Diajukan Kepada :
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD TUGUREJO SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing,
2. Status neurologis
a. Kesadaran
1) Kualitatif : Compos Mentis
2) Kuantitatif : GCS 15, E4M6V5
b. Orientasi : Baik
c. Jalan pikiran : Baik/koheren
d. Kemampuan bicara : Baik
e. Pemeriksaan motorik
f. Refleks fisiologis
KANAN KIRI
Biceps (+) (+)
Radius (+) (+)
Ulna (+) (+)
Patella (+) (+)
Achiles (+) (+)
g. Refleks patologis
KANAN KIRI
Babinski (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Gordon (-) (-)
Openheim (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Gonda (-) (-)
Hoffman tromer (-) (-)
h. Pemeriksaan sensorik
1) Eksteroseptif : Nyeri : dbn
Suhu : tidak dilakukan
Raba : dbn
2) Proprioseptif : dalam batas normal
3) Diskriminatif : (+) normal
i. Pemeriksaan saraf kranialis
1) N. I (Olfactorius)
KANAN KIRI
Subjektif Normal Normal
Objektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2) N. II (Opticus)
KANAN KIRI
Tajam
Normal Normal
penglihatan
Lapang
Normal Normal
pandang
Melihat warna Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
E. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Vulnus eksoriasi regio frontalis sinistra
Diagnosis topis : Frontalis sinistra
Diagnosis etiologi : Cedera Kepala Ringan
F. PLANNING
1. Plan Diagnosis
CT Scan Kepala
2. Plan terapi:
a. Medikamentosa :
1) Infus RL 20 tpm
2) Asam Mefenamat 3 x 500 mg
3) Cefixime 3 x 100 mg
b. Nonmedikamentosa:
1) Perawatan Luka
2) Istirahat yang cukup
3. Plan monitoring :
a. Keadaan umum
b. Tanda vital
c. GCS
d. Perubahan gejala dan tanda
4. Plan edukasi :
a. Menjelaskan keadaan pasien kepada pasien
b. Minum obat secara teratur
c. Pasien diizinkan pulang bila tidak ada keluhan, dan semisal muncul
keluhan kembali maka pasien segera dibawa ke RS
G. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Qua ad sanam : dubia ad bonam
3. Qua ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. ANATOMI KEPALA
a. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut sebagai SCALP yaitu:
1) Skin atau kulit. Skin bersifat tebal dan mengandung rambut serta
kelenjar sebasea (keringat).
2) Connective tissue atau jaringan penyambung. Merupakan jaringan
lemak yang memiliki septa-septa, kaya akan pembuluh darah
terutama diatas galea. Pembuluh darah tersebut merupakan
anastomosis antara arteri karotis interna dan eksterna, tetapi lebih
dominan arteri karotis eksterna.
3) Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat
yang berhubungan langsung dengan tengkorak. Aponeurosis galea
merupakan lapisan terkuat, berupa fascia yang melekat pada tiga
otot, yaitu m.frontalis (anterior), m.occipitalis (posterior),
m.temporoparietalis (lateral). Ketiga otot ini dipersarafi oleh N. VII.
4) Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar. Loose
areolar tissue, lapisan ini mengandung vena emissary yang
merupakan vena tanpa katup, menghubungkan SCALP, vena
diploica, dan sinus vena intrakranial. Jika terjadi infeksi pada lapisan
ini, akan dengan mudah menyebar ke intrakranial. Avulsi SCALP
bisa terjadi pada lapisan ini. Hematoma yang terjadi pada lapisan ini
disebut Subgaleal hematom, merupakan hematoma yang paling
sering ditemukan setelah cedera kepala, terutama anak-anak.
5) Perikranium, merupakan periosteum yang melapisi tulang
tengkorak, melekat erat terutama pada sutura karena melalui sutura
ini periosteum akan langsung berhubungan dengan endosteum.
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika
dari perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya
perdarahan subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah
sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan
menyebabkan banyak kehilangan darah terutama pada anak-anak
atau penderita dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga
membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkannya.3
b. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak
terdiridari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan
oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun
disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Ronggatengkorak dasar dibagi atas 3 fosa
yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis
dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan
serebelum.3,4
c. Meninges3,4
Selaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan, yaitu:
Gambar 2. Lapisan Pelindung Otak
1) Duramater
Duramater, secara embriologi berasal dari mesoderm.
Terletak paling luar, terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan luar
(lapisan periosteal) langsung melekat pada endosteum tabula interna
dan lapisan dalam (lapisan meningeal). Duramater merupakan
selaput yang keras,terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat
pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada
selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial
(ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid,
dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan
pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah
atau disebut Bridging Vein, dapat mengalami robekan dan
menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.
Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Diperdarahi oleh arteri meningea anterior, media, dan posterior.
Masing-masing merupakan cabang dari arteri opthtalmika untuk
yang anterior, arteri carotis eksterna untuk yang media, dan arteri
vertebralis untuk yang posterior.
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan
dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang
kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan
menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis.1,3,4
2) Arakhnoid
Arakhnoid, secara embriologi berasal dari ektoderm. Terletak
tepat dibawah duramater. Lapisan ini merupakan lapisan avaskuler,
mendapatkan nutrisi dari CSS (Cairan Serebospinal). Ke arah dalam,
lapisan ini memiliki banyak trabekula yang melekat pada lapisan
epipial dari piamater. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh
ruang potensial, disebut spatium subdural, dan dari pia mater
oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.
Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera
kepala.
3) Pia mater
Pia mater secara embriologis dan histologis sama dengan
arachnoid, hanya pada lapisan ini sel-selnya tidak saling tumpang
tindih. Terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan epipial (luar) dan lapisan
pia-glia (dalam). Melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia
mater adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus
otak, meliputi gyri dan masuk ke dalam sulci yang paling dalam.
Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan
epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk ke dalam substansi otak
juga diliputi oleh pia mater.3,4
d. Otak
f. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang
supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media)
dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).4
g. Vaskularisasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan
inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak
mempunyai jaringan otot didalamdindingnya yang sangat tipis dan
tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara
ke dalam sinus venosus cranialis.4
2. FISIOLOGI KEPALA
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah
intrakranial, cairan serebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan
normal TIK orang dewasa dalam posisi terlentang sama dengan tekanan
CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 – 10 mmHg (8)
. Kenaikan
TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat
iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih
dari 20 mmHg, terutama bila menetap.
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah
dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat
pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi
maka TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat
menerangkan tentang dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa
volume intrakranial harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan
Doktrin Monro-Kellie.
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min
atau 16% dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang
cukup. Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa
antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO
bisa lebih besar tergantung pada usainya. ADO dapat menurun 50% dalam
6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma.
ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita
yang tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau
minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-
TIK) pada level 60-70 mmHg sangat di rekomendasikan untuk
meningkatkan ADO.4
B. CEDERA KEPALA
SINONIM: Trauma kapitis = cedera kepala = head injury = trauma kranioserebral
= Traumatic Brain Injury.2
1. DEFINISI
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara
langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi
neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer
maupun permanen.2
2. EPIDEMIOLOGI
Cedera kepala sangat sering dijumpai. Di Amerika setiap tahunnya
kejadian cedera kepala diperkirakan mencapai 500.000 kasus. 10 % dari
penderita cedera kepala meninggal sebelum datang ke Rumah sakit. Labih
dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera
kepala.2 Data-data yang didapat di USA dan mancanegara, dimana
kecelakaan terjadi hampir 15 menit. Sekitar 60% diantaranya bersifat fatal
akibat adanya cedera kepala. Data menunjukkan cedera kepala masih
merupakan penyebab utama kesakitan dan kecacatan pada usia <35 tahun.
Dari seluruh kasus cedera kepala, hanya 3-5% saja yang memerlukan
tindakan operasi.2
Data-data yang didapat di Indonesia (1982) terjadi 55.498
kecelakaan lalu lintas dimana setiap harinya meninggal sebanyak 34 orang
dan 80% penyebabnya adalah cedera kepala. Data-data yang didapat dari
RSCM (1995-1998), terjadi 96% trauma kapitis yang disebabkan oleh
kecelakaan lalu-lintas, dimana 76% dari padanya terjadi pada usia muda ±
25 tahun. Dari seluruh kasus cedera kepala, sebanyak 84% hanya
memerlukan tindakan konservatif. Sekitar 28% saja penderita cedera
kepala yang menjalani pemeriksaan CT Scan.1
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah
kecelakaan sepeda motor, dan sebagian besar diantaranya tidak
menggunakan helm atau menggunakan helm yang tidak memadai (>85%).
Dalam hal ini yang dimaksud dengan tidak memadai adalah helm yang
terlalu tipis dan penggunaan helm tanpa ikatan yang memadai, sehingga
saat penderita terjatuh, helm sudah terlepas sebelum kepala membentur
lantai.1,3
3. ETIOLOGI
Sebagian besar penderita cedera kepala disebabkan oleh
kecelakaan lalu-lintas, berupa tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan
penyebrang jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan oleh jatuh dari
ketinggian, tertimpa benda (misalnya ranting pohon, kayu, dsb), olahraga,
korban kekerasan baik benda tumpul maupun tajam (misalnya golok,
parang, batang kayu, palu, dsb), kecelakaan kerja, kecelakaan rumah
tangga, kecelakaan olahraga, trauma tembak, dan lain-lain.3,5
4. MEKANISME CEDERA OTAK
a. Secara Statis (Static Loading)
Cedera otak timbul secara lambat, lebih lambat dari 200 milisekon.
Tekanan pada kepala terjadi secara lambat namun terus menerus
sehingga timbul kerusakan berturut-turut mulai dari kulit, tengkorak
dan jaringan otak. Keadaan seperti ini sangat jarang terjadi.6
b. Secara Dinamik (Dynamic Loading)
Cedera kepala timbul secara cepat, lebih cepat dari 200 milisekon,
berbentuk impulsif dan / atau impak.6 Trauma tidak langsung
membentur kepala, tetapi terjadi pada waktu kepala mendadak bergerak
atau gerakan kepala berhenti mendadak, contoh : pukulan pada
tengkuk atau punggung akan menimbulkan gerakan fleksi dan ekstensi
dari kepala yang bisa menyebabkan cedera otak.6
c. Impak (Impact Loading), Trauma yang langsung membentur kepala
dapat menimbulkan 2 bentuk impak:
1) Kontak / benturan langsung (contact injury), Trauma yang langsung
mengenai kepala dapat menimbulkan kelainan :
a) Lokal, seperti fraktur tulang kepala, perdarahan ekstradura dan
coup kontusio
b) Jauh (remote effect), seperti fraktur dasar tengkorak dan fraktur di
luar tempat trauma
c) Memar otak contra coup dan memar otak intermediate disebabkan
oleh gelombang kejut (shock wave), dimana gelombang atau
getaran yang ditimbulkan oleh pukulan akan diteruskan di dalam
jaringan otak.3,6
2) Inersial (Inertial injury)
Karena perbedaan koefisien (massa) antara jaringan otak
dengan tulang, maka akan terjadi perbedaan gerak dari kedua
jaringan (akselerasi dan deselerasi) yang dapat menyebabkan gegar
otak, cedera akson difus (diffuse axonal injury), perdarahan
subdural, memar otak yang berbentuk coup, contra coup, dan
intermediate.3,6
5. PATOFISIOLOGI
Trauma pada kepala dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
otak langsung (primer) yang disebabkan oleh efek mekanik dari luar.
Perluasan kerusakan dari jaringan otak (sekunder) disebabkan oleh
berbagai faktor seperti: kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah
otak, gangguan metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran
bahan-bahan neurotransmitter, eritrosit, opioid endogen, reaksi inflamasi
dan radikal bebas.6
Kerusakan jaringan otak akibat trauma langsung
Kulit kepala dan tengkorak merupakan unsur pelindung bagi
jaringan otak terhadap benturan pada kepala. Bila terjadi benturan,
sebagian tenaga benturan akan diserap atau dikurangi oleh unsur
pelindung tersebut. Sebagian tenaga benturan dihantarkan ke tengkorak
yang relatif memiliki elastisitas, yakni tengkorak mampu sedikit melekuk
ke arah dalam. Tekanan maksimal terjadi pada saat benturan dan beberapa
milidetik kemudian diikuti dengan getaran-getaran yang berangsur
mengecil hingga reda. Pukulan yang lebih kuat akan menyebabkan
terjadinya deformitas tengkorak dengan lekukan yang sesuai dengan arah
datangnya benturan dimana besarnya lekukan sesuai dengan sudut
datangnya arah benturan. Bila lekukan melebihi batas toleransi jaringan
tengkorak, tengkorak akan mengalami fraktur. Fraktur tengkorak dapat
berbentuk sebagai garis lurus, impresi / depresi, diastase sutura atau
fraktur multiple disertai fraktur dasar tengkorak.6
Mekanisme kerusakan otak pada cedera otak dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1) Kerusakan jaringan otak langsung oleh impresi atau depresi tulang
tengkorak sehingga timbul lesi “ coup” (cedera di tempat benturan).3,6
2) Perbedaan massa dari jaringan otak dan dari tulang kepala
menyebabkan perbedaan percepatan getaran berupa akselerasi,
deselerasi dan rotasi. Kekuatan gerak ini dapat menimbulkan cedera
otak berupa kompresi, peregangan dan pemotongan. Benturan dari arah
samping akan mengakibatkan terjadinya gerakan atau gesekan antara
massa jaringan otak dengan bagian tulang kepala yang menonjol atau
bagian-bagian yang keras seperti falk dengan tentoriumnya maupun
dasar tengkorak dan dapat timbul lesi baik coup maupun contra coup.
Lesi coup berupa kerusakan berseberangan atau jauh dari tempat
benturan misalnya di dasar tengkoran. Benturan pada bagian depan
(frontal), otak akan bergerak dari arah antero-posterior, sebaliknya pada
pukulan dari belakang (occipital), otak bergerak dari arah postero-
anterior sedangkan pukulan di daerah puncak kepala (vertex), otak
bergerak secara vertikal. Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan
terjadinya coup dan contra coup.3,6
3) Bila terjadi benturan, akan timbul gelombang kejut (shock wave) yang
akan diteruskan melalui massa jaringan otak dan tulang. Gelombang
tersebut menimbulkan tekanan pada jaringan, dan bila tekanan cukup
besar akan menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan otak melalui
proses pemotongan dan robekan. Kerusakan yang ditimbulkan dapat
berupa : “Intermediate coup”, contra coup, cedera akson yang difus
disertai perdarahan intraserebral.3,6
4) Perbedaan percepatan akan menimbulkan tekanan positif di tempat
benturan dan tekanan negatif di tempat yang berlawanan pada saat
terjadi benturan. Kemudian disusul dengan proses kebalikannya, yakni
terjadi tekanan negatif di tempat benturan dan tekanan positif di tempat
yang berlawanan dengan akibat timbulnya gelembung (kavitasi) yang
menimbulkan kerusakan pada jaringan otak (lesi coup dan contra
coup).6
6. KLASIFIKASI
a) Berdasarkan Saat Terjadinya
Lesi (kerusakan) yang dapat timbul pada cedera kepala terdiri atas 2
jenis yaitu lesi primer dan lesi sekunder.
1) Lesi Primer
- Lesi primer timbul langsung pada saat terjadinya trauma, bisa
bersifat lokal maupun difus.
- Lesi lokal berupa robekan pada kulit kepala, otot-otot dan tendo
pada kepala mengalami kontusio, dapat terjadi perdarahan sub
galeal maupun fraktur tulang tengkorak. Demikian juga dapat
terjadi kontusio jaringan otak.
- Lesi difus merupakan cedera aksonal difus dan kerusakan
mikrovaskular difus.1,3
2) Lesi Sekunder
Lesi sekunder timbul beberapa waktu setelah terjadi trauma,
menyusul kerusakan primer. Umumnya disebabkan oleh keadaan
iskemi-hipoksia, edema serebri, vasodilatasi, perdarahan subdural,
perdarahan epidural, perdarahan subaraknoidal, perdarahan
intraserebral, dan infeksi.1,3
b) Berdasarkan patologi:
1) Komosio Cerebri/Cedera Kepala Ringan
Cedera Kepala Ringan (CKR) adalah klasifikasi berdasarkan
pemeriksaan klinis, sedangkan komosio serebri adalah klasifikasi
berdasarkan patologi. CKR dianalogikan sama dengan komosio
serebri. Di klinik, klasifikasi CKR lebih umum dipakai karena
memiliki beberapa keuntungan yaitu:
- Mempergunakan GCS yang berguna untuk menilai berat
ringannya cedera, penilaiannya mudah bagi dokter spesialis,
dokter umum, maupun paramedis, dan nilai GCS dapat dipakai
sebagai monitoring kondisi pasien
- Menilai scanning otak, sehingga akurasi adanya kerusakan otak
lebih tinggi.1,7
2) Kontusio Cerebri
Kerusakan jaringan otak tanpa disertai robeknya piamater.
Kerusakan tersebut berupa gabungan antara daerah perdarahan
(kerusakan pembuluh darah kecil seperti kapiler, vena, dan arteri),
nekrosis otak dan infark. Terutama melibatkan puncak-puncak gyrus
karena bagian ini akan bergesekan dengan penonjolan dan lekukan
tulang saat terjadi benturan.1,7,8
Terdapat perdarahan kecil disertai edema pada parenkim otak. Dapat
timbul perubahan patologi pada tempat cedera (coup) atau di tempat
yang berlawanan dari cedera (countre-coup). Kontusio intermediate
coup terletak diantara lesi coup dan countre coup.1,3,8
b))Hematoma subdural
Terjadi ketika vena di antara duramater dan arachnoid (bridging
vein) robek. Lesi ini lebih sering ditemukan daripada EDH.
Pasien dapat kehilangan kesadaran saat terjadi cedera.1,3,10
c)) Hematoma subarakhnoid
Paling sering ditemukan pada cedera kepala, umumnya menyertai
lesi lain. Perdarahan terletak di antara arachnoid dan piamater,
mengisi ruang subarachnoid.1,3,10
d)) Hematoma intraserebral
Atau lebih dikenal dengan intraserebral hematoma (ICH),
diartikan sebagai hematoma yang terbentuk pada jaringan otak
(parenkim) sebagai akibat dari adanya robekan pembuluh darah.
Terutama melibatkan lobus frontal dan temporal (80-90 persen),
tetapi dapat juga melibatkan korpus kallosum, batang otak, dan
ganglia basalis.1,2,3
e)) Hematoma intraserebellar
Merupakan perdarahan yang terjadi pada serebelum. Lesi ini
jarang terjadi pada trauma, umumnya merupakan perdarahan
spontan. Prinsipnya hampir sama dengan ICH, tetapi secara
anatomis harus diingat bahwa kompartemen infratentorial lebih
sempit dan ada struktur penting di depannya, yaitu batang otak.2,3
d) Berdasarkan derajat kesadaran berdasarkan GCS2
Kategori GCS Gambaran Klinik CT Scan Otak
Minimal 15 Pingsan (-), defisit neurologik (-) Normal
Ringan 13-15 Pingsan <10 menit, defisit neurologik (- Normal
)
Sedang 9-12 Pingsan >10 menit s/d 6 jam, defisit Abnormal
neurologik (+)
Berat 3-8 Pingsan > 6 jam, defisit neurologik (+) Abnormal
Catatan:
1. Tujuan klasifikasi ini untuk pedoman triase di gawat darurat
2. Jika abnormalitas CT Scan berupa perdarahan intrakranial, penderita
dimasukkan klasifikasi trauma kapitis berat2
7. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
a) Anamnesis
Trauma kapitis dengan/tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval
lucid , Perdarahan/otorrhea/rhinorrhea, Amnesia traumatika
(retrograd/anterograd)
b) Hasil pemeriksaan klinis neurologis
c) Foto kepala polos, posisi AP, lateral, tangensial
d) Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal
e) CT scan otak: untuk melihat kelainan yang mungkin terjadi.
f) Pemeriksaan Klinis Umum dan Neurologis
1) Penilaian kesadaran berdasarkan GCS
2) Penilaian fungsi vital
3) Otorrhea/rhinorrhea
4) Ekimosis periorbital bilateral/eyes/hematoma kaca mata
5) Ekimosis mastoid bilateral/Battle’s sign
6) Gangguan fokal neurologik
7) Fungsi motorik: lateralisasi, kekuatan otot
8) Refleks tendon, refleks patologis
9) Pemeriksaan fungsi batang otak
10) Pemeriksaan pupil
11) Refleks kornea
12) Doll’s eye phenomenon
13) Monitor pola pernafasan
14) Gangguan fungsi otonom
15) Funduskopi.2
HEMATOMA EPIDURAL
Tanda diagnostik klinik:
1. Lucid interval (+)
2. Kesadaran makin menurun
3. Late hemiparese kontralateral lesi
4. Pupil anisokor
5. Babinsky (+) kontralateral lesi
6. Fraktur di daerah temporal.2,3,5,10
Hematoma Epidural di Fossa Posterior
Gejala dan tanda klinis:
1. Lucid interval tidak jelas
2. Fraktur kranii oksipital
3. Kehilangan kesadaran cepat
4. Gangguan cerebellum, batang otak dan pernafasan
5. Pupil isokor 2,3,5,10
Penunjang diagnostik:
- CT scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan
duramater,umumnya daerah temporal, dan tampak bikonveks2,3,5
HEMATOMA INTRASEREBRAL
Adalah perdarahan parenkim otak, disebabkan karena pecahnya arteri
intraserebral mono- atau multiple.3,6
Penunjang diagnostik:
- Memastikan cairan serebrospinal secara sederahan dengann tes halo
- Scaning otak resolusi tinggi dan irisan 3mm (50% +)(high resolution and thin
section)2
DIFFUSE AXONAL INJURY (DAI)
Gejala dan tanda kllinis :
- Koma lama trauma kapitis
- Disfungsi saraf otonom
- Demam tinggi 2
Penunjang diagnostik:
CT scan otak
Awal normal, tidak ada tanda adanya perdarahan, edema, kontusio
Ulangan setelah 24 jam, edema otak luas2
PERDARAHAN SUBARAKNOID TRAUMATIKA
Gejala dan tanda klinis:
- Kaku kuduk
- Nyeri kepala
- Bisa didapati gangguan kesadaran
Penunjang diagnostik:
CT scan otak: perdarahan (hiperdens) diruang subarakhnoid2,6,8
1. Alfa AY. Penatalaksanaan Medis (Non-Bedah) Cedera Kepala. In: Basuki A, Dian
S.Kegawatdaruratan Neurologi. 2nd Ed. Bandung: Departemen/UPF Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD. 2009. p61-74.
5. Ginsberg L. Bedah Saraf: Cedera Kepala dan Tumor Otak. In: Lecture Notes:
Neurologi. 8th Ed. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007. p114-117
7. RSUP Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo. Komosio Cerebri, CKR, CKS, CKB. In:
Panduan Pelayanan Medis Departemen Neurologi. Pusat Penerbitan Bagian
Neurologi FKUI/RSCM. 2007. p51-58
9. Lombardo MC. Cedera Sistem Saraf Pusat. In: In: Price SA. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. 6th Ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006.
p1067-1077
10. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Cedera Kepala. In: Panduan Praktis
Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. 2009. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2006. p12-18