Pemeriksaan Fisis
Stasus Generalis: sakit sedang/ Gizi cukup/ CM
Status Vitalis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit, regular, kuat angkat
Pernafasan : 22 x/menit, BP: tipe abdominothoracal
Suhu : 36.7 C
Status lokalis:
Kepala : konjungtiva anemis : -/-
Sklera Ikterus : -/-
Bibir Sianosis :-
Leher : Nyeri Tekan :-
Massa tumor :-
Pembesaran KGB :-
Paru-Paru
Inspeksi : Simetris kiri=kanan
Palpasi : MT(-), NT(-), VF kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan = kiri
Auskultasi : BP: vesikulerr, Rh -/-, Wheezing -/-
Cor : dalam batas normal
Abdomen :
Inspeksi : datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri Tekan (+) region epigastrium, Massa Tumor (-)
Perkusi : Tympani
Ekstremitas : Dalam batas normal
Pemeriksaan Penunjang:
Daftar Pustaka:
1. Chandrasoma, Parakrama dan Taylor, Clive. R. Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta : EGC. 2006.
2. Cotran dan Robbins. Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta : EGC. 2008
3. Rayburn, F,W., Carey, C, J. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika.
Jakarta. Hal 268, 270.
4. Taber BZ. Kapita selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: Supriyadi T, Gunawan
J Edisi 2. Jakarta : EGC, 1994. 268-272.
Hasil Pembelajaran:
1. Mengenal Gejala Hiperplasia Endometrium
2. Mengetahui Penatalaksanaan Hiperplasia Endometrium
2. Objektif:
Stasus Generalis: sakit sedang/ Gizi cukup/ CM
Status Vitalis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit, regular, kuat angkat
Pernafasan : 22 x/menit, BP: tipe abdominothoracal
Suhu : 36.7 C
Status lokalis:
Kepala : konjungtiva anemis : -/-
Sklera Ikterus : -/-
Bibir Sianosis :-
Leher : Nyeri Tekan :-
Massa tumor :-
Pembesaran KGB :-
Paru-Paru
Inspeksi : Simetris kiri=kanan
Palpasi : MT(-), NT(-), VF kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan = kiri
Auskultasi : BP: vesikulerr, Rh -/-, Wheezing -/-
Cor : dalam batas normal
Abdomen :
Inspeksi : datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri Tekan (+) region epigastrium, Massa Tumor (-)
Perkusi : Tympani
Ekstremitas : Dalam batas normal
Pemeriksaan Penunjang:
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
3. Pendekatan Diagnosis (Assessment):
Hiperplasia Endometrium
A.Definisi
Hyperplasia endometrium adalah keadaan dimana endometrium tumbuh secara berlebihan. Kelainan
ini bersifat benigna ( jinak ) ; akan tetapi pada sejumlah kasus dapat berkembang kearah keganasan
uterus. Sejumlah wanita berada pada resiko tinggi menderita hiperplasia endometrium.
Penebalan pada lapisan dinding dalam rahim atau yang disebut dengan hyperplasia endometrium
terjadi karena kerja hormon estrogen. Makanya, jika terjadi penebalan berlebih itu menunjukkan
adanya peningkatan berlebih dari kadar hormon estrogen itu sendiri.
Pada kasus umum, peningkatan hormon estrogen bisa terjadi akibat dipicu oleh tumbuhnya kista. Pada
kasus lain, penebalan dinding rahim juga terjadi karena faktor ketidakseimbangan hormonal dimana
peningkatan hormon estrogen tak diimbangi oleh peningkatan progesteron. Kondisi ini juga biasanya
dialami oleh wanita yang tergolong berbadan gemuk karena produksi estrogennya berlebihan. Jadi,
hiperplasia endometrium sebenarnya bisa dialami siapa pun, baik yang sudah memiliki anak maupun
belum
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebih dari kelenjar, dan stroma disertai
pembentukan vaskularisasi dan infiltrasi limfosit pada endometrium. Bersifat noninvasif, yang
memberikan gambaran morfologi berupa bentuk kelenjar yang irreguler dengan ukuran yang
bervariasi. Pertumbuhan ini dapat mengenai sebagian maupun seluruh bagian endometrium.3
Hyperplasia endometrium juga didefenisikan sebagai lesi praganas yang disebabkan oleh
stimulasi estrogen yang tanpa lawan. Hal ini biasanya terjadi sekitar atau setelah menopause dan
terkait dengan perdarahan uterus berlebihan dan ireguler.1
Menurut referensi lain, hiperplasia endometrium adalah suatu masalah dimana terjadi
penebalan/pertumbuhan berlebihan dari lapisan dinding dalam rahim (endometrium), yang biasanya
mengelupas pada saat menstruasi.3
Hiperplasia endometrium biasa terjadi akibat rangsangan / stimulasi hormon estrogen yang tidak
diimbangi oleh progesteron. Pada masa remaja dan beberapa tahun sebelum menopause sering terjadi
siklus yang tidak berovulasi sehingga pada masa ini estrogen tidak diimbangi oleh progesteron dan
terjadilah hiperplasia. Kejadian ini juga sering terjadi pada ovarium polikistik yang ditandai dengan
kurangnya kesuburan (sulit hamil).
B. Klasifikasi
C. Pathogenesis
Hiperplasia endometrium ini diakibatkan oleh hiperestrinisme atau adanya stimulasi unoppesd
estrogen (estrogen tanpa pendamping progesteron / estrogen tanpa hambatan). Kadar estrogen yang
tinggi ini menghambat produksi Gonadotrpin (feedback mechanism). Akibatnya rangsangan terhadap
pertumbuhan folikel berkurang, kemudian terjadi regresi dan diikuti perdarahan.
Pada wanita perimenopause sering terjadi siklus yang anovulatoar sehingga terjadi penurunan
produksi progesteron oleh korpus luteum sehingga estrogen tidak diimbangi oleh progesteron. Akibat
dari keadaan ini adalah terjadinya stimulasi hormon estrogen terhadap kelenjar maupun stroma
endometrium tanpa ada hambatan dari progesteron yang menyebabkan proliferasi berlebih dan
terjadinya hiperplasia pada endometrium. Juga terjadi pada wanita usia menopause dimana sering kali
mendapatkan terapi hormon penganti yaituprogesteron dan estrogen, maupun estrogen saja.
D. Gejala Klinis
Siklus menstruasi tidak teratur, tidak haid dalam jangka waktu lama (amenorrhoe) ataupun
menstruasi terus-menerus dan banyak (metrorrhagia).
Selain itu, akan sering mengalami flek bahkan muncul gangguan sakit kepala, mudah lelah dan
sebagainya. Dampak berkelanjutan dari penyakit ini, adalah penderita bisa mengalami kesulitan hamil
dan terserang anemia berat. Hubungan suami-istri pun terganggu karena biasanya terjadi perdarahan
yang cukup parah.
E. Factor Risiko
Hiperplasia Endometrium seringkali terjadi pada sejumlah wanita yang memiliki resiko tinhggi :
G. Diagnosis
Terapi atau pengobatan bagi penderita hiperplasia, antara lain sebagai berikut:
1) Tindakan kuratase selain untuk menegakkan diagnosa sekaligus sebagai terapi untuk menghentikan
perdarahan.
2) Selanjutnya adalah terapi progesteron untuk menyeimbangkan kadar hormon di dalam tubuh.
Namun perlu diketahui kemungkinan efek samping yang bisa terjadi, di antaranya mual, muntah,
pusing, dan sebagainya. Rata-rata dengan pengobatan hormonal sekitar 3-4 bulan, gangguan
penebalan dinding rahim sudah bisa diatasi. Terapi progestin sangat efektif dalam mengobati
hiperplasia endometrial tanpa atipi, akan tetapi kurang efektif untuk hiperplasia dengan atipi. Terapi
cyclical progestin (medroxyprogesterone asetat 10-20 mg/hari untuk 14 hari setiap bulan) atau terapi
continuous progestin (megestrol asetat 20-40 mg/hari) merupakan terapi yang efektif untuk pasien
dengan hiperplasia endometrial tanpa atipi. Terapi continuous progestin dengan megestrol asetat (40
mg/hari) kemungkinan merupakan terapi yang paling dapat diandalkan untuk pasien dengan
hiperplasia atipikal atau kompleks. Terapi dilanjutkan selama 2-3 bulan dan dilakukan biopsi
endometrial 3-4 minggu setelah terapi selesai untuk mengevaluasi respon pengobatan.
3) Jika pengobatan hormonal yang dijalani tak juga menghasilkan perbaikan, biasanya akan diganti
dengan obat-obatan lain.
Tanda kesembuhan penyakit hiperplasia endometrium yaitu siklus haid kembali normal.
Jika sudah dinyatakan sembuh, ibu sudah bisa mempersiapkan diri untuk kembali menjalani
kehamilan. Namun alangkah baiknya jika terlebih dahulu memeriksakan diri pada dokter. Terutama
pemeriksaan bagaimana fungsi endometrium, apakah salurannya baik, apakah memiliki sel telur dan
sebagainya.
4) Khusus bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika memang terdeteksi ada kanker, maka jalan
satu-satunya adalah menjalani operasi pengangkatan rahim. Penyakit hiperplasia endometrium cukup
merupakan momok bagi kaum perempuan dan kasus seperti ini cukup dibilang kasus yang sering
terjadi, maka dari itu akan lebih baik jika bisa dilakukan pencegahan yang efektif.
I. Prognosis
Umumnya lesi pada hiperplasia atipikal akan mengalami regresi dengan terapi progestin, akan
tetapi memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi ketika terapi dihentikan dibandingkan dengan
lesi pada hiperplasia tanpa atipi.
Penelitian terbaru menemukan bahwa pada saat histerektomi 62,5% pasien dengan hiperplasia
endometrium atipikal yang tidak diterapi ternyata juga mengalami karsinoma endometrial pada saat
yang bersamaan. Sedangkan pasien dengan hiperplasia endometrial tanpa atipi yang di histerektomi
hanya 5% diantaranya yang juga memiliki karsinoma endometrial
J. Pencegahan
1. Melakukan pemeriksaan USG dan / atau pemeriksaan rahim secara rutin, untuk deteksi dini
ada kista yang bisa menyebabkan terjadinya penebalan dinding rahim.
2. Melakukan konsultasi ke dokter jika mengalami gangguan seputar menstruasi apakah itu haid
yang tak teratur, jumlah mestruasi yang banyak ataupun tak kunjung haid dalam jangka waktu
lama.
3. Penggunaan etsrogen pada masa pasca menopause harus disertai dengan pemberian progestin
untuk mencegah karsinoma endometrium.
4. Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan maka harus diberikan terapi progesteron untuk
mencegah pertumbuhan endometrium berlebihan. Terapi terbaik adalah memberikan
kontrasepsi oral kombinasi. Rubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan.
4. Plan:
Diagnosis:
- Perdarahan uterus disfungsional ec Hiperplasia endometrium
Penatalaksanaan:
- VFD RL 40 gtt/m
- Drips Adona 1 g /tgc.
- Inj.As.traneksamat 1 g/8j/iv
- Inj.Ketorolak 1 g/ 8J/IV
Pendidikan:
Diberikan edukasi factor-faktor yang dapat mencetuskan perdarahan uterus disfungsional dan
diharapkan dapat menghindari factor pencetus tersebut
Konsultasi:
Diperlukan konsultasi dokter spesialis Obsetri dan Gynekologi
Kontrol:
Jika gejala timbul kembali atau tidak membaik setelah pengobatan