Anda di halaman 1dari 28

CASE BASE DISCUSSION MODUL 2

(Penyakit Kelainan Jaringan Periodontal)

PERIODONTITIS

Diajukan guna melengkapi Persyaratan Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Periodonsia

Disusun Oleh

NOVITA RIMA SARI


0910070110049

Dosen Pembimbing : drg. Nurhamidah

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2016
MODUL 2
PENYAKIT KELAINAN JARINGAN PERIODONTAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG

HALAMAN PENGESAHAN

Telah didiskusikan Case Base Discussion yang berjudul “Periodontitis” guna

melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Pada Modul 2.

Padang, Agustus 2016

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

( drg.Nurhamidah )
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT dan berkat rahmat-Nya lah penulis dapat

menyelesaikan laporan kasus ini. Adapun dalam laporan kasus ini penulis membahas secara

rinci mengenai kasus Periodontitis yang merupakan salah satu syarat dalam melengkapi

kepaniteraan Klinik pada Modul 2.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada drg.

Nurhamidah selaku dosen pembimbing yang telah begitu sabar dalam memberikan bimbingan,

waktu, perhatian, saran-saran serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

kasus ini.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya kepada kita

semua dan semoga laporan ini dapat bermanfaat serta dapat memberikan sumbangan pemikiran

yang berguna bagi semua pihak yang memerlukan.

Padang, Agustus 2016


Status Pasien Periodontitis

Nama Pasien : Jasnida

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaaan : IRT

Alamat : Jalan.L.Bukit no.3

Tanggal Pemeriksaan : 13 Mei 2015

Dosen Pembimbing : drg. Nurhamidah

Formulasi Gigi :

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit gingiva dan periodontal telah mengenai manusia sejak awal mula sejarah.

Penelitian paleopathology telah menunjukkan bahwa penyakit kerusakan jaringan

periodontal, dengan bukti kehilangan tulang, telah mempengaruhi manusia pada budaya yang

berbeda di mesir kuno dan pre-Columbian Amerika.(Caranza, 2012)

Survey epideomiologis di seluruh dunia telah menunjukkan bahwa disamping karies gigi,

distribusi penyakit periodontal adalah mengenai hampir seluruh lapisan masyarakat saat ini.

Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang banyak terjadi pada

masyarakat. Terdapat dua tipe penyakit periodontal yang sering terjadi pada masyarakat luas

yaitu gingivitis dan periodontitis. Faktor utama penyebab penyakit periodontal ada 2 macam

atau kombinasi keduanya, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Periodontitis merupakan

inflamasi yang melibatkan struktur periodontal pendukung yang terdiri atas ligament

periodontal, tulang alveolar dan sementum, yang ditandai dengan migrasi epitel jungsional

ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi tulang alveolar. Hal ini dapat

disebabkan faktor lokal ataupun sistemik seperti adanya penumpukan plak dan kalkulus,

defisiensi nutrisi, gangguan hormonal dan lain-lain (Budiantono 2012, Daliemaunthe 2008).

Survei epidemiologis yang dilakukan oleh National Instiute of Dental Research (NDIR)

dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa periodontitis mengenai penduduk seluruh negara

di dunia meskipun dengan keparahan yang berbeda. Dari hasil survei NHES, prevalensi

penyakit periodontal adalah 25,4%. Sepuluh tahun kemudian hasil survei menunjukkan

peningkatan penyakit periodontitis menjadi 33,9%. Penyakit pada jaringan periodontal yang
diderita manusia hampir di seluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa

(Daliemunthe, 2008; Erry 2007).

Di Indonesia, menurut hasil survey kesehatan gigi dan mulut di Jatim tahun 1995,

penyakit periodontal terjadi pada 459 orang diantara 1000 penduduk. Di Indonesia penyakit

periodontal menduduki urutan ke dua utama yang masih merupakan masalah di masyarakat.

Oleh karena itu sebagai tenaga medis di bidang kedokteran gigi harus dapat melakukan

pencegahan maupun perawatan pada masyarakat luas yang berpotensi menderita penyakit

periodontal.

Mekanisme pembentukan penyakit periodontal pertama kalinya adalah terbentuknya plak

sehingga terjadi pengeluaran produk bakteri plak (enzym, kondisi asam) dan menyebabkan

epithel cekat lepas dan migrasi ke apikal. Bakteri masuk ke epithel gingiva dan jaringan

periodontal yang lebih dalam menyebabkan respon inflamasi sehingga serabut kolagen rusak

dan terjadi pembentukan jaringan granulasi. Bila terjadi perluasan inflamasi maka akan

menyebabkan kerusakan tulang alveolar. Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis, bila

tidak terawat bisa berkembang menjadi periodontitis dimana terjadi kerusakan jaringan

periodontal berupa kerusakan fiber, ligamen periodontal dan tulang alveolar (Adulgopar

2009; Bakar, Abu. 2012).

1.2 Tujuan

Tujuan perawatan periodontal ini adalah :

1. Penyingkiran semua iritan lokal yang menyebabkan inflamasi gingiva.

2. Penyingkiran faktor etiologi penyakit periodontal.

3. Memotivasi pasien untuk melaksanakan kontrol plak.


1.3 Manfaat

Penulisan makalah ini memiliki manfaat untuk memberikan informasi kepada

mahasiswa, masyarakat, maupun praktisi kesehatan mengenai penyakit periodontal, yakni

berkaitan dengan kerusakan gigi, jaringan periodontal, kehilangan tulang, serta rencana

perawatan yang dapat dilakukan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Periodontitis

Periodontitis adalah suatu inflamasi dari jaringan pendukung gigi yang disebabkan

oleh mikroorganisme spesifik atau kelompok mikroorganisme spesifik, yang menyebabkan

berkembangnya kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan peningkatan

kedalaman saat probing, resesi, atau keduanya.(Caranza, 2012)

2.2 Etiologi Periodontitis

Faktor etiologi penyakit periodontal dibagi menjadi 2, yaitu faktor etiologi

lokal/ekstrinsik dan faktor sistemik/instrinsik. Faktor lokal/ekstrinsik merupakan faktor-

faktor yang berada di sekitar periodonsium dan berada di luar jaringan periodontium.

Sedangkan faktor sistemik/instrinsik merupakan faktor etiologi yang berkaitan dengan

kondisi umum pasien dan berada di dalam tubuh pasien (Budiantono 2012, Daliemunthe

2008).

2.2.1 Faktor lokal/Instrinsik

1. Plak Dental

Plak dental atau plak bakteri adalah deposit lunak yang membentuk biofilm

dan mengandung bakteri, produk bakteri dan sisa makanan yang menumpuk ke

permukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga mulut. Plak dental dibagi

menjadi plak supragingival yaitu berada pada tepi gingiva, dan plak subgingival yaitu

berada di apikal dari tepi gingiva dan diantara gigi dan jaringan yang mendindingi

sulkus gingiva. Plak subgingival yang mengandung bakteri berperan dalam

penghancuran jaringan pada periodontitis.


Gambar 1. Plak dan kalkulus dapat menyebabkan periodontitis

2. Kalkulus

Kalkulus merupakan suatu massa yang mengandung plak bakteri dan

terkalsifikasi atau terjadi pengapuran yang melekat pada gigi. Kalkulus merupakan

faktor pendukung dari penyebab terjadinya gingivitis yang akhirnya apabila tidak

dilakukan perawatn akan berlanjut ke tahap periodontitis.

3. Impaksi makanan

Impaksi makanan (food impaction) merupakan makanan yang terdesak secara

paksa dan akhirnya terperangkap ke periodonsium oleh tekanan oklusal, dapat terjadi

pada permukaan interproksimal ataupun permukaan vestibular/oral. Terjadinya

impaksi makanan dapat terjadi karena keausan oklusal yang tidak sam rata, ekstruksi

atau terbukany atitik kontak sebagai hilangnya dukungan proksimal, restorasi yang

tidak baik, dan impaksi makan juga dapat disebabkan impaksi lateral dimana tekanan

lateral lidah, pipi dan bibir terhadap makanan. Hal ini merupakan keadaan yang

dapat menyebabkan dan memperparah terjadinya penyakit periodontal.

4. Faktor Iatrogenik

Faktor iatrogenik merupakan iritasi yang ditimbulkan karena pekerjaan dokter

gigi yang tidak hati-hati dan tidak adekuat sewaktu melakukan perawatan pada gigi
dan jaringan sekitarnya sehingga mengakibatkan kerusakan pada jaringan sekitar gigi.

Seperti pada restorasi, protesa dan teknik pencabutan gigi serta penskeleran dan

penyerutan akar yang salah sehingga akan menyebabkan inflamasi pada gingiva dan

kerusakan jaringan periodontal.

2.2.2 Faktor Sistemik/Ekstrinsik

1. Diabetes Melitus

Penyakit ini merupakan penyakit metabolisme yang ditandai dengan defisiensi

insulin absolut maupun relatif atau resistensi insulin, yang dapat mengakibatkan level

glukosa darah meningkat dan eksresi gula melalui urin. Xerostomia biasanya terdapat

pada pasien DM yang tidak terkontrol. Pasien dengan DM cenderung terjadi

pembentukan plak, gingiva mudah berdarah pembentukan poket, gigi goyah, kehilang

tulang periodontal dan juga dapat terjadi kehilangan gigi (Afriza 2011).

2. Obat-Obatan

Jenis obat-obatan tertentu dapat menyebabkan hiperplasia gingiva, seperti

fenitoin atau dilantin, siklosporin, nifedipin dan lain-lain. Akibat terjadinya

hiperplasia dapat menyebabkan sulitnya pembersihan daerah gigi tersebut dan pada

akhirnya akan memudahkan penumpukan plak dan kalkulus (Langlais, Craig 2000).

3. Gangguan Hormonal

Gangguan hormonal seperti penyakit endokrin dapat mempengaruhi jaringan

periodonsium dan menimbulkan perubahan anatomis di rongga mulut yang

mempermudah penumpukan plak atau trauma karena oklusi.

4. Defisiensi Nutrisi

Defisiensi vitamin C dan protein berhubungan dengan penyakit periodontal.

karena fungsinya dalam pembentukan serat jaringan ikat. Defisiensi vitamin C dapat

memperhebat respon gingiva terhadap plak dan memperparah pembesaran dan


pendarahan yang terjadi akibat inflamasi yang diakibatkan oleh plak. Begitu juga jika

terjadi defesiensi protein, maka dapat menyebabkan terhambatnya aktivitas

pembentukan tulang yang normal, dan memperparah efek destruktif dari iritan lokal

dan trauma oklusal pada jaringan periodonsium. Namun demikian iritan lokal

memegang peranan penting dalam terjadinya periodontitis (Pinborg 2006).

2.3 Klasifikasi Periodontitis

Sesuai dengan perkembangan pemahaman terhadap penyakit periodontal, klasifikasi

penyakit dan kondisi yang melibatkan periodonsium juga telah beberapa kali mengalami

perubahan. Dengan mengacu kepada dua komunitas periodontologi yaitu the American

Academy of Periodontology (AAP) dan Society of Periodontology dari negara-negara eropa,

sejak tahun 1989 telah dikemukakan tiga model klasifikasi penyakit gingiva dan periodontal,

namun klasifikasi tersebut dirasakan belum memenuhi kebutuhan karena ada beberapa

kelemahan. Kebutuhan akan klasifikasi penyakit periodontal yang lebih memenuhi kebutuhan

telah menjadi pembicaraan pada World Workshop in Periodontics tahun 1996. Hal ini

direspon oleh the American Academy of Periodontology tahun 1997. Sebagai hasilnya, pada

the International Workshop for Clasification of Periodontal Diseases and Conditions

disepakati klasifikasi baru. Klasifikasi periodontitis berdasarkan the International Workshop

for Clasification of Periodontal Diseases and Conditions tahun 1999 yaitu (Daelimunthe,

2006; Caranza, 2012) :

1. Periodontitis kronis

Karakteristik pasien dengan periodontitis kronis yaitu:

 Sering terjadi pada orang dewasa tetapi dapat juga terjadi pada anak

 Jumlah kerusakan yang sama dengan faktor lokal

 Berhubungan dengan variasi mikrobial


 Kalkulus subgingival sering ditemui

 Berkembang dari derajat ringan sampai sedang dengan kemungkinan

progresif yang cepat

 Kemungkinan berhubungan dengan:

- Penyakit sistemik seperti diabetes melitus dan infeksi HIV

- Faktor predisposisi lokal menjadi periontitis

- Faktor lingkungan seperti merokok dan stres

Periodontitis kronis disubklasifikasikan menjadi lokalisata dan generalisata dan

karakteristik ringan, sedang, dan berat berdasarkan gejala berikut :

 Lokalisata : <30 % gigi yang terkena

 Generalisata : >30% gigi yang terkena

 Ringan : 1-2 mm clinical attachment loss (CAL)

 Sedang : 3-4 mm CAL

 Berat : ≥5mm CAL

2. Periodontitis Agresif

Karakteristik pasien dengan periodontitis agresif yaitu:

 Kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang yang cepat

 Jumlah deposit mikrobial yang tidak sama dengan penyakit yang berat

 Genetik

Peridontitis agresif disubklasifikasikan menjadi

 Lokalisata:

- Berkembang pada masa pubertas


- Lokasi terdapat pada gigi molar atau insisivus dengan kehilangan perlekatan

proksimal pada dua gigi permanen, salah satunya adalah molar pertama

- Respon serum antibody sehat untuk agen infeksi

 Generalisata

- Biasanya mengenai pada usia dibawah 30 tahun

- Kehilangan perlekatan proksimal yang general pada tiga gigi disamping milar

satu dan insisivus

- Respon serum antibodi yang buruk terhadap agen infeksi

3. Periodontitis yang berkaitan dengan penyakit sistemik

Periodontitis pada penyakit sistemik, yaitu:

a. Penyakit hematologi

- Acquired netropenia

- Leukemia

- Lainnya

b. Kelainan genetik

- Familial and cyclic neutroprnia

- Down syndrome

- Leukocyte adhesion deficiency syndromes

- Papilon-levere syndrome

- Chediak higashi syndrome

- Histiocytosis syndrome

- Glycogen storage disease

- Infantile genetic agranulocytosis

- Cohen syndrome
- Ehlers danslos syndrome (tipe IV dan V autosominal dominant (AD))

- Hypophosphasia

- Lainnya

c. Tidak spesifik

2.4 Patogenesis Periodontitis

Secara klinis perbedaan periodontitis dari gingivitis adalah adanya kehilangan

perlekatan jaringan ikat ke gigi pada keadaan gingiva yang terinflamasi. Juga terjadi

kehilangan ligamen periodontal dan terganggunya perlekatannya ke sementum, dan resorpsi

tulang alveolar. penjalaran inflamasi dari gingiva ke struktur periodontal pendukung diduga

sebagai dimodifikasi oleh potansi patogenik plak, atau oleh daya tahan pejamu. Daya tahan

pejamu yang dimasksud disini mencakup : aktivitas imunologis dan mekanisme yang

berkaitan dengan jaringan lainnya seperti derajat firosis gingiva, kemungkinan juga lebar

gingiva cekat, dan reaksi fibrogenesis dan osteogenesis yang berlangsung disekitar lesi

inflamasi.(daelimunthe, 2008)

Gambar 2. Jalur penjalaran inflamasi dari gingiva ke struktur pedukung


Pada sisi interproksimal inflamasi menjalar melalui jaringan ikat longgar di sekitar

pembuluh darah, melewati serabut transeptal, untuk kemudian masuk ke tulang alveolar

melalui kanal pembuluh yang menembus krista septum interdental. Setelah mencapai ruang

sumsum inflamasi menuju ke ligamen periodontal baru ke tulang alveolar. Pada sisi

vestibular dan oral, inflamasi dari gingiva menjalar sepanjang permukaan periosteal sebelah

luar dari tulang, dan masuk sumsum tulang melalui kanal pembuluh pada korteks sebelah

luar.

Pembentukan saku periodontal terjadi karena serabut kolagen yang berada persis apikal

dari epitel penyatu mengalami penghancuran. Ada dua kemungkinan mekanisme

penghancuran kolagen tersebut: (1) kolagenase dan enzim lisosomal lain dilepas LPN dan

makrofag menghancurkan kolagen; dan (2) fibroblas memfagositosa serabut kolagen dengan

cara menjulurkan processus sitoplasmiknya ke perbatasan ligamen periodontal-sementum,

atau dengan jalan meresorpsi fibril kolagen yang tertanam dalam sementum dan fibril matriks

sementum. Dengan penghancuran kolagen pada apikal epitel penyatu, bagian epitel penyatu

dapat berproliferasi ke arah apikal.

Proses resorpsi tulang bisa berlangsung karena aktivitas sel-sel tertentu, mediator

inflamasi seperti PGE2, dan enzim. Dua sel yang terlibat pada resorpsi tulang adalah: (1)

Osteoklas, yang menyingkirkan bahan mineral tulang; dan (2) sel mononukleus (monosit),

yang berperan dalam degradasi matriks organik tulang. Yang dapat menstimulasi terjadinya

resorpsi tulang osteoklastik (disebabkan aktivitas osteoklas) antara lain adalah: endotoksin

yang dilepas oleh Bacteroides berpigmen hitam; dan osteoclast activating factor yang

sekarang ini termasuk sitokin IL-1. Pembentukan prostaglandin dari prekursornya, misalnya

asam arahidonat, diatur oleh siklooksigenase yang mengubah asam lemak prekursor

prostaglandin menjadi endoperoksidase siklik. Enzim proteolitik yang turut berperan dalam

resorpsi tulang antara lain adalah: kolagenase dan hialurodinase. Disampign itu resorpsi
tulang bisa juga terjadi karena proses reaksi yang erlebihan atau sisi destruktif dari reaksi

imunitas. Reaksi imunitas yang terlibat dalam resorpsi tulang adalah reaksi imun kompleks

dan reaksi yang diperantarai sel (hipersensitivitas lambat). (Daelimunthe, 2008)

2.5 Perawatan Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal harus ditemukan secepatnya dan dirawat segera mungkin setelah

penyebab penyakit itu ditemukan. Oleh karena itu harus dapat menentukan rencana perawatan

yang tepat. Tujuan utama dari rencana perawatan penyakit periodontal adalah mengeleminasi

dari gingiva yang terinflamasi dan mengkoreksi dari keadaan yang dapat menyebabkan dan atau

memperparah penyakit (Carranza et al 2010). Perawatan periodontitis kronis dapat dibagi

menjadi 3 fase, yaitu:

I. Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa

faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau

melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur

yang dilakukan pada fase I :

1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.

2. Scaling dan root planning

3. Perawatan karies dan lesi endodontic

4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging

5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)

6. Splinting temporer pada gigi yang goyah

7. Perawatan ortodontik

8. Analisis diet dan evaluasinya

9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas

II. Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti

poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai
suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi

dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada

fase ini:

1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain: kuretase

gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing tulang (bedah

tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft)

2. Penyesuaian oklusi

3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang.

III. Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan

pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada

fase ini:

1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien

2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak, ada

tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.

3. Melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang

alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.

4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas kontrol plak

pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus

5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies

2.6 Pencegahan Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal dan kehilangan gigi dapat dicegah karena penyakit ini

disebabkan faktor-faktor lokal yang dapat ditemukan, dikoreksi dan dikontrol. Sasaran yang

ingin dicapai adalah mengontrol penyakit gigi untuk mencegah perawatan yang lebih parah.

Secara umum tindakan pencegahan dibedakan atas 3 fase yaitu (Daliemunthe 2006):
a. Pencegahan primer (prepatogenesis), yaitu fase pencegahan timbulnya lesi

inisial atau penyakit pada jaringan sehat.

b. Pencegahan sekunder (Patogenesis), yaitu fase pencegahan untuk

mengintersepsi penyakit begitu penyakit telah terjadi, dengan tujuan untuk

mencegah timbulnya cacat atau membatasi kecacatan.

c. Pencegahan tersier, yaitu fase terakhir yang bertujuan untuk memperbaiki

cacat yang ditimbulkan oleh penyakit.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Laporan Kasus

A. Identifikasi Masalah

No. Rekam Medis : 033916

Nama Pasien : Jasnida

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaaan : IRT

Alamat : Jalan.L.Bukit No 3

Tanggal Pemeriksaan : 13 Mei 2015

B. Pemeriksaan Subjektif

1. Keluhan Utama : Pasien datang ke RSGMP Universitas Baiturrahmah Padang ingin

membersihkan karang gigi atas dan bawah.

2. Keluhan Tambahan : Pasien mengeluh adanya perdarahan saat menyikat gigi.

3. Riwayat Medis Gigi dan Mulut : Pasien beserta anggota keluarga sudah pernah ke

dokter gigi untuk melakukan perawatan gigi seperti melakukan penambalan

4. Riwayat Medis Umum : -

5. Riwayat Kesehatan Gigi dan Mulut :

a. Menyikat Gigi

 Interval : 2 kali sehari

 Waktu : Pagi sewaktu mandi dan sore sewaktu mandi

 Gerakan : Horizontal

 Yang disikat : hanya gigi

b. Pasta : Pepsodent
c. Obat kumur : Tidak ada

C. Pemeriksaan Objektif

1. General Jasmani : -

2. Lokal :

a. Ekstra Oral

Wajah : Lonjong

Bibir : Simetris

TMJ : Normal

Kelenjar submandibula : Normal

b. Intra Oral

Tonsil : Normal

Lidah : Normal

Palatum : Normal

Mukosa mulut: Normal

Gingiva :

o Warna

Merah : Vestibular : 26,27, 31,32,33,34,41,42,43

Oral : 31,32,33,34,41,42,43

Merah Kebiruan : Vestibular : -

Oral :-

Pucat : Vestibular : -

Oral :-

o Konsistensi

Oedema :Vestibular: 31,32,33,34,41,42,43

Oral : 31,32,33,41,42
Fibrous : Vestibular : -

Oral :-

a. Resesi Gingiva : Vestibular :31,32,34, 41,42,43

Oral : 31,32,33,34

b. Gingiva Enlargement : Vestibular : -

Oral :-

Gambar 3. Periodontitis pada kasus bagian Vestibular

Gambar 4. Periodontitis pada kasus bagian oral


o Gigi

FORMULA GIGI

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

o Oral Hygiene (OH) : Buruk

Berdasarkan hasil pemeriksaan Oral Hygiene Index didapat skor debris index

(2,2) dan skor kalkulus index (3,3), sehingga skor oral hygiene index pasien adalah

(skor debris index + skor kalkulus index = (2,2 + 3,3) = 3,3 (Buruk).

Berdasarkan ketentuan derajat kebersihan mulut :

Derajat Kebersihan Mulut Skor


Baik 0,0 – 1,2

Sedang 1,3 – 3,0

Buruk 3,1 – 6,0

Tabel 1. Derajat kebersihan mulut

D. Pemeriksaan Rontgen Foto

Kerusakan tulang : Regio 31,32,41,42 (Horizontal)

E. Diagnosis

Dignosis : Periodontitis Kronis Lokalisata

Alasan : Periodontitis kronis Lokalisata biasanya terjadi kehilangan perlekatan dan

kehilangan tulang akibat penumpukan plak supragingiva dan subgingiva, dan tejadi pada

pada pasien sekitar usia 35 tahun atau lebih, stadium lanjut terjadi pada usia 40-an atau

50-an, suatu kasus dikatakan sebagai periodontitis kronis lokalisata apabila kurang dari

30% dari seluruh sisi dimulut yang terlibat.


F. Faktor Etiologi

Adanya penumpukan plak dan kalkulus dalam jumlah banyak disertai dengan cara dan

waktu penyikatan gigi yang salah.

G. Prognosis

Prognosis : sedang

Alasan :

 Pasien kooperatif

 Faktor penyebab dapat dihilangkan

 Dukungan tulang adekuat

 Mobility derajat 1

 Perkembangan penyakit berjalan lambat

 Tidak ada riawayat penyakit sistemik

 Pasien bisa datang dalam waktu yang telah disepakati

H. Alat dan Bahan

Alat: 1. Alat standar: kaca mulut, pinset, sonde, ekscavator

2. Prob periodontal

6. Neirbeken

7. Handuk bersih berukuran kecil

8. Rekam medik

9. ATK (Alat Tulis Kantor)

Bahan: 1. Masker

2. Handscoone

3. Providone iodine

4. Disclossing solution
5. Iodine tincture

6. Pasta + Fletcher

7. Alkohol 70%

8. Kapas

I. Rencana Perawatan

Rencana perawatan dilakukan sesudah menegakkan diagnosis penyakit dan setelah

meramalkan prognosis. Perawatan periodontitis lebih diarahkan untuk menciptakan dan

memelihara kesehatan periodonsium di rongga mulut pasien. Perawatan yang diberikan

berupa perbaikan OH dan penskeleran dengan tiga kali kunjungan, dan jarak antar

perkunjungan 1 minggu, yaitu :

1. Setting I

a. Melakukan pengukuran kedalaman saku, level attachment (jarak dari cemento enamel

junction (CEJ) ke dasar saku), attached gingiva (jarak dari setentang dasar saku

sampai mukogingiva junction (MGJ), resesi gingiva (jarak dari cemento enamel

junction (CEJ) ke crest gingiva margin (CGM)), kreatinized gingiva (jarak dari crest

gingiva margin ke mukogingiva junction).

b. Melakukan pengukuran papilary bleeding index dan oral hygiene index sebelum dan

sesudah perawatan.

c. Kontrol Plak sebelum dan sesudah perawatan.

d. Scalling, root planning dan kuretase supragingiva dan subgingiva pada rahang atas.

e. Instruksikan cara penyikatan gigi yang benar dengan menggunakan metode stillman,

serta menginstruksikan cara pemakaian dental floss sekali sehari yang bertujuan untuk

mengangkat plak dan sisa makanan yang tersangkut di antara celah gigi.

f. Instruksi untuk mengkonsumsi makan-makanan yang berserat seperti buah dan sayur.

g. Instruksikan kepada pasien agar tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut dirumah.
h. Pemberian obat kumur chlorhexidine serta vitamin C.

i. 1 minggu kemudian pasien disuruh datang kembali.

2. Setting II

a. Melakukan pengukuran kedalaman saku, level attachment (jarak dari cemento enamel

junction (CEJ) ke dasar saku), attached gingiva (jarak dari setentang dasar saku

sampai mukogingiva junction (MGJ), resesi gingiva (jarak dari cemento enamel

junction (CEJ) ke crest gingiva margin (CGM)), kreatinized gingiva (jarak dari crest

gingiva margin ke mukogingiva junction).

b. Melakukan pengukuran papilary bleeding index dan oral hygiene index sebelum dan

sesudah perawatan.

c. Kontrol Plak sebelum dan sesudah perawatan.

d. Scalling, root planning dan kuretase supragingiva dan subgingiva pada rahang bawah.

e. Instruksikan cara penyikatan gigi yang benar dengan memakai metode stillman, serta

menginstruksikan cara pemakaian dental floss sekali sehari yang bertujuan untuk

mengangkat plak dan sisa makanan yang tersangkut di antara celah gigi.

f. Instruksi untuk mengkonsusmsi makan-makanan yang berserat seperti buah dan

sayur.

g. Instruksikan kepada pasien agar tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut dirumah.

h. Pemberian obat kumur chlorhexidine serta vitamin C (jika dibutuhkan).

i. 1 minggu kemudian pasien disuruh datang kembali.

3. Setting III

a. Melakukan pengukuran kedalaman saku, level attachment (jarak dari cemento enamel

junction (CEJ) ke dasar saku), attached gingiva (jarak dari setentang dasar saku

sampai mukogingiva junction (MGJ), resesi gingiva (jarak dari cemento enamel
junction (CEJ) ke crest gingiva margin (CGM)), kreatinized gingiva (jarak dari crest

gingiva margin ke mukogingiva junction).

b. Melakukan pengukuran papilary bleeding index dan oral hygiene index sebelum dan

sesudah perawatan (melihat ada atau tidaknya perubahan pada rahang atas dan rahang

bawah).

c. Kontrol plak (melihat ada atau tidaknya perubahan pada rahang atas dan rahang

bawah).

d. Scalling, root planning dan kuretase supragingiva dan subgingiva pada rahang atas

dan rahang bawah (apabila belum bersih dan tidak ada perubahan setelah perawatan).

e. Instruksikan cara penyikatan gigi yang benar dengan memakai metode stillman, serta

menginstruksikan cara pemakaian dental floss sekali sehari yang bertujuan untuk

mengangkat plak dan sisa makanan yang tersangkut di antara celah gigi.

f. Instruksikan untuk mengkonsumsi makan-makanan yang berserat seperti buah dan

sayur.

g. Instruksikan kepada pasien agar tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut di rumah.

h. Pemberian obat kumur chlorhexidine serta vitamin C (jika dibutuhkan).

i. Instruksikan untuk periksa ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk kontrol rutin dan

pembersihan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif pada kasus di atas diketahui

diagnosa penyakit adalah periodontitis kronis Lokalisata, karena kerusakan tulang terjadi

pada region 31,32,41,42 yang telah di rongent dan pasien berusia 43 tahun, pasien juga

mengeluhkan adanya perdarahan pada gusi saat pasien menyikat gigi. Selain itu, pada hasil

pemeriksaan gingiva tidak terdapat warna gingiva yang merah kebiruan. Selain itu

konsistensi gingiva oedem pada bagian vestibular regio Vestibular: 31,32,33,34,41,42,43

dan Oral : 31,32,33,41,42 serta terdapat resesi gingiva pada vestibular regio 41,42 dan oral

pada region 41,42,43. Setelah dilakukan pemeriksaan OH pasien termasuk kategori buruk

yaitu sebanyak 3,3. Pemeriksaan rontgen foto diketahui terjadi kerusakan tulang horizontal

pada regio 31,41,42. Salah satu penyebab ini adalah penumpukan plak dan kalkulus dimana

pasien menyikat gigi pada waktu dan cara yang tidak tepat. Dari hasil pemeriksaan dan

diagnosa diketahui prognosis adalah sedang.

Rencana perawatan yang akan dilakukan berupa perbaikan OH dengan penskeleran dan

pemberian obat kumur dengan 3 kali kunjungan dan jarak 1 minggu tiap kunjungan.

4.2 Saran

1. Diharapkan adanya laporan-laporan kasus yang lebih mendalam mengenai

periodontitis sebagai data di bagian periodonsia RSGMP Baiturrahamah.

2. Diharapkan masyarakat semakin peduli terhadap kesehatan gigi dan mulutnya.

3. Sebaiknya dilakukan penyuluhan mengenai kesehatan gigi dan mulut khususnya

penyakit pada jaringan pendukung gigi seperti periodontitis.


DAFTAR PUSTAKA

Carranza et al. 2012. Clinical Periodontology. 11th edition. Singapore: Elsevier

Bakar, Abu. 2012. Kedokteran Gigi Klinis edisi 2. Yogyakarta: CV.Quantum Sinergis Media

Daliemunthe, Saidina Hamzah. 2008. Periodonsia. Medan: FKG USU

Daliemunthe, Saidina Hamzah. 2006. Terapi Periodontal. Medan: FKG USU

Francis, Duncan Teresa. The Pathogenesis and Treatment of Periodontal Deases

Afriza, Dona. 2011. Manifestasi Penyakit Sistemik di Rongga Mulut. Padang: Universitas
Baiturrahmah.
Budiantono, 2012. Penyakit Periodontal [online]. Diakses tanggal 23 desember 2015. Dari:
ocw.usu.ac.id/ kgm-427_slide_penyakit_periodontal.pdf
Adulgopar. 2009. Periodontitis [online]. Diakses tanggal 23 desember 2015. Dari:
http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/periodontitis.pdf
Arief, Erry Mochamad. 2007. Pathogenesisi of Periodontal Desease [online]. 23 desember
2015. Dari: http://www.kck20Erry/PATHOGENESIS%2.pdf

Langlais, RP., Craig SM., 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim.
Hipokrates: Jakarta

Pinborg, JJ. 2006. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Jakarta: Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai