Anda di halaman 1dari 16

PENGADAAN BARANG DI PUSKESMAS

(Tinjauan Khusus pada Pengadaan Obat)

A. Latar Belakang

Puskesmas merupakan bagian yang integral dari keseluruhan sistem

pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan

kesehatan. Puskesmas sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang ingin

memperoleh pelayanan jasa kesehatan. Puskesmas turut berperan penting

dalam mewujudkan masyarakat yang sehat dan kuat baik jasmani maupun

rohani.1

Sekarang ini Puskesmas ditingkatkan layanannya, bukan hanya

melayani rawat jalan, tapi juga rawat inap. Puskesmas juga sudah dilengkapi

dengan laboratorium untuk membantu proses diagnosis penyakit. Semua

layanan ini diberikan dengan biaya yang terjangkau sehingga masyarakat bisa

mendapatkan layanan Puskesmas tanpa kesulitan. Bagi masyarakat miskin dan

peserta BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), Puskesmas memberikan

layanan gratis. Puskesmas juga melayani imunisasi dan penyuluhan kesehatan

sebagai program pencegahan penyakit.

Secara umum, terdapat 6 program pokok atau yang dikenal dengan

basic six yang dilaksanakan di setiap Puskesmas, antara lain promosi

kesehatan; kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana; perbaikan gizi;

1
P. Boekitwetan, 1997, “Pemahaman Rekam Medik Rumah Sakit”, Majalah Ilmiah FK.
Universitas Trisakti, Volume 16, No. 1, pp. 1675-1685.

1
kesehatan lingkungan; pemberantasan penyakit menular; dan pengobatan

dasar.

1. Promosi Kesehatan (Promkes), yang terdiri atas:

a. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

b. Sosialisasi Program Kesehatan

c. Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)

2. Perbaikan Gizi

Dilaksanakan antara lain melalui kegiatan Posyandu (Pos Pelayanan

Terpadu).

2. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Imunisasi, dan Keluarga Berencana (KB)

3. Kesehatan Lingkungan (Kesling), yang terdiri atas:

a. Konsultasi Psikologi

b. Sanitasi

c. Konsultasi Berhenti

Merokok

5. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), yang terdiri atas:

a. Survei Epidemiologi

b. Pelacakan Kasus : TBC, Kusta, DBD, Malaria, Flu Burung, ISPA,

Diare, IMS (Infeksi Menular Seksual), Rabies

c. Program penyakit demam berdarah (1 x 24 jam tindak lanjut ke

lapangan).

6. Pengobatan, yang terdiri atas:

a. Poli umum

2
b. Poli Gigi

Untuk melaksanakan semua tugas dan fungsi yang diemban

Puskesmas, dibutuhkan manajemen pengadaan barang yang efektif. Dalam hal

ini barang yang dimaksud antara lain obat dan peralatan medis. Peralatan

medis ini ada barang sekali pakai dan ada yang tidak habis sekali pakai.

Barang medis yang habis sekali pakai misalnya perban, plester, kapas, dan

lain-lain, yang disebut juga perbekalan medis, sedangkan barang medis yang

tidak habis sekali pakai misalnya tempat tidur untuk memeriksa pasien, meja,

kursi, dan lain-lain.

Dalam tulisan ini yang akan dikaji adalah pengadaan obat. Aspek ini

yang dianalisis karena keberadaan obat merupakan aspek yang penting dalam

pelaksanaan pelayanan kesehatan. Tanpa obat, Puskesmas tidak dapat

melaksanakan tugasnya menyehatkan masyarakat. Hasil kajian ditulis dalam

makalah berjudul PENGADAAN BARANG DI PUSKESMAS (Studi pada

Pengadaan Obat).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana tahap perencanaan pengadaan obat di Puskesmas?

2. Bagaimana tahap pelaksanaan pengadaan obat di Puskesmas?

C. Tujuan Penulisan

3
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penulisan ini

adalah:

1. Untuk mengetahui tahap perencanaan pengadaan obat di Puskesmas.

2. Untuk mengetahui tahap pelaksanaan pengadaan obat di Puskesmas.

D. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Puskesmas

Puskesmas adalah kesatuan organisasi fungsional yang

menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,

merata, dapat diterima dan dijangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif

masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan

masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa

mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.2

Puskesmas merupakan organisasi struktural dan sebagai unit pelaksana

teknis dinas, aspek fungsional bidang pelayanan kesehatan masyarakat yang

merupakan unit pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tingkat 1 yang

dibina oleh Dinas Kesehatan. Puskesmas bertanggung jawab untuk

melaksanakan identifikasi kondisi masalah kesehatan masyarakat dan

lingkungan serta fasilitas pelayanan kesehatan meliputi cakupan, mutu

pelayanan, identifikasi mutu sumber daya manusia dan provider, serta

menetapkan kegiatan untuk menyelesaikan masalah.3


2
Departemen Kesehatan RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
128/Menkes/SK/II/2004.
3
Departemen Kesehatan RI, 2006, Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas..

4
Puskesmas dalam pelaksanaannya mempunyai dua upaya, yaitu:

1. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta punya

daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat serta

wajib diselenggarakan puskesmas di wilayah Indonesia.

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang

ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan

Puskesmas.4

2. Tinjauan Umum Teori Pengadaan

a. Pengertian Pengadaan

Setiap kegiatan membutuhkan barang penunjang untuk memperlancar

kegiatan tersebut. Untuk menjamin tersedianya barang (dan jasa) yang

dibutuhkan, dilakukan pengadaan barang (dan jasa). Dalam tulisan ini yang

dibahas adalah pengadaan barang.

Pengadaan didefinisikan sebagai usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan

untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi

perencanaan.5 Pengadaan juga didefinisikan sebagai semua kegiatan dan usaha

untuk menambah dan memenuhi kebutuhan barang dan jasa berdasarkan

peraturan yang berlaku dengan menciptakan sesuatu yang tadinya belum ada

4
Ibid.
5
S.T.A.W. Miranda, 2005, Manajemen Logistik dan Supply Chain Management,
Harvarindo, Jakarta, hlm. 9.

5
menjadi ada. Kegiatan ini termasuk dalam usaha untuk tetap mempertahankan

sesuatu yang telah ada dalam batas-batas efisiensi.6

Pengadaan dapat dilakukan melalui cara:

1) Pembelian

2) Produksi sendiri

3) Konsinyasi yaitu barang titipan dari supplier/rekanan untuk dijual,

pembayaran dilakukan setelah barang laku.

4) Sumbangan dari pihak lain yang tidak mengikat.7

b. Sejarah Pengadaan

Pada awalnya proses pengadaan barang dilakukan dengan cara jual

beli. Proses jual beli ini dilakukan secara langsung tanpa didukung dengan

adanya dokumen pembelian maupun dokumen pembayaran dan penerimaan

barang. Seiring dengan banyaknya jumlah dan jenis barang yang akan dibeli

oleh pembeli, maka proses tawar-menawar dinilai tidak efektif karena akan

membutuhkan proses yang lama. Untuk pembelian yang lebih kompleks dari

segi kuantitas dan kualitas, pengguna jasa umumnya membuat daftar jumlah

dan jenis barang yang akan dibeli secara tertulis (asal usul dokumen

pembelian). Daftar tersebut diserahkan kepada penyedia barang/jasa agar

mengajukan penawaran secara tertulis (asal usul dokumen penawaran).

Selanjutnya, untuk mendapatkan harga penawaran yang kompetitif, pihak

pengguna barang menyampaikan daftar penawaran kepada lebih dari satu


6
M.S. Subagya, 1994, Manajemen Logistik, Cetakan Keempat, PT Gunung Agung,
Jakarta, hlm. 80.
7
Frida Rivai, 2004, Manajemen Logistik, Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 1.

6
penyedia barang yang merupakan cikal bakal pengadaan barang dengan cara

lelang. 8

Namun demikian, barang yang akan dibeli tidak terbatas yang tersedia

di pasar, namun juga yang belum tersedia di pasar. Pembelian barang yang

tidak ada di pasar dilakukan dengan cara pesanan. Pihak pengguna perlu

menyusun nama, jenis, jumlah barang dan jasa yang akan dipesan beserta

spesifikasinya secara tertulis dan menyerahkan kepada pihak penyedia barang

Dokumen ini selanjutnya disebut dokumen pemesanan barang adalah cikal

bakal dokumen lelang. Pengadaan barang selanjutnya berkembang ke

pemesanan barang berupa bangunan yang merupakan asal-usul pengadaan jasa

pemborongan. 9

E. Pembahasan

Pengadaan obat di Puskesmas dilakukan berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman

Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, dan untuk

mengatur penunjukan atau penugasan tersebut Pemerintah telah mengeluarkan

Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007. Dari kedua peraturan tersebut

maka dapat dijelaskan tahapan kegiatan pengadaan alat kesehatan dan obat-

obatan dalam tahap perencanaan dan tahap pengadaan.


8
Djoko Luknanto, ”Modul Kebijakan & Ketentuan Umum Pengadaan Barang/Jasa”,
http://luk.staff.ugm.ac.id, diakses pada tanggal 2 Mei 2015.
9
Ibid.

7
1. Tahap Perencanaan Obat

Perencanaan dilakukan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat

dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan

kesehatan dasar. Dalam merencanakan pengadaan obat diawali dengan

kompilasi data yang disampaikan Puskesmas kemudian oleh instalasi

farmasi kabupaten/kota diolah menjadi rencana kebutuhan obat dengan

menggunakan teknik-teknik tertentu. Tahap-tahap yang dilalui dalam

proses perencanaan obat adalah:

a) Tahap pemilihan obat, dimana pemilihan obat didasarkan pada Obat


Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN), dengan harga berpedoman pada penetapan Menteri.
b) Tahap kompilasi pemakaian obat, untuk memperoleh informasi :
(1) Pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit
pelayanan kesehatan/puskesmas per tahun.
(2) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total
pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas.
(3) Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk
tingkat Kabupaten/Kota secara periodik.
c) Tahap perhitungan kebutuhan obat, dilakukan dengan:
(1) Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data
konsumsi obat tahun sebelumnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah pengumpulan dan pengolahan data, analisa data untuk
informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan obat6 dan
penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.
(2) Metode Morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat
berdasarkan pola penyakit. Langkah-langkah perhitungan metode
morbiditas adalah:
(a) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok
umur penyakit.
(b) Menyiapkan data populasi penduduk.
(c) Menyediakan data masing-masing penyakit/tahun untuk
seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
(d) Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit/tahun
untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
(e) Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian
obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada.
(f) Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran
yang akan datang.

8
d) Tahap proyeksi kebutuhan obat, dengan kegiatan-kegiatan:
(1) Menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang,
dengan mengalikan waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-
rata/bulan ditambah stok pengaman.
(2) Menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan obat periode tahun
yang akan datang.
(3) Menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan
melakukan analisis ABC-VEN, menyusun prioritas kebutuhan dan
penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia.
(4) Pengalokasian kebutuhan obat berdasarkan sumber anggaran
dengan melakukan kegiatan : menetapkan kebutuhan anggaran
untuk masing-masing obat berdasarkan sumber anggaran;
menghitung persentase anggaran masing-masing obat terhadap
total anggaran dan semua sumber.
(5) Mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan obat, dengan
menggunakan formulir lembar kerja perencanaan pengadaan obat.
e) Tahap penyesuaian rencana pengadaan obat
Dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai jumlah rencana
pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah
kemasan untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang.10

Ada beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas

dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan obat, antara

lain:
a) Analisa ABC dilakukan dengan mengelompokkan item obat

berdasarkan kebutuhan dananya yaitu :


(1) Kelompok A : kelompok obat yang jumlah nilai rencana

pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari

jumlah dana obat keseluruhan.


(2) Kelompok B : kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana

pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.


(3) Kelompok C : kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana

pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari

jumlah dana obat keseluruhan.

10
Umi Athijah, dkk, 2010, “Perencanaan dan Pengadaan Obat di Puskesmas Surabaya
Timur dan Selatan”, Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 5 No. 1 Januari 2010, pp. 15 -23.

9
b) Analisa VEN dilakukan dengan mengelompokkan obat yang

didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu:


(1) Kelompok V : kelompok obat yang vital, antara lain obat

penyelamat, obat untuk pelayanan kesehatan pokok, obat untuk

mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.


(2) Kelompok E : kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang

bekerja pada sumber penyebab penyakit.


(3) Kelompok N : kelompok obat penunjang yaitu obat yang kerjanya

ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan

atau untuk mengatasi keluhan ringan.

2. Tahap Pengadaan Obat

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor

94 Tahun 2007 tentang Pengendalian dan Pengawasan Atas Pengadaan dan

Penyaluran Bahan Obat, Obat Spesifik dan Alat Kesehatan yang Berfungsi

Sebagai Obat, Menteri Kesehatan melakukan pengendalian dan

pengawasan dengan:

a) Menunjuk BUMN, BUMD dan/atau Badan Usaha Milik Swasta; atau


b) Menugaskan BUMN yang bergerak di bidang farmasi.

Penunjukan atau penugasan ini dilakukan berdasarkan Keputusan

Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007. Dalam ketentuan ini dikenal

adanya metoda pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya

yaitu: metoda pelelangan umum; metoda pelelangan terbatas; metoda

pemilihan langsung; dan metoda penunjukan langsung.

10
Pekerjaan pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat

kesehatan dalam rangka menjamin ketersediaan obat merupakan salah satu

jenis kegiatan pengadaan barang/jasa khusus sehingga memenuhi kriteria

untuk dilaksanakan dengan menggunakan metoda penunjukan langsung.

Selain pengaturan menurut Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun

2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95

Tahun 2007, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan

obat dan perbekalan kesehatan sebagaimana disebutkan dalam Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang

Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk

Pelayanan Kesehatan Dasar, yaitu:

a) Kriteria obat dan perbekalan kesehatan

meliputi kriteria umum dan persyaratan umum. Kriteria umumnya

yaitu obat termasuk dalam daftar obat pelayanan kesehatan dasar

(PKD), obat program kesehatan, obat generic yang tercantum dalam

Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku, telah

memiliki izin edar atau Nomor Registrasi dari Depkes/Badan POM,

batas kadaluwarsa pada saat diterima oleh panitia penerimaan minimal

24 (dua puluh empat) bulan kecuali untuk vaksin dan preparat biologis

yang memiliki ketentuan kadaluwarsa tersendiri, memiliki Sertifikat

Analisa dan Uji Mutu yang sesuai dengan Nomor Batch masing-

masing produk, serta diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki

11
sertifikat CPOB untuk masing-masing jenis sediaan yang dibutuhkan.

Sementara untuk mutu harus sesuai dengan persyaratan mutu yang

tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir dan persyaratan

lain sesuai peraturan yang berlaku serta adanya pemeriksaan mutu

(Quality Control) oleh industri farmasi selaku penanggung jawab mutu

obat hasil produksinya.


b) Persyaratan pemasok, yaitu:
(1) Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang masih berlaku.
(2) Harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi yang memiliki

sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) bagi masing-

masing jenis sediaan obat yang dibutuhkan.


(3) Harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat.
(4) Pemilik dan atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggung jawab

Pedagang Besar Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan

atau tindakan yang berkaitan dengan profesi kefarmasian.


(5) Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan

masa kontrak.
c) Penilaian dokumen data teknis meliputi kebenaran dan keabsahan Surat

Ijin Edar (Nomor Registrasi) tiap produk yang ditawarkan, terdapat

fotokopi sertifikat CPOB untuk masing-masing jenis sediaan yang

dilegalisir oleh pejabat yang berwenang dari Industri Farmasi, terdapat

Surat Dukungan dari Industri Farmasi untuk obat yang diproduksi

dalam negeri yang ditandatangani oleh pejabat berwenang dari Industri

Farmasi (asli), terdapat Surat Dukungan dari sole agent untuk obat

yang tidak diproduksi di dalam negeri yang ditandatangani oleh

pejabat yang berwenang dari sole agent (asli), terdapat Surat

Pernyataan bersedia menyediakan obat dengan masa kadaluarsa

12
minimal 24 (dua puluh empat) bulan sejak diterima oleh panitia

penerimaan, serta Surat Keterangan (referensi) pekerjaan dari Instansi

Pemerintah/swasta untuk pengadaan obat.


d) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat dan perbekalan

kesehatan ditetapkan berdasarkan hasil analisa dari data sisa stok

dengan memperhatikan tingkat kecukupan obat dan perbekalan

kesehatan, jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun

anggaran, kapasitas sarana penyimpanan, dan waktu tunggu.


e. Pemantauan status pesanan dilakukan berdasarkan sistem VEN dengan

memperhatikan nama obat, satuan kemasan, jumlah obat diadakan,

obat yang sudah dan belum diterima.


f. Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan

oleh panitia penerima yang salah satu anggotanya adalah tenaga

farmasi. Pemeriksaan ini dilakukan secara organoleptik, dan khusus

untuk pemeriksaan label dan kemasan perlu dilakukan pencatatan

terhadap tanggal kadaluarsa, nomor registrasi dan nomor batch

terhadap obat yang diterima.

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa pengadaan obat di

Puskesmas harus melalui prosedur yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Selain itu pengadaan obat di Puskesmas

juga harus melalui standar dan prosedur yang detail guna menjaga kualitas

obat. Hal ini dilakukan untuk menjamin perbekalan obat yang tepat sesuai

dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar.

F. Kesimpulan

13
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Perencanaan obat di Puskesmas dilakukan untuk menetapkan jenis dan

jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan

pelayanan kesehatan dasar dengan tahapan sebagai berikut:

a) Tahap pemilihan obat, yaitu menggunakan Obat Generik.


b) Tahap kompilasi pemakaian obat.
c) Tahap perhitungan kebutuhan obat.
d) Tahap proyeksi kebutuhan obat.
e) Tahap penyesuaian rencana pengadaan obat.

2. Tahap pengadaan obat di Puskemas meliputi:

a. Pemilihan penyedia obat dengan salah satu cara: pelelangan umum,

pelelangan terbatas, pemilihan langsung; atau metoda penunjukan

langsung.

b. Pengadaan obat dilakukan dengan memperhatikan Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman

Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk

Pelayanan Kesehatan Dasar, yaitu:

a) Obat harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan.


b) Pemasok harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, yaitu:
(1) Memiliki izin Pedagang Besar

Farmasi (PBF) yang berlaku.


(2) Memiliki sertifikat CPOB (Cara

Pembuatan Obat Yang Baik) bagi masing-masing jenis sediaan

obat yang dibutuhkan.


(3) Memiliki reputasi yang baik

dalam bidang pengadaan obat.

14
(4) Pemilik dan atau

Apoteker/Asisten Apoteker penanggung jawab Pedagang Besar

Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan

yang berkaitan dengan profesi kefarmasian.


(5) Mampu menjamin

kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa kontrak.


c) Lolos penilaian dokumen tiap produk yang ditawarkan.
d) Memenuhi waktu pengadaan dan kedatangan obat.
e) Status pesanan bisa dipantau berdasarkan sistem VEN.
f. Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan

dilakukan oleh panitia penerima.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Boekitwetan, P., 1997, “Pemahaman Rekam Medik Rumah Sakit”, Majalah


Ilmiah FK. Universitas Trisakti, Volume 16, No. 1, pp. 1675-1685.

M.S., Subagya, 1994, Manajemen Logistik, Cetakan Keempat, PT Gunung Agung,


Jakarta.

Rivai, Frida, 2004, Manajemen Logistik, Universitas Indonesia, Jakarta.

S.T.A.W., Miranda, 2005, Manajemen Logistik dan Supply Chain Management,


Harvarindo, Jakarta.

B. Peraturan Perundang-undangan

Departemen Kesehatan RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


128/Menkes/SK/II/2004.

Departemen Kesehatan RI, 2006, Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas.

C. Jurnal/Artikel

15
Djoko Luknanto, ”Modul Kebijakan & Ketentuan Umum Pengadaan
Barang/Jasa”, http://luk.staff.ugm.ac.id, diakses pada tanggal 2 Mei 2015.

Umi Athijah, dkk, 2010, “Perencanaan dan Pengadaan Obat di Puskesmas


Surabaya Timur dan Selatan”, Jurnal Farmasi Indonesia,Vol. 5 No. 1
Januari 2010, pp. 15 -23.

16

Anda mungkin juga menyukai