Disusun oleh:
Nadia Sani Amalia, S. Ked
030.14.135
Pembimbing:
dr. Ratna Trisiyani, Sp. OG
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu
besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ujian
yang berjudul “G1P0A0, 23 Tahun, Hamil 37 Minggu J1HIU Preskep Belum
Inpartu Dengan Ketuban Pecah Dini” pada kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri
dan Penyakit Ginekologi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Kabupaten
Tegal.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada dr. Ratna Trisiyani, Sp. OG selaku pembimbing yang telah
memberikan waktu dan bimbingannya sehingga laporan kasus ujian ini dapat
terselesaikan.
Penulis berharap laporan kasus ujian ini dapat menambah pengetahuan
dan memahami lebih lanjut mengenai “G1P0A0, 23 Tahun, Hamil 37 Minggu
J1HIU Preskep Belum Inpartu Dengan Ketuban Pecah Dini” serta salah satunya
untuk memenuhi tugas yang diberikan pada kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri
dan Penyakit Ginekologi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Kabupaten
Tegal.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ujian ini
masih banyak kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran dari semua
pihak yang membangun guna menyempurnakan makalah ini sangat penulis
harapkan. Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)
merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun, apabila
ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai
ketuban pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of
Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan
perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler
amnion, korion dan apoptosis membran janin.1
KPD masih merupakan masalah di dunia termasuk Indonesia. Prevalensi dari
KPD preterm di dunia adalah 3 - 4,5 % kehamilan dan merupakan penyebab 6-40%
persalinan preterm atau prematuritas. Kejadian KPD preterm berhubungan dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari
perempuan yang mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi
berat, bahkan fetus/ neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas
terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi
mengalami kematian. Persalinan prematur dengan potensi masalah yang muncul,
infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat in-utero merupakan komplikasi yang
umum terjadi.2
KPD merupakan salah satu penyulit dalam kehamilan dan persalinan yang
berperan dalam meningkatkan kesakitan dan kematian meternal-perinatal yang
dapat disebabkan oleh adanya infeksi, yaitu dimana selaput ketuban yang menjadi
penghalang masuknya kuman penyebab infeksi sudah tidak ada sehingga dapat
membahayakan bagi ibu dan janinnya. Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi
pasien harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai anatomi dan struktur
membran fetal, serta memahami patogenesis terjadinya ketuban pecah dini,
sehingga mampu menegakkan diagnosis ketuban pecah dini secara tepat dan
memberikan terapi secara akurat sehingga prognosis yang baik terhadap pasien dan
bayinya.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 23 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pendidikan : SMK Pekerjaan : IRT
Alamat : Kabunan Dukuhwaru, Tegal
Tanggal masuk RS : 22-04-2019 Tanggal keluar RS : -
I. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Ruang PONEK pada
tanggal 22 April 2019 pukul 13.00 WIB.
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke Ruang PONEK RSUD Dr. Soeselo tanggal 22
April 2019 pukul 09.50 kiriman dari Puskesmas Dukuhwaru dengan
keluhan keluar cairan dari jalan lahir sejak pukul 05.00 (22/04/19).
2
b. Keluhan Tambahan
3
pembalut 3 kali sehari, disminorhea disangkal. Hari pertama haid terakhir
pasien jatuh pada tanggal 09 Agustus 2018.
g. Riwayat Pernikahan
Pasien mengatakan ini merupakan pernikahan pertama dan menikah
pada usia 22 tahun.
h. Riwayat Obstetri
Kehamilan ini merupakan kehamian yang pertama bagi pasien.
i. Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak menggunakan kontrasepsi.
j. Riwayat ANC
Selama kehamilan pasien memeriksakan kandungannya sebanyak
10 kali di puskesmas dan juga melakukan pemeriksaan USG. Pasien
pernah mendapatkan imunisasi TT 1x.
k. Riwayat Kebiasaan
Pasien makan 3 kali sehari. Pasien juga sering makan buah-buahan,
biskuit, dan makanan ringan. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan,
alkohol, dan jamu, serta tidak merokok. BAK dan BAB tidak ada
keluhan.
l. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal serumah dengan suami dan orang tua. Suami pasien
bekerja sebagai wiraswasta.
m. Riwayat Dirawat dan Operasi
Pasien tidak pernah dirawat maupun operasi di Rumah Sakit.
4
- BB : 75 kg
- TB : 155 cm
Tanda vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 86 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36.5 °C
STATUS GENERALIS
1. Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
2. Kepala : Normosefali, bentuk normal, rambut hitam dengan distribusi
merata
3. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
gerakan normal, refleks cahaya (+/+)
4. Telinga : Normotia, sekret (-), darah (-), nyeri tarik helix (-), nyeri tekan
tragus (-)
5. Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-), edema mukosa(-),
napas cuping hidung (-)
6. Mulut
- Bibir : Bentuk normal, simetris, merah muda, basah
- Mulut : Oral hygiene baik
- Lidah : Bentuk normal, simetris, hiperemis (-), deviasi (-)
- Uvula : Letak di tengah, tremor (-), hiperemis (-), ukuran (n)
- Faring : Hiperemis (-)
- Tonsil : T1-T1 tenang
7. Leher : Pembesaran KGB (-), trakea di tengah, teraba kelenjar tiroid (-),
JVP 5+2cm
8. Thorax
- Inspeksi : Bentuk normal, simetris, retraksi sela iga (+), tipe pernapasan
thorako – abdominal, ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Vocal fremitus dx = sin, ictus cordis ±1 cm di ICS VI linea
5
midclavicularis sin
- Perkusi : Paru sonor (+/+), batas jantung kanan: ICS IV linea parasternal
dextra, batas jantung kiri: ICS VI ± 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra, batas atas jantung: ICS II linea
parasternalis sinistra, pinggang jantung: ICS III ± 1 cm lateral
linea parasternal sinistra
- Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-), S1S2
reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen
- Inspeksi : Dinding perut tegang, striae gravidarum (+)
- Auskultasi : Bising usus 5x/menit
- Palpasi : Supel, pembesaran organ (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
10. Ekstremitas
- Atas : Akral hangat, CRT <2”, deformitas (-), oedem -/-
- Bawah : Akral hangat, CRT <2”, deformitas (-), oedem -/-
STATUS OBSTETRI
- Inspeksi : Luka bekas operasi (-)
- Palpasi
Leopold I : TFU 32 cm, bagian fundus teraba bagian bulat dan lunak.
Leopold II : Teraba agak rata keras seperti papan dibagian kiri, teraba
bagian kecil lunak di bagian kanan
Leopold III : Teraba bagian keras, bulat, melenting di bagian bawah
Leopold IV : Kepala belum masuk pintu atas panggul
- Taksiran berat janin: (32-12) x 155 = 3.100 gram
- Auskultasi : DJJ 139 x/menit, teratur
- His :-
STATUS GINEKOLOGI
Vagina Toucher :
- Pembukaan serviks : 1 cm
6
- Pendataran serviks : 30 %
- Penurunan kepala : Hodge I
- Konsistensi serviks : Portio tebal lunak
- Posisi serviks : Posterior
Bishop Score :4
HEMATOLOGI
Leukosit 12.0 ribu/uL 3.6 – 11.0
Eritrosit 4.8 juta/uL 3.8 – 5.2
Hemoglobin 11.3 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 35 % 35 – 47
MCV 72 fL 80-100
MCH 27 pg 26-34
MCHC 34 g/dL 32-36
Trombosit 190 ribu/uL 150 – 400
DIFF COUNT
Eosinofil 1.70 % 2.00-4.00
Basofil 0.70 % 0-1
Netrofil 89.30 % 50-70
Limfosit 15.30 % 25-40
Monosit 5.70 % 2-8
MPV 10.0 fL 7.2-11.1
RDW-SD 43.8 fL 35.1-43.9
RDW-CV 14.5 % 11.5-14.5
Golongan darah B
Rhesus Positif
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif
URIN
Protein Urine Negatif Negatif
IV. RESUME
VI. PENATALAKSANAAN
Sikap Obstetri
1. Medikamentosa :
a. Inj. Ceftriaxone 1 gr
b. IVFD RL 20 tpm
c. Gastrul ¼ tab/ 6 jam
Non-Medikamentosa :
a. Pengawasan KU, TTV, DJJ, HIS, kemajuan persalinan.
b. Motivasi pasien untuk miring kiri.
c. Pengosongan VU
d. Rencana partus pervaginam
VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
9
FOLLOW UP
VK 2 PONEK, 22 Maret 2019 (jam 13.00) VK 2 PONEK, 18 Maret 2019 (jam 19.00)
S Pasien kiriman dari Puskesmas Dukuhwaru dengan Pasien mengatakan perut terasa mules, kenceng- kenceng
diagnosis rujukan G1P0A0 hamil 37 minggu belum inpartu sering sejak jam 15.00, gerak janin aktif, KK (-).
dengan KPD. Pasien mengeluh keluar cairan ketuban dari
jalan lahir sejak pukul 05.00 (22/04/19) cairan ketuban
berwarna bening, tidak berbau. Kemudian pasien
merasakan kencang - kencang namun jarang. Gerak janin
aktif, KK (-).
O Kesadaran: Composmentis Kesadaran: Composmentis
TD: 120/80 mmHg P: 20 X/menit TD: 110/80 mmHg, P: 22 X/menit
N: 86 X/menit S: 36,5ºC N: 88 X/menit, S: 36,6ºC
TFU: 32 cm DJJ: 139 X/menit TFU: 32 cm DJJ: 144 x/menit
His: - VT: 1 cm His: 3x10’35” VT: 5 cm
A G1P0A0, 23 tahun, Hamil 37 minggu J1HIU G1P0A0, 23 tahun, Hamil 37 minggu J1HIU
preskep belum inpartu dengan KPD preskep inpartu kala I fase aktif dengan KPD
10
VK 2 PONEK, 18 Maret 2019 (jam 02.00) VK 2 PONEK, 18 Maret 2019 (jam 02.20)
G1P0A0, 23 tahun, Hamil 37 minggu J1HIU P1A0, 23 tahun post partum spontan dengan KPD
preskep inpartu kala II dengan KPD Laserasi perineum grade II
11
Output
Plasenta :
Plasenta lahir spontan, plasenta lengkap dan utuh
Ketuban
Keruh
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
13
Gambar 1. Lapisan Membran Amnion
Cairan amnion normalnya jernih dan menumpuk di dalam rongga amnion
ini akan meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan sampai
menjelang aterm, saat terjadi penurunan volume cairan amnion pada banyak
kehamilan normal. Volume cairan amnion pada hamil aterm sekitar 1000 – 1500
ml, warna putih, agak keruh serta mempunyai bau yang khas, agak amis dan manis.
Cairan ini mempunyai berat jenis 1.098 terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri atas
garam anorganik serta bahan organic dan bila diteliti dengan benar terdapat rambut
lanugo, sel – sel epitel dan verniks kaseosa. Protein ditemukan rata –rata 2.6% g
per liter, sebagian besar sebagai albumin.
Fungsi cairan amnion :4
1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar
2. Mobilisasi : Memungkinan ruang gerak bagi janin
3. Homeostasis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa
dalam rongga amnion untuk suasana yang optimal bagi janin
4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruangan
intrauterine
14
5. Pada persalinan : Membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan
cairan steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan
lahir.
3.2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm,
8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya. Kejadian KPD preterm berhubungan dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari
perempuan yang mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi
berat, bahkan fetus/ neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas
terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi
mengalami kematian. Persalinan prematur dengan potensi masalah yang muncul,
infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat in-utero merupakan komplikasi yang
umum terjadi.2
15
1. Serviks yang inkompetensi
Inkompetensia serviks yaitu kelainan pada otot-otot leher rahim (serviks)
yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah
kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar.
Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia), didasarkan pada
adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk mempertahankan kehamilan.
Inkompetensi serviks sering menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester
kedua. Kelainan ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti
septum uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat dari trauma
bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi
berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik. 1
2. Tekanan intrauterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan.
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya:
a. Trauma akibat pemeriksaan dalam, hubungan seksual, amniosintesis.
b. Gemelli Kehamilan kembar yaitu kehamilan dua janin atau lebih.
Pada kehamilan kembar terjadi distensi uterus yang berlebihan
menyebabkan ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena
jumlah kandungan berlebih membuat isi rahim lebih besar dan kantung
(selaput ketuban) relatif kecil sedangkan di bagian bawah tidak ada yang
menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. 5
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus > 4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intrauterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan
kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah
pecah.6
16
4. Riwayat Ketuban Pecah Dini
Ibu bersalin dengan pengalaman kejadian ketuban pecah dini dapat
berpengaruh besar dalam menghadapi kondisi kehamilan. Ibu yang memiliki
riwayat ketuban pecah dini sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah
dini kembali. Resiko tersebut dapat terjadi karena komposisi membran yang
menjadi rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan
berikutnya.6
6. Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak pertama
sampai dengan anak terakhir. Pembagian paritas terdiri dari primipara, multipara,
dan grande multipara. Primipara adalah seorang wanita yang baru pertama kali
melahirkan dimana janin mancapai usia kehamilan 28 minggu atau lebih. Multipara
adalah seorang wanita yang telah mengalami kehamilan dengan usia 9 kehamilan
minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya 2 kali atau lebih.
Sedangkan grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil
dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah
kehamilannya lebih dari 5 kali. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan
pernah mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak
kelahiran yang terlampau dekat diyakini lebih beresiko akan mengalami ketuban
pecah dini pada kehamilan berikutnya.6
17
7. Anemia
Anemia pada kehamilan terjadi karena kekurangan zat besi. Ibu hamil yang
mengalami anemia biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat, cepat lelah, mata
berkunang-kunang. Darah ibu hamil akan mengalami hemodelusi atau pengenceran
dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32
sampai 34 minggu. Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama
kehamilan yaitu pada trimester pertama dan trimester ke tiga. Efek anemia pada
janin antara lain: abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas, berat badan
lahir rendah, cacat bawaan dan mudah infeksi. Efek pada ibu saat kehamilan dapat
mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas, ancaman dekompensasi kordis
dan ketuban pecah dini.7
18
3.2.4 KLASIFIKASI
a. KPD pada kehamilan Preterm
Ketuban pecah dini preterm atau preterm premature rupture of membranes
(PPROM).adalah pecah ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin
dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ibu antara 34 minggu sampai
kurang 37 minggu <37 minggu sebelum onset persalinan. 8
3.2.5 PATOFISIOLOGI
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen
matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.9
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan
jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh
matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat
memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi
dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix
dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan
MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi
penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-
1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat
aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan
TIMP-1.10
19
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.10
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini.
Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini
adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari
kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan
ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang
rendah.10
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus
aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan
terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon
terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP,
dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor
nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-
1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga
merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga
berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas
uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat
20
menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari
membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan
produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang
diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase
II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat
ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini
belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai
mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu
sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan
MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik,
yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih
38°C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit
dan cairan vaginal berbau.10
21
aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya
keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya
menyebabkan pecahnya selaput ketuban.2
3.2.6 DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal
atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis
yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi
yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu,
diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara:
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi
adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui
waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, warna cairan putih jernih, keruh, hijau,
22
atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan
lahir, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya, dan
faktor risikonya. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah ada
infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun
kontraksi uterus. Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan
tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan
tinggi yang diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen
memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.
2. Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya
cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah
adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas
nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti,
adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat
membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin
dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila
kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur
serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria
gonorea.
3. Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan
menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari
kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan
untuk melahirkan.
23
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada
infeksi.
USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin,
letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini
atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau
peningkatan suhu, denyut jantung janin akan meningkat.
Tanda dan gejala yang Tanda dan gejala yang Diagnosis mungkin
selalu ada kadang ada
Keluar cairan ketuban Ketuban pecah tiba-tiba KPD
Cairan tampak di introitus
Tidak ada HIS dalam 1 jam
Cairan vagina berbau Riwayat keluar cairan Amnionitis
Demam/menggigil Uterus menyempit
Nyeri perut DJJ cepat
PPV sedikit
Cairan vagina berbau Gatal, Keputihan Vaginitis/Servisitis
Tidak ada riwayat ketuban Nyeri perut
pecah disuria
Cairan vagina berdarah Nyeri perut Perdarahan Antepartum
Gerak janin berkurang
Perdarahan banyak
24
3.2.8 PENATALAKSANAAN
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Prinsipnya
penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa
pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan
diagnosis pasti, kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi.
Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas
dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis. Berikut ini adalah
tatalaksana yang dilakukan pada KPD berdasarkan masing-masing kelompok usia
kehamilan.
A. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan <24 minggu
Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD preterm
didapatkan bahwa morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan
takipnea transien lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibanding
pada kelompok usia lahir 36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindroma distress
pernapasan dan perdarahan intraventrikular tidak secara signifikan berbeda. Pada
saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan adalah pilihan
yang lebih baik. Pada usia kehamilan antara 30-34 minggu, persalinan lebih baik
daripada mempertahankan kehamilan dalam menurunkan insiden korioamnionitis
secara signifikan.11
B. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 34-38 minggu
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan
akan meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis. Pada saat ini, penelitian
menunjukkan bahwa melakukan persalinan lebih baik daripada mempertahankan
kehamilan.11
1. Konservatif
3. Aktif
a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
27
Gambar 4.Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini. 7
3.2.9 KOMPLIKASI
A. Komplikasi Ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin.
Infeksi tersebut dapat berupa endomyometritis, maupun korioamnionitis yang
berujung pada sepsis. Pada sebuah penelitian, didapatkan 6,8% ibu hamil dengan
KPD mengalami endomyometritis purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun tidak
ada yang meninggal dunia. Diketahui bahwa yang mengalami sepsis pada
penelitian ini mendapatkan terapi antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa
28
sekuele. Sehingga angka mortalitas belum diketahui secara pasti. 40,9% pasien
yang melahirkan setelah mengalami KPD harus dikuret untuk mengeluarkan sisa
plasenta, 4% perlu mendapatkan transfusi darah karena kehilangan darah secara
signifikan. Tidak ada kasus terlapor mengenai kematian ibu ataupun morbiditas
dalam waktu lama.
B. Komplikasi Janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih
awal. Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion sampai
persalinan secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi
pada saat KPD terjadi. Pada pasien aterm menunjukkan bahwa 95% pasien akan
mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian. Sedangkan analisis terhadap
studi yang mengevaluasi pasien dengan preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22
persen memiliki periode laten 4 minggu. Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus
yang lahir hidup dapat mengalami sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali
pusat, oligohidramnion, necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan
intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan.11
29
BAB IV
ANALISIS KASUS
Kasus Teori
30
Hemoglobin 11,3 g/dL (N) - adanya proses infeksi. Pada kasus ini dilakukan tes
Eritrosit 4,8 juta/uL (N) lakmus, cairan amnion mengubah kertas lakmus
Leukosit 12,0 ribu/uL (↑) merah menjadi biru, tes lakmus (+)
Hematokrit 35% (N) - Pada berdasarkan pemeriksaan laboratorium
Protein urin: - didapatkan bawaha leukosit pasien dalam batas
normal, hal ini menunjukan tidak proses infeksi.
Tatalaksana :
- KPD merupakan pecahnya selaput ketuban
IVFD RL 20 tpm
Pengawasan KU, TTV, DJJ, sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini
HIS, Kemajuan persalinan dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37
Inj ceftriaxone minggu dan disebut KPD aterm atau premature
Motivasi pasien untuk miring rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia
kiri. gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm
Pengosongan VU premature rupture of membranes (PPROM).
Rencana partus pervaginam - KPD dapat disebabkan oleh serviks yang
inkompetensi, tekanan intrauterin yang meningkat
secara berlebihan, riwayat KPD, usia ibu, paritas,
anemia dan juga infeksi.
- Usia kehamilan >37 minggu lakukan evaluasi
infeksi, pemberian antibiotik jika ketuban pecah
sudah lama.
31
BAB V
KESIMPULAN
32
DAFTAR PUSTAKA
33