PERIODONTITIS
Disusun Oleh
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
( drg.Nurhamidah )
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT dan berkat rahmat-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini. Adapun dalam laporan kasus ini penulis membahas secara
rinci mengenai kasus Periodontitis yang merupakan salah satu syarat dalam melengkapi
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada drg.
Nurhamidah selaku dosen pembimbing yang telah begitu sabar dalam memberikan bimbingan,
waktu, perhatian, saran-saran serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus ini.
Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya kepada kita
semua dan semoga laporan ini dapat bermanfaat serta dapat memberikan sumbangan pemikiran
Umur : 42 tahun
Pekerjaaan : IRT
Formulasi Gigi :
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit gingiva dan periodontal telah mengenai manusia sejak awal mula sejarah.
periodontal, dengan bukti kehilangan tulang, telah mempengaruhi manusia pada budaya yang
Survey epideomiologis di seluruh dunia telah menunjukkan bahwa disamping karies gigi,
distribusi penyakit periodontal adalah mengenai hampir seluruh lapisan masyarakat saat ini.
Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang banyak terjadi pada
masyarakat. Terdapat dua tipe penyakit periodontal yang sering terjadi pada masyarakat luas
yaitu gingivitis dan periodontitis. Faktor utama penyebab penyakit periodontal ada 2 macam
atau kombinasi keduanya, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Periodontitis merupakan
inflamasi yang melibatkan struktur periodontal pendukung yang terdiri atas ligament
periodontal, tulang alveolar dan sementum, yang ditandai dengan migrasi epitel jungsional
ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi tulang alveolar. Hal ini dapat
disebabkan faktor lokal ataupun sistemik seperti adanya penumpukan plak dan kalkulus,
defisiensi nutrisi, gangguan hormonal dan lain-lain (Budiantono 2012, Daliemaunthe 2008).
Survei epidemiologis yang dilakukan oleh National Instiute of Dental Research (NDIR)
dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa periodontitis mengenai penduduk seluruh negara
di dunia meskipun dengan keparahan yang berbeda. Dari hasil survei NHES, prevalensi
penyakit periodontal adalah 25,4%. Sepuluh tahun kemudian hasil survei menunjukkan
peningkatan penyakit periodontitis menjadi 33,9%. Penyakit pada jaringan periodontal yang
diderita manusia hampir di seluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa
Di Indonesia, menurut hasil survey kesehatan gigi dan mulut di Jatim tahun 1995,
penyakit periodontal terjadi pada 459 orang diantara 1000 penduduk. Di Indonesia penyakit
periodontal menduduki urutan ke dua utama yang masih merupakan masalah di masyarakat.
Oleh karena itu sebagai tenaga medis di bidang kedokteran gigi harus dapat melakukan
pencegahan maupun perawatan pada masyarakat luas yang berpotensi menderita penyakit
periodontal.
sehingga terjadi pengeluaran produk bakteri plak (enzym, kondisi asam) dan menyebabkan
epithel cekat lepas dan migrasi ke apikal. Bakteri masuk ke epithel gingiva dan jaringan
periodontal yang lebih dalam menyebabkan respon inflamasi sehingga serabut kolagen rusak
dan terjadi pembentukan jaringan granulasi. Bila terjadi perluasan inflamasi maka akan
menyebabkan kerusakan tulang alveolar. Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis, bila
tidak terawat bisa berkembang menjadi periodontitis dimana terjadi kerusakan jaringan
periodontal berupa kerusakan fiber, ligamen periodontal dan tulang alveolar (Adulgopar
1.2 Tujuan
berkaitan dengan kerusakan gigi, jaringan periodontal, kehilangan tulang, serta rencana
Periodontitis adalah suatu inflamasi dari jaringan pendukung gigi yang disebabkan
faktor yang berada di sekitar periodonsium dan berada di luar jaringan periodontium.
kondisi umum pasien dan berada di dalam tubuh pasien (Budiantono 2012, Daliemunthe
2008).
1. Plak Dental
Plak dental atau plak bakteri adalah deposit lunak yang membentuk biofilm
dan mengandung bakteri, produk bakteri dan sisa makanan yang menumpuk ke
permukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga mulut. Plak dental dibagi
menjadi plak supragingival yaitu berada pada tepi gingiva, dan plak subgingival yaitu
berada di apikal dari tepi gingiva dan diantara gigi dan jaringan yang mendindingi
2. Kalkulus
terkalsifikasi atau terjadi pengapuran yang melekat pada gigi. Kalkulus merupakan
faktor pendukung dari penyebab terjadinya gingivitis yang akhirnya apabila tidak
3. Impaksi makanan
paksa dan akhirnya terperangkap ke periodonsium oleh tekanan oklusal, dapat terjadi
impaksi makanan dapat terjadi karena keausan oklusal yang tidak sam rata, ekstruksi
atau terbukany atitik kontak sebagai hilangnya dukungan proksimal, restorasi yang
tidak baik, dan impaksi makan juga dapat disebabkan impaksi lateral dimana tekanan
lateral lidah, pipi dan bibir terhadap makanan. Hal ini merupakan keadaan yang
4. Faktor Iatrogenik
gigi yang tidak hati-hati dan tidak adekuat sewaktu melakukan perawatan pada gigi
dan jaringan sekitarnya sehingga mengakibatkan kerusakan pada jaringan sekitar gigi.
Seperti pada restorasi, protesa dan teknik pencabutan gigi serta penskeleran dan
penyerutan akar yang salah sehingga akan menyebabkan inflamasi pada gingiva dan
1. Diabetes Melitus
insulin absolut maupun relatif atau resistensi insulin, yang dapat mengakibatkan level
glukosa darah meningkat dan eksresi gula melalui urin. Xerostomia biasanya terdapat
pembentukan plak, gingiva mudah berdarah pembentukan poket, gigi goyah, kehilang
tulang periodontal dan juga dapat terjadi kehilangan gigi (Afriza 2011).
2. Obat-Obatan
hiperplasia dapat menyebabkan sulitnya pembersihan daerah gigi tersebut dan pada
akhirnya akan memudahkan penumpukan plak dan kalkulus (Langlais, Craig 2000).
3. Gangguan Hormonal
4. Defisiensi Nutrisi
karena fungsinya dalam pembentukan serat jaringan ikat. Defisiensi vitamin C dapat
pembentukan tulang yang normal, dan memperparah efek destruktif dari iritan lokal
dan trauma oklusal pada jaringan periodonsium. Namun demikian iritan lokal
penyakit dan kondisi yang melibatkan periodonsium juga telah beberapa kali mengalami
perubahan. Dengan mengacu kepada dua komunitas periodontologi yaitu the American
sejak tahun 1989 telah dikemukakan tiga model klasifikasi penyakit gingiva dan periodontal,
namun klasifikasi tersebut dirasakan belum memenuhi kebutuhan karena ada beberapa
kelemahan. Kebutuhan akan klasifikasi penyakit periodontal yang lebih memenuhi kebutuhan
telah menjadi pembicaraan pada World Workshop in Periodontics tahun 1996. Hal ini
direspon oleh the American Academy of Periodontology tahun 1997. Sebagai hasilnya, pada
for Clasification of Periodontal Diseases and Conditions tahun 1999 yaitu (Daelimunthe,
1. Periodontitis kronis
Sering terjadi pada orang dewasa tetapi dapat juga terjadi pada anak
2. Periodontitis Agresif
Jumlah deposit mikrobial yang tidak sama dengan penyakit yang berat
Genetik
Lokalisata:
proksimal pada dua gigi permanen, salah satunya adalah molar pertama
Generalisata
- Kehilangan perlekatan proksimal yang general pada tiga gigi disamping milar
a. Penyakit hematologi
- Acquired netropenia
- Leukemia
- Lainnya
b. Kelainan genetik
- Down syndrome
- Papilon-levere syndrome
- Histiocytosis syndrome
- Cohen syndrome
- Ehlers danslos syndrome (tipe IV dan V autosominal dominant (AD))
- Hypophosphasia
- Lainnya
c. Tidak spesifik
perlekatan jaringan ikat ke gigi pada keadaan gingiva yang terinflamasi. Juga terjadi
tulang alveolar. penjalaran inflamasi dari gingiva ke struktur periodontal pendukung diduga
sebagai dimodifikasi oleh potansi patogenik plak, atau oleh daya tahan pejamu. Daya tahan
pejamu yang dimasksud disini mencakup : aktivitas imunologis dan mekanisme yang
berkaitan dengan jaringan lainnya seperti derajat firosis gingiva, kemungkinan juga lebar
gingiva cekat, dan reaksi fibrogenesis dan osteogenesis yang berlangsung disekitar lesi
inflamasi.(daelimunthe, 2008)
pembuluh darah, melewati serabut transeptal, untuk kemudian masuk ke tulang alveolar
melalui kanal pembuluh yang menembus krista septum interdental. Setelah mencapai ruang
sumsum inflamasi menuju ke ligamen periodontal baru ke tulang alveolar. Pada sisi
vestibular dan oral, inflamasi dari gingiva menjalar sepanjang permukaan periosteal sebelah
luar dari tulang, dan masuk sumsum tulang melalui kanal pembuluh pada korteks sebelah
luar.
Pembentukan saku periodontal terjadi karena serabut kolagen yang berada persis apikal
penghancuran kolagen tersebut: (1) kolagenase dan enzim lisosomal lain dilepas LPN dan
makrofag menghancurkan kolagen; dan (2) fibroblas memfagositosa serabut kolagen dengan
atau dengan jalan meresorpsi fibril kolagen yang tertanam dalam sementum dan fibril matriks
sementum. Dengan penghancuran kolagen pada apikal epitel penyatu, bagian epitel penyatu
Proses resorpsi tulang bisa berlangsung karena aktivitas sel-sel tertentu, mediator
inflamasi seperti PGE2, dan enzim. Dua sel yang terlibat pada resorpsi tulang adalah: (1)
Osteoklas, yang menyingkirkan bahan mineral tulang; dan (2) sel mononukleus (monosit),
yang berperan dalam degradasi matriks organik tulang. Yang dapat menstimulasi terjadinya
resorpsi tulang osteoklastik (disebabkan aktivitas osteoklas) antara lain adalah: endotoksin
yang dilepas oleh Bacteroides berpigmen hitam; dan osteoclast activating factor yang
sekarang ini termasuk sitokin IL-1. Pembentukan prostaglandin dari prekursornya, misalnya
asam arahidonat, diatur oleh siklooksigenase yang mengubah asam lemak prekursor
prostaglandin menjadi endoperoksidase siklik. Enzim proteolitik yang turut berperan dalam
resorpsi tulang antara lain adalah: kolagenase dan hialurodinase. Disampign itu resorpsi
tulang bisa juga terjadi karena proses reaksi yang erlebihan atau sisi destruktif dari reaksi
imunitas. Reaksi imunitas yang terlibat dalam resorpsi tulang adalah reaksi imun kompleks
Penyakit periodontal harus ditemukan secepatnya dan dirawat segera mungkin setelah
penyebab penyakit itu ditemukan. Oleh karena itu harus dapat menentukan rencana perawatan
yang tepat. Tujuan utama dari rencana perawatan penyakit periodontal adalah mengeleminasi
dari gingiva yang terinflamasi dan mengkoreksi dari keadaan yang dapat menyebabkan dan atau
I. Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa
faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau
melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur
7. Perawatan ortodontik
II. Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti
poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai
suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi
dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada
fase ini:
1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain: kuretase
2. Penyesuaian oklusi
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang.
III. Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan
pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada
fase ini:
2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak, ada
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas kontrol plak
Penyakit periodontal dan kehilangan gigi dapat dicegah karena penyakit ini
disebabkan faktor-faktor lokal yang dapat ditemukan, dikoreksi dan dikontrol. Sasaran yang
ingin dicapai adalah mengontrol penyakit gigi untuk mencegah perawatan yang lebih parah.
Secara umum tindakan pencegahan dibedakan atas 3 fase yaitu (Daliemunthe 2006):
a. Pencegahan primer (prepatogenesis), yaitu fase pencegahan timbulnya lesi
PEMBAHASAN
A. Identifikasi Masalah
Umur : 42 tahun
Pekerjaaan : IRT
Alamat : Jalan.L.Bukit No 3
B. Pemeriksaan Subjektif
3. Riwayat Medis Gigi dan Mulut : Pasien beserta anggota keluarga sudah pernah ke
a. Menyikat Gigi
Gerakan : Horizontal
b. Pasta : Pepsodent
c. Obat kumur : Tidak ada
C. Pemeriksaan Objektif
1. General Jasmani : -
2. Lokal :
a. Ekstra Oral
Wajah : Lonjong
Bibir : Simetris
TMJ : Normal
b. Intra Oral
Tonsil : Normal
Lidah : Normal
Palatum : Normal
Gingiva :
o Warna
Oral : 31,32,33,34,41,42,43
Oral :-
Pucat : Vestibular : -
Oral :-
o Konsistensi
Oral : 31,32,33,41,42
Fibrous : Vestibular : -
Oral :-
Oral : 31,32,33,34
Oral :-
FORMULA GIGI
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
Berdasarkan hasil pemeriksaan Oral Hygiene Index didapat skor debris index
(2,2) dan skor kalkulus index (3,3), sehingga skor oral hygiene index pasien adalah
(skor debris index + skor kalkulus index = (2,2 + 3,3) = 3,3 (Buruk).
E. Diagnosis
kehilangan tulang akibat penumpukan plak supragingiva dan subgingiva, dan tejadi pada
pada pasien sekitar usia 35 tahun atau lebih, stadium lanjut terjadi pada usia 40-an atau
50-an, suatu kasus dikatakan sebagai periodontitis kronis lokalisata apabila kurang dari
Adanya penumpukan plak dan kalkulus dalam jumlah banyak disertai dengan cara dan
G. Prognosis
Prognosis : sedang
Alasan :
Pasien kooperatif
Mobility derajat 1
2. Prob periodontal
6. Neirbeken
8. Rekam medik
Bahan: 1. Masker
2. Handscoone
3. Providone iodine
4. Disclossing solution
5. Iodine tincture
6. Pasta + Fletcher
7. Alkohol 70%
8. Kapas
I. Rencana Perawatan
berupa perbaikan OH dan penskeleran dengan tiga kali kunjungan, dan jarak antar
1. Setting I
a. Melakukan pengukuran kedalaman saku, level attachment (jarak dari cemento enamel
junction (CEJ) ke dasar saku), attached gingiva (jarak dari setentang dasar saku
sampai mukogingiva junction (MGJ), resesi gingiva (jarak dari cemento enamel
junction (CEJ) ke crest gingiva margin (CGM)), kreatinized gingiva (jarak dari crest
b. Melakukan pengukuran papilary bleeding index dan oral hygiene index sebelum dan
sesudah perawatan.
d. Scalling, root planning dan kuretase supragingiva dan subgingiva pada rahang atas.
e. Instruksikan cara penyikatan gigi yang benar dengan menggunakan metode stillman,
serta menginstruksikan cara pemakaian dental floss sekali sehari yang bertujuan untuk
mengangkat plak dan sisa makanan yang tersangkut di antara celah gigi.
f. Instruksi untuk mengkonsumsi makan-makanan yang berserat seperti buah dan sayur.
g. Instruksikan kepada pasien agar tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut dirumah.
h. Pemberian obat kumur chlorhexidine serta vitamin C.
2. Setting II
a. Melakukan pengukuran kedalaman saku, level attachment (jarak dari cemento enamel
junction (CEJ) ke dasar saku), attached gingiva (jarak dari setentang dasar saku
sampai mukogingiva junction (MGJ), resesi gingiva (jarak dari cemento enamel
junction (CEJ) ke crest gingiva margin (CGM)), kreatinized gingiva (jarak dari crest
b. Melakukan pengukuran papilary bleeding index dan oral hygiene index sebelum dan
sesudah perawatan.
d. Scalling, root planning dan kuretase supragingiva dan subgingiva pada rahang bawah.
e. Instruksikan cara penyikatan gigi yang benar dengan memakai metode stillman, serta
menginstruksikan cara pemakaian dental floss sekali sehari yang bertujuan untuk
mengangkat plak dan sisa makanan yang tersangkut di antara celah gigi.
sayur.
g. Instruksikan kepada pasien agar tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut dirumah.
3. Setting III
a. Melakukan pengukuran kedalaman saku, level attachment (jarak dari cemento enamel
junction (CEJ) ke dasar saku), attached gingiva (jarak dari setentang dasar saku
sampai mukogingiva junction (MGJ), resesi gingiva (jarak dari cemento enamel
junction (CEJ) ke crest gingiva margin (CGM)), kreatinized gingiva (jarak dari crest
b. Melakukan pengukuran papilary bleeding index dan oral hygiene index sebelum dan
sesudah perawatan (melihat ada atau tidaknya perubahan pada rahang atas dan rahang
bawah).
c. Kontrol plak (melihat ada atau tidaknya perubahan pada rahang atas dan rahang
bawah).
d. Scalling, root planning dan kuretase supragingiva dan subgingiva pada rahang atas
dan rahang bawah (apabila belum bersih dan tidak ada perubahan setelah perawatan).
e. Instruksikan cara penyikatan gigi yang benar dengan memakai metode stillman, serta
menginstruksikan cara pemakaian dental floss sekali sehari yang bertujuan untuk
mengangkat plak dan sisa makanan yang tersangkut di antara celah gigi.
sayur.
g. Instruksikan kepada pasien agar tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut di rumah.
i. Instruksikan untuk periksa ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk kontrol rutin dan
pembersihan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif pada kasus di atas diketahui
diagnosa penyakit adalah periodontitis kronis Lokalisata, karena kerusakan tulang terjadi
pada region 31,32,41,42 yang telah di rongent dan pasien berusia 43 tahun, pasien juga
mengeluhkan adanya perdarahan pada gusi saat pasien menyikat gigi. Selain itu, pada hasil
pemeriksaan gingiva tidak terdapat warna gingiva yang merah kebiruan. Selain itu
dan Oral : 31,32,33,41,42 serta terdapat resesi gingiva pada vestibular regio 41,42 dan oral
pada region 41,42,43. Setelah dilakukan pemeriksaan OH pasien termasuk kategori buruk
yaitu sebanyak 3,3. Pemeriksaan rontgen foto diketahui terjadi kerusakan tulang horizontal
pada regio 31,41,42. Salah satu penyebab ini adalah penumpukan plak dan kalkulus dimana
pasien menyikat gigi pada waktu dan cara yang tidak tepat. Dari hasil pemeriksaan dan
Rencana perawatan yang akan dilakukan berupa perbaikan OH dengan penskeleran dan
pemberian obat kumur dengan 3 kali kunjungan dan jarak 1 minggu tiap kunjungan.
4.2 Saran
Bakar, Abu. 2012. Kedokteran Gigi Klinis edisi 2. Yogyakarta: CV.Quantum Sinergis Media
Afriza, Dona. 2011. Manifestasi Penyakit Sistemik di Rongga Mulut. Padang: Universitas
Baiturrahmah.
Budiantono, 2012. Penyakit Periodontal [online]. Diakses tanggal 23 desember 2015. Dari:
ocw.usu.ac.id/ kgm-427_slide_penyakit_periodontal.pdf
Adulgopar. 2009. Periodontitis [online]. Diakses tanggal 23 desember 2015. Dari:
http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/periodontitis.pdf
Arief, Erry Mochamad. 2007. Pathogenesisi of Periodontal Desease [online]. 23 desember
2015. Dari: http://www.kck20Erry/PATHOGENESIS%2.pdf
Langlais, RP., Craig SM., 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim.
Hipokrates: Jakarta
Pinborg, JJ. 2006. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Jakarta: Binarupa Aksara