Anda di halaman 1dari 8

JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No.

2 / September 2010

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK DAN OLAH RAGA


TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU (STUDI PADA KARYAWAN
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG TAHUN 2010)

Nurjanah, Suharyo*)
*) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
Jl Nakula I No 5-11 Semarang
Email : nurjanah2000@yahoo.com

ABSTRACT

Background: One indicator of the health workforce is the lung function as an oxygen sup-
plier organ for energy supply and metabolism. The presurvey show many employees smoke
indoor, while campus must be a smoke free area. Therefore, this research will explain how
the influence of smoking habits and exercise of pulmonary vital capacity of Udinus employ-
ees.
Method: this is survey with cross sectional approach, conducted in May-July 2010 with
measurement by spyrometre and interviews. The sample is Udinus employee, amount of 33
respondents. Data analysis using chi-square test.
Result: there is no correlation between smoking status with pulmonary vital capacity (p-
value 0.188), because non-smoking employees exposed environmental tobacco smoke
from the indoor smoker and there is no correlation between exercise habits with pulmonary
vital capacity (p-value 0.465) because the sports habit is inadequate.

99
Kebiasaan Merokok Dan... - Nurjanah, Suharyo

PENDAHULUAN METODE PENELITIAN


Salah satu indikator kondisi kesehatan Desain penelitian yang digunakan adalah
tenaga kerja adalah fungsi paru sebagai or- studi potong lintang (cross-sectional study).
gan pemasok oksigen yang digunakan dalam Studi dimulai dengan menyeleksi populasi
pembakaran untuk penyediaan energi dan studi yang memenuhi kriteria inklusi, lalu
metabolisme tubuh. Penurunan fungsi paru dipilih secara acak sampai jumlah sampel
dapat terjadi secara bertahap dan bersifat terpenuhi. Kemudian dilakukan pengukuran
kronis sebagai akibat frekuensi, lamanya status efek (kapasitas vital paru) dan
seseorang bekerja pada lingkungan yang pengukuran status faktor risiko dengan
berdebu dan faktor-faktor internal yang wawancara.
terdapat pada diri pekerja. Faktor internal Populasi dalam penelitian ini adalah
tersebut meliputi usia, kebiasaan merokok, seluruh karyawan laki-laki Udinus baik pada
kebiasaan berolahraga, dan asupan gizi. bagian administrasi maupun bagian edukatif
Fungsi paru dapat dipantau dengan (dosen) yang berjumlah 255, dengan sampel
pemeriksaan spirometer. sejumlah 33 orang.
Hasil observasi awal menunjukkan masih Data primer dikumpulkan dengan cara
dijumpai karyawan Udinus yang merokok baik wawancara dengan responden untuk
di dalam gedung, warung makan, dan di mengetahui kebiasaan merokok dan
sekitar kampus. Kebiasaan merokok berolahraga dengan alat bantu kuesioner.
merupakan salah satu penyebab kematian. Data kapasitas vital paru diketahui dari
Kebiasaan merokok dapat menyebabkan pemeriksaan fisik responden dengan alat
penyakit kanker paru, serangan jantung, spirometri.
impotensi dan gangguan kehamilan. World Analisis bivariat digunakan untuk mencari
Health Organization (WHO), melaporkan hubungan dan membuktikan hipotesis dua
bahwa rokok diperkirakan menyebabkan variabel. Uji statistik yang digunakan adalah
kematian 427.948 orang pertahun pada tahun Chi-Square karena data yang digunakan
2001 atau sekitar 1.172 orang perhari. berskala nominal.
Separuh kematian akibat rokok berada pada
usia produktif. Biaya akibat konsumsi HASIL DAN PEMBAHASAN
tembakau tahun 2001 diperkirakan sebesar Universitas Dian Nuswantoro merupakan
Rp 127,7 trilliun meliputi biaya langsung yang salah satu perguruan tinggi swasta yang ada
dikeluarkan oleh masyarakat untuk membeli di kota Semarang yang memiliki 5 fakultas
rokok, biaya pengobatan dan biaya tidak yaitu Fakultas Ilmu Komputer, Fakultas Ilmu
langsung akibat hilangnya produktifitas karena Bahasa dan Sastra, Fakultas Ekonomi,
kematian, sakit dan kecacatan. Fakultas Kesehatan, dan Fakultas Teknik
Melihat data hasil observasi awal serta program Pasca Sarjana.
terhadap perilaku merokok pada karyawan Hampir tigaperempat dari karyawan laki-
Udinus dan memandang kebutuhan SDM laki Udinus berumur tidak lebih dari 40 tahun.
yang mempunyai kondisi kesehatan yang Hasil pengolahan data diketahui bahwa rata-
baik, maka penulis tertarik meneliti “pengaruh rata umur responden 35,6 tahun, minimum
kebiasaan merokok dan berolahraga 22 tahun dan tertua 50 tahun. Semua umur
terhadap kapasitas vital paru pada karyawan responden dengan rencana pengkategorian
Udinus”. kapasitas vital paru menurut Mc. Ardle (1991).
Pada karyawan dengan kelompok umur
20 – 40 tahun, rerata KVP nya hanya

100
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010

mencapai 2722,9. Sedangkan pada kelompok Meskipun kelompok umur >40 tahun KVP-
umur lebih dari 40 Tahun reratanya mencapai nya lebih rendah, tetapi masih dalam batas
2588,9. Menurut MC. Ardle WD, 1991 Rerata normal. Penelitian Sumardiyono, 2007 pada
KVP pada umur 20-40 tahun ini berada dalam pekerja yang terpapar debu tembakau, ada
kategori tidak normal sedangkan rerata KVP hubungan kebiasaan merokok dengan
pada umur lebih dari 40 tahun justru masih penurunan fungsi paru jenis obstruktif (r =
berada pada kategori normal. 0,310, p = 0,013), ada hubungan masa kerja
Fungsi paru berubah-ubah akibat dan kebiasaan merokok dengan kapasitas
sejumlah faktor. Angka itu dipengaruhi oleh fungsi paru jenis obstruktif (F = 4,309, p =
usia, jenis kelamin, ukuran paru, etnik, tinggi 0,019), ada hubungan masa kerja dengan
badan, kebiasaan merokok, toleransi latihan, penurunan fungsi paru jenis restriktif (r = -
kekeliruan pengamat, kekeliruan alat, variasi 0,451, p = 0,000), ada hubungan kebiasaan
diurnal dan suhu lingkungan sekitar merokok dengan penurunan fungsi paru jenis
(Harington dan Gill, 2005:84). Kapasitas paru restriktif (r = -0,510, p = 0,000), serta ada
berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit hubungan masa kerja dan kebiasaan merokok
jantung (yang menimbulkan kongesti paru) dengan penurunan fungsi paru jenis restriktif
dan pada kelemahan otot pernapasan (Evelyn (F = 11,520, p = 0,000).
C. Pearce, 1999:221). Jumlah karyawan laki-laki yang merokok
Hasil kapasitas paru yang berbeda pada sedikit lebih besar dari yang tidak merokok.
kelompok umur 20-40 dengan kelompok umur Ini menunjukkan bahwa karyawan laki-laki di
>40 menunjukkan adanya perbedaan nilai. Udinus sebagian besar berpotensi

Tabel 1. Distribusi Umur Karyawan Laki-Laki Udinus


Kelompok Umur (tahun) Frekuensi Persentase
20 – 40 24 72,7
> 40 9 27,3
Jumlah 33 100,0

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Kategori Kapasitas Vital Paru Responden

Kategori Kapasitas Vital


Frekuensi Persentase
Paru
Tidak normal 21 63,6
Normal 12 36,4
Jumlah 33 100,0

Tabel 3. Distribusi Status Kebiasaan Merokok Karyawan Laki-Laki Udinus


Status Merokok Frekuensi Persentase
Merokok 17 51,5
Tidak Merokok 16 48,5
Jumlah 33 100,0

101
Kebiasaan Merokok Dan... - Nurjanah, Suharyo

mengalami masalah kesehatan yang Sebagian besar responden perokok


berkaitan dengan asap tembakau. Jika (64,7%) termasuk dalam kategori perokok
dibandingkan dengan hasil penelitian yang sedang, yaitu menghisap rokok antara 5-14
dilakukan terhadap mahasiswa Udinus, batang per hari, dan 29,4% berada pada
proporsi karyawan yang merokok lebih kecil kategori perokok berat yang menghisap 15
dari proporsi mahasiswa yang merokok (lebih batang rokok atau lebihper hari. H (Smet,
dari 75%). Proporsi ini juga lebih kecil dari 1994). Semakin banyak jumlah rokok yang
angka prevalensi nasional yang menunjukkan dihisap menunjukkan tingkat adiksi terhadap
angka 63,1%. (Barber, 2008) nikotin yang semakin kuat pula.
Ditinjau dari cara menghisapnya, lebih dari Menurut West, dalam Theory of Addic-
duapertiganya (64,7%) menghisap asap rokok tion, 2005, Rokok adalah salah satu produk
tersebut sampai dada. Seluruh responden yang potensial mengakibatkan perilaku adiktif
menyukai rokok yang berjenis filter. karena di dalamnya terdapat nikotin. Dalam
Karyawan perokok sudah merokok dalam buku “Theory of Addiction” nicotine
waktu yang cukup lama yaitu rata-rata 12,5 digolongkan ke dalam “high potential” selain
tahun. Lamanya seseorang merokok akan heroin dan methadone. Potensi adiksi nikotin
berpengaruh terhadap adiksi nikotin. lebih besar dibandingkan amphetamines,

Tabel 5. Distribusi responden perokok menurut jumlah konsumsi rokok (kategori perokok)
Kategori Perokok f %

Ringan (1-4) batang/hari) 1 5,9


Sedang (5-14 batang/hari) 11 64,7
Berat (≥ 15 batang/hari) 5 29,4
Total 17 100,0

Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Kategori Kebiasaan Berolahraga

Kategori Kebiasaan
Frekuensi Persentase
Berolahraga
Kurang baik 20 60,6
Baik 13 39,4
Jumlah 33 100,0

Tabel 7. Distribusi Kategori Kapasitas Vital Paru Responden Berdasarkan Status Kebiasaan
Merokok
Kapasitas Vital Paru
Status Merokok Tidak Normal Normal
F % f %
Merokok 9 52,9 8 47,1
Tidak merokok 12 75,0 4 25,0

102
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010

ecstasy, cocaine, alcohol, marijuana, benzo- sebulan terakhir. Jenis olah raga yang paling
diazepines dan perilaku judi. banyak dilakukan oleh karyawan adalah bad-
UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 dan PP minton, tenis meja, dan futsal. Selain itu ada
No. 19 tahun 2003 serta Perwal Semarang juga jalan sehat, lari, bersepeda, dan karate.
No. 12 Tahun 2009 menyatakan bahwa Diantara karyawan yang berolahraga, rerata
Tempat Proses Belajar Mengajar dan Tempat frekuensi olahraga per bulan sebanyak 10,5
Kerja adalah kawasan tanpa rokok. kali dengan jumlah jam yang dihabiskan hanya
Penegakan aturan tentang kawasan tanpa 14,4 jam. Ada responden yang hanya sekali
rokok ini perlu disosialisasikan kepada pihak dalam sebulan berolahraga seperti renang,
manajemen dan diimplementasikan ke dalam itupun hanya 1 jam. Namun demikian masih
aturan universitas tentang kawasan tanpa ada yang dalam sebulan melakukan olahraga
rokok. Implementasi aturan kawasan tanpa 32 kali dengan menghabiskan waktu sebanyak
rokok ini terutama adalah larangan merokok 48 jam.
di dalam gedung yang sudah pernah Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p
disosialisasikan namun belum ada sebesar 0,188 yang berarti lebih besar dari
penegakan aturan dengan sanksi yang tegas. 0,05 berarti tidak ada hubungan antara sta-
Hal inilah yang menyebabkan perilaku tus merokok dengan kapasitas vital paru. Oleh
merokok masih sulit dikendalikan. karena itu analisis besar asosiasi antar
Kategori kebiasaan berolahraga pada tabel keduanya tidak perlu dilakukan.
6. didasarkan pada nilai rerata jumlah jam untuk Perilaku merokok tidak berhubungan
melakukan olahraga dalam sebulan. Data dengan KVP karena ternyata pada karyawan-
tentang kebiasaan berolahraga meliputi sta- karyawan perokok lebih banyak yang
tus olahraga, jenis olahraga, frekuensi dalam berolahraga daripada karyawan yang tidak
sebulan, dan jumlah jam yang dihabiskan untuk perokok, seperti yang terlihat pada tabel
berolahraga dapat dijelaskan sebagai berikut. berikut :
Masih terdapat 30,3% karyawan laki-laki yang Tabel 8 di bawah menunjukkan bahwa
sama sekali tidak pernah melakukan olah raga karyawan yang tidak merokok lebih banyak

Tabel 8. Distribusi Kategori Perokok Berdasarkan Status Kebiasaan Olah Raga

Status Merokok
Kategori Olah Raga Merokok Tidak Merokok
F % f %
Kurang Baik 8 40,0 12 60,0
Baik 9 69,2 4 30,8

Tabel 10. Distribusi Kategori Kapasitas Vital Paru Responden Berdasarkan Status Kebiasaan
Berolahraga
Kapasitas Vital Paru
Kebiasaan
Tidak Normal Normal
Berolahraga
f % f %
Kurang baik 14 70,0 6 30,0
Baik 7 53,8 6 46,2

103
Kebiasaan Merokok Dan... - Nurjanah, Suharyo

memiliki kebiasaan olah raga yang kurang baik sementara ruangan yang ada di Udinus
(60,0%), dibanding yang kebiasaan olah adalah ruang ber-AC dan tertutup, maka
raganya baik (40,0%), sedangkan karyawan paparan asap rokok lingkungan (Environmen-
yang tidak merokok lebih sedikit memiliki tal Tobacco Smoke) menjadi sangat
kebiasaan olah raga yang baik (30,8%) berbahaya bagi orang-orang yang ada di
dibanding dengan yang kebiasaan olah dalam ruangan, termasuk yang tidak merokok.
raganya kurang baik (60,0%). Environmental Tobacco Smoke (ETS) terdiri
Para perokok berat ternyata memiliki dari asap rokok utama/mainstream smoke
kebiasaan olah raga yang lebih baik dibanding (asap dari yang dihirup dan dikeluarkan oleh
para perokok ringan maupun yang bukan perokok aktif) dan asap sampingan/
perokok. sidestream smoke (asap rokok hasil
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pembakaran rokok). ETS mengandung zat
pendapat yang menyatakan bahwa kebiasaan berbahaya sama seperti yang dihisap
merokok dapat menimbulkan gangguan paru perokok. Faktanya, asap sampingan terbentuk
berupa bronchitis dan emfisema. Pada kedua pada temperature lebih rendah ternyata
keadaan ini terjadi penurunan fungsi paru mengandung bahan beracun dan penyebab
dibandingkan dengan yang tidak menderita kanker yang lebih banyak daripada asap
penyakit tersebut. Selain itu pecandu rokok utama. Terdapat fakta utama ETS berbahaya
sering menderita penyakit batuk kronis, untuk kesehatan, setiap tahun di US 49.900
kepala pusing, perut mual, sukar tidur dan orang dewasa bukan perokok meninggal
lain-lain. Kalau gejala-gejala diatas tidak karena kanker paru atau penyakit jantung
segera diatasi maka gejala yang lebih buruk akibat menghirup asap rokok lingkungan. Bayi
lagi akan terjadi, seperti semakin sulit untuk juga berisiko mengalami SIDS, perempuan
bernapas, kecepatan pernapasan hamil berisiko memiliki bayi berat lahir rendah
bertambah, kapasitas vital berkurang, dan dan kelahiran prematur serta keguguran bila
lain-lain (Jos Usin. 1999:7). terpapar asap rokok lingkungan.
Hasil penelitian ini juga tidak sesuai Para peneliti menyimpulkan bahwa asap
dengan Joko Suyono (2001:218) yang jenis Sidestream mengandung kadar
menyatakan bahwa Inhalasi asap tembakau tembakau dan gas berbahaya yang sangat
baik primer maupun sekunder dapat tinggi lebih dari kadar Mainstream Smoke.
menyebabkan penyakit saluran pernafasan Asap Sidestream memiliki kandungan gas
pada orang dewasa. Asap rokok mengiritasi karbon monoksida 5 kali lipat dari kandungan
paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. yang ada pada asap Mainstream. Sedangkan
Merokok lebih merendahkan kapasitas vital kandungan nikotin dan tar yang ada padanya
paru dibandingkan beberapa bahaya melebihi kandungan yang ada pada asap
kesehatan akibat kerja. Mainstream atau 3 kali lipat. Kandungan
Kapasitas vital paru yang hampir sama carcinogenics yang ada padanya mencapai
antara perokok dan non perokok 4 kali lipat dari asap Mainstream. Kandungan
dimungkinkan karena para perokok ammonia yang ada padanya mencapai 46 kali
melakukan perilaku merokok di dalam lipat dari asap Mainstream; dan juga
ruangan sehingga paparan asap rokok kandungan lainnya yang lebih tinggi kadarnya
kepada karyawan non perokok justru dari asap Mainstream. (Husaini, 2006).
menyebabkan gangguan yang lebih besar. Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p
Perilaku merokok karyawan Udinus yang sebesar 0,465 yang berarti lebih besar dari
banyak dilakukan di dalam ruangan, 0,05 berarti tidak ada hubungan antara

104
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010

kebiasaan berolahraga dengan kapasitas vi- kategori perokok berat yang menghisap 15
tal paru. Oleh karena itu analisis besar batang rokok atau lebih per hari.
asosiasi antar keduanya tidak perlu dilakukan. 3. Terdapat 30,3% karyawan laki-laki yang
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan sama sekali tidak pernah melakukan olah
pendapat Syukri Sahab MS (1997:25) yang raga sebulan terakhir. Diantara karyawan
menyatakan bahwa seseorang yang aktif yang berolahraga, rerata frekuensi
dalam latihan fisik akan mempunyai kapasitas olahraga per bulan sebanyak 10,5 kali
aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang dengan jumlah jam yang dihabiskan
lebih tinggi. Selain itu hasil penelitian ini juga hanya 14,4 jam.
tidak sesuai dengan pendapat yang 4. Tidak ada hubungan antara status
menyatakan bahwa kapasitas vital paru dapat merokok dengan kapasitas vital paru. (p-
dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang value 0,188). Kemungkinan karyawan
melakukan olahraga. Olahraga dapat yang tidak merokok terpapar asap rokok
meningkatkan aliran darah melalui paru-paru orang lain karena dari hasil observasi
sehingga menyebabkan oksigen dapat banyak dijumpai karyawan yang merokok
berdifusi ke dalam kapiler paru dengan vol- di dalam ruangan maupun di tempat
ume yang lebih besar atau maksimum. dimana banyak orang yang tidak merokok.
Kapasitas vital pada seorang atletis lebih 5. Tidak ada hubungan antara kebiasaan
besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga dengan kapasitas vital paru
berolahraga (Guyton dan Hall, 1997:605). (p-value 0,465).
Faktor yang diduga menjadi penyebab
kebiasaan olahraga tidak berhubungan DAFTAR PUSTAKA
dengan kapasitas vital paru adalah frekuensi Aditama, Tjandra Yoga. Global Youth Study
olahraga responden yang kurang dari 3 kali Survey (GYTS). Jakarta. Indonesia.
dalam satu minggu. 2000. Unpublished report. Summary re-
sults are available at www.cdc.factsheet
KESIMPULAN
Bacon, David.Impact of Smoking on
1. Cukup banyak karyawan yang memiliki
Bussiness. Europe. http://www.
kapasitas vital paru tidak normal, yaitu
mailmatters.net/2Europe/
sebanyak 63,6%. Pada karyawan dengan
Sept06_Smoking_Cessation_
kelompok umur 20 – 40 tahun, rerata KVP
Programmes.htm#ImpactonBusiness.
nya hanya mencapai 2722,9. Sedangkan
2006. Diakses tanggal 14 Maret 2009
pada kelompok umur lebih dari 40 Tahun
reratanya mencapai 2588,9. Barber, S, Adioetomo SM, Ahsan A,
2. Jumlah karyawan laki-laki yang merokok Setyonaluri D. Tobacco Economic in
sedikit lebih besar (51,5%) dari yang tidak Indonesia. MPOWER. International
merokok (48,5%). Ditinjau dari cara Union Against Tuberculosis and Lung
menghisapnya, lebih dari duapertiganya Disease (The Union). 2008
(64,7%) menghisap asap rokok tersebut Bhisma Murti. 1997. Prinsip dan Metode Riset
sampai dada. Seluruh responden Epidemiologi. UGM Press. Yogyakarta
menyukai rokok yang berjenis filter.
Evelyn C. Pearce. 1991. Anatomi Fisiologis
Sebagian besar responden perokok
(64,7%) termasuk dalam kategori perokok untuk Paramedis. PT. Gramedia Pusat
Utama. Jakarta
sedang, yaitu menghisap rokok antara 5-
14 batang per hari, dan 29,4% berada pada

105
Kebiasaan Merokok Dan... - Nurjanah, Suharyo

Guyton A.E., John E. Hall. 1997. Fisiologi Sugeng Budiono, dkk. 2003. Bunga Rampai
Kedokteran. Terjemahan Irawati Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Tri
Setiawan.EGC . Jakarta Tunggal Fajar. Jakarta
Halpern, Michael T, Richard Shikiar, Anne M Suparman, Warpadji. 1994. Ilmu Penyakit
Rentz and Zeba M Khan. 2001. Impact Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI.
of smoking status on workplace ab- Jakarta
senteeism and productivity. http://
Suyono, Joko. 1995. Deteksi Dini Penyakit
journals.bmj.com . Washington. USA
Akibat Kerja. Jakarta: EGC
Herry K & Eram T.P, 2005. Panduan
Syaifuddin B. A. C. 1997. Anatomi Fisiologi
Praktikum Laboratorium Kesehatan
untuk Siswa Perawat. EGC. Jakarta
Kerja. UPT UNNES Press. Semarang
______________. 2003. Anatomi Fisiologi
Husaini, 2006. Tobat Merokok, cetakan 1.
untuk Mahasiswa Keperawatan.EGC.
Pustaka Iman, Bandung
Jakarta
Jos Usin. 2000. Pernapasan Untuk
Soekarman R.1987. Dasar Olahraga Untuk
Kesehatan. Elex Media komputindo.
Pembina Pelatih Dan Atlet. Depdikbud.
Jakarta
Inti Sedayu Perss. Jakarta
Junsul Hairy, 1989. Fisiologi Olahraga jilid I.
Sudigdo Sastroasmoro, 2002. Dasar-Dasar
Depdikbud Direktorat Jendral Perguruan
Metodologi Penelitian Klinis, Sagung
Tinggi. Jakarta
Seto, Jakarta
Kosen, Soewarta. Analysis of Current Eco-
Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian
nomic Impact of Smoking in Indone-
Kesehatan, Rineka Cipta . Jakarta
sia: Government and Community Per-
spective. Health Services Research and Sugiyono. 2004. Statistika Untuk
Development Center. National Institute Penelitian.Alfabeta, Bandung
of Health Research and Development. Triswanto Sugeng, 2007. Stop Smoking,
Ministry of Health. Jakarta. 1998 Progressif Books, Yogyakarta
McGhee, SM, LM Ho, HM Lapsley, J Chau, Tabrani Rab. 1996. Ilmu Penyakit Paru.
WL Cheung, SY Ho, M Pow, T H Lam Hipokrates, Jakarta
and A J Hedley. Cost of tobacco-related
World Health Organization. 1995. Deteksi
diseases, including passive smoking,
in Hong Kong. Tobacco Control Dini Penyakit Akibat Kerja, Terjemahan
2006;15:125-130; doi:10.1136/ oleh dr. Joko Suyono.EGC. Jakarta
tc.2005.013292 http://tobaccocontrol.
bmj.com. diakses tanggal 14 Maret 2009
Smet, Bart. Psikologi Kesehatan. PT
Grasindo. Jakarta. 1994
Soekidjo Notoatmodjo. 1997. Ilmu Kesehatan
Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar.
Rineka Cipta. Jakarta

106

Anda mungkin juga menyukai