Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PSIKIATRI

Laporan psikiatri adalah dokumen tertulis yang merinci temuan yang diperoleh
dari riwayat psikiatri dan pemeriksaan status mental. Laporan tersebut dapat
mengikuti garis besar yang akan dijelaskan di bawah ini atau dapat pula diformat
dalam bentuk lain, selama semua data yang berhubungan dicantumkan.

Laporan psikiatri meliputi ringkasan akhir baik temuan positif maupun negatif
serta interpretasi atas data tersebut. Laporan ini tidak saja bermakna deskriptif,
melainkan juga membantu memberikan pemaham terhadap kasus. Pemeriksa
mencantumkan pertanyaan penting dalam laporan. Apakah diperlukan studi
diagnostik di masa yang akan datang, dan bila ya, yangmana? Apakah diperlukan
konsultan? Perlukah diperlukan pemeriksaan neurologis menyeluruh, termasuk
elektroensefalogram atau computerized tomography scan (CT scan)? Apakah ada
indikasi tes psikologis? Relevankah faktor psikodinamik? Laporan mencakup
diagnosis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi
revisi keempat (DSM-IV-TR). Prognosis juga dibahas dalam laporan dengan
menyertakan faktor prognostik baik maupun buruk. Akhirnya, rencana terapi
dibicarakan dan dibuat rekomendasi tegas mengenai masalah penatalaksanaan.

A. Riwayat Psikiatri
1. Identifikasi: nama, usia, status perkawinan, jenis kelamin, pekerjaan, bahasa
selain Bahasa Indonesia, ras kebangsaan, agama, riwayat rawat inap
sebelumnya untuk penyakit yang sama atau berbeda, serta dengan siapa
pasien tinggal.
2. Keluhan utama: tepatnya mengapa pasien datang ke psikiater, lebih disukai
dalam bahasa pasien sendiri. Bila informasi bukan berasal dari pasien, catat
siapa yang memberikannya.
3. Riwayat penyakit sekarang: latar belakang kronologis dan perkembangan
gejala atau perubahan perilaku yang memuncak saat pasien mencari bantuan,
situasi kehidupan pasien saat onset, kepribadian dalam keadaan normal,
bagaimana penyakit memengaruhi aktivitas hidup dan hubungan pribadi
(perubahan kepribadian, minat, mood, sikap terhadap orang lain, cara
berpakaian, kebiasaan, tingkat ketegangan, iritabilitas, aktivitas, perhatian,
konsentrasi, memori, gaya bicara), gejala psikofisiologis (sifat dan detail
disfungsi), nyeri (lokasi, intensitas, fluktuasi), kadar ansietas (umum dan
nonspesifik atau secara spesifik berhubungan dengan situasi, aktivitas, atau
obyek tertentu), bagaimana mengatasi ansietas (penghindaran, pengulangan
situasi yang ditakuti, penggunaan obat-obatan atau aktivitas lain sebagai
pengalihan).
4. Riwayat penyakit medis dan psikiatri dahulu: (1) gangguan emosi atau mental
(seberapa jauh mengurangi kemampuan, jenis terapi, nama rumah sakit, lama
sakit, efek terapi), (2) gangguan psikosomatik (hay fever, artritis, kolitis,
rheumatoid arthritis, pilek berulang, penyakit kulit), (3) penyakit medis (ikuti
pengkajian sistem yang berlaku, penyakit menular seksual, penyalahgunaan
alkohol atau zat lain, risiko mengidap AIDS), (4) gangguan neurologis (sakit
kepala, trauma kranioserebral, penurunan kesadaran, kejang, atau tumor).
5. Riwayat keluarga: diperoleh dari pasien dan dari orang lain, karena deskripsi
yang diberikan mengenai orang-orang dan kejadian yang sama bisa saja
cukup berbeda; etnis, kebangsaan, dan tradisi keagamaan; orang lain di
rumah, deskripsi tentang mereka (kepribadian dan intelegensi), serta
hubungan mereka sejak pasien masih kanak-kanak; deskripsi berbagai
lingkungan rumah tangga tempat pasien pernah tinggal; hubungan antara
pasien dengan anggota keluarga lain saat ini; peran penyakit dalam keluarga;
riwayat penyakit mental dalam keluarga; dimana pasien tinggal (lingkungan
tetangga dan terutama di sekitar kediaman pasien); apakah rumahnya penuh
sesak; privasi anggota keluarga terhadap anggota keluarga dan keluarga yang
lain; sumber pendapatan keluarga dan kesulitan memperoleh; bantuan
masyarakat (bila ada) dan sikap terhadap hal itu; apakah pasien akan
kehilangan pekerjaan atau tempat tinggalnya bila ia tetap dirawat inap; siap
yang mengurus anak.
6. Riwayat pribadi (anamnesis): riwayat kehidupan pasien sejak bayi hingga
saat ini sejauh yang dapat diingat; celah dalam riwayat yang secara spontan
dihubungkan oleh pasien; emosi yang berkaitan dengan periode kehidupan
yang berbeda (menyakitkan, menyebabkan stres, menimbulkan konflik) atau
fase dalam siklus kehidupan.
a. Masa kanak-kanak awal (sampai usia 3 tahun)
Riwayat pranatal serta kehamilan ibu dan kelahiran: lama kehamilan,
lahir spontan atau tidak, trauma lahir, apakah kelahiran pasien
direncanakan dan diinginkan, cacat lahir.
Kebiasaan pemberian makan: ASI atau susu formula, masalah makan.
Perkembangan awal: deprivasi maternal, perkembangan bahasa,
perkembangan motorik, tanda kebutuhan tak terpenuhi, pola tidur,
konsistensi obyek, ansietas terhadap orang asing, kecemasan terhadap
perpisahan.
Latihan buang air: umur, sikap orang tua, perasaan terhadap hal ini.
Gejala masalah perilaku: mengisap ibu jari, temper tantrum, kedutan,
membenturkan kepala, menggoyangkan badan, teror malam,takut,
mengompol atau buang air besar saat tidur, menggigit kuku, masturbasi.
Kepribadian dan tempramen sebagai anak: pemalu, gelisah, overaktif,
menarik diri, suka belajar, terbuka, pemalu, atletik, pola bermain
bersahabat, reaksi terhadap saudara kandung.
Mimpi atau fantasi awal atau rekuren.
b. Masa kanak-kanak pertengahan (3 – 11 tahun)
Riwayat awal bersekolah (perasaan tentang pergi ke sekolah, penyesuaian
dini, identifikasi gender, perkembangan hati nurani, hukuman), hubungan
sosial, sikap terhadap saudara kandung dan teman bermain.
c. Masa kanak-kanak akhir (prapubertas sampai remaja)
Hubungan sebaya: jumlah teman dan kedekatannya, pemimpin atau
pengikut, popularitas sosial, partisipasi dalam aktivitas kelompok atau
geng, figur idola, pola agresi, kepasifan, ansietas, perilaku antisosial.
Riwayat sekolah: jarak yang harus ditempuh pasien ke sekolah,
penyesuaian terhadap sekolah, hubungan terhadap guru (murid
kesayangan atau pembangkang), mata pelajaran favorit atau minat,
kemampuan atau aset khusus, aktivitas ekstrakurikuler, olahraga, hobi,
hubungan antara masalah atau gejala dengan periode bersekolah
manapun.
Perkembangan motorik dan kognitif: belajar membaca dan
keterampilan intelektual serta motorik lain, disfungsi serebri minimal,
kesulitan belajar, penanganan serta pengaruhnya terhadap anak
tersebut.
Masalah fisik atau emosional remaja khusus: mimpi buruk, fobia,
masturbasi, mengompol, kabur, kenakalan remaja, merokok,
penggunaan obat-obatan atau alkohol, masalah berat badan, dan rasa
inferioritas.
Riwayat psikoseksual
o Rasa penasaran awal, masturbasi infantil, permainan seks.
o Diperolehnya pengetahuan seks, sikap orangtua terhadap seks,
penganiayaan seksual.
o Onset pubertas, perasaan terhadapnya, bentuk persiapan, perasaan
mengenai menstruasi, perkembangan ciri seks sekunder.
o Aktivitas seks remaja: menaksir, berpesta, berkencan, bercumbu,
masturbasi, mimpi basah dan sikap terhadap hal tersebut.
o Sikap terhadap sesama dan lawan jenis: minder, pemalu, agresif,
merasa perlu menonjolkan diri, seduktif, penaklukan seksual,
ansietas.
o Praktik seksual: masalah seksual, pengalaman homoseksual dan
heteroseksual, parafilia, promiskuitas.
Latar belakang keagamaan: taat, liberal, campuran (kemungkinan
konflik), hubungan antara latar belakang dengan praktik keagamaan
saat ini.
d. Masa dewasa
Riwayat pekerjaan: pilihan pekerjaan, pelatihan, ambisi, konflik;
hubungan dengan pemegang kekuasaan, rekan kerja, dan bawahan;
jumlah pekerjaan dan durasi; perubahan status pekerjaan; pekerjaan
saat ini dan perasaan terhadap hal tersebut.
Aktivitas sosial: apakah pasien memiliki teman atau tidak; apakah ia
menarik diri atau bersosialisasi dengan baik; minat sosial, intelektual,
dan fisik; hubungan dengan sesama dan lawan jenis; kedalaman, durasi,
dan kualitas hubungan manusia.
Seksualitas dewasa:
o Hubungan seks pranikah, usia saat hubungan seks pertama, orientasi
seks.
o Riwayat perkawinan: pernikahan menurut hukum adat, pernikahan
yang sah menurut hukum, deskripsi mengenai masa berpacaran dan
peran yang dimainkan oleh masing-masing pasangan, usia saat
menikah, perencanaan keluarga dan kontrasepsi, nama dan usia
anak, sikap terhadap pengasuhan anak, masalah setiap anggota
keluarga, kesulitan perumahan bila dianggap penting dalam
perkawinan, penyesuaian seks, perselingkuhan, wilayah yang
disetujui dan tidak, manajemen keuangan, peran mertua-ipar.
o Gejala seksual: anorgasmia, impotensi, ejakulasi dini, kurang
bergairah.
o Sikap terhadap kehamilan dan memiliki anak: praktik kontrasepsi
dan perasaan mengenai hal ini.
o Praktik seksual: parafilia seperti sadisme, fetis, voyeurisme, sikap
terhadap felasio, kunilingus; teknik koitus dan frekuensinya.
Riwayat militer: penyesuaian umum, pertempuran, cedera, rujukan ke
psikiater, tipe pembebastugasan, status veteran.
Sistem nilai: Apakah anak dianggap sebagai beban atau kesenangan;
apakah pekerjaan dianggap sebagai setan yang diperlukan, tugas yang
dapat dihindari, atau suatu kesempatan; sikap terhadap agama saat ini;
kepercayaan terhadap surga dan neraka.

B. Status Mental
Total keseluruhan observasi pemeriksa dan kesan yang diperoleh dari
wawancara awal.
1. Penampilan
a. Identifikasi pribadi: dapat meliputi deskripsi non teknis singkat tentang
penampilan dan tingkah laku pasien yang dapat ditulis dengan cara seperti
para novelis; sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, penuh perhatian,
tertarik, terus terang, seduktif, defensif, bermusuhan, suka bercanda,
menyenangkan, suka mengelak, berhati-hati.
b. Perilaku dan aktivitas psikomotor: cara berjalan, mannerisme, kedutan,
gerakan tubuh, stereotipik, gerakan mencabut, menyentuh pemeriksa,
ekopraksia, kikuk, tangkas, pincang, kaku, lambat, hiperaktif, teragitasi,
penuh perlawanan, seperti lilin.
c. Gambaran umum: postur, pembawaan, pakaian, kerapian, rambut, kuku,
tampak sehat, sakit, marah, ketakutan, apatis, kebingungan, merendahkan,
tak nyaman, tenang, tampak tua, muda, feminin, maskulin; tanda ansietas
(tangan lembab, dahi berkeringat, gelisah, postur tegang, suara tertekan,
mata melebar), perubahan tingkat ansietas selama wawancara atau dengan
topik tertentu.
2. Gaya bicara: cepat, lambat, tertekan, tertahan, emosional, monoton, lantang,
berbisik, pelo, menggumam, gagap, ekolalia, intensitas, tinggi nada, jeda,
spontanitas, produktivitas, cara, waktu reaksi, kosa kata, prosodi.
3. Mood dan afek
a. Mood (emosi yang menetap dan telah meresap yang mewarnai persepsi
orang tersebut dunia): bagaimana pasien mengatakan apa yang
dirasakannya; kedalaman, intensitas, durasi, dan fluktuasi mood (depresif,
putus asa, iritabel, euforik, hampa, bersalah, terpesona, merasa sia-sia,
rendah diri, anhedonik, aleksitimik).
b. Afek (ekspresi yang ditunjukkan pasien terhadap hal yang ia rasakan di
dalam): bagaimana pemeriksa menilai afek pasien (luas, terbatas, tumpul,
datar, dangkal, jumlah dan rentang ekspresi), kesulitan memulai,
mempertahankan, atau mengakhiri suatu respon emosional, apakah
ekspresi emosi sesuai dengan isi pikir, budaya, dan suasana pemeriksaan,
berikan contoh bila ada ekspresi emosi yang tidak sesuai.
4. Pikiran dan persepsi
a. Bentuk pikiran
Produktivitas: ide yang sangat berlebihan, miskin ide, flight of ideas,
berpikir cepat, berpikir lambat, pikiran tertahan, apakah pasien
berbicara spontan atau hanya bila ditanya, aliran pikiran, kutipan yang
digunakan pasien.
Kontinuitas pikiran: apakah jawaban pasien benar-benar menjawab
pertanyaan dan mengarah ke tujuan, relevan, atau tidak relevan; asosiasi
longgar; kurangnya hubungan sebab-akibat dalam penjelasan pasien;
pernyataan yang tidak logis, tangensial, sirkumtansial, meracau, suka
mengelak, bertahan; bloking, atau perhatian mudah teralih.
Hendaya bahasa: hendaya yang mencerminkan kejiwaan yang
terganggu, seperti gaya bicara inkoheren atau tidak dapat dipahami
(word salad), clang association, neologisme.
b. Isi pikir
Preokupasi: tentang penyakitnya, masalah di lingkungan, obsesi kompulsi,
fobia, obsesu atau rencana bunuh diri, pembunuhan, gejala hipokondrik,
impuls atau dorongan antisosial yang spesifik.
c. Gangguan berpikir
Waham: isi semua sistem waham, pengaturan, pengakuan pasien
mengenai kebenarannya, bagaimana waham tersebut memengaruhi
hidupnya, waham kejar (berdiri sendiri atau berkaitan dengan
kecurigaan yang menetap), mood kongruen atau tidak kongruen.
Ide pengaruh dan ide rujukan: bagaimana ide tersebut bermula, isi dan
makna ide tersebut menurut pasien.
d. Gangguan persepsi
Halusinasi dan ilusi: apakah pasien mendengar suara-suara atau melihat
penampakan; isi, keterlibatan sistem sensorik; situasi saat kejadian;
halusinasi hipnagogik atau hipnopompik; siar pikir.
Depersonalisasi dan derealisasi: perasaan terlepas yang ekstrim dari diri
atau lingkungannya.
e. Fantasi dan mimpi
Mimpi: yang menonjol, bila pasien mau menceritakannya; mimpi
buruk.
Fantasi: rekuren, favorit, atau khayalan yang tak tergoyahkan.
5. Sensorium
a. Kesiagaan: kewaspadaan terhadap lingkungan, rentang perhatian,
kesadaran berkabut, fluktuasi tingkat kewaspadaan, somnolen, stupor,
letargi, keadaan fuguem koma.
b. Orientasi
Waktu: apakah pasien dapat mengidentifikasi hari dengan benar, atau
tanggal serta jam yang tepat; bila di rumah sakit apakah ia mengetahui
sudah berapa lama berada disana; berperilaku selayaknya berorientasi
terhadap saat ini.
Tempat: apakah pasien mengetahui dimana ia berada
Orang: apakah pasien mengenali siapa pemeriksanya dan peran atau
nama orang yang berkontak dengannya.
c. Konsentrasi dan kalkulasi: mengurangkan 7 dari 100 dan terus
mengurangkan hasilnya dengan kelipatan 7; bila pasien tidak dapat
mengurangkan kelipatan 7, dapat diberikan tugas yang lebih mudah
(perkalian, dsb); apakah ansietas atau sejumlah gangguan mood atau
konsentrasi bertanggungjawab atas kesulitan tersebut.
d. Memori: hendaya, usaha yang dilakukan untuk mengatasi hendaya
tersebut (penyangkalan, konfabulasi, reaksi katastrofik, sirkumtansialitas
yang digunakan untuk menutupi kekurangan tersebut; apakah proses
registrasi, retensi, atau rekoleksi materi terlibat.
Jangka panjang: data masa kanak-kanak, peristiwa penting yang
diketahui terjadi saat pasien berusia lebih muda dan bebas penyakit,
masalah pribadi, materi yang netral.
Jangka menengah: beberapa bulan terakhir.
Jangka pendek: beberapa hari terakhir; apa yang pasien lakukan
kemarin, sehari sebelumnya; apa yang pasien makan saat sarapan,
makan siang, makan malam.
Retensi memori dan pengingatan segera: kemampuan untuk mengulang
enam angka yang didiktekan pemeriksa (pertama dalam urutan maju,
kemudian secara mundur, kemudian disuruh mengingat kembali setelah
diinterupsi beberapa menit; pertanyaan menguji lainnya; tanyakan
pertanyaan yang sama, bila diulang, ingatkan bahwa ia menyebut
jawaban yang lain pada saat berbeda.
Pengaruh defek pada pasien: mekanisme yang dikembangkan pasien
untuk mengatasi defek.
e. Dasar pengetahuan: tingkat pendidikan formal dan swa-edukasi; perkiraan
kemampuan intelektual pasien serta apakah mampu berfungsi pada tingkat
kemampuan dasarnya; berhitung, kalkulasi, pengetahuan umum;
pertanyaan harus memiliki relevansi terhadap latar belakang pendidikan
dan budaya pasien.
f. Pikiran abstrak: gangguan dalam pembentukan konsep; cara pasien
membuat konsep atau menangani idenya sendiri; persamaan (contohnya
antara apel dan pir), perbedaan, kerancuan; arti peribahasa sederhana,
seperti “air beriak tanda tak dalam”, jawaban dapat bersifat konkret
(memberikan contoh spesifik untuk menggambarkan artinya) atau sangat
abstrak (memberi penjelasan umum); ketepatan jawaban.
g. Tilikan: tingkat kesadaran dan pemahaman pasien akan penyakitnya.
Penyangkalan total atas penyakitnya.
Kesadaran ringan bahwa dirinya sakit dan memerlukan bantuan namun
pada saat yang sama menyangkal.
Kesadaran bahwa dirinya sakit namun menyalahkan orang lain, faktor
eksternal, pengobatan, atau faktor organik yang tidak diketahui.
Tilikan intelektual: pengakuan bahwa pasien sakit dan bahwa gejala
atau kegagalan penyesuaian sosial disebabkan oleh perasaan atau
gangguan dari pasien sendiri yang tidak rasional tanpa menerapkan
pengetahuan ini pada pengalaman di masa depan.
Tilikan emosional sejati: kesadaran emosional akan motif dan perasaan
dalam dirinya terhadap makna gejala; apakah kesadaran tersebut
menyebabkan perubahan dalam kepribadian dan perilaku di masa yang
akan datang; keterbukaan terhadap ide dan konsep baru mengenai diri
serta orang penting dalam kehidupannya.
h. Daya nilai
Daya nilai sosial: manifestasi nyata perilaku yang membahayakan
pasien dan bertentangan dengan perilaku yang diterima di masyarakat;
apakah pasien memahami kecenderungan hasil akhir perilakunya dan
apakah pasien terpengaruh oleh pemahaman tersebut.
Daya nilai dengan pengujian: prediksi pasien tentang apa yang akan
dilakukannya pada suatu situasi imajiner; sebagai contoh, apakah yang
akan pasien lakukan bila di jalan ia menemukan surat yang sudah diberi
perangko dengan alamat tujuan?

C. Pemeriksaan Diagnostik Lanjutan


1. Pemeriksaan fisik.
2. Pemeriksaan neurologis.
3. Wawancara psikiatri diagnostik tambahan.
4. Wawancara dengan anggota keluarga, teman, atau tetangga yang dilakukan
oleh pekerja sosial.
5. Tes psikologis, neurologis, atau laboratorium sesuai indikasi: EEG, CT Scan,
MRI, tes terhadap penyakit medis lain, tes pemahaman bacaan dan
mengarang, tes untuk afasia, tes psikologis proyektif atau obyektif, uji supresi
deksametason, tes urin 24 jam untuk intoksikasi logam berat, penapisan urin
untuk penyalahgunaan obat.

D. Ringkasan Temuan
Gejala mental, temuan medis dan laboratoris, serta hasil tes psikologis dan
neurologis, bila ada, dibuat ringkasannya. Termasuk pengobatan yang telah
diterima pasien, dosis, dan durasinya.
Kejernihan pikiran tercermin dari kejelasan tulisan. Saat meringkas status
mental, misalnya, kalimat “Pasien menyangkal adanya halusinasi dan waham”
tidak setepat “Pasien menyangkal mendengar suara-suara atau berpikir bahwa
dirinya sedang diikuti”. Kalimat terakhir mengindikasikan pertanyaan spesifik
dan jawaban yang spesifik. Demikian juga saat membuat kesimpulan laporan,
dokter dapat menulis “halusinasi dan waham tidak ditemukan”.
E. Diagnosis
Kalsifikasi diagnosis dibuat berdasarkan edisi revisi DSM-IV yang
menggunakan klasifikasi multiaksial yang terdiri dari lima aksis dan masing-
masing harus tercantum dalam diagnosis.
Aksis I: sindrom klinis (misalnya gangguan mood, skizofrenia, gangguan
ansietas menyeluruh) dan penyakit lain yang menjadi fokus perhatian klinis.
Aksis II: gangguan kepribadian, retardasi mental, dan mekanisme defensi.
Aksis III: semua penyakit medis umum (misalnya epilepsi, penyakit
kardiovaskular, kelainan endokrin).
Aksis IV: masalah psikososial dan lingkungan (misalnya perceraian, luka,
kematian orang yang dicintai) yang berhubungan dengan penyakit.
Aksis V: penilaian fungsi secara global yang ditunjukkan oleh pasien selama
wawancara (misalnya fungsi sosial, pekerjaan, dan psikologis) dengan
menggunakan kisaran nilai kontinu dari 100 (fungsi superior) sampai 1 (fungsi
sangat terganggu).

F. Prognosis
Opini mengenai kemungkinan perjalanan, perluasan, dan hasil akhir penyakit di
masa mendatang; faktor prognosis baik dan buruk, tujuan spesifik terapi.

G. Formulasi Psikodinamik
Penyebab penurunan psikodinamik pasien (pengaruh-pengaruh dalam
kehidupan pasien yang berperan terhadap gangguan saat ini); faktor lingkungan,
genetik, dan kepribadian yang relevan dalam penentuan gejala pasien;
keuntungan primer dan sekunder; garis besar mekanisme defensi utama yang
digunakan oleh pasien.

H. Rencana Terapi Menyeluruh


Modalitas terapi yang direkomendasikan, peran obat, rawat inap, atau rawat
jalan, frekuensi sesi, kemungkinan lamanya terapi, jenis psikoterapi yang
digunakan; terapi individu, kelompok, atau keluarga; gejala atau masalah yang
perlu ditangani. Awalnya, terapi harus ditujukan terhadap situasi yang
mengancam nyawa, seperti risiko bunuh diri atau risiko membahayakan orang
lain, yang membutuhkan rawat inap psikiatri. Bahaya terhadap diri sendiri dan
orang lain adalah alasan yang dapat diterima (baik secara hukum maupun medis)
untuk melakukan rawat inap paksa. Jika tidak diperlukan pengurungan, tersedia
berbagai alternatif rawat jalan; rawat siang hari, rawat di rumah dengan
pengawasan, psikoterapi atau farmakoterapi pada rawat jalan. Pada beberapa
kasus, rencana terapi perlu memerhatikan pelatihan keterampilan pekerjaan dan
psikososial dan bahkan masalah hukum atau forensik. Perencanaan terapi yang
komprehensif membutuhkan tim terapeutik dengan menggunakan keahlian
psikolog, pekerja sosial, perawat, terapis okupasional dan aktivitas, serta
berbagai profesional di bidang kesehatan mental, dengan rujukan kepada
kelompok swa-bantu (misalnya Alcoholic Anonymous [AA]) bila perlu. Jika baik
pasien maupun keluarganya tidak mau menerima rekomendasi terapi dan dokter
menganggap bahwa penolakan rekomendasi ini dapat berakibat serius, maka
pasien, orangtua, atau penjaganya harus menandatangani pernyataan bahwa
mereka menolak terapi yang direkomendasikan.

Anda mungkin juga menyukai