang
diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi,
penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebab nya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil
KB).
b. Tekanan Darah
Klasifikasi hipertensi menurut The seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure (JNC-7) tahun 2013 untuk pasien dewasa (umur ≥
18 tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran tekanan darah sebanyak dua
kali atau lebih. Tekanan darah dibagi menjadi empat klasifikasi yaitu:
normal, prehipertensi, hipertensi stage 1 dan stage 2.
11
a. Faktor resiko tidak dapat diubah
1. Umur
Framingham Heart Study melaporkan bahwa risiko untuk menderita
penyakit hipertensi bagi pria atau wanita yang sebelumnya tidak
menderita hipertensi pada usia 45 tahun atau 65 tahun yaitu sekitar
90%. Faktor bertambahnya umur juga dapat mempengaruhi
terjadinya hipertensi karena angka kejadian hipertensi pada pasien
usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di
atas 65 tahun.
2. Jenis Kelamin
Pria memiliki risiko menderita hipertensi pada usia diatas 45 tahun
dibandingkan dengan wanita namun pria dan wanita memiliki
kemungkinan menderita hipertensi yang pada usia 55 tahun hingga 64
tahun. Wanita memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk menderita
hipertensi dibandingkan pria pada usia diatas 65 tahun. Hipertensi
berdasarkan jenis kelamin juga dapat dipengaruhi oleh faktor
psikologis dan perilaku yang tidak sehat.
3. Keturunan (Genetik)
Faktor genetik juga berperan dalam terjadinya hipertensi apabila
seseorang yang mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi
maka risiko terkena penyakit hipertensi akan lebih tinggi.
b. Faktor resiko dapat diubah
1. Obesitas
Hipertensi pada orang yang obesitas memiliki risiko lima kali lipat
menderita hipertensi dari pada seseorang yang memiliki berat badan
normal. Penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki
berat badan diatas normal atau obesitas.
2. Stres
Stres dapat menyebabkan hipertensi melalui saraf simpatis sehingga
dapat tekanan darah secara intermitten. Stres juga dapat merangsang
kelenjar anak ginjal untuk melepaskan hormone adrenalin dan
12
memacu jantung berdenyut lebih cepat sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah.
3. Merokok
Merokok dapat menyebabkan rusaknya lapisan endotel pembuluh
darah arteri sehingga bisa mengakibatkan arteriosklerosis dan
tekanan darah tinggi dikarenakan zat-zat kimia beracun seperti
nikotin dan karbon monoksida yang masuk ke dalam aliran darah.
4. Olahraga
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah
dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Tekanan darah
akan meningkat pada saat melakukan olahraga namun jika dilakukan
secara teratur tekanan darah akan menurun. Olahraga teratur dalam
jumlah sedang akan lebih baik dibandingkan dengan olahraga berat
hanya dilakukan sekali saja.
5. Konsumsi alkohol dan kafein
Konsumsi alkohol dan kafein berlebih yang terdapat dalam minuman
kopi, teh, soda akan meningkatkan resiko terjadinya hipertensi.
Mengkosumsi alkohol dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatis
karena dapat merangsang sekresi corticotrophin releasing hormone
(CRH) yang bisa meningkatkan tekanan darah sedangkan
mengkosumsi kafein dapat menstimulasi jantung untuk bekerja lebih
cepat sehingga mengalirkan darah lebih banyak setiap detiknya
6. Konsumsi garam berlebihan
Konsumsi garam secara berlebihan dapat menyebabkan
penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan yang ada di
luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume
dan tekanan darah.
7. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lipid (Iemak) didalam tubuh yang ditandai
dengan meningkatnya kadar kolesterol total, trigliserida, low density
lipoprotein (LDL) dan penurunan kadar high density lipoprotein
(HDL) dalam darah. Kolesterol adalah salah satu faktor penyebab
13
aterosklerosis yang dapat mengakibatkan tingginya tahanan perifer
pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.
II.2.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya hipertensi masih belum dapat diketahui. Namun,
ada beberapa mekanisme yang akan memengaruhi terjadinya hipertensi antara
lain:9
a. Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer berpengaruh
terhadap skala pengukuran tekanan darah. Sebagian besar kasus
hipertensi esensial, terjadi peningkatan pada tahanan perifer tanpa
diikuti peningkatan curah jantung. Hal tersebut dapat terjadi
dikarenakan pada kondisi tersebut tubuh akan kekurangan untuk suplai
oksigen dan nutrisi sehingga mengakibatkan daya kontraksi jantung
menurun dan menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung. Selain
itu, tekanan darah dipengaruhi oleh konsentrasi sel otot halus yang
terdapat pada arteriol. Apabila terjadi peningkatan konsentrasi otot
halus yang semakin lama, maka akan mengakibatkan penebalan
pembuluh darah arteriol yang diperantarai oleh angiotensin sehingga
terjadi peningkatan tahanan perifer yang bersifat irreversible.
b. Sistem renin angiotensin aldosteron
Sistem renin angiotensin aldosteron merupakan suatu sistem
endokrin yang penting dalam mengontrol tekanan darah. Renin
disekresi dari apparat juxtaglomerular ginjal (Lumbantobing, 2008).
Renin Angiotensin Aldosteron (RAA) bekerja dengan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensi I yang masih inaktif diubah
menjadi angiotensin II dengan bantuan angiotensin converting enzyme (ACE).
ACE memiliki peranan yang penting dalam mengatur tekanan darah.
Angiotensin II menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah karena
memiliki sifat sebagai vasokonstriktor.
c. Sistem saraf otonom
Sirkulasi sistem saraf otonom akan menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom memiliki peran
14
dalam mempertahankan tekanan darah. Pada hal ini, hipertensi terjadi
karena adanya interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin
angiotensin aldosteron sehingga akan memengaruhi keseimbangan natrium
dan volume sirkulasi.
II.2.7 Diagnosis
Diagnosis hipertensi ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.10
a. Anamnesis yang dilakukan meliputi:
Tingkat hipertensi dan lama menderitanya,
Riwayat dan gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskuler, dan lainnya,
Riwayat penyakit dalam keluarga juga digali serta gejala yang
berkaitan dengan penyakit hipertensi,
Perubahan aktivitas atau kebiasaan seperti merokok, konsumsi
makanan, psikososial keluarga, pekerjaan, dan lain-lain dapat ditelaah
lebih lanjut, guna mendapat informasi terkait.
15
b. Dalam pemeriksaan fisik dilakukan:
Pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit,
kemudian diperiksa ulang dengan kontralateral.
c. Pemeriksaan penunjang meliputi:
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Pada umumnya, pemeriksaan urinalisa,
darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah
puasa, kolesterol total, kolesterol HDL). Sebagai tambahan dapat
dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam,
asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi.
II.2.8 Penatalaksanaan
Sebagian besar pasien usia lanjut yang didiagnosis hipertensi pada
akhirnya menjalani terapi menggunakan obat antihipertensi. Pengobatan
hipertensi secara farmakologi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan usia muda,
karena adanya perubahan – perubahan fisiologis akibat proses menua. Perubahan
fisiologis yang terjadi pada usia lanjut menyebabkan konsentrasi obat menjadi
lebih besar, waktu eliminasi obat menjadi lebih panjang, terjadi penurunan fungsi
dan respon dari organ, adanya berbagai penyakit penyerta lainnya (komorbiditas),
adanya obat-obatan untuk penyakit penyerta yang sementara dikonsumsi harus
diperhitungkan dalam pemberian obat antihipertensi. Perubahan sistem biologis
pada usia lanjut akan mempengaruhi proses interaksi molekul obat yang pada
akhirnya mempengaruhi manfaat klinik dan keamanan farmakoterapi. Frekuensi
terjadinya efek samping pada kelompok usia lanjut lebih tinggi bila dibandingkan
dengan populasi pada umumnya. Selain itu pasien usia lanjut merupakan salah
satu pasien yang rentan terhadap interaksi obat.
16
Gambar 1. Algoritme Penatalaksanaan Hipertensi 2014 menurut JNC-8
17
II.2.9 Pengelolaan Hipertensi Pada Usia Lanjut
Hipertensi pada usia lanjut sama seperti hipertensi pada usia lainnya.
Walaupun risiko terjadinya komplikasi lebih besar. Penurunan tekanan darah akan
menurunkan risiko morbiditas maupun mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskular. Hal ini sesuai dengan hasil dari penelitian besar yang telah
dilakukan pada hipertensi Sistolik dan diastolik menghasilkan penurunan risiko
yang sama. Dari banyak obat anti hipertensi yang ada, tidak semuanya
mempunyai efek dan derajat keamanan yang baik pada usia lanjut. Disebut aman
karena tidak meyebabkan komplikasi atau yang lebih penting adalah tidak
mengganggu kualitas hidup pasien.11
Prinsip pengobatan hipertensi pada usia lanjut adalah selalu mulai dengan
dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai mencapa target. Berbagai kelas obat
telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada usia lanjut, baik secara
tunggal maupun yang lebih sering dalam bentuk kombinasi. Selain pemberian
obat anti hipertensi, juga dilakukan modifikasi gaya hidup, berhenti merokok,
pengelolaan diabetes, kadar lipid darah, pemberian obat anti agregasi trombosit,
latihan aktivitas fisik, dan pada obesitas mengurangi berat badan.11
II.3 Lansia12
II.3.1 Definisi
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Menurut UU No. 13/Tahun 1998 tetang kesejahteraan Lansia disebutkan
bahawa Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
18
5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
19
5. Tipe bingung
Lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.
20