Disusun oleh:
1. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas kedalam dan keluar
paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan throak yang
elastic dan persarafan yang utuh. Otot pernapasan yang utama adalah
diagfragma(Potter & Perry, 2006). Ventilasi adalah proses keluar
masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya sekitar 500 ml. Udara
yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara
intrapleural lebih negative (752 mmHg) daripada tekanan atmofer (760
mmHg) sehingga udara akan masuk ke alveoli.
Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
a) Adanya konsentrasi oksigen di atmosfer.
b) Adanya kondisi jalan napas yang baik.
c) Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.
2. Difusi
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi
yang lebih tinggi kedaerah degan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi
gas pernafasan terjadi di membrane kapiler alveolar dan kecepatan difusi
dapat dipegaruhi oleh ketebalan membrane(Potter & Perry, 2006).
Proses difusi gas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a) Luasnya permukaan paru-paru.
b) Tebal membran respirasi/permeabilitas (epitel alveoli dan interstisial)
c) Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
d) Afinitas gas
3. Perfusi
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk
dioksigenasi, di mana pada sirkulasi paru adalah darah dioksigenasi yang
mengalir dalam arteri pulmonaris dri ventrikel kanan jantung. Darah ini
memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaran
oksigen dan karbon dioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru
merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan
dapat mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga dapat
dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan
darah sistemik.
Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya :
a) Kardiak output
b) Kondisi pembuluh darah
c) Latihan (exercise)
d) Hematokrit
e) Eritrosit dan kadar Hb
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA: Tn. M
DENGAN DIAGNOSA MEDIS: Stroke Embolik Transfomasi Hemoragik +
HAP
DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN: Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Tn. M
Umur : 67 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki – laki
Status : Kawin
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Pensiunan
Suku Bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Surabaya
Tanggal Masuk : 11 Februari 2019
Tanggal Pengkajian : 19 Februari 2019
No. Register : 12.02.62.**
Diagnosa Medis : Stroke Embolik Transfomasi Hemoragik + HAP
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama:
Saat MRS : penurunan kesadaran sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit,
saat bangun tidur pasien susah untuk diajak berkomunikasi
Saat ini : Penurunan kesadaran
b. Pola makan-minum
Sebelum sakit :Keluarga klien mengatakan, klien makan dalam sehari bisa
3-4x dengan porsi dewasa.
Saat sakit S: Keluarga mengatakan, klien makan melalui selang NGT
sesuai diet dari rumah sakit.
O: Terpasang selang NGT di lubang hidung sebelah kiri.
c. Pola Eliminasi
Sebelum sakit :Keluarga mengatakan,klien BAK kurang lebih 5x dalam
sehari dan BAB 1x dalam klien normal dan tanpa keluhan.
Saat sakit S: Keluarga klien mengatakan klien BAK sehari kurang
lebih 3x dengan volume kurang lebih 500 s.d 750 cc/ hari
warna kuning pekat, menggunakan selang kateter, BAB 1x
sehari dengan konsentrasi cair.
O: terpasang cateter urin.
d. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit :keluarga mengatakan klien dapat beraktivitas mandiri
tanpa bantuan
Saat sakit S: keluarga mengatakan selama sakit semua keperluan
dibantu oleh istri dan anaknya.
O: penurunan kesaran GCS:
e. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit :keluarga mengatakan klien sering begadang, tidur biasanya
diatas jam 12 malam dan bangun subuh, jarang tidur siang.
Saat sakit S: Keluarga mengatakan, selama sakit klien lebih banyak
tidur.
O: klien mengalami penurunan kesadaran, klien ampak
sering tidur
f. Pola Berpakaian
Sebelum sakit :Keluarga mengatakan,klien dapat berpakaian secara
mandiri tanpa bantuan, dapat memilih pakaian sendiri,
dapat memadukan warna pakaian dan jenis pakaian sesuai
dengan kegiatan yang akan dilakukan
Saat sakit S: Keluarga Mengatakan klien berpakaian dibantu oleh istri
dan anaknya
h. Pola Aman
Sebelum sakit : Klien dapat beraktivitas dan berjalan secara mandiri
Saat sakit : Skor resiko jatuh 45
No Pengkajian Skala Nilai
1 Riwayat jatuh yang baru/dalam 3 bulan terakhir Tidak = 0
0
Ya = 25
2 Alat bantu jalan
Bedrest dibantu perawat 0
0
Penopang, tongkat/walker 14
Furniture 30
3 Memakai terapi heparin lock/IV Tidak = 0
25
Ya = 25
4 Cara berjalan/berpindah
Normal/bedrest/imobilisasi 0
10
Lemah 10
Terganggu 20
5 Status mental
0
Orientasi sesuaikan kemampuan diri 15
15
Lupa keterbatasan diri
JUMLAH 45 = RESIKO SEDANG
i. Pola Kebersihan Diri
Sebelum sakit :keluarga mengatakan, klien mandi 2x sehari pagi dan sore
mandi tanpa bantuan orang lain.
Saat sakit S: keluarga mengatakan klien selama sakit belum pernah
mandi, hanya di sibin oleh istrinya
O:klien tampak berminyak mulut dan gigi kotor.
j. Pola Komunikasi
Sebelum sakit :keluarga mengatakan klien berkomunikasi menggunakan
bahasa Jawa dan Indonesia
Saat sakit S: keluarga mengatakan bicara klien tidak jelas, lebih
banyak menggunakan isyarat.
O: klien tampak gelisah dan bicara tidak jelas.
k. Pola Beribadah
Sebelum sakit :Keluarga mengatakan klien melakukan sholat wajib 5
waktu, terkadang di masjid dan terkadang di rumah
Saat sakit : Keluarga mengatakan klien tidak melakukan sholat wajib
5 waktu karena tidak sadar dan suli diajak berkomunikasi.
l. Pola Produktifitas
Sebelum sakit : keluarga mengatakan sebelum sakit klien mampu
melakukan pekerjaan sendiri, klien sering membantu pekerjaan rumah seperi
menyapu, mengepel dan membersihkan rumput.
Saat sakit S: keluarga mengatakan klien tidak mampu bekerja
O: klien tampak lemas, ada penurunan kesadaran GCS : E:3
V:2 M:4
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum :
b. Tingkat kesadaran : somnolen
c. GCS : Eye: 3 Verbal: 2 Motoric:4
d. Tanda-tanda Vital :
Nadi = 101x/m ; Suhu =38°C ; TD =120/90mmHg ; RR= 26 x/m ;SpO2
= 98 %
e. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher :
Kepala : bentuk kepala mesocephal
Mata :konjungtiva anemis
Hidung :tidak terdapat polip, tepasang selang naso gastric tube di lubang
hidung sebelah kiri, hidung tampak kotor.
Telinga :liang telinga kotor, daun telinga kotor
Mulut :mukosa bibir kering, ada caries gigi, lidah kotor, tidak ada
sariawan.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
2) Dada
Paru
Inspeksi : Simetris, yaitu penampang anterior posterior : lateral 2:1
pergerakan dada saat ekspirasi dan inspirasi simetris klien
menggunakan otot bantu pernafasan, bentuk datar, terdapat
retraksi dinding dada kanan-kiri, tidak terdapat jejas.
Palpasi :Tractile fremitus tidak terkaji.
Perkusi :hipersonor pada lapang paru kiri, Sonor pada kedua
lapang paru kanan.
Auskultasi :terdapat ronchi di lapang paru kiri.
Jantung
Inspeksi :Ictus cordis tampak pada intercosta ke 5 midclavikula
sinistra
Palpasi :Teraba ictus cordis di ICS 5 pada midclavicula sinistra
Perkusi : pekak pada intercosta 2 sampai intercosta 5
Auskultasi :BJ I dan II reguler, tidak ada bunyi jantung tambahan.
3) Abdomen
Inspeksi : Abdomen , dan tidak terdapat lesi
Auskultasi : Peristaltik usus 10x / menit BU normal (+) 5
Perkusi : Terdengar suara timpani
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan di semua region
4) Genetalia : daerah genetalia bersih, terpasang dowr cateter.
5) Integumen: akral panas (38oC), lembab dan tidak bersisik, kulit bewarna
sawo matang, teraba panas.
6) Ekstremitas
Atas: Tangan kiri terpasang infus NaCl 0,9 % 14 tts/menit, IV cath no 22.
Kekuatan otot tangan kanan 3, kekuatan otot kiri 0
Bawah : Kekuatan otot kaki kanan 3, otot kaki kiri 0
7) Neurologis
Status mental dan emosi: Klien mengalami penurunan kesadaran
(somnolen)
Pengkajian saraf kranial: GCS EMV = 342
Pemeriksaan refleks:
Refleks babinski -/+
Reflek cahaya +
Reflek kornea +
8) Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium yang berhubungan
Pemeriksaan darah kimia (15 Februari 2019)
SGOT = 19 U/L ; SGPT = 35 U/L ; BUN = 20 mg/dL ; Kreatinin serum
= 1,78 mg/dL ; Natrium = 140 mmol/l ; Klorida = 108 mmol/l
DO: ↓
Hipersekresi mukus
Ronkhi(+)
Penurunan kesadaran
8. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TINDAKAN KEPERAWATAN
NO
NO HARI/ TGL/JAM TTD
DX
IMPLEMENTASI RESPON
07:30 WIB 3 Memberikan terapi cairan Nacl 0,9 % 14 tpm DO = terapi Nacl 0,9 % terpasang Perawat
07:30 WIB 1, 2 Monitor adanya batuk, muntah dan kepatenan selang DO = tidak ada muntah, terkadang Perawat
NGT terpatuk – batuk. Letak selang NGT paten
08:00 WIB 1,2,4 Memonitor kesadaran DO = kesadaran somnolen GCS EMV 342 Perawat
08:00 WIB 1, 2 Memonitor frekuensi, kedalaman dan usaha napas DO = RR 24 x/menit, pernapasan dangkal, Perawat
usaha napas meningkat
12:00 WIB 3 Memonitor tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan TD = 131/82 mmHg, N = 104 x/menit, Perawat
Suhu = 380C, RR = 20 x/menit
12:15 WIB 3 Memonitor status hidrasi (kekuatan nadi, akral, crt, DO = nadi teraba kuat, akral panas, crt < 2 Perawat
kelembaban mukosa, turgor kulit) detik, mukosa bibir lembab, turgor kulit
bagus)
14:00 WIB 1 Memberikan terapi bronkoilator sabutamol 2,5 mg DO = terapi sabutamol 2,5 mg nebul Perawat
nebul selama 30 menit selama 30 menit terlaksana
2 Selasa, Operan shift Perawat
19 Februari 2019
14:00 WIB
14:00 WIB 1 Memberikan terapi bronkoilator sabutamol 2,5 mg DO = terapi sabutamol 2,5 mg nebul Perawat
nebul selama 30 menit selama 30 menit terlaksana
14:00 WIB 1,2 Monitor adanya batuk, muntah dan kepatenan selang DO = tidak ada muntah, terkadang Perawat
NGT terpatuk – batuk. Letak selang NGT paten
14:00 WIB 1,2 Memonitor adanya sputum DO = tidak ada sputum di mulut Perawat
14:00 WIB 1,2,4 Memonitor kesadaran DO = kesadaran somnolen GCS EMV 342 Perawat
TINDAKAN KEPERAWATAN
NO
NO HARI/ TGL/JAM TTD
DX
IMPLEMENTASI RESPON
14:00 WIB 3 Memberikan terapi cairan Nacl 0,9 % 14 tpm DO = terapi Nacl 0,9 % terpasang Perawat
14:00 WIB 1,2 Memonitor frekuensi, kedalaman dan usaha napas DO = RR 26 x/menit, pernapasan dangkal, Perawat
usaha napas meningkat
17:00 WIB 3 Memonitor tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan TD = 120/80 mmHg, N = 115 x/menit, Perawat
Suhu = 37,80C, RR = 20 x/menit
17:30 WIB 3 Memonitor status hidrasi (kekuatan nadi, akral, crt, DO = nadi teraba kuat, akral panas, crt < 2 Perawat
kelembaban mukosa, status hidrasi, turgor kulit) detik, mukosa bibir lembab, turgor kulit
bagus)
3 Rabu, Operan shift Perawat
20 Februari 2019
14:00 WIB
14:00 WIB 1,2,4 Memberikan terapi oksigen nasal kanul 4 lpm DO = terapi oksigen nasal kanul terpasang Perawat
14:00 WIB 3 Memberikan terapi cairan Nacl 0,9 % 14 tpm DO = terapi Nacl 0,9 % terpasang Perawat
14:00 WIB 1,2 Monitor adanya batuk, muntah dan kepatenan selang DO = tidak ada muntah, terkadang Perawat
NGT terpatuk – batuk. Letak selang NGT paten
14:00 WIB 1,2 Memonitor adanya sputum DO = tidak ada sputum di mulut Perawat
14:00 WIB 1 Mengauskultasi bunyi pernapasan DO = suara ronkhi di lapang dada kiri Perawat
14:00 WIB 1 Memberikan terapi bronkoilator sabutamol 2,5 mg DO = terapi sabutamol 2,5 mg nebul Perawat
nebul selama 30 menit selama 30 menit terlaksana
17:00 WIB 1,2,4 Memonitor tingkat kesadaran DO = kesadaran somnolen GCS EMV 342 Perawat
17:00 WIB 3 Memonitor tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan TD = 225/120 mmHg, N = 113 x/menit, Perawat
Suhu = 380C, RR = 24 x/menit
TINDAKAN KEPERAWATAN
NO
NO HARI/ TGL/JAM TTD
DX
IMPLEMENTASI RESPON
17:00 WIB 1,2 Memonitor kedalaman bernapas dan usaha bernapas DO = RR 24 x/menit, pernapasan dangkal, Perawat
usaha napas meningkat
17:25 WIB 3 Memonitor adanya kejang DO = tidak ada kejang Perawat
17:25 WIB 2 Memeriksa hasil lab darah kimia DO = Na = 136 mol/l, K = 4,4 mol/l Perawat
4 Kamis, Operan shift Perawat
21 Februari 2019
14: 00 WIB
14:00 WIB 1,2,4 Memberikan terapi oksigen nasal kanul 4 lpm DO = terapi oksigen nasal kanul terpasang Perawat
14:00 WIB 3 Memberikan terapi cairan Nacl 0,9 % 14 tpm DO = terapi Nacl 0,9 % terpasang Perawat
14:00 WIB 1,2 Monitor adanya batuk, muntah dan kepatenan selang DO = tidak ada muntah, terkadang Perawat
NGT terpatuk – batuk. Letak selang NGT paten
14:00 WIB 1,2 Memonitor adanya sputum DO = tidak ada sputum di mulut Perawat
14:00 WIB 1 Mengauskultasi bunyi pernapasan DO = suara ronkhi di lapang dada kiri Perawat
14:00 WIB 1 Memonitor tingkat kesadaran DO = somnolen, GCS EMV 342 Perawat
17:00 WIB 3 Memonitor tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan TD = 180/90 mmHg, N = 110 x/menit, Perawat
Suhu = 36,30C, RR = 20 x/menit
17:00 WIB 1,2 Memonitor kedalaman bernapas dan usaha bernapas DO = pernapasan dangkal, usaha napas Perawat
meningkat
17:00 WIB 3 Memonitor warna kulit DO = warna kulit tidak kemerahan Perawat
17:10 WIB 2 Memonitor hasil laboratorium analisa gas darah DO = PCO2 = 29, PO2 = 142, HCO3 = Perawat
18,4
TINDAKAN KEPERAWATAN
NO
NO HARI/ TGL/JAM TTD
DX
IMPLEMENTASI RESPON
17:10 WIB 3 Memonitor status hidrasi (kekuatan nadi, akral, crt, DO = nadi teraba kuat, akral panas, crt < 2 Perawat
kelembaban mukosa, status hidrasi, turgor kulit) detik, mukosa bibir lembab, turgor kulit
bagus)
9. Evaluasi Keperawatan
HARI/TGL
NO NO DX EVALUASI TTD
JAM
1 Sabtu, 23 Februari 2019 1 S = -
Jam 12.00 O = RR: 24 x/m, ada suara ronkhi di lapang paru kiri berkurang, tidak sianosis,
klien terkadang terbatuk – batuk, tidak ada sputum di mulut, terpasang O2
nasal 4 lpm Perawat
A = masalah teratasi sebagian
P = lanjutkan intervensi
1. Monitor pola nafas (frekuensi dan kedalaman)
2. Auskultasi suara nafas
3. Kolaborasi pemberian bronkodilator salbutamol 2,5 mg nebul selama ± 30
menit, jika perlu
4. Monitor adanya sputum
5. Monitor upaya napas
6. Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah
7. Periksa kepatenan selang nasogastrik
2 Sabtu, 23 Februari 2019 2 S = - Perawat
Jam 12.00 O = RR: 24 x/m, ada suara ronkhi di lapang paru kiri berkurang, tidak sianosis,
klien terkadang terbatuk – batuk, tidak ada sputum di mulut, terpasang O2
nasal 4 lpm
HARI/TGL
NO NO DX EVALUASI TTD
JAM
A = masalah teratasi sebagian
P = lanjutkan intervensi
1. Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah
2. Periksa kepatenan selang nasogastrik
3. Monitor tingkat kesaadaran dan GCS)
4. Monitor perubahan PH, PaCO2 dan HCO3
5. Berikan oksigen nasal kanul 4 lpm
BAB III
PEMBAHASAN
Pengkajian dimulai dari identitas klien yang bernama Tn. M laki-laki
berusia 67 tahun beralamatkan surabaya. Klien berada di ruang Seruni A RSUD
Dr. Soetomo dengan diagnosa Stroke Embolik Transfomasi Hemoragik + HAP.
Saat awal MRS, klien mengalami penurunan kesadaran satu hari sebelum
masuk rumah saki, anggota gerak klien sebelah kiri juga tidak bisa digerakkan.
Manifestasi klinis yang dialami pasien sesuai dengan teori manifestasi klinis
dari stroke emboli. Tanda utama stroke iskemik adalah muncul secara mendadak
defisit neurologik fokal. Gejala baru terjadi dalam hitungan detik maupun menit,
atau terjadi ketika bangun tidur (Fitzsimmons, 2007). Defisit tersebut mungkin
mengalami perbaikan dengan cepat, mengalami perburukan progresif, atau
menetap (Price dan Wilson, 2002). Gejala umum berupa baal atau lemas
mendadak di wajah, lengan, atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh;
gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu
atau dua mata; bingung mendadak; tersandung selagi berjalan; pusing bergoyang;
hilangnya keseimbangan atau koordinasi; dan nyeri kepala mendadak tanpa
penyebab yang jelas (Price dan Wilson, 2002). Mual dan muntah dapat terjadi,
khususnya pada stroke yang mengenai batang otak dan serebelum (Fitzsimmons,
2007). Aktivasi kejang biasanya bukan sebagai gelaja stroke. Nyeri kepala
diperkirakan dialami oleh 25% pasien stroke iskemik. Nyeri kepala yang dialami
pasien stroke iskemik disebabkan karena dilatasi akut pembuluh kolateral (Simon,
2009).
Hasil pengkajian riwayat kesehatan masa lalu, keluarga klien mengatakan
klien memiliki kebiasaan merokok sehari 1 bungkus sejak remaja sampai sebelum
sakit. Terdapat berbagai mekanisme tentang hubungan antara merokok dengan
risiko stroke iskemik. Pertama merokok dihubungkan dengan kenaikan
konsentrasi fibrinogen, kenaikan agregasi platelet, kenaikan hematokrit,
menurunkan proses fibrinolitik, dan menurunkan aliran darah di otak yang
disebabkan karena vasokonstriksi, yang mana mempercepat pembentukan
thrombus. Kedua merokok menurunkan HDL kolesterol dan melukai endotel sel,
yang menimbulkan atheroma. Berbagai efek tersebut meningkatkan risiko
terjadinya iskemik stroke. Sedangkan mekanisme antara merokok dengan risiko
perdarahan subaraknoid tidak pasti. Walaupun terdapat beberapa penemuan bahwa
merokok meningkatkan pelepasan proteinase dari makrofag pulmonari, yang
menyebabkan mudah pecahnya aneurisma otak, dan meningkatkan stres
hemodinamik pada sirkulus willisi melalui peningkatan aterosklerosis di basal
otak dan arteri karotis (Mannami Toshifumi, 2004).
Hasil pengkajian riwayat penyakit sebelumnya yaitu berdasarkan keterangan
dari istri pasien, pasien memiliki riwayat darah tinggi. Hipertensi atau
peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama
persisten) dapat menyebabkan kerusakan otak atau menyebabkan stroke
(InfoDATIN, 2010). Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada
pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat
kematian. Riwayat penyakit sebelumnya juga ditemukan bahwa pasien memiliki
riwayat hiperkolesterol. Penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kadar
kolesterol tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada
penyempitan dinding pembuluh darah dan mengganggu aliran darah menuju ke
otak. Proses ini diawali dari konsumsi makanan yang mengandung kolesterol dan
lemak jenuh. Kolesterol inilah yang nantinya akan menempel pada dinding
pembuluh darah bagian dalam, semakin lama proses ini maka kolesterol yang
menempel semakin menebal, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
penyempitan pembuluh darah yang disebut aterosklerosis. Hal inilah yang dapat
mengakibatkan terjadinya stroke (Burhanuddin, 2012).
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan klien mengalami penumpukan
sputum, terbukti dari terdapat suara nafas tambahan rochi dikedua lapang paru
pasien. Intervensi dan implementasi yang dilakukan adalah memposisikan klien
pada posisi semi flower, beri kolaborasi pemberian bronkodilator setiap 8 jam dan
lakukan suction jika diperlukan untuk membuang sputum yang tidak mampu
dikeluarkan sendiri oleh klien. Tempatkan klien dengan posisi yang nyaman,
ruang rawat yang bersih dan tidak lembab. Ruang rawat inap yang bising, suhu
udara terlalu panas, pencahayaan kurang, kebersihan dan kerapihan tidak terjaga
akan meningkatkan stres pada pasien. Ruang rawat inap seharusnya
membangkitkan optimisme sehingga dapat membantu proses penyembuhan
pasien (Robby, 2006). Intervensi dan implementasi lain yang diberikan pada
pasien adalah memberikan terapi oksigen nasal kanul 4 lpm; Auskultasi suara
nafas pasien; dan Monitor tanda – tanda vital dan saturasi oksigen (PPNI, 2017).
Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim (2004), yang
berpendapat bahwa pemberian posisi 30º dapat meningkatkan masukan oksigen
pada orang yang mengalami sakit. Posisi kepala 30º mampu meredakan
penyempitan jalan napas dan memenuhi O2 dalam darah. Intervensi ini
merupakan terapi keperawatan berdasarkan teori keperawatan Florence
Nightingale (Modern Nursing). Teori ini bertujuan memberikan kondisi alamiah
yang baik bagi pasien sehingga dapat mengatasi masalah. Terapi tersebut
diberikan mengingat adanya hukum gravitasi bumi dimana cairan akan mengalir
dari daerah yang tinggi ke rendah sehingga tidak terjadi peningkatan tekanan
intracranial dan kebutuhan akan oksigen pasien terpenuhi.
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa terdapat suara ronkhi di kedua lapang
paru, pernapasan dangkal, esadaran somnolen, GCS EMV = 342, PCO2 = 27
mmHg (↓), PO2: 193 mmHg (naik), HCO3: 15,6 mmol/l (↓). Hasil tersebut
mengarah pada diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas. Menurut PPNI
(2017), diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas memiliki beberapa tanda
dan gejala, dimana tanda dan gejala mayornya adalah dispnea, PCO2 meningkat
atau menurun, PO2 menurun, takikardia, PH arteri meningkat atau menurun, dan
adanya bunyi nafas tambahan. Salah satu kondisi klinis yang terkait dengan
diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas adalah penumonia (PPNI, 2017).
HAP adalah penumonia nosokomial yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di
rumah sakit (PDPI, 2003). Hasil pengkajian menunjukkan adanya penurunan
kesadaraan pada pasien. Tirah baring yang cukup lama dan toleransi aktivitas
yang menurun mengakibatkan penurunan metabolisme secara umum. Hal ini
dapat menurunkan kapasitas fungsional pada sistem tubuh dengan menifestasi
klinis berupa sindroma imobilisasi, salah satunya pada sistem respirasi yang
berupa penurunan kapasitas vital, penurunan ekspansi sangkar thorak, penurunan
ventilasi volunter, gangguan mekanisme batuk (Saleem & Vallbona, 2001).
Penurunan kesadaran dapat menyebabkan akumulasi sekret. Dimana saat mukus
menutup sebagian saluran napas maka terjadi penurunan tidal volume yang
berdampak pada penurunan saturasi oksigen, sehingga tubuh melakukan
kompensasi dengan peningkatan frekuensi pernapasan dan peningkatan denyut
jantung (Potter & Perry, 2010). Penumpukan sekret dapat menekan membran
alveolus dan kapiler yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan membran
alveolus dan kapiler. Perubahan membran alveolus dan kapiler merupakan salah
satu penyebab dari diagnos gangguan pertukaran gas (PPNI, 2017).
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa nilai PCO2 rendah atau kurang dari
nilai normal. PCO2 yang rendah atau alkalosis respiratorik menunjukkan
hiperventilasi. Penurunan PCO2 akan mengakibatkan vasokontriksi pembuluh
darah, sehingga aliran darah ke jaringan turun. Bila hal ini terjadi di otak maka
akan terjadi hipoksemia otak.
Inhalasi benda asing atau sekret berlebihan pada saluran nafas atas (mulut
atau tenggorok) dapat masuk ke dalam paru-paru dan akan memicu terjadinya
infeksi pada paru-paru, yaitu pneumonia (The World Health Report, 2003). Secara
umum penyebab dari pneumonia adalah bakteri dari jenis Staphylococcus aureus,
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza. Kejadian pneumonia dapat
juga terjadi pada saat seseorang menjalani perawatan di rumah sakit, yang disebut
sebagai infeksi nosokomial. Mikroorganisme penyebab pneumonia nosokomial
terbanyak adalah Staphylococcus aureus. Bakteri ini merupakan bakteri aerob
yang sebenarnya merupakan flora normal dalam faring manusia. Dalam jumlah
melebihi normal bakteri ini dapat berubah menjadi patogenik, karena dapat turun
menuju saluran pernapasan bawah melalui inhalasi dan dapat menyebabkan
infeksi saluran nafas bawah seperti pneumonia (Tortora dkk, 1995).
Intervensi dan implementasi yang dilakukan pada pasien diantaranya yaitu
monitor tingkat kesaadaran dan GCS); Monitor irama dan frekuensi jantung;
Monitor perubahan PH, PaCO2 dan HCO3; Berikan oksigen nasal kanul 4 lpm.
Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim (2004), yang
berpendapat bahwa memberikan O2 nasal 4 lpm bertujuan untuk membantu
pemenuhan O2 dalam tubuh.
Perawat adalah tenaga kesehatan yang memiliki peran dalam menjalankan
tugasnya sesuai dengan hak dan kewenangan yang ada (Asmadi, 2010). Peran
perawat salah satunya adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan atau care
provider. Peran perawat sebagai care provider harus dilaksanakan secara
komprehensif atau menyeluruh, tidak hanya berfokus pada tindakan kuratif atau
pengobatan tetapi juga pada tindakan preventif seperti pelakasanaan pemberian
rasa nyaman. Kenyamanan dapat meningkatkan kepuasan dalam proses
interaksi layanan keperawatan (Purdi, 2011). Perspektif kenyamanan setiap
pasien berbeda (Newson, 2008). Kenyamanan pasien sebagai pemenuhan
kebutuhan dasar bersifat individual dan holistik tergantung yang mengalaminya
(Violesia, 2014). Kenyamanan berperan dalam peningkatan kualitas pelayanan
keperawatan, peningkatan sumber daya dan hubungan profesional (Gardner et al,
2009)
BAB 4
SIMPULAN DAN SARAN
4. Simpulan
2. Diagnosa keperawatan dasar yang muncul pada laporan kasus ini yaitu
ganguan perukaran gas dan kebersihan jalan nafas tidak efekif.
5. Saran
Brunner and Suddarth (2000) Keperawatan Medikal Bedah. 8th edn. Jakarta:
EGC.
Burhanuddin, M. 2012. Faktor Risiko Kejadian Stroke Pada Dewasa Awal (18-
40Tahun) Di Kota Makassar Tahun 2010-2012.
Kusnanto (2016) Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan
Elektrolit. Surabaya: Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Saini, M., Saqqur, M., Kamruzzaman, A. & Lees, K. R., 2009. Effect of
Hyperthermia on Prognosis After Acute. Journal of The American, Volume
40, pp. 3051-3059.
Samanci, N. et al., 2004. Factors affecting one year mortality and functional
outcome after first ever ischemic stroke in the region of Antalya, Turkey (a
hospital-based study).. Journal of Stroke, Volume 104(4), pp. 154-160.
Townsend, N. et al., 2012. Coronary Heart Disease Statistics 2012 edition. In:
London: British Heart Foundation, pp. 58-61