Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sarkoma Kaposi (SK) adalah tumor yang disebabkan oleh Human
herpesvirus8 (HHV8) yang dikenal dengan istilah sarkoma Kaposi dikaitkan
dengan herpesvirus (KSHV).
Penyakit ini ditemukan pada tahun 1872 oleh dermatologist Hongaria
bernama Moriz Kaposi yang menjelaskan tentang 5 pasien dengan agresif
idiopatik multiple pigmen sarcoma pada kulitnya.Dan seorang pasien
meninggal dengan perdarahan gastrointestinal 15 bulan setelah ditemukannya
lesi pada kulit. Dan pada autopsy tampak lesi visceral di paru – paru dan
traktus pencernaannya
Virus penyebab tumor ini ditemukan pada tahun 1994. HHV8 dapat
ditularkan melalui kontak seksual sehingga risiko untuk tertular juga ada.
Bahkan, penyakit ini telah diidentifikasi pada pasien transplantasi organ
dengan HIV negative yang menerima terapi immunosupresif.
Sejak tahun 1990-an sarkoma kaposi semakin diteliti hingga
didapatkan 4 jenis sarkoma kaposi dengan manifestasi klinis yang berbeda
namun patofisiologinya sama, diantaranya : SK klasik, SK endemik pada
orang Afrika, SK pada pasien dengan terapi immunosupresan, dan SK terkait
AIDS. Sarkoma kaposi ini mengakibatkan beberapa gejala klinik mulai dari
gangguan kulit ringan sampai mempengaruhi organ tubuh.
SK tipe klasik biasanya menyerang orang tua dari wilayah Laut
Tengah atau keturunan Eropa Timur. SK endemik pada orang Afrika yang
masih muda terutama dari daerah Afrika Sub-Sahara sebagai penyakit yang
lebih agresif menyerang kulit terutama anggota badan bagian bawah dengan
prevalensi pria dan wanita 3:1.10% laki-laki yang menderita kanker di Afrika
penyebabnya adalah SK.

1
B. Rumusan Masalah
a. Apa Definisi Sarkoma Kaposi?
b. Bagaimana Etiologi Sarkoma Kaposi ?
c. Bagaimana Anatomi Fisiologi Kulit ?
d. Bagaimana Patogenesis Sarkoma Kaposi ?
e. Apa saja Klasifikasi Sarkoma Kaposi ?
f. Bagaimana Patofisiologi Sarkoma Kaposi ?
g. Bagaimana Gejala klinis Sarkoma Kaposi ?
h. Bagaimana Pencegahani Sarkoma Kaposi?
i. Bagaimana Pemeriksaan diagnostik Sarkoma Kaposi ?
j. Bagaimana Kompliklasi Sarkoma Kaposi ?
k. Bagaimana Penanganan Sarkoma Kaposi?
l. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan Sarkoma Kaposi ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memahami lebih detail lagi mengenai
sarkoma kaposi beserta dengan Asuhan keperawatan yang terkait dengan
sarkoma kaposi tetapi juga untuk mengetahui kasus yang ada di Papua.

2. Tujuan Khusus

Tujuan di susunnya makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan mengerti definisi Sarkoma Kaposi.


2. Untuk mengetahui dan mengerti Etiologi Sarkoma Kaposi.
3. Untuk mengetahui dan mengerti Anatomi Fisiologi Kulit.
4. Untuk mengetahui dan mengerti Patogenesis Sarkoma Kaposi.
5. Untuk mengetahui dan mengerti Klasifikasi Sarkoma Kaposi.
6. Untuk mengetahui dan mengerti Patofisiologi Sarkoma Kaposi.
7. Untuk mengetahui dan mengerti Gejala klinis Sarkoma Kaposi.
8. Untuk mengetahui dan mengerti Pencegahani Sarkoma Kaposi.
9. Untuk mengetahui dan mengerti Pemeriksaan diagnostik Sarkoma Kaposi.

2
10. Untuk mengetahui dan mengerti Kompliklasi Sarkoma Kaposi.
11. Untuk mengetahui dan mengerti Penanganan Sarkoma Kaposi.
12. Untuk mengetahui dan mengerti Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan
Sarkoma Kaposi

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Sarkoma kaposi (SK) adalah tumor yang disebabkan oleh virus


bernama human herpesvirus 8 ( HHV8 ) dan biasa disebut dengan istilah
sarkoma kaposi – dikaitkan dengan herpesvirus (KSHV). Sarkoma Kaposi
adalah kanker yang berasal dari pembuluh darah, biasanya pada
kulit. Sarkoma Kaposi adalah bentuk kanker yang akan mempengaruhi orang-
orang dengan kekebalan penurunan. Hal ini terlihat pada pasien dengan
infeksi HIV, laki-laki tua keturunan Mediterania, Yahudi atau Afrika dan
pasien mengambil obat-obatan untuk penindasan kekebalan setelah
transplantasi organ.

B. Etiologi
Pada tahun 1994, Yuan Chang, Patrick S. Moore, dan Ethel Cesarman
di Universitas Colombia, New York mengisolasi kepingan genetika virus dari
lesi sarkoma Kaposi. Mereka menggunakan analisis perbedaan
representasional (metode untuk mengurangi semua DNA manusia dari
sampel) untung mengisolasi gen virus. Mereka lalu menggunakan pecahan
DNA kecil tersebut sebagai poin permulaan untuk urutan sisa genetika virus
tahun 1996 . Delapan virus herpes manusia (HHV-8) kini diketahui sebagai
virus herpes penyebab sarkoma Kaposi (KSHV) telah ditemukan pada semua
lesi sarkoma Kaposi yang diuji coba, dan dianggap sebagai akibat penyakit
tersebut. KSHV adalah virus tumor manusia unik yang memiliki gen seluler
gabungan yang menyebabkan tumor pada genetikanya ("pembajakan
molekular"). Gen seluler yang diambil mungkin menolong virus melarikan
diri dari sistem kekebalan, tetapi untuk melakukannya juga menyebabkan sel
berkembang biak. Virus ini berhubungan dengan virus Epstein-Barr , virus
herpes yang sangat umum yang juga dapat menyebabkan kanker pada
manusia. Pada penderita AIDS, penyakit ini disebabkan oleh gangguan

4
sistem kekebalan. Pada penelitian terakhir disebutkan bahwa penyakit ini
disebabkan oleh kombinasi antara gangguan sistem kekebalan dengan sejenis
virus herpes yang belum teridentifikasi.

Faktor-faktor yang turut mempengaruhi perkembangan sarkoma kaposi

Faktor-faktor yang turut mempengaruhi perkembangan sarkoma


kaposi pada individu yang terinfeksi HHV8 dan HIV termasuk sitokin
abnormal yang berasosiasi dengan infeksi HIV dengan angiogenic sitokin-IL-
1 beta, basic fibroblast growth factor (bfGF), acidic fibroblast growth factor,
endothelial growth factor, and vascular endothelial growth factor. Sitokin lain
termasuk IL-6, granulocyte-monocyte colony stimulating factor (GM-CSF),
transforming growth factor beta (TGF-beta), tumor necrosis factor (TNF), dan
platelet-derived growth factor alpha (PDGF-alpha berasal dari saluran
pencernaan dan sel mononuclear. Oncostatin M, IL-1, IL-6, fibroblast growth
factor, tumor necrosis factor (TNF), dan HIV-tat protein semua ini berasal
dari sel T yang terinfeksi HIV berperan sebagai stimulant dari sel sarkoma
kaposi.

Faktor yang tidak diketahui

Infeksi KSHV tidak selalu menyebabkan sarkoma Kaposi. Masih


tidak jelas faktor lain yang mungkin dibutuhkan, seperti kerusakan sistem
imun, atau interaksi spesifik dengan HIV dan virus lainnya, namun, penelitian
di Afrika telah menunjukan bahwa meskipun tidak ada HIV/AIDS, sarkoma
Kaposi lebih umum pada laki-laki daripada wanita walaupun infeksi KSHV
seimbang antar kedua jenis kelain. Hal ini menyebabkan diusulkan bahwa
hormon seks mungkin melindungi atau memengaruhi sarkoma Kaposi pada
orang yang terinfeksi dengan virus tersebut.

5
C. Anatomi Fisiologi Kulit
Anatomi kulit
1. Kulit
Kulit merupakan pelindung tubuh beragam luas dan tebalnya. Kulit
adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan
melindungi permukaan tubuh. Luas kulit orang dewasa adalah satu
setengah sampai dua meter persegi. Tebalnya antara 1,5 – 5 mm,
bergantung pada letak kulit, umur, jenis kelamin, suhu, dan keadaan gizi.
Kulit paling tipis pada kelopak mata, penis, labium minor dan bagian
medial lengan atas, sedangkan kulit tebal terdapat di telapak tangan dan
kaki, punggung, bahu, dan bokong.

Lapisan Kulit Manusia


Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis
atau korium, dan jaringan subkutan atau subkutis.

a. Epidermis
Epidermis atau kulit ari adalah lapisan paling luar yang terdiri
dari lapisan epitel gepeng unsur utamanya adalah sel-sel tanduk
(keratinosit) dan sel melanosit. Epidermis tersusun atas lapisan tanduk
lapisan korneum dan lapisan Malpighi. Lapisan korneum merupakan
lapisan kulit mati, yang dapat mengelupas dan digantikan oleh sel-sel
baru. Lapisan Malpighi terdiri atas lapisan spinosum dan lapisan
germinativum. Lapisan spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar.
Lapisan germinativum mengandung sel-sel yang aktif membelah diri,
mengantikan lapisan sel-sel pada lapisan korneum. Lapisan Malphighi
mengandung pigmen melanin yang memberi warna pada kulit.
Bagian dari Epidermis:
 Lapisan tanduk atau stratum korneum yaitu lapisan kulit yang paling
luar yang terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak
berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat
tanduk).

6
 Stratum Lusidum yaitu lapisan sel gepeng tanpa inti dengan
protoplasma berubah menjadi eleidin (protein). Tampak jelas pada
telapak tangan dan kaki.
 Lapisan granular atau stratum granulosum yaitu 2 atau 3 lapisan sel
gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di
antaranya. Mukosa biasanya tidak memiliki lapisan ini. Tampak jelas
pada telapak tangan dan kaki.
 Lapisan malpighi atau stratum spinosum. Nama lainnya adalah
pickle cell layer (lapisan akanta). Terdiri dari beberapa lapis sel
berbentuk poligonal dengan besar berbeda-beda karena adanya
proses mitosis. Protoplasma jernih karena mengandung banyak
glikogen dan inti terletak ditengah-tengah. Makin dekat letaknya ke
permukaan bentuk sel semakin gepeng. Diantara sel terdapat
jembatan antar sel (intercellular bridges) terdiri dari protoplasma dan
tonofibril atau keratin. Penebalan antar jembatan membentuk
penebalan bulat kecil disebut nodus bizzozero. Diantara sel juga
terdapat sel langerhans.
 Lapisan basal atau stratum germinativium. Terdiri dari sel berbentuk
kubus tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal, berbaris
seperti pagar (palisade),mengadakan mitosis dari berbagai fungsi
reproduktif.

b. Dermis
Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan
diatas jaringan subkutan. Ketebalannya antara 0,5-3 mm. Dermis terdiri
dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat (pars papillaris),
sedangkan dibagian bawah terjalin lebih lebih longgar (pars
reticularis). Lapisan pars retucularis mengandung pembuluh darah,
saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.

7
c. Jaringan Subkutan (Subkutis atau Hipodermis)
Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung dibawah
dermis. Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel
yang terbanyak adalah liposit yang menghasilkan banyak lemak.
Jaringan subkutan mengandung saraf, pembuluh darah dan limfe,
kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat
kelenjar keringan. Fungsi dari jaringan subkutan adalah penyekat
panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energi.

Fisiologi kulit
Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut :
1. Pelindung atau proteksi
Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan-
jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh-
pengaruh luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari
kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit
tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil,
mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta
menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari
matahari.
2. Penerima rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang
berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan
getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf
sensasi
3. Pengatur panas atau thermoregulasi
Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh
kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf
otonom. Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat
Farenheit atau sekitar 36,50C. Ketika terjadi perubahan pada suhu
luar, darah dan kelenjar keringat kulit mengadakan penyesuaian
seperlunya dalam fungsinya masing-masing. Pengatur panas adalah salah

8
satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh dan lingkungan. Panas
akan hilang dengan penguapan keringat.
4. Pengeluaran (ekskresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar
keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa
garam, yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit
tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui penguapan
air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari.
5. Penyimpanan.
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak.
6. Penyerapan terbatas
Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut
dalam lemak dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapat
pada krim muka dapat masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan
kulit pada tingkatan yang sangat tipis. Penyerapan terjadi melalui
muara kandung rambut dan masuk ke dalam saluran kelenjar palit,
merembes melalui dinding pembuluh darah ke dalam peredaran darah
kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya.
7. Penunjang penampilan
Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang
tampak halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan. Fungsi
lain dari kulit yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti
kulit memerah, pucat maupun konstraksi otot penegak rambut.

9
D. Patogenesis
Patogenesis dari HHV8 pada sarkoma kaposi yang ditemukan antara
lain
1. Genom dari HHV8 dideteksi pada lesi sarkoma kaposi di semua stadium
dari semua varian yang ada
2. Pada lesi sarkoma kaposi, HHV8 terdapat pada semua sel tumor.
3. Tumor sel sarkoma kaposi ini menunjukkan integrasi monoclonal dari
virus DNA.

Di area dengan insidensi rendah seperti Amerika Serikat dan Eropa


Utara, infeksi HHV8 sangat jarang ( dibawah 0,1% ). Namun, di daerah
insidensi tinggi seperti Italia Selatan, prevalensi dari HHV8 mencapai 20%.
Dan prevalensi tertinggi di daerah Afrika Tengah yaitu 22 – 71% pada orang
dewasanya yang menjadikan daerah tersebut merupakan endemik dari
sarkoma kaposi.
Pada pasien dengan transplantasi organ ( khususnya pada resipien ),
manifestasi penyakit mulai terlihat 1 – 2 tahun setelah transplant dan pada
pasien dengan HIV-1 menderita sarkoma kaposi pada 5 – 10 tahun setelah
terinfeksi.

E. Klasifikasi
Terdapat 4 variant tentang sarkoma kaposi, yaitu :
1. Klasik (sporadic) sarkoma Kaposi
Jenis sarkoma kaposi ini sering terjadi pada pasien manula pada
suku Mediterania dan Eropa Timur. Dengan ratio pria banding wanita 10-
15 : 1. Dengan usia berkisar 50-70 tahun. Penyakit ini jarang terdapat
adanya benjolan limfe, membrane mukosa, atau keterlibatan organ viseral.
Kekambuhan bisa terjadi karena imunosupresi oleh karena faktor umur,
genetic, sejarah pernah terkena keganasan, dan kemungkinan karena
infeksi malaria. Tingkat kebersihan juga berpengaruh dalam resiko
terjadinya sarkoma kaposi tipe klasik.

10
Tumor ini selalu dimulai pada kulit bagian distal dari ekstremitas
bawah baik unilateral maupun bilateral berbentuk makula berwarna merah
sehingga terlihat seperti hematom. Lesi ini perjalanannya perlahan bisa
vertikal maupun horizontal dan berkembang sampai menjadi plak atau
kadang – kadang nodul. Awalnya tumor berwarna coklat dan
hiperkeratosis dan pada ekstremitas bawah bisa terjadi ulserasi. Tumor ini
bisa menimbulkan pitting edema sampai terjadi fibrosis.
Klasik SK bermanifestasi pada nodus limfatikus di membrane
mukosa dan organ dalam seperti traktus pencernaan yang seringnya jarang
bergejala karena sarkoma kaposi tipe ini banyak mengenai orang usia tua
dan meninggal karena penyakit lainnya.

Tipe klasik dengan gambaran papul dan nodul di ekstremitas.

2. Sarkoma kaposi berkaitan dengan AIDS ( AIDS – SK )


Sebelum dekade pertama pandemi AIDS, SK didiagnosis > 20%
pada pasien HIV-1 di Eropa. Frekuensinya pada pria dan wanita yang
berhubungan seks, pada pengguna narkoba suntik, hemofilia, resipien
transfusi darah dan bayi yang lahir dari ibu positif HIV di kota industri.
Hal inilah yang menyebabkan sarkoma kaposi merupakan keganasan yang
paling sering dijumpai pada pasien terinfeksi HIV, khususnya pada daerah
yang terbatas ketersediaan HAART (highly active antiretroviral therapy).
Di Amerika Serikat, sarkoma kaposi terdapat pada 2-3% pasien
homoseksual yang terinfeksi HIV. Pada pertengahan tahun 1990, sarkoma

11
kaposi merupakan gejala yang jelas didapat pada 15% homoseksual. Di
Afrika dan negara berkembang, epidemic sarkoma kaposi terkait AIDS
umum didapat pada heteroseksual dewasa dan sedikit pada anak-anak.
Kaposi sarcoma terkait AIDS merupakan bentuk kaposi sarcoma yang
paling agresif.
Serokonversi dari human herpevirus 8 (HHV-8) secara positif
meningkatkan epidemic kaposi sarcoma dalam 5-10 tahun. Adanya
penurunan CD4 dan peningkatan jumlah virus HIV-1 merupakan ukuran
prognosa dari epidemic sarkoma kaposi. Kurang dari 1/6 penderita HIV
memiliki jumlah CD4 diatas 500 per mikroliter. Penyakit ini biasanya
berkembang pada pasien dengan imunodefisiensi yang parah.
AIDS – SK memiliki lesi berupa makula bentuk oval kecil yang
akan berkembang menjadi plak dan nodul kecil. Lesi biasanya di wajah
khususnya di hidung, alis, telinga dan bisa juga di tenggorokan. Lesi bisa
menjadi plak yang besar di area yang luas pada wajah, tenggorokan atau
ekstremitas dan menyebabkan gangguan fungsi. Mukosa mulut bisa
terkena sarkoma kaposi juga pada 10 – 15% pada kasus ini. Dan lesi pada
faring menyebabkan sulitnya menelan, berbicara dan bernafas.
Lesi pada lambung dan duodenum merupakan lesi yang paling
sering menyebabkan perdarahan dan ileus. Walaupun mungkin terlihat di
gastroskopi, beberapa lesi tidak terdiagnosa histologisnya karena lokasi
lesinya di submukosa dan bisa diambil dengan forsep biopsi. Sarkoma
kaposi pulmonal dapat menyebabkan gejala tertentu seperti spasme
bronkus, batuk, penurunan fungsi respirasi. Bronkoskopi dengan
transbronkhial biopsi penting untuk diagnosa sarkoma kaposi pulmonal.
Terdapat multipel lesi yaitu makula, papul dan nodul pada SK-AIDS

3. Sarkoma kaposi pada pasien terapi immunosupresan


Kejadian ini dapat terjadi pada pasien yang menjalani transplantasi
organ atau pasien yang mendapatkan terapi immunosupresor seperti
penderita penyakit autoimun. Insiden sarkoma kaposi meningkat 100x
lipat pada pasien yang menjalani transplantasi.

12
Pada pasien dengan penyakit kongenital yang menyebabkan
imunodefisiensi tidak terjadi peningkatan resiko. Rata-rata peningkatan
terjadinya sarkoma kaposi pada pasien transplantasi di waktu 1 sampai 10
tahun setelah transplantasi. Penanganan agresif perlu dilakukan bila ada
keterlibatan organ viseral.
Pada pasien yang menjalani penanganan immunosupresi
kemungkinan terjadinya penyakit ini meningkat. Hal ini menjadi salah satu
bukti bahwa keterlibatan immunosupresi memegang peran penting dalam
perkembangan sarkoma kaposi. Aktivasi sistem imun dan immunosupresi
memegang peran dalam perubahan komplek HHV-8.
Tipe ini memiliki manifestasi klinis yang perjalanannya perlahan
seperti SK tipe klasik tetapi dapat juga cepat seperti SK pada AIDS. Dosis,
tipe obat serta onset yang lebih awal pada pemberian immunosupresan
sangatlah penting pengaruhnya terhadap perkembangan SK yang
dihubungkan dengan siklosporin A yang tinggi pada beberapa obat seperti
glukokortikoid dan azatriopine.
Tumor akan lebih progresif bila dosis dinaikkan. Lesi pada tipe ini
sama dengan tipe klasik dan AIDS berkaitan dengan sarkoma kaposi. Dan
lesi ini ditemukan pada > 85% pasien dengan transplantasi dan < 15%
memiliki kelainan pada organ viseralnya ( gastrointestinal, paru ataupun
nodus limfatikus ) tanpa gejala kulit yang terlihat.

4. Sarkoma kaposi pada daerah endemik di Afrika


Penyakit ini utama terjadi pada pria juga pada wanita dan anak-
anak dengan seronegative HIV di Afrika. Sejak terjadi penyebaran
penyakit AIDS, kejadian ini meningkat sampai 20x lipat.
Jarangnya pemakaian alas kaki berkaitan dengan endemik sarkoma
kaposi. Lesi sarkoma kaposi yang tampak yaitu berupa nodul, vegetatif
atau infiltrat dan tipe limfadenopati. Tipe vegetatif atau infiltrat ini
memiliki karakteristik lebih agresif pada proses biologis dan lesi bisa lebih
dalam sampai ke dermis, subkutis, otot dan tulang. Tipe limfadenopati
dominan menyerang anak – anak dan usia muda.

13
F. Patofisiologi
Patofisiologi SK belum jelas walaupun penyakit ini diduga timbul
akibat infeksi virus terutama infeksi HHV-8. Ditemukannya virus sarkoma
kaposi yaitu human herpesvirus (KHSV) pada tahun 1994 mengarahkan
kepada pemahaman akan patofisiologi dari penyakit ini. Perbedaan
epidemiologi dan presentasi klinik dari penyakit ini berhubungan dengan
perbedaan faktor resiko, seperti HIV tak terkontrol dan obat imunosupresi
yang dipakai pada pasien transplantasi.
Sarkoma kaposi disebabkan oleh proliferasi sel spindle yang
berlebihan. Walaupun asal sel tumor ini tidak diketahui, peningkatan faktor
endotel VIIIa antigen, marker spindle sel seperti alpha – actin otot polos, dan
marker makrofag seperti PAM – 1, CD68, dan CD14 yang mengekspresikan
spindle sel sudah diamati. Proliferasi spindle sel menjadi serat retikuler,
kolagen dan mononuclear sel meliputi makrofag, limfosit dan sel plasma. Sel-
sel ini cenderung melibatkan vascular baik di retikuler dermis (patch stage)
atau keseluruhan ketebalan dari dermis (plak atau tahap noduler).
KSHV memiliki genom yang luas sampai lebih dari 85 antigen.
Pemakaian ELISA sampai pemakaian antigen sudah dipakai untuk
menghitung antibodi KSHV. Beberapa studi molekular disampaikan bahwa
sarkoma kaposi berasal dari satu klon sel lebih banyak dibandingkan berasal
dari multifokal sel. Walaupun demikian, banyak data terbaru yang berasal
dari studi terhadap 98 pasien dengan sarkoma kaposi dengan penyakit yang
menyerang sel kutaneus dianalisa dengan teknik diagnostic molekular
dibandingkan dengan virus DNA HHV8 dari tumor tersebut menunjukkan
sekitar 80% dari tumor berasal dari multiple sel.
Kesimpulannya bahwa sedikit dari sarkoma kaposi berasal dari sel
tunggal dan sarkoma kaposi mungkin tidak berasal dari metastasis tapi
berasal dari multifocal dan independen pada beberapa tempat. Data ini sesuai
dengan sarkoma kaposi kutaneus yang kurang agresif. Hal ini tidak sesuai
dengan sarkoma kaposi di organ viseral yang agresif. Virus HHV8 telah
diidentifikasi lebih dari 90% pada semua tipe sarkoma kaposi dengan
menggunakan polymerase chain reaction (PCR), hipotesis terbaru

14
mengatakan bahwa HHV8 harus ada untuk penyakit tersebut dapat
berkembang. Penyakit ini ditularkan melalui saliva. HIV meningkatkan resiko
imunosupresi.

G. Gejala Klinis
Lesi sarkoma kaposi berbentuk nodul atau plak yang berwarna merah,
ungu, coklat atau hitam, dan biasanya bersifat papular. Sarkoma kaposi dapat
ditemui pada kulit, tetapi biasanya dapat menyebar kemanapun, terutama
pada mulut, saluran pencernaan dan saluran pernapasan. Perkembangan
sarkoma dapat terjadi lambat sampai sangat cepat, dan berhubungan dengan
mortalitas dan morbiditas yang penting.
1. Lesi pada kulit
Lesi pada kulit biasanya menyerang anggota tubuh bagian bawah,
wajah, mulut dan alat kelamin. Lesi biasanya berbentuk nodul atau bisul
yang dapat berwarna merah, ungu, coklat atau hitam, tetapi kadang-kadang
berbentuk seperti plak (sering ada pada telapak kaki), atau bahkan
menyebabkan kerusakan kulit. Pembengkakan mungkin dapat berasal dari
peradangan atau limfedema (kerusakan sistem limfatik yang disebabkan
oleh lesi). Lesi pada kulit memperburuk penampilan penderita, dan
menyebabkan patologi psikososial.

Lesi Pada Telapak kaki, Lesi pada badan dan Punggung,

2. Lesi pada mulut


Pada mulut, sarkoma kaposi berperan sebesar 30%, dan merupakan
15% awal dari sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS. Pada
mulut, sarkoma kaposi paling sering menyerang langit-langit atas, diikuti

15
oleh gusi. Lesi pada mulut mudah rusak dengan digigit dan berdarah atau
menderita infeksi sekunder, dan bahkan mengganggu penderita untuk
makan dan berbicara.

Lesi sarkoma kaposi pada mulut

3. Lesi pada Saluran Cerna


Sarkoma kaposi pada saluran pencernaan biasanya terjadi pada
sarkoma kaposi yang berhubungan dengan transplantasi atau yang
berhubungan dengan AIDS, dan dapat muncul dengan tidak adanya
gangguan sarkoma kaposi pada kulit. Lesi saluran pencernaan
menyebabkan turunnya berat badan, tekanan, muntah, diare, berdarah,
malabsorpsi, atau gangguan perut. Lesi pada lambung dan duodenum
merupakan lesi yang paling sering menyebabkan perdarahan dan ileus dan
bisa menyebabkan kematian apabila tidak diatasi dengan baik.

Sarkoma kaposi pada lien

4. Lesi pada pernafasan


Sarkoma kaposi pada saluran pernapasan muncul dengan adanya sesak
napas, demam, batuk, hemoptisis (batuk darah), atau nyeri pada dada, atau

16
sebagai penemuan insiden pada sinar x tulang rusuk. Diagnosis dikonfirmasi
oleh bronkoskopi ketika lesi secara langsung terlihat dan biasanya dibiopsi.
Penyebab umum terjadinya kematian untuk lesi di paru dikarenakan adanya
pendarahan paru.

Sarkoma kaposi pulmonal _Sarkoma kaposi tracheal

H. Pencegahan
Untuk mencegah sarkoma Kaposi, AIDS terkait, Kita perlu
mengambil beberapa langkah, untuk meminimalkan dampak dari HIV:

1. Hal ini diperlukan untuk menjauhkan diri dari seks. Jika Anda
berhubungan seks, menggunakan kondom lateks laki-laki;
2. Jangan berbagi jarum;
3. Batasi jumlah orang, Di dalam Dia kamu berhubungan seks;
4. Hindari mitra seksual, yang memiliki HIV atau yang menggunakan obat
IV;
5. Hindari transfusi darah yang tidak diskrining dan produk darah;
6. Pakailah sarung tangan karet dan masker wajah;
7. Hati-hati ditangani dan benar membuang jarum;
8. Jika Anda tinggal di sebuah rumah dengan orang yang terinfeksi: Pakailah
sarung tangan karet,
9. Jika ada kemungkinan kontak dengan cairan tubuh; Tutup semua luka dan
luka dengan perban (dan pada pasien); Jangan gunakan dengan pasien item
kebersihan pribadi; Hati-hati ditangani dan benar membuang jarum.

17
I. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil biopsi kulit.
Tes darah untuk mendeteksi antibodi melawan virus herpes penyebab
sarkoma Kaposi telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk menentukan
jika pasien pada resiko transmisi infeksi pada partner seksualnya, atau jika
sebuah organ yang terinfeksi digunakan untuk transplantasi.

J. Komplikasi
Komplikasi yang umum pada sarkoma kaposi tipe klasik adalah vena
statis dan lymphedema. Sebanyak 30 % pasien dengan sarkoma kaposi tipe
klasik akan berisiko terjadi keganasan kedua, dan yang paling sering terkena
limfoma non-hodgkin. Kekambuhan bisa terjadi karena imunosupresi oleh
karena faktor umur, genetik, sejarah pernah terkena keganasan, dan
kemungkinan karena infeksi malaria. Tingkat kebersihan juga berpengaruh
dalam resiko terjadinya klasik Kaposi sarcoma.
Sarkoma kaposi terkait AIDS, tidak seperti jenis sarkoma kaposi yang
lain karena jenis ini lebih agresif. Morbiditas bisa terjadi karena terkaitnya
gangguan kutaneus, mukosa dan organ visceral secara luas.

K. Penanganan
Sarkoma kaposi tidak dapat disembuhkan, tetapi secara efektif dapat
diredakan untuk beberapa tahun dan hal ini merupakan tujuan dari perawatan.
Terapi tergantung tipe dari sarkoma kaposi, lesi dan sistem organ yang
terkena.
Pada sarkoma kaposi yang berhubungan dengan defisiensi imun atau
supresi imun, penanganan terhadap disfungsi sistem kekebalan tubuh dapat
memperlambat atau menghentikan perkembangan sarkoma kaposi. Dalam
penatalaksanaan sarkoma kaposi kita kenal istilah terapi lokal atau “localized
cutaneous disease“ dan terapi terhadap organ sistemik. Lokal terapi ini
termasuk eksisi, destruksi lokal dengan cairan nitrogen – laser, terapi
sinar/photodynamic dan terapi topical dengan 9-cis retinoic acid.

18
Terapi radiasi sangat berguna dalam penyakit lokal yang sulit
dijangkau seperti lesi pada mukosa mulut dan hidung. Operasi tidak
direkomendasikan karena sarkoma kaposi dapat muncul pada tepi luka.
Terapi pada organ sistemik bisa untuk beberapa varian, seperti :
a. Pada klasik sarkoma Kaposi
Dilakukan kemoterapi termasuk doxorubicin 20 – 30 mg/m2,
bleomycin 10 mg/m2, vincristine 1 – 2 mg sefrrtiap 2 – 4 minggu. Bisa
juga diberikan etoposide dan dacarbazine yang bisa diberikan sendiri
ataupun dengan kombinasi sehingga memberikan efek terapi pada pasien
sarkoma kaposi tipe klasik. Penyakit yang lebih banyak menyebar dan
atau yang menyerang organ internal ditangani dengan terapi sistemik
dengan interferon α 3 – 30 juta unit rutin 3x seminggu, liposomal
anthracycline (seperti Doksil) 20 – 40 mg/m2 setiap 2 – 4 minggu atau
vinblastin 6 mg i.v seminggu sekali.
b. Pada sarkoma kaposi terkait pasien dengan terapi immunosupresan
Bisa dilakukan penurunan dosis untuk terapi immunosupresannya
atau menekan penambahan kortikosteroid pada terapi immunosupresive,
mengganti penghambat calsineurin dengan rapamycin yang juga berguna
untuk terapi sarkoma kaposi dengan tipe lainnya.
c. Pada sarkoma kaposi terkait AIDS
Pemberian terapi dengan HAART pada 40% atau lebih pasien
dengan sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS lesinya akan
mengecil dengan pemberian terapi ini. Terapi paliatif dengan kombinasi
kemoterapi atau terapi radiasi. HAART mensupresi replikasi HIV-1 dan
melindungi imunitas. HAART juga menurunkan insiden SK – AIDS,
berefek untuk menghambat protease ( kombinasi antiretroviral terapi ).
Terapi dengan liposomal anthracycline ( liposomal doxorubicin ) lebih
efektif daripada kombinasi bleomycin dan vincristine atau doxorubicin.
Dosis liposomal anthracycline yaitu 20 mg/m2 i.v setiap 2 – 4 minggu.
Atau bisa juga diberikan paclitaxel 100 mg/m2 setiap 2 minggu.
Dengan berkurangnya kematian antara pasien AIDS yang menerima
perawatan pada tahun 1990-an, mengakibatkan insidensi epidemik

19
sarkoma kaposi juga berkurang. Namun, jumlah pasien yang hidup
dengan AIDS meningkat di Amerika Serikat dan jumlah pasien dengan
sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS akan meningkat
kembali karena pasien tersebut hidup lebih lama dengan infeksi HIV.
Sarkoma kaposi yang tumbuh lambat pada penderita yang sudah
berusia lanjut dan tidak disertai gejala lainnya tidak memerlukan pengobatan
sama sekali. Namun bintik yang terbentuk bisa diobati dengan pembekuan,
terapi sinar X atau elektrokauterisasi (penghancuran jaringan dengan
menggunakan jarum listrik).

Pada penderita AIDS dan bentuk kanker yang agresif, belum ada
pengobatan yang sangat memuaskan. Kemoterapi dengan etoposid,
vincristine, vinblastin, bleomycin dan doxorubicin memberikan hasil yang
mengecewakan. Alfa-interferon dan suntikan vincristine ke dalam kanker bisa
memperlambat perkembangan penyakit.

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Penderita Dan Identitas Orang Tua
(Mencakup: Nama, Jenis Kelamin, Umur, Suku, Agama, Pekerjaan,
Alamat)
2. Riwayat Penyakit Keluarga.
Ada atau tidak yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
 Riwayat Kesehatan Sekarang
 Riwayat Kesehatan Dahulu
 Riwayat Kesehatan Keluarga
3. Data Dasar Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
 Keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit
 Perubahan tonus, massa otot
b. Integritas ego
 Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan dan
kecacatan
 Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah
c. Makanan / cairan
 Mual/muntah
 Anoreksia
 BB menurun
d. Neurosensori
 Gejala : kebas, kesemutan
e. Pernapasan
 Sesak napas, batuk dan nyeri ketika bernapas
f. Eliminasi
 Diare / susah buang air besar

21
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infeksi virus.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan proses infeksi/inflamasi
3. Ketidakseimbangan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia, diare
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual/muntah, adanya demam (respon infeksi)
5. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.

C. Intervensi
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infeksi virus.
No Tujuan Intervensi Rasional
1. Klien mengerti tentang Kaji kulit setiap hari. Menetukan garis dasar
penyakitnya. Catat warna, turgor, dimana perubahan pada
sirkulasi, dan sensasi. status dapat dibandingkan
Kriteria Hasil :
Gambarkan lesi dan dan melakukan intervensi
- Klien dapat amati perubahan. yang tepat
2. menunjukkan tingkah Dorong untuk Menurunkan tekanan pada
laku / teknik untuk ambulasi / turun dari kulit dari istirahat lama di
mencegah kerusakan tempat tidur jika tempat tidur
kulit/meningkatkan memungkinkan
3. kesembuhan. Pertahankan hygine Mempertahankan
- Klien dapat kulit misalnya kenersihan karena kulit
menunjukkan membasuh kemudian yang kering dapat enjadi
kemajuan pada luka / mengeringkannya barier infeksi. Pembasuhan
penyembuhan lesi. dengan berhati-hati menurunkan resiko trauma
dan melakukan dermal pada kulit yang
masase dengan rapuh. Masase
menggunakan lotion meningkatkan sirkulasi kult
atau krim. dan meningkatkan
kenyamanan.
4. Berikan obat-obatan Digunakan pada perawatan

22
topikal/ sistemik lesi kulit
sesuai indikasi

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan proses


infeksi/inflamasi
No Tujuan Intervensi Rasional
1. Klien dapat Catat Takipnea, sianosis
mempertahankan pola kecepatan/kedalaman menunjukkan kesulitan
pernapasan efektif. pernapasan, sianosis, bernapas dan addanya
Kriteria Hasil : penggunaan otot kebutuhan untuk
- Klien tidak aksesori, ansietas dan meningkatkan
mengalami sesak munculnya dispnea. pengawasan/intervensi
napas. medik.
2. Tinggikan kepala Membantu membersihkan
tempat tidur jalan napas sehingga
memungkinkan terjadinya
pertukaran gas dan
mencegah komplikasi
pernapasan
3. Auskultasi bunyi Memperkirakan adanya
napas perkembangan komplikasi
4. Berikan tambahan Mempertahankan ventilasi
oksigen efektif untuk mencegah
krisis pernapasan

3. Ketidakseimbangan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia, diare
No Tujuan Intervensi Rasional
1. Klien dapat Pantau tanda-tanda Indikator dari volume cairan
mempertahankan hidrasi vital sirkulasi
2. Kaji turgor kulit, Indikator tidak langsung
membran mukosa dan dari status cairan

23
rasa haus
3. Pantau pemasukan Mempertahankan
oral dan masukan keseimbangan cairan,
cairan sedikitnya 2500 mengurangi rasa haus, dan
ml/hari melembabkan membran
mukosa.
4. Berikan Mungkin diperlukan untuk
cairan/elektrolit mendukung/memperbesar
melalui selang volume sirkulas, terutama
pemberi makanan/IV jika pemasukan oral tak
adekuat, mual/muntah terus
menerus

4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan mual/muntah, adanya demam (respon infeksi)
No Tujuan Intervensi Rasional
1. Klien dapat Auskultasi bising usus Hipermotilitas saluran
mempertahankan massa intestinal umum terjadi dan
otot kuat. dihubungkan dengan
Kriteria Hasil : muntah dan diare, yang
- Klien dapat dapat mempengaruhi pilihan
mempertahankan diet atau makanan.
2. berat badan dari berat Timbang berat badan Indikator kebutuhan
sebelumnya. sesuai kebutuhan nutrisi/pemasukan yang
- Klien dapat adekuat
3. melaporkan perbaikan Berikan perawatan Mengurangi
tingkat energi. mulut yang terus ketidaknyamanan yang
menerus berhubungan dengan
mual/muntah, lesi oral,
pebgeringan mukosa, dan
halitosis.
4. Pasang/pertahankan Mungkin diperlukan untuk

24
NGT sesuai petunjuk mengurangi mual/muntah
atau untuk pemberian
makan per selang.

5. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.


No Tujuan Intervensi Rasional
1. Klien tidak merasakan Kaji keluhan nyeri, Mengindikasikan kebutuhan
nyeri. perhatikan lokasi, untuk intervensi dan juga
Kriteria Hasil: intensitas, frekuensi tanda-tanda perkembangan
- Klien mengatakan dan waktu komplikasi.
2. nyerinya berkurang Berikan aktivitas Memfokuskan kembali
hiburan perhatian, mungkin dapat
– Ekspresi wajah pasien
meningkatkan kemampuan
tenang tidak meringis
untuk menaggulangi.
kesakitan
3. Dorong pengungkapan Dapat mengurangi ansietas
perasaan dan rasa takut sehingga
– Klien mampu
mengurangi persepsi akan
mengontrol nyeri
intensitas rasa takut
4. Berikan analgetik Mengurangi nyeri.

25
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sarkoma Kaposi adalah kanker yang berasal dari pembuluh darah,
biasanya pada kulit. Pada tahun 1980-an, insiden tersebut berkembang
dengan cepat. Komplek imun deregulasi merupakan inti pathogenesis dari
sarkoma kaposi. Ini termasuk defek sel imun, defek imun humoral dan
vascular endothelial growth factor yang abnormal. Perkembangan sarkoma
dapat terjadi lambat sampai sangat cepat, dan berhubungan dengan mortalitas
dan morbiditas yang penting.

B. Saran
Makalah sangat jauh dari kesempurnaan, Mahasiswa diharapkan
mampu memahami penyakit Sarkoma Kaposi, karena penyakit ini sangat
berbahaya dan lebih banyak kasus penyakit ini di Papua.

26
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Syaifuddin. H, AMK. (2011). Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis


Kompetensi Untuk Keperawatan dan Kebidanan (Edisi 4). Jakarta : EGC
E. Doengoes Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedomana
untuk perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta :
EGC
M Santos. 2013. Diakses www.scielo.br/pdf/abd/v88n2/0365-0596-abd-88-2-
0276.pdf. Di akses pada tanggal 24 Februari 2017

Dr Mandal Ananya, MD. 2012. Penyakit Sarkoma Kaposi. Diakses


www.newsmedical.net/health/Causes-of-Kaposis-Sarcoma-(Indonesian).aspx16.
Di akses pada tanggal 24 Februari 2017

Mengenal Jenis Kanker Sarkoma Kaposi. Diakses


http://doktersehat.com/mengenal-jenis-kanker-sarkoma-kaposi/. Diakses pada
tanggal 26 Februari 2017

Sarkoma kaposi pada mulut dengan infeksi kandidiasis. Diakses


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sarkoma_Kaposi. Diakses pada tanggal 25
Februari 2017

http://omedicine.info/id/sarkoma-kaposhi.html/amp

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25840/3/Chapter%20II.pdf

27

Anda mungkin juga menyukai