Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar


2.1.1. Definisi

Menurut Muttaqin, (2011:234) Stroke adalah terjadinya kerusakan pada


jaringan yang disebabkan berkurangnya aliran darah keotak atau retaknya
pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak dengan berbagai sebab yang
ditandai dengan kelumpuhan sensoris dan motoris tubuh sampai dengan terjadinya
penurunan kesadaran.

Menurut Batticaca, (2008:85) Stroke adalah keadaan yang timbul karena


terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan kematian jaringan
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
Menurut Price, (2005:1110) stroke non hemoragik (SNH) merupakan
gangguan sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada
pembuluh misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero
sklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai
nutrisi dan oksigen ke otal menurun yang menyebabkan terjadinya infark.
Menurut Smeltzer, (200:2131) Stroke adalah peringkat ketiga penyebab
kematian, dengan laju mortalitas 18% sampai 37% untuk stroke pertama dan
sebesar 62% untuk stroke selanjutnya. Terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan
hidup dari stroke yang mempunyai beberapa kecacatan. Dari angka ini, 40%
memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Menurut WHO, (2000)Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan
fungsi cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya
penyebab selain daripada gangguan vaskuler.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke non hemoragik adalah salah
satu jenis stroke yang disebabkan karena defisit neurologis yang terjadi secara
mendadak yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah otak.

4
2.1.2. Etiologi
Menurut Muttaqin (2011:235), Penyebab terjadinya stroke non hemoragik
secara umum karena adanya gangguan aliran darah ke otak yang disebabkan oleh
penyempitan pembuluh darah atau tertutupnya salah satu pembuluh darah ke otak
dan ini terjadi karena:
1) Trombosis serbral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami okulasi
sehingga menyebabakan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema
dan kongesti di sekitarnya. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan
trombusi otak : Aterosklerosis, Artritis (radang pada arteri), dan Emboli.
2) Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subaraknoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahn ini dapat terjadi
karena aterosklerosis dan hipertensi.
3) Hipoksia umum
Bebrapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah
Hipertensi yang parah, henti jantung paru, curah jantung turun akibat aritmia
4) Hipoksia setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah
Spasme arteri serebral yang disertai perdarahan subaraknoid, dan Vasokontriksi
arteri otak disertai sakit kepala migren.
Menurut Smeltzer, (2001:2131) penyebab stoke adalah sebagai berikut:
1) Trombosis cerebral
Thrombosit ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema
dan kongesti disekitarnya.
2) Atherosklerosis/arterioskerosis
Adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya ketentuan atau
elastisitas pembuluh darah

5
3) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral Arteritis (radang pada arteri)
4) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
5) Hypoksia Umum
Hipertensi yang parah, Cardiac pulmonary arrest, CO turun akibat aritmia.
6) Hypoksia setempat
Spasme arteri serebral yang disertai perdarahan sub aradinoid dan
Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrant.
2.1.3. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer, (2001:2133) Stroke menyebabkan berbagai defisit
neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya.
Kehilangan motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena
neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis
pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiperesis, atau
kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralisis dan hilang atau menurunnya reflek tendon dalam. Apabila refleks tendon
dalam ini muncul kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai
dengan spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang
terkena dapat dilihat.

6
Kehilangan komunikasi. Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke
adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal beriku :
1) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
2) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama
ekpresif atau reseptif
3) Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengmbil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
2.1.4. Patofisiologi
Menurut Muttaqin, (2011:240),Infark serebral adalah berkurangnya suplai
darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor
seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral
terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke
otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab
infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan
atau terjadi turbulensi.
Menurut Muttaqin, (2011:240), Trombus dapat pecah dari dinding
pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus
mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah

7
maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau
ruptur.
Menurut Muttaqin, (2011:240), Perdarahan pada otak disebabkan oleh
ruptur arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral
yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan
keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Menurut Muttaqin, (2011:240), Kematian dapat disebabkan oleh kompresi
batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada
sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons .
Menurut Muttaqin, (2011:240), Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral
dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Menurut Muttaqin, (2011:240), Iskemia disebabkan oleh adanya
penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya
terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah,
sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya
terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan
menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut
menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan
neurologis fokal.

8
9
10
2.1.5. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2001:2137) komplikasi stroke, yaitu:
1) Hipoksia serebral
Diminimalkan dengan member oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi
otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
2) Aliran darah serebral
Bergantung pada TD, curah jantung dan integritas pembuluh darah
serebral. Hidrasi adekuat (cairan IV) harus menjamin penurunan viskositas darah
dan memperbaiki aliran darah serebral.
3) Embolisme serebral
Terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari
katub jantung prostetik.
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin (2011:248), pemeriksaan penunjang stroke adalah:
1) Lumbal Pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau perdarahan pada
intracranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi.
Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likour masih normal
(xantokrom).
2) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisi secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel atau
menyebar ke permukaan otak.
3) Magnetic Imaging Resonance (MRI)
Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar
atau luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat hemoragik.

11
4) USG Doppler
Mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah system karotis).
5) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2.1.7. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan kegiatan sebagai berikut.
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
dengan sering dan oksigenasi, jika perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
2) Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
5) Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus lakukan secepat mungkin
klien harus diubah posisi tiap 2 jam dan lakukan latihan gerak pasif.
Penatalaksanaan Jenis dan makna klinis

Pengobatan konservatif  Vasodilator meningkatkan aliran darah


serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya : pada tubuh manusia belum
dapat dibuktikan.
 Dapat diberikan histamin, aminophilin,
asetazolamid, papaverin intra arterial.
 Medikasi antitrombosit dapat diresepkan
karena trombosit memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan trombus dan
embolisasi. Antiagregasi trombosis seperti
aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi trombosis yang
terjadi sesudah ulserasi alteroma.

12
Penatalaksanaan Jenis dan makna klinis

 Antikougulan dapat diresepkan untuk


mencegah terjadinya atau membertanya
trombosis atau embolisasi dari tempat lain
dalam sistem kardiovaskuler.

Pengobatan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah


pembedahan. serebral.
 Endosterektomi karotis membentuk
kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis dileher.
 Revaskularisasi terutama meupakan
tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh klien TIA.
 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada
stroke akut.
 Ugasi arteri karotis komunis di leher
khususnya pada aneurisma.

2.2. Manajemen Keperawatan


2.2.1. Pengkajian

Menurut Mutaqqin (2011:242), Pengkajian merupakan proses

pengumpulan data yang dilakukan secara sistemik mengenai kesehatan. Pasien

mengelompokkan data, menganalisis data tersebut sehingga dapat diketahui

masalah dan perawatan pasien. Adapun tujuan utama dari pada pengkajian adalah

memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan pasien yang

memungkinkan perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan pada pasien.

13
Pengkajian pada stroke nonhemoragik meliputi identitas klien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit

keluarga, riwayat pennyakit psikososial.

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan,agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor

register, dan diagnosis medis.

2) Keluhan utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah

kelemahan anggota gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,

dan penurunan tingkat kesadaran.

3) Riwayat kesehatan sekarang

Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien sedang

melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala,

mual, muntah,bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan

separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

4) Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,

penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,

penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan

kegemukan.

5) Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes

melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

14
6) Riwayat psikososial dan spiritual

Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi

meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan,

hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah

klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.

7) Aktivitas sehari-hari

(1) Nutrisi

Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang mengandung

lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien, misalnya : masakan

yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus,

bagaimana nafsu makan klien.

(2) Minum

Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang

mengandung alkohol.

(3) Eliminasi

Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi BAB

yaitu konstipasi karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi

BAK apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada klien

stroke mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi,

ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk

mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.

8) Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

15
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)

dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan

dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

(1) B1 (Breathing)

Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak

napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.

Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan

produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan

pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan

tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada

kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.

Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

(2) B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok

hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya

terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200

mmHg).

(3) B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi

lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak

adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak

tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan

fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

16
(4) B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara

karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan

ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol

motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau

berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik

steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

(5) B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,

mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan

produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola

defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya

inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

(6) B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol

volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,

gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan

kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi

motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi

pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,

adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak

pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu

juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena

klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.

17
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori

atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola

aktivitas dan istirahat.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Muttaqin, (2011:253), Diagnosa keperawatan yang mungkin

ditemukan pada klien stroke non hemoragik adalah:

1) Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan adanya meningkatnya

volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral.

2) Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan

intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.

3) Hambatan mobiltas fisik yang berhubungan dengan hemiplagia, kelemahan

neuromuskular pada ekstremitas.

4) Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama.

5) Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan

pada area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau

oral, dan kelemahan secara umum.

6) Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan otot

mengunyah dan menelan.

7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan

penyakitnya, pengobatan yang diberikan.

2.2.3. Intervensi Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan adalah pengkajian yang sistematis dan

identifikasi masalah. Penetuan tujuan dan pelaksanaan serta cara atau strategi

mengatasi masalah tersebut.

18
Menurut Muttaqin (2011:254) intervensi yang bisa dilakukan pada pasien

stroke adalah:

1) Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan adanya meningkatnya

volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral.

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien

KH: klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan

muntah, GCS: 4,5,6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal

TD=120/80 mmHg RR=16-24x/menit N=60-100x/menit S= 36-37,50C.

Intervensi Rasional

1. Kaji factor penyebab dari 1. Deteksi dini untuk memprioritaskan


situasi/keadaan intervensi, mengkaji status neurologi/
individu/penyebab koma/ tanda-tanda kegagalan untuk
penurunan perfusi jaringan menentukan perawatan kegawatan atau
dan kemungkinan penyebab tindakan pembedahan.
peningkatan TIK.
2. Observasi tanda-tanda vital 2. Suatu keadaan normal bila sirkulasi
tiap 4 jam serebral terpelihara dengan baik atau
fluktuasi ditandai degan tekanan darah
sistematik, penurunan dari
outoregulator kebanyakan merupakan
tanda penurunan difusi local
vaskularisasi darah serebral. Dengan
peningkatan tekanan darah (diastolik)
maka dibarengi dengan peningkatan
tekanan intracranial. Adanya
peningkatan tensi, brakikardia,
distritmia, dispnea merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK

19
Intervensi Rasional
3. Evaluasi pupil 3. Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari
bola mata merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika batang otak
terkoyak. Keseimbangan saraf antara
simpatis dan parasimpatis merupakan
respons refleks nervus cranial.
4. Monitor temperature dan 4.Panas merupakan refleks dari
pengaturan suhu kelumpuhan. hipotalamus. Peningkatan kebutuhan
metabolisme dan O2 akan menunjang
peningkatan TIK.

5. Pertahankan kepala/leher pada 5. Perubahan kepala pada satu sisi dapat


posisi yang netral usahakan menimbulkan penekanan pada vena
dengan sedikit bantal. Hindari jugularis dan menghambat aliran darah
penggunaan bantal yang otak (menghambat drainase pada vena
tinggi pada kepala. serebral), untuk itu dapat meningkatkan
tekanan intracranial.

6. Berikan periode istirahat 6. Tindakan yang terus menerus dapat


antara tindakan perawatan dan meningkatkan TIK oleh efek
batasi lamanya prosedur. rangsangan kumulatif.

7. Kurangi rangsangan ekstra 7. Memberikan suasana yang tenang dapat


dan berikan rasa nyaman mengurangi respons psikologis dan
seperti masase punggung, memberikan istirahat untuk
lingkungan yang tenang, mempertahankan TIK yang rendah.
sentuhan yang ramah dan
suasana/ pembicaraan yang
tidak gaduh.
8. Cegah/ hindari terjadinya 8. Mengurangi tekanan intratorakal dan
valsava maneuver intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.

20
Intervensi Rasional

9. Bantu pasien jika batuk, 9. Aktivitas ini dapat meningkatkan


muntah intratoraks/tekanan dalam torak dan
tekanan dalam abdomen dimana
aktivitas ini dapat meningkatkan TIK.

10. Kaji peningkatan istirahat dan 10.Tingkah nonverbal ini dapat merupakan
tingkah laku pada pagi hari. indikasi peningkatan TIK atau
memberikan refleks nyeri dimana
pasien tidak mampu mengungkapkan
keluhan secara verbal, nyeri yang tidak
menurun dapat meningkatkan TIK.

11. Palpasi pada 11.Dapat meningkatkan respons automatic


pembesaran/pelebaran yang potensial menaikkan TIK
bladder, pertahankan drainage
urine secara paten jika
digunakan dan juga monitor
terdapatnya konstipasi.
12. Berikan penjelasan pada klien 12.Meningkatkan kerja sama dalam
(jika sadar) dan keluarga meningkatkan perawatan klien dan
tentang sebab akibat TIK mengurangi kecemasan.
meningkat.

13. Observasi tingkat kesadaran 13.Perubahan kesadaran menunjukkan


dengan GCS peningkatan TIK dan berguna
menentukan lokasi dan perkembangan
penyakit.

14. Kolaborasi :  Mengurangi hipoksemia dimana


 Pemberian O2 sesuai dapat meningkatkan vasoliditasi
indikasi serebral dan volume darah serta
menaikkan TIK

21
Intervensi Rasional

 Berikan cairan intravena  Pemberian cairan mungkin


sesuai dengan yang diinginkan untuk mengurangi
diindikasikan. edema serebral, peningkatan
minimum pada pembuluh darah,
tekanan darah, dan TIK.
 Berikan obat diuretic  Diuretic mungkin digunakan pada
osmetik contohnya fase akut untuk mengalirkan air dari
monitol, furosid; brain cells, mengurangi edema
serebral, dan TIK.
 Berikan steroid  Untuk menurunkan inflamasi
contohnya deksametason, (radang) dan mengurangi edema
metal prednisolone; jaringan.
 Mungkin diindikasikan untuk
 Berikan analgesic
mengurangi nyeri dan obat ini
narkotik contohnya
berefek negatif pada TIK tetapi
kodein.
dapat digunakan dengan tujuan
untuk mencegah dan menurunkan
sensasi nyeri.
 Mungkin digunakan untuk
 Berikan 22edative
mengontrol kurangnya istirahat dan
contohnya diazepam,
agitasi.
benadril
 Mengurangi/mengontrol hari dan
 Berikan antipiretik
pada metabolism serebral/oksigen
contohnya
yang diinginkan.
aseptaminophen
 Digunakan pada hipertensi kronis,
 Antihipertensi
karena manajemen secara
berlebihan akan meningkatkan
perluasan kerusakan jaringan.

22
Intervensi Rasional
 Peripheral vasodilator  Digunakan untuk meningkatkan
seperti cyclandilate, sirkulasi kolateral atau menurunkan
papverin, isoxsuprine vasopasme.
 Berikan antibiotika  Digunakan untuk kasus hemoragi,
seperti aminocaproic acid untuk mencegah lisis bekuan darah
(amicar) dan perdarahan kembali.
 Monitor hasil  Membantu memberikan informasi
laboratorium sesuai tentang efektivitas pemberian obat.
dengan indikasi seperti
protrombin, LED

2) Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahn


intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara
optimal.
KH: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang, GCS
4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+), TTV dalam batas normal TD=120/80
mmHg RR=16-24x/menit N=60-100x/menit S= 36-37,50C.
Intervensi Rasional

1. Berikan penjelasan kepada 1. Keluarga lebih berpartisipasi dalam


keluarga klien tentang sebab proses penyembuhan.
peningkatan TIK dan akibatnya
2. Baringkan klien (bed rest)total 2. Perubahan pada tekanan intracranial akan
dengan posisi tidur telentang dapat menyebabkan risiko untuk
tanpa bantal. terjadinya herniasi otak.

3. Observasi tingkat kesadaran 3. Dapat mengurangi kerusakan otak lebih


dengan GCS lanjut.

23
Intervensi Rasional

4. Observasi TTV 4. Pada keadaan normal autoregulasi


mempertahankan keadaan tekanan
darah sistemik berubah secara fluktuasi.
Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan vaskuler
serebral yang dapat dimanisfestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diikuti
oleh penurunan tekanan diastolik.
Sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan infeksi.

5. Monitor input dan output 5. Hipertermi dapat menyebabkan


peningkatan IWL dan meningkatkan
risiko dehidrasi terutama pada pasien
yang tidak sadar, nausea yang
menurunkan intake per oral.

6. Bantu pasien untuk membatasi 6. Aktivitas ini dapat meningkatkan TIK


muntah, batuk, anjurkan pasien dan intraabdomen. Mengeluarkan nafas
untuk mengeluarkan nafas sewaktu bergerak atau mengubah posisi
apabila bergerak atau berbalik dapat melindungi diri dari efek valsava.
ditempat tidur
7. Anjurkan klien untuk 7. Batuk dan mengejan dapat
menghindari batuk dan meningkatkan TIK dan potensial terjadi
mengejan berlebihan. perdarahn ulang.

8. Ciptakan lingkungan yang 8. Rangsangan aktivitas yang meningkat


tenang dan batasi pengunjung. dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke

24
Intervensi Rasional

9. Kolaborasi : 9. Meminimalkan fluktuasi pada beban


Berikan cairan perinfus dengan vaskuler dan TIK, retriksi cairan dan
perhatian ketat; cairan dapat menurunkan edema
serebral.
10. Monitor AGD bila diperlukan 10. Adanya kemungkinan asidosis disertai
pemberian oksigen dengan pelepasan oksigen pada tingkat
sel dapat menyebabkan terjadinya
iskemik serebral.

11. Berikan terapi sesuai instruksi 11. Terapi yang diberikan dengan tujuan
dokter seperti :  menurunkan permeabilitas kapiler
 Steroid  menurunkan edema serebri
 Aminofel  menurunkan metabolic
 Antibiotika selkonsumsi dan kejang

3) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia,


kelemahan neuromuscular pada ekstremitas.
Tujuan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
KH: Tidak terjadi kontraktur sendi, Bertambahnya kekuatan otot, Klien
menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi Rasional

1. Ubah posisi klien tiap 2 jam 1. Menurunkan resiko terjadinya iskemia


jaringan akibat sirkulasi darah yang
jelek pada daerah yang tertekan.

2. Ajarkan klien untuk 2. Gerakan aktif memberikan massa, tonus


melakukan latihan gerakan dan kekuatan otot serta memperbaiki
aktif pada ekstremitas yang fungsi jantung dan pernafasan.
tidak sakit.

25
Intervensi Rasional

3. Lakukan gerak pada 3. otot volunter akan kehilangan tonus dan


ekstremitas yang sakit. kekuatannya bola tidak dilatih untuk
digerakkan.

4. Kolaborasi dengan ahli 4. Agar mendapatkan hasil yang maksimal.


fisioterafi untuk latihan fisik
klien.

4) Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring yang
lama.
Tujuan :dalam waktu 3x24 jam klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
KH: klien mampu berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui
penyebab dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau
luka.
Intervensi Rasional

1. Anjurkan klien untuk 1. Meningkatkan aliran darah ke semua


melakukan ROM dan daerah
mobilisasi jika mungkin.
2. Ubah posisi tiap 2 jam 2. Menghindari tekanan dan meningkatkan
aliran darah.

3. Gunakan bantal air atau 3. Menghindari tekanan darah yang


penganjal yang lunak dibawah berlebih pada daerah yang menonjol.
daerah-daerah yang menonjol.
4. Lakukan masase pada daerah 4. Menghindari kerusakan kapiler.
yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi.

26
Intervensi Rasional

5. Observasi terhadap eritema 5. Hangat dan pelunakan adalah tanda


dan kepucatan dan palpasi kerusakan jaringan.
area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap mengubah posisi.
6. Jaga kebersihan kulit dan 6. Mempertahankan keutuhan kulit.
seminimal mungkin hindari
trauma, panas terhadap kulit.

5) Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi


darah otak.

Tujuan: proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal

KH: Terciptanya sesuatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi.


Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi Rasional

1. Memberikan metode alternatif 1. memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai


komunikasi, misal dengan dengan kemampuan klien.
bahasa isyarat.

2. Antisipasi setiap kebutuhan 2. mencegah rasa putus asa dan


klien saat berkomunikasi. ketergantungan pada orang lain.

3. Bicaralah dengan klien secara 3. mengurangi kecemasan dan


pelan dan gunakan pertanyaan kebinggungan pada saat komunikasi
yang jawabannya “ya” atau
“tidak”.

27
Intervensi Rasional

4. Anjurkan kepada keluarga 4. mengurangi isolasi sosial dan


untuk tetap berkomunikasi meningkatkan komunikasi yang efektif.
dengan klien.
5. Hargai kemampuan klien 5. memberikan semangat kepada klien agar
dalam berkomunikasi. lebih sering melakukan komunikasi.

6. Koloborasi dengan pisioterafi melatih klien beajar bicara secara mandiri


untuk latihan berbicara. dengan baik dan benar.

6) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot


mengunyah dan menelan.

Tujuan: tidak terjadi gangguan nutrisi.

KH: Berat badan dapat dipertahankan/ ditingkatkan, Hb dan albumin dalam


batas normal.

Intervensi Rasional

1. Tentukan kemampuan klien 1. untuk menetapkan jenis makanan yang


dengan mengunyah, menelan akan di berikan kepada klien.
dan refleks batuk.
2. Letakkan posisi kepala lebih 2. untuk klien lebih mudah untuk menelan
tinggi pada waktu, selama dan karena gaya gravitasi.
sesudah makan.
3. Letakkan makanan didaerah 3. membantu dalam melatih sensorik dan
mulut yang tidak terganggu. meninggkatkan kontrol muskuler

4. Berikan makanan dengan 4. klien dapat berkonsentrasi pada


perlahan pada lingkungan mekanisme makanan tanpa adanya
yang tenang. distrakrasi / gangguan dari luar.

28
Intervensi Rasional

5. Mulailah untuk memberi 5. makan lunak/ cairan kental mudah untuk


makan peroral setengah cair, mengendalikannya di dalam mulut,
makan lunak ketika klien menurunkan terjadinya aspirasi.
dapat menelan air.
6. Anjurkan klien menggunakan 6. menguatkan otot fasial dan otot menelan
sedotan meminum cairan. dan menurunkan resiko terjadinya
tersedak

7. Koloborasi dengan tim dokter 7. mungkin diperlukan untuk memberikan


untuk memberikan cairan cairan pengganti dan juga makanan
melalui intravena atau apabila klien tidak mampu untuk
makanan melalui selang. memasukkan segala sesuatu melalui
mulut

7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan

penyakitnya, pengobatan yang diberikan.

Tujuan: pasien dan keluarga pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses

penyakit.

KH: Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,

prognosis dan program pengobatan, Pasien dan keluarga mampu

melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar, Pasien dan keluarga

mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan

lainnya.

29
Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan


keluarga pasien. keluarga pasien.

2. Berikan informasi terhadap 2. Untuk mendorong kepatuhan terhadap


pencegahan, faktor penyebab, program teraupeutik dan meningkatkan
serta perawatan. pengetahuan keluarga.

3. Berikan kesempatan kepada 3. Memberi kesempatan kepada pasien dan


pasien dan keluarga pasien keluarga untuk bertanya tentang hal-hal
untuk bertanya. yang belum jelas.

4. Berikan umpan balik terhadap 4. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan


pertanyaan yang diajukan oleh dan pemahaman pasien dan keluarga.
keluarga atau pasien.

5. Sarankan pasien 5. Stimulasi yang beragam dapat


menurunkan/membatasi memperbesar gangguan proses berfikir
stimulasi lingkungan terutama
selama kegiatan berfikir

2.2.4. Implementasi Keperawatan

Implementasi Keperawatan adalah Pengolahan dan perwujutan dari

rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.

1) Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan ada meningkatnya volume


intracranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral.
(1) Mengkaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab koma/
penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
(2) Mengobservasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
(3) Mengevaluasi pupil.
(4) Memonitor temperature dan pengaturan suhu kelumpuhan.
(5) Mengkaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.

30
(6) Mempertahankan kepala/leher pada posisi yang netral usahakan dengan
sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
(7) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase punggung,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/ pembicaraan yang
tidak gaduh.
2) Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahn
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
(1) Mmberikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TAK
dan akibatnya.
(2) Membaringkan klien (bed rest) total dengan posisi tidur telentang tanpa bantal.
(3) Monitor tanda-tanda vital.
(4) Membantu pasien untuk membtasi muntah, batuk, anjurkan klien menarik
nafas apabila bergerak atau berbalik dari tempat tidur.
(5) Mengajarkan klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan.
(6) Menciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
(7) Kolaborasi: Memberikan terapi sesuai intruksi dokter,seperti :steroid,
aminofel, antibiotika.
3) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia,
kelemahan neuromuscular pada ekstremitas.
(1) Mengkaji kemampuan secar fungsional dengan cara yang teratur

klasifikasikan melalui skala 0-4.

(2) Mengubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa lebih

sering.

(3) Melakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.

(4) Membantu mengembangkan keseimbangan duduk seoerti meninggikan bagian

kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur.

4) Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring yang
lama.
(1) Menganjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika

memungkinkan.

31
(2) Mengubah posisi setiap 2 jam.

(3) Melakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan

pada waktu berubah posisis.

(4) Mengobservasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar

terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.

(5) Menjaga kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas

terhadap kulit.

5) Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi


darah otak.
(1) Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien .
(2) Memberikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isyarat.
(3) Mengantisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.
(4) Berbicara dengan klien secara pelan dengan menggunakan pertanyaan yang
jawabannya “ ya ” atau “tidak”.
(5) Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.
(6) Menghargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
6) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan.
(1) Menentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan refleks
batuk.
(2) Meletakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan.
(3) Meletakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
(4) Memberikan makanan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
(5) Memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat
menelan air.
(6) menganjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
(7) Berkolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui intravena
atau makanan melalui selang.

32
7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan
penyakitnya, pengobatan yang diberikan.
(1) Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga pasien.
(2) Memberikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta
perawatan.
(3) Memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga pasien untuk bertanya.
(4) Memberikan umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga
atau pasien.
(5) Menyarankan pasien menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan terutama
selama kegiatan berfikir.
2.2.5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang

kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara

berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Hasil

Evaluasi yang mungkin didapat adalah:

1) Tidak terjadi peningkatan TIK


2) Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan otak.
3) Tidak terjadi hambatan mobilitas fisik.
4) Integritas kulit baik.
5) Komunikasi baik
6) Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
7) Pengetahuan bertambah.

33

Anda mungkin juga menyukai