Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS NILAI TAMBAH, KEUNTUNGAN, DAN TITIK IMPAS

PENGOLAHAN HASIL RENGGINANG UBI KAYU (RENGGINING)


SKALA RUMAH TANGGA DI KOTA BENGKULU

Andi Ishak, Umi Pudji Astuti dan Bunaiyah Honorita


Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
erhr94@yahoo.co.id

ABSTRAK
Usaha pengolahan hasil produk pertanian skala rumah tangga oleh wanita tani
memiliki pengaruh yang besar terhadap peningkatan nilai tambah suatu produk primer.
Usaha pengolahan hasil yang dilakukan oleh wanita tani juga berpengaruh positif terhadap
penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan waktu luang, dan peningkatan pendapatan wanita
tani dan keluarganya. Salah satu produk tanaman yang banyak ditemui baik di lahan
pekarangan atau kebun petani adalah ubi kayu. Di Bengkulu, tanaman ini relatif memiliki
nilai yang rendah. Oleh karena itu berbagai produk pengolahan hasil pertanian yang
berbahan baku ubi kayu telah banyak dilakukan oleh masyarakat sehingga mudah ditemui
di pasaran. Upaya pengolahan hasil tersebut dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah
produk ubi kayu. Salah satu produk olahan ubi kayu skala rumah tangga yang telah
diusahakan oleh wanita tani di Kota Bengkulu adalah rengginang ubi kayu (renggining).
Produk renggining mirip dengan rengginang namun bila rengginang berbahan dasar beras
ketan, maka renggining berbahan dasar ubi kayu. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui nilai tambah, tingkat keuntungan, dan titik impas dalam pengolahan
renggining skala rumah tangga. Lokasi penelitian pada Kelompok Wanita Tani Melati Jaya
I di Kelurahan Sawah Lebar Lama, Kecamatan Ratu Agung, Kota Bengkulu pada bulan
September 2012. Data yang dikumpulkan adalah input dan output pengolahan produk
renggining melalui pengamatan proses produksi renggining dan wawancara dengan wanita
tani pengolah renggining. Data dianalisis menggunakan analisis nilai tambah mengikuti
Metode Hayami, analisis R/C ratio, dan analisis titik impas. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai tambah produk renggining sebesar Rp. 9.335/kg dengan rasio nilai tambah
59,74% atau Rp. 7.085/kg yang diperoleh Kelompok Wanita Tani. Marjin yang didapatkan
dalam pengolahan renggining adalah Rp. 12.625/kg, dengan R-C ratio sebesar 2,14. Titik
impas (BEP) pengolahan produk renggining bila dilihat dari nilai produksi sebesar 204,55
kg, sedangkan BEP biaya adalah Rp. 5.113.636,36.

Kata kunci: ubi kayu, nilai tambah, renggining, wanita tani, Kota Bengkulu.

PENDAHULUAN
Peran kaum wanita di bidang pertanian dalam mendukung perekonomian
keluarga merupakan sesuatu yang nyata dan tidak terbantahkan, khususnya dalam
usaha pengolahan hasil produk pertanian skala rumah tangga untuk meningkatkan
nilai tambah. Usaha pengolahan hasil yang dilakukan oleh wanita tani juga
berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan waktu luang,
dan peningkatan pendapatan wanita tani dan keluarganya.
Suprapto (1999) menyatakan bahwa nilai tambah adalah pertambahan nilai
suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, atau
penyimpanan dalam suatu produksi. Reni Kustiari (2011) menambahkan bahwa
nilai tambah dalam proses pengolahan dapat didefinisikan sebagai selisih antara
nilai produk dengan biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga
kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dan harga bahan
bakunya saja. Dalam marjin tercakup komponen faktor produksi yang digunakan
yaitu tenaga kerja, input lainnya, dan balas jasa pengusaha pengolahan.
Usaha pengolahan produk pertanian skala rumah tangga yang relatif banyak
ditemui adalah pengolahan produk ubi kayu. Potensi ubi kayu untuk dijadikan
produk olahan sangat besar karena berbagai macam industri memanfaatkan ubi
kayu sebagai bahan baku. Menurut Haryati La Kamisi (2011), ubi kayu dapat
dijadikan bahan baku industri makanan, tekstil, bahan bangunan, kertas, pakan
ternak, farmasi, lem, dan biofuel untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun
ekspor.
Pengolahan hasil ubi kayu dalam skala kecil atau rumah tangga juga ditemui
di Kota Bengkulu dalam berbagai produk makanan seperti tape, keripik pedas,
getuk, kue, dan rengginang. Selain bahan bakunya mudah diperoleh di pasaran,
juga harga ubi kayu relatif murah di Bengkulu yaitu sekitar Rp. 3.000/kg. BPS
Provinsi Bengkulu (2011) melaporkan bahwa produksi ubi kayu di Kota Bengkulu
pada tahun 2010 mencapai 4.302 ton atau 9,8% dari total produksi ubi kayu
Provinsi Bengkulu.
Rengginang yang terbuat dari ubi kayu oleh masyarakat di Bengkulu disebut
renggining. Kegiatan produktif pengolahan renggining memerlukan berbagai input
produksi seperti ubi kayu, bahan penunjang dan tenaga kerja. Kegiatan ini akan
meningkatkan daya guna dari faktor produksi sehingga meningkatkan nilai tambah
produk ubi kayu. Oleh karena itu yang menarik untuk diketahui dalam penelitian ini
adalah berapa besarnya nilai tambah, tingkat keuntungan, dan titik impas dalam
pengolahan renggining skala rumah tangga di Kota Bengkulu.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode survei melalui wawancara dengan
kelompok wanita tani pengolah renggining dan pengamatan proses pengolahannya.
Survei dilakukan pada Kelompok Wanita Tani Melati Jaya I di Kelurahan Sawah
Lebar Lama, Kecamatan Ratu Agung, Kota Bengkulu pada bulan September 2012.
Lokasi dipilih secara sengaja yang merupakan sentra pengolah renggining di Kota
Bengkulu.
Data yang dikumpulkan yaitu data usaha pengolahan renggining meliputi
biaya produksi, jumlah produksi, harga produk, dan keuntungan. Data dianalisis
untuk memperoleh nilai tambah produk renggining, keuntungan atau efisiensi dan
titik impas (Break Even Point / BEP) usaha pengolahan renggining. Besarnya nilai
tambah dihitung dengan Metode Hayami sehingga diperoleh nilai tambah produk
ubi kayu segar menjadi renggining dalam setiap kali proses produksi. Keuntungan
dianalisis dengan R-C ratio, sedangkan analisis titik impas (BEP) dihitung untuk
mengetahui BEP Produksi dan BEP Biaya.
Pedoman Penulisan Full Paper – Hermawan dkk (2012)

Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal, dan


manajemen (Haryati La Kamisi, 2011) yang dapat dinyatakan sebagai berikut:
Nilai tambah = f (K, B, T, U, H, h, L)
Dimana:
K = kapasitas produksi; B = jumlah bahan baku yang digunakan;
T = tenaga kerja yang terlibat; U = upah tenaga kerja;
H = harga output; h = harga bahan baku;
L = harga input lain.
Cara perhitungan nilai tambah ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Cara perhitungan nilai tambah renggining dalam satu kali proses produksi
mengikuti Metode Hayami (Hayami et al., 1987 dalam Slamet, 2005).
Variabel Nilai Cara perhitungan
Output, Input dan Harga
• Hasil produksi renggining (kg) 1
• Bahan baku ubi kayu (kg) 2
• Tenaga kerja (org) 3
• Faktor konversi 4 =1/2
• Koofisien tenaga kerja 5 =3/2
• Harga produk renggining (Rp/kg) 6
• Upah tenaga kerja (Rp/org) 7
Penerimaan dan Keuntungan
• Harga ubi kayu (Rp/kg) 8
• Sumbangan input lain (Rp/kg) 9
• Nilai produksi renggining (Rp/kg) 10 =4x6
• Nilai tambah (Rp/kg) 11a =10-9-8
• Rasio nilai tambah (%) 11b =(11a/10)x100%
• Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) 12a =5x7
• Pangsa tenaga kerja (%) 12b =(12a/11a)x100%
• Keuntungan (Rp/kg) 13a =11a-12a
• Tingkat keuntungan (%) 13b =(13a/11a)x100%
Balas jasa faktor produksi
• Marjin (Rp/kg) 14 =10-8
• Imbalan tenaga kerja (%) 14a =(12a/14)x100%
• Sumbangan input lain (%) 14b =(9/14)x100%
• Keuntungan pemilik modal (%) 14c =(13a/14)x100%

Perhitungan keuntungan diketahui dengan menggunakan analisis Revenue


Cost Ratio (R-C ratio). Nilai R-C ratio = 1 artinya usaha tidak untung/rugi, nilai
R-C ratio > 1 berarti usaha menguntungkan/efisien, nilai R-C ratio < 1 berarti usaha
merugikan/tidak efisien. R-C ratio dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Prosiding Seminar Nasioanal ‘Optimalisasi Pekarangan untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat 3


dan Pengembangan Agribisnis’.
Penerimaan
R-C ratio =
Biaya

Analisis titik impas merupakan suatu cara untuk mengetahui berapa volume
atau penjualan minimum produk agar perusahaan tidak mengalami kerugian atau
tidak memperoleh keuntungan. Titik impas dihitung berdasarkan analisis biaya dan
pendapatan. Biaya total diperoleh dari penjumlahan antara biaya tetap dengan biaya
variabel. Persamaannya total biaya, pendapatan dan penerimaan adalah sebagai
berikut:
TC = TFC + TVC
π = TR – TC
TR = P x Q
Dimana:
TC = biaya total; TFC = total biaya tetap;
TVC = total biaya variabel (tidak tetap); π = pendapatan bersih;
TR = penerimaan; Q = jumlah produk yang dihasilkan;
P = harga produk per satuan.
Titik impas produksi (BEP-produksi) dihitung dengan rumus:
TFC
BEP-produksi =
P - TVC

Sedangkan titik impas biaya (BEP-biaya) didapat berdasarkan persamaan:


TFC
BEP-biaya =
1 - TVC
TR

HASIL DAN PEMBAHASAN


Keragaan Kelompok Wanita Tani Melati Jaya I
Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati Jaya I di Kelurahan Sawah Lebar
Lama, Kecamatan Ratu Agung, Kota Bengkulu dibentuk pada tahun 2003 melalui
Program Peningkatan Pendapatan Petani/Nelayan Kecil (P4K). Saat ini KWT
beranggotakan 12 orang dan melakukan usaha pengolahan hasil renggining, keripik
pisang, dan jajanan pasar. KWT Melati Jaya I sejak tahun 2008 mendapatkan
bantuan dana BLM PUAP dari Departemen Pertanian bersama 2 KWT lainnya
yang seluruhnya tergabung dalam Gapoktan Mesra Jaya. Selain kegiatan produktif,
di dalam KWT juga dilakukan pemupukan modal (arisan), simpan pinjam, dan
kegiatan sosial (pengajian, kunjungan sosial) yang dilakukan secara rutin setiap
bulan sekali.
Proses Pembuatan Renggining
Pembuatan renggining dilakukan 2 kali seminggu. Dalam satu kali proses
Pedoman Penulisan Full Paper – Hermawan dkk (2012)

produksi rata-rata dihasilkan 25 kg renggining dengan bahan baku utama yaitu ubi
kayu sebanyak 40 kg.
Proses pembuatan renggining dimulai dengan pengupasan ubi kayu. Setelah
dikupas, ubi kayu dicuci sebanyak 2 kali agar bersih dari sisa-sisa kotoran.
Selanjutnya diparut dengan menggunakan mesin pemarut ubi. Hasil parutan
direndam dalam air sekitar 30 menit untuk menghilangkan rasa pahit ubi kayu.
Setelah direndam, hasil parutan diperas dan dicampur dengan tepung sagu dan
bumbu. Adonan kemudian dicetak dan dikukus sekitar 15 menit, kemudian dijemur
sekitar 6-8 jam (1 hari) di bawah sinar matahari sampai kering sebelum dikemas
dalam plastik. Proses pembuatan renggining ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses pembuatan renggining.

Proses pengolahan renggining minimal dikerjakan oleh 3 orang wanita yang


dimulai sekitar jam 09.00 s/d 17.00. Sebelum mengolah renggining mereka harus
mengurus kebutuhan rumah tangga. Istirahat untuk sholat dan makan siang dimulai
pukul 12.00 s/d 14.00, sebelum mereka kembali bekerja. Dalam 1 kali proses
pengolahan, curahan waktu kerja sekitar 7 jam.
Nilai Tambah Renggining
Analisis nilai tambah renggining disajikan pada Tabel 2. Terlihat bahwa dari
40 kg ubi kayu segar dapat diproduksi 25 kg renggining dengan melibatkan tenaga
kerja wanita tani sebanyak 3 orang. Harga jual renggining adalah Rp. 25.000/kg.
Dalam 1 kg ubi kayu dapat dihasilkan 0,63 kg renggining, dengan nilai tambah Rp.
9.335/kg. Dengan demikian terdapat peningkatan nilai tambah ubi kayu dengan
masukan teknologi pengolahan hasil renggining yang diperoleh oleh wanita tani.
Hal ini sejalan dengan pendapat Hernanto (2003) bahwa penerapan teknologi akan
berpengaruh terhadap biaya dan penerimaan petani.
Marjin yang diperoleh dari pengolahan renggining sebesar Rp. 12.625/kg.

Prosiding Seminar Nasioanal ‘Optimalisasi Pekarangan untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat 5


dan Pengembangan Agribisnis’.
Imbalan tenaga kerja terhadap marjin sebesar 17,82% atau Rp. 2.250/kg.
Sumbangan input lain 26,06% (Rp. 3.290/kg). Keuntungan yang diperoleh pemilik
modal adalah 56,12% dari marjin (Rp. 7.085/kg).
Tabel 2. Analisis nilai tambah pengolahan ubi kayu menjadi renggining di KWT
Melati Jaya I, Kota Bengkulu.
Variabel Nilai
Output, Input dan Harga
• Hasil produksi renggining 25 kg
• Bahan baku ubi kayu 40 kg
• Tenaga kerja 3 HOK
• Faktor konversi 0,63
• Koofisien tenaga kerja 0,08
• Harga produk renggining Rp. 25.000/kg
• Upah tenaga kerja Rp. 30.000/HOK
Penerimaan dan Keuntungan
• Harga ubi kayu Rp. 3.000/kg
• Sumbangan input lain Rp. 3.290/kg
• Nilai produksi renggining Rp. 15.625/kg
• Nilai tambah Rp. 9.335/kg
• Rasio nilai tambah 59,74%
• Imbalan tenaga kerja Rp. 2.250/kg
• Pangsa tenaga kerja 24,10%
• Keuntungan Rp. 7.085/kg
• Tingkat keuntungan 75,90%
Balas jasa faktor produksi
• Marjin Rp. 12.625/kg
• Imbalan tenaga kerja 17,82%
• Sumbangan input lain 26,06%
• Keuntungan pemilik modal 56,12%
Sumber: data primer diolah (2012).

Efisiensi Usaha Pengolahan Renggining


Efisiensi usaha pengolahan renggining secara finansial ditentukan dengan
menghitung Revenue per cost ratio yaitu pembagian antara penerimaan usaha
pengolahan renggining dibagi dengan biaya produksinya. Jumlah penerimaan
diperoleh dari jumlah produksi renggining dikalikan dengan harga jualnya,
sedangkan biaya produksi adalah biaya tidak tetap (biaya variabel) yang
dikeluarkan dalam proses produksi renggining.
Dalam sekali proses produksi renggining di KWT Melati Jaya I dihasilkan
25 kg renggining dengan harga jual Rp. 25.000/kg, sehingga penerimaan berjumlah
Rp. 625.000. Biaya tidak tetap yang dikeluarkan sebesar Rp. 292.250 adalah untuk
pembelian ubi kayu, bahan tambahan (bumbu-bumbu, tepung sagu), kayu bakar,
plastik kemasan, dan biaya tenaga kerja. Selisih antara penerimaan dan biaya
sebesar Rp. 332.750 merupakan keuntungan usaha, dengan R-C ratio 2,14. Nilai
tersebut memberikan arti bahwa setiap pengeluaran dalm proses pengolahan
Pedoman Penulisan Full Paper – Hermawan dkk (2012)

sebesar 1 rupiah akan diperoleh penerimaan sebesar 2,14 rupiah. Dengan demikian
maka dapat dikatakan bahwa usaha pengolahan renggining efisien (R-C ratio > 1)
sehingga layak untuk dikembangkan. Tabel 3 menunjukkan perhitungan R-C ratio
dalam pengolahan renggining.
Tabel 3. Perhitungan efisiensi usaha pengolahan renggining.
Uraian Jumlah Harga Satuan (Rp.) Jumlah harga (Rp.)
Biaya produksi (biaya variabel)
• Ubi kayu 40 kg 3.000 120.000
• Tepung sagu 1 kg 5.000 5.000
• Bawang merah 0,75 kg 15.000 11.250
• Bawang putih 0,75 kg 20.000 15.000
• Masako 8 bks 500 4.000
• Garam 0,5 kg 4.000 2.000
• Kayu bakar 10 ikat 3.000 30.000
• Plastik kemasan 1 kg 15.000 15.000
• Tenaga kerja 3 HOK 30.000 90.000
Jumlah biaya produksi - - 292.250
Hasil renggining 25 kg 25.000 625.000
Keuntungan - - 332.750
R-C ratio - - 2,14
Sumber: data primer diolah (2012).

Titik Impas (BEP) Usaha Pengolahan Renggining


BEP usaha pengolahan renggining dalam bentuk volume produksi dan biaya
produksi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. BEP usaha pengolahan renggining di KWT Melati Jaya I, Kota Bengkulu.
No Variabel Nilai
1. Biaya tetap (Rp.) 2.722.500
• Baskom besar (2 bh) 50.000
• Baskom kecil (1 bh) 15.000
• Dandang sedang (1 bh) 80.000
• Cetakan renggining (20 bh) 75.000
• Tempat jemur (15 bh) 52.500
• Parutan ubi (1 unit) 1.500.000
• Hand sealer (1 unit) 900.000
• Tungku (1 bh) 50.000
2. Biaya tidak tetap/variabel (Rp.) 292.250*
3. Total biaya produksi (Rp.) 3.014.750
4. Jumlah produksi (kg) 25
5. Harga jual (Rp./kg) 25.000
6. Penerimaan (Rp.) 625.000
7. Keuntungan (Rp.) 332.750
8. BEP
a. BEP-produksi (kg) 204,55
b. BEP-biaya (Rp.) 5.113.636,36
Sumber: data primer diolah (2012).
* nilai biaya tidak tetap/variabel telah dirinci pada Tabel 3.

Prosiding Seminar Nasioanal ‘Optimalisasi Pekarangan untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat 7


dan Pengembangan Agribisnis’.
Pada Tabel 4 terlihat bahwa BEP pengolahan renggining tercapai apabila
produk telah terjual sebanyak 204,55 kg dengan penerimaan sebesar Rp.
5.113.636,36.

KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tambah produk renggining di Kota
Bengkulu sebesar Rp. 9.335/kg dengan rasio nilai tambah 59,74% atau Rp.
7.085/kg yang diperoleh Kelompok Wanita Tani. Marjin yang didapatkan dalam
pengolahan renggining adalah Rp. 12.625/kg, dengan R-C ratio sebesar 2,14. Titik
impas (BEP) pengolahan produk renggining bila dilihat dari nilai produksi sebesar
204,55 kg, sedangkan BEP biaya adalah Rp. 5.113.636,36.

DAFTAR PUSTAKA
BPS Provinsi Bengkulu. 2011. Provinsi Bengkulu Dalam Angka Tahun 2011. BPS
Provinsi Bengkulu. Bengkulu.
Haryati La Kamisi. 2011. Analisis Usaha dan Nilai Tambah Agroindustri
Kerupuk Singkong. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan
UMMU-Ternate) 4(2):82-87.
Hernanto, F. 2003. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Reni Kustiari. 2011. Analisis Nilai Tambah dan Balas Jasa Faktor Produksi
Pengolahan Hasil Pertanian. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional
Petani dan Pembangunan Pertanian di Bogor, 12 Oktober 2011.
Slamet, U.U. 2005. Nilai Tambah dan Balas Jasa Faktor Produksi Pengolahan
Hasil-hasil Pertanian. Bulletin Penelitian Nomor 8:1-8.
Suprapto, A. 1999. Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan dalam
memasuki Pasar Global. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Nasional
Musyawarah Nasional V POPMASEPI d Medan, 16 Maret 1999.

Anda mungkin juga menyukai