Bab 2
Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1.2. Etiologi
Menurut Muttaqin (2011:235), Penyebab terjadinya stroke non hemoragik
secara umum karena adanya gangguan aliran darah ke otak yang disebabkan oleh
penyempitan pembuluh darah atau tertutupnya salah satu pembuluh darah ke otak
dan ini terjadi karena:
1) Trombosis serbral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami okulasi
sehingga menyebabakan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema
dan kongesti di sekitarnya. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan
trombusi otak : Aterosklerosis, Artritis (radang pada arteri), dan Emboli.
2) Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subaraknoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahn ini dapat terjadi
karena aterosklerosis dan hipertensi.
3) Hipoksia umum
Bebrapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah
Hipertensi yang parah, henti jantung paru, curah jantung turun akibat aritmia
4) Hipoksia setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah
Spasme arteri serebral yang disertai perdarahan subaraknoid, dan Vasokontriksi
arteri otak disertai sakit kepala migren.
Menurut Smeltzer, (2001:2131) penyebab stoke adalah sebagai berikut:
1) Trombosis cerebral
Thrombosit ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema
dan kongesti disekitarnya.
2) Atherosklerosis/arterioskerosis
Adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya ketentuan atau
elastisitas pembuluh darah
5
3) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral Arteritis (radang pada arteri)
4) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
5) Hypoksia Umum
Hipertensi yang parah, Cardiac pulmonary arrest, CO turun akibat aritmia.
6) Hypoksia setempat
Spasme arteri serebral yang disertai perdarahan sub aradinoid dan
Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrant.
2.1.3. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer, (2001:2133) Stroke menyebabkan berbagai defisit
neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya.
Kehilangan motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena
neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis
pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiperesis, atau
kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralisis dan hilang atau menurunnya reflek tendon dalam. Apabila refleks tendon
dalam ini muncul kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai
dengan spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang
terkena dapat dilihat.
6
Kehilangan komunikasi. Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke
adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal beriku :
1) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
2) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama
ekpresif atau reseptif
3) Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengmbil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
2.1.4. Patofisiologi
Menurut Muttaqin, (2011:240),Infark serebral adalah berkurangnya suplai
darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor
seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral
terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke
otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab
infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan
atau terjadi turbulensi.
Menurut Muttaqin, (2011:240), Trombus dapat pecah dari dinding
pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus
mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah
7
maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau
ruptur.
Menurut Muttaqin, (2011:240), Perdarahan pada otak disebabkan oleh
ruptur arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral
yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan
keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Menurut Muttaqin, (2011:240), Kematian dapat disebabkan oleh kompresi
batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada
sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons .
Menurut Muttaqin, (2011:240), Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral
dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Menurut Muttaqin, (2011:240), Iskemia disebabkan oleh adanya
penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya
terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah,
sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya
terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan
menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut
menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan
neurologis fokal.
8
9
10
2.1.5. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2001:2137) komplikasi stroke, yaitu:
1) Hipoksia serebral
Diminimalkan dengan member oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi
otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
2) Aliran darah serebral
Bergantung pada TD, curah jantung dan integritas pembuluh darah
serebral. Hidrasi adekuat (cairan IV) harus menjamin penurunan viskositas darah
dan memperbaiki aliran darah serebral.
3) Embolisme serebral
Terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari
katub jantung prostetik.
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin (2011:248), pemeriksaan penunjang stroke adalah:
1) Lumbal Pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau perdarahan pada
intracranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi.
Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likour masih normal
(xantokrom).
2) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisi secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel atau
menyebar ke permukaan otak.
3) Magnetic Imaging Resonance (MRI)
Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar
atau luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat hemoragik.
11
4) USG Doppler
Mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah system karotis).
5) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2.1.7. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan kegiatan sebagai berikut.
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
dengan sering dan oksigenasi, jika perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
2) Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
5) Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus lakukan secepat mungkin
klien harus diubah posisi tiap 2 jam dan lakukan latihan gerak pasif.
Penatalaksanaan Jenis dan makna klinis
12
Penatalaksanaan Jenis dan makna klinis
masalah dan perawatan pasien. Adapun tujuan utama dari pada pengkajian adalah
13
Pengkajian pada stroke nonhemoragik meliputi identitas klien, keluhan
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
2) Keluhan utama
kelemahan anggota gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
kegemukan.
14
6) Riwayat psikososial dan spiritual
hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah
7) Aktivitas sehari-hari
(1) Nutrisi
lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien, misalnya : masakan
yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus,
(2) Minum
mengandung alkohol.
(3) Eliminasi
BAK apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada klien
8) Pemeriksaan fisik
15
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
(1) B1 (Breathing)
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan
kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
(2) B2 (Blood)
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).
(3) B3 (Brain)
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak
16
(4) B4 (Bladder)
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
(5) B5 (Bowel)
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
(6) B6 (Bone)
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
17
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
4) Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama.
pada area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau
identifikasi masalah. Penetuan tujuan dan pelaksanaan serta cara atau strategi
18
Menurut Muttaqin (2011:254) intervensi yang bisa dilakukan pada pasien
stroke adalah:
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien
KH: klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan
muntah, GCS: 4,5,6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal
Intervensi Rasional
19
Intervensi Rasional
3. Evaluasi pupil 3. Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari
bola mata merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika batang otak
terkoyak. Keseimbangan saraf antara
simpatis dan parasimpatis merupakan
respons refleks nervus cranial.
4. Monitor temperature dan 4.Panas merupakan refleks dari
pengaturan suhu kelumpuhan. hipotalamus. Peningkatan kebutuhan
metabolisme dan O2 akan menunjang
peningkatan TIK.
20
Intervensi Rasional
10. Kaji peningkatan istirahat dan 10.Tingkah nonverbal ini dapat merupakan
tingkah laku pada pagi hari. indikasi peningkatan TIK atau
memberikan refleks nyeri dimana
pasien tidak mampu mengungkapkan
keluhan secara verbal, nyeri yang tidak
menurun dapat meningkatkan TIK.
21
Intervensi Rasional
22
Intervensi Rasional
Peripheral vasodilator Digunakan untuk meningkatkan
seperti cyclandilate, sirkulasi kolateral atau menurunkan
papverin, isoxsuprine vasopasme.
Berikan antibiotika Digunakan untuk kasus hemoragi,
seperti aminocaproic acid untuk mencegah lisis bekuan darah
(amicar) dan perdarahan kembali.
Monitor hasil Membantu memberikan informasi
laboratorium sesuai tentang efektivitas pemberian obat.
dengan indikasi seperti
protrombin, LED
23
Intervensi Rasional
24
Intervensi Rasional
11. Berikan terapi sesuai instruksi 11. Terapi yang diberikan dengan tujuan
dokter seperti : menurunkan permeabilitas kapiler
Steroid menurunkan edema serebri
Aminofel menurunkan metabolic
Antibiotika selkonsumsi dan kejang
25
Intervensi Rasional
4) Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring yang
lama.
Tujuan :dalam waktu 3x24 jam klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
KH: klien mampu berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui
penyebab dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau
luka.
Intervensi Rasional
26
Intervensi Rasional
27
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
28
Intervensi Rasional
penyakit.
lainnya.
29
Intervensi Rasional
30
(6) Mempertahankan kepala/leher pada posisi yang netral usahakan dengan
sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
(7) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase punggung,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/ pembicaraan yang
tidak gaduh.
2) Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahn
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
(1) Mmberikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TAK
dan akibatnya.
(2) Membaringkan klien (bed rest) total dengan posisi tidur telentang tanpa bantal.
(3) Monitor tanda-tanda vital.
(4) Membantu pasien untuk membtasi muntah, batuk, anjurkan klien menarik
nafas apabila bergerak atau berbalik dari tempat tidur.
(5) Mengajarkan klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan.
(6) Menciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
(7) Kolaborasi: Memberikan terapi sesuai intruksi dokter,seperti :steroid,
aminofel, antibiotika.
3) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia,
kelemahan neuromuscular pada ekstremitas.
(1) Mengkaji kemampuan secar fungsional dengan cara yang teratur
(2) Mengubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa lebih
sering.
(3) Melakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
4) Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring yang
lama.
(1) Menganjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika
memungkinkan.
31
(2) Mengubah posisi setiap 2 jam.
(3) Melakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan
(4) Mengobservasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kulit.
32
7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan
penyakitnya, pengobatan yang diberikan.
(1) Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga pasien.
(2) Memberikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta
perawatan.
(3) Memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga pasien untuk bertanya.
(4) Memberikan umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga
atau pasien.
(5) Menyarankan pasien menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan terutama
selama kegiatan berfikir.
2.2.5. Evaluasi Keperawatan
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
33