Anda di halaman 1dari 9

www.muslim.or.

id

Keteladanan Ulama Salaf Dalam Bersegera


Melaksanakan Shalat Berjama’ah
muslim.or.id/27083-keteladanan-ulama-salaf-dalam-bersegera-melaksanakan-shalat-berjamaah.html

Abdullah Taslim, Lc., MA. December 14, 2015

Selalu mengingat Allah Ta’ala dalam semua keadaan dan bersegera menunaikan ibadah
kepada-Nya ketika tiba waktunya, ini adalah sifat mulia dan terpuji yang dimiliki oleh
hamba-hamba Allah Ta’ala yang beriman kepada-Nya dan selalu mengutamakan keridhaan-
Nya, sehingga mereka tidak dilalaikan dari mengingat-Nya dalam kesibukan apapun yang
sedang mereka kerjakan.

Allah Ta’ala berfirman:


َ َ ‫} ﻓﻲ ﺑﻴﻮت أ َذن اﻟﻠ‬
ٌ‫ﺠﺎَرة ٌ وََﻻ ﺑ َﻴ ْﻊ‬ ْ ِ‫ل َﻻ ﺗ ُﻠ ْﻬِﻴﻬ‬
َ ِ‫ﻢ ﺗ‬ ٌ ‫ﺟﺎ‬َ ِ‫ ر‬. ‫ل‬
ِ ‫ﺻﺎ‬َ ‫ﻪ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺑ ِﺎﻟ ْﻐُﺪ ُو وَاْﻵ‬ُ َ‫ﺢ ﻟ‬ُ ‫ﺴﺒ‬ َ ُ‫ﻪ ﻳ‬ ُ ‫ﻤ‬
ُ ‫ﺳ‬ ْ ‫ن ﺗ ُْﺮﻓَﻊَ وَﻳ ُﺬ ْﻛ ََﺮ ﻓِﻴﻬَﺎ ا‬
ْ ‫ﻪأ‬ُ َ ِ ٍ ُُ ِ
َ َْ ُ ْ َ
‫ﻣﺎ‬
َ ‫ﻦ‬ َ ‫ﺴ‬َ ‫ﺣ‬ ْ ‫ﻪأ‬ُ ‫ﻢ اﻟﻠ‬ ُ ُ‫ﺠﺰِﻳ َﻬ‬ ْ َ ‫ ﻟ ِﻴ‬.‫ﺼﺎُر‬َ ْ ‫ب وَاﻷﺑ‬ُ ‫ﺐ ﻓِﻴﻪِ اﻟُﻘﻠﻮ‬ ُ ‫ﻣﺎ ﺗ َﺘ ََﻘﻠ‬
ً ْ‫ن ﻳ َﻮ‬ ُ
َ ‫ﺨﺎ ﻓ ﻮ‬ َ َ ‫ﻦ ذ ِﻛ ْﺮِ اﻟﻠﻪِ وَإ ِﻗﺎم ِ اﻟﺼﻼةِ وَإ ِﻳﺘ َﺎِء اﻟﺰﻛﺎةِ ﻳ‬
َ َ ْ َ‫ﻋ‬
{‫ب‬ٍ ‫ﺴﺎ‬ َ ‫ﺣ‬ ِ ِ‫ﺸﺎُء ﺑ ِﻐَﻴ ْﺮ‬ َ َ‫ﻳ‬

1/9
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan
disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati
dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah
memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah
memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas” (QS an-Nuur: 36-38).

Imam Ibnu Katsir berkata: “Mereka adalah orang-orang yang tidak disibukkan/dilalaikan
oleh harta benda dan perhiasan dunia, serta kesenangan berjual-beli dan meraih
keuntungan (besar) dari mengingat (beribadah) kepada Rabb mereka (Allah Ta’ala) Yang
Maha Menciptakan dan Melimpahkan rezki kepada mereka, dan mereka adalah orang-
orang yang mengetahui (meyakini) bahwa (balasan kebaikan) di sisi AllahTa’ala adalah
lebih baik dan lebih utama daripada harta benda yang ada di tangan mereka, karena apa
yang ada di tangan mereka akan habis/musnah sedangkan balasan di sisi Allah adalah
kekal abadi”1.

Imam al-Qurthubi berkata: “Dianjurkan bagi seorang pedagang untuk tidak


disibukkan/dilalaikan dengan perniagaannya dari menunaikan kewajiban-kewajibannya,
maka ketika tiba waktu shalat fardhu hendaknya dia (segera) meninggalkan perniagaannya
(untuk menunaikan shalat), agar dia termasuk ke dalam golongan orang-orang (yang dipuji
Allah Ta’ala) dalam ayat ini” 2.

Bersegera dalam beramal shaleh


Di dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,
hamba-hamba Allah Ta’ala yang shaleh dipuji dengan sifat-sifat mulia yang mereka miliki,
di antaranya selalu bersemangat dan bersegera dalam melakukan amal kebaikan dan
ketaatan kepada-Nya.

{‫ﻦ‬
َ ‫ﺷﻌِﻴ‬ َ ‫ت وَﻳ َﺪ ْﻋ ُﻮﻧ َﻨ َﺎ َرﻏ َﺒ ًﺎ وََرﻫَﺒ ًﺎ وَﻛ َﺎﻧ ُﻮا ﻟ َﻨ َﺎ‬
ِ ‫ﺧﺎ‬ َ ْ ‫ن ﻓ ِﻲ ا ﻟ‬
ِ ‫ﺨﻴ َْﺮا‬ َ ُ ‫ﻢ ﻛ َﺎﻧ ُﻮا ﻳ‬
َ ‫ﺴﺎرِﻋ ُﻮ‬ ْ ُ‫} إ ِﻧﻬ‬

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera (berlomba-lomba) dalam


(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka (selalu) berdoa kepada Kami
dengan berharap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ (dalam
beribadah)” (QS al-Anbiyaa’: 90).

Dalam ayat lain, Dia Ta’ala berfirman:

.‫ن‬َ ‫ﺸﺮِﻛ ُﻮ‬ ْ ُ‫ﻢ ﻻ ﻳ‬ْ ِ‫ﻢ ﺑ َِﺮﺑﻬ‬ْ ُ‫ﻦ ﻫ‬َ ‫ وَاﻟﺬ ِﻳ‬.‫ن‬ ِ ْ ‫ﻢ ﻳ ُﺆ‬
َ ‫ﻣﻨ ُﻮ‬ ْ ِ‫ت َرﺑﻬ‬
ِ ‫ﻢ ﺑ ِﺂﻳ َﺎ‬ْ ُ‫ﻦ ﻫ‬َ ‫ وَاﻟﺬ ِﻳ‬.‫ن‬ َ ‫ﺸِﻔُﻘﻮ‬ ْ ‫ﻣ‬
ُ ‫ﻢ‬ ْ ِ‫ﺸـ ﻴ َﺔِ َرﺑﻬ‬ْ ‫ﺧ‬ َ }
‫ﻢ ﻟ َﻬَﺎ‬ َ ْ ‫ن ﻓ ِﻲ ا ﻟ‬ ُ
َ ‫ أوﻟ َﺌ ِـ‬. ‫ن‬ َ
ْ ُ‫ت وَﻫ‬ِ ‫ﺨﻴ َْﺮا‬ َ ‫ﺴـ ﺎرِﻋ ُﻮ‬َ ُ‫ﻚ ﻳ‬ َ ‫ﺟﻌُﻮ‬ِ ‫ﻢ َرا‬ ْ ِ‫ﻢ إ ِﻟ َﻰ َرﺑﻬ‬
ْ ُ ‫ﺔ أﻧ ﻬ‬ ٌ ‫ﺟﻠ َـ‬
ِ َ‫ﻢ و‬ْ ُ‫ﻣـﺎ آﺗ َـﻮْا وَﻗُﻠ ُـﻮﺑ ُﻬ‬ َ ‫ﻦ ﻳ ُﺆ ْﺗ ُـﻮ‬
َ ‫ن‬ َ ‫وَاﻟﺬ ِﻳ‬
{‫ن‬ َ ‫ﺳﺎﺑ ُِﻘﻮ‬
َ

“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena kepada Rabb mereka (Allah Ta’ala).
Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka. Dan orang-orang yang tidak
mempersekutukan Rabb mereka (dengan sesuatu apapun). Dan orang-orang yang
memberikan (bersedekah) apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena

2/9
mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka. Mereka
itulah orang-orang (yang selalu) bersegera dan berlomba-lomba dalam (melakukan)
kebaikan-kebaikan” (QS al-Mu’minuun: 57-61).

Bahkan inilah bentuk motivasi dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya untuk meraih
kedekatan dan kemuliaan di sisi-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
َ
{‫ﻦ‬ ُ ْ ‫ت ﻟ ِﻠ‬
َ ‫ﻤﺘِﻘﻴ‬ ِ ُ‫ض أ‬
ْ ‫ﻋﺪ‬ ُ ‫ت وَاْﻷْر‬
ُ ‫ﻤﻮَا‬
َ ‫ﺿﻬَﺎ اﻟﺴ‬
ُ ‫ﺟﻨﺔٍ ﻋ َْﺮ‬ ْ ُ ‫ﻦ َرﺑﻜ‬
َ َ‫ﻢ و‬ ْ ‫ﻣ‬ َ ‫ﺳﺎرِﻋ ُﻮا إ ِﻟ َﻰ‬
ِ ٍ‫ﻣﻐِْﻔَﺮة‬ َ َ‫} و‬

“Dan bersegeralah (berlomba-lombalah) kamu untuk (meraih) pengampunan dari Rabbmu


dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertaqwa” (QS Ali ‘Imraan: 133).

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:

{‫ت‬ َ ْ ‫ﺳﺘ َﺒ ُِﻘﻮا اﻟ‬


ِ ‫ﺨﻴ َْﺮا‬ ْ ‫} َﺎ‬

“Maka berlomba-lombalah kamu (dalam melakukan) kebaikan” (QS al-Baqarah: 148 dan al-
Maidah: 48).

Juga dalam firman-Nya:

{‫ن‬
َ ‫ﺴﻮ‬ ُ ْ ‫ﺲ اﻟ‬
ُ ِ‫ﻤﺘ َﻨ َﺎﻓ‬ ْ َ ِ ‫}وَﻓِﻲ ذ َﻟ‬
ِ َ‫ﻚ ﻓَﻠﻴ َﺘ َﻨ َﺎﻓ‬

“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang-orang (yang beriman) berlomba-lomba (untuk
meraihnya)” (QS al-Muthaffifiin: 26).

Tentu saja, termasuk dalam hal ini bersegera melakukan shalat berjama’ah di masjid
ketika adzan berkumandang. Ini adalah sifat mulia hamba Allah Ta’ala yang beriman,
bahkan ini menunjukkan kecintaan dan keterikatan hatinya dengan masjid dan waktu-waktu
pelaksanaan ibadah kepada Allah Ta’ala.

Mereka inilah yang dipuji dalam firman Allah Ta’ala:

َ َ َ َ ‫} إﻧﻤ ﺎ ﻳ َﻌْﻤﺮ ﻣﺴﺎﺟ ﺪ َ اﻟﻠﻪِ ﻣ‬


َ َ‫ﻪ ﻓَﻌ‬
‫ﺴـ ﻰ‬ َ ‫ﺶ إ ِﻻ اﻟﻠ‬
َ ‫ﺨ‬ ْ َ ‫م اﻟﺼَﻼة َ وَآﺗ َﻰ اﻟﺰﻛ َﺎة َ وَﻟ‬
ْ َ‫ﻢ ﻳ‬ ِ ‫ﻦ ﺑ ِـﺎﻟﻠﻪِ وَاﻟ ْﻴ َﻮْم ِ اْﻵ‬
َ ‫ﺧﺮِ وَأﻗَﺎ‬ َ ‫ﻣ‬
َ ‫ﻦآ‬ ْ َ ‫ُ ُ َ َ ِـ‬ ‫ِ َـ‬
ْ َ ُ
{‫ﻦ‬َ ‫ﻤﻬْﺘ َﺪ ِﻳ‬
ُ ‫ﻦ اﻟ‬
َ ‫ﻣ‬ ُ ْ ‫أوﻟ َﺌ ِﻚ أ‬
ِ ‫ن ﻳ َﻜﻮﻧ ُﻮا‬ َ

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menuaikan zakat dan tidak takut
(kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan
termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS at-Taubah: 18).

Juga dalam sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentang orang-orang yang


mendapatkan kemuliaan besar pada hari kiamat nanti:

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahua’alaihi Wasallam


bersabda: “Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan
(Arsy)-Nya pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya: … dan
seorang (hamba) yang hatinya (selalu) terikat pada masjid…”3.

Artinya: Dia sangat mencintai masjid sebagai tempat beribadah kepada Allah dan selalu
menetapi shalat berjama’ah di masjid 4.
3/9
Keutamaan dan kedudukan shalat berjama’ah dan shalat di awal waktu
Dalam beberapa hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjelaskan
besarnya keutamaan dan tingginya kedudukan shalat berjama’ah di masjid dan
melaksanakan shalat di awal waktu dalam Islam, bahkan beberapa hadits shahih
menunjukkan bahwa shalat berjama’ah di masjid hukumnya wajib.

Dari Ummu Farwah radhiallahu’anha bahwa ada yang bertanya kepada Rasulullah
Shallallahua’alaihi Wasallam: Amal shaleh apakah yang paling utama?
Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “(Melaksanakan) shalat di awal waktunya” 5.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahua’alaihi Wasallam


bersabda: “Shalat berjama’ah lebih utama daripada shalat sendirian dengan
(perbandingan) dua puluh tujuh derajat”6.

Dan dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahua’alaihi Wasallam


bersabda: “Shalat seorang (muslim) secara berjama’ah (di masjid) dilipatgandakan
(pahalanya lebih daripada) shalatnya (sendirian) di rumah dan di pasar (sebanyak) dua
puluh lima kali lipat. Yaitu ketika dia berwudhu dengan benar (di rumahnya) kemudian dia
pergi ke masjid, dengan tujuan semata-mata untuk (melakukan) shalat (berjama’ah), maka
tidaklah dia melangkahkan (kakinya) satu langkah kecuali dengan itu ditinggikan satu
derajat baginya dan dihapuskan satu kesalahan (dosa) darinya. Lalu ketika dia shalat,
maka para Malaikat senantiasa mendo’akan kebaikan baginya selagi dia (berada) di tempat
shalatnya, selama dia belum berhadats (betal wudhunya). Para Malaikat berdo’a: “Ya Allah,
limpahkanlah kebaikan baginya, ya Allah, berikanlah rahmat untuknya”. Dan dia senantiasa
dalam shalat (mendapatkan pahala seperti orang yang melakukan shalat) selama dia
menunggu (tibanya waktu) shalat (di masjid)”7.

Juga hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallamtentang wajibnya menyambut seruan


adzan dan shalat berjama’ah di masjid bagi setiap laki-laki muslim yang tidak mempunyai
‘udzur (halangan) meskipun dia buta.

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa ada seorang lelaki buta datang dan bertanya
kepada Rasulullah Shallallahua’alaihi Wasallam: Wahai Rasulullah, tidak ada seorang yang
menuntunku ke masjid (untuk shalat berjama’ah). Lalu dia meminta keringanan kepada
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallamuntuk (diperbolehkan) shalat di rumah. Maka (di
awalnya) Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membolehkannya, kemudian ketika orang
itu akan pulang, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memanggilnya dan bertanya
kepadanya: “Apakah kamu mendengar seruan adzan untuk shalat (berjama’ah)?”. Orang itu
menjawab: Iya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Kalau begitu penuhilah
(seruan itu)” 8.

Bahkan dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan


ancaman dan hukuman yang sangat keras bagi orang-orang yang meninggalkan shalat
berjama’ah di masjid.

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahua’alaihi Wasallam


bersabda: “Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh aku berkeinginan keras
untuk memerintahkan agar kayu bakar dikumpulkan, lalu aku memerintahkan agar
4/9
dikumandangkan adzan untuk shalat (berjama’ah di masjid), lalu aku memerintahkan
seseorang untuk mengimami (shalat berjama’ah) kaum muslimin, kemudian aku
mendatangi orang-orang (yang tidak melakukan shalat berjama’ah di masjid) untuk
membakar rumah-rumah mereka”9.

Teladan sempurna dari para ulama salaf


Sebaik-baik teladan setelah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah para Shahabat
beliau, dan kemudian para ulama Salaf yang mengikuti petunjuk mereka dalam kebaikan.
Mereka inilah yang dipuji oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya:
َ َ
{‫ﻪ وَأ َﻋ َﺪ‬
ُ ْ ‫ﺿﻮا ﻋ َﻨ‬
ُ ‫ﻢ وََر‬
ْ ُ‫ﻪ ﻋ َﻨ ْﻬ‬
ُ ‫ﻲ اﻟﻠ‬
َ ‫ﺿ‬
ِ ‫ن َر‬
ٍ ‫ﺴﺎ‬
َ ‫ﺣ‬ ْ ِ ‫ﻢ ﺑ ِﺈ‬
ْ ُ‫ﻦ اﺗﺒ َﻌُﻮﻫ‬َ ‫ﺼﺎرِ وَاﻟﺬ ِﻳ‬ َ ْ ‫ﻦ وَاْﻷﻧ‬ َ ‫ﺟﺮِﻳ‬ِ ‫ﻤﻬَﺎ‬ُ ْ ‫ﻦ اﻟ‬
َ ‫ﻣ‬ ِ ‫ن‬ َ ‫ن اْﻷوﻟ ُﻮ‬ َ ‫وَاﻟﺴﺎﺑ ُِﻘﻮ‬
َ َ
ُ ‫ﻚ اﻟ َْﻔﻮُْز اﻟ ْﻌَﻈ ِﻴ‬
‫ﻢ‬ َ ِ ‫ﻦ ﻓِﻴﻬَﺎ أﺑ َﺪا ً ذ َﻟ‬ َ ‫ﺤﺘ َﻬَﺎ اْﻷﻧ ْﻬَﺎُر‬
َ ‫ﺧﺎﻟ ِﺪ ِﻳ‬ ْ َ ‫ﺠ ﺮ ِي ﺗ‬
ْ َ‫ت ﺗ‬ٍ ‫ﺟﻨﺎ‬ ْ ُ‫}ﻟ َﻬ‬
َ ‫ﻢ‬

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari (kalangan) orang-
orang muhajirin dan anshar serta orang-orang yang mengikuti (petunjuk) mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada-Nya, dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At Taubah:100).

Juga dalam sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Sebaik-baik umatku adalah


generasi yang aku diutus di masa mereka (para sahabat radhiallahu’anhum), kemudian
generasi yang datang setelah mereka, kemudian generasi yang datang setelah mereka”10.

Tidak terkecuali dalam masalah shalat berjama’ah di masjid, petunjuk para Shahabat
adalah yang terbaik. Mereka memandang shalat berjama’ah di masjid sebagai salah satu
petunjuk agung dalam Islam, yang barangsiapa meninggalkannya maka dia akan tersesat
dari jalan Allah Ta’ala yang lurus. Bahkan di jaman mereka Ta’ala, hanya orang-orang
munafiklah yang meninggalkan shalat berjama’ah di masjid.

Shahabat yang mulia, ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu berkata: “Barangsiapa yang
mencintai perjumpaan dengan Allah Ta’ala (pada hari kiamat) besok sebagai seorang
muslim, maka hendaknya dia menjaga (pelaksanaan) shalat lima waktu (secara
berjama’ah) di tempat (masjid) yang dikumandangkan adzan untuk shalat lima waktu
tersebut. Karena sesungguhnya Allah mensyariatkan kepada Nabi
M uhammad Shallallahu’alaihi Wasallam jalan petunjuk, dan sesungguhnya shalat lima
waktu (yang dilaksanakan di masjid secara berjama’ah) termasuk jalan petunjuk.
Seandainya kalian melaksanakan shalat (lima waktu) di rumah sebagaimana orang yang
meninggalkan (shalat berjama’ah di masjid) melaksanakannya di rumah, berarti sungguh
kalian telah meninggalkan petunjuk Nabimu Shallallahu’alaihi Wasallam. Dan jika kalian
meninggalkan petunjuk Nabimu Shallallahu’alaihi Wasallam maka sungguh kalian akan
tersesat (dari jalan Allah). Tidak ada seorangpun yang bersuci (berwudhu) dan
menyempurnakan wudhunya, lalu dia pergi ke salah satu masjid dari masjid-masjid (yang
ada), kecuali Allah akan menetapkan baginya dengan setiap langkah kakinya satu kebaikan,
meninggikannya satu derajat dan menghapus darinya satu kesalahan. Sungguh aku telah
melihat (di jaman) kami, tidaklah ada yang meninggalkan shalat lima waktu (secara
berjama’ah di masjid) kecuali orang munafik yang telah diketahui (diyakini)
kemunafikannya. Dan sungguh (sampa-sampai) seorang laki-laki (muslim yang sedang
sakit) dibawa (ke masjid) dengan diapit dua orang laki-laki sampai ditegakkan di (tengah)
11 5/9
barisan (shalat berjama’ah)”11.

Demikian pula para Shahabat lainnya radhiallahu’anhum, memberikan teladan yang


sempurna dalam masalah ini, seperti ucapan ‘Adi bin Hatim ath-Tha’i radhiallahu’anhu:
“Tidaklah dikumandangkan shalat sejak aku masuk Islam, kecuali aku dalam keadaan
sudah berwudhu”12.

Kemudian generasi Tabi’in yang datang setelah para Shahabat Shallallahua’alaihi


Wasallam, mereka juga menampilkan sebaik-baik teladan dalam menjaga dan bersegera
melaksanakan shalat lima waktu secara berjama’ah di masjid ketika adzan
dikumandangkan.

Imam Sa’id bin al-Musayyab (wafat setelah thn 90 H), imam besar dari generasi Tabi’in dan
paling luas ilmunya di kalangan mereka13. Imam Ibnu Hibban berkata tentang sifat-sifat
beliau yang terpuji: “Beliau termasuk pemuka para Tabi’in dalam pemahaman agama, sifat
wara’, ilmu, ibadah dan kemuliaan…Selama empat puluh tahun, tidaklah dikumandangkan
adzan shalat kecuali Sa’id bin al-Musayyab (telah berada) di masjid menanti (shalat
berjama’ah)”14.

Imam al-Aswad bin Yazid bin Qais an-Nakha’i al-Kufi (wafat thn 75 H), imam besar dan
panutan dari generasi Tabi’in. Imam Ibrahim an-Nakha’i berkata tentangnya: “Imam al-
Aswad apabila telah tiba waktu shalat (fardhu) maka beliau akan
menderumkan/menghentikan onta (tunggangan)nya meskipun di atas batu” .15

Imam al-A’masy Sulaiman bin Mahran al-Kufi (wafat thn 147 H), imam besar penghafal
hadits dari generasi Tabi’in yunior. Imam Waqi’ bin al-Jarrah berkata memujinya: “Imam al-
A’masy (selama) sekitar tujuh puluh tahun tidak pernah ketinggalan takbir pertama
(bersama Imam dalam shalat berjama’ah)”16.

Imam Ibrahim bin Maimun ash-Sha’ig (wafat thn 131 H) dari generasiAtba’ut tabi’in. Imam
Yahya bin Ma’in berkata tentangnya: “Ketika beliau (sedang bekerja) mengangkat palu
(untuk menempa besi), lalu beliau mendengar adzan shalat (berkumandang), maka beliau
tidak akan memukulkan palu tersebut (karena bersegera melaksanakan shalat
berjama’ah)”17.

Imam Muhammad bin Sama’ah at-Tamimi (wafat thn 233 H) dari generasiAtba’ut
tabi’in junior, beliau berkata: “Selama empat puluh tahun aku tidak pernah ketinggalan
takbir pertama (bersama Imam dalam shalat berjama’ah), kecuali pada hari wafatnya
ibuku, aku ketinggalan satu kali shalat berjama’ah”18.

Bahkan sifat ini di kalangan para ulama Salaf menjadi ukuran untuk menilai baik atau
buruknya agama seseorang, dan kemudian dijadikan sebagai patokan unutk menilai siapa
yang pantas dijadikan sebagai guru tempat menimba ilmu sunnah
Rasulillah Shallallahu’alaihi Wasallam.

Imam Ibrahim an-Nakha’i (wafat thn 96 H) berkata: “Dulunya para ulama Ahlus sunnah jika
ingin mempelajari ilmu (hadits) dari seseorang, maka mereka memperhatikan (terlebih
dahulu) shalat, penampilan dan tingkah laku orang tersebut”19.

6/9
Imam Ibrahim bin Yazid at-Taimi (wafat thn 92 H) berkata: “Jika kamu melihat seorang laki-
laki yang meremehkan takbir pertama (bersama Imam dalam shalat berjama’ah), maka
cucilah tanganmu (tinggalkan riwayat hadits) darinya”20.

Nasehat dan penutup


Itulah teladan yang sempurna dari generasi terbaik umat ini, yang kita semua tentu ingin
mengikuti petunjuk dan teladan kebaikan mereka dalam ilmu dan amal. Siapakah yang
tidak menginginkan dirinya termasuk ke dalam orang-orang yang meraih kemuliaan dan
keridhaan Allah Ta’ala karena mengikuti petunjuk mereka yang lurus? Inilah makna firman-
Nya:
َ َ
{‫ﻪ وَأ َﻋ َﺪ‬
ُ ْ ‫ﺿﻮا ﻋ َﻨ‬
ُ ‫ﻢ وََر‬
ْ ُ‫ﻪ ﻋ َﻨ ْﻬ‬
ُ ‫ﻲ اﻟﻠ‬
َ ‫ﺿ‬
ِ ‫ن َر‬
ٍ ‫ﺴﺎ‬
َ ‫ﺣ‬ ْ ِ ‫ﻢ ﺑ ِﺈ‬
ْ ُ‫ﻦ اﺗﺒ َﻌُﻮﻫ‬َ ‫ﺼﺎرِ وَاﻟﺬ ِﻳ‬ َ ْ ‫ﻦ وَاْﻷﻧ‬ َ ‫ﺟﺮِﻳ‬ِ ‫ﻤﻬَﺎ‬ُ ْ ‫ﻦ اﻟ‬
َ ‫ﻣ‬ ِ ‫ن‬ َ ‫ن اْﻷوﻟ ُﻮ‬ َ ‫وَاﻟﺴﺎﺑ ُِﻘﻮ‬
َ َ
ُ ‫ﻚ اﻟ َْﻔﻮُْز اﻟ ْﻌَﻈ ِﻴ‬
‫ﻢ‬ َ ِ ‫ﻦ ﻓِﻴﻬَﺎ أﺑ َﺪا ً ذ َﻟ‬ َ ‫ﺤﺘ َﻬَﺎ اْﻷﻧ ْﻬَﺎُر‬
َ ‫ﺧﺎﻟ ِﺪ ِﻳ‬ ْ َ ‫ﺠ ﺮ ِي ﺗ‬
ْ َ‫ت ﺗ‬ٍ ‫ﺟﻨﺎ‬ ْ ُ‫}ﻟ َﻬ‬
َ ‫ﻢ‬

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari (kalangan) orang-
orang muhajirin dan anshar serta orang-orang yang mengikuti (petunjuk) mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada-Nya, dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At Taubah:100).

Imam Ibnu Katsir berkata: “Orang-orang yang mengikuti (petunjuk) mereka dengan baik
adalah orang-oang yang mengikuti (meneladani) jejak-jejak mereka yang terpuji, sifat-sifat
mereka yang mulia dan selalu mendo’akan (kebaikan) bagi mereka secara terang-terangan
maupun tersembunyi”21.

Terlebih lagi dalam shalat berjama’ah dan bersegera melaksanakannya ketika adzan
dikumandangkan, yang keutamaannya sangat besar di sisi Allah Ta’ala, sampai-sampai
R asulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Seandainya manusia mengetahui
(keutamaan dan pahala sangat besar) yang ada pada adzan dan (berdiri di) shaf pertama
(ketika shalat berjama’ah), kemudian mereka tidak mendapatkan (cara untuk membaginya)
kecuali dengan mengundinya, maka niscaya mereka akan mengundinya. Seandainya
mereka mengetahui (keutamaan dan pahala sangat besar) yang ada pada at-tahjir
(menyegerakan shalat di awal waktunya) maka niscaya mereka akan bersegera
melaksanakannya”22.

Di samping itu, bukankah shalat merupakan sebab terbesar yang menjadikan damai dan
sejuk hati hamba-hamba yang beriman? Bukankah ini lebih dari cukup untuk menjadikan
hamba-hamba-Nya yang shaleh berlomba-lomba dan bersegera melaksanakannya di awal
waktu ketika adzan dikumandangkan?

Camkanlah sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berikut ini: “Allah menjadikan


qurratul ‘ain (penyejuk/penghibur hati) bagiku pada (waktu aku melaksanakan) shalat” 23.

Juga sabda beliau Shallallahu’alaihi Wasallam kepada Bilal radhiallahu’anhu: “Wahai Bilal,
senangkanlah (hati) kami dengan (melaksanakan) shalat”24.

Semoga Allah Shallallahua’alaihi Wasallam menjadikan tulisan ini bermanfaat dan menjadi
motivasi bagi kita semua untuk selalu bersegera dalam kebaikan dalam rangka mencari
sebab keridhaan-Nya.
7/9
Akhirnya, kami menutup tulisan ini dengan memohon kepada Allah  dengan nama-nama-
Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar Dia Ta’ala menjadikan
kita semua termasuk orang-orang yang selalu mengikuti petunjuk
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para Shahabat radhiallahu’anhum dengan baik,
dalam memahami dan mengamalkan agama Islam.

‫ وآ ﺧ ﺮ د ﻋ ﻮا ﻧ ﺎ أ ن ا ﻟ ﺤ ﻤ ﺪ ﻟ ﻠ ﻪ ر ب ا ﻟ ﻌ ﺎ ﻟ ﻤ ﻴ ﻦ‬، ‫و ﺻ ﻠ ﻰ ا ﻟ ﻠ ﻪ و ﺳ ﻠ ﻢ و ﺑ ﺎ ر ك ﻋ ﻠ ﻰ ﻧ ﺒ ﻴ ﻨ ﺎ ﻣ ﺤ ﻤ ﺪ وآ ﻟ ﻪ و ﺻ ﺤ ﺒ ﻪ أ ﺟ ﻤ ﻌ ﻴ ﻦ‬

***

Kota Kendari, 9 Rabi’ul awwal 1436 H

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, Lc., MA.

Artikel Muslim.or.id

____

1 Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/390).

2 Kitab “Tafsir al-Qurthubi” (5/156).

3 HSR al-Bukhari (no. 1357) dan Muslim (no. 1031).

4 Keterangan Imam an-Nawawi dalam “Syarh shahih Muslim” (7/121).

5 HR Abu Dawud (no. 426) dan Ahmad (6/374), Syaikh al-Albani menghukuminya sebagai
hadits shahih karena banyak jalurnya yang saling mendukung dan menguatkan.

6 HSR al-Bukhari (no. 619) dan Muslim (no. 650).

7 HSR al-Bukhari (no. 2013) dan Muslim (no. 649).

8 HSR Muslim (no. 654).

9 HSR al-Bukhari (no. 618) dan Muslim (no. 651).

10 HSR al-Bukhari (no. 3450) dan Muslim (no. 2535).

11 Atsar riwayat Imam Muslim (no. 654).

12 Kitab “Siyaru a’laamin nubalaa’ (3/164).

13 Lihat kitab “Taqriibut tahdziib” (hlmn 241).

14 Kitab “ats-Tsiqaat” (4/274).

15 Kitab “Siyaru a’laamin nubalaa’ (4/53).

16 Kitab “Siyaru a’laamin nubalaa’ (6/228).

17 Kitab “Tahdziibut tahdziib” (1/150).

18 Kitab “Tahdziibul kamaal” (25/319).

8/9
19 Kitab “al-Jarhu wat ta’diil” (2/16).

20 Kitab “Siyaru a’laamin nubalaa’ (5/62).

21 Kitab “Tafsir Ibni Katsir” (4/432).

22 HSR al-Bukhari (no. 590) dan Muslim (no. 437).

23 HR Ahmad (3/128) dan an-Nasa-i (7/61), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani.

24 HR Abu Daud (2/715) dan Ahmad (5/364), dinyatakan shahih oleh syaikh Al Albani.

Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik
disini. Jazakallahu khaira

9/9

Anda mungkin juga menyukai