Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS UJIAN

G1P0A0, 23 TAHUN, HAMIL 37 MINGGU J1HIU


PRESKEP BELUM INPARTU DENGAN
KETUBAN PECAH DINI

Disusun oleh:
Nadia Sani Amalia, S. Ked
030.14.135

Pembimbing:
dr. Ratna Trisiyani, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI &


PENYAKIT GINEKOLOGI
RSUD DR. SOESELO KABUPATEN TEGAL
PERIODE 18 FEBRUARI – 27 APRIL 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus ujian yang berjudul:


“G1P0A0, 23 Tahun, Hamil 37 Minggu J1HIU Preskep Belum Inpartu
Dengan Ketuban Pecah Dini”

Yang disusun oleh:


Nadia Sani Amalia, S.Ked
030.14.135

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:


dr. Ratna Trisiyani, Sp. OG

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Penyakit Ginekologi
Periode 18 Februari – 27 April 2019

Slawi, 25 Maret 2019


Pembimbing

dr. Ratna Trisiyani,Sp.OG

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu
besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ujian
yang berjudul “G1P0A0, 23 Tahun, Hamil 37 Minggu J1HIU Preskep Belum
Inpartu Dengan Ketuban Pecah Dini” pada kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri
dan Penyakit Ginekologi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Kabupaten
Tegal.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada dr. Ratna Trisiyani, Sp. OG selaku pembimbing yang telah
memberikan waktu dan bimbingannya sehingga laporan kasus ujian ini dapat
terselesaikan.
Penulis berharap laporan kasus ujian ini dapat menambah pengetahuan
dan memahami lebih lanjut mengenai “G1P0A0, 23 Tahun, Hamil 37 Minggu
J1HIU Preskep Belum Inpartu Dengan Ketuban Pecah Dini” serta salah satunya
untuk memenuhi tugas yang diberikan pada kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri
dan Penyakit Ginekologi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Kabupaten
Tegal.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ujian ini
masih banyak kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran dari semua
pihak yang membangun guna menyempurnakan makalah ini sangat penulis
harapkan. Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak.

Slawi, 24 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1


BAB II LAPORAN KASUS .......................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 14

3.1 Anatomi dan Fisiologi Selaput Ketuban .............................................................. 14


3.2 Ketuban Pecah Dini ............................................................................................ 16
3.2.1 Definisi ................................................................................................... 16
3.2.2 Epidemiologi .......................................................................................... 16
3.2.3 Etiologi dan faktor resiko ........................................................................ 16
3.2.4 Klasifikasi ............................................................................................... 20
3.2.5 Patofisiologi ............................................................................................ 20
3.2.6 Penegakkan diagnosis ............................................................................. 23
3.2.7 Diagnosis banding................................................................................... 25
3.2.8 Penatalaksanaan ...................................................................................... 26
3.2.9 Komplikasi ............................................................................................... 29

BAB IV ANALISIS KASUS ...................................................................................... 31


BAB V KESIMPULAN ............................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................3

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)
merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun, apabila
ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai
ketuban pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of
Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan
perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler
amnion, korion dan apoptosis membran janin.1
KPD masih merupakan masalah di dunia termasuk Indonesia. Prevalensi dari
KPD preterm di dunia adalah 3 - 4,5 % kehamilan dan merupakan penyebab 6-40%
persalinan preterm atau prematuritas. Kejadian KPD preterm berhubungan dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari
perempuan yang mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi
berat, bahkan fetus/ neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas
terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi
mengalami kematian. Persalinan prematur dengan potensi masalah yang muncul,
infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat in-utero merupakan komplikasi yang
umum terjadi.2
KPD merupakan salah satu penyulit dalam kehamilan dan persalinan yang
berperan dalam meningkatkan kesakitan dan kematian meternal-perinatal yang
dapat disebabkan oleh adanya infeksi, yaitu dimana selaput ketuban yang menjadi
penghalang masuknya kuman penyebab infeksi sudah tidak ada sehingga dapat
membahayakan bagi ibu dan janinnya. Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi
pasien harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai anatomi dan struktur
membran fetal, serta memahami patogenesis terjadinya ketuban pecah dini,
sehingga mampu menegakkan diagnosis ketuban pecah dini secara tepat dan
memberikan terapi secara akurat sehingga prognosis yang baik terhadap pasien dan
bayinya.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS UJIAN ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR SOESELO KABUPATEN
TEGAL

Nama Mahasiswa : Nadia Sani Amalia


NIM : 030.14.135
Dokter Pembimbing : dr. Ratna Trisiyani, Sp. OG

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 23 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pendidikan : SMK Pekerjaan : IRT
Alamat : Kabunan Dukuhwaru, Tegal
Tanggal masuk RS : 22-04-2019 Tanggal keluar RS : -

I. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Ruang PONEK pada
tanggal 22 April 2019 pukul 13.00 WIB.

a. Keluhan Utama
Pasien datang ke Ruang PONEK RSUD Dr. Soeselo tanggal 22
April 2019 pukul 09.50 kiriman dari Puskesmas Dukuhwaru dengan
keluhan keluar cairan dari jalan lahir sejak pukul 05.00 (22/04/19).

2
b. Keluhan Tambahan

Pasien merasakan kencang - kencang namun jarang.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada hari Senin, 22 April 2019, pasien datang ke PONEK RSUD


DR SOESELO Slawi kiriman dari Puskesmas Dukuhwaru dengan
diagnosis rujukan G1P0A0, 23 Tahun, Hamil 37 Minggu J1HIU Preskep
Inpartu Kala I Fase Laten Dengan Ketuban Pecah Dini. Pasien datang
dengan keluhan keluar cairan ketuban dari jalan lahir sejak pukul 05.00
(22/04/19) cairan ketuban berwarna bening, tidak berbau. Kemudian
pasien merasakan perut mulas dan kencang-kencang jarang, keluhan
demam disangkal.
Di Puskesmas pasien telah diberi Amoxicilin 1 gr IV lalu pasien
dirujuk ke PONEK RSUD Dr. Soeselo untuk tindakan selanjutnya dan
diperiksa keadaan kandungannya. Pasien mengaku HPHT tanggal 09
Agustus 2018. Berdasarkan HPHT, usia kehamilannya sekarang 37
minggu dan tanggal HPL pada 16 Mei 2019.
Di PONEK RSUD Dr. Soeselo, pasien dilakukan pemeriksaan lab
darah lengkap, pemeriksaan protein urin dan sero-imunologi. Dokter
menganjurkan untuk dilakukan pemberian antibiotik.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat DM, hipertensi, asma, TB, jantung, ginjal, liver, trauma,
ISK, ginekologi disangkal. Alergi makanan disangkal.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit DM, hipertensi, asma, TB, jantung dan alergi
(makanan, cuaca, obat – obatan) dalam keluarga disangkal.
f. Riwayat Menstruasi
Pasien menarche pada usia 14 tahun, lama menstruasi 7 hari dan
teratur. Jumlah darah selama menstruasi sekitar 40 cc dan pasien mengganti

3
pembalut 3 kali sehari, disminorhea disangkal. Hari pertama haid terakhir
pasien jatuh pada tanggal 09 Agustus 2018.
g. Riwayat Pernikahan
Pasien mengatakan ini merupakan pernikahan pertama dan menikah
pada usia 22 tahun.
h. Riwayat Obstetri
Kehamilan ini merupakan kehamian yang pertama bagi pasien.
i. Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak menggunakan kontrasepsi.
j. Riwayat ANC
Selama kehamilan pasien memeriksakan kandungannya sebanyak
10 kali di puskesmas dan juga melakukan pemeriksaan USG. Pasien
pernah mendapatkan imunisasi TT 1x.
k. Riwayat Kebiasaan
Pasien makan 3 kali sehari. Pasien juga sering makan buah-buahan,
biskuit, dan makanan ringan. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan,
alkohol, dan jamu, serta tidak merokok. BAK dan BAB tidak ada
keluhan.
l. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal serumah dengan suami dan orang tua. Suami pasien
bekerja sebagai wiraswasta.
m. Riwayat Dirawat dan Operasi
Pasien tidak pernah dirawat maupun operasi di Rumah Sakit.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 22 April 2019 di Ruang PONEK
RSUD Dr. Soeselo pukul 13.00 WIB.
Keadaan Umum : Baik
Sikap : Kooperatif
Kesadaran : Composmentis
Antropometri

4
- BB : 75 kg
- TB : 155 cm
Tanda vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 86 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36.5 °C

STATUS GENERALIS
1. Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
2. Kepala : Normosefali, bentuk normal, rambut hitam dengan distribusi
merata
3. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
gerakan normal, refleks cahaya (+/+)
4. Telinga : Normotia, sekret (-), darah (-), nyeri tarik helix (-), nyeri tekan
tragus (-)
5. Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-), edema mukosa(-),
napas cuping hidung (-)
6. Mulut
- Bibir : Bentuk normal, simetris, merah muda, basah
- Mulut : Oral hygiene baik
- Lidah : Bentuk normal, simetris, hiperemis (-), deviasi (-)
- Uvula : Letak di tengah, tremor (-), hiperemis (-), ukuran (n)
- Faring : Hiperemis (-)
- Tonsil : T1-T1 tenang
7. Leher : Pembesaran KGB (-), trakea di tengah, teraba kelenjar tiroid (-),
JVP 5+2cm
8. Thorax
- Inspeksi : Bentuk normal, simetris, retraksi sela iga (+), tipe pernapasan
thorako – abdominal, ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Vocal fremitus dx = sin, ictus cordis ±1 cm di ICS VI linea

5
midclavicularis sin
- Perkusi : Paru sonor (+/+), batas jantung kanan: ICS IV linea parasternal
dextra, batas jantung kiri: ICS VI ± 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra, batas atas jantung: ICS II linea
parasternalis sinistra, pinggang jantung: ICS III ± 1 cm lateral
linea parasternal sinistra
- Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-), S1S2
reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen
- Inspeksi : Dinding perut tegang, striae gravidarum (+)
- Auskultasi : Bising usus 5x/menit
- Palpasi : Supel, pembesaran organ (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
10. Ekstremitas
- Atas : Akral hangat, CRT <2”, deformitas (-), oedem -/-
- Bawah : Akral hangat, CRT <2”, deformitas (-), oedem -/-
STATUS OBSTETRI
- Inspeksi : Luka bekas operasi (-)
- Palpasi
Leopold I : TFU 32 cm, bagian fundus teraba bagian bulat dan lunak.
Leopold II : Teraba agak rata keras seperti papan dibagian kiri, teraba
bagian kecil lunak di bagian kanan
Leopold III : Teraba bagian keras, bulat, melenting di bagian bawah
Leopold IV : Kepala belum masuk pintu atas panggul
- Taksiran berat janin: (32-12) x 155 = 3.100 gram
- Auskultasi : DJJ 139 x/menit, teratur
- His :-

STATUS GINEKOLOGI
 Vagina Toucher :
- Pembukaan serviks : 1 cm

6
- Pendataran serviks : 30 %
- Penurunan kepala : Hodge I
- Konsistensi serviks : Portio tebal lunak
- Posisi serviks : Posterior
Bishop Score :4

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal: 22 Maret 2019 jam 10.00

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI
Leukosit 12.0 ribu/uL 3.6 – 11.0
Eritrosit 4.8 juta/uL 3.8 – 5.2
Hemoglobin 11.3 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 35 % 35 – 47
MCV 72 fL 80-100
MCH 27 pg 26-34
MCHC 34 g/dL 32-36
Trombosit 190 ribu/uL 150 – 400

DIFF COUNT
Eosinofil 1.70 % 2.00-4.00
Basofil 0.70 % 0-1
Netrofil 89.30 % 50-70
Limfosit 15.30 % 25-40
Monosit 5.70 % 2-8
MPV 10.0 fL 7.2-11.1
RDW-SD 43.8 fL 35.1-43.9
RDW-CV 14.5 % 11.5-14.5
Golongan darah B
Rhesus Positif
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif
URIN
Protein Urine Negatif Negatif
IV. RESUME

Pada hari Senin, 22 April 2019, pasien datang ke PONEK RSUD DR


SOESELO Slawi kiriman dari Puskesmas Dukuhwaru dengan diagnosis
rujukan G1P0A0, 23 Tahun, Hamil 37 Minggu J1HIU Preskep Inpartu Kala I
7
Fase Laten Dengan Ketuban Pecah Dini. Pasien datang dengan keluhan keluar
cairan ketuban dari jalan lahir sejak pukul 05.00 (22/04/19) cairan ketuban
berwarna bening, tidak berbau. Kemudian pasien merasakan kencang-kencang
namun jarang.

Di Puskesmas pasien telah diberi Amoxicilin 1 gr IV lalu pasien dirujuk


ke PONEK RSUD Dr. Soeselo untuk tindakan selanjutnya dan diperiksa
keadaan kandungannya. Pasien mengaku HPHT tanggal 09 Agustus 2018.
Berdasarkan HPHT, usia kehamilannya sekarang 37 minggu dan tanggal HPL
pada 16 Mei 2019.
Riwayat DM, hipertensi, asma, TB, jantung, ginjal, liver, trauma, ISK,
ginekologi disangkal. Alergi makanan disangkal. Riwayat penyakit keluarga
seperti DM, hipertensi, asma, TB, jantung dan alergi (makanan, cuaca, obat -
obatan) disangkal.
Pasien menarche pada usia 14 tahun, lama menstruasi 7 hari dan teratur.
Jumlah darah selama menstruasi sekitar 40 cc dan pasien mengganti pembalut
3 kali sehari, disminorhea disangkal. Pasien mengatakan ini merupakan
pernikahan pertama dan menikah pada usia 22 tahun. Kehamilan ini merupakan
kehamian pertama bagi pasien. Sebelumnya pasien tidak mempunyai riwayat
menggunakan kontrasepsi.
Selama kehamilan pasien memeriksakan kandungannya sebanyak 14 kali di
puskesmas dan juga melakukan pemeriksaan USG. Pasien pernah mendapatkan
imunisasi TT 1x. Pasien makan 3 kali sehari. Pasien juga sering makan buah-
buahan, biskuit, dan makanan ringan. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan,
alkohol, dan jamu, serta tidak merokok. Pasien tinggal serumah dengan suami
dan orang tua. Suami pasien bekerja sebagai wiraswasta. Tidak pernah dirawat
maupun operasi sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak baik dengan kesadaran
composmentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 86 x/menit, pernafasan 20
x/menit, dan suhu 36.5°C. Berat badan pasien 75 kg dan tinggi badan pasien
155 cm. Pemeriksaan obstetrik didapatkan TFU 32 cm, presentasi kepala,
punggung kiri, bagian terbawah belum masuk PAP. Taksiran berat janin 3.100
8
gram, DJJ 139 x/mnt teratur, dan HIS 1x10’x10”. Pada pemeriksaan vaginal
toucher ditemukan dilatasi serviks 1 cm; pendataran serviks 30%; penurunan
kepala Hodge I; konsistensi portio lunak, tebal; posisi serviks posterior.
Pada pemeriksaan laboratorium 22 Maret 2019, didapatkan didapatkan
hemoglobin 11,3 g/dL (N), leukosit 12,0 (↑), hematokrit 35% (N), trombosit
190 x103/Ul (N), eosinofil 1,70% (↓), basophil 0,70% (N), netrofil 89,30% (↑),
limfosit 15,30% (↓), monosit 5,0% (N), golongan darah O dengan rhesus +.
Pada pemeriksaan imunologi didapatkan HbsAg non reaktif. Pada pemeriksaan
urin didapatkan protein urin negatif.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis Masuk
G1P0A0, 23 Tahun, Hamil 37 Minggu J1HIU Preskep Inpartu Kala I
Fase Laten dengan KPD (Ketuban Pecah Dini)
Diagnosis Akhir
P1A0, 23 tahun post partum spontan dengan KPD.

VI. PENATALAKSANAAN
Sikap Obstetri
1. Medikamentosa :
a. Inj. Ceftriaxone 1 gr
b. IVFD RL 20 tpm
c. Gastrul ¼ tab/ 6 jam
Non-Medikamentosa :
a. Pengawasan KU, TTV, DJJ, HIS, kemajuan persalinan.
b. Motivasi pasien untuk miring kiri.
c. Pengosongan VU
d. Rencana partus pervaginam
VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

9
FOLLOW UP
VK 2 PONEK, 22 Maret 2019 (jam 13.00) VK 2 PONEK, 18 Maret 2019 (jam 19.00)

S Pasien kiriman dari Puskesmas Dukuhwaru dengan Pasien mengatakan perut terasa mules, kenceng- kenceng
diagnosis rujukan G1P0A0 hamil 37 minggu belum inpartu sering sejak jam 15.00, gerak janin aktif, KK (-).
dengan KPD. Pasien mengeluh keluar cairan ketuban dari
jalan lahir sejak pukul 05.00 (22/04/19) cairan ketuban
berwarna bening, tidak berbau. Kemudian pasien
merasakan kencang - kencang namun jarang. Gerak janin
aktif, KK (-).
O Kesadaran: Composmentis Kesadaran: Composmentis
TD: 120/80 mmHg P: 20 X/menit TD: 110/80 mmHg, P: 22 X/menit
N: 86 X/menit S: 36,5ºC N: 88 X/menit, S: 36,6ºC
TFU: 32 cm DJJ: 139 X/menit TFU: 32 cm DJJ: 144 x/menit
His: - VT: 1 cm His: 3x10’35” VT: 5 cm

A G1P0A0, 23 tahun, Hamil 37 minggu J1HIU G1P0A0, 23 tahun, Hamil 37 minggu J1HIU
preskep belum inpartu dengan KPD preskep inpartu kala I fase aktif dengan KPD

P  IVFD RL 20 tpm  IVFD RL 20 tpm


 Pengawasan KU, TTV, DJJ, HIS, Kemajuan  Pengawasan KU, TTV, DJJ, HIS, Kemajuan
persalinan persalinan
 Inj. Ceftriaxone 1gr  Dalam pemberian Gastrul ¼ tab pertama
 Gastrul ¼ tab / 6 jam, jam 13.00  Motivasi pasien untuk miring kiri
 Motivasi pasien untuk miring kiri

10
VK 2 PONEK, 18 Maret 2019 (jam 02.00) VK 2 PONEK, 18 Maret 2019 (jam 02.20)

Pasien mengatakan ingin mengejan, gerak janin aktif, KK (-). TAK

Kesadaran: Composmentis Kesadaran: Composmentis


TD: 120/80 mmHg, P: 22 X/menit TD: 110/70 mmHg, P: 20 X/menit
N: 88 X/menit, S: 36,6ºC N: 84 X/menit, S: 36,6ºC
TFU: 32 cm DJJ: 145 x/menit TFU: 1 jari dibawah umbilicus
His: 4x10’45” VT: 10 cm (lengkap) Tampak robekan pada jalan lahir ±3-4cm

G1P0A0, 23 tahun, Hamil 37 minggu J1HIU  P1A0, 23 tahun post partum spontan dengan KPD
preskep inpartu kala II dengan KPD  Laserasi perineum grade II

 Pimpin persalinan  IVFD RL 20 tpm


 Jahit laserasi perineum
 Monitor KU, TTV, PPV

11
Output

PPSPT jam 02.20 WIB (23/04/2019)

Bayi Laki-laki / 3000 AS: 9/10/10

Plasenta :
Plasenta lahir spontan, plasenta lengkap dan utuh

Ketuban
Keruh

Diagnosis akhir : P1A0, 23 tahun post partum spontan dengan


KPD jam 02.20 WIB (23/04/2019)

Lama persalinan: 12 jam 20 menit.

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SELAPUT KETUBAN


Selaput ketuban (selaput janin) terdiri dari amnion dan korion. Amnion
adalah membran yang paling dalam dan berdampingan dengan cairan amnion.
Struktur avascular khusus ini memiliki peran penting dalam kehamilan pada
manusia. Amnion adalah jaringan yang menentukan hampir semua kekuatan regang
membrane janin. Dengan demikian, pembentukan komponen – komponen amnion
yang mencegah rupture atau robekan sangatlah penting bagi keberhasilan
persalinan.1,4
Amnion (selaput ketuban) merupakan membrane internal yang
membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, ulet, dan transparan.
Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikelupas dengan
mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal plasenta sampai pada insersio tali
pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus
hingga umbilicus janin. Sedangkan korion merupakan membrane eksternal yang
berwarna putih dan terbentuk vili – vili sel telur yang berhubungan dengan desidua
kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan
uterus. 1,4

13
Gambar 1. Lapisan Membran Amnion
Cairan amnion normalnya jernih dan menumpuk di dalam rongga amnion
ini akan meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan sampai
menjelang aterm, saat terjadi penurunan volume cairan amnion pada banyak
kehamilan normal. Volume cairan amnion pada hamil aterm sekitar 1000 – 1500
ml, warna putih, agak keruh serta mempunyai bau yang khas, agak amis dan manis.
Cairan ini mempunyai berat jenis 1.098 terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri atas
garam anorganik serta bahan organic dan bila diteliti dengan benar terdapat rambut
lanugo, sel – sel epitel dan verniks kaseosa. Protein ditemukan rata –rata 2.6% g
per liter, sebagian besar sebagai albumin.
Fungsi cairan amnion :4
1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar
2. Mobilisasi : Memungkinan ruang gerak bagi janin
3. Homeostasis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa
dalam rongga amnion untuk suasana yang optimal bagi janin
4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruangan
intrauterine

14
5. Pada persalinan : Membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan
cairan steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan
lahir.

3.2 KETUBAN PECAH DINI


3.2.1 DEFINISI
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah
usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of
membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau
preterm premature rupture of membranes (PPROM). 1

3.2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm,
8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya. Kejadian KPD preterm berhubungan dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari
perempuan yang mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi
berat, bahkan fetus/ neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas
terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi
mengalami kematian. Persalinan prematur dengan potensi masalah yang muncul,
infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat in-utero merupakan komplikasi yang
umum terjadi.2

3.2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini,
antara lain:

15
1. Serviks yang inkompetensi
Inkompetensia serviks yaitu kelainan pada otot-otot leher rahim (serviks)
yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah
kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar.
Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia), didasarkan pada
adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk mempertahankan kehamilan.
Inkompetensi serviks sering menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester
kedua. Kelainan ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti
septum uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat dari trauma
bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi
berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik. 1
2. Tekanan intrauterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan.
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya:
a. Trauma akibat pemeriksaan dalam, hubungan seksual, amniosintesis.
b. Gemelli Kehamilan kembar yaitu kehamilan dua janin atau lebih.
Pada kehamilan kembar terjadi distensi uterus yang berlebihan
menyebabkan ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena
jumlah kandungan berlebih membuat isi rahim lebih besar dan kantung
(selaput ketuban) relatif kecil sedangkan di bagian bawah tidak ada yang
menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. 5
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus > 4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intrauterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan
kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah
pecah.6

16
4. Riwayat Ketuban Pecah Dini
Ibu bersalin dengan pengalaman kejadian ketuban pecah dini dapat
berpengaruh besar dalam menghadapi kondisi kehamilan. Ibu yang memiliki
riwayat ketuban pecah dini sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah
dini kembali. Resiko tersebut dapat terjadi karena komposisi membran yang
menjadi rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan
berikutnya.6

5. Usia Karakteristik pada Ibu


Usia sangat berpengaruh terhadap kesiapan ibu selama kehamilan maupun
menghadapi persalinan. Usia untuk reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah
antara umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut akan meningkatkan
resiko kehamilan dan persalinan. Usia seseorang sedemikian besarnya akan
mempengaruhi sistem reproduksi, karena organ-organ reproduksinya sudah mulai
berkurang kemampuannya dan keelastisannya dalam menerima kehamilan. 5

6. Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak pertama
sampai dengan anak terakhir. Pembagian paritas terdiri dari primipara, multipara,
dan grande multipara. Primipara adalah seorang wanita yang baru pertama kali
melahirkan dimana janin mancapai usia kehamilan 28 minggu atau lebih. Multipara
adalah seorang wanita yang telah mengalami kehamilan dengan usia 9 kehamilan
minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya 2 kali atau lebih.
Sedangkan grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil
dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah
kehamilannya lebih dari 5 kali. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan
pernah mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak
kelahiran yang terlampau dekat diyakini lebih beresiko akan mengalami ketuban
pecah dini pada kehamilan berikutnya.6

17
7. Anemia
Anemia pada kehamilan terjadi karena kekurangan zat besi. Ibu hamil yang
mengalami anemia biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat, cepat lelah, mata
berkunang-kunang. Darah ibu hamil akan mengalami hemodelusi atau pengenceran
dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32
sampai 34 minggu. Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama
kehamilan yaitu pada trimester pertama dan trimester ke tiga. Efek anemia pada
janin antara lain: abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas, berat badan
lahir rendah, cacat bawaan dan mudah infeksi. Efek pada ibu saat kehamilan dapat
mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas, ancaman dekompensasi kordis
dan ketuban pecah dini.7

8. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)


Korioamnionitis adalah infeksi bakteri pada korion, amnion dan cairan
ketuban. Korioamnionitis komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat
berlanjut menjadi sepsis. Membrana khorioamnionitik terdiri dari jaringan
viskoelastik apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan
akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim
kolagenolitik. Grup B streptococcus, Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan
Staphylococcus epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada
cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut melepaskan
mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan
adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban. Jika
terdiagnosis korioamnionitis, perlu segera dimulai upaya untuk melahirkan janin
sebaiknya pervaginam. Indikator untuk menegakkan diagnosis ini hanyalah
demam, suhu tubuh 38ºC atau lebih, air ketuban yang keruh dan berbau yang
menyertai pecah ketuban yang menandakan infeksi. 8

18
3.2.4 KLASIFIKASI
a. KPD pada kehamilan Preterm
Ketuban pecah dini preterm atau preterm premature rupture of membranes
(PPROM).adalah pecah ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin
dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ibu antara 34 minggu sampai
kurang 37 minggu <37 minggu sebelum onset persalinan. 8

b. KPD pada kehamilan Aterm


Ketuban pecah dini/ premature rupture of membranes (PROM) adalah
pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes
nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.8

3.2.5 PATOFISIOLOGI
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen
matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.9
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan
jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh
matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat
memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi
dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix
dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan
MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi
penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-
1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat
aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan
TIMP-1.10

19
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.10
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini.
Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini
adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari
kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan
ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang
rendah.10

Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus
aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan
terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon
terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP,
dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor
nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-
1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga
merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga
berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas
uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat

20
menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari
membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan
produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang
diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase
II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat
ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini
belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai
mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu
sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan
MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik,
yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih
38°C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit
dan cairan vaginal berbau.10

Kematian Sel Terprogram


Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian
sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat
dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya
kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi
matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan
bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini
belum diketahui dengan jelas.10

Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E 2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari
sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang

21
aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya
keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya
menyebabkan pecahnya selaput ketuban.2

Gambar 2. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini. 10

3.2.6 DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal
atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis
yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi
yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu,
diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara:
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi
adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui
waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, warna cairan putih jernih, keruh, hijau,

22
atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan
lahir, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya, dan
faktor risikonya. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah ada
infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun
kontraksi uterus. Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan
tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan
tinggi yang diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen
memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.
2. Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya
cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah
adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas
nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti,
adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat
membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin
dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila
kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur
serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria
gonorea.
3. Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan
menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari
kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan
untuk melahirkan.

23
4. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada
infeksi.
 USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin,
letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
 Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini
atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau
peningkatan suhu, denyut jantung janin akan meningkat.

3.2.7 DIAGNOSIS BANDING

Tanda dan gejala yang Tanda dan gejala yang Diagnosis mungkin
selalu ada kadang ada
Keluar cairan ketuban Ketuban pecah tiba-tiba KPD
Cairan tampak di introitus
Tidak ada HIS dalam 1 jam
Cairan vagina berbau Riwayat keluar cairan Amnionitis
Demam/menggigil Uterus menyempit
Nyeri perut DJJ cepat
PPV sedikit
Cairan vagina berbau Gatal, Keputihan Vaginitis/Servisitis
Tidak ada riwayat ketuban Nyeri perut
pecah disuria
Cairan vagina berdarah Nyeri perut Perdarahan Antepartum
Gerak janin berkurang
Perdarahan banyak

24
3.2.8 PENATALAKSANAAN
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Prinsipnya
penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa
pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan
diagnosis pasti, kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi.
Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas
dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis. Berikut ini adalah
tatalaksana yang dilakukan pada KPD berdasarkan masing-masing kelompok usia
kehamilan.
A. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan <24 minggu
Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD preterm
didapatkan bahwa morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan
takipnea transien lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibanding
pada kelompok usia lahir 36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindroma distress
pernapasan dan perdarahan intraventrikular tidak secara signifikan berbeda. Pada
saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan adalah pilihan
yang lebih baik. Pada usia kehamilan antara 30-34 minggu, persalinan lebih baik
daripada mempertahankan kehamilan dalam menurunkan insiden korioamnionitis
secara signifikan.11
B. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 34-38 minggu
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan
akan meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis. Pada saat ini, penelitian
menunjukkan bahwa melakukan persalinan lebih baik daripada mempertahankan
kehamilan.11
1. Konservatif

Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin


bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika
25
umur kehamilan kurang dari 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif berikan dexametason, observasi tanda – tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan
32 – 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol),
deksametason, dan induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu,
ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda – tanda infeksi (suhu,
leukosit, tanda – tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu
berikan steroid untuk kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.12

3. Aktif
a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
 Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
 Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

Tabel 1. Penatalaksanaan KPD.7


26
Gambar 3. Algoritma manajemen KPD

27
Gambar 4.Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini. 7

3.2.9 KOMPLIKASI
A. Komplikasi Ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin.
Infeksi tersebut dapat berupa endomyometritis, maupun korioamnionitis yang
berujung pada sepsis. Pada sebuah penelitian, didapatkan 6,8% ibu hamil dengan
KPD mengalami endomyometritis purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun tidak
ada yang meninggal dunia. Diketahui bahwa yang mengalami sepsis pada
penelitian ini mendapatkan terapi antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa

28
sekuele. Sehingga angka mortalitas belum diketahui secara pasti. 40,9% pasien
yang melahirkan setelah mengalami KPD harus dikuret untuk mengeluarkan sisa
plasenta, 4% perlu mendapatkan transfusi darah karena kehilangan darah secara
signifikan. Tidak ada kasus terlapor mengenai kematian ibu ataupun morbiditas
dalam waktu lama.

B. Komplikasi Janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih
awal. Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion sampai
persalinan secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi
pada saat KPD terjadi. Pada pasien aterm menunjukkan bahwa 95% pasien akan
mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian. Sedangkan analisis terhadap
studi yang mengevaluasi pasien dengan preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22
persen memiliki periode laten 4 minggu. Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus
yang lahir hidup dapat mengalami sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali
pusat, oligohidramnion, necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan
intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan.11

29
BAB IV
ANALISIS KASUS

Kasus Teori

- Pasien Ny. S, G1P0A0, 23 tahun, - Penegakkan diagnosis kehamilan dengan KPD


kiriman Puskesmas Dukuhwaru dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
datang ke Ruang PONEK RSUD Dr. penunjang. Anamnesis mengenai adanya riwayat
Soeselo tanggal 22 April 2019 pukul
keluar cairan dari jalan lahir secara tiba-tiba. Pada
09.50 dengan rujukan Hamil 37
minggu, J1HIU, preskep, belum kasus, berdasarkan anamnesis pasien datang
inpartu dengan Ketuban Pecah Dini, dengan keluhan keluar cairan dari jalan lahir sejak
dengan keluhan utama keluar cairan 4 jam 50 menit SMRS. Cairan yang keluar
dari jalan lahir sejak pukul 05.00 berwana jernih dan tidak berbau. Tidak ada lendir
(22/04/19) 4 jam 50 menit yang lalu, darah.
cairan berwarna bening, tidak - Pada pemeriksaan fisik secara umum dalam batas
berbau. Kemudian pasien merasakan
normal, baik tanda vital maupun status
kencang-kencang namun jarang
keluhan demam disangkal. Gerak generalisata pasien. Berdasarkan teori
janin aktif. pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting
untuk menentukan ada tidaknya tanda - tanda
Pemeriksaan Fisik : infeksi pada ibu, karena hal ini terkait dengan
 Composmentis penatalaksaanan KPD selanjutnya dimana risiko
 TD: 120/80 mmHg infeksi ibu dan janin meningkat pada KPD.
 N: 86 x/menit Umumnya dapat terjadi korioamnionitis sebelum
 S: 36,5° C
janin terinfeksi. Menentukan ada tidaknya infeksi,
 P: 20 x/menit
yang ditandai dengan suhu ibu melebihi 38C serta
 TB: 155 cm BB: 75 kg
air ketuban keruh dan bau. Leukosit darah lebih
Pemeriksaan Obstetri dari 15 ribu/uL. Janin yang mengalami takikardi,
 TFU:32 cm, DJJ: 139 x/menit, tanda dari adanya infeksi intrauterine.
His: - - Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan
 VT : langkah pemeriksaan pertama terhadap kecurigaan
Pembukaan serviks : 1 cm, KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD
Pendataran serviks : 30%, akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri
Penurunan kepala : Hodge I,
eksternum (OUE). Pada pasien KPD akan tampak
Konsistensi serviks: tebal, lunak,
Posisi serviks : posterior cairan keluar dari vagina. Cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa warna, bau dan pHnya. Air
ketuban yang keruh dan berbau menunjukkan
Pemeriksaan lab :

30
 Hemoglobin 11,3 g/dL (N) - adanya proses infeksi. Pada kasus ini dilakukan tes
 Eritrosit 4,8 juta/uL (N) lakmus, cairan amnion mengubah kertas lakmus
 Leukosit 12,0 ribu/uL (↑) merah menjadi biru, tes lakmus (+)
 Hematokrit 35% (N) - Pada berdasarkan pemeriksaan laboratorium
 Protein urin: - didapatkan bawaha leukosit pasien dalam batas
normal, hal ini menunjukan tidak proses infeksi.
Tatalaksana :
- KPD merupakan pecahnya selaput ketuban
 IVFD RL 20 tpm
 Pengawasan KU, TTV, DJJ, sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini
HIS, Kemajuan persalinan dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37
 Inj ceftriaxone minggu dan disebut KPD aterm atau premature
 Motivasi pasien untuk miring rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia
kiri. gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm
 Pengosongan VU premature rupture of membranes (PPROM).
Rencana partus pervaginam - KPD dapat disebabkan oleh serviks yang
inkompetensi, tekanan intrauterin yang meningkat
secara berlebihan, riwayat KPD, usia ibu, paritas,
anemia dan juga infeksi.
- Usia kehamilan >37 minggu lakukan evaluasi
infeksi, pemberian antibiotik jika ketuban pecah
sudah lama.

31
BAB V
KESIMPULAN

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput


ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada
atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature
rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD
preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM). KPD dapat
disebabkan oleh serviks yang inkompetensi, tekanan intrauterin yang
meningkat secara berlebihan, riwayat KPD, usia ibu, paritas, anemia dan juga
infeksi.
Penegakkan diagnosis ketuban pecah dini dilakukan dengan anamnesis
adanya cairan ketuban yang keluar dari jalan lahir, waktu dan kuantitas dari
cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm
sebelumnya, dan faktor risikonya. Pada pemeriksaan fisik dengan spekulum
steril digunakan untuk menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau
prolaps bagian terbawah janin, menilai dilatasi dan pendataran serviks,
mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara visual.
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk menilai indeks cairan amnion, menilai
taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital
janin.
Pada pasien Ny. S, ditetapkan diagnosis awal G1P0A0 23 tahun, hamil
37 minggu, J1HIU, presentasi kepala, belum inpartu dengan ketuban pecah
dini karena berdasarkan anamnesis, pasien mengeluh keluar cairan dari jalan
lahir sejak pukul 05.00, 4 jam 50 menit SMRS cairan berwarna bening, tidak
berbau. Kemudian pasien merasakan perut mulas dan kencang-kencang sejak
pukul 09.00, keluhan demam disangkal. Keadaan janin baik. Pada pasien ini
sudah inpartu, tindakan yang diambil adalah Pengawasan KU, TTV, DJJ, HIS,
kemajuan persalinan, inj ceftriaxone, motivasi pasien untuk miring kiri,
pengosongan VU, rencana partus pervaginam.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin


A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.
2. Caughey AB, Robinson JN, Norwitz ER. Contemporary diagnosis and
management of preterm premature rupture of membranes. Rev Obstet
Gynecol. 2008 Winter;1(1):11-22.
3. Manuaba, Ida, Bagus. Et all. 2008. Gawat Darurat Obstetri Ginekologo &
Obstetri Ginekologi Sosial Untuk profesi Bidan. Jakarta : EGC
4. Modena AB. 2004. Amniotic fluid dynamics. Acta Bio Medica Ateneo
Parmense 75(1): 11-3.
5. Julianti. 2001. Prevalensi SDKI. Jakarta : Buletin Penelitian Indonesia.
6. Menon R, Fortunato SJ. The Role of Matrix Degrading Enzymes and
Apoptosis in Rupture of Membrane. J Soc Gynecol Investig; 11(7): 427-
37.
7. Manuaba, Ida, Bagus. Et all. 2008. Gawat Darurat Obstetri Ginekologo &
Obstetri Ginekologi Sosial Untuk profesi Bidan. Jakarta : EGC
8. Royal Hospital for Women. Obstetric clinical guidelines group: preterm
premature rupture of membranes assessment and management guideline.
2009
9. Bergehella V. Prevention of preterm burth. In: Berghella V. Obstetric evidence
based guidelines. Series in maternal fetal medicine. Informa heathcare. Informa
UK Ltd, 2007.
10. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
11. Medina TM, Hill DA. Preterm Premature Rupture of Membranes:
Diagnosis and Management. Am Fam Physician. 2006 Feb 15;73(4):659-
664.
12. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of
Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.

33

Anda mungkin juga menyukai