Dafi Hifzillah-FISIP PDF
Dafi Hifzillah-FISIP PDF
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh
Dafi Hifzillah
109083000047
Kerangka teori yang digunakan dalah skripsi ini yaitu teori diplomasi
budaya, diplomasi publik, dan konsep soft power. Dari hasil analisa menggunakan
teori dan konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa Hallyu merupakan instrumen
diplomasi kontemporer yang melahirkan berbagai kerjasama antara Korea Selatan
dan Indonesia.
iv
KATA PENGANTAR
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide dan pemikiran. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
v
4. Seluruh staff Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada. Serta seluruh
narasumber, terima kasih bantuan literature maupun kesediaannya
untuk melakukan sharing wawancara dengan penulis.
5. Ega Fiyanti, Ibnu Rusydi, Sarah Fidiyanti, dan Muhammad Fidyan
Genial kakak dan adik yang selalu memberikan motivasi dan perhatian
kepada penulis.
6. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Ramadhany Sapta T, Dwita Aprinta
C, Dewi Agustiani, dan Nuzulul Dina (sahabat kampus), teman-teman
Mabush, Dwina beserta keluarga (sahabat sejak SMA) terima kasih
telah menjadi sahabat setia penulis sejak awal. Terima kasih untuk
dorongan kalian yang tak putus terhadap penulis.
7. Teman-teman yang dipertemukan di kampus UIN Jakarta, Fajar,
Edwin, Nabil, Andri, Amar, Corry, Arif. Motivasi dan semangat serta
doa kalian turut andil besar dalam melahirkan skripsi ini.
8. Teman-teman HI 2009, khususnya kelas B. Marina untuk bantuannya
mengkoreksi kesalahan teknis. Mirna dan Ismet atas motivasinya.
Fadli, ketua kelas terbaik atas segala bantuannya. Dan teman-teman
lain. Maaf tidak bisa menyebutkan satu per satu.
9. Teman-teman komunitas cover dance, terutama team Boys’
Generation Indonesia dan kru, terima kasih untukpersahabatan,
perjalanan, dan semua inspirasi kalian.
10. Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini
namun tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih.
Terima kasih atas segala bantuan yang tidak ternilai harganya. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan
kedepan.
Dafi Hifzillah
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR.............................................................................. v
DAFTAR ISI............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... viii
DAFTAR TABEL..................................................................................... ix
DAFTAR GRAFIK.................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xi
DAFTAR ISTILAH.................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Pernyataan Masalah................................................ 1
1.2. Pertanyaan Penelitian.............................................. 7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................... 7
1.4. Tinjauan Pustaka..................................................... 8
1.5. Kerangka Pemikiran............................................... 9
1.6. Metode Penelitian................................................... 19
1.7. Sistematika Penelitian............................................. 19
BAB V KESIMPULAN
vii
DAFTAR GAMBAR
2.1. Peta Penonton KPOP pada Situs YouTube Tahun 2011 Hal. 35
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GRAFIK
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
DAFTAR ISTILAH
xii
MCST : The Ministry of Culture, Sports and Tourism
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Pernyataan Masalah
begitu pesat dimana berasal dari praktek surat menyurat yang dilakukan oleh
Bangsa Romawi dalam urusan kenegaraan yang berkaitan dengan negara lain
(Roy, 1991, hal. 1-2) hingga praktek diplomasi yang digunakan sekarang.
Diplomasi sendiri terbagi atas dua bagian, hard diplomacy dan soft diplomacy.
kekerasan. Persamaan dari kedua diplomasi tersebut adalah kepala negara sebagai
aktor utama.
dengan aktor lain, baik kepala negara lain, maupun aktor nonnegara, seperti non-
Melalui diplomasi yang dijalankan oleh aktor non negara inilah, diplomasi
dilakukan dengan cakupan yang lebih luas dan mengenai berbagai lapisan yang
bukan hanya negara. Istilah yang tepat untuk menggambarkannya adalah istilah
diplomasi tradisional atau dengan istilah lain dikenal sebagai first track diplomacy
2
prosedural (Brian White dalam The Globalization of World Politics, 2005), maka
dengan manusia, atau lebih mudah dikatakan bahwa diplomasi publik tidak hanya
diluar interaksi kedua pihak tersebut. Aktifitas diplomasi juga dilakukan oleh
Menurut Planning Group for Integration of USIA (The United States Information
terkuat di dunia urutan ke 13 (bbc.co.uk, 7 Juni 2013). Hal ini ditopang tentu
melalui berbagai sektor, salah satunya adalah sektor budaya. Diplomasi budaya
adalah termasuk bagian dari diplomasi publik dimana berbagai cakupan seni dan
Diplomasi budaya inilah yang sekarang banyak dapat kita lihat disekitar kita.
Setelah Amerika Serikat dan Jepang tampil menjadi aktor utama dalam diplomasi
budaya melalui film, musik, gaya hidup dan media selama bertahun-tahun, kini
dalam dekade terakhir muncul aktor yang berasal dari belahan dunia lain, yakni
3
Korea Selatan (Visser, 2012). Korea Selatan terhitung sejak tahun 1990-an telah
tajamnya minat negara lain terhadap kebudayaan Korea Selatan kemudian dikenal
sebagai istilah Hallyu. Secara bahasa, Hallyu berarti Korean Wave atau
belahan dunia melalui populernya film dan musik yang berasal dari negara yang
China, and Japan. Intensified by the sudden surge in Korea’s national image
brought on by the 2002 FIFA World Cup, the Korean Wave started with the
boom in Korea – made TV dramas and movies and others” (Dynamic Korea,
Terjemahan:
kawasan Asia Tenggara, Cina, dan Jepang. Citra negara Korea semakin
peningkatan popularitas bintang pop Korea di luar negeri yang dalam beberapa
waktu terakhir diperluas dengan kepopuleran drama seri serta film Korea”
Karena terhitung pada tahun 2004, ekspor film dan program televisi bersama
US$2 miliar (Voa News, 1 Juni 2006). Popularitas seni drama Korea berembang
sejak tahun 1990-an dan meningkat pesat dengan semakin mudahnya penyebaran
karya dari negara tersebut, dengan dukungan kerjasama Free Trade Agreements
Piala Dunia yang pernah digelar, Korea Selatan juga memiliki akses lain yang
potensial dijadikan jembatan kerjasama dengan negara lain, yakni bidang musik.
Musik pop Korea Selatan atau yang hari ini akrab dengan istilah Korean Pop (K-
POP) menyebar dengan sangat baik ke seluruh wilayah Asia, terutama Jepang,
China, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan tentu saja Indonesia. Popularitas bintang
KPOP meningkat sangat cepat dan tajam sejak akhir 1990-an seiring
meningkatnya popularitas grup seperti H.O.T, serta pada era 2000-an melahirkan
nama besar seperti penyanyi solo BoA dan nama-nama grup penyanyi seperti
Girls’ Generation, Super Junior, TVXQ, SHINee, T-ARA, F(x), dan lain-lain yang
sudah sangat akrab terutama dikalangan remaja (Shim, 2012). Menurut statistik
Bank Of Korea dari bidang ekspor budaya dan jasa hiburan, industri musik K-pop,
bagian dari fenomena Hallyu, telah menghasilkan US$637 juta di tahun 2010 dan
mengalami peningkatan sebesar 25% menjadi US$794 juta tahun 2011, seiring K-
2012).
5
2012), bahkan para bintang pun mulai banyak datang ke Indonesia menggelar
konser dan Showcase seperti yang dilakukan oleh 2PM, Wonder Girls,
2012). Media-media baik online, televisi, radio maupun cetak, juga mulai rutin
relevan untuk dibahas dalam ranah kajian Hubungan Internasional dengan melihat
kerjasama yang dilakukan oleh Kedutaan Besar Korea Selatan dengan Republik
Korea Selatan, dimana hingga saat ini pusat kebudayaan tersebut cukup padat
dengan berbagai kegiatan yang dengan antusias dilakukan sebagian besar oleh
keduanya telah terjalin sejak 1973 dimana Korea Selatan membangun perwakilan
6
muncul pada 2007, dan berkembang pesat sejak 2009, tahun dimanaHallyumulai
masuk dan diterima di Indonesia (Korean Cultural Center). Hal ini dapat dilihat
dari berbagai interaksi yang dijalin keduanya dalam pembahasan tentang hal
sebagaimana telah dibahas sebelumnya, namun juga oleh perwakilan dari masing-
masing negara. Diantaranya pada 2010 dimana Duta Besar Korea Selatan untuk
untuk memanfaatkan jalur budaya demi mempererat kerja sama ekonomi kedua
kunjungan dari mantan Perdana Menteri Korea Selatan, Kim Suk-soo kepada
Wakil Presiden Republik Indonesia Boediono. Mantan PM Korea Selatan ini juga
Indonesia dengan Korea Selatan di bidang Budaya. Ketua DPD RI Irman Gusman
juga melihat antusias masyarakat Indonesia terhadap diplomasi budaya baik oleh
7
pemerintah Korea Selatan maupun oleh aktor non pemerintah seperti media
maupun pelaku seni, membuat penulis sangat tertarik untuk melihat lebih dalam,
hubungan Korea Selatan dan Indonesia sejak awal dibuka hubungan diplomasi,
dan melakukan pembatasan pada bagian analisa dimana pembahasan akan fokus
pada tahun 2009-2014, saat minat Indonesia terhadap Hallyu mulai direspon oleh
pihak swasta dan pemerintah Korea Selatan, dengan melihat mulai diadakannya
berbagai acara pertukaran budaya antar kedua negara (Marenia, 2013: 81-82).
2. Pertanyaan Penelitian
dengan Indonesia?
Indonesia.
4. Tinjauan Pustaka
antara lain:
Internasional, tahun 2012 dengan judul “Diplomasi Hip Hop Sebagai Diplomasi
Internasional, tahun 2012 dengan judul “Budaya Populer Sebagai Alat Diplomasi
Publik: Analisa Peran Korean Wave Dalam Diplomasi Publik Korea Periode
penelitian penulis dengan skripsi Dwirezanti adalah tidak adanya fokus hubungan
Amellita dengan penulis adalah sudut pandang yang digunakan dimana Amellita
5. Kerangka Pemikiran
1. Diplomasi Publik
merupakan dua hal yang saling melengkapi karena seseorang tidak bisa bertindak
tanpa kerjasama satu sama lain. Dalam urusan kenegaraan, diplomasi tidak dapat
dipisahkan dengan politik luar negeri karena diplomasi sendiri bertujuan kepada
lebih jauh merupakan kegiatan internasional yang saling berpengaruh dimana baik
diplomasi telah meluas tidak hanya mencakup hubungan antar aktor negara,
namun kini meliputi aktor lain yang bersifat non negara. Bentuk diplomasi yang
banyak digunakan antara lain adalah diplomasi publik. Diplomasi publik pertama
kali oleh Emund Gullion pada Fletcher School of Law and Diplomacy di Tuffs
mengarahkan kebijakan yang diambil suatu negara.Lebih jauh, publik juga dinilai
(Papp, 1997: 442-443). Hans N. Tuch, penulis buku Communicating With the
dibatasi akan interaksi antar aktor negara, padahal aktor non negara juga ikut
gambaran positif suatu negara, namun juga sisi negatif. Ini dikarenakan aktor
government to people, atau bahkan people to people dengan proses yang tidak
hanya melibatkan diplomat antar negara namun proses apapun yang dapat
mempengaruhi opini pihak lain dan kebijakannya serta aktivitas aktor manapun
yang membawa akibat terhadap publik internasional (Baylis dan Smith, 2005:192-
193).
menunjukan posisi kita, atau dengan tujuan mengajak aktor politik untuk
Pada dasarnya tujuan-tujuan diatas tidak lepas dari tujuan diplomasi yang
tujuan propaganda, tidak hanya sebagai sarana mencapai kesepakatan atas isu
melainkan upaya menarik pihak luar untuk berpihak dengan pihaknya dengan
Asia: Using Japan’s Soft Power (2006) bahwa Hallyu yang merupakan bentuk
dari popular culture atau pop culture (budaya pop) merupakan bagian dari
namun budaya pop mulai dari berita, fashion, gaya hidup, film, musik, dan lain-
lain melaui internet ikut memberikan dampak pada kebijakan luar negeri suatu
2. Diplomasi Budaya
bertujuan sama yakni mencapai tujuan nasional mereka, dengan pembedaan dari
ilmu pengetahuan, dan olahraga dan lain-lain yang tidak mengandung unsur
politik, ekonomi, maupun militer (Warsito dan Kartikasari, 2007: 2). Diplomasi
budaya tidak hanya dilakukan antar pemerintah, namun bisa juga melibatkan aktor
non pemerintah baik individual maupun kolektif. Tujuan utama diplomasi budaya
luar negeri tertentu, dengan sasaran pendapat umum, baik level nasional maupun
yang menggunakan mesin dan dekat dengan diplomasi jalan perang (Mohsin,
peran yang signifikan karena kebudayaan memiliki unsur universal dan bersifat
1. Eksebisi
konvensional karena dilakukan secara terbuka dan transparan dan dilakukan baik
14
di dalam negeri maupun di luar negeri, baik dilakukan oleh satu negara maupun
budaya eksebisi dilakukan oleh dua aktor dalam penelitian ini dalam pelaksanaan
acara tahunan Korea – Indonesia Week maupun berbagai acara yang dilakukan
2. Propaganda
maupun nilai-nilai sosial ideologis suatu bangsa kepada bangsa lain. Akan tetapi,
propaganda biasanya tidak dilakukan secara langsung dan terbuka seperti melalui
secara propaganda dianggap sebagai bentuk dasar dan cikal bakal diplomasi
budaya karena penyebaran ideologi dan nilai-nilai suatu bangsa melupakan hal
pokok dan mendasar yang perlu disebarkan ke negara lain dengan tujuan tertentu.
3. Kompetisi
4. Penetrasi
5. Negosiasi
15
masing bangsa yang dilakukan dengan berbagai cara seperti pertukaran budaya.
6. Pertukaran ahli
tertentu.
3. Soft Power
Konsep soft power pertama kali diperkenalkan oleh Joseph S. Nye, seorang
pemikir dari Harvard University pada 1990 (Primayanti, 2013: 120). Konsep
power sendiri menurut Nye adalah kemampuan dalam hal mempengaruhi pihak
lain demi mencapai apa yang kita inginkan. Ada 3 cara dalam mengaplikasikan
power itu sendiri, yakni dengan paksaan, bujukan dengan insentif tertentu, dan
dengan menarik perhatian. Dua hal pertama masuk kedalam golongan hard power,
dalam hal ini melibatkan instrumen militer dan ekonomi. Hal terakhir masuk
dalam golongan soft power, dimana Nye menyebutkan bahwa soft power
keadaan merka, sedangkan disisi lain, soft power mengubah prilaku pihak lain
dengan mengubah preferensi mereka (Vuving, 2009: 6). Vuving juga menjelaskan
ada 3 hal yang membangun soft power (Vuving, 2009: 9 – 11). Pertama adalah
benignity, yang terkait dengan cara pengguna power memperlakukan orang lain
16
terutama target dari dijalankannya soft power tersebut. Hal ini akan melahirkan
simpati yang merupakan dasar dari instrumen soft power. Dalam kasus fenomena
informasi dan hiburan mengenai Hallyu dengan membuka kantor cabang Pusat
peminat Hallyu Indonesia dengan idolanya. Hal ini menarik simpati masyarakat
Indonesia terhadap Korea Selatan dan tidak hanya berdampak pada bidang
Dengan melakukan hal-hal secara baik dan mendapatkan berbagai tujuan yang
soft power tersebut. Korea Selatan dalam mengadakan acara baik pihak
berjalan tepat waktu). Disamping itu, kesuksesan para bintamng Hallyu terutama
musik KPOP didasari oleh ketatnya proses trainee (pelatihan) sebelum mereka
Indonesia akan cara kerja masyarakat Korea Selatan. Ketiga adalah beauty,
kaitannya erat dengan visi, cita-cita, nilai maupun latar belakang. Corak budaya
Asia dari kedua negara dalam pembahasan penelitian ini mempermudah penetrasi
Hallyu di Indonesia karena cenderung tidak jauh berbeda dengan budaya asli
Indonesia. Vuving menjelaskan saat satu pihak melihat adanya kesamaan akan
17
hal-hal tersebut, maka akan melahirkan kecenderungan untuk bersatu dan bekerja
Soft power yang dimiliki suatu negara pada dasarnya dinilai dari 3 parameter
1. Budaya (culture)
mencakup seni, sastra dan edukasi, dan popular culture yang cepat menyebar
lain karena budaya yang dapat dipromosikan secara universal dan diterima
program, penyiaran, atau pendidikan bahasa suatu negara kepada negara lain serta
promosi sering diartikan sebagai alat dari soft power. Padahal, hal tersebut tidak
18
kesepahaman dan memberi gambaran positif terhadap suatu negara. Hal tersebut
setelah mencapai tahap tersebut, masuk ke tahap awal yang terpenting dalam
4. Konsep Peran
Konsep Peran pertama kali diperkenalkan oleh Holsti (1970) (Thies, 2009:
2) pada tahun 1970an dimana peran individu dapat menjelaskan tindakan sebuah
Menurut Holsti (1987) (Sekhri 2009: 424) Konsep Peran selalu dikaitkan
kebijakan) yang memainkan peran dalam negara sebagai kebijakan luar negerinya.
aktor tersebut sebelumnya mencoba memposisikan dirinya di posisi orang lain dan
mencoba untuk memahami apa yang diharapkan oleh orang lain tersebut. Dengan
menyerasikan diri dengan harapan – harapan dan sudut pandang orang lain, maka
interaksi mungkin akan terjadi. Dengan kata lain, aktor tersebut harus
kebudayaan maupun ekonomi bisnis. Dengan cara tersebut, maka Indonesia akan
semakin terbiasa dengan interaksi Hallyu dari Korea Selatan sehingga Hallyu
7. Metode Penelitian
Metode penelitian ini, dalam kebanyakan kasus, tidak menggunakan data dalam
Korean Culture Center dan lokasi terkait, dan sumber sekunder berupa data-data
tertulis yang terkait dengan persoalan yang dibahas dalam penilitian ini seperti
buku, jurnal, buletin, textbook, ebook, artikel, surat kabar cetak dan online dan
8. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1. Pernyataan Masalah
2. Pertanyaan Penelitian
20
3. Kerangka Pemikiran
1. Diplomasi Publik
2. Diplomasi Budaya
3. Soft Power
4. Konsep Peran
4. Metode Penelitian
5. Sistematika Penelitian
INDONESIA
BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
21
BAB II
Bab kedua penelitian ini akan membahas tentang sejarah dan fakta
mengenai Hallyu. Data untuk mengisi bab ini diambil dari buku, website resmi,
artikel terkait, serta berbagai jurnal. Pembahasan mengenai Hallyu akan dibagi
menjadi 2 sub-bab. Sub pertama akan membahas mengenai sejarah Hallyu itu
pertama ini akan menitik beratkan perkembangan Hallyu di negara asalnya yakni
mengenai Diplomasi Budaya Korea Selatan. sub-bab ini akan menjelaskan aktor-
budaya Korea Selatan, apakah sekedar fenomena budaya populer yang menyebar
ataukah pemerintah dan pihak lain turut aktif dalam menyebarkan pengaruh Korea
atau yang juga dikenal dengan istilah Korean Wave (Gelombang Korea)
minat terhadap kebudayaan Korea Selatan. Namun jika dirunut melalui asal mula
pemilihan kata Hallyu¸ kata tersebut bukan dilahirkan oleh bangsa Korea Selatan,
melainkan istilah yang digunakan oleh seorang jurnalis Beijing, pada pertengahan
1997. Jurnalis tersebut memilih kata Hánliú" (韓流) (Han merupakan sebutan
22
bagi bangsa Korea Selatan, Liu merupakan arus atau gelombang) dalam
masuknya budaya Korea Selatan (Ravina 2009: 4). Jadi dapat dikatakan, negara
Tabel II.I
penyebaran melalui drama Korea (yang terbagi atas 2 produk, yakni drama seri
dan film) dan musik Pop Korea (K-POP) (Kim dan Ryoo 2007 119). Namun,
setelah kedua produk tersebut menjadi konsumsi masyarakat global, imbas yang
populer mereka, namun juga peningkatan minat masyarakat global akan Budaya
Korea. Produk Hallyu lebih dulu sukses menyebar adalah drama. Terhitung pada
2002, stasiun TV Cina menayangkan sekitar 67 drama Korea. Bahkan pada 2004
sudah mencapai angka 100 drama. Namun kesuksesan drama Korea yang paling
besar adalah drama Jewel in the Palace dan Winter Sonata, dimana ditayangkan
di Cina pada 2005 (Ramesh, 2005: 3) dan membawa gelombang Korea kembali
menyebar dan mulai masuk ke negara-negara Asia Tenggara serta Jepang (Kim
kesuksesan drama Korea di berbagai negara. Salah satunya adalah isi dari drama
tersebut. Drama Korea jika dibandingkan dengan drama buatan negara lain seperti
sebagaimana drama seri Taiwan. Isu yang dibahas cenderung tentang isu yang
mudah masuk kedalam cerita yang dibawakan. Disamping itu, pemilihan aktor
dan aktris yang pas dengan selera pasar, dan sangan berbakat dalam
menyampaikan cerita, serta ditambah dengan sentuhan fashion yang tepat pada
masanya juga memegang peranan penting dalam suksesnya sebuah drama Korea
(Ramesh, 2005: 2). Disamping tentang isi, harga yang relatif murah dari drama
Korea dinilai juga memiliki andil besar. Para produser dari negara-negara Asia,
yang pada tahun 2000-an tengah menghadapi krisis, cenderung lebih memilih
untuk membeli produk budaya Korea. Pada tahun 2000, harga drama Korea
seperempat dari harga drama Jepang. Bahkan, sepersepuluh dari harga drama
buatan Hongkong. Hal ini memicu cepat tersebarnya drama Korea di berbagai
Popularitas yang dibawa oleh drama Korea melahirkan minat yang besar
terhadap penikmat dari negara lain, karena pada dasarnya drama Korea juga
mempromosikan negara mereka, dari mulai makanan khas Korea, pakaian adat
maupun fashion up to date, sampai kepada promosi bahasa Korea (Shim, 2006:
makanan asal Korea, serta membuat Korea menjadi destinasi turis utama di Asia,
segi pariwisata (Onishi 2005). Sebagai contoh, pada tahun 2004 untuk bulan
Kepopuleran drama Korea pada masa itu bahkan mendorong pihak penyedia jasa
wisata asal negara-negara Asia seperti China, Jepang, dan Taiwan untuk
set drama, konser musik, maupun stasiun TV. Meningkatnya minat akan
pariwisata Korea terlihat akan jumlah pengujung Korea yang mulanya berjumlah
2,8 juta pengunjung pada 2003 meningkat menjadi 3,7 juta pengunjung pada 2004
(Wiseman, 2004).
adalah musik pop Korea, atau yang lebih akrab dengan istilah K-POP. Musik pop
Korea pertama yang menarik minat negara lain adalah grup H.O.T. Grup yang
segi penjualan album dimana menempati posisi pertama tangga lagu populer
Taiwan dan Cina. Selain itu, kesuksesan mereka juga dibuktikan dengan habisnya
penjualan tiket konser di Beijing pada tahun 2000 yang kembali ikut membawa
Hallyu tertanam lebih kuat di negara-negara Asia (Korea Joongang Daily 2012).
Pada tahun 2002, penyanyi solo wanita BoA yang juga berasal dari label yang
SS501 dan TVXQ yang ikut sukses di Jepang. Sejak tahun 2000an melalui K-POP,
baru di tahun 2005 sampai 2007 seperti Super Junior, Girls’ Generation, Kara, Big
Bang, dan lain-lain (Korea Joongang Daily 2012). K-POP berhasil membawa
namun juga Australia, Amerika Utara terutama Meksiko (Cave 2013) dan
Eropa dan Afrika (Russel 2012). Fakta tersebut senada dengan pendapat yang
yang lahir dari era kemudahan teknologi, dimana kegiatan pertukaran informasi
menjadi jauh lebih mudah dan bebas. Atas keadaan itulah, menurut Obama,
zaman sekarang hampir semua orang dapat merasakan gelombang budaya Korea
atau Hallyu (whitehouse.gov 2012). Sekertaris Jendral PBB, Ban Ki Moon dalam
kesempatan lain juga menyebutkan dalam pidatonya di Seoul, bahwa Korea telah
seluruh dunia. Bahkan, Korea melalui Hallyu dinilai sebagai pemilik kekuatan soft
power baru berskala besar, yang dapat digunakan untuk mempengaruhi para
“As is clear with the recent rise of Psy’s “Gangnam Style”, the Hallyu-
wave and Korean pop music, Korean culture is making its mark on the
world. Korea also showed its potential in sports in the London Summer Olympics,
which impressed the global sports community. This youthful, creative and
gelombang Hallyu dan musik KPOP, budaya Korea telah memebuat sejarah dunia.
Summer Olympics, yang telah membuat kagum komunitas olahraga secara global.
Korea yang berjiwa muda, kreatif dan dinamis ini sedang berkembang menjadi
dunia dapat dibuktikan dengan berbagai hal lain seperti tingginya minat warga
negara dunia terhadap acara musik para artis K-POP yang digelar di negara
mereka seperti Super Junior, Girls’ Generation, SHINEe, F(x), TVXQ dan lain-
lain untuk menggelar konser di Madison Square Garden, New York dengan tiket
yang terjual habis pada 2011 (Caramanica 2011). Sebanyak 15.015 orang
memadati Madison Square Garden (Benjamin 2013) dan ini merupakan salah satu
indikasi yang menunjukkan bahwa Hallyu telah tersebar secara global dan
Budaya Korea adalah produk terakhir yang muncul dan diminati oleh
Korea Selatan mulai diminati mulai dari kuliner, elektronik, kosmetik hingga
fashion (Raditya 2013: 16). Terhitung pada 2012, total pendapatan dari ekspor
produk industri kreatif mencapai angka 14.136,4 milyar won (13 juta dolar)
(Wibowo 2012: 25). Peningkatan minat akan industri keratif Korea Selatan
merupakan salah satu indikasi akan semakin banyaknya masyarakat dunia yang
memilih gaya hidup Korea-sentris (Raditya 2013: 16). Industri kreatif Korea
Selatan juga semakin kreatif dalam mengkombinasikan warisan kultural dan nilai-
nilai tradisional pada setiap produk mereka sehingga seiring meningkatnya minat
akan produk asal negara tersebut, secara perlahan meningkat pula ketertarikan
masyarakat dunia sebagai konsumen akan budaya Korea Selatan (Wibowo 2012:
27). Peminat dalam mempelajari Korea Selatan lebih dalam juga ditunjukkan
dengan dibukanya Pusat Studi Korea di berbagai negara dunia. Sebagai contoh,
atas dukungan anggaran dari pemerintah Korea Selatan, pada tahun 2011 dibuka
Pusat Studi Korea di berbagai negara seperti Australia, Indonesia, Filipina dan
Spanyol. Dari sini dapat dilihat bahya Hallyu sudah semakin tumbuh dari sekedar
citra Korea Selatan sendiri di mata dunia (David 2013: 35). Dalam penyebaran
Budaya Korea Selatan, Hallyu dapat dikatakan telah berhasil mencapai 3 hal.
Pertama, setelah melihat berbagai indikasi yang telah disebutkan, Hallyu telah
28
diterima oleh masyarakat dunia sebagai salah satu produk budaya populer unggul
yang mampu bersaing dengan produk budaya populer dengan negara lain. Kedua,
Korea Selatan. Dapat dilihat dari berbagai produk Hallyu baik drama maupun
Hallyu berhasil memberi ketertarikan khusus masyarakat dunia untuk lebih dalam
mengenal Korea Selatan dan memberi negara tersebut citra positif yang memberi
budaya selalu berusaha keras mempertahankan budaya lokal. Hal ini dimaksudkan
nilai dan karakter budaya sejati mereka. Secara sederhana, penyebaran produk
Hangul, yakni Bahasa Korea. Hal ini didasari oleh sifat dasar Korea Selatan yang
leluhur (Wibowo 2012: 25). Korea Selatan selalu sadar, semangat pembangunan
di segala bidang tidak lantas menghapuskan nilai-nilai karakter dan kearifan lokal.
Korea Selatan tidak hilang bahkan ikut menyebar dan dapat dinikmati oleh
29
Hallyu.
Penyebaran budaya baik budaya asli maupun budaya pop Korea Selatan
tidak lepas dari peran pemerintah didalamnya. Secara umum, diplomasi budaya
Foreign Affairs and Trade (MOFAT), the Ministry of Culture, Sports and Tourism
(MCST), dan the Ministry of Education, Science, and Technology (MEST). Dari
diplomasi kepada Kementerian Luar Negeri dan para diplomat saja, namun juga
melibatkan semua sektor dalam pemerintahan (David 2013: 33). Seperti yang
disebutkan sebelumnya akan sifat Korea Selatan yang kurang menyukai dominasi
salah satu negara di Asia Timur, mereka berada pada 2 kekuatan besar, yakni Cina
dan pemerintahan kolonial Jepang terutama pada tahun 1945. Derasnya pengaruh
kedua negara baik dalam perekonomian sampai ke bidang budaya membuat pada
mengambil neoliberalisme sebagai ideologi dasar Korea Selatan dan mulai ikut
membuka Korea Selatan akan budaya-budaya asing. Korea Selatan menyadari dan
1980-an dan berusaha membuat kesuksesan yang sama dalam negara mereka
sehingga Korea Selatan nantinya akan mampu muncul sebagai negara yang
dan diantara negara-negara Asia pada umumnya (Yang 2012: 116). Lebih jauh,
Korea Selatan sebagai negara middle power menyadari betul bahwa mereka tidak
dapat menjadi balance of power diantara Jepang dan China dengan mengandalkan
hard power, sehingga pemberdayaan soft power dianggap penting. Untuk itulah
pemerintah Korea Selatan sangat serius membentuk Hallyu sebagai soft power
pemerintah akan potensi dan peluang ekonomi yang dapat dihasilkan oleh industri
usaha yang bertujuan mendorong penyebaran produk kultural Korea Selatan (Kim,
pengaturan kuota tayangan asing dan menyediakan kuota khusus bagi penyedia
meliputi dukungan bagi kegiatan ekspor produk industri kreatif melalui kantor-
seperti Busan International Film Festival (BIFF) (Wibowo 2012: 24). Selanjutnya
dibawah MCST, Presiden Kim pada 1995 membentuk Cultural Industry Bureau
yang diikuti olek keputusan untuk melonggarkan biaya pajak bagi para pelaku
tradisional dan budaya populer sebagai salah satu dari enam komoditas kunci
Korea Selatan (Wibowo, 2012: 24). Dalam upaya mewujudkan maksud tersebut,
MCST pada 2001 (Shim 2006). Tujuan utama KOCCA adalah menggunakan
Bahasa Korea dan ikut mendukung promosi Hallyu dalam taraf internasional
(Kim, 2013). KOCCA juga menyediakan pinjaman bagi perusahaan industri kecil
dalam memproduksi produk kreatif seperti program televisi, drama, dan games
(koreaexim.go.kr).
mendorong tidak hanya industri film dan drama namun juga industri musik
sampai dengan 40 miliar won sebagai bentuk dukungan pemerintah pada 2007.
Bahkan pemerintah berinvestasi sebesar 2 triliun won pada tahun 2008 untuk
32
Selatan menjadi budaya yang bersifat global.Kebijakan ini juga menjadi salah satu
kebijakan yang penting, kerena penyebaran Hallyu menjadi lebih fokus menitik
menekankan kepada enam pilar budaya asli Korea Selatan; Hangeul (abjad dalam
bahasa Korea Selatan), Hansik (masakan Korea Selatan), Hanbok (pakaian adat),
melambangkan kegigihan bangsa dalam budaya tulis) dan Hangeuk Eumak (music
tradisional) (Lukmanda, 2013: 93). Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa
sebagai instrumen budaya dan pariwisata, namun juga berupaya keras mendidik
menunjukan hasil yang positif karena nilai promosi budaya Korea Selatan
The Korean Wave Research Center, Han Koo-Hyun menyatakan bahwa “The
international trade and politics.” Pernyataan tersebut didukung oleh fakta bahwa
pada tahun 2008 saja pemerintah Korea Selatan mendapat keuntungan sebesar 4,4
Selatan juga kerap kali menggunakan artis-artis mereka (Hallyu stars) sebagai
Icheon tahun 2010 (allkpop.com, 2010) dan penunjukkan grup yang sama oleh
Korea Selatan sebagai Ambassador of Visit Korea Year tahun 2010 – 2013
Korea Selatan di luar negeri dibawah MCST (Wibowo, 2012: 24) bekerja sama
dengan Korean Cultural and Information Service (KOCIS) yang dibentuk pada
Desember 1971 yang juga masih berada dibawah MCST. Saat ini telah berdiri 36
Korean Cultural Center (KCC) dan Culture and Information Officers yang
tersebar di 31 negara (Al Aziz, 2013: 66). Dari penjelasan diatas, sangat jelas
diplomasi budaya Korea Selatan ke luar negeri. CJ Entertainment & Media (CJ
E&M) merupakan salah satu perusahaan yang ikut membawa Hallyu diterima di
dalam produksi film, musik, investasi, distribusi, dan pameran. Tidak hanya
mereka keluar negeri dengan berbagai sarana, pertama televisi kabel melalui
negara besar dunia, seperti Cina, Jepang dan Amerika Serikat (Al Aziz 2013: 67).
Disamping itu, CJ E&M juga memiliki cabang perusahaan lain, yakni Mnet
Media. Mnet Media merupakan saluran Tv kabel yang fokus pada hiburan musik.
berbagai program musik mereka. Jangkauan Mnet Media lebih luas karena selain
menjangkau Cina, Jepang dan Amerika Serikat, juga sudah mencakup negara-
negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Thailand, dan Vietnam (Al Aziz 2013:
67).
situs jejaring sosial Facebook, Tumblr, Twitter dan lain-lain dinilai mampu
35
dengan cara ini, disadari baik oleh Pemerintah Korea Selatan maupun pihak
(Korean Culture and Information Services, 2011: 44). Berikut dilampirkan peta
persebaran Hallyu dilihat dari jumlah penonton pada channel YouTube tahun
2011.
Gambar II.I
Peta Penonton KPOP pada Situs YouTube Tahun 2011
telah maksimal, karena dengan semakin tersebar luasnya Korean Wave, produk-
Korea Selatan justru menjadi daya tarik tersendiri dan mampu menjadi leading
trends (Republic of Korea, Ministry of Culture, Sports and Tourism, 2011: 79).
36
Selain itu maka dapat disimpulkan bahwa, penyebaran Hallyu secara global
ditunjang dari akses atas informasi segala sesuatu yang berkaitan dengan Hallyu,
pihak swasta Korea Selatan maupun dari pihak pemerintahan, sehingga untuk
(Shin, 2003).
37
BAB III
INDONESIA
Bab ketiga dari penelitian ini akan membahas mengenai hubungan yang
telah terjalin antara Korea Selatan dan Indonesia dengan memaparkan fakta dan
sejarah berdasarkan data yang diambil dari buku, website resmi pemerintah,
danberbagai jurnal sebagai data pendukung. Bab ini akan menitik beratkan
antara kedua negara setelah masuknya fenomena tersebut. Bab ini akan dibagi
menjadi tiga sub-bab. Sub-bab pertama akan membahas hubungan yang telah
dijalin, termasuk diantaranya kerjasama yang sudah diadakan oleh Korea Selatan
waktu yang cukup lama, serta pernah mengalami masa-masa pemerintahan sipil
(Yang, 2013: 3). Namun, meskipun memiliki beberapa kesamaan tersebut, kedua
negara pada masa pasca Perang Dunia II tidak memiliki kedekatan politik. Hal
tersebut dipicu kebijakan luar negeri Korea Selatan yang diterapkan oleh presiden
pertama mereka, Rhee Syngman. Kebijakan tersebut berisi sikap Korea Selatan
yang secara mutlak menyatakan anti terhadap komunisme, serta mengambil sikap
tidak mau membuat perbedaan sikap terhadap negara komunis dan negara non-
blok dimana pada masa tersebut Indonesia masuk didalamnya (Yang, 2013: 4).
Indonesia tidak memiliki minat untuk dekat dengan negara Asia Timur selain
Jepang. Dan pada masa tersebut, Korea Selatan juga tidak memiliki kedekatan
berusaha mencegah adanya intervensi asing, terlebih intervensi tesebut datang dari
Korea Selatan yang lebih dekat dengan blok Barat. Lebih jauh, Indonesia dibawah
negara non-blok yang belum banyak memiliki hubungan dengan Korea Selatan.
begitu pula dengan Indonesia, masa pemerintahan Orde Baru dibawah Presiden
antar Korea Selatan dengan Indonesia pada tahun 1966, dimana pada 1 Desember
1966 Korea Selatan membuka secara resmi kantor Konsulat Jendral di Jakarta.
pada 1 Juni 1968 (idn.mofa.go.kr). Dimulai pada masa itu, kedua negara
ekonomi, sosial, dan budaya dalam rangka memajukan pengertian dan persamaan
Salah satu kunjungan penting adalah kunjungan tahun 1973 oleh Adam
Malik, Menteri Luar Negeri Indonesia pada masa itu serta kunjungan dari Korea
Selatan diwakili oleh Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kim Dong-Jo, yang
dalam menyelesaikan konflik tersebut (Yang, 2013: 14). Pada tahun 1973 pula,
Duta Besar mereka. Konsulat Jenderal kedua negara berubah menjadi Kedutaan
Besar Republik Korea (KBRK) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI)
(hatta-rajasa.info 2013).
berlanjut terus mengadakan kunjungan dan pertemuan, tidak hanya oleh masing-
masing Menteri Luar Negeri, namun berbagai Menteri bidang lain, sampai
kunjungan tingkat kepala negara. Salah satu kunjungan kepala negara yang
memberi kontribusi dalam membuka kembali hubungan kedua belah pihak Korea.
Peluang yang dimiliki Megawati cukup besar, karena selain Indonesia dan Korea
Utara pada masa Perang Dingin dan Orde Baru cukup dekat, juga hubungan
Soekarno dan presiden Korea Utara terdahulu, Kim Il-Sung merupakan pendiri
Kim Jong-Il, juga merupakan putra dari presiden Korea Utara pada masa
Indonesia pada masa itu dari sisi ideologis dan bidang politik, serta kedekatan
Korea Selatan – Indonesia pada masa setelahnya, yakni pada masa pemerintahan
penting dan menarik bagi masyarakat internasional (Yang, 2013: 16). Setelah
kedua negara, terutama dalam bidang politik terbilang sangat baik. Hal tersebut
juga nampak dalam hubungan bidan ekonomi. Hubungan keduanya didukung oleh
sama lain (Yang, 2005). Hal tersebut dinilai dari keunggulan kedua negara yang
sumber daya alam yang melimpah, pasar yang potensial, serta tenaga kerja yang
mudah dilatih. Korea Selatan sendiri unggul dalam hal keahlian, teknologi, dan
dapat dilakukan kedua negara dalam menyikapi dampak dari krisis Asia.
minyak dan energi (Anwar, 2013: 24). Disamping itu, Presiden Abdurrahman
Wahid juga menyampaikan harapan kepada pihak Korea Selatan untuk senantiasa
Korea Selatan – Indonesia mulai menampakkan hasil. Hal tersebut dapat dilihat
pada tahun 2000, baru terdapat sekitar 600 perusahaan Korea Selatan di Indonesia.
sepatu, alat olahraga, kayu, elektronik, kimia, peralatan berat, otomotif, dan baja
(Anwar, 2013: 24). Peningkatan terjadi dan menurut data Kedutaan Besar Korea
di Indonesia, pada 2006 perusahaan Korea Selatan yang berdiri di Indonesia sudah
kedua negara, pada 4 Desember 2006 Korea Selatan dan Indonesia kembali
43
the 21st Century). Ini adalah momentum yang kembali membuka peluang-peluang
Selanjutnya pada Maret 2007, kedua negara yang diwakili oleh presiden pada
masanya, Roh Moo-Hyun dari Korea Selatan dan Susilo Bambang Yudhoyono
ekonomi. Kali ini kerjasama membidik beberapa sektor, seperti sektor energi,
menilai Korea Selatan sangat serius dalam menjalin kerjasama yang lebih erat
dengan Indonesia. Hal tersebut dilihat dari niat Korea Selatan untuk menurunkan
bea masuk produk Indonesia ke Korea Selatan hingga 90% pada 2009. Menteri
Mari Elka juga menyebutkan hal tersebut merupakan peluang yang sangat baik
bagi ekonomi Indonesia, mengingat posisi Korea Selatan sebagai negara dengan
Korea Selatan dan Indonesia dalam bidang pembangunan ekonomi semakin kuat
kehutanan, usaha kecil dan menengah serta kerjasama di bidang ilmu pengetahuan
Hubungan kedua negara dalam bidang sosial dan budaya pada tahun 2000-
an dapat dikatakan belum maksimal. Kegiatan yang dijalin baru dalam tahap
pengenalan seni budaya masing-masing negara satu sama lain mengenai barang-
barang kerajinan, makanan, tarian, dan objek wisata yang dilakukan oleh masing-
acara-acara tingkat duta besar, dan melalui organisasi negara lain seperti Dharma
festival yang diadakan oleh pemerintah Korea. Kunjungan Presiden Kim Dae-
Jung pada November 2000 mulai perlahan membuka jalan hubungan kebudayaan
yang lebih lebar namun masih belum menjangkau lapisan yang lebih luas karena
kegiatan yang dihasilkan baru sebatas kerjasama antar kedua museum nasional
tiap-tiap negara dalam hal pertukaran benda-benda purbakala. Selain itu masing-
hubungan yang dijalin dalam bidang sosial budaya masih dalam tingkat antar
negara (Kedutaan Besar RI Seoul, 2000: 95). Adapun hubungan yang dilakukan
diluar hubungan antar negara memang terjadi namun masih terbatas institusi,
Indonesia dari pimpinan Kelompok Tari Tabuh “Sanggar Gita Lestari” Bali
(Kedutaan Besar RI Seoul, 2001: 96). Dapat dikatakan, pertukaran alat kesenian
tradisional ini dapat terjadi karena dukungan dari Duta Besar RI di Seoul sehingga
antar pemerintah.
Dalam upaya kedua negara mebuka hubungan dalam bidang sosial dan
budaya yang bersifat lebih luas dan lebih mudah menjangkau berbagai lapisan,
November 2000. MoU yang diratifikasi oleh presiden dari kedua negara tersebut
bidang kebudayaan dan kesenian. Disamping itu, kedua negara melalui MoU
media massa informasi dan pendidikan, olah raga dan kewartawanan dengan tujuan
pihak sepakat untuk mempermudah kegiatan pertukaran kunjungan para ahli, serta
masing-masing negara atau dengan kata lain memperkuat komitmen kedua negara
(kemlu.go.id). Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tersebut, pada Mei 2008
Dalam bidang pendidikan, jumlah pusat studi Korea Selatan pra masuknya
Hallyu dapat dibilang terbatas. Pada tahun 1995 Universitas Gajah Mada (UGM)
mulai memperkenalkan Bahasa Korea sebagai mata kuliah pilihan, begitu pula
yang diterapkan di Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1996. UGM kemudian
membentuk Pusat Studi Korea (Puskor UGM) pada tahun 1996 dan membuka
Program Diploma 3 Bahasa Korea pada 2003 dan pendirian Program S1 Bahasa
Nasional (UNAS) lebih dulu mulai membuka kursus Bahasa Korea sebagai cikal
bakal Pusat Studi Korea pada tahun 1987 (Nugroho, 2013: 109). Maka dapat
dikatakan, di Indonesia baru terbatas pada pengenalan dan pengajaran bahasa pada
tahun 80an hingga pertengahan 90an, itupun terbatas pada beberapa universitas
saja.
47
bahkan Taiwan, pada 2002 Indonesia mulai mengenal Hallyu melalui drama yang
dengan Reza Lukmanda, seorang peneliti Pusat Studi Korea di Universitas Gajah
Mada, juga dapat disimpulkan hal senada bahwa Indonesia mulai mengenal
santunnya dalam menghormati orang yang lebih tua dalam kehidupan keseharian
dunia lain seperti Jepang, kesuksesan drama Korea di Indonesia juga dilatar
belakangi oleh isi dari drama tersebut yang menceritakan beragam kisah yang
keindahan dari Korea itu sendiri, seperti daerah pariwisata tertentu, penggunaan
pakaian adat Korea (Hanbok), pengenalan terhadap makanan khas Korea, dan
lain-lain. Sehingga masyarakat Indonesia semakin tertarik tidak hanya kepada isi
dari drama namun kepada Korea keseluruhan. Hal ini senada dengan kebijakan
Winter Sonata dan Endless Love merupakan 2 drama Korea yang pertama
Indonesia (Kompas Online 14 Juli 2003 dalam Nugroho, 2011: 45) drama Endless
Love mendapatkan rating 10 atau ditonton sekitar 2,8 juta orang di lima kota besar
Boy’s Before Flower, You’re My Destiny dan Dream High. Untuk beberapa tahun
melalui drama. Hal ini dapat dilihat dari terus ditayangkannya drama-drama Korea
Tabel III.II
Jumlah Penayangan Drama Korea di Indonesia
2001 26 620
2002 80 1.060
Sumber: Lukmanda. 2013. Hallyu Sebagai Soft Power Korea Selatan.Hal 111
Terhitung pada tahun 2011 saja sudah lebih dari 50 judul drama diputar di
Showcase bekerja sama dengan stasiun TV swasta Indonesia (Al Aziz 2013: 75).
Selain drama, film juga merupakan instrumen Hallyu yang ikut masuk ke
Indonesia. Kurun waktu film menjadi produk penting dalam promosi Hallyu
adalah antara tahun 2006 – 2008 (Nugroho, 2011: 43). Ketertarikan Indonesia
dalam film Korea Selatan tidak terlepas dari kesuksesan drama Korea Selatan itu
sendiri. Meski demikian, terdapat sedikit penurunan dari segi jumlah. Hal ini,
masih dari wawancara yang penulis lakukan dengan Reza Lukmanda, dipicu
Tabel III.III
Total Ekspor Film Korea ke Indonesia
Total Ekspor
Tahun Biaya Rata-Rata per Program (dalam US$)
Film
2001 23 9.182
2002 22 9.826
2003 29 7.500
2004 14 N/A
Sumber: Lukmanda. 2013. Hallyu Sebagai Soft Power Korea Selatan.Hal 111
drama dan film Korea Selatan masuk Indonesia karena keunikan yang mereka
miliki.Adat tradisi yang kental dalam drama dan film Korea Selatan menjadi poin
50
tersendiri.Disamping itu, karakter jiwa dan emosi Asia yang dekat dengan
karakter orang Indonesia membuat penikmat drama dan film Korea Selatan di
Indonesia lebih mudah mengikuti cerita yang ditawarkan (Nugroho, 2011: 46).
Ditandai sejak tahun 2009, musik KPOP yang merupakan instrumen lain
dari Hallyu mulai banyak dinikmati masyarakat Indonesia, dengan peminat utama
indikasi ialah mulai munculnya media cetak Indonesia yang khusus membahas
melalui instrumen KPOP, para pelaku seni bidang tersebut juga mulai
dilakukan oleh BoA dan Jang Nara dalam acara Anugerah Musik Indonesia (AMI)
Selain dilakukan oleh para pelaku seni, pemerintah Korea Selatan juga
pementasan konser K-Pop yang menjadi daya tarik utama bagi peserta pameran
tahun 2010, Kedutaan Besar Republik Korea bekerja sama dengan Pemerintah
mengundang tidak saja nama besar penyanyi lokal Indonesia seperti Gita Gutawa,
namun juga artis KPOP besar seperti SHINEe dan Girl’s Day. Acara yang digelar
atas kerjasama kedua negara tersebut mendapat apresiasi luar biasa meriah dari
masyarakat Indonesia terutama kaum muda (Al Aziz 2013: 75). Sejak saat itu,
Korea Selatan mulai terlihat pada universitas lain di Indonesia, dengan mulai
pembukaan Pusat Studi Korea, pembukaan kelas pilihan Bahasa Korea, sampai
(UNHAS) Makassar pada 2007, dan pembukaan KSC (Korean Studies Center) di
studi Korea) bukan lagi hanya tentang bahasa, namun juga mulai mencakup
budaya Korea Selatan seperti tarian dan lagu tradisional serta pertukaran
Selatan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan Duta Besar Korea Selatan untuk
yang berdiri guna memberikan bantuan dan mempererat hubungan dengan negara-
negara berkembang.
53
BAB IV
instrumen diplomasi yang kompleks oleh pemerintah. Hal tersebut didasari oleh
wilayah Asia lain termasuk Indonesia. Pemerintah Korea Selatan melihat minat
masyarakat Indonesia akan produk Hallyu itu sendiri. Drama, film, dan musik
satu indikasi yang dapat dilihat adalah acara pertemuan para pencinta Hallyu yang
kemudian kerap kali membawa idola Korea Selatan yang adalah para penyebar
KTO, pemerintah Korea Selatan juga meresmikan kantor Korean Cultural Center
(KCC) di Jakarta. Pendirian pusat kebudayaan ini dibuka langsung oleh Dubes
Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Young-sun. Secara jelas Dubes Kim
Tabel IV.III
dan swasta) terhadap minat Indonesia atas Hallyu, bab ini akan membahas
hubungan kedua negara yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya yang dibagi
atas 2 sub-bab, bab ini juga akan membagi peran Hallyu kepada 2 sub-bab
Studi (Puskor) UGM, mengatakan bahwa muara akhir dari ekspansi Hallyu ke
dampak politik yang dibawa oleh Hallyu adalah dampak pencitraan dimana
menyebutkan bahwa soft power, dalam hal ini Hallyu, dapat digunakan untuk
penting bagi pihak Korea Selatan untuk terus merespon minat Indonesia
dapat terlihat pada saat Pemerintah Korea Selatan menjalin kerjasama militer
Korea ke Indonesia bersama dengan Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia,
Selatan. Ikon Hallyu yakni aktor Hyun Bin yang sedang menjalani kegiatan
wajib militer, ditunjuk menjadi duta militer Korea Selatan. Menurut Kepala
Hyun Bin merupakan bentuk diplomasi yang oleh pemerintah Korea Selatan
Hyun Bin, dapat dikatakan bahwa Korea Selatan mengunakan Soft power
58
Indonesia membuka peluang yang lebih besar dalam usaha Korea Selatan
Hallyudalam bidang ekonomi adalah peresmian Lotte Duty Free, atau gerai bebas
pajak asal Korea Selatan di Jakarta, tepatnya di Bandara Soekarno-Hatta (Al Aziz,
2013: 76). Pembukaan Lotte Duty Free merupakan cabang luar negeri yang
Sealatan menggunakan idola Hallyu, yakni Choi Ji Woo, aktor yang terkenal
melalui drama Winter Sonata dan Ok Taecyeon yang merupakan anggota dari
grup 2PM (moodiereport.com: 01 Februari 2012). Selain itu, idola Hallyu lain,
Eru, dipilih sebagai brand ambassador Lotte Duty Free untuk Indonesia tahun
2014 (gatra.com: 24 April 2014). Marketing Director Lotte Duty Free Korea, Kim
"Pemilihan Eru sebagai brand ambassador Lotte Duty Free di Indonesia, sebagai
bagian dari strategi Hallyu marketing. Selain itu kami juga mengadakan alliance
dengan Garuda Indonesia, Bank Mandiri, dan China Eksibisi."
(gatra.com: 24 April 2014)
Pernyataan Mr. Jun senada dengan apa yang dijelaskan oleh konsep
Selatan.
terhadap Hallyu adalah industri kosmetik. Daya tarik para idola Hallyu Korea
Selatan tidak terlepas dari kosmetik yang digunakan. Hal ini ikut berpengaruh
gunakan. Konsumen membeli kosmetik di Korea Selatan pada tahun 2011 senilai
10,82 triliun Won, naik hampir 10% dari 2010. Menurut penjelasan Badan
wisatawan asing yang telah berkunjung ke Korea Selatan semakin bertambah pula
Hallyu. Sebagai contoh, pada tahun 2013 produk kosmetik Face Shop menempati
urutan pertama dalam penjualan produk setelah mengangkat Bae Suzy sebagai
brand ambassador mereka dengan total penjualan naik 30% dari tahun 2012
produk kosmetik asal Korea Selatan, namun secara umum sudah dapat terlihat
Merk-merk asal Korea Selatan seperti Etude, The Face Shop, Tony Moly, dan
mulai bergeser dari brand asal Amerika ataupun Eropa, ke brand-brand asal
Korea Selatan. Putri memaparkan, industri kosmetik tidak jauh dari budaya.
Hal tersebut tidak bisa di halangi. Satu hal yang bisa dilakukan industri lokal
adalah meningkatkan daya saing. Tapi, tentu harus didukung pemerintah (Jawa
besar Korea Selatan, Samsung dan LG. LG menggunakan aktor kenamaan Won
61
Bin dalam mempromosikan produk ‘LG Infinia Cinema 3D’ sedangkan Samsung
TV’. Lembaga survey Jerman, German for Knowledge (GFK) (dalam Lukmanda,
penjualan. Penjualan Smart TV menurut data lembaga riset IHS iSuppli dari
California, AS, naik 27 persen mencapai 66 juta unit sepanjang 2012. Bahkan,
IHS iSuppli memprediksi per tumbuhannya pada 2015 naik 55 persen atau
mencapai 141 juta unit. Hal tersebut dibenarkan Managging Director PT Samsung
adalah pariwisata. Bidang pariwisata penting untung disorot karea melalui Hallyu,
minat Indonesia terhadap objek pariwisata Korea Selatan meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2013, minat masyarakat Indonesia terhadap Korea dalam hal
Indonesia terhadap objek wisata Korea Selatan secara stabil terus meningkat sejak
tahun 2010.
Grafik IV.I
173.449
149.525
95.239
Sumber: merdeka.com
Dalam grafik diatas dapat dilihat, pada Tahun 2010, jumlah wisatawan Indonesia
tahun 2011 (republika.co.id: 26 April 2014) dan pada paruh pertama 2013
peran Hallyu di dalamnya. Sebagai instrumen soft power, Hallyu memiliki kedua
sifat yang dicakup dalam parameter budaya.High Culture yang berisikan sastra
Popular Culture yang ikut meningkatkan minat masyarakat negara lain dengan
jalur budaya popular seperti drama (Primayanti, 2013: 120-121 dan Nye,2004: 11).
mengunjungi sejumlah lokasi pembuatan drama seperti Nami Island, latar drama
terus tumbuh seiring meningkatnya minat akan mengenal lebih jauh berbagai
kebudayaan Korea Selatan mulai dari produk budaya popular sampai budaya
tahun ini semakin berkembang, terutama dengan makin diterimanya budaya Korea
yang masuk melalui film, serial drama dan musik (suarapembaruan.com: 8 Juli
2011). Disamping itu, salah satu agen pariwisata Indonesia, Aneka Kartika Tours
minat masyarakat mencapai angka 20% sampai 30% (bisnis.com: 28 Maret 2014).
64
Grafik IV.II
8.000.000.000
2010
6.000.000.000
2011
4.000.000.000
2012
2.000.000.000
0 2013
2008 2009 2010 2011 2012 2013
angka impor Indonesia terhadap produk Korea Selatan masih berkisar antara 4-6
Milyar USD. Dampak peningkatan minat terhadap Hallyu mulai dapat dilihat
Peningkatan terlihat jelas pada 2011 dibanding tahun sebelumya. Pada 2010,
12.999.749.865 (Al Aziz, 2013: 77). Meskipun setelah 2012 terjadi penurunan
65
merupakan salah satu faktor pendorong meningkatnya angka impor produk Korea
Selatan ke Indonesia. Penggunaan ikon Hallyu sebagai alat diplomasi pada bab
sebelumnya telah dijelaskan sebagai salah satu tujuan dari diplomasi publik,
didukung oleh kesepakatan antara kedua negara yang telah dibentuk sejak Mei
First Cultural Committee Meeting RI–ROK) menjadi upaya dari kedua negara
yaitu: a) Pekan Budaya Korea, b) Festival Porselin Korea dan c) Pameran Foto
tersebut adalah mulai digelarnya acara Indonesia – Korea Week pada tahun 2009.
kebudayaan satu sama lain secara lebih dekat ke masyarakat, karena acara dibuka
bersifat umum.
66
tradisional kebanggaan mereka yang telah berumur 2000 tahun. Selain itu
(seperti gingseng, apel, dan pir), produk kehutanan (jamur dan kenari) serta
industry film mereka, yaitu “The Divine Weapon”, “Beyond The Years”,
pakaian, dimana diadakan melalui acara pameran busana Hanbok dari Korea
Selatan dan Batik dari Indonesia. Pameran ini melibatkan 300 perancang
pertunjukan alat music tradisional, pada tahun ini pemerintah Korea Selatan
67
pop Hallyu seperti SHINee dan Girl’s Day dalam acara “Indonesia Korea
hubungan diplomatic antara Korea Selatan dan Indonesia. Duta Besar Korea
negara, yakni Indonesia dan Korea Selatan sangatlah penting sebagai landasan
seperti pada tahun sebelumnya dimana festival melibatkan ikon pop Hallyu,
festival makanan dan pakaian tradisional serta festival film, tahun ini juga
(thejakartapost.com)
68
muda Indonesia terhadap musik pop Korea Selatan. Selain itu, pihak Korea
Selatan dapat dilihat dari partisipasi mereka dalam acara ini. Pada festival
Hanbok yang diadakan di salah satu mall di Jakarta, acara yang digelar dalam
3 hari tersebut mampu menyedot hingga lebih dari 500 orang dari berbagai
kalangan usia (antaranews.com: 6 Oktober 2012). Hal ini menjadi salah satu
indikasi lain bahwa Hallyu telah banyak mendapat perhatian dari berbagai
Korea Festival dengan fokus kepada promosi sector pariwisata Korea Selatan.
9. K- Festival 2013
Festival digelar pada 19-21 April 2013. Selain mengadakan Korean Travel
Selain itu kegiatan baru dari festival sebelumnya adalah diadakannya skin care
69
Festival digelar pada 25-27 April. Selain masih mengadakan Korean Travel
pameran merupakan bentuk diplomasi budaya yang paling sering diterapkan oleh
berbagai bidang mulai dari kebudayaan tradisional, hingga budaya populer sampai
bidang pariwisata.
Indonesia adalah cover dance. Cover dance merupakan salah satu kegiatan yang
lahir dari minat terhadap musik KPOP. Cover dance sendiri merupakan kegiatan
dimana para pelakunya menirukan secara detail apa yang idola mereka lakukan,
dalam hal tarian dan gaya berpakaian, hingga melakukan Lip sync (billboard.com,
70
18 Oktober 2011). Secara sederhana, semakin mirip dan sama akan apa yang
mereka lakukan sebagaimana idola mereka lakukan, itu semakin baik. Salah satu
KPOP Cover Dance Festival sejak 2011. Acara ini diselenggarakan oleh
pemerintah Korea Selatan langsung melalui MCST. Melalui acara ini, timcover
menarik 1,700 peserta dari 64 negara di seluruh dunia (billboard.com), dimana hal
ini menjadi indikasi bahwa cover dance merupakan salah satu dampak sosial yang
Di Indonesia, cover dance juga ikut masuk dan menjadi tren baru terutama di
kalangan remaja. Hal ini dapat dilihat sejak awal tahun 2010, hampir di setiap
event gathering para pencinta budaya Korea Selatan, menampilkan cover dance
sebagai salah satu hiburannya, baik yang diadakan oleh kelompok non pemerintah,
Lukmanda, cover dance merupakan salah satu dampak dari soft power, yakni
cover dance. Lebih jauh masih sebagaimana yang dijelaskan Vuving, bahwa 3
pilar pembangun, salah satunya ialah brilliance, akan melahirkan instrumen soft
power itu sendiri. Sebagai contoh, pihak swasta Korea Selatan melihat kekaguman
71
tersebut, sekaligus digelar audisi untuk cover dance competition tahunan yang
diadakan pemerintah Korea Selatan, dengan mengirim juara dari tiap negara ke
acara final di Korea Selatan. Dengan ikut mengundang idola hallyu seperti grup
Vixx dan Glam (kavenyu.com, 26 Juni 2013), Korea Selatan menggunakan soft
power untuk mencapai kepentingan mereka, dalam hal ini adalah bidang ekonomi
dengan secara intens menggunakan nuansa hallyu sejak awal pembukaan gerai
Lotte tersebut dengan tujuan mendapat perhatian dan apresiasi dari masyarakat
Sebagai bagian dari budaya populer, peran Hallyu juga mempengaruhi budaya
populer Indonesia. Hal yang paling mudah dilihat adalah pembahasan secara rutin
segala sesuatu yang berkaitan dengan budaya populer Korea Selatan oleh berbagai
media hiburan Indonesia baik media cetak maupun elektronik. Media elektronik
Korea Selatan. Hal ini tentu dipengaruhi oleh minat masyarakat Indonesia yang
begitu besar sehingga menjadi pertimbangan para pemilik media elektronik untuk
menyediakan halaman khusus mengenai Hallyu pada media mereka. Hal yang
sama juga terjadi pada media cetak khusus hiburan di Indonesia. Disamping itu,
corak KPOP mulai masuk dan diadaptasi oleh Indonesia. Mulai maraknya grup
KTO dan KCC di Jakarta. KCC sendiri selain sebagai penyedia informasi
selaku koordinator media sosial KCC menyebutkan bahwa pelajar yang terdaftar
di KCC sudah mencapai lebih dari 500 siswa. Margareta menjelaskan ketertarikan
berbagai acara yang melibatkan bintang Hallyu seperti fanmeeting maupun konser.
KCC mendapatkan beberapa tiket yang secara acak diberikan kepada pelajar
beruntung.Hal tersebut menambah daya tarik bagi para pelajar KCC yang
lengkap mulai dari pembahasan mengenai budaya Korea Selatan yang bersifat
tradisional hingga budaya populer yang dekat dengan industry entertain. Berbagai
perpustakaan KCC di bidang budaya populer yang menambah daya tarik bagi
pelajar Indonesia.
73
kepada mahasiswanya, baik dalam bentuk kelas pilihan jurusan, maupun pusat
memperkenalkan kelas pilihan bahasa Korea pada 1987 (Nugroho, 2013: 7).
membuka jurusan Bahasa dan Sastra Korea pada 2003 dan 2006 (Nugroho, 2013:
5-7) dimana sebagai respon atas tingginya peminat kelas piliihan Bahasa Korea
yang telah dibuka sebelumnya. Lebih jauh, UGM merupakan salah satu
universitas yang membuka pusat studi Korea tertua di Indonesia (tahun 1996)
Korean Studies in Indonesia) pada 2009 (Nugroho, 2013: 10). Tidak seperti
jurusan maupun pusat studi yang ada sebelumnya, UGM melalui INAKOS yang
Indonesia, KOICA, dan Akademi Bahasa Korea tidak lagi hanya fokus terhadap
berkaitan erat dengan budaya baik popular maupun tradisional (Nugroho, 2013:
10). Hal ini dapat dilihat dari penerbitan buku-buku yang berisi kumpulan hasil
terutama dalam bidang budaya. Selain itu, pembukaan pusat studi Korea di
berbagai universitas lain (UNLAM pada 2006; Universitas Dipenogoro pada 2007,
pendidikan mengenai Korea Selatan tidak hanya kepada pengajaran bahasa namun
Jumlah pelajar yang menuntut ilmu di Korea Selatan sendiri juga mengalami
peningkatan.Data yang didapat dari KBRI di Seoul pada 2004, hanya 70 orang
Indonesia yang belajar ke Korea Selatan. Pada Desember 2013, jumlah tersebut
apresiasi dari pihak lain, serta mempererat hubungan di berbagai aspek termasuk
BAB V
KESIMPULAN
menggunakan budaya sebagai diplomasi mereka. Hal ini dapat dilihat dari peran
tiga kementerian, yakni the Ministry of Foreign Affairs and Trade (MOFAT), the
Ministry of Culture, Sports and Tourism (MCST), dan the Ministry of Education,
Science, and Technology (MEST).Selain itu pihak swasta dengan kontrol dan
Drama dari negeri hanbok tersebut mulai mencuri perhatian pencinta drama
hingga 2005, drama merupakan produk Hallyu yang diterima oleh masyarakat
Indonesia. Fase selanjutnya adalah antara tahun 2006-2008 dimana produk film
Korea Selatan mulai masuk ke Indonesia. Berhasilnya drama dan film Korea
Selatan masuk Indonesia karena keunikan yang mereka miliki. Adat tradisi yang
kental dalam drama dan film Korea Selatan menjadi poin tersendiri. Hal tersebut
76
Fase selanjutnya sejak 2009, dimana musik KPOP yang mulai masuk dan
diterima masyarakat Indonesia sebagai produk lain dari Hallyu, dengan peminat
utama remaja.Dalam fase ini, KPOP dapat dikatakan mengambil kendali penuh
Indonesia terhadap Hallyu. Melalui kegiatan pameran budaya baik yang diadakan
diadakan pihak swasta (konser dan showcase idola Hallyu), Indonesia mulai
semakin dalam mengenal budaya Korea Selatan, dan semakin terlihat penerimaan
Tourism Organization (KTO) cabang Jakarta dan kantor Korean Cultural Center
kerjasama baru mulai lahir dengan Hallyu. Dalam bidang politik, Hallyu
yakni penjualan produk televisi dari dua perusahaan elektronik besar Korea
tahun 2010 sampai 2013. Hal ini tidak terlepas dari ketertarikan masyarakat
Indonesia untuk mengunjungi daerah wisata yang berkaitan dengan produk Hallyu
budaya tradisional mulai dari musik, kuliner, pakaian adat, tarian, lukisan, hingga
kramik. Dalam hal budaya populer, remaja Indonesia mengenal kegiatan baru
yang menjadi salah satu tren yakni cover dance.Cover dance lahir dari kekaguman
remaja Indonesia terhadap idola KPOP Korea Selatan hingga mereka melakukan
kegiatan peniruan/cover idola mereka. Tren cover dance juga dimanfaatkan Korea
78
dapat dilihat dari indikasi meningkatnya minat peserta didik dalam lembaga
kursus bahasa Korea Selatan seperti yang terjadi di KCC, begitu pula dengan
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Hallyu merupakan aset strategis Korea
Korea Selatan namun juga menghasilkan penyebaran yang memberi dampak akan
secara perlahan juga mengkonsumsi produk Korea Selatan, hal ini dipengaruhi
dapat tercermin dari kegiatan gathering dan cover dance yang terus diadakan
secara rutin oleh remaja Indonesia. Hal ini memberi gambaran bahwa remaja
budaya populer Korea Selatan terutama dalam bidang music KPOP. Disamping
itu daya kunjung wisata ke Korea Selatan yang semakin meningkat juga
mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Baylis, John dan Steve Smith. 2005. The Globalization of World Politics: An Introduction to
International Relations. New York: Oxford University Press.
Gilboa, E. 2006. Public Diplomacy: The Missing Component in Israel’s Foreign Policy.
Israel Affairs.
Holsti, K. J. 1992. International Politics: A Framework for Analysis. New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
Jones, Joseph L. 2010. Hegemonic Rythms: The Role of Hip Hop Music in 21st Century. New
York: American Public Diplomacy.
Kedutaan Besar Republik Indonesia Seoul. 2000. “Laporan Tahunan 1999/2000 Kedutaan
Republik Indonesia Seoul”. KBRI Seoul
Kedutaan Besar Republik Indonesia Seoul. 2001. “Laporan Tahunan 2001 Kedutaan
Republik Indonesia Seoul”. KBRI Seoul
Mochsin, Aiyub. 2010. “Diplomasi. Teori dan Praktek serta Kasus-Kasus”. Diktat Intern.
Nye Jr., Joseph S. 2004. The Benefits of Soft Power. Harvard Business School
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Sung, Sang-Yeon, 2008. “Why Are Asians Attracted to Korean Pop Culture”. Seoul:
Jimoondang.
xiii
Visser, D. 2002. ‘What Hip Asians Want: A Little Bit of Seoul; From Films to Fashion,
Korean Pop Culture Becomes “Kim Chic” across Continent’, Washington Post, 10
Maret.
Warsito, Tulus dan Wahyuni Kartikasari. 2007. “Diplomasi Kebudayaan, Konsep, dan
Relevansi Bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
Yanti, R.P., 2010. “Diplomasi Publik Korea Selatan di Kawasan Asia Timur: Pemanfaatan
Hallyu sebagai Sumber Soft Power”. Tesis S-2 HI Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Jurnal
Al Aziz, Azizah. 2013. “Hallyu: Sarana Peningkatan Daya Tarik Korea” dalam Maman
Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi Korea
Universitas Gajah Mada.
Anwar, Ratih Pratiwi. 2013. “40 Tahun Kerjasama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan:
Pencapaian, Tantangan, dan Prospek ke Depan” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk
(ed.), 40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan.Yogyakarta: Pusat Studi Korea
Universitas Gajah Mada.
David, Muhammad. 2013. “Diplomasi Budaya dan Hallyu dalam Pertukaran Pelajar
Indonesia-Korea” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea.
Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada.
Kim, Eun Mee dan Jiwon Ryoo. “South Korean Culture Goes Global: K-pop and the Korean
Wave” University of Hawaii, 2007; tersedia di
http://kossrec.org/board/imgfile/KSSJ%20Vol.34.no.1(Eun%20Mee%20Kim%26Jiwon
%20Ryoo)).pdf; diunduh pada 29 Juni 2013.
Lukmanda, Reza. 2013. “Hallyu Sebagai Soft Power Korea Selatan di Indonesia” dalam
Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi
Korea Universitas Gajah Mada.
Marenia, Dorote. 2013. “Maraknya Konser Artis Korea di Indonesia: Gambaran Nyata
Hubungan Budaya Kontemporer Indonesia-Korea?” dalam Maman Mahayana, M. Hum
dkk (ed.), 40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan.Yogyakarta: Pusat Studi Korea
Universitas Gajah Mada.
Mori, Sumiko. “Japan’s Public Diplomacy And Regional Integration in East Asia: Using
Japan’s Soft Power” Harvard University, 2006. Tersedia di
http://www.wcfia.harvard.edu/us-japan/research/pdf/06-10.mori.pdf; Diunduh pada 23
November 2012.
Nugroho, Suray Agung. 2013. “Studi Korea di Indonesia: Keadaan Saat Ini dan Masa
Depannya” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), 40 Tahun Hubungan
Indonesia-Korea Selatan.Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada.
xiv
Nugroho, Suray Agung, 2011. “The 10th Korea Forum: Korean Wave”; tersedia di
https://www.academia.edu/1701329/The_10th_Korea_Forum_Korean_Wave; diunduh
pada 12 Juli 2013.
Nye, Joseph S. Why South Korea Should Go Soft. Korea 2020: Global Perspective for the
Next Decade. Seoul: Random House Korea.
Primayanti, Reza. 2013. “Diplomasi Publik Korea Selatan di Kawasan Asia Timur: Hallyu
Sebagai Sumber Soft Power” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya
Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada.
Raditya, Damar. 2013. “Hallyu, Citra Korea di Mancanegara” dalam Maman Mahayana, M.
Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah
Mada.
Ramesh, Bharadwaj. “A Hallyu Story” National Tactical Planning Director China, 2005.
Shim, D. “Globalization and Cinema Regionalization in East Asia” The International Journal
of Cultural Policy, vol 14, no 3, 2006.
Shim, Doobo. “Hybridity and the rise of Korean popular culture in Asia”. National University
of Singapore, 2012; tersedia di http://ruraleconomics.fib.ugm.ac.id/wp-
content/uploads/Doobo-Shim-Hybridity-and-the-rise-of-Korean-popular-culture-in-
Asia.pdf; Diunduh pada 27 November 2012.
Theis, Cameron G. 2009. “Role Theory and Foreign Policy”. USA: University of Ilowa.
Wibowo, Wahyudi. 2013. “K-Drama, Industri Kreatif Berbasis Budaya Populer” dalam
Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi
Korea Universitas Gajah Mada.
Xuezhe, Liu. 2007. “The Rising Korean Wave among Chinese Youth” (Online); tersedia di
http://fxqw820.tripod.com/AWS.pdf, diakses pada 27 Agustus 2014.
xv
Yang, Jonghoe. 2012. “The Korean Wave (Hallyu) in East Asia: A Comparison of Chinese,
Japanese and Taiwanese Audiences Who Watch Korean TV Dramas” Sungkyunkwan
University (Online); tersedia di http://isdpr.org/isdpr/publication/journal/41_1/05.pdf.
Diakses pada 27 Agustus 2014.
Yang, Seung-Yoon. 2013. “Hubungan Diplomatik Korea Selatan – Indonesia: Sejarah dan Isu
Pokok Kerja Sama” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), 40 Tahun Hubungan
Indonesia-Korea Selatan.Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gadjah Mada.
Skripsi
Wahyudiya, Ayu Riska. 2012. “Pengaruh Soft Diplomacy dalam Membangun Citra Korea
Selatan di Indonesia”. Skripsi Program Studi Hubungan Internasional, Universitas
Hasanuddin, 2012.
Internet
“All about Korea Indonesia Week 2011” koreanindo.net, 9 Oktober 2011; tersedia di
http://koreanindo.net/2011/09/20/all-about-korea-indonesia-week-2011/; diunduh pada
16 April 2014.
“Antre berfoto mengenakan hanbok di Korea Indonesia Week” antaranews.com, 6 Oktober
2014; tersedia di http://www.antaranews.com/berita/337169/antre-berfoto-mengenakan-
hanbok-di-korea-indonesia-week; diunduh pada 30 April 2014.
xvi
Batari, Friederich. “RI-Korea Perkuat Kerjasama Kebudayaan” 2013; tersedia di
http://www.jurnas.com/news/84683/RI-
Korea_Perkuat_Kerja_Sama_Kebudayaan/1/Sosial_Budaya/Humaniora; Diunduh pada
29 Juni 2013.
Benjamin, Jeff. “Kpop Hits Madison Square Garden at SMTown Live” Billboard, 2013;
tersedia di http://www.billboard.com/articles/news/465545/k-pop-hits-madison-square-
garden-at-smtown-live; diunduh pada 27 Januari 2014.
Caramanica, Jon. “Korean Pop Machine, Running on Innocence and Hair Gel” New York
Times, 2011; tersedia di http://www.nytimes.com/2011/10/25/arts/music/shinee-and-
south-korean-k-pop-groups-at-madison-square-garden-
review.html?adxnnl=1&adxnnlx=1385924465-NRtz0HNMonC5cbPUugP7kg; diunduh
pada 3 Januari 2014.
Cave, Damien. “For Migrants, New Land of Opportunity is Mexico” New York Times, 2013;
tersedia di http://www.nytimes.com/2013/09/22/world/americas/for-migrants-new-land-
of-opportunity-is-mexico.html?pagewanted=all&_r=0; diunduh pada 12 Februari 2014.
Fathiyah, Alia. “Yang Dilakukan K-Poppers untuk Idolanya”, Tempo.co 2012; tersedia di
http://id.berita.yahoo.com/yang-dilakukan-k-poppers-untuk-idolanya-121959039.html
Diunduh pada 30 November 2012.
“Gathering Kpop Lovers Palembang Ajang Kumpul Para Pencinta Korean Pop”
sriwijayatv.com, 6 Desember 2010; tersedia di
http://www.sriwijayatv.com/detBerita.php?ref=isi&ix=85; diunduh pada 13 April 2014.
“Gelaran Korea – Indonesia Week 2010 di Gandaria City” pakuwon.com; tersedia di
http://www.pakuwon.com/gelaran-korea-indonesia-week-2010-di-gandaria-city; diunduh
pada 10 Mei 2014.
“Gurita Budaya Populer Korea di Indonesia” Institut Seni Indonesia Denpasar, 2011; tersedia
di http://www.isi-dps.ac.id/berita/%E2%80%98gurita%E2%80%99-budaya-populer-
korea-di-indonesia; diunduh pada 03 Juli 2013.
“Hallyu Brides Gap, but Rift with China Remains” Korea Jongang Daily, 2012; tersedia di
http://koreajoongangdaily.joinsmsn.com/news/article/Article.aspx?aid=2958467;
diunduh pada 27 Agustus 2013.
xvii
Helsel, D. R. dan R.M. Hirsch. “Statistical Methods in Water Resources” USA: United States
Geological Survey; tersedia di http://pubs.usgs.gov/twri/twri4a3/pdf/chapter12.pdf;
diunduh pada 27 Agustus 2014.
“Joint Statement between The Republic of Korea and The Republic of Indonesia” [database
online]; tersedia di
http://www.mofat.go.kr/webmodule/htsboard/template/read/korboardread.jsp?typeID=12
&boardid=8588&seqno=305331; diunduh pada 30 November 2013.
xviii
“Korea Agresif Bidik Wisatawan Indonesia” bisnis.com, 28 Maret 2014; tersedia di
http://travelling.bisnis.com/read/20140328/224/214985/korea-agresif-bidik-wisatawan-
indonesia; diunduh pada 1 Mei 2014.
“Korea Indonesia Week 2012” cosmogirl.co.id; tersedia di
http://www.cosmogirl.co.id/artikel/read/922/Korea-Indonesia-Week-2012; diunduh pada
20 April 2014.
“K-POP İstanbul'u sallayacak! Kore Kültür Merkezi, son zamanlarda Türkiye'de de fazlaca
rağbet gören Kore Pop Müziğini tanıtmak amaçlı bir festival düzenliyor”
Sanat.milliyet.com.tr, 2013; tersedia di http://www.milliyet.com.tr/k-pop-istanbul-u-
sallayacak--editoruntavsiyesi-1727058/; diunduh pada 12 Februari 2014.
“K-Pop Leads Record Earnings from Cultural Exports” Chosun Ilbo, 2012; tersedia di
http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2012/02/07/2012020700892.html Diunduh
pada 29 Juni 2013.
xix
“Lotte Duty Free’s New Jakarta Airport T2 Stores: First Images” moodiereport, 01 Februari
2012; tersedia di http://www.moodiereport.com/document.php?c_id=6&doc_id=29868;
diunduh pada 3 Februari 2014.
“Lotte Shopping Avenue, Dept Store bernuansa Korea” kompas.com, 23 Juni 2013; tersedia
di http://female.kompas.com/read/2013/06/23/22074552/Lotte.Shopping.Avenue.Dept-
Store.Bernuansa.Korea; diunduh pada 10 Mei 2014.
Onishi, Norimitsu. “South Korea Adds Culture to Its Export Power” The NewYork Times,
2005; tersedia di http://www.nytimes.com/2005/06/28/world/asia/28iht-korea.html?_r=0;
diunduh pada 15 Januari 2014.
“Pekan Pertukaran Budaya Indonesia dan Korea 2010” penulis165.esq-news.com, 12 Oktober
2010; tersedia di http://penulis165.esq-news.com/seni-budaya/2010/10/12/pekan-
pertukaran-budaya-indonesia-dan-korea-2010.html; diunduh pada 12 April 2014.
“Peningkatan Kunjungan Wisatawan RI ke Korea Tertinggi se-ASEAN” merdeka.com, 20
Juni 2013; tersedia di http://www.merdeka.com/peristiwa/peningkatan-kunjungan-
wisatawan-ri-ke-korea-tertinggi-se-asean.html; diunduh pada 13 Februari 2014.
“Penjualan Kosmetik Korsel Meningkat Drastis Berkat Demam Hallyu” KBS World, 13
Februari 2012; tersedia di
http://rki.kbs.co.kr/indonesian/news/news_Ec_detail.htm?No=25962&id=Ec&page=31;
diunduh pada 3 Februari 2014.
“Presiden RI dan Korsel Bertemu di Jakara” Radio Australia, 28 November 2000; tersedia di
http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2000-11-28/presiden-ri-dan-korsel-bertemu-
di-jakarta/793136; diunduh pada 30 November 2013.
Purwanto, Didik. “Mari Pangestu; Ipop Harus Saingi Kpop” Kompas.com, 30 April 2011;
tersedia di http://oase.kompas.com/read/2012/04/30/14332957/; diunduh pada 12
November 2013.
xx
“Remarks by President Obama at Hankuk University” WhiteHouse.gov, 2012 [Database
aOnline]; tersedia di http://www.whitehouse.gov/the-press-office/2012/03/26/remarks-
president-obama-hankuk-university; diunduh pada 27 Januari 2014.
“SNSD Are Ambassador for Incheon Airport Customs” Allkpop.com, 2010; tersedia pada
http://www.koreaexim.go.kr/en/banking/new.jsp; diunduh pada 04 Maret 2014.
“Soft Diplomacy ala Korea Selatan” Media Indonesia, 24 Desember 2011; tersedia di
http://idsps.org/en/idsps-news-indonesia/berita-media/soft-diplomacy-ala-korea-selatan/;
diunduh pada 3 Februari 2014.
xxi
“The United Nations and Korea: Together, Building the Future We Want” UN.org, 2012
[Database Online]; tersedia di http://www.un.org/sg/statements//index.asp?nid=6398;
diunduh pada 27 Januari 2014
Wiseman, Paul. “Korea’s Romantic Hero Holds Japan in Thrall” USAtoday.com, 2004;
tersedia di http://usatoday30.usatoday.com/news/world/2004-12-09-korean-
actor_x.htm; diunduh pada 12 November 2013.
xxii
LAMPIRAN – LAMPIRAN
LAPORAN KEGIATAN
Sidang Pertama Komisi Bersama Kebudayaan
st
(The 1 Meeting of Joint Commission on Cultural Cooperation)
Indonesia-Korea Selatan
Pada tanggal 13-15 Mei 2008 di Yogyakarta
Latar Belakang
4. Dua dari 7 bidang kerjasama sosial budaya yang tercantum dalam Joint Declaration
dan juga menjadi prioritas EPG adalah perlunya membentuk dan melaksanakan Joint
Cultural Commision (JCC) sebagai dasar berdirinya Cultural and Information Service
Centre.
xxiii
Joint Commission on Cultural Cooperation.
1. Sidang Komisi Bersama Kebudayaan/JCC ke-1 tersebut berlangsung pada 13-15 Mei
2008 di Yogyakarta, dengan melibatkan 5 Departemen terkait (Kemenpora,
Depkominfo, Depdiknas, Deplu dan Depbudpar) di mana lingkup kerja JCC ke-1
berada dalam tahapan identifikasi kebutuhan untuk penyusunan “Plan of Actions”
melalui exchange of views (establishment and discussion).
2. Delegasi RI diketuai oleh Dr. Muchlis Paeni, pejabat eselon I SAM bidang Pranata
Sosial Depbudpar. Sedangkan delegasi ROK dipimpin oleh Mr. Bae Jae-hyun,
Director General of Cultural Affairs Bureau Ministry of Foreign Affairs and Trade of
the Republic of Korea.
4. Isu kerjasama pendidikan yang diangkat dalam pertemuan ini adalah: 1. International
Standard School (Sister School Facilitation, Reciprocal School Accredited,
International Content Subjects Facilitated by South Korea (IT, automotive, etc); 2.
Teacher empowering program (Teachers Training, Collaboration, Seminar and
workshop); 3. World Class University (Double/dual degree between Indonesia
universities and Korea universities, Joint research, Student and Professor exchange,
Seminar and Workshop, Indonesia language for foreigners, Darmasiswa Scholarship
program by Indonesian Government, Guest Lectures (being an Indonesian language
lecture in some universities in South Korea).
5. Untuk bidang kebudayaan, isu-isu yang dibahas dalam JCC ke-1 tersebut mencakup
substansi kerjasama arkeologi, konservasi benda-benda purbakala, film, HRD, R&D,
Cultural Content, dan bidang-bidang kebudayaan terkait lainnya.
6. Untuk bidang Litbang Kebudayaan isu-isu yang diajukan adalah: penyusunan kamus
bahasa Indonesia-Korea dan Korea-Indonesia; mendirikan bidang studi bahasa Korea
di Indonesia (Universitas Indonesia) dan bidang studi bahasa Indonesia di Universitas
terkemuka di ROK; memberikan beasiswa bagi publik maupun mahasiswa untuk
memperdalam kebudayaan melalui pendidikan di bidang seni musik, senia teater,
film, animasi dan busana. Adapun sebaliknya Indonesia menawarkan kepada Korea
pendidikan di bidang seni tari, seni musik (angklung, gamelan, suling,kolintang), seni
pahat serta seni batik; melakukan penerjemahan dan penerbitan karya sastra
xxiv
kontemporer untuk generasi muda dan sejarah maritime; pengembangan khasanah
kuliner tradisional (penataan,pengolahan dan pengemasannya) khas Indonesia dan
Korea; melakukan kajian kebijakan kebudayaan di kedua negara, khususnya
berhubungan dengan upaya-upaya untuk mempertahankan tradisi di segala bidang;
menyelenggarakan pekan film Indonesia-Korsel di negara masing-masing; dan
menyelenggarakan diskusi tentang multikulturalisme dan globalisasi.
7. Isu tentang perlindungan Kekayaan Budaya menjadi salah satu poin penting dalam
pembahasan siding JCC ke-1 ini, mengingat Agreement Kebudayaan RI-ROK tidak
mencantumkan klausul perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (IPR)
sehingga Indonesia merasa perlu mengangkat isu ini agar hasil-hasil karya budaya
anak bangsa dapat dilindungi dari pemanfaatan/eksploitasi ekonomi oleh pihak-pihak
asing mana pun, baik bagi Indonesia maupun Korea.
Hasil Kesepakatan
2. Kedua pihak juga sepakat untuk bekerjasama dalam peningkatan capacity building
dan sumber daya manusia. Dalam hal ini Pemerintah Indonesia menyambut baik
komitmen Pemerintah ROK serta mengapresiasi bantuan berbagai program beasiswa
yang diberikan Korea kepada Indonesia untuk meningkatkan hubungan bilateral
kedua negara.
4. Untuk itu, kedua Pihak akan mempercepat finalisasi MoU Kerjasama Pendidikan.
5. Pihak Korea juga menyambut permintaan pihak Indonesia untuk percepatan finalisasi
Arrangement on Youth and Sport Cooperation.
xxv
6. Di bidang Komunikasi dan Informasi, kedua Pihak menekankan perlunya menjalin
kerjasama dan koordinasi yang lebih erat, termasuk dalam hal berbagi informasi dan
teknologi.
7. Secara prinsip kedua pihak juga sepakat untuk memperkuat kerjasama kebudayaan
pada sektor warisan budaya (cultural heritage), kesenian (arts), film, arkeologi,
permuseuman, sejarah, kelitbangan dan kediklatan, serta industri budaya. Dalam hal
ini, pihak Indonesia dapat mengajukan proposal program/proyek kepada pihak Korea.
8. Pihak Korea juga meminta dukungan Indonesia dalam hal rencana pihak Korea
menyelenggarakan beberapa event di Indonesia, yaitu: a) Pekan Budaya Korea, b)
Festival Porselin Korea dan c) Pameran Foto. Dalam hal ini, pihak Indonesia
menyatakan kesediannya membantu.
Catatan
1. Semua isu dan usulan program kerjasama yang telah disampaikan pada JCC pertama
ini dapat ditindaklanjuti dalam rincian program dan selanjutnya dikomunikasinnya
dengan pihak Korea.
2. Berdasarkan Agreed Minutes yang telah disusun kedua Pihak tersebut, setiap instansi
terkait dimungkinkan melakukan negosiasi langsung dalam mengimplementasi
kesepakatan-kesepakatan JCC I tersebut dengan pihak Korea melaui saluran
diplomatik yang dapat ditujukan langsung ke Duta Besar Republik Korea di Jakarta
dengan tembusan ke Biro KSLN Depbudpar dan Direktur Astimpas Deplu RI.
KERJASAMA BILATERAL
BIRO KSLN
xxvi