TINJAUAN PUSTAKA
Nyeri kepala tipe tegang atau tension type headache (TTH) adalah
nyeri kepala yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari. Nyeri
kepala bilateral menekan atau mengikat dengan intensitas ringan sampai sedang.
Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin, tidak didapatkan mual tapi bisa
Secara epidemiologi prevalensi TTH pada populasi cukup beragam. Hal ini
dikarenakan studi serta desain penelitian yang berbeda dan disesuaikan dengan
demografi tertentu. TTH lebih sering terjadi di Eropa, dengan tingkat prevalensi
TTH terendah sekitar 20%. Perbedaan jenis kelamin pada TTH memiliki
prevalensi sedikit lebih tinggi pada wanita pada semua umur dibandingkan pria,
dengan rasio wanita : pria berkisar 2 : 1 sampai dengan 3 : 1 ( Chai dkk., 2012).
Penyebab dari TTH masih belum diketahui secara pasti. Diduga dapat
disebabkan oleh faktor psikis danfisik. Secara psikis, TTH dapat timbul akibat reaksi
tubuh terhadap stres, kecemasan, depresi dan konflik emosional. Sedangkan faktor
fisik, seperti posisi kepala yang menetap dalam jangka waktu lama mengakibatkan
8
9
dalam posisi tidur dan kelelahan juga dapat menyebabkan TTH. (Duran ddkk.,
sebagai rasa nyeri baik melalui mekanisme sensitisasi perifer atau sensitisasi sentral
peka nyeri tersebut terletak pada ataupun diatas tentorium serebeli, maka rasa
nyeri yang timbul akan terasa menjalar pada daerah didepan batas garis vertikal
yang ditarik dari kedua telinga kiri dan kanan melewati puncak kepala (daerah
peka nyeri dibawah tentorium (pada fossa kranii posterior) radik servikalis
pada daerah dibelakang garis tersebut, yaitu didaerah oksipital, suboksipital dan
servikal bagian atas. Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf kranial IX, X dan saraf
Rangsang nyeri kepala dihantarkan oleh serabut saraf C dan A delta ke kornu
kemudian bersinapsis dengan neuron orde kedua. Pada sinapsis ini terjadi
yang
10
rentan, gangguan ini dapat memicu sinyal nyeri, yang disebabkan oleh sensitisasi
sentral. Nyeri tekan perikranium yang terus menerus yang dibawa oleh serabut
nyeri tekan perikranium yang terus menerus pada jaringan yang sama dan terjadi
perubahan molekul pada pusat yang lebih tinggi di thalamus, sehingga terjadi
sensitisasi sentral pada neuron tersier dan terjadi perubahan pada persepsi nyeri
(Chen, 2009).
2013). Asal nyeri kepala pada TTH sejak dahulu dikaitkan dengan kontraksi
otot
yang berlebihan, iskemia, dan radang pada otot-otot kepala dan leher. Sejumlah studi
menunjukkan bahwa jaringan miofasial pada pasien dengan TTH di katakan lebih
nyeri dibandingkan pada kontrol, dan nyeri tekan pada saat palpasi juga berkaitan
dengan intesitas dan frekuensi nyeri pada TTH (Ashina dkk., 2013).
11
Salah satu teori yang dominan pada patofisiologi TTH adalah adanya
eksitabilitas jalur nyeri ke susunan saraf pusat. Ada dua faktor yang berperan pada
proses terjadinya TTH, yaitu: (1) Faktor perifer, dimana rangsang nyeri diantarkan
oleh serabut saraf dengan selubung myelin tipis (serabut saraf A delta) dan serat
tidak bermielin (serabut saraf C). Pada TTH bermacam stimuli menimbulkan
sensitivitas nyeri. Peregangan gigi, posisi statis saat kerja, mediator kimia (asam
laktat dan piruvat), kontraksi lokal miofasial, tekanan darah yang rendah (disebut
sensitisasi miofasial pada TTH disebabkan oleh faktor sentral yaitu sensitisasi
dari neuron orde kedua di kornu dorsalis medula spinalis atau nukleus trigemini
adanya disfungsi
2015).
sentral yang dapat berlanjut hingga nyeri bersifat kronis akibat dari impuls nyeri
Pada nyeri kepala juga terjadi proses inflamasi steril. Adanya inflamasi steril
pada nyeri kepala ditandai dengan pelepasan kaskade zat substansi dari perbagai
dkk, 2003).
seperti stres, ansietas dan depresi. Stres mengaktifkan nuclear faktor k-light-
chain
berperan dalam proses terjadinya nyeri. Pada keadaan normal, stres mengaktivasi
sistem
memproduksi
Hal ini dapat menyebabkan nyeri kepala yang disebabkan dilatasi pembuluh
darah intrakranial, duramater, dan struktur lainnya, dan jika terjadi terus menerus
dapat menyebabkan TTH dan berpotensi menyebabkan nyeri pada otot
perikranium dengan cara sensitisasi perifer dan sentral. Seperti terlihat pada
dikelompokkan menjadi:
sampai beberapa hari. Nyeri bilateral, rasa menekan atau mengikat dengan
14
intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktivitas fisik
rutin, tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia.
Kriteria Diagnostik
1. Lokasi bilateral.
naik tangga.
D. Tidakdidapatkan:
sampai beberapa hari. Nyeri bilateral, rasa menekan atau mengikat dengan
intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktivitas fisik
rutin, tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia.
15
Kriteria Diagnostik
kriteria B-D.
1. Lokasi bilateral.
naik tangga.
D. Tidak didapatkan:
Nyeri kepala yang berasal dari ETTH, dengan serangan tiap hari atau
menekan atau mengikat dalam kualitas dan intesitas ringan atau sedang,
Kriteria Diagnostik
1. Lokasi bilateral.
naik tangga.
D. Tidak didapatkan:
ringan.
anoreksia).
mungkin juga memenuhi kriteria dari salah satu subform dari probable
migren. Dalam hal demikian semua informasi yang didapat hanya dipakai
Kriteria Diagnostik
A. Nyeri kepala dalam rata-rata > 15 hari/bulan selama > 3 bulan (>
1. Lokasi bilateral.
naik tangga.
D. Tidak didapatkan:
ringan.
anoreksia).
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain tetapi ada atau telah ada
2.2 Magnesium
Magnesium merupakan kofaktor untuk lebih dari 300 enzim yang mengatur
beragam reaksi biokimia dalam tubuh (Grober dkk., 2015) dan merupakan kation
18
(almond, kacang mete, kedelai), daging merah, sayuran berdaun hijau, sereal
dan jaringan lunak (40%), seperti otot, jantung dan hati. Dalam jaringan,
magnesium intraseluler dalam bentuk bebas atau tidak berikatan. Fraksi magnesium
yang bebas ini sangat penting untuk mengatur keseimbangan magnesium intraseluler
dan fungsi seluler. Sekitar 1% dari total magnesium yang terdapat pada ekstrasel,
terutama didarah (serum dan sel darah merah), yang terbagi dalam tiga bagian yaitu,
terikat dengan protein (19%), anion komplek seperti sitrat, fosfat, dan bikarbonat
diatur oleh transport aktif antara kedua membran. Mekanisme ini menyebabkan
natrium dan kalium transmembran pada fase depolarisasi dan repolarisasi, melalui
+ 2+
(Na ) dan kalsium (Ca ) dalam sel yang menyebabkan ATP intraseluler
19
reseptor AMPA yang aktif dan memfasilitasi pertukaran ion. Ketika potensial
2+
membran naik diatas -60 mV blok Mg terlepas dan NMDA reseptor terbuka
2+
untuk berikatan dengang lutamat. Pelepasan glutamat dipicu oleh masuknya Ca
pada aksi potensial. Glutamat di presinap akan berikatan dengan dengan reseptor
sedangkan kadar kalsium intraseluler yang tinggi pada sel saraf dapat
peptide disekresikan dari sel saraf sensorik dan memiliki efek vasodilatasi.
1, 2, 4, 5, 10, 12, dan 13 serta TNF-α. Selain itu, magnesium juga meningkatkan
aktivitas NOS melalui reseptor NMDA. Nitrat oksida (NO) memiliki beberapa
20
fungsi diotak seperti vasodilatasi, regulasi transkripsi gen, aktivitas kanal, dan
(NO). Kadar magnesium yang tinggi menghambat respon kontraktil ET-1 dengan
vascular. Hal ini terlihat, dimana magnesium telah terbukti menghambat vasospasme
glutamat, dengan demikian melindungi sel terhadap stres oksidatif dan apoptosis.
struktur dan fungsi protein DNA dan molekul penting lain nya. Magnesium
seluler, dalam bentuk ATP komplek dan komponen dalam membran dan asam
nukleat. Pada studi dengan menggunakan kultur dari sel manusia dan hewan,
dkk., 2015).
kompetisi dengan ion kalsium di daerah prejunctional. Ion magnesium dan ion
kalsium bersifat antagonis satu sama lain, konsentrasi ion magnesium yang tinggi
sesuai dengan penyerapan usus (4 mmol/d atau 100 mg/hari). Dalam keadaan
mmol magnesium disaring tiap hari dan 95% diserap, 2-3% dikeluarkan melalui
urin.
klorida dan tegangan positif di lumen segmen tersebut. Di dalam TAL, sekitar 25%
Hal ini menyebabkan lumen potensial positif di TAL sehingga sebagian besar
yang membutuhkan lumen positif potensial yang diciptakan oleh reabsorbsi NaCl
99% magnesium berada pada jaringan intraseluler dan 1% berada pada jaringan
terutama didarah (serum dan sel darah merah), terbagi dalam tiga bagian yaitu,
terikat dengan protein (19%), anion komplek seperti sitrat, fosfat, dan bikarbonat
(14%), dan terionisasi (bentuk aktif, 67%), ratio sel darah merah dan serum
Sampai saat ini, belum ada metode tunggal yang dianggap memuaskan yang
klinis dari gejala kekurangan magnesium (Grober dkk., 2015). Penelitian yang
dilakukan oleh Sarchielli dkk (1991) yang melibatkan 30 subjek TTH (15 pria
dan 15 wanita dengan usia rata-rata 35,2 dengan standar deviasi 6,4 tahun)
didapatkan kesimpulan, kadar magnesium serium pada subjek TTH lebih rendah
seperti nyeri kepala, osteoporosis, disfungsi otot, depresi, apati, aritmia jantung,
penyakit manusia. Kondisi seperti itu biasanya hanya terjadi pada insufisiensi ginjal
berat atau iatrogen. Namun, gejala klinis yang lebih sering diamati adalah pada
dapat berupa hilangnya nafsu makan, lesu, mual, muntah, kelelahan, nyeri kepala
dan kelemahan. Gejala lebih jelas dari defisiensi magnesium adalah, timbulnya
kram otot, tetani dan kejang umum. Hipomagnesemia dapat menyebabkan aritmia
ginjal kronis,
Pada penderitaTTH, ditemukan adanya nyeri tekan pada otot bahu, leher dan
kulit kepala. Banyaknya lokasi nyeri tekan otot yang ditemukan, sering dikaitkan
dengan tingkat keparahan dan frekuensi nyeri kepala. Meskipun belum begitu
jelas, bagaimana nyeri otot dapat menyababkan nyeri kepala, pada penelitian
telah menunjukkan bahwa nyeri otot yang biasanya mendahului nyeri kepala,
juga ditemukan pada saat tidak nyeri kepala. Temuan ini menunjukkan bahwa
nyeri otot mungkin menjadi faktor penting dalam perkembangan TTH (Schabrun
merupakan ujung saraf bebas yang merespon rangsangan ekternal mekanik, termal
atau kimia, serta rangsangan langsung yang disebabkan oleh zat algogenik
sehingga respon nyeri dalam otak hanya dipicu oleh rangsangan yang berpotensi
26
disebutkan di atas, juga dapat bertindak sebagai agen peka nyeri yang
rendah yang biasanya tidak dianggap menyakitkan, dapat memicu sinyal listrik
yang menghasilkan sensasi nyeri proses ini disebut dengan sensitisasi perifer.
Serat aferen nosiseptif perifer dari beberapa area yang berbeda bertemu menuju
neuron orde kedua di sumsum tulang belakang dan batang otak. Jika input dari
nosiseptor otot yang kuat dan dalam waktu lama, dapat menyebabkan perubahan
proses nyeri pada struktur yang lebih tinggi. Pasien dengan ETTH atau CTTH,
ambang batas nyeri berkurang dalam hal merespon berbagai jenis rangsangan,
seperti rangsangan tekanan, panas dan listrik dan infus intramuskular. Secara
khusus, sensitifitas ini meningkat, baik di daerah kepala dan di lokasi lain,
dari magnesium akan menjaga otot-otot dalam keadaan lebih rileks, yang akan
dan penurunan pelepasan atau pemblokiran transmisi kimia untuk nyeri di otak
(Burke, 2014).
Pada penelitian Altura dan Altura (2001) tujuh puluh persen (70%) pasien
dengan TTH, menunjukan adanya kekakuan dan nyeri otot. Hal ini menujukan
kerusakan), dan ketegangan otot dimana hal tersebut dapat menyebabkan TTH.
2.4.1 Stres
Stres mental adalah kondisi yang paling sering dilaporkan sebagai faktor
nyeri di seluruh sistem saraf pusat (SSP). Di perifer, stres melepaskan epinefrin,
Stres dan nyeri merupakan adaptasi dari sistem prilaku yang melibatkan
individu yang rentan secara genetik, stres kronis dapat peningkatan glutamat.
transkripsi iNOS dan COX-2, serta enzim-enzim lainnya. Kadar NO yang tinggi
dan kerusakan yang disebabkan oleh NO ini menyebabkan timbul nyeri karena
meningkatkan regulasi nyeri, walaupun tanpa adanya iritasi perifer. Stoeter dkk
diduga berhubungan dengan regulasi stres dan pengolahan sistem nyeri secara
walaupun tidak ada rangasangan nyeri dari perifer. Selain itu, stres juga dapat
mengubah set point ambang nyeri dengan cara top down melalui RAIC
dan prilaku. Karena itu stres dapat memperberat rasa nyeri yang sudah ada
melalui faktor psikologis. Stoeter dkk(2007), pusat pengolahan nyeri dan stres
dapat meningkat pada nyeri kronis karena adanya memori yang kuat dari
terutama sistem saraf. Eby dkk (2006) menunjukkan bahwa magnesium merupakan
pengobatan terbaik untuk pasien yang menderita depresi berat, karena aman dan
tidak memiliki efek samping. Magnesium mengatur aliran ion kalsium dalam
pada neuronal tidak dapat dipenuhi, sehingga menyebabkan kerusakan pada saraf
yang dapat bermanifestasi sebagai depresi (Faryadi, 2012). Pasien dengan depresi
sedang berat berisiko untuk mengalami TTH (Karakulova, 2006). Pada penderita
depresi ditemukan adanya defisit kadar serotonin dan noradrenalin. Adanya defisit
kesulitan untuk rileks sehingga otot menjadi terus berkontraksi. Kontraksi otot yang
Kecemasan dipicu oleh respon tubuh terhadap kelelahan, stres mental atau
hati. Individu dengan kecemasan telah ditemukan memiliki kadar magnesium yang
rendah (Faryadi, 2012). Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Farhida dkk
(2015), yang meneliti hubungan antara kecemasan dengan TTH, didapatkan nilai p =
Stress Scale (DASS) yang telah divalidasi dan didapatkan nilai odds ratio
(OR) 7,111 (95% CI; [1,887-26,804]) dengan Rasio Prevalensi (RP) = 2,66 atau
> 1 yang artinya dugaan adanya faktor risiko terhadap efek adalah benar .
seperti TTH, migren, dan klaster, melalui sensitisasi sentral dan perifer. Data
klinis pada pasien dengan nyeri kepala menunjukkan adanya kekurangan kadar
magnesium serum. Pada nyeri kepala, kadar magnesium dalam monosit, eritrosit,
jaringan dan organ. Respon inflamasi diduga disebabkan karena peningkatan ion
substasi P, yang yang merangsang serabut saraf sensorik dan menyebabkan nyeri
pada kanal NMDA-coupled, hal ini akan mengurangi fosforilasi NMDA reseptor
penting, tidak hanya untuk nyeri akut tetapi juga untuk nyeri kronis. Pelepasan
NMDA berada pada daerah sipnatik dan ekstrasinaptik pada kornu dorsal medula
spinalis dan memiliki berbagai peranan pada nosisepsi. Reseptor NMDA memiliki
(AMPA) yang menjadi dasar atau titik kunci dalam terjadinya rasa nyeri
(Nechifor, 2011).