Anda di halaman 1dari 4

ASPEK KONTROL SOSIAL PADA PERADILAN MASSA

ASPEK KONTROL SOSIAL PADA PERADILAN MASSA

Manusia, walaupun pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun dia


mempunyai naluri untuk selalu hidup dengan orang lain, naluri yang
dinamakan gregariousness. Didalam hubungan antara manusia dengan manusia lain
yang penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat hubungan-hubungan tadi.
Reaksi tersebutlah yang menyebabkan tindakan seseorang menjadi semakin luas. Hal
ini terutama disebabkan karena keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain
yang berada disekelilingnya (yaitu masyarakat) dan keinginan untuk menjadi satu
dengan suasana alam sekelilingnya. Kesemua ini menimbulkan kelompok-kelompok
sosial atau social group didalam kehidupan manusia. Kelompok-kelompok sosial tadi
merupakan kesatuan manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan antara
mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling
pengaruh mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong menolong.
Mempelajari kelompok sosial merupakan hal yang penting bagi hukum, oleh karena
hukum merupakan abstraksi dan interaksi sosial yang dinamis didalam kelompok-kelompok
sosial tersebut. Interaksi sosial yang dinamis tersebut lama kelamaan karena pengalaman,
menjadi nilai-nilai sosial yaitu konsepsi-konsepsi abstak yang hidup didalam alam pikiran bagian
terbesar warga masyarakat tentang yang dianggap baik dan tidak baik dalam pergaulan hidup.
Nilai-nilai sosial tersebut biasanya telah berkembang sejak lama dan telah mencapai suatu
kemantapan dalam jiwa bagian terbesar warga masyarakat dan dianggap sebagai pedoman
atau pendorong bagi tata kelakuannya. Nilai-nilai sosial yang abstrak tersebut mendapatkan
bentuk yang konkret dalam kaidah yang merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat
bersangkutan.
Meskipun demikian, perlu kiranya dikemukakan bahwa bila suatu pelanggaran hukum
dilakukan oleh satu atau dua orang saja, mudah bagi penegak hukum untuk menerapkan
hukum padanya. Kekuatan penegak hukum lebih besar dari kekuatan si pelanggar hukum.
Akan tetapi bila yang melanggar hukum itu suatu “massa”, dalam arti banyak orang yang
bersama-sama berbuat sesuatu untuk melanggar hukum maka kekuatan penegak hukum
(khusus polisi) mungkin sekali tidak cukup untuk menerapkan hukum secara seharusnya.
Bahwa berdasarkan hal tersebut maka penulis akan membatasi permasalahan dari aspek
Pengendalian sosial masyarakat pada demonstrasi anarkis.
Kalau perbuatan massa itu merupakan perbuatan temporer saja, seperti perbuatan massa
yang marah pada saat unjuk rasa atau perbuatan massa dengan melakukan tindakan
penganiayaan atau membunuhan yang dilakukan dalam berbagai peristiwa main hakim sendiri
atau konflik yang terjadi diberbagai daerah seperti apa yang terjadi di negeri ini misalnya di
Poso, Sampit dan Maluku yang justru sering memperoleh dukungan dan pengesahan dari
lingkungan masyarakat sekitar. Akibatnya, ketika aparat keamanan mengambil tindakan hukum
terhadap pelakunya, masyarakat justru memberikan reaksi balik dengan menuntut pembebasan
pelaku dan menyerang aparat keamanan. Sepertinya kekerasan merupakan keharusan moral
yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah atau konflik.
Perbuatan massa yang juga acap kali terjadi adalah pengrusakan berbagai sarana dan
prasarana serta aset negara maupun perorangan dan kalau perbuatan massa itu dilakukan
secara membabibuta dan dilakukan oleh massa dalam jumlah yang besar maka akan lebih
sukar lagi untuk diterapkan hukum pada mereka.
Demonstrasi adalah pemandangan biasa di negeri ini. Hampir tiap hari kita baca di koran
dan tonton di tayangan televisi. Namun jika demontrasi itu berbuntut meregangnya nyawa
seseorang tentu menjadi masalah lain. Adalah Ketua DPRD Sumatera Utara Abdul Aziz Angkat
yang terpaksa harus berpulang lebih cepat ke Sang Pencipta saat demontran menyerangnya.
Kematian memang rahasia Tuhan, tapi peran manusia yang menyebabkan mati tetap
sebuah persoalan yang harus dituntaskan. Sebagai wakil rakyat, ia telah bersikap profesional
karena berani menemui para pendemo yang mendaulatnya ke luar dari gedung DPRD. Demo
menuntut pemekaran memang telah menjadi hal yang jamak di negeri ini. Yang lebih menarik
mereka yang telah memiliki wakil di parlemen pun juga aktif berdemo. Padahal suara mereka
sudah terwakili.
Entah sebagai show of force atau unjuk muka yang pasti demo menjadi alat yang efektif.
Terlebih jika sampai anarki seolah sebagai sebuah tanda keberhasilan. Dalam sebuah negara
demokrasi sistem hukum ada di mana-mana, bersama kita dan di sekitar kita. Suatu saat misal
kita akan naik kereta api kita akan berurusan dengan hukum.
Apabila individu atau kelompok telah melakukan tindakan diluar jalur hukum, maka
disebut tindakan menghakimi sendiri, aksi sepihak atau “eigenrichting”. Tindakan
menghakimi sendiri tidak lain merupakan tindakan untuk melaksanakan hak menurut
kehendak sendiri yang bersifat sewenang-wenang, tanpa persetujuan pihak lain yang
berkepentingan.
Pada hakekatnya tindakan menghakimi sendiri ini merupakan pelaksanaan
sanksi/kelompok. Hanya saja sanksi yang dilakukan oleh perorangan maupun
kelompok sulit diukur berat ringannya, karena massa terkadang dapat bertindak kalap
dan tidak terkendali.
Terdapat enam faktor yang menurutnya menentukan untuk terjadinya
perilaku/kekerasan kolektif, enam faktor tersebut adalah :
1. Adanya pendorong struktural (structural condusivenness),
Faktor penentu structural conduciveness, ialah segi-segi struktural dari situasi sosial
yang memungkinkan terjadinya perilaku kolektif tertentu. Hal ini terlihat misalnya
dengan adanya kejadian penyerangan, perusakan dan pembakaran terhadap aset-aset
milik perorangan/kelompok dengan tanpa adanya reaksi aparat terkait, dan pembiaran
dari masyarakat luas.
2. Ketegangan struktural (structural strain),
Structural strain, mengacu pada berbagai tipe ketegangan struktural yang tidak
memungkinkan terjadinya perilaku kolektif. Namun agar perilaku kolekif dapat
berlangsung perlu ada kesepadanan antara ketegangan struktural ini dengan dorongan
struktural yang mendahuluinya. Namun keadaan itu tidak akan melahirkan tingkah laku
kolektif, karena memerlukan kondisi lanjutan.

3. Tumbuh dan menyebarnya suatu kepercayaan yang digeneralisasikan (Growth and


spread of generalized belief),
Growth and spread of a generalized belief adalah tumbuh dan berkembangnya
kepercayaan/keyakinan bersama. Misalnya cap dan klaim terhadap suatu aliran
sebagai sesat. Pemahaman seperti itu menyebar dan dipahami secara sama oleh
anggota kelompok. Keadaan ini mengacu pada ketika situasi menjadi bermakna bagi
orang-orang yang perpotensi menjadi pelaku-pelaku kolektif, dengan dan
penyebarluasan gagasan yang dapat membuka wawasan individu kearah yang lebih
dinamis. Kondisi ini dapat menimbulkan perilaku kolektif dari individu yang telah
mengalami perkembangan pemikiran. Makna yang harus dipahami itu terkandung
dalam generalized belief yang mampu mengidentifikasi sumber ketegangan,
menentukan sumber tersebut dan merinci tanggapan terhadap sumber itu. Kendatipun
faktor penentu sudah sampai pada tahapan ini, namun untuk munculnya tingkah laku
kolektif diperlukan adanya kondisi khusus yaitu faktor penentu.
4. Faktor-faktor pencetus (precipitating factors),
Precipatating factors, merupakan faktor situasional yaitu adanya suatu peristiwa yang
menegaskan pendorong struktural, ketegangan struktural dan kepercayaan umum
rentang sumber ketegangan yang memicu timbulnya tingkah laku kolektif. Namun
kendatipun keempat faktor diatas sudah terakumulasi belum akan melahirkan tingkah
laku kolektif. Untuk terjadinya tingkah laku kolektif masih memerlukan faktor berikutnya.
5. Mobilitas para pemeran serta pada tindakan (Mobilization of Partifsipants for action),
Mobillization of partisipants for actions, tinggal inilah yang perlu untuk dipenuhi untuk
kemudian terjadi tingkah laku kolektif. Dalam proses ini peranan figur yang dapat
memberikan simpati kepada masyarakat untuk melakukan tindakan kolektif sangat
diperlukan.

6. Bekerjanya pengendalian sosial (The operation of social control)


The opreration of social control, memegang peranan penting bagi
terjadinya tingkah laku kolektif. Dalam setiap tahap proses tersebut diatas,
bila pranata pengendalian sosial dapat mengintervensi tahapan-tahapan faktor penentu
tingkah laku kolektif diatas, maka timbulnya tingkah laku kolektif dapat dihindarkan
Dengan demikian, faktor-faktor penyebab tingkah laku tersebut membentuk kombinasi
menurut suatu pola yang pasti.
Adalah sebuah kesalahan serius jika menganggap hukum sebagai sebuah larangan,
meski memuat aturan yang tidak boleh. Tetapi esensi dari aturan sesungguhnya memiliki
tujuan, entah terlaksana atau tidak. Yakni membuat hidup lebih mudah, aman, nyaman dan
bahagia.
Jika norma melarang berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, tujuannya
dimaksudkan untuk kepentingan orang lain pula. Hukum boleh memaksa agar seseorang
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu bahkan secara ekstrim hukum bisa
merampas dan menghilangkan nyawa seseorang. Selain melarang, ada cara lain yang secara
elegan bisa ditempuh sehingga memudahkan orang melakukan perbuatan hukum. Hukum yang
membuat standar baku, orang membuat kontrak,wasiat dll. Hukum dan proses hukum sangat
penting
Bagi masyarakat kita. Dalam keadaan normal, tiada perang atau bencana besar hukum
selalu berkaitan dengan undang-undang yakni aturan dan peraturan. Donal Black penulis buku
The Behavior Of Law. Ia mengemukakan definisi yang ringkas . Yakni hukum
diartikan sebagai kontrol sosial pemerintah kepada warga negara.
Kontrol sosial diartikan sebagai aturan dan proses sosial yang mencoba mendorong
perilaku yang baik dan berguna dan mencegah perilaku yang buruk. Sistem peradilan pidana
kita jelas mengarah kepada pemahaman dimaksud.
Semua aturan dalam tingkatan apapun sesungguhnya memiliki maksud atau pedoman
bagaimana cara berperilaku. Dalam kasus di atas sikap massa yang menuntut pemekaran dan
merangsek maju memukui beramai-ramai Ketua DPRD bukanlah bagian dari struktur,substansi
dan budaya masyarakat Indonesia. Sebab tuntutan masyarakat dan sikap yang diperlihatkan
selama ini dalam demo yang berakhir ricuh tidak bertujuan untuk tujuan perubahan atau
kesinambungan.Perubahan dalam masyarakat hukum yang beradab hanya dapat terjadi bila
dilakukan teratur, rapi dan terpola

Anda mungkin juga menyukai