Anda di halaman 1dari 14

KARYA TULIS

LAPORAN KUNJUNGAN MUSEUM MANDALA WANGSIT

NAMA PENYUSUN :
ADITYA LUTHFI TRIANJANI
KELAS:
XII MIPA 4

SMAN 15 BANDUNG
Jalan Sarimanis 1 No.1 Sarijadi, Sukajadi, Kota Bandung Jawa Barat 40151
2
Daftar Isi

Kata pengantar……………………………………………………. 3
Bab 1……………………………………………………………… 4-5
Bab 2………………………………………………………………6-10
Bab 3………………………………………………………………11
Daftar Pustaka …………………………………………………….12
Lampiran…………………………………………………………..13

3
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan Tugas Sejarah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan Tugas Sejarah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada Nabi besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas nikmat sehat dan rahmat-Nya, baik itu
berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas Sejarah Indonesia dengan Judul “Kunjungan ke Museum Mandala
Wangsit”

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kesalahan
serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis berharap kritik serta saran dari pembaca untuk
makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian,
dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada guru Sejarah kami
Bapak Asep yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini.

Bandung, 29 September 2018

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada tanggal 15 Februari 1956, meletus Pemberontakan PRRI/PERMESTA. Achmad Huesin
memproklamasikan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PPRI) dengan
Syarifuddin Prawiranegara sebagai perdana menteri Proklamasi PPRI segera mendapat sambutan
di Indonesia Bagian Timur. Pada tanggal 17 Februari 1958, Letkol D.J. Somba dengan
Pemerintah Pusat mendukung sepenuhnya PRRI. Gerakan di Sulawesi ini dikenal dengan
gerakan Piagam Perjuangan Semesta atau Perjuangan Semesta atau PERMESTA.
Dengan diproklamasikannya PRRI di Sumatera dan PERMESTA di Sulawesi. Pemerintah
memutuskan untuk tidak membiarkan masalah tersebut berlarut-larut dan segera menyelesaikan
dengan kekuatan senjata.
Untuk menumpas Pemberontakan PRRI segera disiapkan operasi gabungan yang terdiri dari
unsur darat, laut dan udara. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Operasi 17 Agustus dipimpin Kolonel Ahmad Yani untuk wilayah Sumatra Tengah. Selain
untuk menghancurkan kaum sparatis, operasi ini juga dimaksudkan untuk mencegah agar
gerakan tidak meluas, serta mencegah turut campurnya kekuatan asing.
2. Operasi Tegas dipimpin Letkol Kaharudin Nasution. Tugasnya mengamankan Riau,
dengan pertimbangan mengamankan instalasi minyak asing di daerah tersebut dan mencegah
campur tangan asing dengan dalih menyelamatkan negara dan miliknya.
3. Operasi Saptamarga untuk mengamankan daerah Sumatra Utara yang dipimpin Brigjen
Djatikusumo.
4. Operasi Sadar dipimpin Letkol Dr. Ibnu Sutowo untuk mengamankan daerah Sumatra
Selatan.
Untuk menumpas Pemberontakan PERMESTA dilancarkan operasi gabungan dengan nama
Operasi Merdeka di bawah pimpinan Letkol Hendraningrat

1.2.2 Tujuan Penulisan


Tujuan saya dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang
Pemberontakan PRRI/PERMESTA, permasalahan militer di Indonesia lainnya dan untuk
menambah wawasan atau pengetahuan. Selain itu untuk memenuhi Penilaian Tengah Semester
(PTS) mata pelajaran Sejarah.

5
1.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang kami buat dalam makalah yang berjudul Gerakan Separatis Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI/PERMESTA) dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana jalannya Pemberontakan PRRI/PERMESTA?
2. Apakah dampak dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA bagi Bangsa Indonesia?
3. Bagaimanakah upaya penumpasan dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA?
4. Bagaimana akhir dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA?

1.3 Sistematika Penulisan


Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Sistematika Penulisan
BAB II GERAKAN SEPARATIS PEMERINTAH REVOLUSIONER REPUBLIK
INDONESIA (PRRI) PERJUANGAN SEMESTA (PERMESTA)
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

6
BAB II
GERAKAN REVOLUSIONER REPUBLIK
INDONESIA (PRRI)
PERJUANGAN SEMESTA (PERMESTA)

2.1 Jalannya Pemberontakan PRRI/PERMESTA


Sebelum lahirnya PRRI, telah terjadi diskursus antara pusat dengan daerah. Pada Bulan November
1956, berkumpul di Padang sekitar 600 pejuang eks-divisi Banteng. Dari pertemuan tersebut
mereka membicarakan tentang tuntutan perbaikan dalam tentara AD dan pemimpin negara.
Pertemuan tersebut menyebabkan terbentuknya dewan-dewan di Sumatera dan Sulawesi. Pada
awalnya, dewan-dewan tersebut dibentuk dalam rangka mengatasi situasi perpolitikan Indonesia
yang semakin mengarah pada perpecahan. Selain itu, pembentukan dewan-dewan tersebut juga
ditujukan untuk mengimbangi parlemen dalam rangka memajukan pembangunan daerah yang
masih tertinggal sehingga lebih terarah. Dewan-dewan yang di bentuk antara lain :

1. Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kol Simbolon di sumatera Utara.


2. Dewan Banteng di sumatera tengah dipimpin oleh Ahmad Husein
3. dewan garuda di Sumatera selatan dipimpin oleh dhlan Djambek.
4. Dewan Manguni di Sulawesi yang dipimpin oleh Kol. Ventje Sumual.

Dewan-dewan tersebut menuntut adanya perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, terutama
dalam melaksanakan eksploitasi hasil bumi. Namun dengan adanya berbagai sebab seperti yang
telah di uraikan di atas, maka dalam perkembangannya bersifat agresif dan bertindak mencari
kesalahan pusat. Hal tersebut terkait pula dengan pemberhentian Kol. Simbolon. Pemecatan
tersebut terkait dengan keterlibatannya dalam peristiwa penyelundupan di Teluk Nibung.
Melalui dewan gajah tersebut, Kol. Simbolon menentang pemerintah pusat yaitu dengan
pernyataan:

1. Melepaskan hubungan sementara dengan pemerintah pusat


2. Mulai tanggal 22 Desember 1956 tidak lagi mengakui Kabinet Djuanda.
3 . Mulai tanggal 22 Desember 1956 mengambil alih pemerintahan di wilayah tertera dan
tetorium I

Melalui pengumuman tersebut maka resmilah bahwa PRRI berjalan di Sumatera Utara. Pada
tanggal 24 Desember 1956 mengeluarkan keputusan melalui Keputusan Presiden No.200/1956
yang menyatakan bahwa karesidenan Sumatera Timur dan Tapanuli, serta semua perairan yang
mengelilingnya dinyatakan dalam darurat perang (SOB).

7
Kericuhan juga terjadi di Sulawesi. Pada akhir Februari 1957, Panglima TT-VII Letkol Ventje
Sumual mengadakan ”pertemuan pendapat dan ide” dengan para Staffnya. Pertemuan tersebut
melahirkan konsepsi yang isinya antara lain disebutkan bahwa penyelesaian keamanan harus
segera dilaksanakan agar pembangunan semesta segera dapat dimulai.
Kegiatan selanjutnya adalah mengadakan pertemuan di kantor Gubernur Makasar yang dihadiri
oleh tokoh militer dan sipil pada tanggal 2 Maret 1957. Pertemuan tersebut melahirkan Piagam
Perjuangan Semesta [Permesta] yang ditandatangani oleh 51 tokoh masyarakat Indonesia Timur.
Wilayah gerakan tersebut meliputi kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku.untuk melancarkan
program kerja Permesta, maka Kol. Ventje Sumual menyatakan bahwa daerah Indonesia Timuur
dalam keadaan bahaya [SOB=Staat Van Oorlog en Bleg]. Seluruh pemerintahan daerah diambil
alih oleh militer untuk menjaga ketenteraman rakyat dan demi terlaksananya cita-cita Piagam
Perjuangan Permesta.

Diantara dewan-dewan di daerah terdapat kerjasama dan saling berhubungan. Para pemimpin
pemberontakan di Sumatra mengadakan pertemuan di Sungai Dareh sekitar 109 kilo meter arah
Timur, Padang, pada tanggal 9-10 Januari 1958. Dalam pertemuan tersebut, telah dilakukan
pertemuan yang dihadiri Letkol Ahmad Hussein, Kolonel Simbolon, Letkol Ventje Sumual, Letkol
Barlian, Kolonel Zulkifli Lubis, Sumitro Djojohadikusumo, Syafruddin Prawira Negara,
Mohammad Natsir dan Burhanuddin Harahap. Pertemuan itu mengamanatkan forum perwira
pembangkang ini untuk aktif mencari senjata di luar negeri dan untuk mematangkan rencana
pemberontakan, serta membicarakan soal rencana pemberian ultimatum kepada pemerintah pusat
dan pembentukan negara secara terpisah dari RI jika ultimatum tersebut tidak dipenuhi dalam
waktu 5×24 jam. Isi Ultimatum tersebut antara lain: di bidang pemerintahan dituntut agar
pemerintah memberikan Otonomi yang luas kepada daerah. Pada bidang pembangunan menuntut
agar pemerintah melakukan perbaikan radikal di segala bidang, sedangkan di bidang militer,
dewan Banteng menuntut supaya dibentuk komandan utama di Sumatera Utara.
Pemerintah menolak dengan tegas ultimatum tersebut, bahkan para perwira yang terlibat
didalamnya justru dipecat oleh Pemerintah Pusat. Kemudian di Sumatra, kolonel Simbolon
membacakan proklamasi Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 15 Februari
1958, dengan ibukota di Bukittinggi. Sedangkan Safrudin Prawiranegara diangkat sebagai Perdana
Menteri.

Di Sulawesi, proklamasi PRRI disambut oleh kaum separatis Permesta. Kol Somba, Komandan
Deputi Wilayah Militer Sulawesi Utara dan Tengah mengumumkan bahwa sejak 17 Februari 1958,
mendukung PRRI dan menyatakan memisahkan diri dari pusat. Permesta menjadi praktis sayap
timur PRRI. Pusat pemberontakan ini berada di Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota
Sulawesi. Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta dipindahkan ke Manado. Disini
timbul kontak senjata dengan pasukan pemerintah pusat sampai mencapai gencatan senjata.
Masyarakat di daerah Manado waktu itu tidak puas dengan keadaan ekonomi mereka. Pada waktu
itu masyarakat Manado juga mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak menentukan diri
sendiri (self determination).

8
Para pemimpin Permesta mencari dukungan dari pihak manapun untuk mencapai tujuannya
mengingat keyakinan akan adanya tindakan tegas dari pemerintah pusat. Berkaitan dengan
pengeboman Manado oleh pasukan RI, maka perwakilan Permesta mengadakan hubungan dengan
para pemberontak Permesta di Filiphina, dan menemui pejabat CIA untuk mendapatkan bantuan
persenjataan. Pemimpin Permesta di Taiwan meminta bantuan kepada pemerintah setempat untuk
mendukung permesta, sehingga mendapat dukungan dari dinas rahasia Taiwan. Para presiden dari
Korea Selatan dan Filiphina juga memberikan bantuan kepada kaum pemberontak.

2.2 Dampak dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA bagi Bangsa


Indonesia

Terjadinya PRRI/Permesta membawa luka luar dalam bagi masyarakat di dalamnya. Di Minang,
korban yang jatuh dari pihak PRRI kurang lebih berjumlah 22.174 jiwa, 4.360 luka-luka, 8.072
ditahan. Dari pihak APRI pusat jumlah yang meninggal adalah 10.150 jiwa, terdiri dari 2.499
tentara, 956 anggota OPR, 274 Polisi, dan 5.592 orang sipil. Pembangunan fisik yang selama ini
dibangun menjadi hancur. Masyarakat Minang menjadi rendah diri, muno, lalu cigin ke rantau.
Perubahan kebijakan oleh Pemerintah Pusat terhadap daerah. Dekrit presiden 5 juli 1959 yang
menetapkan kembalinya pemerintahan sesuai dengan UUD 1945. Dengan berhasil ditumpasnya
PRRI/Permesta maka PKI justru berkembang sebagai kekuatan yang semakin kuat di tubuh TNI
AD dan semakin berpengaruh terhadap Soekarno dalam kaitannya dengan perpolitikan Indonesia
yaitu diakuinya Nasakom [nasionalisme, sosialisme, dan agama].

Dampak selanjutnya adalah menimbulkan kesadaran di kalangan pimpinan negara bahwa wilayah
NKRI terdiri dari kepulauan yang luas dan beraneka ragam masalah di setiap daerah. Sembohya
Binneka tunggal Ika harus dihayati makna dan hakekatnya. Hak otonomi yang luas memang perlu
diberika kepada setiap daerah agar setia ebijakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
masing-masing daerah.

Peristiwa gerakan separatis tersebut menyebabkan jatuhnya kabinet Ali II pada tanggal 14 Maret
1957 yang ditandai dengan penyerahan mandat dari Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo kepada
Presiden. Kabinet tersebut digantikan oleh kabinet Djuanda yang secara resmi di bentuk pada
tanggal 9 April 1957.

2.3 Upaya Penumpasan dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA

1.Upaya Diplomatis

Melihat realita yang terjadi, Pemerintah Pusat melakukan berbagai cara untuk menyelesaikannya.
Langkah pertama yang dilakukan oleh Kasad Nasution terhadap timbulnya awal gejolak pada
bulan Desember 1956 adalah dengan mengeluarkan surat perintah tanggal 2 januari 1957 untuk
Kolonel Gatot Subroto, Kol. Ahmad Yani, Letkol. Sjoeib, Mayor Alwin Nurdin, Ayor Sahala

9
Hutabarat, dan Mayor Ali Hasan untuk menemui kolo. Simbolon dan para komandan resimennya
untuk mengusahakan agar tidak terjadi bentrok secara fisik. Namun usaha ini tidak berhasil karena
cenderung kontroversif dengan keadaan. Mayjen Nasution telah melakukan pendekatan
terselubung terhadap bawahan Simbolon sendiri, yaitu Letkol. Djamin Ginting dan Letkol Wahab
Makmur untuk mengambil kedudukan panglima.

Usaha Pemerintah Pusat untuk memenuhi tuntutan daerah yaitu dengan mengirim sejumlah misi,
seperti misi Kol. Dahlan Djambel, menteri pertanian Eny Karim, Dr.J Leimena/ Sanusi, Prof.
Zairin Zein/ Nazir Pamuntjak, dan Kol. Mokoginta Cs. Misi-misi tersebut ditujukan untuk
menyelesaikan masalah di Sumatera Tengah. Misi tersebut kemudian disusul dengan pembentukan
Panitia Tujuh dan penyelenggaraan Munas serta Musyawarah pembangunan. Namun semua usaha
diplomatis yang dilakukan Pemerintah Pusat tidak berhasil.

2. Tindakan dari RI terhadap PRRI dan Permesta secara Bersenjata

Penolakan terhadap ultimatum PRRI oleh Pusat diikuti dengan pemboman terhadap Padang dan
daerah kantong pemberontakan lainnya. Kemudian pemberontakan terang-terangan terjadi di
Sumatera dan diikuti oleh Permesta di Sulawesi. Setelah melihat situasi tersebut, pemerintah Pusat
melakukan upaya lebih lanjut dengan operasi militer. Operasi tersebut antara lain :

*Operasi yang dilaksanakan di Sumatera antara lain:

1) Operasi tegas dilaksanakan pada 12 Maret 1958 di Sumatra Timur.


2) 16 April 1958, pengiriman pasukan dalam ”Operasi 17 Agustus” di bawah Kolonel
Achmad Yani, yang dibantu oleh seorang perwira Angkatan Darat AS, Benson. Tanggal 17 April,
pasukan Yani telah menguasai Padang sepenuhnya.
3) Operasi Sapta Marga dibawah Brigadir Jenderal Jatikusuma dengan sasaran Sumatera Timur
dan Sumatera Utara.
4) Operasi Sadar dibawah pimpinan Letkol. Ibnu Sutowo dengan daerah sasaran Sumatera
Selatan.
* Pemecatan terhadap para pemimpin pemberontakan dari jajaran militer Indonesia, dan
dilaksanakan Operasi Marga pada bulan April untuk menumpas Permesta.

1) Operasi Sapta Marga I dibawah pimpinan Letkol. Soemarsono dengan sasaran Sulawesi
Tengah
2) Operasi Sapta Marga II dibawah pimpinan Letkol. Agus Pramono dengan sasaran Sulawesi
Utara bagian Selatan
3) Operasi Sapta Marga III dibawah pimpinan Letkol. Magenda dengan sasaran sebelah Utara
Menado.
4) Operasi Sapta Marga IV dibawah pimpinan Letkol. Rukminto Hendraningrat dengan sasaran
Sulawesi Utara
5) Operasi Sapta Marga V dibawah pimpinan Pieters dengan sasaran Jailolo.

10
2.4 Akhir dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA

Pemberontakan di Sumatra dapat dengan mudah ditumpas oleh pemerintah. Mereka tidak
melakukan perlawanan yang berarti. Pasukan banyak yang melarikan diri, bersebunyi dan
menyerah. Para tentara kebanyakan dari para pelajar dan mahasiswa yang belum berpengalaman
dalam perang. Tawaran Soekarno dan Nasution tentang pemberian amnesti, abolisi dan rehabilitasi
diterima oleh mereka.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Terjadinya suatu peristiwa tidak lepas dari hal-hal yang telah terjadi sebelumnya,
seperti yang telah diketahui bahwa dalam disiplin ilmu sejarah berlaku hukum
kausalitas atau sebab-akibat. Peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi
juga tidak lepas dari berbagai faktor yang menyebabkannya. Faktor politis dan
ekonomis sangat berperan sebagai penyebab dari pemberontakan ini. Posisi militer
sebagai opsan pemerintah berusaha mengambil alih kekuasaan sipil setelah melihat
berbagai kekurangan dalam berbagai kebijakannya.

Kondisi ini dianggap oleh daerah menyebabkan hubungan antara pusat dan daerah
menjadi kurang harmonis. Hal tersebut dikarenakan perbedaan pendapat antara
daerah dengan pusat. Daerah menganggap bahwa kebijakan pemerintah tidak
sesuai dengan daerah. Sedangkan pemerintah pusat menganggap bahwa daerah
kurang mampu dalam melaksanakan tugasnya.

Gerakan PRRI/Permesta merupakan gejolak daerah yang berusaha melakukan


koreksi terhadap kondisi bangsa yang morat-marit. Gerakan tersebut membawa
dampak positif maupun negatif bagi bangsa Indonesia. Kerugian materi maupun
psikologis diderita masyarakat, tetapi disisi lain gerakan tersebut menyadarkan
para pemimpin bangsa akan pentingnya otonomi daerah serta keharusan untuk
menghayati hakikat Binneka Tunggal Ika.

3.2 Saran

Dari penjelasan di atas, kita sebagai Bangsa Indonesia dapat mengambil pelajaran
dari Peristiwa Pemberontakan PRRI/PERMESTA. Kita sebagai bangsa yang baik
patut melanjutkan perjuangan para pahlawan yang telah memerdekakan Bangsa
Indonesia ini dengan lebih giat belajar, serta menjaga persatuan dan kesatuan
Bangsa Indonesia

12
DAFTAR PUSTAKA

- http://yanuaridho.wordpress.com/2012/01/29/prri-dan-permesta/
- https://id.wikipedia.org/wiki/Permesta
- http://www.nafiun.com/2014/03/peristiwapemberontakanprripermesta.html

13
Lampiran

14

Anda mungkin juga menyukai