Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

KULTUR JARINGAN
“SUB KULTUR ”

Oleh: kelompok 2
1. Siti Asiyah (160210103002)
2. Hanna Qotrunnada (160210103007)
3. Yuniar Putri Lestari (160210103013)
4. Aurora Dyas Anasya (160210103018)
5. Faizah Nur Faridah (160210103021)
6. Camelia Ida Fitriani (160210103029)
7. Israul Fresia Nur I. (160210103030)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada perbanyakan tanaman secara in vitro dengan metode kultur jaringan
digunakan untuk memperoleh tanaman yang bebas akan virus, mengatasi
inkompatibilitas seksual, hibridisasi somatik, perbaikan genetik, menghasilkan
tanaman haploid, triploid, dan poliploid, seleksi mutan tahan garam tinggi,
kekeringan, herbisida, bebas hama dan penyakit. Pelaksanaan teknik in vitro
dapat melalui jalur organogenesis (melalui pembentukan organ langsung dari
eksplan dan embryogenesis (melalui pembentukan embrio somatic).
Perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan melalui embryogenesis somatic
lebih menguntungkan daripada melalui organogenesis dikarenakan
menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak. Selain itu, juga karena
embrio somatic berasal dari sel tunggal sehingga dapat dengan mudah
mengatur atau mengatasi proses pertumbuhan pada setiap individu tanaman.
Perbanyakan tanaman sangat sulit dilakukan menggunakan cara
perbanyakan konvensional seperti stek atau sambungan. Oleh karena itu, saat
ini perbanyakan tanaman selalu menggunakan teknik kultur jaringan
yangmempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknik konvensional
yaitu tidak tergantung dengan musim karena lingkungan tumbuh in vitro yang
sudah tekendali, bahan tanam yang digunakan dalam jumlah yang sedikit
sehingga tidak merusak pohon induk, tidak membutuhkan tempat yang sangat
luas untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak namun di sisi lain,
kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kultur jaringan adalah tanaman hasil
kultur jaringansering berbeda dengan tanaman induknya atau dapat mengalami
mutasi hal inidikarenakan penggunaan metode yang perbanyakan yang salah,
seperti frekuensi sub kultur yang terlalu tinggi, perbanyakan organogenesisi
yang tidak langsung melalui fase kalus atau konsentrasi zat pengatur tumbuh
yang digunakan terlalu tinggi.
Oleh karena itu subkultur yang merupakan pemindahan kultur atau
planlet dari media lama ke media baru setelah suatu masa kultur untuk
memperoleh pertumbuhan baru yang diinginkan hanya dapat dilakukan selama
6 kali saja. Hal ini dilakukan untuk mencegah pertumbuhan tanaman yang
tidak dikehendaki selama proses kultur in vitro maka praktikum kultur jaringan
dengan acara subkultur dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan planlet
(kultur) baru yang berasal dari eksplan tembakau dan anggrek setelah
dilakukan subkultur dengan media yang baru (yang telah disediakan sesuai
dengan eksplan yang digunakan).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Mengapa dilakukannya kegaiatan subkultur?
1.2.2 Bagaimana pengaruh BAP terhadap pertumbuhan eksplan?
1.2.3 Bagaimana hasil praktikum mengenai perbedaan pengaruh BAP eksplan
daun tembakau dan kentang?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui alasan dilakukannya subkultur.
1.3.2 Mengetahui pengaruh BAP terhadap pertumbuhan eksplan.
1.3.3 Mengetahui hasil praktikum tentang perbedaan pengaruh BAP eksplan
daun tembakau dan kentang.
1.4 Manfaat
Untuk mengetahui alasan kenapa perlu dilakukan subkultur pada tanaman serta
mengetahui adanya pengaruh Zat Pengatur Tumbuh terhadap eksplan daun
tembakau dan kentang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Subkultur adalah suatu cara yang dilakukan untuk memindahkan planlet
setelah masa kultur selesai sehingga diharapkan tanaman yang dikulturkan akan
memiliki kesempatan hidup yang lebih baik dan sesuai. Keberhasilan penanaman
atau perbanyakan dilihat dari kesterilan media dan eksplan serta tumbuhnya akar
pada eksplan setelah beberapa hari penanaman. Keberhasilan sub kultur organ
tanaman dapat terjadi jika media yang digunakan sesuai dengan pertumbuhan
tanaman. Untuk beberapa induksi pucuk dari ujung pucuk dan eksplan nodal,
eksplan digunakan untuk setiap perlakuan dan direplikasi dua kali. Percobaan
diulang dua kali untuk mereproduksi hasil yang sama. Data yang berkaitan dengan
jumlah tunas dan panjang tunas dari tunas yang diturunkan secara in vitro dicatat
dan dianalisis. Jumlah pucuk per kultur, persentase regenerasi pucuk dan panjang
pucuk rata-rata dicatat setelah 45 hari kultur (Kumar et al., 2015). Sedangkan
menurut (Mastuti, 2017) Subkultur adalah proses pemindahan bagian-bagian
jaringan yang telah diseleksi dari suatu medium kultur ke medium kultur lain
(medium segar atau fresh medium) dengan komposisi sama atau berbeda.
Subkultur diawali dengan membagi jaringan menjadi beberapa bagian selanjutnya
jaringan yang di subkultur diseleksi dan dipastikan bersifat variabel dan aktif
membelah. Memotong atau membagi jaringan bertujuan untuk
memperluaspermukaan yang merespon kondisi lingkungan/medium buatan yang
disediakan.
Memindahkan eksplan ke media multiplikasi dengan tujuan perbanyakan
atau pengakaran suatu eksplan. Sub kultur dilakukan jika eksplan pada medium
kultur mengalami browing sebagai indikasi dari kematian sel dan ketidakpratisan
fungsi media. Eklspan yang baru saja ditanam dan diinkubasikan dalam ruangan
incubator akan menghasilkan kalus. Bila kalus sudah cukup umur maka dapat
dilakukan sub kultur. Kalus yang terlambat disub-kulurkan tidak dapat
berkembang dengan baik, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan
kalus atau protokormus dapat terpenuhi. Sub kultur dilakukan atas dasar suspensi
atau kandungan nutrisi dalam media tidak mencukupi untuk pertumbuhan planlet,
baik dipengaruhi oleh hilangnya nutrisi yang menyebabkan perlunya penambahan
nutrisi dalam medium dan hilangnya karbohidrat yang kesemuanya dibutuhkan
dalam proses metabolisme(Yann et al., 2012).
Perbanyakan ini didasarkan pada totipotensi sel vegetatif dan melewati
subkultur sesuai pertumbuhan masing-masing tanaman. Saat ini dalam istilah
konservasi, prinip dasarnya adalah untuk menjamin stabilisasi genotip. Namun,
literatur yang tersedia melaporkan jika tingginya jumlah subkultur dapat
menyebabkan somaklonal atau variasi epigenetik dalam planlet yang ditanam
secara mikro. Padahal, subkultur adalah yang utama faktor yang harus
dikendalikan karena dalam hal konservasi, prinsip dasarnya adalah untuk
menjamin genotipe stabilitas (Agbidinoukoun et al., 2017). Laju pertumbuhan sel,
jaringan, dan organ tanaman di dalam kultur akan menurun setelah periode waktu
tertentu, yang terlihat dengan terjadinya kematian sel atau nekrosis pada eksplan,
yang disebabkan oleh menyusutnya kadar nutrien pada media dan senyawa racun
yang terbentuk dan dilepaskan oleh eksplan disekitar media. Bila gelaja demikian
mulai muncul maka harus segera dilakukan subkultur (Yuliarti, 2014).
Media merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan kultur in
vitro. Media yang telah ditumbuhi eksplan terlalu lama, dapat mengurangi volume
media sehingga menyebabkan eksplan tidak lagi mendapat nutrisi untuk terus
tumbuh. Karena itu eksplan yang sudah tidak mendapat nutrisi lagi dari medianya,
perlu dipindahkan ke media yang baru yang disebut subkultur. Organ propagul
yaitu tunas-tunas yang dipisahkan sebagai bahan tanaman menunjukkan 100%
tumbuh. Dalam hal ini isolasi bahan tanaman sewaktu sub kultur eksplan yang
digunakan dapat dipertahankan dalam kondisi yang steril dan tidak rusak akibat
kerusakan mekanis selama pengkulturan dan ruang kultur yang digunakan dapat
dipertahankan secara konsisten suhu, cahaya, dan kelembaban. Suatu
eksplan/propagul dapat tumbuh apabila eksplan yang digunakan adalah organ
jaringan yang sehat dan sesuai dengan lingkungan tumbuhnya (Jumroh et al.,
2014)
Pemberian sitokinin akan berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah
daun dan jga jumlah akar, akan tetapi tidak berpengarih secara tidak signifikan
terhadap tinggi tanaman dan jumlah buku. Konsentrasi sitokinin yang
ditambahkan ke dalam media MS akan berpengaruh secara signifikan terhadap
seluruh pertumbuhan tanaman. Apabila ketersediaan sitokinin di dalam media
kultur terlalu tinggi maka pembelahan sel pada jaringan yang dikultur tersebut
menjadi terhambat pertumbuhannya. Akan tetapi jika jaringan tersebut
disubkulturkan pada medium dengan kandungan sitokinin yang optimal maka
pembelahan sel dapat berlangsung lebih cepat dan pertumbuhan planlet dapat
berlangsung optimal juga. Zat pengatur tumbuh yang dibutuhkan sebagai
komponen medium untuk pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat
pengatur tumbuh dalam medium tersebut, maka pertumbuhan kultur sangat
terhambat hingga mungkin tidak tumbuh sama sekali. Pembentukan organ-organ
tertentu ditentukan oleh penggunaan yang tepat dari zat pengatur tumbuh tersebut.
Pembelahan mitosis ini tidak dapat terjadi tanpa adanya sitokinin, dimana
sitokinin berperan dalam pembentukan benag gelendong (Rudiyanto et al., 2016).
Fenol sering dikonotasikan sebagai zat penghambat yang harus dihilangkan
dari kultur in vitro. Berbagai metode untuk menghindari pembentukan fenol telah
dilakukan, dan yang paling umum adalah dengan mentransfer eksplan ke media
baru. Tetapi peningkatan jumlah subkultur seringkali menyebabkan akumulasi
mutasi sel-sel dan menyebabkan hilangnya sel yang efektif untuk membentuk
embriogenesis. Penambahan arang aktif ke dalam media kultur seringkali dapat
menghindari pembentukan inhibitor fenolat. Arang aktif menghilangkan
pewarnaan dengan menyerap dan mengoksidasi fenol dan menginaktifkan
peroksidase. Arang aktif mengurangi pencoklatan pada eksplan palem dan kultur
media, sehingga memacu eksplan untuk tumbuh secara organogenesis. Arang
aktif juga mengontrol pencoklatan media dan menstimulasi pertumbuhan tunas
Strelitzia regnae dan Anemone aronaria. Aliyu dan Mashood (2005) melaporkan
bahwa pencoklatan pada eksplan jambu mete (Anacardium occidentale L.)
disebabkan karena adanya senyawa metabolit sekunder yang dapat dikurangi
dengan mentransfer eksplan beberapa kali (subkultur), penambahan arang aktif,
dan perlakuan gelap (Hutami. 2016: 85).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum kultur organ mengenai subkultur dilaksanakan pada tanggal
20 April 2019 bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas
Pertanian Universitas Jember pukul 13.00 WIB.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
a. Petridis steril
b. Botol kca
c. Laminar Air Flow
d. Gunting
e. Pinset
f. Pisau kecil
g. Inkubator
h. Bunsen
3.2.2 Bahan
a. Planlet kentang
b. Palnlet tembakau
c. Medium kosong
d. Akohol 70%
3.3 Skema Kerja

3.3.1 Planlet tumbuhan kentang

Menyiapkan kultur kentang yang siap disub kultur dan media kosong

Mengeluarkan tanaman kentang dari botol kultur dan meletakkan di


petridish steril
Memisahkan satu per satu tanaman yang tumbuh menggerombol
menggunakan pinset dan pisau steril, dan memotongnya dengan ukuran 2-3
cm.

Menanam satu per satu kentang ke dalam media kosong

Menginkubasi di rak dan melakukan pengamatan pertumbuhannya

3.3.2 Planlet Tembakau

Menyiapkan botol media dan botol kultur yang ditumbuh planlet tembakau
yang akan disubkultur.

Menyiapkan peralatan tanam steril antara lain, pinset, pisau skapel,


petridish, lampu bunsen.

Mengeluarkan planlet tembakau dari dalam botol kultur dan meletakkannya


di petridish steril. Kemudian memotong daunnnya seukuran 1x1 cm

Menanam daun tembakau dengan menancapkannya di media kosong yang


telah disediakan

Menginkubasi dirak hasil penanaman dan melakukan pengamatan


pertumbuhannya selama 21 hari
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
ε Tunas ε Akar ε Daun ε Tinggi
Ulang
Kel. H- H+ H+ H+ H- H+ H+ H+ H- H+ H+ H+ H- H+ H+ H+
an
0 7 14 21- 0 7 14 21 0 7 14 21 0 7 14 21
1 0 0 3 1
1 0 - - 0 - - 0 - - 1 - -
Tem (k) (k) (k) (k)
bak 0 0 1 1
2 0 - - 0 - - 0 - - 1 - -
au (k) (k) (k) (k)
2 1 0 6 9 - 0 3 5 - 3 4 5 - 2,5 2,9 3,5 -
Ken 4 2 3 4
2 0 2 - 0 2 - 2 3 - 2,5 3,1 -
tang (k) (k) (k) (k)
3 1 0 1 3 3 0 2 5 6 3 3 5 6 2,5 3,2 3,8 7
Ken 0 0 2 2,7
2 0 - - 0 - - 2 - - 2,5 - -
tang (k) (k) (k) (k)
0 0 2 2,7
4 1 0 - - 0 - - 2 - - 2,5 - -
(k) (k) (k) (k)
Ken
tang 2 0 0 1 - 0 2 4 - 2 2 2 - 2,5 2,8 3,5 -

4.2 Pembahasan
Subkultur merupakan proses pemindahan kultur dari media lama ke
media baru setelah suatu masa kultur untuk memperoleh pertumbuhan baru
yang di inginkan. Sub kultur dilakukan karena beberapa alasan yaitu umsur
hara yang terkadung dalam media sudah banyak yang berkurang sihingga
nutrisi tanaman perlu ditambah lagi. Nutrisi dalam media menguap karena
kering, akibatnya media mengandung garam dan gula yang tinggi dan dapat
menghambat pertumbuhan tanaman kultur. Seiring berjalan waktu
tumbuhan akan terus tumbuh dan berkembang, pertumbuhan tanaman ini
sudah memenihi botol atau tabung sehingga berdesakan, oleh karena itu
tanaman kultur perlu dipindahkan. Alasan lain dilakukannya sub kultul yaitu
karena terjadiny perubahan warna pada media yang menjadi coklat sehingga
diperkirakan akan menyebabkan kematian pada tanaman. perubahan warna
ini dipicu karena media sudah terlalu lama digunakan dan terjadi
pengeringan pada media. Eksplant tanaman memerlukan komposisi media
baru yang bertujuan untuk mendukung pembentukan organ dan struktur
tanaman. Nutrisi media yang dibutuhkan tanaman pada awal kultur
terkadang kurang mendukung bagi perkembangan tumbuhan yang telah
berumur 21 hari. Semakin besar tumbuhan atau eksplan maka semakin
kompleks pula kebutuhan komposis nutrisi pada media. Media yang
digunakan juga akan mengalami perubahan menjadi cair karena terjadi
penurunan pH yang disebabkan oleh semakin bertumbuhnya eksplan. pH
juga berubah akibat nutrisi media habis dan terjadi pengeringan media.
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah hormon sintetis yang berasal dari
luar tubuh tanaman. Zat pengatur tumbuh ini mempunyai fungsi untuk
dapat merangsang terjadinya perkecambahan serta pertumbuhan dari akar
zat dan tunas. Zat pengatur tumbuh ini akan mampu mempengaruhi
aktivitas dari jaringan dari berbagai organ pada tanaman. ZPT ini tidak
akan memberikan tambahan unsur hara dikarenakan ZPT ini bukan
merupakan pupuk. Maka dari itu, fungsi ZPT pada jaringan tanaman adalah
untuk mengatur proses fisiologis dari pembelahan dan pemanjangan sel,
dan dapat juga untuk mengatur pertumbuhan akar, batang, daun, bunga, dan
buah. Salah satu contoh dari ZPT adalah sitokinin, dimana sitokinin yang
biasa digunakan untuk multiplikasi tunas adalah Benzyl Amino Purine
(BAP). Penggunaan BAP ini sering dipakai dalam kultur jaringan
dikarenakan mempunyai efektivitas yang tinggi, mempunyai harga yang
murah, serta dapat disterilisasi. Selain itu, BAP ini digunakan untuk dapat
menginduksi pertumbuhan dari tunas adventif, namun akan mengambat
pertumbuhan dari akar.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam
penggunaan atau pemakain ZPT, yaitu ukuran dosis yang digunakan, usia
dari tanaman yang akan dikultur, dan keadaan lingkungan. Pemberian ZPT
pada tanaman yang masih muda akan dapat menghambat pertumbuhannya
dikarenankan secara fisiologis tanaman tersebut masih tidak mampu untuk
berbunga. Penggunaan dosis ZPT harus disesuaikan karena jika dosisnya
terlalu tinggi akan dapat menghambat pertumbuhan dan perkemabangan
dari tanaman tersebut. Kondisi lingkungan, jika kondisinya sesuai dengan
tanaman tersebut maka ZPT yang diberikan akan langsung dapat diserap
oleh tanaman.
Keberhasilan dalam budidaya tumbuhan melalui teknik kultur
jaringan salah satunya dengan pemberian ZPT. ZPT adalah senyawa
organik komplek alami yang disintesis oleh tanaman tingkat tinggi, yang
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. BAP
merupakan golongan sitokinin yang paling sering digunakan karena murah
dan tahan lama penggunaannya. Selain itu, BAP ini paling banyak
digunakan untuk memacu penggandaan tunas karena mempunyai aktivitas
yang lebih kuat dibanding kinetin sebab BAP mempunyai gugus benzil.
BAP didalam kultur jaringan akan memicu terjadinya pembelahan dan
diferensiasi sel seperti halnya fungsi sitokinin pada umumnya. Mekanisme
kerja BAP sama dengan mekanisme kerja sitokinin alami pada tumbuhan,
yakni BAP yang terdapat didalam media kultur jaringan akan diserap oleh
eksplan dan akan mencari jaringan target dengan bergerak naik dalam getah
xilem. BAP akan terus mendorong kebagian ujung dengan menghambat
pembentukan akar, kemudian akan menekan terjadinya regerasi sel-sel baru
dibagian ujung dan membentuk struktur pertunasan.
Pemberian BAP dalam media kultur jaringan akan memberikan
pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan dalam kultur jaringan
tanaman. Salah satu interaksi yang ditimbulkan adalah peristiwa
pembentukan organ (organogenesis) yang dapat terjadi baik secara
langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect). Organogenesis secara
langsung merupakan peristiwa pembentukan organ tanpa melalui peristiwa
pembentukan kalus, sedangkan organogenesis tidak langsung adalah
pembentukan organ yang didahului dengan pembentukan kalus. Kalus
merupakan sekumpulan sel-sel yang terus membelah secara tidak terkendali
dan akan membentuk massa sel yang tidak terdeferensiasi.
Menurut Lestari dkk., (2018), mengemukakan bahwa BAP adalah
golongan sitokinin yang dapat berperan dalam merangsang pertumbuhan
dan memicu proses regenerasi dari tunas adventif. Sitokinin ini dapat
memicu terjadinya pembelahan sel pada eksplan dengan cara meningkatkan
peralihan dari G2 (fase istirahat) ke mitosis, sehingga hal ini akan terjadi
dikarenakan sitokinin akan meningkatkan laju sintesis protein yang
diperlukan untuk mitosis. Sintesis protein ini dapat dinaikkan dengan cara
memacu pembentukan RNAd (RNA yang mengkode sintesis tertentu),
sehingga pembelahan sel ini akan diaktifkan oleh sitokinin di bagian
meristem apikal dikarenakan BAP mampu untuk mempercepat laju
berlangsungnya fase S di dalam daur sel (dari G2 menuju ke mitosis),
dimana hal ini terjadi karena sitokinin ini dapat meningkatkan laju sintesis
protein.
Zat pengatur tumbuh BAP digunakan untuk induksi dan multiplikasi
tunas berbagai jenis tanaman. Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik
ataupun anorganik yang hanya dibutuhkan tanaman dalam konsentrasi yang
rendah. Benzyl Amino Purin digunakan untuk menginduksi pertumbuhan
planlet pada teknik kultur jaringan.Hasil pengamatan praktikum sub kultur
dengan eksplan yang di subkulturkan dari kentang dan daun tembakau yang
ditambahkan zat pengatur tumbuh BAP didapatkan hasil pada eksplan
tembakau pada ulangan 1 yang di sub kulturkan kedalam media baru pada
hari ke 0 pada pertumbuhan tunas belum mengalami pertumbuhan, pada hari
ke 7 belum mengalami pertumbuhan dan mengalami kontaminasi yang
disebabkan dari fungi, pada hari ke 14 sampai hari ke 21 eksplan tidak
menunjukkan pertumbuhan atau mati.
Pengamatan yang dilakukan pada ulangan 1 akar yang telah
ditambahkan BAP pada hari ke 0 belum mengalami pertumbuhan, pada hari
ke-7 sampai hari ke 21 medium eksplan mengalami kontaminan berupa
fungi, pengamatan ulangan 1 pada pertumbuhan daun pada hari ke 0 tidak
mengalami pertumbuhan, pada hari ke-7 menunjukkan pertumbuhan daun
berjumlah 3 dan mengalami kontaminasi yang diakibatkan dari fungi,
pengamatan pada hari ke-14 sampai hari ke-21 tidak dilakukan karena
eksplan mengalami kontaminasi. Pengamatan yang dilakukan dengan
melihat tinggi eksplan pada hari ke-0 1 cm, dan pada hari ke-7 sampai hari
ke-21 tidak dilakukan pengamatan lebih lanjut karena media yang
digunakan untuk pertumbuhan eksplan mengalami kontaminasi yang
diakibatkan oleh fungi.
Pengamatan tembakau pada ulangan 2 pengamatan pertumbuhan tunas
pada hari ke-0 belum mengamali pertumbuhan, pada hari ke-7 media pada
eksplan mengalami kontaminasi sehingga tidak dilakukan pengamatan lebih
lanjut. Pengamatan pertumbuhan akar pada hari ke-0 tidak adanya
pertumbuhan, pada hari ke-7 media eksplan mengalami kontaminasi yang
mengakibatkan tidak dilakukannya pengamatan pertumbuhan lebih lanjut,
pada pengamatan daun pada hari ke-0 belum menunjukkan adanya
pertumbuhan, pada hari ke-7 menunjukkan adanya pertumbuhan daun
sebanyak 1 dan mengalami kontaminasi yang mengakibatkan pengamatan
tidak dapat dilakukan. Pengamatan tinggu eksplan dilakukan pada hari ke-0
dengan tinggi 1 cm, dan pengamatan pada hari ke-7 media eksplan
mengalami kontaminasi. Hal ini bisa disebabkan karena kurangnya
sterilisasi pada saat pembuatan media. Selain itu juga dapat disebabkan
karena praktikan banyak berbicara pada saat penanaman eksplan, dan
menggunakan alat yang kurang steril sehingga pada eksplan tersebut
mengalami kontaminasi.
Pengamatan pada kentang pada ulangan 1 pertumbuhan tunas belum
menunjukkan adanya pertumbuhan, pada hari ke-7 tunas berjumlah 6, pada
hari ke-14 jumlah tunas 9 dan pada hari ke-21 terjadi kontaminasi.
Pengamatan akar pada hari ke-0 belum menunjukkan adanya pertumbuhan
akar, pada hari ke-7 jumlah akar 3, pada hari ke-14 jumlah akar 5 dan pada
hari ke-21 eksplan mengalami kontaminasi. Pengamatan jumlah daun pada
hari ke-0 jumlah daun 3, hari ke 7 jumlah daun 4, hari ke-14 jumlah daun 5
dan hari ke-21 eksplan mengalami kontaminasi. Perhitungan tinggi eksplan
menunjukkan pada hari-0 tinggi eksplan 2,5 cm, dan terus mengalami
peningkatan pada hari ke 7 sampai hari ke14, dan pada hari ke-21 media
mengalami kontaminasi.
Pengamatan pada kentang pada ulangan 2 hari ke-0 menunjukkan
pertumbuhan tunas 0, pada hari ke 7 jumlah tunas 2 dan pada minggu ke 14
jumlah tunas4 dan mengalami kontaminasi. Pengamatan akar pada hari ke-0
belum menunjukkan adanya pertumbuhan akar, pada hari ke-7 berjumlah 2
dan pada hari ke-14 berjumlah 2 dan mengalami kontaminasi. Pengamatan
daun pada hari ke-0 berjumlah 2, ada hari ke-7 jumlah daun 3, pada hari ke-
14 jumlah daun 3 dan mengalami kontaminasi. Pengamatan tinggi pada hari
ke-0 2,5 cm, hari ke-7 memiliki tinggi 3,1 cm dan pada hari ke-14 tinggi 4
dan mengalami kontaminasi. Data yang diperoleh dari praktikum
menunjukkan adanya pengaruh yang dihasilkan dari penambahan BAP pada
media, dengan penambahan BAP tersebut meningkatkan kecepatan eksplan
dalam tumbuh dan menghasilkan organ yang baru
Pengamatan pada kentang pada kelompok 3 pada ulangan 1
pertumbuhan tunas belum menunjukkan adanya pertumbuhan, pada hari ke-
7 tunas berjumlah 1, pada hari ke-14 jumlah tunas 3 dan pada hari ke-
21jumlah tunas 3. Pengamatan akar pada hari ke-0 belum menunjukkan
adanya pertumbuhan akar, pada hari ke-7 jumlah akar 2, pada hari ke-14
jumlah akar 5 dan pada hari ke-21 eksplan berjumlah 6. Pengamatan jumlah
daun pada hari ke-0 jumlah daun 3, hari ke 7 jumlah daun 3, hari ke-14
jumlah daun 5 dan hari ke-21 eksplan berjumlah 6. Perhitungan tinggi
eksplan menunjukkan pada hari-0 tinggi eksplan 2,5 cm, dan terus
mengalami peningkatan pada hari ke 7, dan pada hari ke-14 media
mengalami kontaminasi.
Pengamatan pada kentang pada ulangan 2 hari ke-0 menunjukkan
pertumbuhan tunas 0, pada hari ke 7 jumlah tunas 0 dan pada minggu ke 14
dan 21 mengalami kontaminasi. Pengamatan akar pada hari ke-0 belum
menunjukkan adanya pertumbuhan akar, pada hari ke-7 berjumlah 0 dan
pada hari ke-14 mengalami kontaminasi. Pengamatan daun pada hari ke-0
berjumlah 2, ada hari ke-7 jumlah daun 2 dan mengalami kontaminasi.
Pengamatan tinggi pada hari ke-0 2,5 cm, hari ke-7 memiliki tinggi 2,7 cm
dan mengalami kontaminasi. Data yang diperoleh dari praktikum
menunjukkan adanya pengaruh yang dihasilkan dari penambahan BAP pada
media, dengan penambahan BAP tersebut meningkatkan kecepatan eksplan
dalam tumbuh dan menghasilkan organ yang baru.
Pengamatan pada kentang pada kelompok 4 pada ulangan 1
pertumbuhan tunas belum menunjukkan adanya pertumbuhan, pada hari ke-
7 tunas berjumlah 0 dan mengalami kontaminan. Pengamatan akar pada hari
ke-0 belum menunjukkan adanya pertumbuhan akar, pada hari ke-7 jumlah
akar 0 dan mengalami kontaminan. Pengamatan jumlah daun pada hari ke-0
jumlah daun 3, hari ke 7 jumlah daun 3, hari ke-14 jumlah daun 5 dan hari
ke-21 eksplan berjumlah 6. Perhitungan tinggi eksplan menunjukkan pada
hari-0 tinggi eksplan 2,5 cm, dan terus mengalami peningkatan pada hari ke
7, dan pada hari ke-14 media mengalami kontaminasi.
Pengamatan pada kentang pada ulangan 2 hari ke-0 menunjukkan
pertumbuhan tunas 0, pada hari ke 7 jumlah tunas 0 dan pada minggu ke 14
jumlah 1 dan hari ke-21 mengalami kontaminasi. Pengamatan akar pada hari
ke-0 belum menunjukkan adanya pertumbuhan akar, pada hari ke-7
berjumlah 2 dan pada hari ke-14 berjumlah 4 dan mengalami kontaminasi.
Pengamatan daun pada hari ke-0 berjumlah 2, pada hari ke-7 jumlah daun 2,
pada hari ke-14 jumlah daun 2 dan mengalami kontaminasi. Pengamatan
tinggi pada hari ke-0 2,5 cm, hari ke-7 memiliki tinggi 2,8 cm dan pada hari
ke-14 tinggi 3,5 dan mengalami kontaminasi. Data yang diperoleh dari
praktikum menunjukkan adanya pengaruh yang dihasilkan dari penambahan
BAP pada media, dengan penambahan BAP tersebut meningkatkan
kecepatan eksplan dalam tumbuh dan menghasilkan organ yang baru.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Alasan dilakukannya subkultur adalah karena beberapa alasan yaitu
unsur hara yang terkadung dalam media sudah banyak yang berkurang
sihingga nutrisi tanaman perlu ditambah lagi. Nutrisi dalam media
menguap karena kering, akibatnya media mengandung garam dan gula
yang tinggi dan dapat menghambat pertumbuhan tanaman kultur.
Alasan lain dilakukannya sub kultul yaitu karena terjadiny perubahan
warna pada media yang menjadi coklat sehingga diperkirakan akan
menyebabkan kematian pada tanaman. perubahan warna ini dipicu
karena media sudah terlalu lama digunakan dan terjadi pengeringan
pada media.
5.1.2 BAP sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dikarenakan
mempunyai efektivitas yang tinggi, mempunyai harga yang murah,
serta dapat disterilisasi. Selain itu, BAP ini digunakan untuk dapat
menginduksi pertumbuhan dari tunas adventif, namun akan mengambat
pertumbuhan dari akar. Pemberian BAP dalam media kultur jaringan
akan memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan
dalam kultur jaringan tanaman. Salah satu interaksi yang ditimbulkan
adalah peristiwa pembentukan organ (organogenesis) yang dapat terjadi
baik secara langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect).
5.1.3 Zat pengatur tumbuh BAP digunakan untuk induksi dan multiplikasi
tunas berbagai jenis tanaman. Hasil pengamatan praktikum sub kultur
dengan eksplan yang di subkulturkan dari kentang dan daun tembakau
yang ditambahkan zat pengatur tumbuh BAP didapatkan hasil pada
eksplan mengalami pertumbuhan dengan cepat.
5.2 Saran
Sebaiknya saat berlangsungnya praktikum, diharapkan praktikan lebih
kondusif sehingga diperoleh lingkungan kerja yang lebih kondusif. Selain itu
saat berlangsungnya praktikum semua yang bekerja dilingkungan
laboratorium diharap menjaga sterilisasi baik sterilisasi diri maupun sterilisasi
perlatan kerja dan ruangan kerja, sehingga diperoleh lingkungan kerja yang
steril yang diharapkan tidak memberikan dampak kontaminasi pada kultur
maupun media yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Agbidinoukoun. A., A. A. Missihoun, P. Akonde, H. A. Sagbadja, C. Agbangla


dan Corneille Ahanhanzo1. 2017. Assessment for the Incidence of
Number of Subcultures on Genotype Stability for In Vitro Plantlets of
Yam (Dioscorea spp.) Using RAPD Markers. International Journal of
Current Research in Biosciences and Plant Biology. 4(4):32-36.

Hutami, Sri. 2016. Ulasan Masalah Pencoklatan pada Kultur Jaringan. Jurnal
AgroBiogen. 4(2): 83-88.

Jumroh, P.H., Luthfi, A.M.S., dan Syarifuddin, I. 2014. Pertumbuhan Dan


Perkembangan Tunaspuar Tenangau (Elettariopsissp.) Akibat Perbedaan
Periode Sub Kultur. Jurnal Online Agroekoteknologi. 2(3):1010-1014.

Kumar B. Kalva., Ellendula Raghu., Sateesh Suthari., Ajmeera Ragan., Vatsavaya


S. Raju., dan Abbagani Sadanandam. 2015. In Vitro Multiple Shoot
Induction from the Nodal and Shoot Tip Explants of Dysolobium
pilosum (Fabaceae). International Journal Curr Res. Biosci. Plant Biol.
2(9): 115-123.

Mastuti, R. 2017. Dasar-Dasar Kultur Jaringan Tumbuhan. Malang: UB Press.

Rusdiyanto., Deritha Ellfy Rantau, dan Tri Muji Ermayanti, 2015. Pertumbuhan
Kultur Tunas Kentang Merah (Solanum tuberosum) pada Media MS
(Murashige & Skoog) dengan Perlakuan Konsentrasi dan Jenis Sitokinin.
Jurnal Kimia dalam Industri dan Lingkungan. 24(1): 103-112.

Yann, L.K., Jelodar, N.B., dan Keng, C.L. 2014. Investigation on the effect of
subculture frequency and inoculum size on the artemisinin content in a
cell suspension culture of Artemisia annua L. Australian Journal of Crop
Science. Vol 6 (5) : 801-807.

Yuliarti, N. 2014. Kultur Jringan Skala Rumah Tangga. Yogyakarta: Lily


Publisher.

Anda mungkin juga menyukai