Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI

DI RUANG SERUNI A RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Tanggal 11 – 23 Februari 2019

Disusun oleh:

Firda Dwi Yuliana, S. Kep. 131823143032

Gaharuni Sahika M, S. Kep. 131823143033

Dewi Masruroh, S. Kep. 131823143034

Putri Dewi Suciningtyas, S. Kep. 131823143035

Ria Sabekti, S. Kep. 131823143036

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................


1.1 Latar Belakang Masalah ...............................................................................
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................
1.3 Tujuan ..........................................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
2.1 Konsep Teori Stroke Emboli ........................................................................
2.2 Konsep Teori Oksigenasi..............................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................................
3.1 S ...................................................................................................................
3.2 S ...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O²). Kebutuhan


fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan
untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak
mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat
diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal (Asmadi, 2008). Menurut Guyton
& Hall (2006), bahwa mekanisme dasar pernapasan meliputi: 1) ventilasi paru,
yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfir; 2) difusi dari
oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah; 3) transpor oksigen dan
karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel; 4) pengaturan
ventilasi (Priyanto, 2010).

Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang di gunakan


untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai organ atau sel. Dalam keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300
cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan
dalam mempertahakan kelangsungan metabolisme sel. Sehingga di perlukan
fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktifitas
mekanisme yang berperan dalam proses suplai O² ke seluruh tubuh dan
pembuangan CO² (hasil pembakaran sel) (Hidayat, 2006) .

Dalam kaitannya pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak terlepas dari


peranan fungsi sisitem pernafasan dan kardiovaskuler yang menyuplai kebutuhan
oksigen tubuh. Dan dalam implementasinya mahasiswa keperawatan diharapkan
lebih memahami tentang apa oksigenasi, bagaimana proses keperawatan pada
klien dengan gangguan oksigenasi dan bagaimana praktik keperawatan yang
mengalami masalah atau gangguan oksigenasi (Asmadi, 2008). Tidak adanya
oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami kemunduran
bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen
merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh (Fatwa,
2009). Adapaun beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi
meliputi: saraf otonomik, hormon dan obat, alergi pada saluran nafas,
perkembangan dan prilaku (Hidayat, 2006)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 2.1 Konsep Oksigenasi

2.1.1 Definisi Oksigenasi


Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
mendasar.Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur
vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
seluruh sel-sel tubuh ( Andarmoyo, sulistyo, 2012). Oksigen adalah salah satu
komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan
kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Oksigen akan digunakan dalam
metabolisme sel membentuk ATP (Adenosin Trifosfat) yang merupakan sumber
energi bagi sel tubuh agar berfungsi secara optimal. Terapi oksigen merupakan
salah satu terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi
oksigen adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah
sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada
miokardium( Potter & Perry, 2006).

2.1.2 Proses Terjadinya Oksigenasi


Menurut Potter & Perry (2006), ada tiga langkah dalam proses oksigenasi,
yakni : ventilasi, perfusi dan difusi.

1. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas kedalam dan keluar
paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan throak yang
elastic dan persarafan yang utuh. Otot pernapasan yang utama adalah
diagfragma(Potter & Perry, 2006). Ventilasi adalah proses keluar
masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya sekitar 500 ml. Udara
yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara
intrapleural lebih negative (752 mmHg) daripada tekanan atmofer (760
mmHg) sehingga udara akan masuk ke alveoli.
Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
a) Adanya konsentrasi oksigen di atmosfer.
b) Adanya kondisi jalan napas yang baik.
c) Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.
2. Difusi
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi
yang lebih tinggi kedaerah degan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi
gas pernafasan terjadi di membrane kapiler alveolar dan kecepatan difusi
dapat dipegaruhi oleh ketebalan membrane(Potter & Perry, 2006).
Proses difusi gas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a) Luasnya permukaan paru-paru.
b) Tebal membran respirasi/permeabilitas (epitel alveoli dan interstisial)
c) Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
d) Afinitas gas

3. Perfusi
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk
dioksigenasi, di mana pada sirkulasi paru adalah darah dioksigenasi yang
mengalir dalam arteri pulmonaris dri ventrikel kanan jantung. Darah ini
memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaran
oksigen dan karbon dioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru
merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan
dapat mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga dapat
dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan
darah sistemik.
Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya :
a) Kardiak output
b) Kondisi pembuluh darah
c) Latihan (exercise)
d) Hematokrit
e) Eritrosit dan kadar Hb

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi


Keadekuatan sirkulasi, ventelasi, perfusi, dan transport gas – gas pernapasan
kejaringan dipengaruhi oleh empat tipe factor :
1. Faktor fisiologis
Tabel 1. Proses Fisiologis yang Mempengaruhi Oksigenasi (Potter & Perry,
2006)

PROSES PENGARUH PADA OKSIGENASI

Anemia Menurunkan kapasitas darah yang


membawa oksigen

Racun inhalasi Menurunkan kapasitas darah yang


membawa oksigen

Obstruksi jalan nafas Membatasi pengiriman oksigen yang


diinspirasi ke alveoli

Dataran tinggi Menurunkan konsentrasi oksigen


inspirator karena konsentasi oksigen
atmosfer yang lebih rendah.

Demam Meningkatkan frekuensi metabolism


dan kebutuhan oksigen di jaringan.

Penurunan pergerakan dinding dada Mencegah penurunan diafragma dan


(kerusakan muskulo) menurunkan diameter anteroposterior
thoraks pada saat inspirasi,
menurunkan volume udara yang
diinspirasi.
Adapun kondisi yang mempengaruhi gerakan dinding dada :
a. Kehamilan
Ketika fetus mengalami perkembangan selama kehamilan, maka uterus
maka uterus yanb berukuran besar akan mendorong isi abdomen ke atas
diagfragma.
b. Obesitas
Klien yang obese mengalami penurunan volume paru. Hal ini
dikarenakan thorak dan abdomen bagian bawah yang berat.
c. Kelainan musculoskeletal
Kerusakan muskulosetal di region thorak menyebabkan penurunan
oksigenasi.
d. Trauma
e. Penyakit otot
f. Penyakit system persarafan
g. Perubahan system saraf pusat
h. Pengaruh penyakit kronis.
i. Faktor Perkembangan
1) Bayi Prematur
Bayi premature : berisiko terkena penyakit membrane hialin, yang
diduga disebabkan defisiensi surfaktan.
2) Bayi dan Todler
Bayi dan toddler : berisiko mengalami infeksi saluran pernafasan
atas (ISPA) hasil pemaparan dari anak-anak lain dan pemaparan
asap dari rokok. Selain itu, selama proses pertumbuhan gigi,
beberapa bayi berkembang kongesti nasal yang memungkinkan
pertumbuhan bakteri dan meningkatkan potensi terjadinya ISPA.
ISPA yang sering doalami adalah nasofaringitis, faringitis,
influenza, dan tonsillitis.
3) Anak usia sekolah dan remaja
Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernapasan dan
factor-faktor resiko pernafasan, misalnya asap rokok dan merokok.
4) Dewasa muda dan dewasa pertengahan
Individu pada usia pertengahan dan dewasa muda terpapar pada
banyak factor resiko kerdiopulmonar seperti diet yang tidak sehat,
kurang latihan fisik, obat-obatan.
5) Lansia
Kompliansi dinding dada menurun pada klien lansia yang
berhubungan dengan osteoporosis dan kalsifikasi tulang rawan
kosta. Otot – otot pernapasan melemah dan sirkulsi pemubuluh
darah pulmonar menurun.
2. Faktor Perilaku
a. Nutrisi
Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonar dalam beberapa cara.
Klien yang mengalami kekurangan gizi mengalami kelemahan otot
pernafasan. Kondisi ini menyebabkan kekekuatan otot dan kerja
pernapasan menurun.
b. Latihan Fisik
Latihan fisik meningkatkan aktivitas metabolism tubuh dan kebutuhan
oksigen. Frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat,
memampukan individu untuk mengatasi lebih banyak oksigen dan
mengeluarkan kelebihan karbondoksida.
c. Merokok
Dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit jantung,
penyakit paru obstrukti kronis, dan kanker paru.
d. Penyalahgunaan Substansi
Penggunaan alcohol dan obat-obatan secara berlebihan akan
menggganggu oksigenasi jaringan. Kondisi ini sering kali memiliki
asupan nutrisi yang buruk.Kondisi ini menyebabkan penurunan asupan
makanan kaya gizi yang kemudian menyebabkan penurunan prosuksi
hemoglobin.
3. Faktor Lingkungan
Ansietas
Keadaan yang terus-menerus pada insietas beat akan meningkatkan laju
metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen akan meningkat(Potter &
Perry, 2006).
2.1.4 Perubahan Fungsi Pernapasan
Perubahan dalam fungsi pernapasan disebabkan penyakit dan kondisi-kondisi
yang mempengaruhi ventelasi dan transport oksigen.
1. Hiperventilasi
Hiperventilasi meerupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebihan yang
dibutuhkan untuk mengeleminasi kerbondioksida normal di vena yang
diproduksi melalui metabolism seluler. Hieprventilasi bisa disebabkan
oleh ansietas, infeksi, obat-obatan, ketidakseimbangan asam-basadan
hipoksia yang dikaitkan dengan embolus paru atau syok. Hiperventilasi
juag dapat ketika tubuh berusaha mengompensasi asidosis metabolic
dengan memproduksi alkalosis repiratorik. Tanda dan gejala hiperventilasi
adlaah takikardi, nafas pendek, nyeri dada, pusing, disorientasi, tinnitus
dan penglihatan yang kabur.
2. Hipoventilaasi
Terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh atau mengeliminasi karbon dioksida secara adekuat. Tanda
dan gejala hipoventilasi adalah pusing, nyeri kepala, letargi, disorientasi,
koma dan henti jantung. Terapi umtuk penanangan hiperventilasi dan
hipoventilasi dimulai dengan mengobati penyebab yang mendasaro
gangguan tersebut, kemudian ditingkatkan oksigenasi jaringan, perbaikan
fungsi ventilasi, dan upaya keseimbangan asam basa.
3. Hipoksia
Hipoksia adalah oksigenasi yang tidak adekuat pada tingkat jaringan
Kondisi ini terjadi akibat defesiensi pengahantaran oksigen atau
penggunaan oksigen diseluler. Hipoksia disebabkan oleh penuruanan kadar
hemoglobin dan penuruna kapasitas darah yang membawa oksigen,
penuruan konsentrasi oksigen yang diinspirasi, ketidakmampuan jaringan
untuk mengambil oksigen dari darah seperti terjadi pada kasus keracunan
sianida. Penurunan difusi oksigen dari alveoli ke darah, seperti terjadi pada
pada kasus
2.1.5 Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Saat melakukan inspeksi perawat melakukan oservasi dari ujung kepala
sampai kaki klien untuk mengkaji kulit dan warna membarn mukosa,
penampilan umum, tingkat kesadaran, keadekuatan sirkulasi sistemik, pola
pernapasan dan gerakan dinding dada.
2. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji beberapa daerah. Dengan palpasi, jenis
dan jumlah kerja thorak, daearah nyeri, tekan dapat diketahui dan perawat
dapat mengidentifikasi taktil fremitis, getaran dada, angkatan dada dan
titik impuls maksimal.
3. Perkusi
Perkusi adalah tindakan mengetuk-ngetuk suatu objek untuk menentukan
adanya udara, cairan, atau benda padat di jaringan yang berada di bawah
objek tersebut.
4. Auskultasi
Penggunaan auskultasi memampukan perawat mengidentifikasi bunyi paru
dan jantung yang normal maupun yang tidak normal.
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektrokardiogram
Elektrokardiogram ( EKG ) menghasilkan rekaman grfaik aktivitas listrik
jantung, mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik jantung.
2. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas
secara efisien.
3. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
4. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
5. Pemeriksaan sinar x dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses
abnormal.
6. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda
asing yang menghambat jalan nafas.
2.1.7 Tindakan Penanganan
1. Pemantauan hemodinamika
2. Pengobatan bronkodilator
3. Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian medikasi oleh dokter,
misal: nebulizer, kanula nasal, masker untuk membantu pemberian oksigen
jika diperlukan
4. Penggunaan ventilator mekanik
5. Fisioterapi dada.
3. 2.2 Konsep Penyakit

2.2.1 Definisi Stoke


Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak
secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health Organization
[WHO], 2014). Stroke adalah suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang
mengalami kelumpuhan atau kematian karena terjadinya gangguan perdarahan di
otak yang menyebabkan kematian jaringan otak (Batticaca, 2009). Stroke terjadi
akibat pembuluh darah yang membawa darah dan oksigen ke otak mengalami
penyumbatan dan ruptur, kekurangan oksigen menyebabkan fungsi control
gerakan tubuh yang dikendalikan oleh otak tidak berfungsi (American Heart
Association [AHA], 2015)

Stroke di bagi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu :


a. Stroke hemoragi
Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau
perdarahan subarakhniod karena pecahnya pembuluh darah otak pada
area tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak (AHA, 2015).
Perdarahan yang terjadi dapat menimbulkan gejala neurologik dengan
cepat karena tekanan pada saraf di dalam tengkorang yang ditandai
dengan penurunan kesadaran, nadi cepat, pernapasan cepat, pupil
mengecil, kaku kuduk, dan hemiplegia (Sylvia, 2005 ; Yeyen, 2013).
b. Stroke Iskemik
Merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran
darah otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan
hipoksia pada otak dan tidak terjadi perdarahan (AHA, 2015).
Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh trombus (bekuan) yang
terbentuk di dalam pembuluh otak atau pembuluh organ selain otak
(Sylvia, 2005). Stroke ini ditandai dengan kelemahan atau hemiparesis,
nyeri kepala, mual muntah, pendangan kabur, dan disfagia (Wanhari,
2008 dalam Yeyen, 2013).
2.2.2 Penyebab Stroke
Menurut Smeltzer dan Bare (2012) stroke biasanya diakibatkan oleh salah
satu dari empat kejadian dibawah ini, yaitu :
a. Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau
leher. Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis, yang
adalah penyebab paling umum dari stroke. Secara umum, trombosis
tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia, atau paresthesia pada setengah tubuh dapat mendahului
paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa
ke otak dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya menyumbat
arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi
serebral (Valante et al, 2015).
c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama
karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak
(Valante et al, 2015).
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Klien
dengan perdarahan dan hemoragi mengalami penurunan nyata pada
tingkat kesadaran dan dapat menjadi stupor atau tidak responsif.
Akibat dari keempat kejadian di atas maka terjadi penghentian suplai
darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau
permanen fungsi otak dalam gerakan, berfikir, memori, bicara, atau
sensasi.
2.2.3 Penatalaksanaan
a. Fase akut
Fase akut stroke berakhir 48 sampai 72 jam. Klien yng koma pada saat
masuk dipertimbangkan memiliki prognosis buruk. Sebaliknya klien sadar
penuh mempunyai prognosis yang lebih dapat diharapkan. Prioritas dalam
fase akut ini adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang baik
(Smeltzer dan Bare, 2012).
b. Fase rehabiliasi
Fase rehabilitasi stroke adalah fase pemulihan pada kondisi sebelum
stroke. Program pada fase ini bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas
fungsional klien stroke, sehingga mampu mandiri dalam melakukan
aktivitas sehari-hari adekuat (Smeltzer dan Bare, 2012).

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA: Tn. M
DENGAN DIAGNOSA MEDIS: Stroke Embolik Transfomasi Hemoragik +
HAP
DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN: Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

DI RUANG: Seruni A RSUD Dr. Sutomo Surabaya

TANGGAL: 18 Februari 2019

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Tn. M
Umur : 67 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki – laki
Status : Kawin
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Pensiunan
Suku Bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Surabaya
Tanggal Masuk : 11 Februari 2019
Tanggal Pengkajian : 19 Februari 2019
No. Register : 12.02.62.**
Diagnosa Medis : Stroke Embolik Transfomasi Hemoragik + HAP

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. M
Umur : 40 Tahun
Hub. dengan Klien : Anak
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Surabaya

2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama:
Saat MRS : penurunan kesadaran sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit,
saat bangun tidur pasien susah untuk diajak berkomunikasi
Saat ini : Penurunan kesadaran

2) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya


Langsung di bawa ke RS Dr Soetomo

b. Status Kesehatan Masa Lalu


1) Penyakit yang pernah dialami
Klien mempunyai riwayat stroke, hipertensi, dan hiperkolesterolemia
Pernah dirawat :Klien pernah dirawat di RS PHC Surabaya karena penyakit
stroke ± 2 bulan yang lalu
Alergi :Klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat,
makanan ataupun yang lainnya.
2) Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)
Keluarga klien mengatakan, klien merokok kurang lebih 1 hari menghabiskan
satu bungkus rokok (12 batang) klien merokok sejak berusia kurang lebih 17
tahun dan konsumsi kopi kurang lebih 4 gelas dalam sehari.

3) Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga mengatakan, dalam keluarga besar tidak ada yang menderita
penyakit serupa, namun ayah dari klien menderita hipertensi.

4) Diagnosa Medis dan Terapi


Diagnosa medis : Stroke, hipertensi, dan hiperkolesterolemia
Terapi : Konsumsi rutin aspilet, bisoprolol. Konsumsi simvastatin saat terjadi
hiperkolesterolemia

3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


a. Pola Bernapas
Sebelum sakit :Tidak ada gangguan
Saat sakit S: keluarga mengatakan klien sering tampak sesak dan
napas terdengar seperti berkumur
O: RR 26x/menit, pernapasan dangkal, terdapat suara nafas
ronkhi di lobus paru kiri, klien tidak bisa batuk spontan,
terpassang nasal canul 4lpm.

b. Pola makan-minum
Sebelum sakit :Keluarga klien mengatakan, klien makan dalam sehari bisa
3-4x dengan porsi dewasa.
Saat sakit S: Keluarga mengatakan, klien makan melalui selang NGT
sesuai diet dari rumah sakit.
O: Terpasang selang NGT di lubang hidung sebelah kiri.
c. Pola Eliminasi
Sebelum sakit :Keluarga mengatakan,klien BAK kurang lebih 5x dalam
sehari dan BAB 1x dalam klien normal dan tanpa keluhan.
Saat sakit S: Keluarga klien mengatakan klien BAK sehari kurang
lebih 3x dengan volume kurang lebih 500 s.d 750 cc/ hari
warna kuning pekat, menggunakan selang kateter, BAB 1x
sehari dengan konsentrasi cair.
O: terpasang cateter urin.
d. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit :keluarga mengatakan klien dapat beraktivitas mandiri
tanpa bantuan
Saat sakit S: keluarga mengatakan selama sakit semua keperluan
dibantu oleh istri dan anaknya.
O: penurunan kesaran GCS:
e. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit :keluarga mengatakan klien sering begadang, tidur biasanya
diatas jam 12 malam dan bangun subuh, jarang tidur siang.
Saat sakit S: Keluarga mengatakan, selama sakit klien lebih banyak
tidur.
O: klien mengalami penurunan kesadaran, klien ampak
sering tidur
f. Pola Berpakaian
Sebelum sakit :Keluarga mengatakan,klien dapat berpakaian secara
mandiri tanpa bantuan, dapat memilih pakaian sendiri,
dapat memadukan warna pakaian dan jenis pakaian sesuai
dengan kegiatan yang akan dilakukan
Saat sakit S: Keluarga Mengatakan klien berpakaian dibantu oleh istri
dan anaknya

g. Pola rasa nyaman


Sebelum sakit : Tidak ada gangguan
Saat sakit S: keluarga mengatakan klien sering bergerak-gerak sampai
selang infus dan Ngt pernah lepas
O: klien tampak gelisah

h. Pola Aman
Sebelum sakit : Klien dapat beraktivitas dan berjalan secara mandiri
Saat sakit : Skor resiko jatuh 45
No Pengkajian Skala Nilai
1 Riwayat jatuh yang baru/dalam 3 bulan terakhir Tidak = 0
0
Ya = 25
2 Alat bantu jalan
Bedrest dibantu perawat 0
0
Penopang, tongkat/walker 14
Furniture 30
3 Memakai terapi heparin lock/IV Tidak = 0
25
Ya = 25
4 Cara berjalan/berpindah
Normal/bedrest/imobilisasi 0
10
Lemah 10
Terganggu 20
5 Status mental
0
Orientasi sesuaikan kemampuan diri 15
15
Lupa keterbatasan diri
JUMLAH 45 = RESIKO SEDANG
i. Pola Kebersihan Diri
Sebelum sakit :keluarga mengatakan, klien mandi 2x sehari pagi dan sore
mandi tanpa bantuan orang lain.
Saat sakit S: keluarga mengatakan klien selama sakit belum pernah
mandi, hanya di sibin oleh istrinya
O:klien tampak berminyak mulut dan gigi kotor.
j. Pola Komunikasi
Sebelum sakit :keluarga mengatakan klien berkomunikasi menggunakan
bahasa Jawa dan Indonesia
Saat sakit S: keluarga mengatakan bicara klien tidak jelas, lebih
banyak menggunakan isyarat.
O: klien tampak gelisah dan bicara tidak jelas.
k. Pola Beribadah
Sebelum sakit :Keluarga mengatakan klien melakukan sholat wajib 5
waktu, terkadang di masjid dan terkadang di rumah
Saat sakit : Keluarga mengatakan klien tidak melakukan sholat wajib
5 waktu karena tidak sadar dan suli diajak berkomunikasi.
l. Pola Produktifitas
Sebelum sakit : keluarga mengatakan sebelum sakit klien mampu
melakukan pekerjaan sendiri, klien sering membantu pekerjaan rumah seperi
menyapu, mengepel dan membersihkan rumput.
Saat sakit S: keluarga mengatakan klien tidak mampu bekerja
O: klien tampak lemas, ada penurunan kesadaran GCS : E:3
V:2 M:4

4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum :
b. Tingkat kesadaran : somnolen
c. GCS : Eye: 3 Verbal: 2 Motoric:4
d. Tanda-tanda Vital :
Nadi = 101x/m ; Suhu =38°C ; TD =120/90mmHg ; RR= 26 x/m ;SpO2
= 98 %

e. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher :
Kepala : bentuk kepala mesocephal
Mata :konjungtiva anemis
Hidung :tidak terdapat polip, tepasang selang naso gastric tube di lubang
hidung sebelah kiri, hidung tampak kotor.
Telinga :liang telinga kotor, daun telinga kotor
Mulut :mukosa bibir kering, ada caries gigi, lidah kotor, tidak ada
sariawan.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

2) Dada
Paru
Inspeksi : Simetris, yaitu penampang anterior posterior : lateral 2:1
pergerakan dada saat ekspirasi dan inspirasi simetris klien
menggunakan otot bantu pernafasan, bentuk datar, terdapat
retraksi dinding dada kanan-kiri, tidak terdapat jejas.
Palpasi :Tractile fremitus tidak terkaji.
Perkusi :hipersonor pada lapang paru kiri, Sonor pada kedua
lapang paru kanan.
Auskultasi :terdapat ronchi di lapang paru kiri.
Jantung
Inspeksi :Ictus cordis tampak pada intercosta ke 5 midclavikula
sinistra
Palpasi :Teraba ictus cordis di ICS 5 pada midclavicula sinistra
Perkusi : pekak pada intercosta 2 sampai intercosta 5
Auskultasi :BJ I dan II reguler, tidak ada bunyi jantung tambahan.
3) Abdomen
Inspeksi : Abdomen , dan tidak terdapat lesi
Auskultasi : Peristaltik usus 10x / menit BU normal (+) 5
Perkusi : Terdengar suara timpani
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan di semua region
4) Genetalia : daerah genetalia bersih, terpasang dowr cateter.
5) Integumen: akral panas (38oC), lembab dan tidak bersisik, kulit bewarna
sawo matang, teraba panas.
6) Ekstremitas
 Atas: Tangan kiri terpasang infus NaCl 0,9 % 14 tts/menit, IV cath no 22.
Kekuatan otot tangan kanan 3, kekuatan otot kiri 0
 Bawah : Kekuatan otot kaki kanan 3, otot kaki kiri 0
7) Neurologis
 Status mental dan emosi: Klien mengalami penurunan kesadaran
(somnolen)
 Pengkajian saraf kranial: GCS EMV = 342
 Pemeriksaan refleks:
Refleks babinski -/+
Reflek cahaya +
Reflek kornea +
8) Pemeriksaan Penunjang
 Data laboratorium yang berhubungan
Pemeriksaan darah kimia (15 Februari 2019)
SGOT = 19 U/L ; SGPT = 35 U/L ; BUN = 20 mg/dL ; Kreatinin serum
= 1,78 mg/dL ; Natrium = 140 mmol/l ; Klorida = 108 mmol/l

BGA (15 Februari 2019)


PH = 7,37 ; PCO2 = 27 mmHg ; PO2: 193 mmHg ; HCO3: 15,6 mmol/l
 Pemeriksaan CT Scan (16 Februari 2019)
Kesimpulan:
Dari sub-akut tromboemboli menjadi kronik tromboemboli. Infark
cerebral cortical, subcortical, lobus parientalis kanan. Disertai trasformasi
hemoragik dengan densitas relatif berkurang
Brain atrophy
5. ANALISA DATA
INTERPRETASI
No DATA MASALAH
(Sesuai dengan patofisiologi)
1. DS: keluarga mengatakan Emboli Bersihan jalan nafas
klien sering tampak sesak tidak efektif (D.0001)

dan napas terdengar seperti
berkumur. Menyumbat pembuluh darah

DO: ↓

- Klien tidak bisa batuk Suplai darah ke otak turun


spontan
- Terdapat suara ronkhi ↓

di lapang paru kiri Suplai oksigen ke otak turun


- Pernapasan dangkal
- Terpasang O2 nasal

kanul 4 lpm,
- RR: 26 x/m, SpO2: Penurunan kesadaran
98%

Hipersekresi mukus

Secret menumpuk di jalan napas


(sekresi tertahan)

Ronkhi(+)

Bersihan jalan nafas tidak efektif


INTERPRETASI
No DATA MASALAH
(Sesuai dengan patofisiologi)
2. DS: - Emboli Gangguan pertukaran
gas (D. 0003)
DO: ↓

- Terdapat suara ronkhi Menyumbat pembuluh darah


di lapang paru kiri
- Pernapasan dangkal ↓
- Kesadaran somnolen
- GCS EMV = 342 Suplai darah ke otak turun
- PaCO2 = 27 mmHg (↓)
(N: 35-45 mmHg) ↓
- PaO2: 193 mmH (N:
Suplai oksigen ke otak turun
80-100 mmHg)
- HCO3: 15,6 mmol/l (↓)

Penurunan kesadaran

Reflek batuk menuruni

Secret menumpuk di jalan napas

Membran alveolus dan kapiler


mengalami perubahan

Gangguan pertukaran gas

6. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN /MASALAH KOLABORATIF


BERDASARKAN PRIORITAS
TANGGAL /
TANGGAL
NO JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN TTD
TERATASI
DITEMUKAN
1 18 – 2 – 19 Bersihan jalan nafas tidak efektif -
09:00 WIB berhubungan dengan sekresi Perawat
tertahan dibuktikan dengan suara
nafas tambahan dan akumulasi
sputum
2 18 – 2 – 19 Gangguan pertukaran gas b.d -
09:00 WIB perubahan membran alveolus dan Perawat
kapiler dibuktikan dengan
menurunya tekanan parcial oksigen
darah arteri (PaO2)meningkatnya
PaCO2 dan adanya penurunan
kesadaran
7. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

HARI / NO RENCANA KEPERAWATAN


TTD
TANGGAL DX
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
Senin, 1 NOC: SIKI:
18 – 2 – 19 1. Managemen jalan nafas (I.01011) Perawat
Kepatenan jalan nafas (0410)
Monitor pola nafas (frekuensi dan kedalaman)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
Posisikan semi fowler (30-45 derajat)
24 Jam diharapkan jalan nafas klien paten dengan Berikan oksigen (4 lpm)
Kolaborasi pemberian bronkodilator salbutamol
kriteria hasil :
2,5 mg nebul selama ± 30 menit
- Frekuensi pernafasan klien dalam renang
2. Pemantauan respirasi (I. 01014)
normal ” 16-22x/menit” (041004) Monitor adanya sputum
- Tidak ada suara nafas tambahan (041007)
Monitor upaya napas
- Klien tidak lagi menggunakan otot bantu
Auskultasi bunyi pernapasan
pernafasan (041018)
3. Pencegahan aspirasi (I. 01018)
- Klien mampu batuk dengan efektif (041019)
Monitor tingkat kesaadaran, batuk, muntah
- Tidak ada lagi akumulasi spuntum (041020)
Periksa kepatenan selang nasogastrik
Senin, 2 NOC: SIKI:
18 – 2 – 19 Perawat
Perukaran Gas (0402) 1. Pemantauan respirasi (I. 01014)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Monitor adanya sputum
24 Jam diharapkan masalah gangguan pertukaran gas Monitor frekuensi irama kedalaman dan upaya
teratasi dengan kriteria hasil : napas
- Tekanan partial oksigen di darah arteri (PaO2) Auskultasi bunyi pernapasan
dalam rentang normal.(040208) Pemberian terapi oksigenasi
- Tekanan partial karbon diogsida di darah areri 2. Pencegahan aspirasi (I. 01018)
(PaCO2) dalam rentang normal (040209) Monitor tingkat kesaadaran, batuk, muntah
- PH arteri dalam rentang normal (040210)
Periksa kepatenan selang nasogastrik
- Klien mampu mempertahankan
3. Managemen asam basa (I.02036)
kesetimbangan ventilasi dan perfusi (040214)
- Tidak ada lagi gangguan kesadaran (040216) Monitor tingkat kesaadaran dan GCS)
Nilai Normal:
Monitor irama dan frekuensi jantung
PH = 7,35 – 7,45
PaCO2 = 35 – 45 mmHg Monitor perubahan PH, PaCO2 dan HCO3
PaO2 = 80 – 100 mmHg
Berikan oksigen nasal kanul 4 lpm
HCO3 = 22 – 26 mmol/l

8. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

TINDAKAN KEPERAWATAN
NO
NO HARI/ TGL/JAM TTD
DX
IMPLEMENTASI RESPON

1 Senin, Operan shift


Perawat
18 Februari 2019
07:30 WIB
07:30 WIB 1, 4 Memposisikan semi fowler DO = posisi klien semi fowler Perawat
07:30 WIB 1, 2 Memonitor adanya sputum DO = tidak ada sputum di mulut Perawat
07:30 WIB 1,2,4 Memberikan terapi oksigen nasal kanul 4 lpm DO = terapi oksigen nasal kanul terpasang
TINDAKAN KEPERAWATAN
NO
NO HARI/ TGL/JAM TTD
DX
IMPLEMENTASI RESPON

07:30 WIB 3 Memberikan terapi cairan Nacl 0,9 % 14 tpm DO = terapi Nacl 0,9 % terpasang Perawat
07:30 WIB 1, 2 Monitor adanya batuk, muntah dan kepatenan selang DO = tidak ada muntah, terkadang Perawat
NGT terpatuk – batuk. Letak selang NGT paten
08:00 WIB 1,2,4 Memonitor kesadaran DO = kesadaran somnolen GCS EMV 342 Perawat
08:00 WIB 1, 2 Memonitor frekuensi, kedalaman dan usaha napas DO = RR 24 x/menit, pernapasan dangkal, Perawat
usaha napas meningkat
12:00 WIB 3 Memonitor tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan TD = 131/82 mmHg, N = 104 x/menit, Perawat
Suhu = 380C, RR = 20 x/menit
12:15 WIB 3 Memonitor status hidrasi (kekuatan nadi, akral, crt, DO = nadi teraba kuat, akral panas, crt < 2 Perawat
kelembaban mukosa, turgor kulit) detik, mukosa bibir lembab, turgor kulit
bagus)
14:00 WIB 1 Memberikan terapi bronkoilator sabutamol 2,5 mg DO = terapi sabutamol 2,5 mg nebul Perawat
nebul selama 30 menit selama 30 menit terlaksana
2 Selasa, Operan shift Perawat
19 Februari 2019
14:00 WIB
14:00 WIB 1 Memberikan terapi bronkoilator sabutamol 2,5 mg DO = terapi sabutamol 2,5 mg nebul Perawat
nebul selama 30 menit selama 30 menit terlaksana
14:00 WIB 1,2 Monitor adanya batuk, muntah dan kepatenan selang DO = tidak ada muntah, terkadang Perawat
NGT terpatuk – batuk. Letak selang NGT paten
14:00 WIB 1,2 Memonitor adanya sputum DO = tidak ada sputum di mulut Perawat
14:00 WIB 1,2,4 Memonitor kesadaran DO = kesadaran somnolen GCS EMV 342 Perawat
TINDAKAN KEPERAWATAN
NO
NO HARI/ TGL/JAM TTD
DX
IMPLEMENTASI RESPON

14:00 WIB 3 Memberikan terapi cairan Nacl 0,9 % 14 tpm DO = terapi Nacl 0,9 % terpasang Perawat
14:00 WIB 1,2 Memonitor frekuensi, kedalaman dan usaha napas DO = RR 26 x/menit, pernapasan dangkal, Perawat
usaha napas meningkat
17:00 WIB 3 Memonitor tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan TD = 120/80 mmHg, N = 115 x/menit, Perawat
Suhu = 37,80C, RR = 20 x/menit
17:30 WIB 3 Memonitor status hidrasi (kekuatan nadi, akral, crt, DO = nadi teraba kuat, akral panas, crt < 2 Perawat
kelembaban mukosa, status hidrasi, turgor kulit) detik, mukosa bibir lembab, turgor kulit
bagus)
3 Rabu, Operan shift Perawat
20 Februari 2019
14:00 WIB
14:00 WIB 1,2,4 Memberikan terapi oksigen nasal kanul 4 lpm DO = terapi oksigen nasal kanul terpasang Perawat
14:00 WIB 3 Memberikan terapi cairan Nacl 0,9 % 14 tpm DO = terapi Nacl 0,9 % terpasang Perawat
14:00 WIB 1,2 Monitor adanya batuk, muntah dan kepatenan selang DO = tidak ada muntah, terkadang Perawat
NGT terpatuk – batuk. Letak selang NGT paten
14:00 WIB 1,2 Memonitor adanya sputum DO = tidak ada sputum di mulut Perawat
14:00 WIB 1 Mengauskultasi bunyi pernapasan DO = suara ronkhi di lapang dada kiri Perawat
14:00 WIB 1 Memberikan terapi bronkoilator sabutamol 2,5 mg DO = terapi sabutamol 2,5 mg nebul Perawat
nebul selama 30 menit selama 30 menit terlaksana
17:00 WIB 1,2,4 Memonitor tingkat kesadaran DO = kesadaran somnolen GCS EMV 342 Perawat
17:00 WIB 3 Memonitor tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan TD = 225/120 mmHg, N = 113 x/menit, Perawat
Suhu = 380C, RR = 24 x/menit
TINDAKAN KEPERAWATAN
NO
NO HARI/ TGL/JAM TTD
DX
IMPLEMENTASI RESPON

17:00 WIB 1,2 Memonitor kedalaman bernapas dan usaha bernapas DO = RR 24 x/menit, pernapasan dangkal, Perawat
usaha napas meningkat
17:25 WIB 3 Memonitor adanya kejang DO = tidak ada kejang Perawat
17:25 WIB 2 Memeriksa hasil lab darah kimia DO = Na = 136 mol/l, K = 4,4 mol/l Perawat
4 Kamis, Operan shift Perawat
21 Februari 2019
14: 00 WIB
14:00 WIB 1,2,4 Memberikan terapi oksigen nasal kanul 4 lpm DO = terapi oksigen nasal kanul terpasang Perawat
14:00 WIB 3 Memberikan terapi cairan Nacl 0,9 % 14 tpm DO = terapi Nacl 0,9 % terpasang Perawat
14:00 WIB 1,2 Monitor adanya batuk, muntah dan kepatenan selang DO = tidak ada muntah, terkadang Perawat
NGT terpatuk – batuk. Letak selang NGT paten
14:00 WIB 1,2 Memonitor adanya sputum DO = tidak ada sputum di mulut Perawat
14:00 WIB 1 Mengauskultasi bunyi pernapasan DO = suara ronkhi di lapang dada kiri Perawat
14:00 WIB 1 Memonitor tingkat kesadaran DO = somnolen, GCS EMV 342 Perawat
17:00 WIB 3 Memonitor tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan TD = 180/90 mmHg, N = 110 x/menit, Perawat
Suhu = 36,30C, RR = 20 x/menit
17:00 WIB 1,2 Memonitor kedalaman bernapas dan usaha bernapas DO = pernapasan dangkal, usaha napas Perawat
meningkat
17:00 WIB 3 Memonitor warna kulit DO = warna kulit tidak kemerahan Perawat
17:10 WIB 2 Memonitor hasil laboratorium analisa gas darah DO = PCO2 = 29, PO2 = 142, HCO3 = Perawat
18,4
TINDAKAN KEPERAWATAN
NO
NO HARI/ TGL/JAM TTD
DX
IMPLEMENTASI RESPON

17:10 WIB 3 Memonitor status hidrasi (kekuatan nadi, akral, crt, DO = nadi teraba kuat, akral panas, crt < 2 Perawat
kelembaban mukosa, status hidrasi, turgor kulit) detik, mukosa bibir lembab, turgor kulit
bagus)

5 Jumat, Operan shift Perawat


22 Februari 2019
07:00 WIB
07:30 WIB 1,2,4 Memberikan terapi oksigen nasal kanul 4 lpm DO = terapi oksigen nasal kanul terpasang Perawat
07:30 WIB 1,4 Memberikan posisi semi fowler DO = posisi klien semi fowler Perawat
07:30 WIB 3 Memberikan terapi cairan Nacl 0,9 % 14 tpm DO = terapi Nacl 0,9 % terpasang Perawat
07:30 WIB 1,2 Monitor adanya batuk, muntah dan kepatenan selang DO = tidak ada muntah, terkadang Perawat
NGT terpatuk – batuk. Letak selang NGT paten
07:30 WIB 1,2 Memonitor adanya sputum DO = tidak ada sputum di mulut Perawat
07:30 WIB 1 Mengauskultasi bunyi pernapasan DO = suara ronkhi di lapang dada kiri Perawat
07:30 WIB 1,2,4 Memonitor tingkat kesadaran DO = somnolen, GCS EMV 342 Perawat
07:30 WIB 1,2 Memonitor kedalaman dan usaha napas DO = pernapasan dangkal, usaha napas Perawat
meningkat
11:00 WIB 3 Memonitor tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan TD = 115/90 mmHg, N = 112 x/menit, Perawat
Suhu = 37,70C, RR = 20 x/menit
14:00 WIB 1,2 Memonitor kedalaman bernapas dan usaha bernapas DO = pernapasan dangkal, usaha napas Perawat
meningkat
14:00 WIB 1 Memberikan terapi bronkoilator sabutamol 2,5 mg DO = terapi sabutamol 2,5 mg nebul Perawat
TINDAKAN KEPERAWATAN
NO
NO HARI/ TGL/JAM TTD
DX
IMPLEMENTASI RESPON

nebul selama 30 menit selama 30 menit terlaksana

9. Evaluasi Keperawatan

HARI/TGL
NO NO DX EVALUASI TTD
JAM
1 Sabtu, 23 Februari 2019 1 S = -
Jam 12.00 O = RR: 24 x/m, ada suara ronkhi di lapang paru kiri berkurang, tidak sianosis,
klien terkadang terbatuk – batuk, tidak ada sputum di mulut, terpasang O2
nasal 4 lpm Perawat
A = masalah teratasi sebagian
P = lanjutkan intervensi
1. Monitor pola nafas (frekuensi dan kedalaman)
2. Auskultasi suara nafas
3. Kolaborasi pemberian bronkodilator salbutamol 2,5 mg nebul selama ± 30
menit, jika perlu
4. Monitor adanya sputum
5. Monitor upaya napas
6. Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah
7. Periksa kepatenan selang nasogastrik
2 Sabtu, 23 Februari 2019 2 S = - Perawat
Jam 12.00 O = RR: 24 x/m, ada suara ronkhi di lapang paru kiri berkurang, tidak sianosis,
klien terkadang terbatuk – batuk, tidak ada sputum di mulut, terpasang O2
nasal 4 lpm
HARI/TGL
NO NO DX EVALUASI TTD
JAM
A = masalah teratasi sebagian
P = lanjutkan intervensi
1. Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah
2. Periksa kepatenan selang nasogastrik
3. Monitor tingkat kesaadaran dan GCS)
4. Monitor perubahan PH, PaCO2 dan HCO3
5. Berikan oksigen nasal kanul 4 lpm
BAB III
PEMBAHASAN
Pengkajian dimulai dari identitas klien yang bernama Tn. M laki-laki
berusia 67 tahun beralamatkan surabaya. Klien berada di ruang Seruni A RSUD
Dr. Soetomo dengan diagnosa Stroke Embolik Transfomasi Hemoragik + HAP.
Saat awal MRS, klien mengalami penurunan kesadaran satu hari sebelum
masuk rumah saki, anggota gerak klien sebelah kiri juga tidak bisa digerakkan.
Manifestasi klinis yang dialami pasien sesuai dengan teori manifestasi klinis
dari stroke emboli. Tanda utama stroke iskemik adalah muncul secara mendadak
defisit neurologik fokal. Gejala baru terjadi dalam hitungan detik maupun menit,
atau terjadi ketika bangun tidur (Fitzsimmons, 2007). Defisit tersebut mungkin
mengalami perbaikan dengan cepat, mengalami perburukan progresif, atau
menetap (Price dan Wilson, 2002). Gejala umum berupa baal atau lemas
mendadak di wajah, lengan, atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh;
gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu
atau dua mata; bingung mendadak; tersandung selagi berjalan; pusing bergoyang;
hilangnya keseimbangan atau koordinasi; dan nyeri kepala mendadak tanpa
penyebab yang jelas (Price dan Wilson, 2002). Mual dan muntah dapat terjadi,
khususnya pada stroke yang mengenai batang otak dan serebelum (Fitzsimmons,
2007). Aktivasi kejang biasanya bukan sebagai gelaja stroke. Nyeri kepala
diperkirakan dialami oleh 25% pasien stroke iskemik. Nyeri kepala yang dialami
pasien stroke iskemik disebabkan karena dilatasi akut pembuluh kolateral (Simon,
2009).
Hasil pengkajian riwayat kesehatan masa lalu, keluarga klien mengatakan
klien memiliki kebiasaan merokok sehari 1 bungkus sejak remaja sampai sebelum
sakit. Terdapat berbagai mekanisme tentang hubungan antara merokok dengan
risiko stroke iskemik. Pertama merokok dihubungkan dengan kenaikan
konsentrasi fibrinogen, kenaikan agregasi platelet, kenaikan hematokrit,
menurunkan proses fibrinolitik, dan menurunkan aliran darah di otak yang
disebabkan karena vasokonstriksi, yang mana mempercepat pembentukan
thrombus. Kedua merokok menurunkan HDL kolesterol dan melukai endotel sel,
yang menimbulkan atheroma. Berbagai efek tersebut meningkatkan risiko
terjadinya iskemik stroke. Sedangkan mekanisme antara merokok dengan risiko
perdarahan subaraknoid tidak pasti. Walaupun terdapat beberapa penemuan bahwa
merokok meningkatkan pelepasan proteinase dari makrofag pulmonari, yang
menyebabkan mudah pecahnya aneurisma otak, dan meningkatkan stres
hemodinamik pada sirkulus willisi melalui peningkatan aterosklerosis di basal
otak dan arteri karotis (Mannami Toshifumi, 2004).
Hasil pengkajian riwayat penyakit sebelumnya yaitu berdasarkan keterangan
dari istri pasien, pasien memiliki riwayat darah tinggi. Hipertensi atau
peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama
persisten) dapat menyebabkan kerusakan otak atau menyebabkan stroke
(InfoDATIN, 2010). Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada
pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat
kematian. Riwayat penyakit sebelumnya juga ditemukan bahwa pasien memiliki
riwayat hiperkolesterol. Penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kadar
kolesterol tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada
penyempitan dinding pembuluh darah dan mengganggu aliran darah menuju ke
otak. Proses ini diawali dari konsumsi makanan yang mengandung kolesterol dan
lemak jenuh. Kolesterol inilah yang nantinya akan menempel pada dinding
pembuluh darah bagian dalam, semakin lama proses ini maka kolesterol yang
menempel semakin menebal, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
penyempitan pembuluh darah yang disebut aterosklerosis. Hal inilah yang dapat
mengakibatkan terjadinya stroke (Burhanuddin, 2012).
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan klien mengalami penumpukan
sputum, terbukti dari terdapat suara nafas tambahan rochi dikedua lapang paru
pasien. Intervensi dan implementasi yang dilakukan adalah memposisikan klien
pada posisi semi flower, beri kolaborasi pemberian bronkodilator setiap 8 jam dan
lakukan suction jika diperlukan untuk membuang sputum yang tidak mampu
dikeluarkan sendiri oleh klien. Tempatkan klien dengan posisi yang nyaman,
ruang rawat yang bersih dan tidak lembab. Ruang rawat inap yang bising, suhu
udara terlalu panas, pencahayaan kurang, kebersihan dan kerapihan tidak terjaga
akan meningkatkan stres pada pasien. Ruang rawat inap seharusnya
membangkitkan optimisme sehingga dapat membantu proses penyembuhan
pasien (Robby, 2006). Intervensi dan implementasi lain yang diberikan pada
pasien adalah memberikan terapi oksigen nasal kanul 4 lpm; Auskultasi suara
nafas pasien; dan Monitor tanda – tanda vital dan saturasi oksigen (PPNI, 2017).
Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim (2004), yang
berpendapat bahwa pemberian posisi 30º dapat meningkatkan masukan oksigen
pada orang yang mengalami sakit. Posisi kepala 30º mampu meredakan
penyempitan jalan napas dan memenuhi O2 dalam darah. Intervensi ini
merupakan terapi keperawatan berdasarkan teori keperawatan Florence
Nightingale (Modern Nursing). Teori ini bertujuan memberikan kondisi alamiah
yang baik bagi pasien sehingga dapat mengatasi masalah. Terapi tersebut
diberikan mengingat adanya hukum gravitasi bumi dimana cairan akan mengalir
dari daerah yang tinggi ke rendah sehingga tidak terjadi peningkatan tekanan
intracranial dan kebutuhan akan oksigen pasien terpenuhi.
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa terdapat suara ronkhi di kedua lapang
paru, pernapasan dangkal, esadaran somnolen, GCS EMV = 342, PCO2 = 27
mmHg (↓), PO2: 193 mmHg (naik), HCO3: 15,6 mmol/l (↓). Hasil tersebut
mengarah pada diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas. Menurut PPNI
(2017), diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas memiliki beberapa tanda
dan gejala, dimana tanda dan gejala mayornya adalah dispnea, PCO2 meningkat
atau menurun, PO2 menurun, takikardia, PH arteri meningkat atau menurun, dan
adanya bunyi nafas tambahan. Salah satu kondisi klinis yang terkait dengan
diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas adalah penumonia (PPNI, 2017).
HAP adalah penumonia nosokomial yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di
rumah sakit (PDPI, 2003). Hasil pengkajian menunjukkan adanya penurunan
kesadaraan pada pasien. Tirah baring yang cukup lama dan toleransi aktivitas
yang menurun mengakibatkan penurunan metabolisme secara umum. Hal ini
dapat menurunkan kapasitas fungsional pada sistem tubuh dengan menifestasi
klinis berupa sindroma imobilisasi, salah satunya pada sistem respirasi yang
berupa penurunan kapasitas vital, penurunan ekspansi sangkar thorak, penurunan
ventilasi volunter, gangguan mekanisme batuk (Saleem & Vallbona, 2001).
Penurunan kesadaran dapat menyebabkan akumulasi sekret. Dimana saat mukus
menutup sebagian saluran napas maka terjadi penurunan tidal volume yang
berdampak pada penurunan saturasi oksigen, sehingga tubuh melakukan
kompensasi dengan peningkatan frekuensi pernapasan dan peningkatan denyut
jantung (Potter & Perry, 2010). Penumpukan sekret dapat menekan membran
alveolus dan kapiler yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan membran
alveolus dan kapiler. Perubahan membran alveolus dan kapiler merupakan salah
satu penyebab dari diagnos gangguan pertukaran gas (PPNI, 2017).
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa nilai PCO2 rendah atau kurang dari
nilai normal. PCO2 yang rendah atau alkalosis respiratorik menunjukkan
hiperventilasi. Penurunan PCO2 akan mengakibatkan vasokontriksi pembuluh
darah, sehingga aliran darah ke jaringan turun. Bila hal ini terjadi di otak maka
akan terjadi hipoksemia otak.
Inhalasi benda asing atau sekret berlebihan pada saluran nafas atas (mulut
atau tenggorok) dapat masuk ke dalam paru-paru dan akan memicu terjadinya
infeksi pada paru-paru, yaitu pneumonia (The World Health Report, 2003). Secara
umum penyebab dari pneumonia adalah bakteri dari jenis Staphylococcus aureus,
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza. Kejadian pneumonia dapat
juga terjadi pada saat seseorang menjalani perawatan di rumah sakit, yang disebut
sebagai infeksi nosokomial. Mikroorganisme penyebab pneumonia nosokomial
terbanyak adalah Staphylococcus aureus. Bakteri ini merupakan bakteri aerob
yang sebenarnya merupakan flora normal dalam faring manusia. Dalam jumlah
melebihi normal bakteri ini dapat berubah menjadi patogenik, karena dapat turun
menuju saluran pernapasan bawah melalui inhalasi dan dapat menyebabkan
infeksi saluran nafas bawah seperti pneumonia (Tortora dkk, 1995).
Intervensi dan implementasi yang dilakukan pada pasien diantaranya yaitu
monitor tingkat kesaadaran dan GCS); Monitor irama dan frekuensi jantung;
Monitor perubahan PH, PaCO2 dan HCO3; Berikan oksigen nasal kanul 4 lpm.
Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim (2004), yang
berpendapat bahwa memberikan O2 nasal 4 lpm bertujuan untuk membantu
pemenuhan O2 dalam tubuh.
Perawat adalah tenaga kesehatan yang memiliki peran dalam menjalankan
tugasnya sesuai dengan hak dan kewenangan yang ada (Asmadi, 2010). Peran
perawat salah satunya adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan atau care
provider. Peran perawat sebagai care provider harus dilaksanakan secara
komprehensif atau menyeluruh, tidak hanya berfokus pada tindakan kuratif atau
pengobatan tetapi juga pada tindakan preventif seperti pelakasanaan pemberian
rasa nyaman. Kenyamanan dapat meningkatkan kepuasan dalam proses
interaksi layanan keperawatan (Purdi, 2011). Perspektif kenyamanan setiap
pasien berbeda (Newson, 2008). Kenyamanan pasien sebagai pemenuhan
kebutuhan dasar bersifat individual dan holistik tergantung yang mengalaminya
(Violesia, 2014). Kenyamanan berperan dalam peningkatan kualitas pelayanan
keperawatan, peningkatan sumber daya dan hubungan profesional (Gardner et al,
2009)
BAB 4
SIMPULAN DAN SARAN

4. Simpulan

Berdasarkan pada laporan kasus yang penulis buat, maka penulis


menyimpulkan beberapa hal antara lain :
1. Pengkajian pada stroke trombotik pada pengkajian didapatkan hasil klien
mengalami gangguan kesadaran, penumpukan secret, gangguan pola nafas,
demam, personal higine kurang baik.

2. Diagnosa keperawatan dasar yang muncul pada laporan kasus ini yaitu
ganguan perukaran gas dan kebersihan jalan nafas tidak efekif.

5. Saran

1. Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan untuk melanjutkan asuhan


keperawatan yang sudah dikelola oleh penulis yang bertujuan untuk
pemulihan kesehatan pasien.
2. Keluarga diharapkan mampu menjadi support system yang dapat menunjang
kesembuhan klien
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Munusia
(Oksigenasi).Yogyakarta :Graha Ilmu

Brunner and Suddarth (2000) Keperawatan Medikal Bedah. 8th edn. Jakarta:
EGC.
Burhanuddin, M. 2012. Faktor Risiko Kejadian Stroke Pada Dewasa Awal (18-
40Tahun) Di Kota Makassar Tahun 2010-2012.
Kusnanto (2016) Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan
Elektrolit. Surabaya: Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Potter, Perry. 2006.Fundamental Keperawatan Volume 2. Jakarta :EGC.Smeltzer


& Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth
(Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta : EGC. Kim, K. 2004. The Effects of Semi Fowler's
Position on Post Operative Recovery in Recovery Room for Patients with
Laparoscopic Abdominal Surgery. Pusan : College of Nursing Catholic University
of Pusan.

Saini, M., Saqqur, M., Kamruzzaman, A. & Lees, K. R., 2009. Effect of
Hyperthermia on Prognosis After Acute. Journal of The American, Volume
40, pp. 3051-3059.
Samanci, N. et al., 2004. Factors affecting one year mortality and functional
outcome after first ever ischemic stroke in the region of Antalya, Turkey (a
hospital-based study).. Journal of Stroke, Volume 104(4), pp. 154-160.
Townsend, N. et al., 2012. Coronary Heart Disease Statistics 2012 edition. In:
London: British Heart Foundation, pp. 58-61

Anda mungkin juga menyukai