BATUK DARAH
Seorang laki-laki berumur 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk darah.
Pada pemeriksaan didapatkan habitus asthenikus dan ronkhi basah halus yang nyaring pada
apeks paru kanan.
Hasil pemeriksaan laburatorium didapatkan anemia, laju endap darah yang tinggi dan
ditemukan bakteri tahan asam (BTA) pada pemeriksaan sputum. Hasil pemeriksaan foto thoraks
ditemukan adanya infiltrate di apeks paru kanan.
Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) dan menganjurkan keluarga serumah
dengan beliau melakukan pemeriksaan serta menunjuk seorang keluarganya sebagai pengawas
minum obat (PMO). Dan dokter juga mengajar etika batuk untuk mencegah penularan.
1
HIPOTESIS
Seseorang mengeluarkan droplet yang terdapat Mycobacterium kemudian droplet tersebut
terhirup oleh orang lain melalui hidung hingga saluran nafas bawah. Timbul gejala seperti batuk
berdarah, malaise, susah tidur, berat badan menurun, nyeri dada dan sesak nafas. Lalu diperiksa
oleh dokter dengan pemeriksaan fisik didapatkan ronki basah halus, habitus asthenikus. Dan
pada pemeriksaan penunjang ditemukan BTA + dan LED meningkat. Kemudian dokter
mendiagnosis pasien ini terkena penyakit tuberculosis. Lalu, diberikan pengobatan berupa OAT
(obat anti tuberkulosis) yaitu rifampisin, isoniazid, etambutol, pirazinamid, dan pemberian obat
tersebut haru dilakukan pengawasan dan pencegahan untuk keluarganya.
2
KATA SULIT
1. Habitus asthenikus : bentuk tubuh yang tinggi, kurus, bentuk dada yang rata atau cekung,
angulus costae dan otot – otot tidak tumbuh dengan baik
2. Ronki basah halus : biasanya terdengar pada akhir inspirasi merupakan suara tambahan
paru yg ditandai dengan suara bising terputus, frekuensi tinggi, amplitudo rendah seperti
suara ledakan.
3. Infiltrat : lesi pada paru
4. Sputum: dahak, bahan yang dikeluarkan dari mulut berasal dari trakea, bronkus dan paru
– paru.
PERTANYAAN
1. Mengapa batuknya berdarah?
2. Sebutkan macam – macam bunyi paru ?
3. Apakah infiltrat di atas paru-paru menunjukkan sesuatu ?
4. Apakah pemeriksaan BTA hanya melalui sputum ?
5. Apakah hubungan antara anemia dan batuk berdarah ?
6. Mengapa harus diadakan PMO ?
7. Bagaimana gejala klilnis pada pasien ini ?
8. Apa itu BTA ?
9. Mengapa keluarga penderita dianjurkan untuk pemeriksaan ?
10. Mengapa LED meningkat ?
11. Kenapa infiltrat hanya ada di apeks paru kanan?
12. Apa saja terapi OAT?
13. Bagaimana etika batuk dalam islam ?
14. Apa perbedaan saliva dan sputum ?
15. Bagaimana cara penularan penyakit ini ?
16. Apakah umur memepengaruhi oenyakit ini ?
JAWABAN
1. Terdapat perdarahan pada saluran nafas bawah. Darah dihasilkan dari batuk yang terus
menerus.
2. Ada 2 yaitu pokok dan tambahan. Pokok: vesikuler, bronkovesikuler, bronki, amforik.
Tambahan : mengi, ronki basah, dll
3. Disebabkan karena adanya inflamasi yang menimbulkan infiltrate
4. Tidak, bisa juga melalui darah
5. Anemia disebabkan karena kurangnya nafsu makan sehingga intake nya pun berkurang,
dan darah banyak keluar dari batuk.
6. Karena pengobatnnya lama, tidak boleh terputus, teratur.
7. Malaise, susah tidur, berat badan menurun, sesak nafas, nyeri dada.
8. Bakteri basil dengan gram (-), tahan asam, mengandung lipid, tidak bisa diwarnai dengan
pewarnaan gram biasa.
9. Agar tidak tertular
10. Karena terjadinya inflamasi
11. Karena paru-paru kanan lebih curam dan lebih pendek
3
12. Rifampisin, isoniazid, etambutol, pirazinamid
13. Ditutup dan jika ingin batuk diusahakan agar tidak dekat dengan orang lain
14. Sputum : kental dan keruh, saliva : bening
15. Melalui droplet, alat-alat yang sudah terkontaminasi
16. Lebiih sering terkena pada remaja sampai dewasa muda.
4
SASARAN BELAJAR
LI 1.Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis dan Makroskopis Saluran
Pernafasan Bawah
LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis
LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Sistem Pernafasan
LO 2.1 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Pernafasan
LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan Cara Kerja
LO 2.3 Memahami dan Menjelaskan Pengaturan
LI 3 Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium sp
LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Mycobacterium sp
LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan Morfologi Mycobacterium sp
LI 4 Memahami dan Menjelaskan TB
LO 4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi TB
LO 4.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi TB
LO 4.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi TB
LO 4.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi TB
LO 4.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis TB
LO 4.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis TB
LO 4.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding TB
LO 4.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana TB
LO 4.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi TB
LO 4.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan TB
LO 4.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis TB
LI 5 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi TB
LO 5.1 Memahami dan Menjelaskan P2M
LO 5.2 Memahami dan Menjelaskan PMO
LO 5.3 Memahami dan Menjelaskan Cara Penularan
LO 5.4 Memahami dan Menjelaskan Faktor Predisposisi
LO 5.5 Memahami dan Menjelaskan Prevalensi
LO 5.6 Memahami dan Menjelaskan Persebaran Biografi
LO 5.7 Memahami dan Menjelaskan Penemuan Kasus Baru
LI 5 Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk Dalam Islam
5
LI 1.Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis dan Makroskopis Saluran
Pernafasan Bawah
LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis
1) Trachea
a) Trachea terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa, panjangnya 12 cm
untuk pria dan 10 cm untuk wanita
b) terletak di tengah-tengah leher sampai incisura jugularis dibelakang manubrium sterni
c) masuk ke cavum toraks melalui apertura thoracis superior,pada mediastinum superior.
d) Dimulai dari bagian bawah cartilago cricoid, sampai bercabang menjadi bronkus
dextra dan sinistra.
e) Percabangan menuju bronkus dextra dan sinistra disebut “bifurcatio trachea”
f) Terdiri dari 16-20 cincin berbentuk lingkaran, berhubungan dengan laring melalui lig.
Cricotrachealis.
g) Diantara tulang rawan terdapat jar ikat lig. Intertrachealis (lig.annulare)
2) Bronchus
Terdiri dari bronchus dextra dan sinistra, brouncus akan memberikan cabat cabang ke
setiap lobus paru
a) Bronchus dextra, terdiri dari 10 buah cabang segmen bronchiolus / broncho pulmonalis
segmen (BPS)
a.1 Lobus Superior, mempunyai 3 buah BPS : Segmen apikal, posterior, anterior
6
a.2 Lobus Media, mempunyai 2 buah BPS : Segmen lateral dan medial
a.3 Lobus Inferior, mempunyai 5 buah BPS : Segmen superior, media, lateral,
anterior, dan posterior
b) Bronchus sinistra, terdiri dari 9 buah cabang BPS
b.1 Lobus superior, mempunyai 4 buah segmen : Cabang atas (2 buah) à apico
posterior dan anterior. Cabang bawah (2 buah) à Segmen superior dan inferior
b.2 Lobus Inferior, mempunyai 5 buah segmen : Segmen superior,
mediobasal, laterobasal, anterobasal, posterobasal.
3) Paru-paru
Paru - paru (pulmo) berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan
terdapat bebas di dalam cavitas pleuralisnya;hanya diletakkan pada mediastinum oleh
radix pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul,yang
menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5 cm di atasclavicula. Basis pulmonis yang
konkaf merupakan tempat yangterdapat diaphragma.Facies costalis yang konveks
7
disebabkanoleh dinding thorax yang konkaf.Facies mediastinaliis yang konkaf
merupakan cetakan pericardium dan struktur mediastinum lainnya.Di sekitar pertengahan
facies mediastinalis ini, terdapat hilum pulmonis, yaitu suatu cekungan tempat masuknya
bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis masukdan keluar
dari paru.
Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung.Pada margoanterior pulmo sinister,
terdapat incisura cardiaca pulmonis sinistri.Pinggir posterior lebih tebal dan terletak di
samping columna vertebralis. Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan
dibagioleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dextri menjadi tiga lobus:
lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Fissura obliqua berjalan dari pinggir
inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai
memotong pinggir posterior sekitar 6,25 cm di bawah apex pulmonis. Fissura horizontalis
berjalan menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan
fissura obliqua pada linea axillaris media.Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk
segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua.Pulmo sinister dibagi
oleh fissura obliqua dengan cara yangsama menjadi dua lobus, lobus superior dan lobus
inferior. Pada pulmo sinister, tidak terdapat fissura horizontalis.
Pendarahan Paru : Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima
darah dari arteriae bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens.Venae
bronchiales (yang berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke
vena azygos dan vena hemiazygos.Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-
cabang terminal arteriae pulmonales.Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-
kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat
septaintersegmentalis ke radix pulmonis.Dua venae pulmonales meninggalkan setiap
radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.
Persarafan Paru : Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri
atas serabut eferen dan aferen saraf otonom.Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang
truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus
vagus.Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan
vasokonstriksi.Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronchokonstrinksi,
vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.Impuls aferen yang berasal dari mucosa
bronchus dan dari reseptor regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat
dalam saraf simpatis dan parasimpatis.
8
berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang
memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.
Bronkus
Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina
propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos.
Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian
bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan
dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-
pulau tulang rawan hialin.
Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina
propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat
sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel
bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi
epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih
kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang
memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat
juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.
9
Bronkiolus respiratorius
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa
bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian
bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi
muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal
alveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat
otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.
Duktus alveolaris
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat
muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus
alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit
pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen.
Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris.
Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan
alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara
pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara
berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.
10
Alveolus
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus
yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler,
fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat.
a. Proses inspirasi
rangsangan otomatis datang dari pusat pernafasan dorsal medula oblongata. Sinyal
dibawa n. splenknikus ke diafragma diafragma berkontraksi → perluasan volume
thorak & paru + penurunan tekanan intra thorak → udara atmosfer mengalir masuk
ke paru
11
b. Proses ekspirasi
rangsang dari pusat pernafasan dorsal di medula oblongata dihentikan oleh pusat
pneumotaksik di medula oblongata sinyal terhenti diafragma relaksasi rongga
thorak menyempit tekanan naik udara keluar.
12
Adapun komposisi udara inspirasi dan ekspirasi dalam respirasi adalah sebagai berikut:
Tabel 1: Perbandingan gas inspirasi dan ekspirasi
13
Alat untuk mengukur besarnya udara inspirasi dan ekspirasi adalah Spirometer.
Terdapat berbagai jenis perubahan volume dalam proses respirasi, yakni:
a. Volume Tidal (TV), adalah volume udara yang masuk atau keluar dari hidung
sewaktu bernapas dalam keadaan istirahat, sebanyak 500 Cc.
b. Volume Cadangan ekspirasi (Suplemen), yaitu volume udara ekspirasi yang masih
dapat dikeluarkan setelah ekspirasi normal (tidal), kira-kira 1250 Cc.
c. Volume cadangan inspirasi (komplemen), yaitu volume udara inspirasi yang masih
dapat dihirup setelah inspirasi normal (tidal), adalah 3000 Cc.
d. Kapasitas Vital (KV), yaitu sejumlah Volume Suplemen + Volume Tidal + Volume
Komplemen; atau sama dengan Volume Udara Maksimal yang dapat dikeluarkan
dalam sekali ekspirasi setelah inspirasi maksimal; volumenya 4750 Cc.
e. Volume Residual (VR), nilai rata-ratanya =1200 Cc). Walaupun dilakukan ekspirasi
sangat maksimal, selalu terdapat sisa udara dalam paru yang tidak dapat dikeluarkan
dengan ekspirasi biasa. Ini disebut Volume Residu.
f. Ventilasi semenit, adalah seberapa banyak udara yang dihirup atau dihembuskan
(tidak kedua-duanya) dalam waktu satu menit, selanjutnya yang digunakan sebagai
ukuran adalah udara yang dikeluarkan (Volume Ekspirasi = VE). Jumlah ini dapat
ditentukan dengan mengetahui: 1). Volume Tidal (VT), yaitu berapa banyak jumlah
udara yang dihirup dan dikeluarkan setiap daur pernapasan; dan 2). Frekuensi
bernapas, yaitu berapa kali bernapas dalam satu menit.
Surfaktan
Tegangan permukaan yang rendah pada waktu alveolus kecil disebabkan oleh
adanya surfaktan (suatu lipid yang merendahkan tegangan permukaan) di dalam cairan
yang melapisi alveolus. Surfaktan merupakan campuran dipalmitoilfosfatidilkolin
(DPPC), berbagai lipid lain, dan protein. Apabila tegangan permukaan tersebut tidak
dipertahankan rendah saat alveolus mengecil selama ekspirasi, sesuai dengan hukum
LaPlace, alveolus akan kolaps. Surfaktan juga berfungsi membantu mencegah terjadinya
edema paru.
Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II. Badan Lamelar spesifik, yaitu
organel yang mengandung gulungan fosfolipid dan terikat pada membran sel, dibentuk
dalam sel-sel tersebut dan disekresikan ke dalam lumen alveolus secara eksositosis.
Surfaktan mempunyai peranan penting pada kelahiran. Janin di dalam uterus
melakukan gerakan pernapasan, namun jaringan parunya tetap kolaps sampai saat
kelahiran. Setelah lahir, bayi melakukan beberapa kali gerakan inspirasi kuat dan parunya
akan mengembang. Adanya surfaktan mencegah agar jaringan paru tidak kolaps kembali.
Defisiensi surfaktan merupakan penyebab penting terjadinya surfaktan gawat pernapasan
bayi baru lahir (IRDS = infant respiratory distress syndrome; penyakit membran hyaline),
suatu penyakit paru serius yang terjadi pada bayi yang lahir sebelum sistem surfaktannya
berfungsi. Proses pematangan surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormon
glukokortikoid. Menjelang umur kehamilan cukup bulan, didapatkan peningkatan kadar
kortisol fetal dan maternal, serta jaringan parunya kaya akan reseptor glukokortikoid.
14
LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan Cara Kerja
1. Ventilasi
2. Difusi
3. Transportasi
1. Ventilasi
15
Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam
(menarik nafas dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan
isnpirasi yaitu muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.
Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum
thorax akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka
terjadilah ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan
nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus
interkostalis internus dan muskulus abdominis.
Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat pernafasan
(medula oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron inspirasi
dan ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan eksitasi pada
neuron-neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga
terjadilah peristiwa inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan
area ekspirasi ini terdapat pada daerah berirama medula (medulla rithmicity) yang
menyebabkan irama pernafasan berjalan teratur dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi :
ekspirasi).
Ventilasi dipengaruhi oleh :
1. Kadar oksigen pada atmosfer
2. Kebersihan jalan nafas
3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru
4. Pusat pernafasan
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh
surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori
alveoli pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan
alveolus yang disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps
alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.
Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 – 3% energi total yang dibentuk oleh
tubuh. Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa mencapai 25 kali
16
lipat.
Saat terjadi ventilasi maka volume udara yang keluar masuk antara atmosfer dan paru-
paru dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi dalam pernafasan
normal. IRV (volume cadangan inspirasi) adalah volume udara yang masih bisa dihirup
paru-paru setelah inspirasi normal. ERV (volume cadangan ekspirasi) adalah volume
udara yang masih bisa diekshalasi setelah ekspirasi normal. Sedangkan RV (volume sisa)
adalah volume udara yang masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat.
Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada
kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
17
Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat
tipis dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang
sangat banyak dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli
dan bila dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa
normal.
Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat
inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi
karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer.
Proses pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan
karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan
tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam
keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini
juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dDilatasi kapiler yang
menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi
karbondioksida saat istirahat adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi
1200-1500 ml/menit.
18
Difusi dipengaruhi oleh :
1. Ketebalan membran respirasi
2. Koefisien difusi
3. Luas permukaan membran respirasi*
4. Perbedaan tekanan parsial
Transportasi
Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang
membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme
ke kapiler paru. Sekitar 97 - 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan
dengan Hb (HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7 %
karbondioksida larut dalam plasma, 23 – 30% berikatan dengan
Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 – 70% dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat).
Saat istirahat, 5 ml oksigen ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit. Jika curah
jantung 5000 ml/menit maka jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan sekitar 250
ml/menit. Saat olah raga berat dapat meningkat 15 – 20 kali lipat.
1. Cardiac Output
2. Jumlah eritrosit
3. Aktivitas
4. Hematokrit darah
Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada
sel/jaringan terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari
PO2 kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel
sebagai sisa metabolisme.
19
Regulasi
Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat
nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah
berirama medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari
pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan
meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.
20
Daerah berirama medula mempertahankan irama nafas I : E = 2” : 3”. Stimulasi neuron
inspirasi menyebabkan osilasi pada sirkuit inspirasi selama 2” dan inhibisi pada neuron
ekspirasi kemudian terjadi kelelahan sehingga berhenti. Setelah inhibisi hilang kemudian
sirkuit ekspirasi berosilasi selama 3” dan terjadi inhibisi pada sirkuit inspirasi. Setelah itu
terjadi kelelahan dan berhenti dan terus menerus terjadi sehingga tercipta pernafasan
yang ritmis.
21
1. Kendali Kimiawi
Factor kimiawi adalah factor utama dalam pengendalian dan pengaturan
frekuensi, kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan. Pesat pernafasan di sumsum
dangant peka pada reaksi kimia. Karbon dioksida adalah produk asam dari metabolism,
yang merangsang pusat pernafasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas
otot pernafasan.
Latihan menyebabkan peningkatan kadar karbondioksida dalam darah, atau
peningkatan konsentrasi ion hydrogen ( H ) darahmempunyai efek kuat yang langsung
pada neuron-neuron susunan reticular yang menyebabkan peningkatan kecepatan dan
kedalam pernafasan dengan meningkatkan ekresi kerbon dioksida.
Pusat pengendalian ada di kemoreseptor yang mendeteksi perubahan kadar
oksigen, karbon dioksida dan ion hydrogen dalam darah arteri dan cairan serebrospinalis
dan menyebabkan pemyesuaian yang tepat antara frekuensi dan keadaan respirasi.
a. Kemoreseptor sentral
Yaitu neuron yang terletak di permukaan ventral lateral medulla. Peningkatan
kadar karbon dioksida dalam darah arteri dan cairan serebrospinalis merangsan
peningkatan frekuensi dan kedalam respirasi. Penurunan kadar oksigen hanya sedikit
berpengaruh pada kemoreseptor sentral.
b. Kemoreseptor perifer
Terletak di badan aorta dan kerotid pada system arteri. Kemoreseptor ini
merespon terhadap perubahan konsentrasi ion oksigen, karbon dioksida dan ion
hydrogen.
Contoh:
Kalau kita melakukan olahraga maka akan terjadi proses pembakaran di dalam
tubuh, hal ini memerlukan oksigan yang sangat besar, maka efek dari kompensasi tubuh
adalah dengan jalan respirasi yang cepat dan dalam untuk menyediakan bahan bakar
tersebut, sewaktukita melakukan istirahat maka tubuh akan kembali normal karena
oksigen yang dibutuhkan standar karena pembakaran yang terjadi tidak terlalu banyak
2. Kendali Syaraf
Penafasan dikendalikan oleh sel-sel syaraf dalam susunan retikularis di batang,
terutama pada medulla. Sel-sel ini mengirim impuls menuruni medulla spinalis,
kemudian melalui syaraf frenkus ke diagfragma, da melalui syaraf-syaraf interkostalis ke
otot-otot interkostalis. Jadi pusat pernafasan ialah suatu pusat otomatik di dalam medulla
oblongata yang mengeluarkan impuls eferen ke otot pernafasan impuls eferen yang
22
dirangsang oleh pemekaran gelembung udara, yang diantarkan oleh syaraf vagus kepusat
pernafasan di dalam medulla.
Susunan retikularis mempunyai pola aktifitas syaraf dengan irama teratur yang
mempertahankan aktifitas berirama dari otot-otot ini. Irama ini dilengkapi dengan
Hering-Breuer yaitu reseptor-reseptor yang renggang yang terdapat pada frenkhim paru-
paru yang memancarkan rangsangan ke medulla oblongata melalui vagus, pengembangan
paru-paru yang cepat menghambat rangsang respirasi.
Reseptor regangan di jaringan peru mengirim impuls-impuls melalui nervus vagus
ke batang otak impuls ini menghambat inspirasi saat paru-paru dikembangkan, dan
merangsang respirasi. Selain nyeri, dan impuls syaraf dari gerakan badan, menyebabkan
peningkatan pada pernafasan, karena kerjanya pada susunan reticular.
Beberapa factor tertentu merangsang pusat pernafasan yang terletak di dalam
medulla oblongata, dan kalau dirangsang maka pusat itu mengeluarkan impuls yang
disalurkan oleh syaraf spinalis ke otot pernafasan yaitu diagfragma dan otot interkostalis.
Rangsangan ritmis ( berirama ) pada medulla oblongata menimbulkan pernafasan
otomatis. Darah medulla oblongata yang berhubungan denga pernafasan secara klasik
dinamakam pusat pernafasan. Ada 2 kelompok neuron pernafasan, kelompok social yang
dekat dengan nucleus trktus solitariusadalah sumber irama yang mengendalikan neuron
motoris phrenerius konralateral. Neuron-neuron ini juga memproyeksikan diri dan
mengendalikan golongan ventral. Golongan ini mempunyai 2 bagian.
Bagian krnial dibentuk oleh neuron-neuron nucleus ambigus yang mempersyarafi otot-
otot membantu pernafasan ipsilateral, pada hakekatnya melalui nervus vagus.
Bagian caudal dibentuk oleh neuron-neuron dalam nucleus retroambigualis yang
menyelenggarakan pengendalian inspirasi dan eksresi ke neuron-neuron motoris yang
mempersyarafi interkostalis.
Penafasan spontan ditimbulkan oleh rangsang yang ritmis neron motoris yang
mempersyarafi otot-otot pernafasan. Rangsangan ini secara keseluruhan tergantung pada
impuls-impuls syaraf otak.
23
memelihara virulensinya harus dipertahankan kondisi pertumbuhannya pada pH
6,8. Sedangkan untuk merangsang pertumbuhannya dibutuhkan karbondioksida
dengan kadar 5-10%. Umumnya koloni baru nampak setelah kultur berumur 8
minggu.
M.tuberculosis memproduksi katalase, tetapi ia akan berhenti memproduksi
bila dipanaskan pada suhu 65°C selama 20 menit dalam dapar fosfat.
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis INH,
tidak memproduksi katalase.
Uji biokimia yang sering digunakan untuk membedakan M.tuberculosis
dengan spesies lain adalah uji niasin dan nitrat. Mycobacterium tuberculosis
memberikan hasil uji niasin positif serta ia juga mereduksi nitrat. Marmot
merupakan hewan yang peka terhadap M.tuberculosis, maka dari itu ia sering
digunakan sebagai hewan percobaan. Bila marmot disuntik dengan kuman
M.tuberculosis, maka 10 hari kemudian akan nampak pembengkakan ditempat
suntikan diikuti pembengkakan kelenjar limfe serta penyebaran kuman ke seluruh
tubuh.
2) Mycobacterium bovis
Kuman ini sulit dibedakan dari M.tuberculosis, bahkan untuk pertama
kalinya Robert Koch mengira kedua kuman ini adalah sama. Baru pada tahun
1900 Theobald Smith berhasil membedakan kedua kuman ini dengan uji
biokimia.
Mycobacterium bovis adalah penyebab Tuberkulosis pada ternak sapi.
Kuman ini sangat virulen bagi manusia dan mamalia lain. Air susu dan produk
lain dari sapi yang berpenyakit Tuberkulosis merupakan bahan yang dapat
menularkan penyakit.
Mycobacterium bovis berbentuk lebih pendek dan lebih gemuk
dibandingkan M.tuberculosis. Kuman ini tumbuh lebih lambat daripada
M.tuberculosis. Suhu optimal pertumbuhannya adalah 35°C. Koloninya
mempunyai permukaan datar berwarna putih agak basah dan mudah pecah bila
disentuh. Seperti halnya M.tuberculosis, kuman ini membutuhkan
karbondioksida 5-10% untuk merangsang pertumbuhannya. Derajat keasaman
optimal untuk pertumbuhan adalah 6,5-6,8.
Pada uji biokimia ternyata M.bovis tidak mereduksi nitrat, uji niasinnya
negatif dan resisten terhadap pirazinamid. M.bovis bagi kelinci sangatlah patogen,
sedangkan M.tuberculosis tidaklah demikian, maka dari itu pada percobaan
hewan, kelinci digunakan untuk membedakan kedua jenis kuman ini.
3) Mycobacterium avium
Mycobacterium avium adalah penyebab tuberkulosis pada unggas dan
kadang-kadang babi, tetapi tidak patogen bagi marmot. Kuman ini dapat pula
menyerang manusia dan menimbulkan penyakit yang sulit diobati, karena kuman
ini dapat dikatakan resisten terhadap hampir semua jenis obat anti tuberkulosis
kecuali rifampisin. Pada anak-anak kuman ini menimbulkan limfadenitis
24
servikalis. Bentuk kuman ini agak lebih kecil dari M.tuberkulosis. koloninya
halus berwarna putih dan tumbuh optimal pada suhu 41°C dimana spesies laitidak
dapat tumbuh.
Mycobacterium avium hanya memproduksi sedikit katalase. Uji niasin dan
nitrat memberikan hasil negatif. Untuk membedakannya dengan spesies lain
dilakukan uji telurit dimana M.avium mereduksi telurit dalam waktu 3 hari.
4) Mycobacterium leprae
Kuman kusta ditemukan pertama kali oleh A.Hansen pada tahun 1868 (14
tahun sebelum kuman tuberculosis ditemukan) dari seorang penderita
kusta.Kuman ini dikenal sebagai parasit yang obligat intraseluler dan manusia
adalah satu-satunya hospes yang dikenal sampai saat ini. Kuman ini dapat
ditemukan banyak sekali di dalam sel makrofag (disebut sel lepra) yang
mempunyai sitoplasma berbuih. Pada seorang penderita kusta, kuman ini dapat
diisolasi dari kerokan kulit, selaput lendir (terutama hidung) dan endotel
pembuluh darah.
Dikenal beberapa macam tipe penyakit kusta misalnya tipe
lepromatous,tipe tuberkuloid, tipe borderline dan tipe indeterminate. Salah satu
cara untuk menentukan tipe penyakit ini adalah dengan uji lepromin.
Sebagai kuman yang obligat intraseluler, maka M.leprae tidak dapat
dikultur pada media buatan seperti halnya Mycobacterium lain. Kuman ini juga
tidak dapat dikultur pada sel manusia, tetapi dapat tumbuh dan berkembang bila
diinokulasi pada telapak kaki tikus atau kulit trenggiling (armadillo). Dengan
menggunakan hewan tersebut diatas sebagai hewan percobaan, maka telah
berhasil dilakukan uji resistensi kuman terhadap obat anti kusta dan berbagai
penelitian lain.
25
Aktivitas biokimia tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan
bakteri. Waktu replikasi basilus tuberculosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofitik cenderung
untuk tumbuh lebih cepat, untuk berproliferasi dengan baik pada suhu 22-23 oC, untuk
memproduksi pigmen, dan tidak terlalu bersifat tahan asam bila dibandingkan dengan
bentuk patogennya.
M. tb cenderung lebih resistan terhadap bahan-bahan kimia daripada bakteri
lainnya karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang
berkelompok.
Bahan celup ( misalnya Malakit hijau) atau zat antibakteri (misalnya penisilin)
yang bersifat bakteriostatik terhadap bakteri lain dapat dimasukkan ke medium tanpa
mengganggu pertumbuhan M.tb. M.tb juga tahan pengeringan dan dapat hidup di waktu
yang lama dalam sputum yang dikeringkan.
26
menginduksi sensitivitas tuberculin. Protein ini juga dapat merangsang
pembentukan antibodi.
c. Polisakarida
Mikobakterium mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida dalam
pathogenesis penyakit manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi
hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan sebagai antigen dalam reaksi dengan
serum pasien yang terinfeksi.
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah untuk menentukan
paduan pengobatan yang sesuai, registrasi kasus secara benar, menentukan prioritas
pengobatan TB BTA positif, dan analisis kohort hasil pengobatan. Kesesuaian paduan
dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk menghindari
terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi,
menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan
pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective) dan mengurangi efek
samping.
27
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.
28
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA
positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baruyang diambil
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
a) Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak (-), tes
tuberkulin (-).
b) Kategori I : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi, disini riwayat
kontak (+), tes tuberkulin (-)
c) Kategori II : terinfeksi tuberkulosis, tapi tidak sakit. Tes tuberkulin (+), radiologi
dan sputum (-)
d) Kategori III : terinfeksi tuberkulosis dan sakit
a) tuberkulosis paru
b) bekas tuberkulosis paru
c) tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam
tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disisni sputum BTA (-) tetapi tanda-
tanda lain (+)
tuberkulosis tersangka paru yang diobati. Disini sputum BTA (-), dan tanda-
tanda yang lain jga meragukan
29
WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni :
30
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma )
atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis
primer.
B
TUBERKULOSIS POSTPRIMER
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer
mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized
tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang
terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak
di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya
berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali
dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti
tersebut akan menjadi:
- meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan di atas
- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi
mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
- bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
31
Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer
dan perjalanan penyembuhannya
32
e. Malaise. Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan hilang-timbul secara tidak teratur.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radilogis merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi
tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru tetapi dapat juga
mengenai bagian inferior atau daerah hilus yang menyerupai tumor paru. Pada awal
penyakit saat lesi masih menyerupai sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa
bercak seperti awan dan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan
ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas tegas. Pada kavitasi bayangan
berupa cincin berdinding tipis. Pada kalsifikasi bayangan tampak bercak padat dengan
densitas tinggi. Pada ateletaksis terlihat fibrosis luas dengan penciutan pada sebagian,
satu lobus atau satu bagian paru. Gambaran tuberkulosis miliar tampak berupa bercak
halus yang umumnya tersebar rata di seluruh lapang paru. Pemeriksaan radiologis lain
yang dapat dilakukan adalah bronkografi, CT scan dada atau juga MRI.
33
c. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada darah, sputum dan tes tuberkulin.
Darah. Pemeriksaan tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada TB baru akan didapatkan
leukosit meninggi dengan hitung jenis bergeser ke kiri, jumlah limfosit masih normal dan
LED mulai meningkat. Sputum. Pemeriksaan sputum adalah penting untuk menemukan
kuman BTA. Pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang telah diberikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila paling tidak ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan. Untuk pemeriksaan BTA, bahan selain sputum
dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan
lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin atau tinja.
Lekosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri.
Limfosit masih dibawah normal.LED meningkat. Hasil pemeriksaan darah
didapatkan:
1. anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer
2. gama globin meningkat
3. kadar natrium darah menurun
Pemeriksaan serologis yang banyak dipakai peroksidase anti peroksida (PAP-TB),
tapi kurang bermanfaat bila digunakan sebagai sarana tunggal untuk diagnosis TB.
Prinsip dasarnya, menentukan adanya antibody IgG yang spesifik terhadap antigen M.
tuberculosae.
d. Tes tuberkulin.
Pemeriksaan ini dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis
terutama pada anak-anak (balita). Tes ini dilakukan dengan menyuntikan 0,1 cc
tuberkulin secara intrakutan. Tes ini hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau
pernah terinfeksi kuman TB atau mendapat vaksinasi BCG. Tes tuberkulin (mnataoux)
dinyatakan posotif apabila diperoleh indurasi 10 mm setelah 48-72 jam tuberkulin
disuntikkan.
34
2. Kanker paru : Kanker paru-paru stadium dini seringkali tidak menunjukkan gejala
apapun. Tapi dengan bertumbuhnya kanker, gejala yang umum terjadiantara lain:
- Batuk yang terus bertambah berat atau tidak kunjung sembuh
- Kesulitan bernafas, misalnya sesak nafas
- Nyeri dada yang terus menerus
- Batuk darah
- Suara serak
- Infeksi paru-paru yang sering, misalnya pneumonia
- Selalu merasa sangat letih
- Kehilangan berat badan
1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Bronkiektasis
4. Pneumonia aspirasi
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan
obat utama dan tambahan.
35
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
Dosis OAT
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti
utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD)
dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi
dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis
kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan
kombinasi dosis tetap antara lain:
1.Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan
standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi
36
2 bulan 4 bulan
BB Harian Harian 3x/minggu Haria 3x/minggu
n
RHZE RHZ RHZ RH RH
150/75/400/27 150/75/40 150/150/50 150/7 150/150
5 0 0 5
30-37 2 2 2 2 2
38-54 3 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang
telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam
batas dosis terapi dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek
samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang
mampu menanganinya.
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
· TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau : 2 RHZE/ 6HE atau 2 RHZE /
4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi
- TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau : 6 RHE atau 2 RHZE/
4R3H3
-TBparukasuskambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE.
Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji
resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
-TBParukasusgagalpengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh
paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18
bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan
pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan
hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat
RHE selama 5 bulan.
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
37
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT
dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk
memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan
penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
2) BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama
b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan
diteruskan
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.
· TB Paru kasus kronik
- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat
lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru
38
minum obat dan keadaan klinis,
bakteriologi dan radiologi saat
ini (lihat uraiannya) atau
*2RHZES / 1RHZE /
5R3H3E3
III -TB paru BTA 2 RHZE / 4 RH atau
neg. lesi minimal 6 RHE atau
*2RHZE /4 R3H3
IV - Kronik RHZES / sesuai hasil uji
resistensi (minimal OAT yang
sensitif) + obat lini 2
(pengobatan minimal 18 bulan)
IV - MDR TB Sesuai uji resistensi + OAT
lini 2 atau H seumur hidup
Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB
EFEK SAMPING OAT
Isoniazid (INH)
Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simptomatis ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang
diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu
dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari
39
gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi
walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air
liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak
perlu khawatir.
Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB
pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-
kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan
berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi
demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
Etambutol
Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring
dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan
meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping
yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah
dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai
sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan
(jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat
terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat
dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
40
LO 4.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi TB
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut menurut Depkes (2005):
a. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau retraktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,ginjal dan sebagainya.
f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap dirumah sakit. Penderita
TBC paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa
mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus sembuh. Pada
kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan
simtomatis. Bila pendarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik (Depkes,
2005).
41
Sisanya mengalami kesembuhan dengan spontan dengan bekas berupa proses fibrotik dan
perkapuran
Bila diberikan pengobatan spesifik (sesuai aturan sebenarnya) :
Pengobatan spesifik hanya membunuh basil TB saja, namun kelainan paru yang
sudah ada pada saat pengobatan spesifik dimulai tidak akan hilang sehingga keluhan-
keluhan yang disebabkannya belum tentu hilang secara sempurna saat terapi spesifik
selesai, bahkan dapat bertahan selama hidup. Bila diberikan pengobatan spesifik (tidak
memenuhi syarat) penderita tidak akan sembuh, dan basil TB yang tadinya resisten
terhadap obat-obatan yang dipakai akan menjadi resisten. Akibatnya penderita sukar
disembuhkan dan menularkan basil-basil resisten pada sekelilingnya.
42
Lima kunci utama dalam strategi DOTS yaitu: (1) Komitmen; (2) Diagnosis yang
benar dan baik; (3) Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat; (4)Pengawasan penderita
minum obat; (5) Pencatatan dan pelaporan penderita
dengan sistem kohort (WHO, 2006). Kunci sukses penanggulangan TB adalah
menemukan penderita dan mengobati penderita sampai sembuh. WHO menetapkan
target global Case Detection Rate (CDR) atau penemuan
kasus TB menular sebesar 70%, dan Cure Rate (CR) atau angka kesembuhan/
keberhasilan pengobatan sebesar 85%.
43
o Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah
ditentukan yaitu akhir bulan kedua, 1 bulan sebelum akhir pengobatan dan atau
akhir bulan pengobatan.
o Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga
selesai.
o Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau
menelan obat serta merujuk pasien bila efek samping memberat.
o Melakukan kunjungan rumah (jika PMO bukan anggota keluarga)
o Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang mempunyai
gejala-gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan diri kepada petugas
kesehatan.
Laporan WHO (global reports 2010), menyatakan bahwa pada tahun 2009 angka
kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9,4 juta (antara 8,9 juta hingga 9,9 juta jiwa) dan
44
meningkat terus secara perlahan pada setiap tahunnya dan menurun lambat seiring
didapati peningkatan per kapita. Prevalensi kasus TB di seluruh dunia sebesar 14 juta
(berkisar 12 juta sampai 16 juta). Jumlah penderita TB di Indonesia mengalami
penurunan, dari peringkat ke tiga menjadi peringkat ke lima di dunia, namun hal ini
dikarenakan jumlah penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria melebihi dari jumlah
penderita TB di Indonesia.
45
ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya
terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB
BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian
angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada
kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak
pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.
Data dari penyedia pelayanan swasta belum termasuk dalam data di program
pengendalian TB nasional. Sedangkan untuk rumah sakit, data yang tersedia baru berasal
dari sekitar 30% rumah sakit yang telah melaksanakan strategi DOTS. Proporsi kasus TB
dengan BTA negatif sedikit meningkat dari 56% pada tahun 2008 menjadi 59% pada
tahun 2009. Peningkatan jumlah kasus TB BTA negatif yang terjadi selama beberapa
tahun terakhir sangat mungkin disebabkan oleh karena meningkatnya pelaporan kasus TB
dari rumah sakit yang telah terlibat dalam program TB nasional.
Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai 30.806 termasuk 1,865 kasus
BTA positif. Proposi kasus TB anak dari semua kasus TB mencapai 10.45%. Angka-
angka ini merupakan gambaran parsial dari keseluruhan kasus TB anak yang
sesungguhnya mengingat tingginya kasus overdiagnosis di fasilitas pelayanan kesehatan
yang diiringi dengan rendahnya pelaporan dari fasilitas pelayanan kesehatan.
46
syaraf ke pusat batuk yang berada di otak. Di sini akan memberi sinyal kepada otot-otot
tubuh untuk mengeluarkan benda asing tadi, hingga terjadilah batuk.
Etika batuk :
Tutup hidung dan mulut dengan tisu,saputangan atau kain.
Jika tidak ada jangan tutup menggunakan tangan melainkan gunakan lengan
dalam baju.
Segera buang tisu yang sudah dipakai kedalam tempat sampah
Cuci tangan dengan menggunakan sabun atau pencuci tangan berbasis alkohol
Gunakan masker jika sedang sakit atau ada yang sakit disekitar kita
Tidak sembarangan membuang dahak ataupun ludah setelah batuk
47
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Geo F, Janet S. Butel, Stephen A Morse. 2008. Jawetz, Melnick,& Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran ed.23, ab. Huriawati Hartanto, dll. Jakarta: EGC
Ethel, Sloane. Anatomi dan Fisiologi Pemula. EGC. Jakarta
Ganong,William F.2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed 22, ab. Brahmn
U.Pendit.Jakarta:EGC
Gunawan SG, Setiabudi R, Nafraldi. 2008. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Guyton AC, Hall JE. 2007. Fisiologi kedokteran ed XI, ab. Irawati et al. Jakarta : EGC
Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC.
Price , Selvia A, Lorraine M. Wilson . 2006. Patofisiologi vol 1, ed VI, ab. Brahmn U.Pendit et
al. Jakarta:EGC
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed II, ab. Brahmn U.Pendit. Jakarta:
EGC
Snell. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran
Sudoyo W, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : FKUI
http://www.medicastore.com
http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=427
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
48