Pedoman Internal Hiv/Aid'S Uptd Puskesmas Cibitung: Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi
Pedoman Internal Hiv/Aid'S Uptd Puskesmas Cibitung: Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi
DINAS KESEHATAN
KABUPATEN SUKABUMI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, atas segala rahmat
dan hidayahNya, sehingga penyusunan Pedoman Program Pengendalian Malaria
dapat diselesaikan dengan baik.
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita,
ibu hamil. Selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat
menurunkan produktivitas kerja.
Pengendalian malaria dilakukan secara komprehensif dengan upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif, hal ini bertujuan untukmenurunkan angka kesakitan
dan kematian serta mencegah KLB.Untukmencapai hasil yang optimal dan berkualitas
upaya tersebut harus dilakukan terintegrasi dengan layanan kesehatan dasar dan
program lainnya.Penitikberatan pada penatalaksanaan kasus malaria yang berkualitas
diharapkan akan memberikan kontribusi langsung upaya menuju bebas malaria di
Indonesia.
Pedomam Program Pengendalian Penyakit malaria ini merupakan acuan bagi
petugas kesehatan di Puskesmas Cibitung dalam melaksanakan pencegahan dan
pengendalian penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas.
Kami menyadari bahwa pedoman pelayanan ini masih jauh kesempurnaaan dan
masih banyak kekurangan, untuk itu masukan dan saran sangat kami harapkan untuk
kesempurnaannya dimasa yang akan datang.
Harapan kami semoga Pedoman ini dapat bermanfaat bagi para petugas
kesehatan dalam melaksanakan pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
malaria di Puskesmas Cibitung.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Sebagai pedoman dalam upaya pengendalian malaria menuju periode
mempertahankan eliminasi malaria di wilayah Kabupaten Sukabumi
khususnya di wilayah kerja Puskesmas Cibitung
2. Tujuan khusus
a. Menemukan kasus secara dini agar segera di lakukan pengobatan yang
cepat dan tepat sesuai standar,sehingga dapat menyembuhkan kasus dari
penyakitnya,dan mencegah terjadinya penularan.
b. Memantau fluktuasi malaria,MOPI (Monthly Parasite Incidence), kasus
pada bayi,kasus indigenous dan persentase P.falciparum pada daerah
dan waktu tertentu.
c. Alat bantu untuk menentukan musim penularan.
d. Menilai hasil kegiatan pengendalian di suatu wilayah.
e. Peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB (SKD-KLB).
C. SASARAN
1. Pengelola program malaria di puskesmas.
2. Pengelola program kesehatan yang lain dan lintas sektor terkait, dalam hal ini
Laboratorium, Surveilans, Kesling, Promkes dan sebagainya.
3. Pengambil kebijakan di provinsi, kabupaten/kota.
D. RUANG LINGKUP
Pedoman ini mencakup kebijakan manajemen dan teknis program dalam
upaya pengendalian malaria menuju eliminasi , bagi manajer program di semua
tingkatan ( Puskesmas, Kabupaten, Provinsi ). Pedoman ini di harapkan menjadi
acuan kepada :
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/kota
2. Kasubdin Provinsi dan kabupaten/kota
3. Kepala Bidang P2 Dinkes Provinsi dan Kabupaten/kota
4. Pengelola program
5. Kepala Puskesmas
6. Sector Swasta,LSM dan pihak lain yang terkait
E. BATASAN OPERASIONAL
Standar ketenagaan adalah menyangkut kebutuhan minimal dalam hal
jumlah dan jenis tenaga yang terlatih untuk terselenggaranya kegiatan
program malaria oleh suatu unit pelaksana kegiatan (UPK), Dinas kesehatan
maupun instansi terkait agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Penemuan kasus malaria adalah kegiatan rutin maupun khusus dalam
penemuan kasus malaria dengan gejala klinis antara lain demam, menggigil,
berkeringat, sakit kepala, mual atau muntah dan gejala khas daerah
setempat, melalui pengambilan sediaan darah (SD) dan pemeriksaan lainnya.
Penemuan kasus secara aktif (ACD) adalah petugas/ kader menemukan
kasus dengan mencari kasus secara aktif dengan mendatangi rumah
penduduk secara rutin dalam siklus waktu tertentu berdasarkan tingkat
insiden kasusmalaria di daerah tersebut.
Penemuan kasus secara pasif (PCD) adalah upaya menemukan kasus yang
dating berobat di unit pelayanan kesehatan (UPK) dnegan pengambilan SD
tebal terhadap semua kasus malaria suspek dan kasus gagal pengobatan.
Malariometric Survey (MS) adalah kegiatan untuk mengukur endemisitas dan
prevalensi malaria di suatu wilayah.
Mass fever survey (MFS) merupakan kegiatan pengambilan sediaan darah
(mikroskopis atau RDT) pada semua orang yang menunjukkan gejala demam
disuatu wilayah yang diikuti dengan pemberian obat malaria terhadap kasus
yang positif (Mass Fever Treatment/MFT), sesuai dengan jenis plasmodium
yang ditemukan.
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh
parasit plasmodium yang menginfeksi eritrosit (sel darah merah). Parasit ini di
tularkan dari orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Surveilans migrasi adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-orang yang
menunjukkan suspek malaria yang datang dari daerah endemis malaria
F. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang kesehatan no. 4 tahun 1984 tentang wabah.
2. Undang-undang kesehatan no, 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
3. PP no. 40 tahun 1991 tentang penanggulangan wabah penyakit menular.
4. Keputusan menteri kesehatan no.99a/Menkes/SK/III/1982 tanggal 12 maret
1982 tentang berlakunya system kesehatan nasional
5. Keputusan menteri kesehatan RI no. 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang
pedoman penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
6. Keputusan menteri kesehatan RI no.1647/Menkes/SK/XII/2005 tentang
pedoman jejaring pelayanan Laboratorium kesehatan.
7. Permenkes no 1575/MENKES/PER/XI/2005 tentang organisasi dan tata kerja
departemen kesehatan sebagaimana telah di ubah dengan peraturan
menteri kesehatan no. 1295/Menkes/Per/XII/2007.
8. Keputusan menteri kesehatan RI no. 41/Menkes/SK/I/2007 tentang pedoman
penatalaksanaan kasus malaria.
9. Keputusan menteri kesehatan RI no. 042/Menkes/SK/I/2007 tentang
pengobatan malaria.
10. Keputusan menteri kesehatan RI no. 043/Menkes/SK/I/2007 tentang
pedoman pelatihan malaria.
11. Peraturan menteri kesehatan no. 275/MENKES/III/2007 tentang surveilans
malaria.
12. Keputusan menteri kesehatan RI no. 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang
eliminasi malaria di Indonesia.
13. Permenkes no. 161/MENKES/PER/I/2010 tentang registrasi tenaga
kesehatan
14. Peraturan menteri kesehatan no. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang jenis
penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya
penanggulangan.
15. Surat edaran menteri dalam negeri no 443.41/465/SJ tahun 2010 tentang
pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Indonesia.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Pendayagunaan tenaga malaria meliputi penyebaran yang merata dan
berkeadilan,
Pemanfaatan, dan pengembangan termasuk peningkatan karirnya.
Pendayagunaan tenaga malaria di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan
kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), perlu memperoleh
perhatian khusus. Pengembagan tenaga malaria dilakukan melalui peningkatan
motivasi tenaga malaria untuk mengembangkan diri, dan mempermudah
memperoleh akses terhadap pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan.
Peningkatan pelatihan tenaga malaria dilakukan melalui pengembangan
standar pelatihan tenaga malaria guna memenuhi standar kompetensi yang
diharapkan pelayanan kesehatan kepada seluruh penduduk Indonesia.
Prinsip pendayagunaan tenaga malaria adalah :
1. Merata, serasi, seimbang (pemerintah, swasta, masyarakat) local maupun
pusat.
2. Pemerataan : keseimbangan hak dan kewajiban
3. Pendelegasian wewenang yang proporsional.
C. JADWAL KEGIATAN
STANDAR FASIITAS
A. STANDAR FASILITAS
TATALAKSANA PELAYANAN
BENTUK KEGIATAN
Rincian Kegiatan :
Semua kasus suspek malaria dan gagal pengobatan yang dating ke
puskesmas
diambil sediaan darahnya. Bila hasilnya positif diberikan pengobatan
sesuai
jenis plasmodiumnya. Kasus gagal pengobatan apabila SDnya masih
positif
diberi pengobatan lini berikutnya.
Di daerah endemis malaria, dilakukan pemeriksaan limpa untuk semua
kasus
umur 2-9 tahun yang dating ke puskesmas untuk mengumpulkan data
jumlah
kasus dengan pembesaran limpa per desa dalam rangka skrining
lokasi desa
indeks malariometric survey (MS) dasar.
Setiap puskesmas di daerah endemis malaria harus mempunyai
fasilitas laboratorium mikroskopdan petugas mikroskop malaria.
Apabila di wilayah tersebut tidak ada JMD maka jumlah SD yang
dikumpulkan melalui kagiatan PCD tidak boleh < 5% dari penduduk
cakupan pukesmas per tahun.
c. Mass fever survey (MFS)
Merupakan kegiatan pengambilan sediaan darah (mikroskopis atau RDT)
pada
semua orang yang menunjukkan gejala demam disuatu wilayah yang
diikuti dengan pemberian obat malaria terhadap kasus yang positif (Mass
Fever Treatment/MFT), sesuai dengan jenis plasmodium yang ditemukan.
Tujuan :
Memastikan bahwa desa yang kasusnya nol atau rendah, memang
benar-benar telah mempunyai tingkat transmisi yang rendah
Mengintensifkan pencarian dan pengobatan kasus agar reservoir
parasit di lapangan dapat dikurangi. Hal ini dilakukan bila ACD,
PCD dan penyelidikan epidemiologi tidak berhasil menurnkan
kasus.
Criteria pelaksanaan :
MFS konfirmasi
Dilakukan pada saat puncak fluktuasi kasus malaria dan bila hasil
pemantauan SKD menunjukkan tidak ada kecenderungan kenaikan
kasus di daerah.
MFS khusus
Dilakukan sebelum puncak fluktuasi untuk mencegah KLB (SKD
KLB) dan bila pemantauan SKD bulanan ada kecenderungan
kenaikan kasus di desa focus.
d. Malariometric Survey (MS)
Adalah kegiatan untuk mengukur endemisitas dan prevalensi malaria di
suatu wilayah.
Tujuan :
Menentukan prevalensi malaria di suatu daerah.
Mendapatkan data dasar dan stratifikasi masalah malaria di suatu
wilayah, yaitu dengan membandingkan endemisitas dan prevalensi
malaria di beberapa daerah yang masing-masing mewakili suatu
daerah kesatuan epidemiologi yang berbeda sehingga dapat dibuat
peta endemisitas bagi wilayah tersebut.
Menilai hasil kegiatan dari program pemberantasan malaria di
suatu wilayah.
Untuk anak <5 tahun diagnosis menggunakan MTBS namun pada daerah
endemis rendah dan sedang ditambahkan riwayat perjalanan ke daerah
endemis dan transfusi sebelumnya. Pada MTBS diperhatikan gejala demam
dan atau pucat untuk dilakukan pemeriksaan sediaan darah. Diagnosis pasti
malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara
mikroskopis atau uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test = RDT).
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan fisik
- Sklera ikterik
C. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
D. Pengobatan malaria
Pengobatan malaria yang dianjurkan oleh program saat ini adalah dengan
ACT (Artemisinin Based Combination Therapy). Pemberian kombinasi ini
untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa
komplikasi diobati dengan ACT oral. Malaria berat diobati dengan injeksi
Artesunat atau Artemeter kemudian dilanjutkan dengan ACT oral. Disamping
itu diberikan primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal.
1. Pemantauan pengobatan
a. Rawat jalan
Pada kasus rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari 4, 7, 14,
21 dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara
mikroskopis. Apabila terdapat perburukan gejala klinis selama masa
pengobatan dan evaluasi, kasus segera dianjurkan dating kembali tanpa
menunggu jadwal tersebut diatas.
b. Rawat inap
Pada kasus rawat inap, evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari hingga
tidak ditemukan parasit dalam sediaan darah selama 3 hari berturut-turut,
dan setelahnya dievaluasi seperti pada kasus rawat jalan.
2. Pengendalian vector
Malaria merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang
dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologi dan social budaya. Jenis intervensi
pengendalian vector malaria yang dapat dilakukan berdasarkan hasil analisis
situasi :
a. Melakukan penyemprotan rumah dengan insektisida.
Penyemprotan rumah dengan insektisida adalah suatu cara pengendalian
vector dengan menempelkan racun serangga dengan dosis tertentu secar
merata pada permukaan dinding yang disemprot.
Tujuan : memutuskan rantai penularan dengan memperpendek umur
populasi, sehingga nyamuk yang muncul adalah populasi nyamuk muda
atau belum infektif (belum menghasilkan sporozoid di dalam kelenjar
ludahnya)
b. Memakai kelambu.
Memakai kelambu berguna untuk mencegah terjadinya penularan (kontak
langsung manusia dengan nyamuk) dan membunuh nyamuk yang
hinggap pada kelambu. Saat ini upaya pengendalian malaria
menggunakan kelambu berinsektisida (long lasting insectisidal
nets/LLINs) yang umur residu infektifnya relative lama yaitu lebih dari 3
tahun.
c. Malakukan larviciding
Kegiatan ini dilakukan antara lain dengan menggunakan jasad renik yang
bersifat pathogen terhadap larva nyamuk sebagai biosida seperti : Bacillus
thuringiensis subsp. Israelensis (Bti) dan larvisida Insect growth regulator
(IGR)
d. Melakukan penebaran ikan pemakan larva
Penebaran ikan merupakan upaya pengendalian larva secara biologi yang
menggunakan predator/pemangsa larva nyamuk. Pengendalian vector
jenis ini merupakan kegiatan yang ramah lingkungan.
LOGISTIK
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
BAB IX
PENUTUP