TINJAUAN PUSTAKA
Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B (VHB).Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula
menyebabkan radang hati, gagal hati, serosis hati, kanker hati, dan kematian.Dari
sebagai Hepatitis akut dengan segala komplikasinya serta risiko menjadi kronik
95% terjadi masa perinatal (saat persalinan) dan 5% intra uterine. Penularan
horisontal melalui transfusi darah, jarum suntik tercemar, pisau cukur, aktifitas
(HBsAg) selama lebih dari 6 bulan setelah paparan awal virus.Usia saat terjadinya
infeksi mempengaruhi kronisitas penyakit. Bila penularan terjadi saat bayi maka
95% akan menjadi Hepatitis B kronis, sedangkan bila penularan terjadi pada usia
balita, maka 20-30% menjadi penderita Hepatitis B kronis dan bila penularan saat
dewasa maka hanya 5% yang menjadi penderita Hepatitis B kronis. Infeksi hepatitis
B kronis dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas dari sirosis hati dan
1
karsinoma hepatoseluler hingga 40 persen dari orang-orang yang terkena dampak
(Dunkelberg, dkk., 2014; Feld dan Janssen, 2015; Kementerian Kesehatan RI,
2014).
2.2. Epidemiologi
yang tercatat atau yang datang ke layanan kesehatan lebih sedikit dari jumlah
dimana pada saat orang tersebut telah terinfeksi, kondisi masih sehat dan belum
menunjukkan gejala dan tanda yang khas, tetapi penularan terus berjalan
di dunia, dan sekitar 250 juta orang diantaranya menjadi pengidap Hepatitis B
kronis. Sekitar 15-40% dari pasien yang terinfeksi kronis akan menjadi sirosis,
menuju gagal hati dan atau kanker hati. Setiap tahun, ada lebih dari 4 juta kasus
klinis akut Hepatitis B virus. Dan diperkirakan 1 juta orang meninggal setiap tahun
karena infeksi kronis Hepatitis B dan komplikasinya: sirosis atau kanker hati primer
6%. Dalam studi yang dilakukan di Florida yang melibatkan hampir 1,7 juta wanita
hamil, prevalensi virus hepatitis B 27 kali lebih tinggi di antara Asia-Amerika dan
2
Prevalensi virus hepatitis B di asia timur 8% (Cina 2-18%, Taiwan 2-18% dan
Hongkong 4-10%, tergantung pada daerah), sub-sahara afrika 8-12%, dan asia
tenggara 6% ( Indonesia 2-9%, Thailand 1-25%, dan india 1-66%, tergantung pada
Hampir semua jenis virus hepatitis dapat menyerang manusia.Ibu hamil yang
terserang virus ini dapat menularkannya pada bayi yang ada dalam kandungan atau
waktu menyusui bayi itu. Bentuk penularan seperti inilah yang banyak di jumpai
pada penyakit hepatitis B. Pada saat ini jenis hepatitis yang paling banyak di pelajari
ialah hepatitis B. Walaupun infeksi virus ini jarang terjadi pada populasi orang
dewasa, kelompok tertentu dan orang dengan cara hidup tertentu memiliki risiko
b. Pengguna obat secara intravena (iv) yang sering bertukar jarum dan alat suntik
c. Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang yang
terinfeksi
f. Narapidana pria
dari plasma
3
i. Pekerja sosial di bidang kesehatan, terutama yang banyak kontak dengan darah
Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimester II maka
gejala-gejalanya akan sama dengan gejala hepatitis virus pada wanita tidak hamil.
Meskipun gejala-gejala yang timbul relatif lebih ringan dibanding dengan gejala-
gejala yang timbul pada trimester III, namun penderita hendaknya tetap dirawat di
rumah sakit.
Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-
fulminant. Pada fase inilah hepatitis nekrosis akut sering terjadi, dengan
tidak hamil. Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipotropik disertai
kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi, menyebabkan penderita mudah jatuh
dalam hepatitis nekrosis akut. Tampaknya keadaan gizi ibu hamil sangat
Peneliti lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala hepatitis virus
pada kehamilan sangat tergantung dari keadaan gizi ibu hamil. Gizi buruk
gejala-gejala yang jauh lebih berat. Pengaruh kehamilan terhadap berat ringannya
hepatitis virus, telah diselidiki oleh Adam, yaitu dengan cara mencari hubungan
gejala hepatitis virus. Diketahui bahwa pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi
4
faktor-faktor pembekuan dan penurunan aktivitas fibrinolitik, sehingga pada
Penularan virus ini pada janin, dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu
1. Melewati plasenta
in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode
ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero atau pada janin baru
lahir.Selain itu telah dilakukan pula autopsi pada janin-janin yang mati pada periode
perubahan-perubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai suatu
terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim.Kelainan yang
ditemukan pada hepar janin, lebih banyak terpusat pada lobus kiri.Hal ini
membuktikan, bahwa penyebaran virus hepatitis dari ibu ke janin dapat terjadi
secara hematogen.Angka kejadian penularan virus hepatitis dari ibu ke janin atau
bayinya, tergantung dari tenggang waktu antara timbulnya infeksi pada ibu dengan
saat persalinan.Angka tertinggi didapatkan, bila infeksi hepatitis virus terjadi pada
5
pada waktu hamil, tidak memberi gejala-gejala ikterus pada bayinya yang baru
lahir, namun hal ini tidak berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak mengandung
virus tersebut. Ibu hamil yang menderita hepatitis virus B dengan gejala-gejala
klinik yang jelas, akan menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih besar
dibandingkan dengan Ibu-Ibu hamil yang hanya merupakan carrier tanpa gejala
darah partikel Dane, yang merupakan lapisan permukaan dari VHB atau dikenal
dengan HBsAg, masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya
sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh dengan bentuk
bulat dan tubuler, dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB
merangsang respons imun tubuh, yang pertama kali dirangsang oleh respons imun
pendek, dalam beberapa menit sampai jam. Proses eliminasi nonspesifik ini terjadi
tanpa restriksi HLA, yaitu dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T (Shao, dkk.,
2011).
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik,
yaitu dengan mengaktifkan sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktifasi sel T CD8+
terjadi setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptide VHB-MHC
kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding
II pada dinding APC. Peptide VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding sel
6
hati dan menjadi antigen sasaran respons imun adalah peptide kapsid yaitu HBcAg
atau HBeAg. Sel T CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada di dalam
sel hati yang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bias terjadi dalam bentuk nekrosis
sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Di
samping itu dapat juga terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang
terinfeksi melalui aktivitas interferon gamma dan Tissue Necrotic Factor (TNF)-α
yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik) (Shao, dkk., 2011).
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan produksi
antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc dan anti HBe. Fungsi anti-HBs adalah
netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah virus kedalam sel. Dengan demikian
anti HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Infeksi kronik VHB
bukan disebabkan gangguan produksi anti HBs. Buktinya pada pasien Hepatitis B
kronik ternyata dapat ditemukan adanya anti HBs yang tidak bisa dideteksi dengan
metode pemeriksaan biasa karena anti HBs bersembunyi dalam kompleks dengan
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat
diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB
yang menetap. Proses eliminasi VHB oleh respons imun yang tidak efisien dapat
disebabkan oleh faktor viral ataupun faktor pejamu. Faktor viral antara lain:
mutan VHB yang tidak memproduksi HBeAg, integrasi genom VHB dalam genom
sel hati. Faktor pejamu antara lain: faktor genetik, kurangnya produksi IFN, adanya
7
antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons
persistensi VHB adalah mekanisme persistensi infeksi VHB pada neonatus yang
dilahirkan oleh ibu HBsAg dan HBeAg positif. Diduga persistensi tersebut
janin mendahului invasi VHB, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga
disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya kadar partikel virus. Persistensi
infeksi VHB dapat disebabkan karena mutasi pada daerah precore dari DNA yang
menyebabkan tidak dapat diproduksinya HBeAg. Tidak adanya HBeAg pada mutan
tersebut akan menghambat eliminasi sel yang terinfeksi VHB (Shao, dkk., 2011).
Kehamilan
Transmisi virus dari ibu ke anak umumnya dikenal dengan istilah transmisi
28 minggu dan berakhir pada hari ke-28 pasca salin. Berdasarkan definisi ini, maka
8
persalinan, saat persalinan, dan masa kanak-kanak. Secara teoritis, ada 3 jalur yang
a. Transmisi Prenatal
Meskipun pemberian vaksinasi VHB dan titer HBIG yang tinggi memiliki
terutama pada bayi yang lahir dari ibu dengan serum marker VHB positif. Hal
prenatal). Mekanisme pasti transmisi VHB prenatal sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, namun ada beberapa hipotesa yang diduga berperan
antara lain:
positif, yang dapat diinduksi oleh kontraksi uteri selama hamil atau karena
menjadi “penyebab” terjadinya transmisi VHB dari ibu ke fetus, atau dapat
9
terjadi karena merupakan “akibat” dari fetus yang terinfeksi VHB melalui
infeksi plasenta di sisi maternal dan fetal, dan disimpulkan bahwa pada
oosit/sperma. Oleh karena itu, fetus dapat terinfeksi VHB sejak proses
konsepsi.
infeksi ascending dari sekret vagina dari ibu yang mengandung virus.
b. Transmisi Natal
terhadap sekret serviks atau darah maternal yang mengandung virus. Sampai
saat ini masih terjadi perdebatan mengenai metode persalinan terbaik untuk
mencegah MTCT. Pada guideline obstetrik yang ada, nilai HBsAg positif tidak
c. Transmisi Postnatal
Meskipun VHB DNA ditemui dalam ASI pada ibu yang terinfeksi, namun
10
dibekali dengan imunoprofilaksis yang tepat saat lahir dan sesuai jadwal.Selain
itu, ASI tidak perlu ditunda sampai bayi selesai divaksin.Menyusui tidak
terbukti memberikan efek negatif terhadap respon imun bayi terhadap vaksin
VHB dan tidak meningkatkan angka kegagalan vaksin. Hal yang perlu
selama proses menyusui agar tidak terjadi luka atau kulit yang kering dan pecah,
Manifestasi klinis infeksi VHB pada ibu hamil tidak berbeda dengan infeksi
1. Asimtomatik
2. Hepatitis B Akut
a. Masa inkubasi
b. Fase pra-ikterik
11
Merupakan periode diantara timbulnya gejala pertama hingga ikterik.
Keluhan awal yang biasa dirasakan antara lain lemas, malaise, anoreksia,
mual, muntah, panas, dan rasa tidak enak di daerah perut kanan atas. Mual
dan muntah pada kehamilan muda dapat dibedakan dari hepatitis, dimana
pada kehamilan muda, mual dan muntah terutama dirasakan pada pagi hari
dan semakin berkurang dan semakin membaik pada sore hari. Sementara
pada hepatitis, semakin sore mual dan muntah yang dirasakan akan semakin
berat.
c. Fase ikterik
Fase ikterik berlangsung antara beberapa hari hingga 6 bulan, dengan rata-
rata 1-3 minggu dan menghilang dalam 2-6 minggu. Saat gejala ikterik
d. Fase penyembuhan
dan VHB DNA. Anti-HBc mulai timbul disertai IgM anti-HBc yang
12
Gambar 2.1
Serologi Infeksi Hepatitis B (Liaw dan Chu, 2009).
3. Hepatitis B kronis
gejala hingga gejala yang khas. Gejala tersebut seringkali sulit dibedakan,
apakah seseorang menderita hepatitis kronis persisten atau hepatitis kronis aktif.
Keluhan yang sering terjadi pada hepatitis kronis aktif adalah lemas, mudah
lelah, nafsu makan dan berat badan menurun, dan kadang disertai demam
subfebris.
Gejala klinis KHP akan muncul dan perlu dicurigai apabila seorang
malaise, rasa penuh di daerah perut, anoreksia, berat badan menurun dan
karena asites dan liver yang membesar. Gambaran yang mencurigakan ke arah
13
kanker hati bila ditemukan hepar membesar disertai benjolan keras tidak teratur
menurunkan transmisi vertikal dari maternal. Centers for Disease Control and
antigen (HBsAg) setiap wanita hamil pada setiap kehamilan, bahkan jika
sebelumnya terdapat riwayat skrining maupun vaksinasi. Ibu dengan hasil skrining
14
Status HBsAg
Maternal
Gambar 2.2
Alur Skrining Infeksi Virus Hepatitis B Selama Kehamilan Penyedia Layanan
Antenatal (CDC, 2005).
untuk HBsAg, hepatitis B surface antibody (HBsAb), dan hepatitis B core antibody
(HBcAb). HBsAg adalah protein dari permukaan virus hepatitis B yang dapat
ditemukan dalam kadar yang tinggi pada serum elama infeksi akut maupun kronis.
anti-HBs adalah antibodi yang dihasilkan tubuh sebagai respon imunitas normal
terhadap infeksi. Anti-HBs dapat ditemukan pada orang yang sembuh dan imun
terhadap infeksi virus hepatitis B, baik dari infeksi sebelumnya maupun vaksinasi.
HBcAb atau anti-HBc muncul saat onset akut hepatitis dan bertahan seumur hidup.
15
Pemeriksaan IgM anti-HBc dapat dilakukan untuk memberikan informasi akut
tidaknya infeksi hepatitis. IgM anti-HBc dapat ditemukan ≤ 6 bulan sejak infeksi
Tabel 2.1
Interpretasi Hasil Tes Serologi Pada Hepatitis B
menggunakan PCR dapat menjadi salah satu alat diagnosis, tolak ukur memulai
terapi dan pemantauan kondisi pasien. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas dan
16
spesifisitas yang tinggi, sehingga dijadikan sebagai standar internasional menurut
Penyebab lain dari penyakit hepar kronik harus dicari secara sistematis,
infeksi kronik virus hepatitis B harus diperiksa untuk antibodi terhadap virus
dan metabolik dengan steatosis atau steatohepatitis juga harus dinilai (European
kehamilan harus di monitor ketat dan diterapi konservatif. Selama tidak terdapat
tanda-tanda kegagalan hepar, pemberian antiviral untuk ibu hamil bukanlah sebuah
kualitas hidup dan derajat keberlangsungan hidup orang yang terinfeksi dengan
transmisi virus hepatitis B ke orang lain.Tujuan ini dapat tercapai jika replikasi
virus hepatitis B ditekan secara baik. Terapi yang diberikan harus dapat mensupresi
kadar virologis sehingga dapat terjadi remisi biokimia, perbaikan secara histologis
dan mencegah komplikasi. Namun, perlu diperhatikan bahwa infeksi virus hepatitis
17
B tidak dapat sepenuhnya dieradikasi karena persistensi dari covalently closed
circular DNA (cccDNA) di nukleus hepatosit yang terinfeksi, dan genom virus
Association for the Study of the Liver, 2012; Sarin, dkk., 2016).
Indikasi terapi diberikan didasari oleh kombinasi dari tiga kriteria, yaitu:
kadar DNA VHB serum, kadar SGPT/ALT serum dan keparahan penyakit hepar
(dinilai secara klinis, biopsi hepar atau metode noinvasif). Dari tiga kriteria itu,
pasien dengan infeksi kronis virus hepatitis B dapat dibagi sesuai dengan bagan-
19
Pasien terinfeksi VHB kronis HBeAg positif non sirosis
Gambar 2.4
Indikasi Terapi untuk Pasien Terinfeksi VHB Kronis HBeAg Negatif Non Sirosis (Sarin,
dkk., 2016).
Pada hepatitis B dalam kehamilan, terdapat dua indikasi dalam memutuskan terapi, yaitu
penyakit hepar kronik pada ibu dan pencegahan transmisi vertikal. Dua faktor risiko yang
berpengaruh terhadap transmisi vertikal adalah tingginya kadar viral load VHBdan aktivitas
replikasi viral yang tinggi. Transmisi vertikal menyumbang lebih dari sepertiga kasus transmisi
virus hepatitis B, sehingga mencegah penularan ini dapat menurunkan angka morbiditas akibat
Imunoprofilaksis virus hepatitis B pada bayi diberikan pada semua bayi yang lahir
dengan ibu HBsAg positif. Imunoprofilaksis ini diharapkan dapat memberikan imunitas aktif
dan pasif pada bayi. Imunisasi pasif, hepatitis B immunoglobulin (HBIG) diberikan dalam 12
jam setelah lahir pada bayi. Imunisasi aktif, berupa dosis pertama vaksin hepatitis B, diberikan
dalam beberapa jam awal kehidupan. Pada ibu yang tidak diketahui status HBsAg maternal,
20
bayi tetap diberikan vaksin sambil menunggu hasil dari pemeriksaan laboratorium. Pemberian
imunoprofilaksis ini mampu menurunkan rerata tranmisi vertikal dari 90% menjadi 10%
Penggunaan obat anti virus pada kasus hepatitis B dalam kehamilan, dapat
dipertimbangkan sesuai dengan kondisi yang ditemukan. Pada kasus hepatitis B kronik, terapi
antiviral analog nukleotida dan interferon (IFN) dapat mempengaruhi kondisi janin. IFN
(Sarin, dkk., 2016). Pemberian hanya diberikan pada ibu dengan viral load DNA VHB> 107
kopi/mL untuk pencegahan transmisi vertikal atau hepatitis B kronis dengan fibrosis atau gejala
aktif. Pemberian antiviral harus mempertimbangkan keuntungan dan risiko dari ibu dan janin
terkait risiko progresi penyakit maternal, flares SGPT, perkembangan fetus, transmisi vertikal
VHB, rencana jangka panjang untuk terapi dan kehamilan berikutnya (Pan dan Lee, 2013;
Terdapat dua jenis obat antiviral yang dikategorikan B untuk tingkat keamanannya
menurut FDA, yaitu telbivudine (LdT) dan tenofovir disoproxil fumarate (TDF). Untuk
kategori C menurut FDA, terdapat lamivudine (LAM), entecavir, adefovir dan interferon
(Lamberth, dkk., 2015; Sarin, dkk., 2016). Pemberian LdT (600 mg per hari) atau TDF (300
mg per hari) pada pencegahan transmisi vertikal dilakukan pada trimester ketiga
mempertimbangkan selesainya organogenesis dari janin (Sarin, dkk., 2016). TDF lebih aman
diberikan kepada ibu dengan HIV positif dengan kemungkinan terjadinya resistensi viral lebih
rendah dibanding LdT. Pemberhentian analog nukleotida dilakukan setelah persalinan atau 4-
12 minggu setelah persalinan pada wanita tanpa flares SGPT dan tanpa fibrosis/sirosis tahap
lanjut. Pemantauan DNA HBC kuantitatif dilakukan 2 bulan setelah pemberian TDF dan SGPT
diperiksa per bulan setelah persalinan untuk mendeteksi flares VHB postnatal (NICE, 2013).
21
Pemberian ASI tidak dilarang pada wanita dengan infeksi hepatitis B kronis jika bayi
telah mendapatkan imunoprofilaksis yang sesuai. Tetapi, umumnya ibu disarankan tidak
menyusui jika menggunakan analog nukleotida karena keamanannya kepada bayi yang belum
2.7 Prognosis
Prognosis infeksi VHB tergantung dari berat ringannya penyakit dan komplikasi-
komplikasi yang terjadi. Infeksi VHB pada penderita tanpa menimbulkan gejala klinis dan juga
tidak ada penyakit lain sebagai penyerta maka prognosisnya baik. Tetapi apabila didapatkan
penyakit-penyakit lain seperti penyakit jantung, diabetes militus dan anemia maka akan
memperburukkeadaan penderita sehingga prognosisnya menjadi lebih jelek. 90% dari infeksi
VHB pada dewasa akan sembuh sempurna,baik terjadi pada kehamilan trimester I,II maupun
wanita tidak hamil. Pada kehamilan trimester III, infeksi VHB akut memberikan prognosis
yang lebih buruk,didapatkan angka kematian yang tinggi bagi ibu dan anak, terutama apabila
yerjadi hepatitis fulminan. Gizi ibu hamil juga menentukan,bila terdapat gizi jelek maka mudah
22
23