Anda di halaman 1dari 18

ONTOLOGI: HAKIKAT

APA YANG DIKAJI


Dipresentasikan oleh:
Kelompok 3
Aditya Budi M
Fachrudin
Mun’im
Ani Utbah
METAFISIKA
Definisi Metafisika dari beberapa Filsuf (Yunani – Post Modern) :
 Aristoteles: Metafisika adalah cabang filsafat yang mengkaji yang-
ada sebagai yang-ada.
 Anton Bakker: Metafisika adalah cabang filsafat yang menyelidiki
dan menggelar gambaran umum tentang struktur realitas yang
berlaku mutlak dan umum.
 Frederick Sontag: Metafisika adalah filsafat pokok yang menelaah
‘prinsip pertama’ (the first principle).
 Van Peursen: Metafisika adalah bagian filsafat yang memusatkan
perhatiannya kepada pertanyaan mengenai akar terdalam yang
mendasari segala yang-ada.
 Michael J. Loux: Metafisika adalah ilmu tentang kategori
(Siswanto, 2004:7).
 Metafisika dari Bahasa Yunani “ta meta
physica” yang artinya “sesuatu di luar hal-
hal fisik”
 Istilah metafisika diketemukan Andronicus
pada tahun 70 SM ketika menghimpun
karya-karya Aristoteles, dan menemukan
suatu bidang di luar bidang fisika atau
disiplin ilmu lain.
 Metafisika adalah kajian yang membahas
mengenai hakikat keberadaan zat, hakikat
fikiran, hakikat tentang kaitan zat dengan
fikiran manusia. (Landasan dari setiap
pemikiran ilmiah)
ASUMSI
 Dapat diartikan sebagai dugaan yang diterima sebagai dasar
berfikir karena dianggap benar.

 Sedangkan pengertian Asumsi dalam filsafat ilmu ini merupakan


anggapan dasar tentang realitas suatu objek yang menjadi pusat
penelaahan atau pondasi bagi penyusunan pengetahuan ilmiah
yang diperlukan dalam pengembangan ilmu.

 Ernan McMullin seorang Professor Emeritus filsafat di Universitas


of Notre Dame, USA (2002) pun menyatakan tentang pentingnya
keberadaan asumsi dalam suatu ilmu pengetahuan, hal yang
mendasar yang harus ada dalam Ontologi suatu ilmu
pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok (the standard
presumption) keberadaan suatu objek sebelum melakukan
penelitian.
 Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu
permasalahan menjadi lebar.

 Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang kajian,


semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak.

 Asumsi dapat diartikan pula sebagai merupakan


gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang
diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan
muncul kemudian.

 Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang


tersirat.
PELUANG
 Semua kejadian merupakan suatu probabilistik.

 Probabilitas merupakan salah satu konsep yang sering


kita gunakan untuk mendeskripsikan realitas di dalam
kehidupan sehari-hari.

 Carl Hempel, salah satu filsuf sains utama pada abad 20,
dalam karyanya “Philosophy of Natural Science”
mengakui adanya dua jenis wujud hukum yang berperan
di dalam eksplanasi ilmiah, yaitu hukum yang universal
(laws of universal form) dan hukum yang probabilistik
(laws of probabilistic form).
 Dasar teori keilmuan di dunia ini tidak akan pernah
terdapat hal yang pasti mengenai satu kejadian, hanya
kesimpulan yang probabilistik.

 Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar


pengambilan keputusan di mana didasarkan pada
penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.
BEBERAPA ASUMSI DALAM ILMU
 Dalam analisis secara mekanistik maka terdapat empat komponen
analisis utama yakni zat, gerak, ruang, dan waktu.

 Newton dalam bukunya Philosophiae Naturalis Principia


Mathematica (1686) berasumsi bahwa keempat komponen ini bersifat
absolut.

 Sedangkan Einstein, berlainan dengan Newton, dalam The Special


Theory of Relativity (1905) berasumsi bahwa keempat komponen itu
bersifat relatif.

 Tidak mungkin kita mengukur gerak secara absolut, kata Einstein.


Bahkan zat sendiri itupun tidak mutlak, hanya bentuk lain dari energi,
dengan rumus yang termasyhur :

E = mc2
 Persamaan tersebut tadi telah mengubah cara berpikir
kita dalam perihal energi dan memberikan berbagai
kemajuan teknologi.

 Formula E = mc2 menunjukkan massa dapat diubah


menjadi energi dan energi bisa diubah ke massa.
 Masalah asumsi menjadi lebih rumit lagi kalo kita berbicara tentang
ilmu-ilmu sosial.

 Dalam mengembangkan asumsi ini maka harus diperhatikan


beberapa hal:
1. Asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian
disiplin keilmuan.
2. Asumsi ini harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya“
bukan “bagaimana keadaan seharusnya“.

 Asumsi yang pertama adalah asumsi yang mendasari telaahan


ilmiah sedangkan asumsi kedua adalah asumsi yang mendasari
telaahan moral.
 Namun penetapan asumsi yang berdasarkan keadaan yang
seharusnya ini seyogyanya tidak dilakukan dalam analisis teori
keilmuan, sebab metafisika keilmuan berdasarkan kenyataan
sesungguhnya sebagaimana adanya.
 Asumsi yang tersirat ini kadang-kadang menyesatkan,
sebab selalu terdapat kemungkinan bahwa kita berbeda
penafsiran tentang sesuatu yang tidak dinyatakan,

 Oleh karena itu maka untuk pengkajian ilmiah yang


lugas lebih baik dipergunakan asumsi yang tegas.

 Sesuatu yang belum tersurat (atau terucap) dianggap


belum diketahui atau belum mendapat kesamaan
pendapat. Pernyataan semacam ini jelas tidak akan ada
ruginya, sebab sekiranya kemudian ternyata bahwa
asumsinya adalah cocok, maka kita tinggal memberikan
konfirmasi, sedangkan jika ternyata mempunyai asumsi
yang berbeda, maka dapat diusahakan pemecahannya.
BATAS-BATAS PENJELAJAHAN ILMU
Ruang Lingkup Ilmu :
 Ilmu memulai penjelajahannya pada
pengalaman manusia dan berhenti di batas
pengalaman manusia.
 Ilmu tidak mempelajari ihwal surga dan
neraka, ataupun kejadian terciptanya
manusia. Karena berada di luar jangkauan
pengalaman manusia.
Fungsi Ilmu dalam kehidupan manusia :
 Sebagai alat pembantu manusia dalam
menanggulangi masalah-masalah yang
dihadapinya sehari-hari.
 Dalam batas pengalaman manusia, ilmu hanya
berwenang dalam menentukan benar atau
salahnya suatu pernyataan. Tentang baik dan
buruk (sumber moral), tentang indah dan jelek
Ruang penjelajahan keilmuan terbagi disiplin keilmuan.
 Pada fase permulaan hanya terdapat ilmu-ilmu alam
(natural philosophy) dan ilmu-ilmu sosial (moral
philosophy). Sekarang sudah terdapat lebih dari 650
cabang keilmuan.
 Tiap ilmuwan harus tahu benar batas-batas
penjelajahan cabang keilmuannya. Dengan makin
sempitnya daerah penjelajahan bidang keilmuan maka
diperlukan pandangan dari disiplin-disiplin lain atau
boleh tendensi imperialistik.

Kata seorang filsuf :


Gnoti seauton artinya: Kenalilah (kapling ilmu) kau sendiri?
Dikutip kata yang terdapat di Orakel Delphi.
Cabang-cabang Ilmu
Hasrat untuk menspesialisasikan diri pada satu bidang
telaahan yang memungkinkan analisis yang semakin
cermat dan seksama menyebabkan obyek formal dari
disiplin keilmuan menjadi kian tak terbatas.
Cabang-cabang ilmu berkembang dari dua cabang
utama:
1. Filsafat alam yang menjadi rumpun ilmu-ilmu alam
(the natural sciences).
2. Filsafat moral yang berkembang kedalam cabang
ilmu-ilmu sosial (the social science).
KESIMPULAN
Bidang metafisika merupakan tempat berpijak
dari setiap pemikiran filsafati, termasuk
pemikiran ilmiah.

Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan


suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin
terfokus obyek telaah suatu bidang kajian,
semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak.

Asumsi dapat dikatakan merupakan latar


belakang intelektal suatu jalur pemikiran.
Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal
yang tersirat.

Dasar teori keilmuan di dunia ini tidak akan


pernah terdapat hal yang pasti mengenai satu
kejadian, hanya kesimpulan yang probabilistik.

Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar


pengambilan keputusan di mana didasarkan pada
penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat
relatif.

Anda mungkin juga menyukai