Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

BLOK KEGAWATDARURATAN

“SYOK UPDATE”

Dosen Pembimbing : dr. Hendra Hermawan

Disusun Oleh :

Anggi Fitria Kusumaningtyas 1513010007

Aprili Wulandari 1513010015

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Tujuan........................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 2
2.1 Tetanus....................................................................................................... 2
2.2 Sepsis..........................................................................................................22
BAB III PENUTUP..................................................................................................34
3.1 Kesimpulan................................................................................................34
3.2 Saran..........................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................36

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit
tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya
standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan
gawat darurat dengan respons time yang cepat dan tepat. Sebagai salah satu
penyedia layanan pertolongan, dokter dituntut untuk dapat memberikan
pelayanan yang cepat dan tepat agar dapat menangani kasus-kasus
kegawatdaruratan. Salah satu kasus kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan segera adalah syok.
Syok merupakan suatu gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan
tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan, selain itu syok dapat
didefinisikan sebagai keadaan gawat darurat yang sering akibat adanya
kegagalan sirkulasi dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan.
Manifestasi klinis syok diawali dengan penurunan isi sekuncup (stroke
volume) yang disebabkan oleh berkurangnya preload, meningkatnya
afterload, atau gangguan kontraksi dan laju jantung.
Setiap keadaan yang mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan
oksigen jaringan baik karena suplainya berkurang atau kebutuhannya yang
meningkat akan menimbulkan tanda-tanda syok, dalam menanggulangi syok
hal yang harus diketahui yaitu kemungkinan penyebab syok tersebut. Pada
pasien trauma, pengenalan syok berhubungan langsung dengan mekanisme
terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma dan
yang tersering adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik
juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas
diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada sistem
saraf pusat serta medula spinalis. Syok septik juga harus dipertimbangkan
pada pasien-pasien trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan
pertolongan.

1
Penentuan adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis
maupun laboratorium yang jelas yang merupakan akibat dari berkurangnya
perfusi jaringan. Syok mempengaruhi kerja organ-organ vital dan
penanganannya memerlukan pemahaman tentang patofisiologi syok. Syok
bukanlah merupakan suatu diagnosis, syok merupakan sindrom klinis yang
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi
hemodinamik yang bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak
memadainya perfusi jaringan. Syok yang tidak ditangani segera akan
menimbulkan kerusakan permanen dan bahkan kematian, oleh karena itu
perlu pemahaman yang baik mengenai syok dan penanganannya guna
menghindari kerusakan organ lebih lanjut.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui Definisi Syok
b. Mengetahui Patofisiologi Syok
c. Mengetahui Klasifikasi Syok
d. Megetahui Stadium Syok
e. Mengetahui Etiologi Syok
f. Mengetahui Penegakan Diagnosis Syok
g. Mengetahui Tatalaksana syok
h. Mengetahui Komplikasi Syok
i. Megetahui Prognosis Syok

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Syok merupakan syndrome gawat yang bersifat akut akibat dari
ketidakcukupan perfusi dalam memenuhi kebutuhan tubuh, yang disebabkan
oleh peningkatan kebutuhan metabolik (kebutuhan oksigen) atau penurunan
pasokan metabolik. Ketidakcukupan akan pasokan oksigen mengakibatkan
tubuh merespon dengan merubah metabolisme energi sel menjadi anaerobic
yang berakibat terjadinya asidosis laktat. Jika perfusi oksigen ke jaringan
terus berkurang maka respon system endokrin, pembuluh darah, inflamasi,
metabolisme, seluler dan sistemik akan muncul dan mengakibatkan pasien
menjadi tidak stabil. Manifestasi yang biasa terjadi yaitu perubahan
hemodinamik (contoh hipotensi, takikardia, rendahnya curah jantung dan
oliguria) disebabkan oleh defisit volume intravaskular, gagal pompa
miokardial (syok kardiogenik), atau vasodilatasi periferal (septik, anafilaktik,
atau syok neurogenik).
Syok adalah proses yang progresif, yaitu apabila tubuh tidak mampu
mentoleransi maka dapat mengakibatkan kerusakan irreversible pada organ
vital dan dapat menyebabkan kematian. Syok memiliki pola patofisiologi,
manisfestasi klinis, dan pengobatan berbeda tergantung pada etiologinya.
Hypovolemic dan septic syok adalah syok yang paling sering dijumpai pada
anak- anak, cardiogenik syok dijumpai pada neonatus yang memiliki kelainan
jantung congenital juga pasca bedah kelainan jantung congenital syok bisa
terjadi pada anak yang lebih dewasa.

2.2 Patofisiologi
Metabolisme aerobic sel bisa menghasilkan 36 Adenosin Triphosphate,
sedangkan pada sel yang kekurangan oksigen (syok) sel akan merubah
system metabolisme aerobic menjadi anaerobic, yang mana hanya
menghasilkan 2 ATP molekul tiap molekul glukosa dan hasil pembentukan

3
dan penimbunan asam laktat. Akhirnya metabolisme sel tidak cukup
menghasilkan energi homeostasis sel, sehingga mengakibatkan gangguan
pertukaran ion melalui membrane sel. Dimana terjadi akumulasi sodium
didalam sel dengan pengeluaran potassium dan penumpukan cytosolic
calsium. Sel menjadi membengkak, membrane sel hancur, dan terjadilah
kematian sel. Kematian yang luas dari sel menghasilkan kegagalan pada
banyak organ, jika irreversible maka pasien meninggal. Kekacauan metabolic
sel mungkin terjadi dari kekurangan oksigen yang absolute (hipoksia syok)
atau kombinasi hipoksia dan kekurangan substrat khususnya glukosa, disebut
sebagai iskemic syok.
Gejala dan tanda syok yang dapat dengan mudah dilihat pada orang
dewasa mungkin tidak akan terlihat pada anak, mengakibatkan terlambatnya
pengenalan dan mengabaikan keadaan syok yang parah. Walaupun anak lebih
besar persentase total cairan tubuhnya tapi untuk melindungi mereka dari
kolaps kardiovaskular, peningkatan sisa metabolik rata-rata, peningkatan
insensible water loss, dan penurunan renal concentrating ability biasanya
membuat anak lebih mudah terjadi hipoperfusi pada organ. Gejala dan tanda
awal dari berkurangnya volume dapat tidak diketahui pada anak-anak, tapi
sejalan dengan perkembangan penyakit, penemuan gejala dan tanda menjadi
dapat ditemukan sama seperti orang dewasa.
Pada dasarnya, syok merupakan suatu keadaan dimana tidak adekuatnya
suplai oksigen dan substrat untuk memenuhi kebutuhan metabolic jaringan.
Akibat dari kekurangan oksigan dan substrat-substrat penting, maka sel-sel
ini tidak dapat mempertahankan produksi O2 aerobik secara efisien.

4
Respon kompensasi kardiovaskular pada anak dengan keadaan
penurunan ventrikular preload, melemahkan kontraksi miokard, dan
perubahan dalam pembuluh darah berbeda dari yang terjadi pada dewasa.
pada pasien anak, CO lebih tergantung pada heart rate daripada stroke volume

5
oleh karena kekurangan massa otot ventrikel. Takikardi adalah yang
terpenting pada anak untuk mempertahankan CO yang adekuat pada kondisi
penurunan ventricular preload, kelemahan kontraksi miokard, atau kelainan
jantung congenital yang digolongkan oleh anatomi left-to-right shunt. Stroke
volume tergantung oleh pengisian ventrikel (preload), ejeksi ventrikel
(afterload), dan fungsi pompa intrinsik (myocardial contractility).
Tambahan pada CO, pengatur utama dari tekanan darah adalah SVR.
Anak memaksimalkan SVR untuk mempertahankan tekanan darah yang
normal, pada keadaan penurunan CO yang signifikan. Peningkatan SVR oleh
karena vasokontriksi perifer yang dipengaruhi system saraf simpatis dan
angiotensin. Hasilnya, aliran darah diredistributsi dari pembuluh nonessential
seperti kulit, otot skelet, ginjal dan organ splanknik ke otak, jantung, paru-
paru dan kelenjar adrenal. Sesuai pengaturan dari pembuluh darah, endogen
atau eksogen melalui zat-zat vasoaktif, dapat menormalkan tekanan darah
tanpa tergantung dari CO. Karena itu, pada pasien anak, tekanan darah
merupakan indicator yang jelek dari hemostatis kardiovaskular. Evaluasi
heart rate dan perfusi end-organ, termasuk capillary refill, kualitas dari
denyut perifer, kesadaran, urine output, dan status asam-basa, lebih bernilai
daripada tekanan darah dalam menentukan status sirkulasi anak.
Pada keadaan normal, metabolisme aerobik menghasilkan 6 molekul
adenosine trifosfat (ATP) tiap 1 molekul glukosa. Pada keadaan syok,
pengiriman O2 terganggu, sehingga sel hanya dapat menghasilkan 2 molekul
ATP tiap 1 molekul glukosa, sehingga terjadi penumpukan dan produksi asam
laktat. Pada akhirnya metabolisme seluler tidak lagi bisa menghasilkan energi
yang cukup bagi komponen hemostasis seluluer, sehingga terjadi kerusakan
pompa ion membran dan terjadi penumpukan natrium intraseluler,
pengeluaran kalium dan penumpukan kalsium sitosol. Kerusakan metabolik
ini dapat disebabkan karena defisiensi absolut dari transpor oksigen (syok
hipoksik) atau disebabkan karena defisiensi transport substrat, biasanya
glukosa (syok iskemik). Yang paling sering terjadi adalah kombinasi dari
kedua hal diatas yaitu hipoksik dan iskemik. Atas dasar hal tersebut diatas,
maka sangatlah penting untuk memberikan oksigen pada keadaan syok.

6
Pengiriman oksigen (Oxygen Delivery = DO2) adalah jumlah oksigen
yang dibawa ke jaringan tubuh permenit. DO2 tergantung pada jumlah darah
yang dipompa oleh jantung permenit (Cardiac Output = CO) dan kandungan
O2 arteri (CaO2), sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut:
DO2 = CO (L/menit) x CaCO2 (ml/mL/cc)
CaCO2 tergantung pada banyaknya O2 yang terkandung di Hb
(Saturasi O2 = SaO2), sehingga didapatkan persamaan:
CaO2 = Hb (g/100ml) x SaO2 x 1,34 ml O2/
Keadaan syok dapat terlihat secara klinis apabila terdapat gangguan
pada CaCO2, baik karena hipoksia, yang dapat menyebabkan penurunan
SaO2 maupun karena anemia yang menyebabkan penurunan kadar Hb
sehingga menurunkan kapasitas total pengiriman O2. Cardiac output
tergantung pada 2 keadaan, yaitu jumlah darah yang dipompa tiap denyut
jantung (Stroke Volume = SV) dan laju jantung (Heart Rate = HR). Stroke
volume dipengaruhi oleh volume pengisian ventrikel akhir diastolik
(ventricular preload), kontaktilitas otot jantung dan afterload. Tiap variabel
yang mempengaruhi cardiac output diatas, pada keadaan syok, dapat
mengalami gangguan atau kerusakan.

7
2.3 Klasifikasi
a. Syok Hipovolemik
Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga syok
hipovolemik berarti syok yang di sebabkan oleh berkurangnya volume
intravaskuler. Di Indonesia shock pada anak paling sering disebabkan
oleh gastroenteritis dan dehidrasi, dan shock perdarahan paling jarang,
begitupun shock karena kehilangan plasma pada luka bakar dan shock
karena translokasi cairan. Adapun penyebabnya adalah :
1) Perdarahan
2) Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
3) Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi usus dan
lain-lain
b. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung
yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama
sekali untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik
ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan
berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu
menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan
perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui
adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti
infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah
torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau
sekat jantung. Adapun penyebabnya adalah :
1) Aritmia
2) Bradikardi / takikardi
3) Gangguan fungsi miokard
4) Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan
5) Penyakit jantung arteriosklerotik

c. Syok Septik
Merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Syok
ini terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya di dalam
tubuh yang berakibat vasodilatasi. Pada syok septik hipoksia, sel yang
terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan

8
karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin
kuman. Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau
hampir normal, mempunyai gejala takikaridia, kulit hangat, tekanan
sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.
Syok septik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(Pseudomonas auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. choli, Proteus).
Infeksi bakteri gram positif 20-40% (Stafilokokus aureus, Stretokokus,
Pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% (Dengue Hemorrhagic
Fever, Herpes viruses), protozoa (Malaria falciparum).
d. Syok Neurogenik
Syok neurogenik adalah syok yang terjadi karena hilangnya tonus
pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. Syok neurogenik juga
dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari
perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh
cidera pada sistem saraf seperti trauma kepala, cidera spinal, atau anastesi
umum yang dalam. Pada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi
jaringan yang disebabkan karena disfungsi sistem saraf simpatis sehingga
terjadi vasodilatasi, misalnya trauma pada tulang belakang, spinal syok.
Adapun penyebabnya antara lain :
1.) Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok
spinal).
2.) Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri
hebat pada fraktur tulang.
3.) Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
4.) Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5.) Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
e. Syok Anafilaksis
Adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi
sirkulasi. Anafilaksis merupakan kondisi alergi di mana curah jantung dan
tekanan arteri seringkali menurun dengan hebat. Adapun penyebabnya
adalah :
1.) Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah.
2.) Allergen immunotherapy
3.) Gigitan atau sengatan serangga

9
4.) Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG), serum,
NSAID
5.) Latex
6.) Vaksin
7.) Exercise induce
f. Anafilaksis idiopatik
Adalah anafilaksis yang terjadi berulang tapa diketahui penyebabnya
meskipun sudah dilakukan evaluasi/observasi dan challenge test, diduga
karena kelainan pada sel mast yang menyebabkan pengeluaran histamine.

Adapun menurut (Michael, 2008) Syok dibedakan menjadi 6 macam,


diantaranya:
No Jenis Syok Kulit Dada Vena Vital sign Lain-lain
Central
1 Hipovolemik Dingin, ≠ kelainan ≠ teraba Takipnea, Haus
lembab, pucat, takikardia,
bintik-bintik hipotensi
2 Kardiogenik Dingin, ≠ kelainan Adanya Takipnea, Gallop,
lembab, di dada, bendungan hipotensi, gerakan
berkeringat atau juga tajikardia / bising
banyak ditemukan bradikardi jantung
adanya dapat
CHF terdengar
3 Anafilaktik Urtikaria, Adanya ≠ teraba Takipnea, Infeksi
bercak bising, takikardia, konjungtiva,
makulopapular mengu, hipotensi mual,
atau batuk, muntah,
angioedema sianosis nyeri
abdomen,
diare

4 Septik Hangat, dan ≠ kelainan, ≠ teraba Takipnea, Tanda


kemerahan kecuali takikardia,
infeksi lokal
atau dingin adanya hipotensi atau
disertai pneumonia koagulasi
sianosis intravaskular
5 Spinal Hangat dan ≠ kelainan ≠ teraba Bradikardi, Defisit
kemerahan hipotensi neurologis,
retensi urin,
priapismus
6 Obstruktif Dingin, Bunyi Adanya Takipnea, Deisit
lembab, jantung bendungan takikardia, neurologis,
pucat / terdengar hipotensi retensio
sianosis jauh, urin,
hilangnya priapismus

10
bunyi
nafas
unilateral

2.4 Stadium Syok


Secara klinis, syok terbagi ke dalam 3 fase, yaitu :
Gejala Klinis Kompensasi Dekompensasi Irreversibel
Kehilangan Darah % ≤25% 25-40% >40%
Frekuensi Jantung Takikardia + Takikardia ++ Takikardia/Bradikardi
Volume Nadi Normal/Menurun Menurun + Menurun ++
Pengisian Kapiler Normal/Meningkat Meningkat + Meningkat --
Kulit Dingin, pucat Dingin, mottled Pucat mati
RR Takipnue + Takipnue ++ Sighing respiration
Tingkat Kesadaran Agitasi ringan Berkooperasi Bereaksi hanya pada
rasa sakit atau tidak
responsive

2.5 Etiologi Syok


Syok dapat disebabkan oleh berbagai kondisi yang mengurangi aliran darah,
termasuk:
a) Masalah jantung (seperti penyakit jantung koroner atau gagal jantung)
b) Menurunnya volume darah oleh karena perdarahan hebat atau dehidrasi
c) Perubahan yang terjadi didalam pembuluh darah seperti infeksi atau reaksi
alergik
d) Beberapa obat-obatan yang memungkinkan mengurangi fungsi jantung atau
tekanan darah (Arvin, 2000)

2.6 Penegakan Diagnosis dan Tatalaksana Syok


a. Syok hipovolemia
Anamnesis
Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit
penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan
lansung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan
mudah didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien
hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental (Japardi,
2002)

11
Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan,
sebaiknya dinilai pada semua pasien. Pada pasien trauma, menentukan mekanisme
cedera dan beberapa informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera
tertentu (misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan
kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor). Jika sadar,
pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri.Tanda vital, sebelum dibawa ke
unit gawat darurat sebaiknya dicatat. Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin
menunjukkan gangguan pada pembuluh darah.Tanda klasik pada aneurisma arteri
torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis
biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul (Japardi,
2002)
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan
tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-
inflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya)
adalah sangat penting (Schwarz, 2004)
1. Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan.
2. Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat
kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear,
sedangkan pasien dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal
kemungkinan mengalami ulkus peptik atau varises esophagus.
Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan
informasi mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko
kehamilan ektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya),
produk konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur
sebaiknya menjalani tes kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil. Tes
kehamilan negatif bermakna untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik
(Japardi, 2002)

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas,
pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara
bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala
syok. Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator

12
utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis lambat. Mekanisme kompensasi
mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien
kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan
perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker
mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa memperhatikan derajat syoknya
(Patrick, 2003)
Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah
yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien
hipovolemik sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung
lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal.
Tabel. 2.1 Perkiraan kehilangan cairan dan darah berdasarkan presentasi penderita.

Pada pasien dengan trauma, perdarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab


dari syok. Namun, hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain.
Diantaranya tamponade jantung (bunyi jantung melemah, distensi vena leher),
tension pneumothorax (deviasi trakea, suara napas melemah unilateral), dan
trauma medulla spinalis (kulit hangat, jarang takikardi, dan defisit neurologis)
(Franklin, 1995)
Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut,
paha, dan bagian luar tubuh (Japardi, 2002)

13
1) Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang
melemah, karena perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari
miokard, pembuluh darah, atau laserasi paru.
2) Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau
distensi, yang menunjukkan cedera intraabdominal.
3) Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tanda-
tanda fraktur femur dan perdarahan dalam paha).
4) Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdarahan
luar.
Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari abdomen.
Abdomen harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau bruit.
Mencari bukti adanya aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar. Juga
periksa tanda-tanda memar atau perdarahan. Pada pasien hamil, dilakukan
pemeriksaan dengan speculum steril. Meskipun, pada perdarahan trimester
ketiga, pemeriksaan harus dilakukan sebagai double set-up di ruang operasi.
Periksa abdomen, uterus,atau adneksa. Penyebab-penyebab syok hemoragik
adalah trauma, pembuluh darah, gastrointestinal, atau berhubungan dengan
kehamilan (Bartholomeusz, 1996)
1. Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda
tumpul. Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai
berikut: laserasi dan ruptur miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan
perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada
tengkorak.
2. Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan
darah antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena.
3. Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok hemoragik
antara lain: perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum,
Mallory-Weiss tears, dan fistula aortointestinal.
4. Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik
terganggu, plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat
kehamilan ektopik umum terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik
pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernah
dilaporkan.

14
Pemeriksaan Laboratorium
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dlakukan, langkah diagnosis selanjutnya
tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari
kondisi pasien itu sendiri (Japardi, 2002). Pemeriksaan laboratorium awal yang
sebaiknya dilakukan antara lain :
1. Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit
masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah
perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini
tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena
kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada dengue fever atau diare
dengan dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi.
2. Urin
Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin
meningkat >1,020. Sering didapat adanya proteinuria
3. Pemeriksaan analisa gas darah
pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung
terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak
tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan
meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara
PO2 dan PCO2 arterial dan vena.
4. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan
elektrolit seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama
pada penderita dengan asidosis
5. Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN (Blood urea nitrogen) dan
serum kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal
ginjal
6. Pemeriksaan faal hemostasis
7. Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer
Pemeriksaan Radiologi
Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali
diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan

15
radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang
operasi.
Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia
langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan. Pasien
trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di
unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika
dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang
nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak
dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi
dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari
sumber perdarahan.
Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto
polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi,
atau CT-scan dada.
Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST
(Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien
yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang
stabil. Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan
radiologi.
Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur.
Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan
ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang
memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering
terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes
kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan (Franklin, 1995)
Differensial diagnosis
1. Solusio plasenta Kehamilan ektopik
2. Aneurisma abdominal Perdarahan post partum
3. Aneurisma thoracis Trauma pada kehamilan
4. Fraktur femur Syok hemoragik
5. Fraktur pelvis Syok hipovolemik
6. Gastritis dan ulkus peptikum Toksik
7. Plasenta previa

16
b. Syok anafilaktik
Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat,
disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ), timbul biduran
mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing,
mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu (Patrick, 2003).

Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : baik sampai buruk
2. Kesadaran: composmentis sampai koma
3. Tensi : hipotensi,
4. Nadi :takikardi,
5. Kepala dan leher : sianosis, dispneu, konjungtivitis, lakrimasi, edema
periorbita, perioral, rinitis
6. Thorax aritmia sampai arrest pulmo bronkospasme, stridor, rhonki dan
wheezing, abdomen : nyeri tekan, bising usus meningkat
7. Ekstremitas : urtikaria, edema.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Pemeriksaan darah menunjukkan
jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor
pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil
buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat.
Hitung sel meningkat hemokonsentrasi, trombositopenia eosinofilia
naik/ normal / turun. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri
penyebab infeksi.
2. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya
konsentrasi oksigen.
3. X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug,
4. EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia atau
menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai
darah yang tidak memadai ke otot jantung.
Diferensial Diagnosis

17
Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti :
1. Reaksi vasovagal
Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan.
Pasien tampak pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan
dengan reaksi anafilaktik, pada reaksi vasovagal nadinya lambat dan
tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan darahnya turun tetapi masih
mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti anafilaktik
2. Infark miokard akut
Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada,
dengan atau tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak
tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan
pada anafilaktik tidak ada nyeri dada.
3. Reaksi hipoglikemik
Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau
sebab lain. Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar.
Tekanan darah kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-
tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada reaksi anafilaktik
ditemui obstruksi saluran napas
4. Reaksi histeris
Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas,
hipotensi, atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya
sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi
anafilaksis.
5. Asma bronkial
Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara
napas yang berbunyi mengi Biasanya timbul karena faktor pencetus
seperti debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada
pagi hari.
6. Rinitis alergika
Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung,
gatal hidung yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena

18
faktor pencetus, misalnya debu, terutama di udara dingin.dan hampir
semua kasus asma diawali dengan RA.
c. Syok neurogenik
Anamnesis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik dari
anamnesis biasanya terdapat cedera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala,
cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam)

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak
bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai
dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia
(Jupardi, 2002)
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:
1. Darah (Hb, Ht, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum,
kreatinin, glukosa darah.
2. Analisa gas darah
3. EKG
Diferensial Diagnosis
1. Semua jenis syok.
2. Sinkop (pingsan)
3. Hipoglikemia
d. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda
syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas,
gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru,
tamponade jantung, kelainan katupjantung. Syok kardiogenik ditandai dengan
tekanan sistolik rendah (kurang dari 90 mmHg), diikuti menurunnya aliran
darah ke organ vital :
1. Produksi urin kurang dari 20 ml/jam
2. Gangguan mental, gelisah, sopourus
3. Akral dingin
4. Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya
laktat kardial.

19
5. Meningkatnya adrenalin, glukosa, free fatty acid cortisol, rennin,
angiotensin plasma serta menurunnya kadar insulin plasma.
Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder,
terjadi karena ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan
asidosis metabolik. Hipovolemia merupakan komplikasi yang sering terjadi
pada syok kardiogenik, disebabkan oleh meningkatnya redistribusi cairan
dari intravaskular ke interstitiel, stres akut, ataupun penggunaan diuretika.
Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus
(tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya
cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru
(>15 mmHg).
Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut:
1. Tensi turun : sistolik < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg
dari semula, sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg.
2. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2.
3. Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun,
normal, rendah sampai meninggi.
4. Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai
meninggi.
5. Resistensi sistemis.
6. Asidosis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang segera dilakukan :
1. Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar.
2. Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit
(koagulopati)
3. Enzim Jantung (Creatinine Kinase, troponin, myoglobin, LDH)
4. Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan
asam-basa dan kadar oksigen. Defisit basa penting,
menggambarkan kejadian dan derajat renjatan, harus dipantau
terus selama resusitasi.
5. Pemeriksaan serial kadar laktat, menggambarkan hipoperfusi dan
prognosis.
6. Pemeriksaan yang harus direncanakan adalah EKG,
ekokardiografi. foto polos dada.

20
e. Syok sepsis
Anamnesis
Sering didapatkan riwayat demam tinggi yang berkepanjangan,
sering berkeringat dan menggigil, menilai faktor resiko menderita
penyakit menahun, mengkonsumsi antibiotik jangka panjang, pernah
mendapatkan tindakan medis/pemebedahan (Bartholomeusz, 1996).
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan demam tinggi, akral dingin,
tekanan darah turun < 80 mmHg dan disertai penurunan kesadaran.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak
atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal
ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah
akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan
rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan
ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak
memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri
penyebab infeksi (Suryono, 2008)
Diferensial Diagnosis
Semua penyakit infeksi

2.7 Tatalaksana Syok


Penanganan syok harus mengikuti prinsip dasar yaitu :
a. Pertahankan Airway, Breathing, Circulation (ABC)
b. Pertahankan saturasi O2 yang adekuat (SaO2 > 94%)
c. Kontrol perdarahan dan kehilangan cairan
d. Pantau tanda vital, saturasi O2 dan EKG
e. Cegah cedera tambahan atau eksaserbasi kondisi sebelumnya
f. Lindungi pasien dari lingkungan
g. Perawatan definitif awal
h. Rujuk ke fasilitas kesehatan yang memungkinkan
(Leksana, 2015).
Penanganan awal syok adalah untuk mengembalikan perfusi dan
oksigenasi jaringan dengan memulihkan volume sirkulasi intravaskular. Terapi
yang paling penting pada syok distributif dan hipovolemik adalah terapi

21
cairan, yang paling sering terjadi pada trauma, perdarahan dan luka bakar.
Pemberian cairan IV akan memperbaiki volume sirkulasi intravaskular,
meningkatkan curah jantung dan tekanan darah. Terapi cairan lini pertama
yaitu cairan kristaloid, apabila cairan kristaloid tidak memenuhi kebutuhan
cairan atau membutuhkan efek penyumbat untuk perdarahan dapat diganti
cairan koloid. Cairan kristaloid yang dapat digunakan adalah NaCl 0,9%,
dextrose 5% dan RL. Terapi untuk syok antara lain :
1) Tentukan defisit cairan
2) Atasi syok, berikan infus RL (jika terpaksa NaCl 0,9%) 20 mL/kgBB
dalam ½ jam – 1 jam, dapat diulang. Apabila pemberian cairan kristaloid
tidak adekuat/gagal, dapat diganti dengan cairan koloid, seperti HES,
gelatin atau albumin.
3) Bila dosis maksimal, cairan koloid tidak dapat mengoreksi kondisi syok,
dapat diberi noradrenalin, selanjutnya apabila tidak terdapat perbaikan,
dapat ditambahkan dobutamine.
4) Sisa defisit 8 jam pertama : 50% defisit + 50% kebutuhan rutin; 16 jam
berikutnya: 50% defist + 50% kebutuhan rutin.
5) Apabila dehidrasi melebihi 3-5% BB periksa kadar elektrolit; jangan
memulai koreksi defisit kalium apabila belum ada diuresis.
Terapi resustasi cairan dinyatakan berhasil dengan menilai perbaikan
outcome hemodinamik klinis seperti:
1) Mean Arterial Pressure (MAP) ≥ 65 mmHg
2) Central Venous Pressure (CVP) 8-12 mmHg
3) Urine output ≥0,5 mL/kgBB/jam
4) Central Venous (vena cava superior) atau mixed venous oxygen saturation
≥70%
5) Status mental normal
(Leksana, 2015)

Prinsip Terapi Syok


a. Resusitasi Cairan
Meskipun etiologi syok berbeda, pada penemuan pertama sebuah kasus yang
dianggap syok, terapi cairan harus dimulai. Pada banyak kasus syok, terapi
cairan adalah terapi yang utama untuk meningkatkan perfusi dan oksigen di
jaringan. Tujuan dari resusitasi cairan adalah meningkatkan kemampuan

22
miokard untuk kontraksi sehingga meningkatkan cardiac output dan stroke
volume (Richard & Wilcox, 2014).
Kristaloid adalah cairan yang direkomendasikan untuk syok yang belum
diketahui etiologinya. Penelitian membuktikan cairan koloid tidak dianjurkan
untuk resusitasi fase akut (Richard & Wilcox, 2014). Akan tetapi pada kasus
syok hemoragik akibat trauma, cairan kristaloid bukan pilihan yang terbaik.
Pada kasus syok septik yang parah, 4% albumin memberikan efek lebih baik
dibandingkan normal saline. Jika (Finfer et al, 2011).
b. Ventilasi
Oksigenasi yang adekuat juga merupakan terapi utama kasus syok. Pasien
syok membutuhkan ventilasi buatan seperti bag-mask ventilation atau
endotracheal intubation dengan tujuan meningkatkan tekanan di jalan napas
serta meningkatkan tekanan intratoraks. Sekali pemompaan oksigen melalui
ventilation bag, akan menghasilkan 5 L oksigen per menit (Yannopoulos,
2005).
c. Agen vasopressor
Agen vasopresor meningkatkan inotropik, kronotropik dan/ atau
vasokonstriksi sehingga tekanan darah. Pilihan agen vasopresor ditentukan
berdasarkan proses patologis yang mendasari serta respon pasien pada terapi
(Yannopoulos, 2005). Pasien euvolemik dengan pengiriman oksigen yang
inefektif akan memerlukan agen vasoaktif. Norepinefrin adalah agonis alfa
yang direkomendasikan sebagai terapi awal dalam berbagai macam syok,
terutama jika etiologi syok belum dapat diketahui. Selain norepinefrin,
dopamin juga sering dipakai untuk agen vasoaktif pada kasus syok. Tidak ada
perbedaan yang signifikan diantara norepinefrin dan dopamin, akan tetapi
dopamin lebih sering menimbulkan aritmia pada pasien. Hal tersebut
menunjukkan dopamin tidak dapat digunakan sebagai agen vasoaktif lini
pertama pada syok, termasuk pada syok kardiogenik. Agen vasoaktif lainnya
yaitu dobutamin, epinefrin dan vasopresin (Richard & Wilcox, 2014; AHA,
2005).

2.8 Komplikasi

23
a. Kerusakan organ susunan saraf, kerusakan hati, kerusakan ginjal (Syok
hipovolemik)
b. Henti jantung dan nafas, disaritmia, gagal ginjal, gagal organ multipel,
aneurisma ventrikel, sekuel tromboembolik, stroke, kematian (syok
kardiogenik)
c. Sindrom distress pernapasan pada dewasa, koagulasi intravaskular, gagal
ginjal akut, perdarahan usus, gagal hati, disfungsi sistem saraf pusat,
gagal jantung, kematian (Syok septik)
d. Kegagalan multi organ (syok anafilaktik)
(Sjamsuhidajat, 2012).

2.9 Prognosis
Syok kardiogenik adalah penyebab kematian utama pada infark
koroner akut, bertambah buruk pada pasien dengan dilatasi atau infark
ventrikel kanan pada pemeriksaan elektrokardiografi. Prognosis tergantung
dari semakin berat derajat kegagalan organ maka risiko mortalitas akan
semakin tinggi. Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari
kecepatan diagnosa dan pengelolaannya karena itu umumnya adalah dubia ad
bonam (Sjamsuhidajat, 2012).

24
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam
mencukupi kebutuhan oksigen jaringan tubuh. Syok terjadi akibat penurunan
perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah secara bermakna. Syok

25
juga dapat terjadi akibat dehidrasi jika kehilangan cairan tubuh lebih 20% BB
(berat badan) atau kehilangan darah ≥ 20% EBV (estimated blood volume)
Jenis Syok yaitu syok hipovolemik, kardiogenik, anafilaktik, septik dan
obstruktif.

1.2 Saran
Sebaiknya mahasiswa lebih banyak mencari informasi tentang
Syoksehingga dapat melakukan review artikel untuk mengetahui tatalaksana
ataupun informasi lebih lanjut terkait tetanus dan sepsis. Selian itu,
mahasiswa perlu menganalisis berbagai sumber, mempresentasikan hasil
kepada kelompok lain. Mahasiswa juga diharapkan aktif dalam diskusi
kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Richard, JB & Wilcox, SR. 2014. Diagnosis and Management of Shock in


Emergency Department. EB Medicine, Vol 16 (3)

26
Yannopoulos D, Tang W, Roussos C, Aufderheide TP, Idris AH, Lurie KG. Reducing
ventilation frequency during cardiopulmonary resuscitation in a porcine model of
cardiac arrest. Respir Care 2005; 50(5): 628–635.

American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and


Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2005; 112(24 Suppl): IV-78–IV-83

Finfer S, McEvoy S, Bellomo R, McArthur C, Myburgh J, Norton R: Impact of


albumin compared to saline on organ function and mortality of patients with severe
sepsis. Intensive Care Med 2011, 37:86-96.

Arvin, Benheman Kliegma. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed.15 Vol.3. Jakarta:
EGC.

Mansjoer, Arif, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius

Sjamsuhidajat, R, Jong de Wim. 2012. Syok. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC

Leksana, E. 2015. Dehidrasi dan Syok. CDK-228/ vol. 42 no. 5

Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock Sepsis.


http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf

Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku:


Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive
Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.

Schwarz A, Hilfiker ML.Shock. update October 2004


http:/www/emedicine.com/ped/topic3047

Patrick D. At a Glance Medicine, Norththampon : Blackwell Science Ltd, 2003

Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413

27
Suryono B. Diagnosis dan pengelolaan syok pada dewasa. [Clinical updates
emergency case]. FK UGM: RSUP dr. Sadjito, 2008

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC; 2012.

Eliastham, Michael. 2008. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta: EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai