Green Growth in Motion - 3
Green Growth in Motion - 3
Buku memiliki beragam muatan yang menarik. Buku ini mengupas tuntas upaya
penanganan isu perubahan iklim dan krisis energi di negara ginseng, Korea, yang
sesungguhnya juga ditujukan untuk mendukung penanganan isu perubahan iklim global.
Dalam menjelaskan topik ini, buku ini terbagi dalam 6 (enam) chapters sehingga
pembaca dapat memahami alurnya dengan lebih mudah. Namun demikian topik yang
terkait bidang ke-PU-an dalam buku ini termuat dalam 1 chapter nya saja yakni chapter
yang mengulas tentang green city, transportation and building selain tentunya
institutional foundation yang dibangun oleh pemerintah Korea dan isu climate change itu
sendiri. Di bawah ini adalah poin-poin utama yang dapat menjadi lesson learned bagi
Kementerian PU c.q. Puslitbang Sosekling untuk ikut berperan dalam upaya mengatasi
(adaptasi maupun mitigasi) perubahan iklim dan krisis energi yang terjadi.
Chapter 1.
Institutional Foundations
Pada 15 Agustus 2008, Presiden Lee Myung-bak menyerukan “Low carbon green
growth” sebagai visi negara Korea. Saat itu belum ada sedikitipun legal hukum Korea
yang mendasari/men-support visi ini.
Sementara itu di negara-negara maju di Eropa pada akhir tahun 2008, sudah mulai
merespon isu perubahan iklim dan isu krisis energi.
Dengan mengikuti trend yang terjadi di dunia dan seruan yang dilontarkan presiden
tersebut, maka pemerintah Korea mulai menyadari perlunya melembagakan respon
terhadap isu ini dalam sebuah kerangka undang-undang. Hal ini ditujukan juga untuk
menyelaraskan pembangunan ekonomi dan lingkungan di Korea dengan kebijakan
“green growth” yang dikaitkan terhadap aspek perubahan iklim, energi dan
pembangunan berkelanjutan.
1|Page
konsultasi publik, dan review oleh Komite Reformasi Perundang-undangan dan
Komite Penanggulangan Perubahan Iklim serta Komite Hukum negara Korea.
Diskusi tersebut diatas membuahkan hasil, yaitu pada 13 Januari 2010, secara resmi
undang-undang payung tentang green growth ini diumumkan oleh Pemerintah dan
efektif dijalankan pada 14 April 2010. Undang-undang ini terdiri dari 7 Bab dan 64
pasal. Sedangkan surat keputusan terkait persiapan pelaksanaan undang-undang ini
terdiri dari 7 Bab dan 44 pasal.
2|Page
Transport and Maritime Affairs (MLTM); dan Ministry of Food, Agriculture, Forestry
and Fisheries (MIFAFF) mendukung sesuai tugas fungsinya masing-masing.
Dalam hal perencanaan, Korea menganut jangka perencanaan nasional lima tahunan.
Untuk kurun waktu 2009-2013, 10 arah kebijakan Pemerintah terdiri dari:
a. Penetapan target nasional terkait green technology, green industry, green
finance dan lain sebagainya.
b. Pencapaian efisiensi energy dan meningkatkan penggunaan dan penyediaan
energi bersih dan terbarukan (bukan dari fosil)
c. Perumusan dan penerapan kebijakan adaptasi guna meminimasi dampak.
d. Peningkatan investasi untuk riset dan pengembangan teknologi-teknologi
baru.
e. Dukungan terhadap “Low carbon green growth” dari aspek industri : green
industry, sosialisasi green bussiness models dan zero-emission.
f. Penurunan penggunaan energi per unit, misalnya dengan penciptaan robot,
membuat teknologi informasi dan komunikasi, dan hal lainnya.
g. Sosialisasi konsep emission trading system
h. Sosialisasi green homes, green transportation infrastructure yang terkait erat
dengan kenyamanan hidup masyarakat sehari-hari
i. Penyelenggraan green education, green citizen training, carbon labelling system,
dan green revolution lainnya
j. Kerjasama aktif dengan badan internasional.
3|Page
Chapter 2.
Climate change
Penanganan climate change dapat dilakukan dengan 2 cara: mitigasi dan adaptasi.
Mitigasi dimaksudkan untuk menurunkan intensitas GHG emisi sebagai penyebab
langsung terjadinya global warming. Sedangkan adaptasi adalah penyesuaian alami
dalam sistem kehidupan manusia dalam merespon stimulasi dari perubahan iklim.
Untuk memahami konsep adaptasi ini terdapat dua konsep penting : kerentanan dan
kemampuan adaptif. Sehingga dalam menentukan kebijakan, kedua konsep ini harus
menjadi bagian yang diperhitungkan.
Master Plan Adaptasi Nasional terkait Perubahan Iklim di Korea selesai di susun pada
December 2008. Master plan ini berisi perencanaan dasar untuk penanganan
adaptasi perubahan iklim secara nasional dan mengintegrasikan kebijakan-kebijakan
yang dijalankan oleh kementerian-kementerian. Untuk ini, Korean Environment
Institute membentuk Korea Adaptation Centre for Climate Change (KACCC). Lembaga
KACCC ini berfungsi untuk mengukur tingkat kerentanan dampak perubahan iklim
yang terjadi di Korea dan membangun jaringan penanganan perubahan iklim di level
nasional dan internasional.
Selain hal tersebut di atas, Korea memiliki strategi nasional yang mencakup : (1)
penyebaran informasi yang akurat terkait perubahan iklim yang terjadi, (2) analisa
dampak perubahan iklim terhadap aspek kesehatan, ketahanan pangan, sumber
daya air, kelautan, bencana alam dan kehutanan, (3) penetapan kerangka acuan kerja
yang legal termasuk pengembangan kebijakan adaptasi dan riset.
4|Page
Chapter 3.
Green City, Building and Transportation
Sementara itu, Green city merupakan konsep menata kota yang ditujukan untuk
membangun sistem sosial ekonomi masyarakat didalamnya, yang karakteristik di
masyarakatnya memiliki tingkat konsumsi energi yang rendah. Hal ini guna
mendukung pertumbuhan ekonomi dan lingkungan di saat yang bersamaan, dimana
secara tidak langsung konsep ini juga menjadi bentuk upaya penanganan isu
perubahan iklim.
Pada Juli 2009, Kota Gangreung provinsi Gangwon ditetapkan sebagai kota
percontohan climate response. Begitu juga Buchun-city, Ansan-city, dan Gosung
district, kota-kota ini relatif kecil dengan penduduk kurang dari seribu orang dan
memiliki tekad untuk menjadi kota rendah karbon tingkat dunia.
Di Indonesia, kota percontohan untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim belum ada.
Apalagi jika dalam perkembangannya dikemas sebagai integrated pilot project melibatkan
kementerian-kementerian lainnya.
5|Page
termasuk penyediaan energi alternatif seperti tenaga surya, pasang air laut, angin,
geothermal, dan air untuk memenuhi kebutuhan di level kota.
Disisi lain, sektor bangunan gedung tercatat mengkonsumsi 48% energi di dunia
bahkan diprediksi akan semakin meningkat tiap tahunnya. Jika demikian dapat
disimpulkan bahwa sektor bangunan gedung merupakan hal yang sangat potensial
untuk upaya mitigasi GHG emisi.
Di Korea, kebijakan mengenai efisiensi energi untuk gedung dibedakan dalam 2 (dua)
: kebijakan untuk gedung yang baru dan kebijakan untuk gedung yang telah ada.
Meski berbeda, namun standar yang diberlakukan tetap dilihat dari komponen yang
sama : mesin, konstruksi gedung, listrik dan energi terbarukan.
6|Page
Green building secara sempit dapat diartikan sebagai gedung yang penggunaan
energinya efisien, sedangkan secara lebih luas diartikan sebagai gedung yang
penggunaan energinya efisien dilihat sejak aktivitas konstruksi (pemilihan material
ramah lingkungan, penggunaan air yang efisien, pengurangan pembuangan
sampah dan keselarasan dengan lingkungan sekitar).
Coba kita bandingkan dengan Indonesia, yang konsep green city nya memiliki 8 atribut,
yakni: green building, green energy, green water, green transportation, green waste, green
open space, green planning and design dan green community.
Pemerintah Korea juga telah menyusun Plan on Vitalization of Green Buildings yang
meliputi aksi untuk memperkuat standar penggunaan energi untuk bangunan
gedung baru, meningkatkan efisiensi energi dari gedung yang telah ada, mengajak
pengguna gedung untuk berpartisipasi dalam konservasi energi, pengembangan
teknologi terkait konservasi energi dan membangun infrastruktur yang dibutuhkan.
Kasus di Korea, bahwa kepemilikan mobil tercatat meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan penelitian, jumlah penumpang mobil diperkirakan mencapai 26 juta di
tahun 2031 dan akan mulai menurun setelahnya. Ini menjadi perhatian serius
Pemerintah Korea.
The Seoul City Council merespon situasi ini dan melakukan perubahan atas kebijakan
yang ada dengan mempersempit jalur mobil dengan diganti dengan jalur sepeda.
7|Page
Kebijakan ini dikenal dengan "road diet". Kebijakan ini juga termasuk menghilangkan
jalan layang untuk pejalan kaki dan jalan layang untuk kendaraan bermotor.
Solusi lalu lintas lainnya yang juga menjadi bahan pemikiran Pemerintah Korea
adalah:
a. memperluas cakupan rute transportasi publik terutama rel kereta listrik dan
subway untuk komuter.
b. mengajak masyarakat untuk bersepeda dan berjalan kaki.
Melihat fakta itu, Pemerintah berupaya untuk merubah paradigma dari sistem road-
centered yang ada saat ini menjadi sistem green transportation. Bersamaan dengan
itu, dilakukan pengoptimalan efisiensi dari fasilitas transportasi yang ada.
Strategi diatas menyasar target penurunan emisi GHG sebesar 33-37% di tahun 2020
8|Page