Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Anak”
Disusun oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirt Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan makalah
inidengan baik dan sesuai waktu yang di tentukan. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Etika Komunikasi di
Universitas Negri Jakarta prodi Pendidikan Vokasional Tata Rias.
Dalam memenuhi persyaratan tersebut kami mencoba membuat makalah
yang berjudul “Hubungan Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak”.
Dalam menyusun makalah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan
sangatmembantu untuk melengkapi makalah ini menjadi lebih baik lagi. Akhir
kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover ................................................................................................................ i
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................. 3
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Komunikasi Antarpribadi ....................................................................... 4
2.1.1. Ciri-ciri Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal)....................... 5
2.1.2. Jenis Komunikasi Antarpribadi ..................................................... 6
2.1.3. Faktor Pembentuk Komunikasi Antar Pribadi .............................. 7
2.1.4. Faktor Personal yang Mempengaruhi Atraksi Interpersonal......... 11
2.1.5. Teori Hubungan Antarpribadi ....................................................... 13
2.2. Keluarga .................................................................................................. 19
2.2.1. Orang Tua ...................................................................................... 19
2.2.2. Anak .............................................................................................. 20
2.2.3. Komunikasi Keluarga .................................................................... 21
2.2.4. Komunikasi Interpersonal Orangtua-anak ................................... 23
BAB III Penutup
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 25
3.2. Saran ....................................................................................................... 25
Daftar Pustaka .................................................................................................. 26
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
4
5
muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.” (Mulyana, 2005:73).
Individu juga berkomunikasi pada tingkat interpersonal berbeda tergantung
pada siapa mereka terlibat dalam komunikasi dengan. Sebagai contoh, jika
seseorang berkomunikasi dengan anggota keluarga, bahwa komunikasi akan lebih
dari mungkin berbeda dari jenis komunikasi yang digunakan ketika terlibat dalam
tindakan komunikatif dengan teman atau penting lainnya.
Secara keseluruhan, komunikasi interpersonal dapat dilakukan dengan baik
dan tidak langsung media komunikasi langsung seperti tatap muka interaksi, serta
komputer-mediated-komunikasi. Sukses mengasumsikan bahwa baik pengirim
pesan dan penerima pesan akan menafsirkan dan memahami pesan-pesan yang
dikirim pada tingkat mengerti makna dan implikasi.
Tujuan komunikasi boleh jadi memberikan keterangan tentang sesuatu
kepada penerima, mempengaruhi sikap penerima, memberikan dukungan
psikologis kepada penerima, atau mempengaruhi penerima.
sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung, kedua faktor yang sangat
berpengaruh terhadap efektifitas tindaknya proses komunikasi.
Ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau
mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya :
a. Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tampa
menilai dan berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap melihat
orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai.
9
3. Sikap Terbuka
Sikap terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam
menumbuhkan komunikasi yang efektif. Lawan dari sikap terbuka adalah
dogmatisme. Menurut Brooks dan Emmert dalam Jalaluddin Rakhmat
(2011), terdapat beberapa karakteristik sikap terbuka dan dogmatis.
Karakteristik orang yang dogmatis atau bersikap tertutup :
a. Menilai pesan berdasarkan motif pribadi. Orang dogmatis tidak akan
memperhatikan logika suatu proposisi, ia lebih banyak melihat
dan membaca sejauh mana proposisi itu sesuai dengan dengan dirinya.
Argumentasi yang obyektif, logis, cukup bukti akan ditolak mentah-
mentah. “Pokoknya aku tidak percaya” begitu sering diucapkan orang
dogmatis. Setiap pesan akan dievaluasikan berdasarkan desakan dari
dalam diri individu (inner pressures). Rokeach menyebut desakan ini,
antara lain, kebiasaan, kepercayaan, petunjuk perseptual,
motif egoirasional, hasrat berkuasa, dan kebutuhan untuk
membesarkan diri. Orang tua dogmatis sukar menyesuaikan dirinya
dengan perubahan lingkungan.
b. Berpikirnya simplistis. Bagi orang dogmatis, dunia ini hanya hitam
dan putih, tidak ada kelabu. Ia tidak sanggup membedakan yang
setengah benar setengah salah, yang tengah-tengah. Baginya kalau
tidak salah, ya benar. Tidak mungkin ada bentuk antara. Dunia dibagi
dua: yang pro-kita dimana segala kebaikan terdapat, dan kontra-kita
dimana segala kejelekan berada.
c. Berorientasi pada sumber. Bagi orang dogmatis yang paling penting
ialah siapa yang berbicara, bukan apa yang dibicarakan. Ia terikat
sekali pada otoritas yang mutlak. Ia tunduk pada otoritas, karena
seperti umumnya orang dogmatis ia cenderung lebih cemas dan
mempunyai rasa tidak aman yang tinggi.
d. Mencari informasi ia akan mencari dari sumber-sumbernya sendiri.
Orang-orang dogmatis hanya mempercayai sumber informasi mereka
sendiri. Mereka tidak akanmeneliti tentang orang lain dari sumber
yang lain. Pemeluk aliran agama yang dogmatis hanya mempercayai
11
pemaknaan makna itu berhubungan secara spesifik dengan objek tertentu. Jadi
umpamanya pemahaman istri terhadap senyuman suami itu ketika suami
menyentuh istri, begitu pula pemaknaan suami terhadap senyum istri ketika
berada di toko pakaian. Atribut yang sama yaitu “senyuman”, namun memiliki
makna yang berbeda apabila dilakukan oleh orang dan objek serta situasi yang
berbeda. Process view membutuhkan waktu dalam memahami atribut-atribut yang
digunakan di antara orang-orang dalam kelompok primer itu.
4. Social Exchange
Teori ini menelaah bagaimana kontribusi seseorang dalam suatu hubungan,
dimana hubungan itu memengaruhi kontribusi orang lain. Thibaut dan Kelly,
(Sendjaja, 2002: 2.43) pencetus teori ini, megemukakan bahwa orang
mengevaluasi hubungannya dengan orang lain dengan mempertimbangkan
konsekuensinya, khususnya terhadap ganjaran yang diperoleh dan upaya yang
telah dilakukan, orang yang memutuskan untuk tetap tinggal dalam hubungan
tersebut atau pergi meninggalkannya. Ukuran bagi keseimbangan pertukaran
antara untung dan rugi dalam hubungan dengan orang lain itu disebut comparison
levels, dimana apabila orang mendapatkan keuntungan dari hubungan dengan
orang lain, maka orang akan merasa puas dengan hubungan itu.
Sebaliknya, apabila orang merasa rugi berhubungan dengan orang lain
dalam konteks upaya dan ganjaran, maka orang cenderung menahan diri atau
meninggalkan hubungan tersebut. Biasanya dalam konteks hubungan ini,
seseorang memiliki banyak alternatifyang dapat diberikan dalam model
pertukaran social dimana pilihan-pilihan dan alternative tersebut memiliki ukuran
yang dapat ditoleransi seseorang dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif
yang dia miliki.
Selain model diatas ada sejumlah model untuk menganalisis hubungan
interpersonal seperti yang di ikhtisarkan oleh Goleman dan Hammen (1974: 224
231) terdapat empat buah model:
1. Model pertukaran social (social exchange model)
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi
dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapka sesuatu
yang memenuhi kebutuhannya. Model ini sama seperti halnya yang
16
2.2. Keluarga
Menurut Goode (Fitrianto, 2010:3) menyatakan sebuah keluarga adalah
sebuah lembaga atau institusi yang sah dalam masyarakat yang terdiri dari
pribadi-pribadi yang membentuk suatu jaringan sosial serta mempunyai
peranannya masing-masing.
Keluarga adalah sebagai sebuah institusi yang terbentuk karena ikatan
perkawinan. Pada dasarnya keluarga itu adalah sebuah komunitas dalam “satu
atap”. Kesadaran untuk hidup bersama dalam satu atap sebagai suami-istri dan
saling interaksi dan berpotensi punya anak akhirnya membentuk komunitas baru
yang disebut keluarga. Jadi, keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu
kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa
(Djamarah, 2004:16-17).
Hubungan Anak Dan Orangtua Dalam Keluarga Menurut Sutcliffe,
hubungan anak dengan orang tua merupakan sumber emosional dan kognitif bagi
anak. Hubungan 10 tersebut memberi kesempatan bagi anak untuk
mengeksplorasi lingkungan maupun kehidupan sosial. Hubungan anak pada
masamasa awal dapat menjadi model dalam hubungan-hubungan selanjutnya.
Hubungan awal ini dimulai sejak anak terlahir ke dunia, bahkan sebetulnya sudah
dimulai sejak janin berada dalam kandungan (Ervika, 2005:2).
Dalam pandangan psiko analitik kuno, yang agak sukar untuk untuk
dibuktikan secara jelas tetapi sesuai dengan banyak penelitian secara wajar, ialah
bahwa anak kecil akan mengakhiri masa kanak-kanaknya dengan mengikat diri
secara emosional pada orang tua yang berlainan jenis. Yaitu, anak laki-laki secara
emosional lebih terikat pada ibunya, sedangkan anak perempuan lebih terikat pada
ayahnya. Hubungan itu memberikan kepuasan kepada kedua belah pihak (Goode,
2004:158).
2.2.2. Anak
Anak menurut bahasa adalah keturunan kedua sebagai hasil antara
hubungan pria dan wanita. Dalam konsideran Undang-Undang No. 23 Tahun
2002 tentang perlindungan anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karuni
Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai
manusia seutuhnya.
Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda
penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri
dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada
masa depan. Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung
jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk
tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan
berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan
kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya
serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.
Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa pembuat undang- undang
(DPR dan Pemerintah) memiliki politik hukum yang responsif terhadap
perlindungan anak. Anak ditempatkan pada posisi yang mulia sebagai amanah
Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki peran strategis dalam menjamin
kelangsungan eksistensi negara ini. Melalui UU No. 35 tahun 2014 tersebut,
jaminan hak anak dilindungi, bahkan dibentuk Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) yang memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan efektivitas
perlindungan anak.
21
anak dapat merasa nyaman dan aman sehingga terdorong untuk selalu
melakukan kegiatan komunikasi yang efektif. Berdasarkan hasil wawancara
terhadap empat belas ibu dari anak kelas 6 SD X, Bandung ditemukan
bahwa ibu yang kurang bisa menciptakan suasana yang nyaman ketika
berkomunikasi dengan anak, ibu cenderung memaksa ketika meminta anak
untuk menjaga / menemani adiknya bermain dan si ibu sedang mengerjakan
pekerjaan rumah yang lain (memasak, membersihkan rumah, memcuci dan
misal ketika sedang menyetrika).
4. Aspek keempat dari komunikasi interpersonal adalah Ibu dan anak harus
memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong agar lebih aktif
berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi
yang efektif. Dalam penelitian ini, ibu memiliki penilaian diri yang positif
(baik) dan optimisme untuk dapat mendidik atau membimbing anaknya
yang sesuai dengan kondisi anak sehingga komunikasi ibu dan anak menjadi
lebih efektif. 7 Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
Berdasarkan hasil wawancara dari empat belas ibu anak kelas 6 SD X,
Bandung, ditemukan bahwa ibu kurang memiliki perasaan positif terhadap
dirinya sendiri, misalnya ibu merasa bersalah karena anaknya kurang
berprestasi dan ibu merasa tidak mampu dalam mendidik anak. Hal ini
berdampak kepada emosi ibu, jika anak mendapatkan nilai rendah, sebagian
ibu ada yang memarahi anak dan sebagian lainnya bahkan menyalahkan diri
sendiri dengan cara menangis.
5. Aspek kelima dari komunikasi interpersonal adalah kesetaraan (equality),
yaitu Pengakuan bahwa ibu dan anak memiliki kepentingan, kedua pihak
samasama bernilai dan berharga dan saling memerlukan, sehingga ketika
menjalin komunikasi interpersonal ibu dapat tampil sebagai seorang
individu yang memberikan perasaan aman dan nyaman bagi anak, dan ibu
dapat memposisikan dirinya sebagai teman dan sahabat bagi anaknya.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada empat belas ibu dan
anak kelas 6 SD X, Bandung ditemukan bahwa ibu kurang menghargai
pendapat anak, ibu memarahi anak jika anak memberikan alasan mengapa ia
23
pulang telat sekolah dan ibu tidak memberikan kesempatan kepada anak
untuk mengungkapkan pendapatnya.
Orang tua harus menciptakan suasana rumah menjadi tenang dan tentram
sehingga anaknya betah dan bergairah untuk belajar. Disamping itu yang tidak
kalah pentingnya adalah bagaimana orangtua mengkomunikasikan kebutuhan
fasilitas untuk anak.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa komunikasi orang tua sangat diperlukan
untuk lebih menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya baik sebagai orang tua
maupun sebagai pendidik. Karena itu, komunikasi orang tua sebagai pendidik
meliputi kesadaran akan kemajuan pendidikan anak, keterlibatan dalam kegiatan
belajar anak dirumah maupun diluar sekolah
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
positif antara komunikasi interpersonal orangtua-anak yang artinya remaja awal
yang memiliki komunikasi interpersonal orangtu-anak yang baik akan mengalami
penyesuaian diri yang baik, sebaliknya remaja awal yang memiliki komunikasi
interpersonal orangtua-anak yang buruk akan megalami penyesuaian diri yang
buruk juga.
3.2. Saran
Ada beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan didalam penelitian
ini.saran-saran tersebut antara lain:
1. Untuk remaja awal Komunikasi interpersonal orangtua dan anak yang
terjalin dengan baik akan menimbulkan penyesuaian diri yang baik pula
pada remaja awal. Remaja awal diharapkan dapat menjalin komunikasi yang
baik dengan orangtua agar dapat mengatasi permasalahan yang berkaitan
dengan penyesuaian dirinya.
2. Untuk orangtua Komunikasi interpersonal orangtua dan anak mempengaruhi
penyesuaian diri remaja awal. Saran dari penulis, utuk keluarga terutama
orangtua dapat membantu remaja dalam mengatasi permasalahan yang
berkaitan dengan penyesuaian diri remaja untuk dapat bersikap terbuka,
berempati dengan permasalahan remaja dan saling bertukar pikiran.
3. Untuk peneliti selanjutnya Berdasarkan hasil penelitian ternyata komunikasi
interpersonal orangtuaanak hanya memberikan sebagian terhadap
penyesuaian diri remaja awal, sehingga diperkirakan masih ada faktor lain
lebih besar yang juga berpengaruh terhadap penyesuaian diri remaja awal.
25
26
DAFTAR PUSTAKA