Anda di halaman 1dari 53

REFERAT

MALARIA

DISUSUN OLEH:

ARIB FARRAS WAHDAN


1102011043

PEMBIMBING:

dr. Sutiyadi kusuma Sp, PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD ARJAWINANGUN
DESEMBER 2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah
tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta
manusia di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari
satu Negara dengan Negara lain dan dari satu kabupaten atau wilayah dengan wilayah
lain. Menurut WHO, pada tahun 1990, 80% kasus di Afrika, dan kelompok potensial
terjadinya penyebaran malaria indigenous di Sembilan Negara yaitu: India, Brazil,
Afganistan, Sri Langka, Thailand, Indonesia, Vietnam, Cambodia dan China.
Plasmodium Falciparum adalah spesies paling dominan dengan 120 juta kasus baru
pertahun, dan lebih dari satu juta kematian pertahun secara global. Dalam tahun 1989
yang lalu WHO kembali mendeklarasikan penanggulangan malaria menjadi prioritas
global.1
Di Indonesia malaria mempengaruhi angka kesakitan dan kematian bayi, anak
balita, ibu melahirkan dan produktivitas sumber daya manusia. Saat ini ditemui 15
juta penderita malaria dengan angka kematian 30 ribu orang setiap tahun, sehingga
pemerintah memprioritaskan penangulangan penyakit menular dan penyehatan
Lingkungan.1
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program
pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini,
pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya
ditujukàn untuk memutus mata rantai penularan malaria.2
Sejak tahun 1973 ditemukan pertamakali adanya kasus resistensi P. falciparum
terhadap klorokuin di Kalimantan Timur Sejak itu kasus resistensi terhadap klorokuin
yang dilaporkan semakin meluas Tahun 1990, dilaporkan telah terjadi resistensi
parasit P. falciparum terhadap klorokuin dan seluruh provinsi di Indonesia selain itu,
dilaporkan juga adanya kasus resistensi plasmodium terhadap Sulfadoksin-
Pirimethamin (SP) dibeberapa tempat di Indonesia Keadaan seperti ini dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit malaria OIeh sebab itu,
upaya untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut (multiple drugs resistance),
maka pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan
Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) terhadap P. falciparum dengan terapi kombinasi
artemisinin (artemisinin combination therapy).

1.2 Pembatasan Masalah


Referat ini hanya membahas definisi, epidemiologi, etiologi, siklus hidup
Plasmodium, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan
prognosis penyakit malaria.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan referat ini bertujua untuk:
1. Memahami definisi epidemiologi, etiologi, siklus hidup Plasmodium,
patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis
penyakit malaria.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
.

1.4 Metode Penulisan


Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada
beberapa literatur.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. DEFENISI
Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh
protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan
pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit
infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah,
dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.

Penyakit Malaria Yang Terjadi Pada Manusia


Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan oleh spesies
parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin
menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan,
gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah
malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam
dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama
2 minggu setelah infeksi).
Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria
tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian
besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah
ke otak, menyebabkan koma, mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang
disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada
penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18
sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang
kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang paling jarang
ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana.
Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari
sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan
sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan
demam.

2.2. ETIOLOGI
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit
malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Pada keadaan lain,
malaria berkembang pasca penularan transplasenta atau sesudah transfuse darah yang
terinfeksi, dimana keduanya melewati fase pre-eritroser perkembangan parasit dalam
hati. Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia
terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk
betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum
suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria
tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P.
ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan
malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena
malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat
menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi
di dalam organ-organ tubuh

Parasit malaria
Parasit malaria memiliki siklus hidup yang kompleks, untuk kelangsungan
hidupnya parasit tersebut membutuhkan host (tempatnya menumpang hidup) baik
pada manusia maupun nyamuk, yaitu nyamuk anopheles. Ada empat jenis spesies
parasit malaria di dunia yang dapat menginfeksi sel darah merah manusia, yaitu :
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium malariae
4. Plasmodium ovale

Keempat spesies parasit malaria tersebut menyebabkan jenis penyakit malaria


yang berbeda, yaitu:
1. Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria falsiparum (disebut juga malaria tropika), merupakan jenis
penyakit malaria yang terberat atau paling ganas, kadar parasitemia paling tinggi.
Satu-satunya parasit malaria yang menimbulkan penyakit mikrovaskular., karena
dapat menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti cerebral malaria (malaria
otak), anemia berat, syok, gagal ginjal akut, perdarahan, sesak nafas, dll.

2. Plasmodium vivax
Menyebabkan malaria tertiana.
Tanpa pengobatan: berakhir dalam 2 – 3 bulan. Relaps 50% dalam beberapa
minggu – 5 tahun setelah penyakit awal.

3. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria quartana.
Asimtomatis dalam waktu lama.

4. Plasmodium ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat.
Lebih ringan. Seringkali sembuh tanpa pengobatan.4

Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium.
Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya campuran
P.Falciparum dengan P.Vivax atau P.Malariae. Infeksi campuran tiga jenis
sekaligus jarang sekali terjadi. Infeksi jenis ini biasanya terjadi di daerah yang
tinggi angka penularannya. Malaria yang disebabkan oleh P.Vivax dan P.Malariae
dapat kambuh jika tidak diobati dengan baik. Malaria yang disebabkan oleh
spesies selain P.Falciparum jarang berakibat fatal, namun menurunkan kondisi
tubuh; lemah, menggigil dan demam yang biasanya berlangsung 10-14 hari.

Parasit Plasmodium sebagai penyebab (agent)

Agar dapat hidup terus, parasit penyebab penyakit malaria harus berada dalam tubuh
manusia untuk waktu yang cukup lama dan menghasilkan gametosit jantan dan betina
pada saat yang sesuai untuk penularan. Parasit juga harus menyesuaikan diri dengan
sifat-sifat spesies nyamuk Anopheles yang antropofilik agar sporogoni
memungkinkan sehingga dapat menghasilkan sporozoit yang infektif. 1

Sifat-sifat spesifik parasitnya berbeda untuk setiap spesies Plasmodium dan hal ini
mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan. P.falciparummempunyai
masa infeksi yang paling pendek, akan tetapi menghasilkan parasitemia yang paling
tinggi. Gametosit P.falciparum baru berkembang setelah 8—15 hari sesudah
masuknya parasit ke dalam darah. P.vivax dan P.ovale pada umumnya menghasilkan
parasitemia yang rendah, gejala yang lebih ringan dan mempunyai masa inkubasi
yang lebih lama daripada P.falciparum. Walaupun begitu,
sporozoit P.vivax dan P.ovale di dalam hati dapat berkembang menjadi skizon
jaringan primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini menjadi sumber terjadinya relaps.

Tabel Karakteristik Spesies Plasmodium

No Karakteristik P.falciparum P.vivax P.ovale P.malariae


1 Siklus eksoeritrositik primer 5- 7 8 9 14-15
(hari)
2 Siklus aseksual dalam darah 48 48 50 72
(hari)
3 Masa prepaten (hari) 6-25 8-27 12-20 18-59
4 Masa inkubasi (hari) 7-27 13-17 14 23-69
5 Keluarnya gametosit (hari) 8-15 5 5 5-23
6 Jumlah merozoit per sizonjaringan 30-40.000 10 15 15
7 Siklus sporogoni dalam nyamuk 9-22 8-16 12-14 16-35
(hari)

Sumber: Bruce-Chwatt

Setiap spesies Plasmodium terdiri dari berbagai strain yang secara morfologis
tidak dapat dibedakan. Strain suatu spesies yang menginfeksi vektor lokal,
mungkin tidak dapat menginfeksi vektor dari daerah lain. Lamanya masa inkubasi
dan pola terjadinya relaps juga berbeda menurut geografisnya. P.vivax dari daerah
Eropa Utara mempunyai masa inkubasi yang lama, sedangkan P.vivaxdari daerah
Pasifik Barat (antara lain Irian Jaya) mempunyai pola relaps yang berbeda.
Terjadinya resistensi terhadap obat anti malaria juga berbeda
menurutstrain geografis parasit. Pola resistensi di Irian Jaya juga berbeda dengan
di Sumatera dan Jawa

Nyamuk Anopheles

Nyamuk yang dapat menularkan malaria pada manusia hanya nyamuk Anopheles
betina. Pada saat menggigit penderita malaria (manusia yang terinfeksi malaria),
nyamuk Anopheles akan menghisap parasit malaria (plasmodium) bersamaan dengan
darah, sebab di dalam darah manusia yang telah terinfeksi malaria banyak terdapat
parasit malaria. Parasit malaria tersebut kemudian bereproduksi dalam tubuh nyamuk
Anopheles, dan pada saat menggigit manusia lain (yang tidak terinfeksi malaria),
maka parasit malaria masuk ketubuh korban bersamaan dengan air liur nyamuk.
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina anopheles. Dari
lebih 400 spesies anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung
sporozoit dan dapat menularkan malaria.
Tabel . Penyebaran geografik vektor malaria di Indonesia

Pulau Irian Jaya Jawa Sumatera Kalimantan Sulawesi


A. aitkenii * * * *

A. umbrosus * * * *

A. beazai * * * *

A. letifer * *

A. roperi * *

A.barbirostris * * * * *

A. vanus * *

A. bancrofti *

A. sinensis *

A. nigerrimus * * * *

A. kochi * * * *

A. tesselatus * * * *

A.leucoshyrus * *

A.balabacensis * *

A.punctulatus *

A. farauti *

A. koliensis *

A. aconitus * * * *

A. minimus * * * *

A. flavirostris * * * *

A. sundaicus * * * *

A. subpictus * * * * *

A. annularis * * * *
A. maculatus * * * *

Nyamuk Anopheles terutama hidup di daerah tropik dan subtropik, namun bisa juga
hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan di daerah Antarika. Anopheles jarang
ditemukan pada ketinggian 2000 – 2500 m, sebagian Anopheles ditemukan di dataran
rendah.

Semua vektor tersebut hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, antara lain ada
nyamuk yang hidup di air payau pada tingkat salinitas tertentu (An. sundaicus, An.
subpictus), ada yang hidup di sawah (An. aconitus), air bersih di pegunungan (An.
maculatus), genangan air yang terkena sinar matahari (An. punctulatus, An. farauti).

Kehidupan nyamuk sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan yang ada, seperti
suhu, kelembaban, curah hujan, dan sebagainya. 1

Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan hal-hal sebagai berikut:

1) Kepadatan vektor dekat pemukiman manusia.

2) Kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia.

3) Frekuensi menghisap darah (ini tergantung dari suhu).

4) Lamanya sporogoni (berkebangnya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi


efektif).

5) Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian menginfeksi
jumlah yang berbeda-beda menurut spesies.

Nyamuk Anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah
yang berbeda-beda menurut spesiesnya. Kebiasaan makan dan istrahat
nyamuk Anopheles dapat dikelompokkan menjadi: 1
1) Endofilik : suka tinggal dalam rumah/bangunan.

2) Eksofilik : suka tinggal diluar rumah.

3) Endofagi : menggigit dalam rumah/bangunan.

4) Eksofagi : menggigit diluar rumah/bangunan.

5) Antroprofili : suka menggigit manusia.

6) Zoofili : suka menggigit binatang.

Jarak terbang nyamuk Anopheles adalah terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3 km
dari tempat perkembangbiakan. Bila ada angin yang kuat nyamuk Anophelesbisa
terbawa sampai 30 km. Nyamuk Anopheles dapat terbawa pesawat terbang atau kapal
laut dan menyebarkan malaria ke daerah yang non endemik.

Cara penularan :
 Nyamuk Anopheles menggigit penderita malaria dan menghisap juga parasit
malaria yang ada di dalam darah penderita.
 Parasit malaria berkembang biak di dalam tubuh nyamuk Anopheles (menjadi
nyamuk yang infektif)
 Nyamuk Anopheles yang infektif menggigit orang yang sehat (belum menderita
malaria)
 Sesudah +12-30 hari (bervariasi tergantung spesies parasit) kemudian, bila daya
tahan tubuhnya tidak mampu meredam penyakit ini maka orang sehat tsb berubah
menjadi sakit malaria dan mulai timbul gejala malaria.

2.3. EPIDEMIOLOGI
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan
perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki,
namun kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut
mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria adalah :
1. Ras atau suku bangsa
Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi
sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat menghambat
perkembangbiakan P. falciparum.
2. Kekurangan enzim tertentu
Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD)
memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Defisiensi
terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada
wanita.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan Plasmodium
yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.
Hanya pada daerah dimana orang-orang mempunyai gametosit dalam darahnya
dapat menjadikan nyamuk anopheles terinfeksi. Anak-anak mungkin terutama
penting dalam hal ini. Penularan malaria terjadi pada kebanyakan daerah tropis dan
subtropics, walaupun Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Australia dan Israel sekarang
bebas malaria local, wabah setempat dapat terjadi melalui infeksi nyamuk local oleh
wisatawan yang datang dari daerah endemis.
Malaria congenital, disebabkan oleh penularan agen penyebab melalui barier
plasenta, jarang ada. Sebaliknya malaria neonates, agak sering dan dapat sebagai
akibat dari pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan darah bayi selama proses
kelahiran.
Gambar Peta Distribusi Malaria.
O, daerah dimana malaria tidak ditemukan, telah berhasil dieradikasi atau tidak
pernah ada; +, daerah dengan risiko rendah; ++, daerah dimana transmisi terjadi

2.4. SIKLUS PARASIT MALARIA


Silkus Pada Manusia
Ketika nyamuk anoples betina (yang mengandung parasit malaria) menggigit
manusia, akan keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam darah
dan jaringan hati. Dalam siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium sizon
jaringan dalam sel hati (stadium ekso-eritrositer). Setelah sel hati pecah, akan keluar
merozoit/kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit
(stadium eritrositer). Disitu mulai bentuk troposit muda sampai sizon tua/matang
sehingga eritrosit pecah dan keluar merozoit.

Sebagian besar Merozoit masuk kemabli ke eritrosit dan sebagian kecil


membentuk gametosit jantan dan
Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina
betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus
hidupnya di tubuh nyamuk (stadium sporogoni).
Didalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet)
dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot berubah menjadi
ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista.
Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar
liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia.
Khusus P. vivax dan P. ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon
jaringan) sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke
sel eritrosit, akan tetapi tertanam di jaringan hati –disebut hipnosit-. Bentuk hipnosit
inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung
hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya
akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnosoit
dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke
eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit.
Misalnya 1 – 2 tahun sebelumnya pernah menderita P. vivax/ovale dan sembuh
setelah diobati, bila kemudia mengalami kelelahan atau stress, gejala malaria akan
muncul kembali sekalipun yang bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk anopheles.
Bila dilakukan pemeriksaan, akan didapati Pemeriksaan sediaan darah (SD) positif P.
vivax/ovale.
Pada P. Falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan
menimbulkan kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang
mengakibatkan terjadinya malaria berat atau komplikasi. Plasmodium Falciparum
dalam jaringan yang mengandung parasit tua – bila jaringan tersebut berada di dalam
otak- peristiwa ini disebut sekustrasi. Pada penderita malaria berat, sering tidak
ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami sekuestrasi.
Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20-50% hampir semua
penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele) pada
orang dewasa. Malaria pada anak kecil dapat terjadi sekuel.
Pada daerah hiperendemis atau immunitas tinggi apabila dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan sediaan darah (SD) sering dijumpai Pemeriksaan sediaan darah (SD)
positif tanpa gejala klinis pada lebih dari 60% penduduk.

2.5. PATOGENESIS MALARIA


Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni
menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak
sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang
mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan
gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit
keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena
terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.
Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit
ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit
mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk mempertahankan
kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport
membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting.
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.
falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit
juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset. .
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan
darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak
terinfeksi.

1. Demam
Akibat ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi
Pelepasan merozoit pada tempat dimana sirkulasi melambat mempermudah infasi
sel darah yang berdekatan, sehingga parasitemia falsifarum mungkin lebih besar
daripada parasitemia spesies lain, dimana robekan skizon terjadi pada sirkulasi yang
aktif. Sedangkan plasmodium falsifarum menginvasi semua eritrosit tanpa
memandang umur, plasmodium vivax menyerang terutama retikulosit, dan
plasmodium malariae menginvasi sel darah merah matang, sifat-sifat ini yang
cenderung membatasi parasitemia dari dua bentuk terakhir diatas sampai kurang dari
20.000 sel darah merah /mm3. Infeksi falsifarum pada anak non imun dapat mencapai
kepadatan hingga 500.000 parasit/mm3. 5

2. Anemia
Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan depresi sumsum
tulang
Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin serum, dan pada
malaria falsifarum ia dapat cukup kuat untuk mengakibatkan hemoglobinuria
(blackwater fever). Perubahan autoantigen yang dihasilkan dalam sel darah merah
oleh parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis, perubahan-perubahan ini dan
peningkatan fragilitas osmotic terjadi pada semua eritrosit, apakah terinfeksi apa
tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin atau primakuin pada orang-orang
dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase herediter.
Pigmen yang keluar kedalam sirkulasi pada penghancuran sel darah merah
berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limfa, dimana folikelnya menjadi
hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam sel kupffer hati dan dalam sumsum
tulang, otak, dan organ lain. Pengendapan pigmen dan hemosiderin yang cukup
mengakibatkan warna abu-abu kebiruan pada organ.

3. Kejadian immunopatologi
Aktivasi poliklonal → hipergamaglobulinemia, pembentukan kompleks imun, depresi
immun, pelepasan sitokin seperti TNF
Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan atas :
a) Imunitas alamiah non imunologis
Berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang dikaitkan dengan resistensi
terhadap malaria, misalnya: Hb S, Hb C, Hb E, thallasemin alafa-beta, defisiensi
glukosa 6-fosfat dehidrogenase, golingan darah duffy negative kebal terhadap infeksi
plasmodium vivax, individu dengan HLA-Bw 53 lebih rentan terhadap malaria dan
melindungi terhadap malaria berat.
b) Imunitas didapat non spesifik
Sporozoit yang masuk kedalam darah segera dihadapi oleh respon imun non
spesifik yang terutama dilakukan oleh magrofag dan monosit, yang menghasilkan
sitokin-sitokin seperti TNF, IL1, IL2, IL4, IL6, IL8, dan IL10, secara langsung
menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik), membunuh parasit (sitotoksik). 5
c) Imunitas didapat spesifik.
Merupakan tanggapan system imun terhadap infeksi malaria mempunyai sifat
spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik. 5
4. Anoxia jaringan
parasit P. falciparum matur: timbul knob pada permukaan sel darah merah
berparasit yang memfasilitasi cytoadherence P. falciparum-parasitized red cells ke
sel-sel endotel vaskular otak, ginal, organ yang terkena lainnya à obstruksi aliran
darah & kerusakan kapiler à leakage protein dan cairan vaskular, edema, serta anoxia
jaringan otak, jantung, paru, usus, ginjal.
 P. vivax dan P. ovale : menyerang eritrosit imatur
 P. malariae: menyerang eritrosit matur
 P. falciparum: menyerang eritrosit matur & imatur  parasitemia lebih berat
 Kerentanan bervariasi secara genetik, beberapa fenotip sel darah merah:
 Hemoglobin S
 Hemoglobin F
 Thalassemia
 Resisten (parsial) terhadap infeksi P. falciparum. 5

2.6. MANIFESTASI KLINIS


Menurut berat-ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis:
A. Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi)
Meskipun disebut malaria ringan, sebenarnya gejala yang dirasakan
penderitanya cukup menyiksa (alias cukup berat). Gejala malaria yang utama
yaitu: demam, dan menggigil, juga dapat disertai sakit kepala, mual, muntah,
diare, nyeri otot atau pegal-pegal. Gejala-gejala yang timbul dapat bervariasi
tergantung daya tahan tubuh penderita dan gejala spesifik dari mana parasit
berasal.
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai
gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses
skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl
phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa
penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang
dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam
periodic, anemia dan splenomegali.
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi
dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga
cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya
transfuse darah yang mengandung stadium aseksual).
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot,
anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di
punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P.
falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas.
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym)
secara berurutan yang disebut trias malaria, yaitu :
1. Stadium dingin (cold stage)
Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai dengan
menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi
lemah, bibir dan jari-jari pucat kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan
terkadang disertai muntah.
2. Stadium demam (hot stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa kepanasan. Muka
merah, kulit kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi kuat
kembali, merasa sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 41oC
atau lebih. Pada anak-anak, suhu tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan
kejang-kejang.
3. Stadium berkeringat (sweating stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat sangat banyak.
Suhu tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah
itu biasanya penderita beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur
penderita merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali
melakukan kegiatan sehari-hari.

Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami


oleh penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang
belum mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap malaria atau penderita yang
baru pertama kali menderita malaria.
Di daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai kekebalan
(imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak
selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung spesies parasit dan imunitas
penderita. Di daerah yang mempunyai tingkat penularan sangat tinggi
(hiperendemik) seringkali penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat muncul
gejala lain, misalnya: diare dan pegal-pegal. Hal ini disebut sebagai gejala malaria
yang bersifat lokal spesifik.
Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax,
sedangkan pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat
atau malah tidak ada. Diantara 2 periode demam terdapat periode tidak demam
yang berlangsung selama 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria
vivax dan ovale, dan 60 jam pada malaria malariae. Perbedaan kurva suhu tubuh
penderita malaria fasciparum, malaria vivax, dan malaria malariae dapat dilihat
pada grafik di bawah ini.
Grafik 1. Kurva temperatur pada penderita malaria falciparum.

Grafik 2. Kurva temperatur pada penderita malaria vivax.

Grafik 3. Kurva temperatur pada penderita malaria malariae.

B. Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi)


Penderita dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya
ditemukan parasit malaria melalui pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah Tepi
atau Rapid Diagnostic Test (RDT) dan disertai memiliki satu atau beberapa
gejala/komplikasi berikut ini:
1) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai
penurunan kesadaran lebih ringan dengan manifestasi seperti: mengigau,
bicara salah, tidur terus, diam saja, tingkah laku berubah) 4
2) Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
3) Kejang-kejang
4) Panas sangat tinggi
5) Mata atau tubuh kuning
6) Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang,
bibir kering, produksi air seni berkurang)
7) Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
8) Nafas cepat atau sesak nafas
9) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
10) Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
11) Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni
12) Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang dari 5 g%)

Penderita malaria berat harus segera dibawa/dirujuk ke fasilitas kesehatan


untuk mendapatkan penanganan semestinya.

2.7. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
 Keluhan utama : demam, menggigil, dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
 Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik
malaria.
 Riwayat tinggal didaerah endemik malaria.
 Riwayat sakit malaria.
 Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
 Gejala klinis pada anak dapat tidak jelas.
 Riwayat mendapat transfusi darah.
Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat, dapat
ditemukan keadaan di bawah ini:
 Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
 Keadaan umum yang lemah.
 Kejang-kejang.
 Panas sangat tinggi.
 Mata dan tubuh kuning.
 Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.
 Nafas cepat (sesak napas).
 Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
 Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.
 Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.
 Telapak tangan sangat pucat.

2. Pemeriksaan fisik
a. Malaria Ringan
 Demam (pengukuran dengan termometer ≥ 37,5°C)
 Konjungtiva atau telapak tangan pucat
 Pembesaran limpa (splenomegali)
 Pembesaran hati (hepatomegali). 2

b. Malaria Berat
 Mortalitas:
 Hampir 100% tanpa pengobatan,
 Tatalaksana adekuat: 20%
 Definisi: Infeksi P. falciparum disertai dengan salah satu atau lebih kelainan
berikut:
 Malaria serebral
 Gangguan status mental
 Kejang multipel
 Koma
 Hipoglikemia: gula darah < 50 mg/dL
 Distress pernafasan
 Temperatur > 40oC, tidak responsif dengan asetaminofen
 Hipotensi
 Oliguria atau anuria
 Anemia: hematokrit <20% atau menurun dengan cepat
 Kreatinin > 1,5 mg/dL
 Parasitemia > 5%
 Bentuk Lanjut (tropozoit lanjut atau schizont) P. falciparum pada apusan
darah tepi
 Hemoglobinuria
 Perdarahan spontan
 Kuning 5

3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/Iapangan/rumah
sakit untuk menentukan:
o Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
o Spesies dan stadium plasmodium
o Kepadatan parasite
 - Semi kuantitatif:
 (-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
 (+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
 (++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
 (+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
 (++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
- Kuantitatif
 Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau
sediaan darah tipis.
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6
jam sampai 3 hari berturut-turut.
2) Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak
ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik Tes ini sangat
bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di
daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survey tertentu.
Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam
lemari es tetapi tidak dalam freezer pendingin.

c. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:


1) Darah rutin
2) Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali
fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, anaIisis
gas darah.
3) EKG
4) Foto toraks
5) Analisis cairan serebrospinalis
6) Biakan darah dan uji serologi
7) Urinalisis.
Gambar. Apus darah tebal

Gambar. Stadium darah parasit,


apus darah tipis
Gbr. 1: sel darah merah normal;
Gbr. 2-18: Tropozoit (Gbr. 2-10
merupakan tropozoit stadium
cincin); Gbr. 19-26: Skizon (Gbr.
26 skizon ruptur); Gbr. 27,28:
makrogametosid matur (♀); Gbr.
29, 30: mikrogametosid matur
(♂).
GAMBAR. Stadium-stadium dalam siklus hidup P. falciparum. A: Bentuk cincin
(tropozoid awal). B: Schizont matur, jarang terlihat di sediaan apus darah perifer
karen sekuestrasi mikrovaskular. C: Gametosid, bentuk pisang. Sumber: Division of
Parasitic Diseases, US Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta.

2.8. PENGOBATAN
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh
semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan
radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik serta memutuskan
rantai penularan.
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong
karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu
setiap akan minum obat anti malaria.2
2.8.1. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi.
1. Malaria Falsiparum
Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah seperti yang tertera dibawah
ini:
Lini pertama = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

Setiap kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister, yaitu blister


amodiakuin terdiri dari 12 tablet @ 200 mg = 153 mg amodiakuin basa, dan blister
artesunat terdiri dari 12 tablet @ 50 mg. Obat kombinasi diberikan per-oral selama
tiga hari dengan dosis tunggal harian sebagai berikut:
Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb.
Primakuin tidak boleh diberikan kepada:
 lbu hamil
 Bayi < 1 tahun
 Penderita defisiensi G6-PD 2

Tabel III.1.1.
Pengobatan lini pertama malaria falsiparum menurut kelompok
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis Obat 0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 ≥15
Bulan Bulan Tahun Tahun Tahun Tahun
1 Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4
Primakuin *) *) ¾ 1 1/2 2 2-3
2 Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4
3 Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4

Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini pertama
tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual
tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi). 2

Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin


Kina tablet
Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7(tujuh)
hari. 2

Doksisiklin
Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis orang
dewasa adalah 4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2
mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia <8 tahun.
Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin. 2

Tetrasiklin
Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis 4- 5
mg/kgbb/kali Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak
dengan umur di bawah. 8 tahun dan ibu hamil.

Primakuin
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama.

Tabel III.1.2.
Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


Hari Jenis Obat
0-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun >15 Tahun
1 Kina *) 3 X 1/2 3X1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Doksisiklin - - - 2 X 1**) 2 X 1**)
Primakuin - ¾ 11/2 2 2-3
2 Kina *) 3 X 1/2 3X1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Doksisiklin - - - 2 X 1**) 2 X 1**)
*) Dosis diberikan kg/bb
**) 2x50 mg Doksisiklin
***) 2x100 mg Doksisiklin
Tabel III.1.3.
Pengobatan lini kedua untuk malaria faliparum

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


Hari Jenis Obat
0-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun >15 Tahun
1 Kina *) 3X½ 3X1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Tetrasiklin - - - *) 4 X 1**)
Primakuin - ¾ 11/2 2 2-3
2- Kina *) 3X½ 3X1 3 X 11/2 3 X (2-3)
7 Tetrasiklin - - - *) 4 X 1**)

*) Dosis diberikan kg/bb


**) 4x250 mg Tatrasiklin

Untuk penderita malaria mix (P.falciparum + P.vivax) dapat diberikan pengobatan


obat kombinasi peroral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian sebagai berikut:
Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb ditambah dengan
primakuin 0,25 mg/ kgbb selama 14 hari. 2
Malaria mix = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

Tabel III.1.4
Pengobatan malaria mix (P. Falciparum + P. Vivax)

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


Hari Jenis Obat
0-1 Bulan 2-11 Bulan 1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 Thn >15 Thn
1 Artesunat 1/4 ½ 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 ½ 1 2 3 4
Primakuin - -) 1/2 1 1 1/2 2
2 Artesunat 1/4 ½ 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 ½ 1 2 3 4
Primakuin - - 1/2 1 1 1/2 2
3 Artesunat 1/4 ½ 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 ½ 1 2 3 4
3-14 Primakuin - - 1/2 1 1 1/2 2

2. Pengobatan malaria vivaks, malaria ovale, malaria malariae


A. Malaria vivaks dan ovale
Lini pertama pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale adalah seperti yang tertera
dibawah ini:

Lini Pertama = Klorokuin + Primakuin

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria vivaks dan
malaria ovale. 2

Klorokuin
Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg
basa/kgbb. 2

Primakuin
Dosis Primakuin adalah 0.25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14 hari dan
diberikan bersama klorokuin.Seperti pengobatan malaria falsiparum, primakuin tidak
boleh diberikan kepada: ibu hamil, bayi <1 tahun, dan penderita defisiensi G6-PD. 2
Tabel III.2.1.
Pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


Hari Jenis Obat 0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 Tahun
Bulan Bulan Tahun Tahun Tahun
1 Klorokuin 1/4 ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - - 1/4 1/2 3/4 1
2 Klorokuin 1/4 ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - - 1/4 1/2 3/4 1
3 Klorokuin 1/8 ¼ 1/2 1 1 1/2 2
Primakuin - - 1/4 1/2 3/4 1
4-14 Primakuin - - 1/4 1/2 3/4 1

Pengobatan malaria vivaks resisten klorokuin


Lini kedua : Kina + Primakuin

Primakuin
Dosis Primakuin adalah 0,25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14 hari. Seperti
pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak boleh diberikan kepada Ibu
hamil, bayi < 1tahun, dan penderita defisiensi G6-PD.
*) Dosis kina adalah 30mg/kgbb/hari yang diberikan 3 kali per hari. Pemberian kina
pada anak usia di bawah 1 tahun harus dihitung berdasarkan berat badan.
Dosis dan cara pemberian primakuin adalah sama dengan cara pemberian primakuin
pada malaria vivaks terdahulu yaitu 0.25 mg/kgbb perhari selama 14 hari. 2
Tabel III.2.2
Pengobatan malaria vivaks resisten klorokuin

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


Hari Jenis Obat
0-1 Bln 2-11 Bln 1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 Thn >15 Thn
1-7 Kina *) *) 3 X 1/2 3X1 3 X 1 1/2 3X3
1-14 Primakuin - - 1/4 1/2 3/4 1

*) Dosis diberikan kg/bb

B. Pengobatan malaria vivaks yang relaps


Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) sama dengan regimen
sebelumnya hanya dosis perimakuin ditingkatkan Klorokuin diberikan 1 kali per-hari
selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb dan primakuin diberikan selama
14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgbb/hari. Dosis obat juga dapat ditaksir dengan
memakai tabel dosis berdasarkan golongan Umur penderita tabel III.2.3. 2

Tabel III.2.3.
Pengobatan malaria vivaks yang relaps (kambuh)

Hari Jenis Obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


0-1 Bln 2-11 Bln 1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 Thn >15 Thn
1 Klorokuin 1/4 1/2 1 2 3 3-4
Primakuin - - 1/2 1 1 1/2 2
2 Klorokuin 1/4 1/2 1 2 3 3-4
Primakuin - - 1/2 1 1 1/2 2
3 Klorokuin 1/8 1/4 1/2 1 1 1/2 2
Primakuin - - 1/2 1 1 1/2 2
4 -14 Primakuin - - 1/2 1 1 1/2 2

Khusus. untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat
(golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka pengobatan
diberikan secara mingguan. 2
Klorokuin diberikan 1 kali per-minggu selama 8 sampai dengan 12 minggu,
dengan dosis 10 mg basa/kgbb/kali Primakuin juga diberikan bersamaan dengan
klorokuin setiap minggu dengan dosis 0,76 mg/kgbb/kali. 2

Tabel: III.2..3.1.
Pengobatan malaria vivaks penderita defislensi G6PD

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


Lama
Jenis Obat 0-1 Bln 2-11 1-4 5-9 Thn 10-14 >15 Thn
minggu
Bln Thn Thn
8 s/d12 Klorokuin 1/4 1/2 1 2 3 3-4
8 s/d12 Primakuin - - 3/4 1 1/2 2 1/4 3

C. Pengobatan malaria malariae


Pengobatan malaria malariae cukup diberikan dengan klorokuin 1 kali per-hari
selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb Pengobatan juga dapat diberikan
berdasarkan golongan umur penderita tablel III.2.4. 2

Tabel III.2.4.
Pengobatan malaria malariae

Hari Jenis Obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


0-1 2-11 1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 >15
Bln Bln Thn Thn
1 Klorokuin 1/4 1/2 1 2 3 3-4
2 Klorokuin 1/4 1/2 1 2 3 3-4
3 Klorokuin 1/8 1/4 1/2 1 1 1/2 2

3. Catatan
a. Fasilitas pelayanan kesehatan dengan sarana diagnostik malaria dan belum
tersedia obat kombinasi artesunat + amodiakuin, Penderita dengan infeksi
Plasrnodium falciparurn diobati dengan sulfadoksin-pirimetamin (SP) untuk
membunuh parasit stadium aseksual.
Obat ini diberikan dengan dosi tunggal sulfadoksin 25 mg/kgbb atau berdasarkan
dosis pirimetamin 1,25 mg/kgbb Primakuin juga diberikan untuk membunuh parasit
stadium seksual dengan dosis tunggal 0,75 mg/kgbb Pengobatan juga dapat diberikan
berdasarkan golongan umur penderita seperti pada tabel III.3.1. 2

Tabel III.3.1.
Pengobatan malaria falsiparum di sarana kesehatan tanpa tersedia obat artesunat-
amodiakuin
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis Obat <1 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 >15 Tahun
Tahun Tahun
H1 SP - 3/4 1 1/2 2 3
Primakuin - 3/4 1 1/2 2 2-3

Pengobatan malaria falsiparum gagal atau alergi SP


Jika pengobatan dengan SP tidak efektif (gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit
aseksual tidak berkurang atau timbul kembali) atau penderita mempunyai riwayat
alergi terhadap SP atau golongan sulfa lainnya, penderita diberi regimen kina +
doksisiklin/tetrasiklin + primakuin. 2

Pengobatan alterflatif = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin


Pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur seperti tertera pada tabel
III.3.2. dan tabel III.3.3 Dosis maksimal penderita dewasa yang dapatdiberikan untuk
kina 9 tablet, dan primakuin 3 tablet. Selain pemberian dosis berdasarkan berat badan
penderita, obat dapat diberikah berdasarkan golongan umur seperti tertera pada table
III.3.2. 2

Tabel III.3.2.
Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum
Hari Jenis Obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
<1 Tahun 1-4 5-9 10 - 14 >15 Tahun
Tahun Tahun Tahun
1 Kina *) 3 X 1/2 3X1 3 X 1 1/2 3 X (2-3)
Dosisiklin - - - 2 X 1**) 2 X 1 ***)
Primakuin - 3/4 1 1/2 2 2-3
2 Kina *) 3 X 1/2 3X1 3 X 1 1/2 3 X (2-3)
Dosisiklin - - - 2 X 1**) 2 X 1***)

*) Dosis diberikan kg/bb


**) 2x 50mg Doksisiklin
***) 2x100 mg Doksisiklin
Tabel III.3.3.
Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum
Hari Jenis Obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
<1 Tahun 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 >15
Tahun Tahun
1 Kina *) 3 X 1/2 3X1 3 X 1 1/2 3 X (2-3)
Tetrasiklin - - - *) 4 X 1**)
Primakuin - 3/4 1 1/2 2 2-3
2 Kina *) 3 X 1/2 3X1 3 X 1 1/2 3 X (2-3)
Tetrasiklin - - - *) 4 x 1**)

*) Dosis diberikan kg/bb


**) 4x 250 mg Tetrasiklin

b. Fasilitas pelayanan kesehatan tanpa sarana diagnostik malaria. Penderita dengan


gejala klinis malaria dapat diobati sementara dengan regimen klorokuin dan
primakuin. Pemberian klorokuin 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25
mg basa/kgbb. Primakuin diberikan bersamaan dengan klorokuin pada hari pertarna
dengan dosis 0,75 mg/kgbb. Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan
umur penderita seperti pada tabel III.3.4.

Tabel III.3.4.
Pengobatan terhadap penderita suspek malaria

Hari Jenis Obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


0-1 Bln 2-11 Bln 1-4 5-9 10-14 >15
Thn Thn Thn Thn
1 Klorokuin 1/4 1/2 1 2 3 3-4
Primakuin - - ¾ 1 1/2 2 2-3
2 Klorokuin 1/4 1/2 1 2 3 4
3 Klorokuin 1/8 1/4 ½ 1 1 1/2 2

2.8.2. Pengobatan Malaria Dengan Komplikasi


Definisi malaria berat/komplikasi adalah ditemukannya Plasmodium falciparum
stadium aseksual dengan satu atau beberapa manifestasi klinis dibawah ini
(WHO,1997):
1) Malaria serebral (malaria otak)
2) Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%)
3) Gagal ginjal akut (urin<400 mI/24 jam pada orang dewasa atau<1 ml/kgbb/jam
padä anak setelah dilakukari rehidrasi; dengan kreatinin darah >3 mg%).
4) Edema paru atau Acute Respiratory Distress Syndrome.
5) Hipoglikemi: gula darah< 40 mg%.
6) Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg (pada anak: tekanan nadi_
≤20 rnmHg); disertai keringat dingin.
7) Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan/atau disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulast intravaskuler
8) Kejang berulang > 2 kali per 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia
9) Asidemia (pH:< 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L).
10) Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat
anti malaria pada seorang dengan defisiensi G-6-PD). 2
Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat:
1. Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15)
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan) tanpa kelainan neurologik
3. Hiperparasitemia > 5 %.
4. lkterus (kadàr bilirubin darah > 3 mg%)
5. Hiperpireksia (temperatur rektal > 40° C pada orang dewasa, >41° C pada anak) 2

Perbedaan manifestasi malaria berat pada anak dan dewasa dapat dilihat pada tabel
III.4.1
Manifestasi malaria berat pada Anak Manifestasi malaria berat pada
Dewasa
Koma (malaria serebral) Koma (malaria serebral)
Distres pernafasan Gagal ginjal akut
Hipoglikemia (sebelum terapi kina) Edem paru, termasuk ARDS#
Anemia berat Hipoglikaemia (umumnya sesudah terapi
kina)
Kejang umum yang bertulang Anemia berat (< 5 gr%)
Asidosis metabolik Kejang umum yang berulang
Kolaps sirkulasi, syok hipovolemia, Asidosis metabolik
hipotensi (tek. sistolik<50mmHg)
Gangguan kesadaran selain koma Kolaps sirkulasi, syok
Kelemahan yang sangat (severe Hipovolemia, hipotensi
prostation)
Hiperparasitemia Perdarahan spontan
Ikterus Gangguan kesadaran selain koma
Hiperpireksia (SUhu>410C) Hemoglobinuria (blackwater fever)
Hemoglobinuria (blackwater fever) Hiperparasitemia (>5%)
Perdarahan spontan Ikterus (Bilirubin total >3 mg%)
Gagal ginjal Hiperpireksia (Suhu >40C)

Komplikasi terbanyak pada anak : Komplikasi dibawah ini lebih sering pada
Hipoglikemia (sebelum pengobatan kina) dewasa:
Anemia berat. Gagal ginjal akut
Edem paru
Keterangan : Malaria serebral Ikterus
Anemia berat ( Hb<5 g%, Ht<15%)
Sering pada anak umur 1-2 tahun. # Adult Respiratory Distress Syndrom
Gula darah <40mg% lebih sering pada
anak <3 tahun.

Pengobatan malaria berat ditujukan pada pasien yang datang dengan manifestasi
klinis berat termasuk yang gagal dengan pengobatan lini pertama.
Apabila fasilitas tidak atau kurang memungkinkan, maka penderita dipersiapkan
untuk dirujuk ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan yang lebih lengkap. 2

Penatalaksanaan kasus malaria berat pada prinsipnya meliputi:


1) Tindakan umum
2) Pengobatan simptomatik
3) Pemberian obat anti malaria
4) Penanganan komplikasi

Pilihan utama : derivat artemisinin parenteral


 Artesunat Intravena atau intramuskular
 Artemeter Intramuskular

Pemberian obat anti malaria berat


Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di Rumah Sakit atau
Puskesmas perawatan, sedangkan artemeter intramuskular direkomendasikan untuk di
lapangan atau Puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Obat ini tidak boleh diberikan
pada ibu hamil trimester 1 yang menderita malaria berat. 2

Kemasan dan cara pemberian artesunat


Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam
artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Untuk
membuat larutan artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik dengan
larutan 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan Dextrose 5%
sebanyak 3-5 ml. Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus: 2,4 mg/kgbb
per-iv selama ± 2 menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama.
Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv satu kali sehari sampai penderita
mampu minum obat. Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara intramuskular
(i.m.) dengan dosis yang sama. 2
Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan
regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini pertama
malaria falsiparum tanpa komplikasi). 2

Kemasan dan cara pemberian artemeter


Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam
larutan minyak Artemeter diberikan dengan loading dose: 3,2mg/kgbb intramuskular
Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali sehari sampai
penderita mampu minum obat. 2
Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan
regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini pertama
malaria falsiparum tanpa komplikasi). 2
Obat alternatif malaria berat

Kina dihidroklorida parenteral

Kemasan dan cara pemberian kina parenteral


Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria berat pada daerah yang
tidak tersedia derivat artemisinin parenteral, dan pada ibu hamil trimester pertama
Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%, Satu ampulberisi 500
mg /2 ml. 2

Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa termasuk untuk ibu hamil:
Loading dose : 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5% atau NaCI
0,9% diberikan selama 4 jam pertama. Selanjutnyá selama 4 jam ke-dua hanya
diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu, diberikan kina dengan
dosis maintenance 10 mg/kgbb dalam larutan 500 ml dekstrose 5 % atau NaCI selama
4 jam Empat jam selanjutnya, hanya diberikan lagi cairan dextrose 5% atau NaCl
0,9% Setelah itu diberikan lagi dosis maintenance seperti diatas sampai penderita
dapat minum kina per-oral. Bila sudah sadar / dapat minum obat pemberian kina iv
diganti dengan kina tablet per-oral dengan dosis 10 mg/kgbb/kali, pemberian 3 x
sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang
pertama). 2

Dosis anak-anak: Kina.HCI 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan
: 6-8 mg/kg bb) diencerkan dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 % sebanyak 5-10
cc/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan
dapat minum obat. 2

Kina dihidrokiorida pada kasus pra-rujukan:


Apabila tidak memungkinkan pemberian kina per-irifus, maka dapat diberikan
kina dihidroklorida 10 mg/kgbb intramuskular dengan masing-masing 1/2 dosis pada
paha depan kiri-kanan (jangan diberikan pada bokong) Untuk pemakaian
intramuskular, kina diencerkan dengan 5-8 cc NaCI 0,9% untuk mendapatkan
konsentrasi 60-100 mg/ml. 2

Catatan :
 Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi jantung dan
dapat menimbulkan kematian
 Pada penderita dengan gagal ginjal, loading dose tidak diberikan dan dosis
maintenance kina diturunkan 1/2 nya
 Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75
mg/kgbb.
 Dosis rnaksimum dewasa : 2.000 mg/hari. 2
2.9. PENCEGAHAN (KEMOPROFlLAKSIS)
Kemoprofilaksis bertujuan untuk. mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga
bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada
orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu
lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain Untuk kelompok atau
individu yang akan bepergian/tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya
menggunakan personaI protection seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat kassa
dan Iain-lain. 2
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium falciparum
terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis
Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb selama tidak Iebih dari 4-6
minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu
hamil. 2
Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis
5 mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum masuk ke
daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak menggunakan
klorokuin lebih dan 3-6 bulan.2

2.10. PROGNOSIS
1) Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan &
kecepatan pengobatan.
2) Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan
pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat sampai 50
%.
3) Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada
kegagalan 2 fungsi organ
 Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 %
 Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 %
 Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu:
 Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 %
 Kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 %
 Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 % 4

2.11. RUJUKAN PENDERITA


Semua penderita malaria berat dirujuk / ditangani RS Kabupaten. Apabila
penderita tidak bersedia dirujuk dapat dirawat di puskesmas rawat inap dengan
konsultasi kepada dokter RS Kabupaten. Bila perlu RS kabupaten dapat pula merujuk
kepada RS Propinsi.
Cara merujuk :
1) Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang berisi tentang
diagnosa, riwayat penyakit, pemeriksaan yang telah dilakukan dan tindakan yang
sudah diberikan.
2) Apabila dibuat preparat Pemeriksaan sediaan darah (SD) malaria, harus
diikutsertakan.

Kriteria penderita malaria yang dirawat inap :


Bila salah satu atau lebih dari gejala dibawah ini :
1) Malaria dengan komplikasi
2) Malaria congenital pada bayi
3) Hiperparasitemia. (Parasitemia > 5 %)

Penilaian Situasi Malaria

Situasi malaria di suatu daerah dapat ditentukan melalui kegiatan surveilans


(pengamatan) epidemiologi. Surveilans epidemiologi adalah pengamatan yang terus
menerus atas distribusi dan kecenderungan suatu penyakit melalui pengumpulan data
yang sistematis agar dapat ditentukan penanggulangan yang setepat-tepatnya.
Pengamatan dapat dilakukan secara rutin melalui PCD (Passive Case Detection) oleh
fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit atau ACD (Active Case
Detection) oleh petugas khusus seperti PMD (Pembantu Malaria Desa) di Jawa-Bali.
Di daerah luar Jawa-Bali yang tidak pernah mengalami program pembasmian malaria
dan tidak mempunyai PMD sehingga pengamatan rutin tidak bisa dilaksanakan,
penularan malaria dilakukan melalui survey malariomatrik (MS), mass blood
survey (MBS), mass fever survey (MFS) dan lain-lain. 1

Pengamatan Rutin Malaria menggunakan parameter sebagai berikut:

Annual Parasite Incidence (API)


Kasus malaria yang dikonfirmasikan dalam 1 tahun
API = x1000
Jumlah penduduk daerah tersebut

Kasus malaria ditemukan melalui ACD dan PCD dan dikonfirmasikan dengan
pemeriksaan mikroskopik. 1

Annual Blood Examination Rate (ABER)


Jumlah sediaan darah yang diperiksa
ABER = x100
Penduduk yang diamati

ABER merupakan ukuran dari efisiensi operasional. ABER diperlukan untuk menilai
API. Penurunan API yang disertai penurunan ABER belum tentu berarti penurunan
insidens. Penurunan API berarti penurunan insidens bila ABER meningkat

Slide Positivity Rate (SPR)

SPR adalah persentase sediaan darah yang positif. Seperti penilaian API, SPR baru
bermakna bila ABER meningkat. 1

Parasite Formula (PF)


PF adalah proporsi dari tiap parasit di suatu daerah. Spesies yang mempunyai PF
tertinggi disebut spesies yang dominan. Interpretasi dari masing-masing dominansi
adalah sebagai berikut: 1

P. falciparum dominan:
 penularan masih baru/belum lama
 pengobatan kurang sempurna/rekrudesensi
P. vivax dominan:
transmisi dini yang tinggi dengan vector yang paten (gametosit P. vivax timbul pada
hari 2-3 parasitemia, sedangkan P. falciparum baru pada hari ke-8) 1
pengobatan radikal kurang sempurna sehingga timbul rekurens
P. malariae dominan:
kita berhadapan dengan vektor yang berumur panjang (P. malariaemempunyai siklus
sporogoni yang paling panjang dibandingkan spesies lain)
Penderita demam/klinis malaria unit-unit kesehatan yang belum mempunyai
fasilitas laboratorium dan mikroskopis dapat melakukan pengamatan terhadap
penderita demam atau gejala klinis malaria. Nilai data akan meningkat bila
disertai pemeriksaan sediaan darah (dapat dikirim ke laboratorium terdekat).
Hasil pengamatan dinyatakan dengan proporsi pengunjung ke unit kesehatan
tersebut (mis. Puskesmas atau Puskesmas Pembantu) yang menderita demam
atau gejala klinis malaria. Meskipun hasilnya tidak sebaik penggunaan
parameter a. s/d d., proporsi yang meningkat sudah bias menunjukkan
kemungkinan adanya wabah/kejadian luar biasa dan mengambil tindakan
yang diperlukan.

Survei malariometrik (MS) biasanya dilakukan di daerah yang belum mempunyai


program penanggulangan malaria yang teratur, terutama di luar Jawa-Bali.

Pada MS dapat dikumpulkan parameter sebagai berikut:


1. Parasite Rate (PR)

PR adalah persentase penduduk yang darahnya mengandung parasit malaria pada saat
tertentu. Kelompok umur yang dicakup biasanya adalah golongan 2-9 tahun dan 0-1
tahun. PR kelompok 0-1 tahun mempunyai arti khusus dan disebutInfant Parasite
Rate (IPR) dan dianggap sebagai indeks transmisi karena menunjukkan adanya
transmisi lokal.

2. Spleen Rate (SR)

SR menggambarkan persentase penduduk yang limpanya membesar, biasanya


golongan umur 2-9 tahun. Bila yang diperiksa kelompok dewasa, hal ini harus
dinyatakan secara khusus. Besarnya limpa dinyatakan berdasarkan klasifikasi Hacket
sebagai berikut:

H.0 : tidak teraba (pada insipirasi maksimal)

H.1 : teraba pada insipirasi maksimal

H.2 : teraba tapi proyeksinya tidak melebihi garis horisontal yang ditarik melalui
pertengahan arcus costae dan umbilicus pada garis mamilaris kiri.

H.3 : teraba di bawah garis horisontal melalui umbilicus

H.4 : teraba di bawah garis horisontal pertengahan umbilicus-symphisis pubis

H.5 : teraba di bawah garis H.4

3. Average Enlarged Spleen (AES)

AES adalah rata-rata pembesaran limpanya dapat diraba. Indeks ini diperoleh dengan
mengkalikan jumlah limpa yang membesar pada tiap ukuran limpa (menurut Hacket)
dengan pembesaran limpa pada suatu golongan umur tersebut. AES bermanfaat untuk
mengukur keberhasilan suatu program pemberantasan. AES seharusnya menurun
lebih cepat daripada SR bila endemisitas menurun.

Survei-survei lain yang dapat dilaksanakan untuk menilai situasi malaria adalah:

1. Mass Blood Survey (MBS)

Pada MBS seluruh penduduk di suatu daerah tertentu diperiksa darahnya. Hasilnya
adalah parasite rate (PR) dan parasite formula (PF).

2. Mass Fever Survey (MFS)

Pada MFS semua penduduk yang menderita demam atau menderita demam dalam
waktu sebulan sebelum survey diperiksa darahnya. Ini dilaksanakan bila MBS tidak
bias dilaksanakan karena keterbatasan biaya, tenaga, dan waktu.

3. Survey Entomologi

Survei ini sama penting dengan survey malariometrik terdahulu. Tanpa mengetahui
sifat-sifat (bionomic) vector setempat tidak akan dapat disusun upaya pemberantasan
yang berhasil. Parameter penting yang perlu diketahui adalah a.l:Man Biting
Rate (gigitan nyamuk per hari per orang), Parous Rate (nyamuk yang telah
bertelur), Sporozoit Rate (nyamuk dengan sporosoit dalam kelenjar liurnya),Human
Blood Index (nyamuk dengan jumlah darah manusia dalam lambungnya),Mosquito
Density (jumlah nyamuk yang ditangkap dalam 1 jam), Inoculation Rate(man biting
rate x sporozoit rate) 1

4. Survey Lingkungan

Data mengenai lingkungan seperti data meteorologi dan demografi harus diusahakan
dari instansi lain di luar kesehatan. Yang penting diketahui adalah data tentang
tempat-tempat perindukan nyamuk, baik yang alamiah maupun yang buatan
manusia. 1
5. Survei-survei lain

Sesuai dengan kebutuhan program penanggulangan malaria, perlu dilakukan


studi/survey khusus seperti misalnya:

 studi resistensi parasit terhadap berbagai obat malaria


 survei prevalensi defisiensi G6PD pada masyarakat daerah tertentu (misalnya
bila primakuin akan digunakan sebagai profilaksis)
 studi resistensi vector terhadap berbagai insektisida yang akan dipakai.
 studi mengenai aspek social-budaya, a.l ‘health seeking behaviour’ yang
berkaitan dengan penyakit malaria
 studi sero-epidemiologi. Adanya berbagai metode serologi (ELISA, IFAT,
dll) untuk mengukur antibody terhadap berbagai stadium parasit malaria
memungkinkan diadakannya studi sero-epidemiologi untu melengkapi data
malariometrik yang ada dan memahami transmisi serta perkembangan imunitas
penyakit malaria dengan lebih baik.

2.3.5 Malaria Di Masyarakat

Adanya malaria di masyarakat dapat dibedakan sebagai endemik atau epidemik.


Penggolongan lain adalah stable dan unstable malaria menurut Mac-Donald. Malaria
di suatu daerah dikatakan endemik bila insidensnya menetap untuk waktu yang lama.1

Berdasarkan spleen rate (SR) pada kelompok 2-9 tahun, endemisitas malaria di suatu
daerah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. hipoendemik : SR 10%
2. mesoendemik : SR 11-50%
3. hiperendemik : SR 50%
4. holoendemik : SR 75% (dewasa : 25%)
Di daerah holoendemik, SR pada orang dewasa rendah karena imunitas tinggi yang
disebabkan transmisi tinggi sepanjang tahun. Epidemi atau kejadian luar biasa (KLB)
malaria adalah terjadinya peningkatan jumlah penderita atau kematian karena malaria
yang secara statistik bermakna bila dibandingkan dengan waktu sebelumnya (periode
3 tahun yang lalu). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya epidemic (KLB)
malaria adalah: 1

1. Meningkatnya kerentanan penduduk. Hal ini sering disebabkan


pindahnya penduduk yang tidak imun ke suatu daerah yang endemik,
misalnya pada proyek transmigrasi, proyek kehutanan, pertambangan, dsb.
2. Meningkatnya reservoir (penderita yang infektif). Kelompok ini
mungkin tanpa gejala klinik namun darahnya mengandung gametosit,
misalnya transmigran yang ‘mudik’ atau berkunjung dari daerah endemik ke
kampong asalnya yang sudah bebas malaria.
3. Meningkatnya jumlah dan umur (longevity) dari vektor penular. Hal
ini bisa disebabkan perubahan iklim/lingkungan atau menurunnya jumlah
ternak sehingga nyamuk zoofilik menjadi antropofilik.
4. Meningkatnya efektivitas dari vektor setempat dalam menularkan
malaria.

Kemungkinan masuknya penderita malaria ke daerah dimana dijumpai adanya vektor


malaria disebut ‘malariogenic potential’, yang dipengaruhi oleh dua factor,
yaitu: receptivity dan vulnerability. 1

Receptivity adalah adanya vektor malaria dalam jumlah besar dan terdapatnya factor-
faktor ekologis yang memudahkan penularan. Vulnerability menunjukkan suatu
daerah malaria atau kemungkinan masuknya seorang atau sekelompok penderita
malaria dan atau vektor yang telah terinfeksi. 1

Dalam pembahasan penyakit malaria di suatu daerah, perlu dipertanyakan asal-usul


infeksinya:
 Indigenous : bila transmisi terjadi setempat atau lokal.
 Imported : bila berasal dari luar daerah.
 Introduced : kasus kedua yang berasal dari kasus imported.
 Induced : bila kasus berasal dari tranfusi darah atau suntikan, baik yang
disengaja maupun tidak disengaja.
 Relaps : kasus rekrudesensi (kambuh dalam 8 minggu) atau rekurensi
(kambuh dalam lebih dari 24 minggu)
 Unclassified : asal-usulnya tidak diketahui atau sulit dilacak

Malaria di suatu daerah bersifat stable apabila transmisi di daerah tersebut tinggi
tanpa banyak fluktuasi selama bertahun-tahun, sedangkan malaria
bersifatunstable apabila fluktuasi transmisi dari tahun ke tahun cukup tinggi. Malaria
yangunstable lebih mudah ditanggulangi daripada malaria yang stable.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ramdja M, Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum Terhadap Klorokuin.


MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 1997; Hal: 873.
2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX,
tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615.
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.
4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60.
5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 1-15.
6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 249-60.
7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan
Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52.
8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam: Harijanto
PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan
Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26.
9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W
(editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI,
2000, Hal: 171-97.
10. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI, 2000;Hal:504-7.
11. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid I,
Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal: 409-16.
12. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 151-55.
13. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 185-92.
14. Tjitra E. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 194-204.

Anda mungkin juga menyukai