Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
“ Fraktur Galeazzi”
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Bedah
Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. Suhardiyono, Sp.OT
Disusun Oleh :
Dwitari Novalia Harazi H2A011019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD Dr. ADHYATMA, MPH
Periode 2015-2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifise, baik yang bersifat total maupun parsial. Berbagai
penyebab fraktur diantaranya cidera atau benturan, faktor patologik, dan yang
lainnya karena faktor beban. Selain itu fraktur akan bertambah dengan adanya
komplikasi yang berlanjut diantaranya syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, dan avaskuler nekrosis. Komplikasi
lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union, delayed union, non union
atau bahkan perdarahan.
Trauma sistem muskuloskeletal terjadi pada 85% kasus trauma
tumpul. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan
umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan
atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih
banyak dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya resiko fraktur.
Prinsip pada penanganan patah tulang adalah jangan membuat keadaan
lebih jelek (do no harm) dengan menghindari gerakan-gerakan atau gesekan-
gesekan pada bagian yang patah. Tindakan ini dapat dilakukan pembidaian
atau pasang spalk dengan menggunakan kayu atau benda yang dapat menahan
agar kedua fraksi yang patah tidak slaing bergesekan.
Fraktur Galeazzi pertama kali diuraikan oleh Riccardo Galeazzi yaitu
fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulnar distal. Fraktur
Galeazzi meliputi 3-7% dari semua fraktur lengan bawah. biasanya lebih
sering terjadi pada laki-laki. Fraktur Galeazzi lebih banyak ditemukan
daripada fraktur Monteggia. Kebanyakan ditemukan pada orang dewasa dan
jarang pada anak-anak.
CATATAN MEDIS
I. IDENTITAS PENDERITA
a. Nama : Tn. A
b. Usia : 35 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Suku : Jawa
f. Alamat : Kapri Bawah No:06 RT09/X Ngaliyan, Semarang
g. Pekerjaan : Pedagang
h. Status : Menikah
i. Nomor RM : 494284
j. Tanggal masuk RS : 16 Januari 2016
II. ANAMNESIS
III. Primary Survey
A : Adekuat
B : 22 kali/menit
C : 80 x / menit, reguler, isi dan tegangan cukup
D : GCS 15
E : Didapatkan adanya deformitas pada lengan kanan bawah.
a. Keluhan utama: nyeri lengan bawah kanan
b. RPS :
Pasien Tn.A 35 tahun datang ke IGD Tugurejo Semarang dalam keadaan sadar
diantar oleh warga sekitar. Pasien mengeluh nyeri lengan bawah kanannya dan
tidak dapat digerakkan serta membengkak.
Pasien mengaku bahwa telah mengalami kecelakaan 1 jam sebelum masuk
rumah sakit. Pasien mengendarai sepeda motor sendirian. Pasien mengaku
mengendarai sepeda motor dengan kecepatan sedang. Namun diperjalanan pasien
terpleset dari sepeda motor oleh karena ada oli yang berceceran dijalan. Pasien
jatuh kearah samping dengan tangan kanan menopang badan. Setelah itu pasien
merasakan kesakitan dan tidak dapat menggerakan lengan bawah kanan. oleh
warga sekitar, pasien dibawa ke RSUD Tugurejo Semarang.
Pasien juga mengeluh kesemutan (+), tangan kanan masih terasa ketika di
raba (+), bengkak (+). Mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-), keluar darah dari
hidung dan telinga (-).
c. RPD :
Riwayat AMPLE
Alergi : pasien tidak mempunyai alergi obat maupun makanan
Medicine : pasien tidak mengkonsumsi obat apapun.
Past Illness :
Riwayat Kecelakaan sebelumnya : disangkal
Riwayat Operasi : disangkal
Riwayat Kencing Manis : disangkal
Riwayat Darah tinggi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Last meal : makan nasi (sekitar 14.00 WIB).
Event/Environment : pasien jatuh di jalan beraspal
d. RPK :
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Thorax :
Paru
Paru depan Paru belakang
Inspeksi
Normochest, simetris, Normochest, simetris,
Statis
kelainan kulit (-/-), sudut kelainan kulit (-/-)
arcus costa dalam batas
normal, ICS dalam batas
Pengembangan pernapasan
normal
Dinamis
Pengembangan pernafasan paru normal
paru normal
Palpasi Simetris (N/N), Nyeri tekan Simetris (N/N), Nyeri
(-/-), ICS dalam batas tekan (-/-), ICS dalam
normal, taktil fremitus sulit batas normal, taktil
dinilai fremitus sulit dinilai
Perkusi
Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Kanan
Sonor seluruh lapang paru. Sonor seluruh lapang paru.
Kiri
Auskultasi Suara dasar vesicular, Ronki Suara dasar vesicular,
(-/-), Wheezing (-/-) Ronki (-/-),Wheezing (-/-)
SD : vesikuler SD : vesikuler
ST : Ronki (-), wheezing (-) ST: Ronki (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V 1-2 cm ke arah medial
midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-), pulsus
parasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi :
batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitra
batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
kiri bawah : ICS V 1-2 cm ke arah medial midclavikula
sinistra
Konfigurasi jantung (dalam batas normal)
Auskultasi : regular, Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)
Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar
Ekstremitas
Superior Inferior
Warna kulit Tampak pucat / Sama dengan
sama dengan sekitar / sama
sekitar dengan sekitar
Vulnus laserasi +/- -/-
2. Status Lokalis
Regio antebrachii sinistra
a. Inspeksi
Look :
- Tidak terdapat vulnus laceratum, terdapat deformitas (+), warna kulit
tampak pucat dari kulit sekitar, tampak adanya oedem (+).
b. Palpasi
Feel :
Adanya nyeri tekan pada regio antebrachii dekstra (+), krepitasi (+), tidak
ada gangguan sensibilitas, denyut nadi distal (a. Radialis) masih teraba,
pada perabaan tangan terasa hangat, nyeri sumbu (+).
c. Movement
Nyeri pada saat digerakan (+) sendiri maupun saat digerakan oleh
pemeriksa.
d. Tanda kompartemen syndrome
Pain ( rasa sakit ): (+)
Paloor : (+) kulit berwarna pucat
Paralisis : -
Parasthesia : +
Pulselessnes : (-) masih terdapat denyutan pada arteri radialis.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Leukosit H13,10 ribu/ul 3,8-10,6
Eritrosit 5,67 juta/ul 4,4-5,9
Hb H17,50 g/dl 13,7-17,3
Hematokrit 49,10 % 40-52
MCV 86,60 Fl 80 – 100
MCH 30,90 Pg 26 – 34
MCHC 35,60 g/Dl 32 – 36
Trombosit 242 10^3/ul 150-440
RDW 12,30 % 11.5-14.5
Eosinofil absolut L0,01 10^3/ul 0,045 – 0,44
Basofil absolut 0,03 10^3/ul 0 – 0,2
Netrofil absolut H10,63 10^3/ul 1,8 – 8
Limfosit absolut 1,84 10^3/ul 0,9 – 5,2
Monosit absolut 0,59 10^3/ul 0,16 – 1
Eosinofil L0,10 % 2–4
Basofil 0,20 % 0–1
Neutrofil H 81,20 % 50 -70
Limfosit L 14,00 % 25 - 40
Monosit 4,50 % 2 –8
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
GDS 95 ml/dL <125
SGOT 31 U/L 0-30
SGPT H 61 U/L 0-32
Ureum 19,0 mg/dL 10-50
Creatinin 0,94 mg/dL 0,70-1,10
Clorida H 109 mmol/L 95-105
Natrium 140 mmol/L 135-145
Albumin 4,2 g/dL 3,2-5,2
HbsAg Reaktif (+) Non Reaktif(-)
II. RESUME
Tn.A 35 tahun nyeri lengan bawah kanannya dan tidak dapat digerakkan serta
membengkak. Pasien mengaku bahwa telah mengalami kecelakaan 1 jam sebelum
masuk rumah sakit. Pasien mengaku mengendarai sepeda motor sendirian dengan
kecepatan sedang. Namun diperjalanan pasien terpleset dari sepeda motor oleh
karena ada oli yang berceceran dijalan. Pasien jatuh kearah samping dengan
tangan kanan menopang badan. Setelah itu pasien merasakan kesakitan dan tidak
dapat menggerakan lengan bawah kanan. Pasien mengeluh lemas (+),anggota
gerak kesemutan (+), bengkak (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak kesakitan. TD 110/70 mmHg,
nadi 82 x / menit (reguler, isi dan tegangan cukup), RR 22 x /menit (reguler), suhu
37°C (axiler), IMT : 28,9 kg/m2.
Pada status lokalis regio antebrachium dextra didapatkan terdapat
pembengkakan, nyeri tekan (+), krepitasi (+), tidak terdapat gangguan sensibilitas,
nyeri sumbu (+), masih teraba denyutan pada a. Radialis, gerakan terbatas, nyeri
pada saat di gerakan (+). Teraba hangat (+), parasthesia (+), paralysis (-).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil laboratorium leukosit H 13,10,
neutrofil H 81,20, eosinofil L 0,10 , limfosit L 14,00, clorida H 109, HbsAg reaktif
(+).
Pada pemeriksaan rontgen regio antebrachii dekstra AP lateral didapatkan
discontinuitas os radius 1/3 distal disertai dislokasi sendi ulna, kesan fraktur os
radius dextra 1/3 distal disertai dislokasi sendi ulna ( fraktur galeazzi).
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudpaksa. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan
pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan
dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan
yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.1
B. Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan
jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
1. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar, fraktur dapat
dibagi menjadi :
a. Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu2:
-
Derajat I :
o Luka <1 cm
o Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
o Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
o Kontaminasi minimal
-
Derajat II :
o Laserasi >1 cm
o Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
o Fraktur kominutif sedang.
o Kontaminasi sedang
-
Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur
terbuka derajat III terbagi atas:
-
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,
meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur
segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
-
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar
atau kontaminasi masif.
-
Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.2
Tipe Batasan
I Lesi bersih dengan panjang lesi < 1 cm
II Panjang lesi > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat
III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental
terbuka, trauma amputasi, lesi tembak dengan kecepatan tinggi,
fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan
fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian.
Tipe Batasan
IIIA Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan
jaringan lunak yang luas
IIIB Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal
striping atau terjadi bone expose
IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlesin repair tanpa melihat
tingkat kerusakan jaringan lunak.
b. Fraktur Colles
Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur
radius terjadi dikorpus distal, biasanya sekitar 2 cm dari permukaan
artikular. Fragmen distal bergeser ke arah dorsal dan proksimal,
memperlihatkan gambaran deformitas“garpu-makan malam” (dinner-
fork). Kemungkinan dapat disertai dengan fraktur pada prosesus
styloideus ulna. 6
Fraktur radius bagian distal (sampai 1 inci dari ujung distal)
dengan angulasike posterior, dislokasi ke posterior dan deviasi
pragmen distal ke radial. Dapatbersifat kominutiva. Dapat disertai
fraktur prosesus stiloid ulna. Fraktur collees dapat terjadi setelah
terjatuh, sehingga dapat menyebabkan fraktur pada ujung bawah
radius dengan pergeseran posterior dari fragmen distal 7
c. Fraktur Smith7,8
Fraktur ini akibat jatuh pada punggung tangan atau pukulan
keras secara langsung pada punggung tangan. Pasien mengalami
cedera pergelangan tangan,tetapi tidak terdapat deformitas. Fraktur
radius bagian distal dengan angulasiatau dislokasi fragmen distal ke
arah ventral dengan diviasi radius tangan yang memberikan gambaran
deformitas “sekop kebun” (garden spade).
G. Diagnosis
Diagnosis fraktur terbuka dapat ditegakkan dengan riwayat penderita,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis.9
1. Riwayat
Faktor trauma kecepatan rendah atau taruma kecepatan tinggi sangat
penting dalam menentukan klasifikasi fraktur terbuka karena akan
berdampak pada kerusakan jaringan itu sendiri. Riwayat trauma
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat ketinggian, luka tembak dengan
kecepatan tinggi atau pukulan langsung oleh benda berat akan
mengakibatkan prognosis jelek dibanding trauma sederhana atau trauma
olah raga. Penting adanya deskripsi yang jelas mengenai keluhan
penderita, biomekanisme trauma, likasi dan derajat nyeri. Umur dan
kondisi penderita sebelum kejadian seperti penyakit hipertensi, diabetes
melitus dan sebagainya merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan
juga. Kalau fraktur terjadi akibat cedera ringan, curigailah lesi patologi.
Nyeri, memar, dan pembengkakan adalah gejala yang sering ditemukan,
tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak.
Deformitas jauh lebih mendukung.
Selalu tanyakan mengenai gejala-gejala cedera yang berkaitan, seperti baal
atau hilangnya gerakan, kulit yang pucat/ sianosis, darah dalam urin, nyeri
perut, hilangnya kesadaran untuk sementara. Tanyakan juga tentang cedera
sebelumnya.9
2. Pemeriksaan fisik
Jaringan yang mengalami cedera juga harus ditangani dengan hati-hati.
Untuk menimbulkan krepitus atau gerakan yang abnormal tidak perlu
menimbulkan nyeri, diagnosis dengan foto rontgen lebih dapat diandalkan.
Namun butir-butir pemeriksaan klinik yang biasa harus selalu
dipertimbangkan, kalau tidak kerusakan pada arteri dan saraf dapat
terlewatkan. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah identisifikasi luka
secara jelas dan gangguan neurovaskular bagian distal dan lesi tersebut.
Pulsasi arteri bagian distal penderita hipotensi akan melemah dan dapat
menghilangkan sehingga dapat terjadi kesalahan penilaian vaskular
tersebut.bila disertai trauma kepala dan tulang belakang maka akan terjadi
kelainan sensasi nervus perifer di distal lesi tersebut. Pemeriksaan kulit
seperti kontaminasi dan tanda-tanda lain perlu dicatat.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
a. Look (inspeksi)
Pembengkakan, memar, dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi
hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh atau tidak. Kalau kulit
robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka
(compound).
b. Feel (palpasi)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian
distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi.
Cedera pembuluh darah adalah keadaad darurat yang memerulkan
pembedahan.
c. Movement (gerakan)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih pnting
untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di
bagian distal dari cedera.9
3. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk menentukan keparahan kerusakan
tulang dan jaringn lunak yang berhubungn dengan derajat energi dari
trauma itu sendiri. Bayangan udara di jaringan lunak merupakan petunjuk
dalam melakukan pembersihan luka atau irigasi dalam melakukan
debridement. Bila bayangan udara tersebut tidak berhubungandengan
daerah fraktur maka dapat ditentukan bahwa fraktur tersebut adalah
fraktur tertutup. Radiografi dapat terlihat bayangan benda asing disekitar
lesi sehingga dapat diketahui derajat keparahan kontaminasi disamping
melihat kondisi fraktur atau tipe fraktur itu sendiri. Diagnosis fraktur
dengan tanda-tanda klasik dapat ditegakkan secara klinis, namun
pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk konfirmasi untuk
melengkapi deskripsi fraktur, kritik medikolegal, rencana terapi dan dasar
untuk tindakan selanjutnya. Sedangkan untuk fraktur-fraktur yang tidak
memberikan gejala kalsik dalam menentukan diagnosa harus dibantu
pemeriksaan radiologis sebagai gold standart.9
Untuk menghindari kesalahan maka dikenal formulasi hukum dua, yaitu ;
a. Dua pandangan
Fraktur atau dislikasi mungkin tidak terlihat pada film rontgentunggal,
dan sekurang-kurangnya harus dilakukan dua sudut pandang
(anteroposterior dan lateral).
b. Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur dan
angulasi. Tetapi, angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang
yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-
sendi di atas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan pada foto
rontgen.
c. Dua tungkai
Pada rontgen tulang anak-anak epifisis yang normal dapat
mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera
akan bermanfaat.
d. Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu
tingkat. Karena itu, bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur, perlu
juga diambil foto rontgen pada pelvis dan tulang belakang.
e. Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur (skafoid karpal) mungkin sulit
dilihat. Kalau ragu-ragu, sebagai akibat resorpsi tulang,
pemeriksaanlebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan
diagnosis.
H. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu recognition berupa
diagnosis dan penilaian fraktur, reduction, retention dengan imobilisasi, dan
rehabilitation yaitu mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur
dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa
baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan
multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang
setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif
fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF
maupun OREF.
Tujuan pengobatan fraktur :
1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi.
Tehnik reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi
tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan
skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan pada
pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser,
mobilisasi dini, fraktur multiple, dan fraktur patologis.
2. IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi
fragmen post reposisi sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi
yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstabel serta kerusakan
hebat pada kulit dan jaringan sekitar.
Jenis Fiksasi :
1. Ekternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
a. Gips ( plester cast)
b. Traksi
Indikasi OREF :
Fraktur terbuka derajat III
Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
fraktur dengan gangguan neurovaskuler
Fraktur Kominutif
Fraktur Pelvis
Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
Non Union
Trauma multiple
2. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail.
Keuntungan cara ini adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa
fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis
tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse
dan fraktur dislokasi.
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya
fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan
fraktur pergelangan kaki.
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih
baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur.
I. Fase penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu3:
a. Fase hematoma
Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil
yang melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan
dalam daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi
fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan
terdorong dan mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi
sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu
daerah cincin avaskular tulang yang mati pada sisi – sisi fraktur segera
setelah trauma.Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi
sampai 2 – 3 minggu.3
b. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel – sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus
eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagi
aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang
hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferansiasi
sel – sel mesenkimal yang berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada
tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi penambahan jumlah dari
sel – sel osteogenik yang memberi penyembuhan yang cepat pada jaringan
osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler
tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur.
Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa
yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologist kalus
belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radioluscen.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 – 8.3
c. Fase pembentukan kalus (Fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen sel
dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks
interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam – garam
kalsium pembentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut
moven bone. Pada pemeriksaan radiolgis kalus atau woven bone sudah
terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya
penyembuhan fraktur.3
d. Fase konsolidasi (Fase union secara radiology)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan – lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang
menjadi struktur lamellar dan kelebihan kalus akan di resorpsi secara
bertahap.
Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 – 8 dan berakhir pada minggu
ke 8 – 12 setelah terjadinya fraktur.3
e. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk
bagian yang meyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara
osteoklastik dan tetapi terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna
secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi
tulang yang kompak dan berisi system haversian dan kalus bagian dalam
akan mengalami peronggaan untuk membentuk sumsum.
Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8-12 dan berakhir sampai
beberapa tahun dari terjadinya fraktur.3
A. Fraktur Galeazi
Fraktur Galeazzi pertama kali diuraikan oleh Riccardo Galeazzi yaitu
fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulnar distal. Fraktur
Galeazzi meliputi 3-7% dari semua fraktur lengan bawah. biasanya lebih sering
terjadi pada laki-laki. Fraktur Galeazzi lebih banyak ditemukan daripada fraktur
Monteggia. Kebanyakan ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak-
anak. Etiologi dari fraktur Galeazzi di duga akibat dari jatuh yang menyebabkan
beban aksial ditumpukan pada lengan bawah yang hiperpronasi.
Mekanisme trauma
Ada beberapa perbedaan pendapat pada mekanisme yang tepat yang
menyebabkan terjadinya fraktur Galeazzi. Mekanisme yang paling mungkin
adalah jatuh dengan tumpuan pada tangan disertai dengan pronasi lengan bawah
yang ekstrim. Daya tersebut diduga melewati artikulasi radiocarpal,
mengakibatkan dislokasi dan pemendekan dari tulang radius. Terjadi fraktur pada
1/3 distal radius dan subluksasi atau dislokasi sendi radioulnar distal. Deforming
forces termasuk brakioradialis, kuadriseps pronator, dan ekstensor ibu jari, serta
berat tangan. Cedera otot dan jaringan lunak yang deformasi yang terkait dengan
fraktur ini tidak dapat dikontrol dengan imobilisasi plester.
Diagnosis
Gambaran klinis
Terdapat gejala fraktur dan dislokasi pada daerah distal lengan bawah.
Adanya tonjolan tulang atau nyeri pada ujung ulnar adalah manifestasi yang
paling sering ditemukan. Nyeri dan edema pada jaringan lunak bisa didapatkan
pada daerah fraktur radius 1/3 distal dan pada pergelangan tangan. Cedera ini
harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi.
Anterior interroseous nerve palsy juga bisa terjadi tapi sering dilewati karena
tidak ada komponen sensorik pada temuan ini. Nervus interosseous anterior
merupakan cabang dari nervus medianus. Cedera pada nervus interosseous
anterior ini bisa mengakibatkan paralisis dari fleksor policis longus dan fleksor
digitorum profundus pada jari telunjuk, dan menyebabkan hilangnya mekanisme
menjepit antara ibu jari dengan jari telunjuk.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan roentgen diagnosis dapat ditegakkan. Foto radiologi
lengan bawah posisi anteroposterior (AP) dan lateral di perlukan untuk
menegakkan diagnosis. Foto radiologi ekstremitas kontralateral bisa diambil
untuk perbandingan. Foto polos lengan bawah bisa ditemukan cedera pada sendi
radioulnar distal:
Fraktur pada dasar dari styloideus ulnaris.
Pelebaran dari ruang sendi radioulnar distal yang bisa terlihat pada foto posisi
AP.
Dislokasi radius yang relative dengan ulna pada foto lateral, yang bisa
didapatkan dengan mengabduksikan bahu 90˚.
Pemendekan dari radius lebih dari 5 mm relatif dengan ulnar distal.
Penatalaksanaan
Fraktur bersifat tidak stabil dan terdapat dislokasi sehingga sebaiknya
dilakukan operasi dengan fiksasi interna. Pada fraktur Galeazzi harus dilakukan
reposisi secara akurat dan mobilisasi segera karena bagian distal mengalami
dislokasi. Dengan reposisi yang akurat dan cepat maka dislokasi sendi ulna distal
juga tereposisi dengan sendirinya. Apabila reposisi spontan tidak terjadi maka
reposisi dilakukan dengan fiksasi K-Wire. Operasi terbuka dengan fiksasi rigid
mempergunakan plate dan screw.
Open reduction internal fixation merupakan terapi pilihan, karena closed
treatment dikaitkan dengan tingkat kegagalan yang tinggi. Fiksasi plate dan screw
adalah terapi pilihan. Pendekatan Henry anterior (interval antara fleksor karpi
radialis dan brakioradialis) biasanya menyediakan eksposur yang cukup untuk
melihat fraktur radius, dengan fiksasi plate pada permukaan yang datar,
permukaan volar dari radius.
Cedera sendi radioulnar distal biasanya menyebabkan ketidakstabilan
bagian dorsal, karena itu, capsulotomy dorsal dapat dilakukan untuk mendapatkan
akses ke sendi radioulnar distal jika tetap dislokasi setelah radius difiksasi. Fiksasi
Kirschner wire mungkin diperlukan untuk mempertahankan reduksi dari sendi
radioulnar distal jika ianya tidak stabil. Jika sendi radioulnar distal diyakini stabil,
bagaimanapun, imobilisasi plester pasca operasi mungkin sudah cukup.
Ada 3 kemungkinan yang bisa terjadi pada pasien dengan fraktur
Galeazzi:
1. Sendi radio-ulnar tereduksi dan stabil
Tidak dilakukan tindakan lanjut. Lengan di istirihatkan untuk beberapa
hari, kemudian dilakukan pergerakan aktif dengan hati-hati. Sendi radio-ulnar
harus diperiksa baik secara klinis dan radiologis setelah 6 minggu.
2. Sendi radio-ulnar tereduksi tapi tidak stabil
Imobilisasi lengan dalam posisi stabil (biasanya supinasi), jika
diperlukan disertai juga dengan K-wire transversum. Lengan di balut dengan
cast di bagian atas siku selama 6 minggu. Jika terdapat fragmen styloideus
ulnaris yang besar, maka harus direduksi dan difiksasi.
3. Sendi radio-ulnar tidak tereduksi
Keadaan ini jarang didapatkan. Open reduction harus dilakukan untuk
membersihkan jaringan lunak yang rusak. Setelah itu lengan di imobilisasi
dalam posisi supinasi selama 6 minggu.
Manajemen pascaoperasi:
1. Jika sendi radioulnar distal stabil: Pergerakan dini adalah dianjurkan.
2. Jika sendi radioulnar distal tidak stabil: Imobilisasi lengan dalam posisi
supinasi selama 4 sampai 6 minggu dengan menggunakan long arm splint
atau cast.
3. Pin sendi radioulnar distal, jika diperlukan, dan akan dilepas pada 6 sampai 8
minggu.
Komplikasi
1. Malunion: Reduksi nonanatomik dari fraktur radius disertai dengan
kegagalan untuk mengembalikan alignment rotasi atau lateral dapat
mengakibatkan hilangnya fungsi supinasi dan pronasi, serta nyeri pada range
of motion. Ini mungkin memerlukan osteotomy atau ulnar distal shortening
untuk kasus-kasus di mana gejala pemendekan dari radius mengakibatkan
ulnocarpal impaction.
2. Nonunion: Ini jarang terjadi dengan fiksasi yang stabil, tetapi mungkin
memerlukan bone grafting.
3. Compartement syndrome: kecurigaan klinis harus diikuti dengan
pemantauan tekanan kompartemen dengan fasciotomy darurat setelah
didiagnosa sebagai sindrom kompartemen
4. Cedera neurovaskuler:
Biasanya iatrogenik.
Cedera saraf radialis superfisial (dibawahnya brakioradialis) adalah
beresiko dengan pendekatan radius anterior.
Cedera saraf interoseus posterior (di supinator) adalah beresiko dengan
pendekatan radius proksimal.
Jika pemulihan tidak terjadi, eksplorasi saraf setelah 3 bulan.
5. Radioulnar synostosis: Jarang terjadi (3% sampai 9,4% kejadian).
Faktor risiko meliputi:
Fraktur kedua tulang pada tingkat yang sama (11% kejadian).
Closed head injury
Penundaan operasi > 2 minggu.
Satu sayatan untuk fiksasi kedua fraktur lengan bawah.
Penetrasi pada membran interoseus oleh bone grafting atau screw,
fragmen tulang, atau peralatan bedah.
Crush injury.
Infeksi.
Prognosis terburuk adalah dengan synostosis distal, dan yang terbaik
adalah dengan synostosis diafisis.
6. Dislokasi rekuren: Ini bisa terjadi akibat dari malreduksi dari radius. Ini
menekankan bahwa perlunya pemulihan secara anatomi pada fraktur radius
untuk memastikan penyembuhan yang cukup dan fungsi biomekanik dari
sendi radioulnar distal.
DAFTAR PUSTAKA