Anda di halaman 1dari 48

SKENARIO 2

BATUK DARAH
Seorang laki-laki berumur 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk darah.
Pada pemeriksaan didapatkan habitus asthenikus dan ronkhi basah halus yang nyaring pada
apeks paru kanan.
Hasil pemeriksaan laburatorium didapatkan anemia, laju endap darah yang tinggi dan
ditemukan bakteri tahan asam (BTA) pada pemeriksaan sputum. Hasil pemeriksaan foto thoraks
ditemukan adanya infiltrate di apeks paru kanan.
Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) dan menganjurkan keluarga serumah
dengan beliau melakukan pemeriksaan serta menunjuk seorang keluarganya sebagai pengawas
minum obat (PMO). Dan dokter juga mengajar etika batuk untuk mencegah penularan.

1
HIPOTESIS
Seseorang mengeluarkan droplet yang terdapat Mycobacterium kemudian droplet tersebut
terhirup oleh orang lain melalui hidung hingga saluran nafas bawah. Timbul gejala seperti batuk
berdarah, malaise, susah tidur, berat badan menurun, nyeri dada dan sesak nafas. Lalu diperiksa
oleh dokter dengan pemeriksaan fisik didapatkan ronki basah halus, habitus asthenikus. Dan
pada pemeriksaan penunjang ditemukan BTA + dan LED meningkat. Kemudian dokter
mendiagnosis pasien ini terkena penyakit tuberculosis. Lalu, diberikan pengobatan berupa OAT
(obat anti tuberkulosis) yaitu rifampisin, isoniazid, etambutol, pirazinamid, dan pemberian obat
tersebut haru dilakukan pengawasan dan pencegahan untuk keluarganya.

2
KATA SULIT
1. Habitus asthenikus : bentuk tubuh yang tinggi, kurus, bentuk dada yang rata atau cekung,
angulus costae dan otot – otot tidak tumbuh dengan baik
2. Ronki basah halus : biasanya terdengar pada akhir inspirasi merupakan suara tambahan
paru yg ditandai dengan suara bising terputus, frekuensi tinggi, amplitudo rendah seperti
suara ledakan.
3. Infiltrat : lesi pada paru
4. Sputum: dahak, bahan yang dikeluarkan dari mulut berasal dari trakea, bronkus dan paru
– paru.

PERTANYAAN
1. Mengapa batuknya berdarah?
2. Sebutkan macam – macam bunyi paru ?
3. Apakah infiltrat di atas paru-paru menunjukkan sesuatu ?
4. Apakah pemeriksaan BTA hanya melalui sputum ?
5. Apakah hubungan antara anemia dan batuk berdarah ?
6. Mengapa harus diadakan PMO ?
7. Bagaimana gejala klilnis pada pasien ini ?
8. Apa itu BTA ?
9. Mengapa keluarga penderita dianjurkan untuk pemeriksaan ?
10. Mengapa LED meningkat ?
11. Kenapa infiltrat hanya ada di apeks paru kanan?
12. Apa saja terapi OAT?
13. Bagaimana etika batuk dalam islam ?
14. Apa perbedaan saliva dan sputum ?
15. Bagaimana cara penularan penyakit ini ?
16. Apakah umur memepengaruhi oenyakit ini ?
JAWABAN
1. Terdapat perdarahan pada saluran nafas bawah. Darah dihasilkan dari batuk yang terus
menerus.
2. Ada 2 yaitu pokok dan tambahan. Pokok: vesikuler, bronkovesikuler, bronki, amforik.
Tambahan : mengi, ronki basah, dll
3. Disebabkan karena adanya inflamasi yang menimbulkan infiltrate
4. Tidak, bisa juga melalui darah
5. Anemia disebabkan karena kurangnya nafsu makan sehingga intake nya pun berkurang,
dan darah banyak keluar dari batuk.
6. Karena pengobatnnya lama, tidak boleh terputus, teratur.
7. Malaise, susah tidur, berat badan menurun, sesak nafas, nyeri dada.
8. Bakteri basil dengan gram (-), tahan asam, mengandung lipid, tidak bisa diwarnai dengan
pewarnaan gram biasa.
9. Agar tidak tertular
10. Karena terjadinya inflamasi
11. Karena paru-paru kanan lebih curam dan lebih pendek

3
12. Rifampisin, isoniazid, etambutol, pirazinamid
13. Ditutup dan jika ingin batuk diusahakan agar tidak dekat dengan orang lain
14. Sputum : kental dan keruh, saliva : bening
15. Melalui droplet, alat-alat yang sudah terkontaminasi
16. Lebiih sering terkena pada remaja sampai dewasa muda.

4
SASARAN BELAJAR
LI 1.Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis dan Makroskopis Saluran
Pernafasan Bawah
LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis
LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Sistem Pernafasan
LO 2.1 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Pernafasan
LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan Cara Kerja
LO 2.3 Memahami dan Menjelaskan Pengaturan
LI 3 Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium sp
LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Mycobacterium sp
LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan Morfologi Mycobacterium sp
LI 4 Memahami dan Menjelaskan TB
LO 4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi TB
LO 4.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi TB
LO 4.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi TB
LO 4.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi TB
LO 4.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis TB
LO 4.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis TB
LO 4.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding TB
LO 4.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana TB
LO 4.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi TB
LO 4.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan TB
LO 4.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis TB
LI 5 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi TB
LO 5.1 Memahami dan Menjelaskan P2M
LO 5.2 Memahami dan Menjelaskan PMO
LO 5.3 Memahami dan Menjelaskan Cara Penularan
LO 5.4 Memahami dan Menjelaskan Faktor Predisposisi
LO 5.5 Memahami dan Menjelaskan Prevalensi
LO 5.6 Memahami dan Menjelaskan Persebaran Biografi
LO 5.7 Memahami dan Menjelaskan Penemuan Kasus Baru
LI 5 Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk Dalam Islam

5
LI 1.Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis dan Makroskopis Saluran
Pernafasan Bawah
LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis

1) Trachea
a) Trachea terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa, panjangnya 12 cm
untuk pria dan 10 cm untuk wanita
b) terletak di tengah-tengah leher sampai incisura jugularis dibelakang manubrium sterni
c) masuk ke cavum toraks melalui apertura thoracis superior,pada mediastinum superior.
d) Dimulai dari bagian bawah cartilago cricoid, sampai bercabang menjadi bronkus
dextra dan sinistra.
e) Percabangan menuju bronkus dextra dan sinistra disebut “bifurcatio trachea”
f) Terdiri dari 16-20 cincin berbentuk lingkaran, berhubungan dengan laring melalui lig.
Cricotrachealis.
g) Diantara tulang rawan terdapat jar ikat lig. Intertrachealis (lig.annulare)

2) Bronchus
Terdiri dari bronchus dextra dan sinistra, brouncus akan memberikan cabat cabang ke
setiap lobus paru
a) Bronchus dextra, terdiri dari 10 buah cabang segmen bronchiolus / broncho pulmonalis
segmen (BPS)
a.1 Lobus Superior, mempunyai 3 buah BPS : Segmen apikal, posterior, anterior
6
a.2 Lobus Media, mempunyai 2 buah BPS : Segmen lateral dan medial
a.3 Lobus Inferior, mempunyai 5 buah BPS : Segmen superior, media, lateral,
anterior, dan posterior
b) Bronchus sinistra, terdiri dari 9 buah cabang BPS
b.1 Lobus superior, mempunyai 4 buah segmen : Cabang atas (2 buah) à apico
posterior dan anterior. Cabang bawah (2 buah) à Segmen superior dan inferior
b.2 Lobus Inferior, mempunyai 5 buah segmen : Segmen superior,
mediobasal, laterobasal, anterobasal, posterobasal.
3) Paru-paru

Paru - paru (pulmo) berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan
terdapat bebas di dalam cavitas pleuralisnya;hanya diletakkan pada mediastinum oleh
radix pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul,yang
menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5 cm di atasclavicula. Basis pulmonis yang
konkaf merupakan tempat yangterdapat diaphragma.Facies costalis yang konveks

7
disebabkanoleh dinding thorax yang konkaf.Facies mediastinaliis yang konkaf
merupakan cetakan pericardium dan struktur mediastinum lainnya.Di sekitar pertengahan
facies mediastinalis ini, terdapat hilum pulmonis, yaitu suatu cekungan tempat masuknya
bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis masukdan keluar
dari paru.
Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung.Pada margoanterior pulmo sinister,
terdapat incisura cardiaca pulmonis sinistri.Pinggir posterior lebih tebal dan terletak di
samping columna vertebralis. Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan
dibagioleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dextri menjadi tiga lobus:
lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Fissura obliqua berjalan dari pinggir
inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai
memotong pinggir posterior sekitar 6,25 cm di bawah apex pulmonis. Fissura horizontalis
berjalan menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan
fissura obliqua pada linea axillaris media.Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk
segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua.Pulmo sinister dibagi
oleh fissura obliqua dengan cara yangsama menjadi dua lobus, lobus superior dan lobus
inferior. Pada pulmo sinister, tidak terdapat fissura horizontalis.
Pendarahan Paru : Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima
darah dari arteriae bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens.Venae
bronchiales (yang berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke
vena azygos dan vena hemiazygos.Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-
cabang terminal arteriae pulmonales.Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-
kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat
septaintersegmentalis ke radix pulmonis.Dua venae pulmonales meninggalkan setiap
radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.
Persarafan Paru : Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri
atas serabut eferen dan aferen saraf otonom.Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang
truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus
vagus.Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan
vasokonstriksi.Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronchokonstrinksi,
vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.Impuls aferen yang berasal dari mucosa
bronchus dan dari reseptor regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat
dalam saraf simpatis dan parasimpatis.

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis


Trakea
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada
lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung
bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel
goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk
mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga
lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang

8
berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang
memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.

Bronkus
Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina
propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos.
Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian
bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan
dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-
pulau tulang rawan hialin.

Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina
propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat
sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel
bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi
epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih
kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang
memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat
juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.

9
Bronkiolus respiratorius
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa
bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian
bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi
muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal
alveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat
otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.

Duktus alveolaris
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat
muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus
alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit
pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen.
Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris.
Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan
alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara
pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara
berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.

10
Alveolus
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus
yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler,
fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat.

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Sistem Pernafasan


LO 2.1 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Pernafasan

a. Proses inspirasi
rangsangan otomatis datang dari pusat pernafasan dorsal medula oblongata. Sinyal
dibawa n. splenknikus ke diafragma diafragma berkontraksi → perluasan volume
thorak & paru + penurunan tekanan intra thorak → udara atmosfer mengalir masuk
ke paru

11
b. Proses ekspirasi
rangsang dari pusat pernafasan dorsal di medula oblongata dihentikan oleh pusat
pneumotaksik di medula oblongata sinyal terhenti diafragma relaksasi rongga
thorak menyempit tekanan naik udara keluar.

12
Adapun komposisi udara inspirasi dan ekspirasi dalam respirasi adalah sebagai berikut:
Tabel 1: Perbandingan gas inspirasi dan ekspirasi

Nitrogen (N2) Oksigen (O2) Karbondiksida (CO2)


Udara inspirasi 79 % 20 % 0,4 %
Udara ekspirasi 79 % 16 % 4%

Terjadinya proses pernapasan dada adalah menggunakan gerakan otot-otot antar


tulang rusuk. Rongga dada membesar karena tulang dada dan rusuk terangkat akibat
kontraksi otot-ototnya. Ketika paru mengembang, volume membesar dan tekanan
udaranya lebih kecil daripada tekanan udara luarnya. Sedangkan pernapasan perut
adalah pernapasan yang menggunakan otot diafragma. Otot-otot sekat rongga dada
berkonstraksi sehingga diafragma yang semula cembung menjadi agak rata, sehingga
paru mengembang kea rah perut (abdomen). Mekanisme pernapasan mengikuti tertib
hukum Boyle ( P1 . V1 = P2 . V2), udara mengalir dari tempat yang bertekanan tinggi
ke tempat yang bertekanan rendah, sehingga udara masuk ke dalam paru.

Perubahan dalam Pernapasan.


Dalam keadaan normal, paru mengandung sekitar 2 sampai 2,5 liter udara selama
siklus respirasi, tetapi dapat diisi sampai 5,5 liter atau dikosongkan sampai tersisa 1 liter.

13
Alat untuk mengukur besarnya udara inspirasi dan ekspirasi adalah Spirometer.
Terdapat berbagai jenis perubahan volume dalam proses respirasi, yakni:
a. Volume Tidal (TV), adalah volume udara yang masuk atau keluar dari hidung
sewaktu bernapas dalam keadaan istirahat, sebanyak 500 Cc.
b. Volume Cadangan ekspirasi (Suplemen), yaitu volume udara ekspirasi yang masih
dapat dikeluarkan setelah ekspirasi normal (tidal), kira-kira 1250 Cc.
c. Volume cadangan inspirasi (komplemen), yaitu volume udara inspirasi yang masih
dapat dihirup setelah inspirasi normal (tidal), adalah 3000 Cc.
d. Kapasitas Vital (KV), yaitu sejumlah Volume Suplemen + Volume Tidal + Volume
Komplemen; atau sama dengan Volume Udara Maksimal yang dapat dikeluarkan
dalam sekali ekspirasi setelah inspirasi maksimal; volumenya 4750 Cc.
e. Volume Residual (VR), nilai rata-ratanya =1200 Cc). Walaupun dilakukan ekspirasi
sangat maksimal, selalu terdapat sisa udara dalam paru yang tidak dapat dikeluarkan
dengan ekspirasi biasa. Ini disebut Volume Residu.
f. Ventilasi semenit, adalah seberapa banyak udara yang dihirup atau dihembuskan
(tidak kedua-duanya) dalam waktu satu menit, selanjutnya yang digunakan sebagai
ukuran adalah udara yang dikeluarkan (Volume Ekspirasi = VE). Jumlah ini dapat
ditentukan dengan mengetahui: 1). Volume Tidal (VT), yaitu berapa banyak jumlah
udara yang dihirup dan dikeluarkan setiap daur pernapasan; dan 2). Frekuensi
bernapas, yaitu berapa kali bernapas dalam satu menit.

Surfaktan

Tegangan permukaan yang rendah pada waktu alveolus kecil disebabkan oleh
adanya surfaktan (suatu lipid yang merendahkan tegangan permukaan) di dalam cairan
yang melapisi alveolus. Surfaktan merupakan campuran dipalmitoilfosfatidilkolin
(DPPC), berbagai lipid lain, dan protein. Apabila tegangan permukaan tersebut tidak
dipertahankan rendah saat alveolus mengecil selama ekspirasi, sesuai dengan hukum
LaPlace, alveolus akan kolaps. Surfaktan juga berfungsi membantu mencegah terjadinya
edema paru.
Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II. Badan Lamelar spesifik, yaitu
organel yang mengandung gulungan fosfolipid dan terikat pada membran sel, dibentuk
dalam sel-sel tersebut dan disekresikan ke dalam lumen alveolus secara eksositosis.
Surfaktan mempunyai peranan penting pada kelahiran. Janin di dalam uterus
melakukan gerakan pernapasan, namun jaringan parunya tetap kolaps sampai saat
kelahiran. Setelah lahir, bayi melakukan beberapa kali gerakan inspirasi kuat dan parunya
akan mengembang. Adanya surfaktan mencegah agar jaringan paru tidak kolaps kembali.
Defisiensi surfaktan merupakan penyebab penting terjadinya surfaktan gawat pernapasan
bayi baru lahir (IRDS = infant respiratory distress syndrome; penyakit membran hyaline),
suatu penyakit paru serius yang terjadi pada bayi yang lahir sebelum sistem surfaktannya
berfungsi. Proses pematangan surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormon
glukokortikoid. Menjelang umur kehamilan cukup bulan, didapatkan peningkatan kadar
kortisol fetal dan maternal, serta jaringan parunya kaya akan reseptor glukokortikoid.

14
LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan Cara Kerja

Fungsi utama sistem respirasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen jaringan


tubuh dan membuang karbondioksida sebagai sisa metabolisme serta berperan dalam
menjaga keseimbangan asam dan basa.

Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :

1. Ventilasi
2. Difusi
3. Transportasi

1. Ventilasi

Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli.


Proses ini terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya
udara dari paru-paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal,
pada saat inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga
udara dari atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi
tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup
keluar dari paru-paru.

Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax


akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi kontraksi
dari otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma)sehingga terjadi
elevasi dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax
(rongga dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan
intra pulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru.

15
Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam
(menarik nafas dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan
isnpirasi yaitu muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.

Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum
thorax akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka
terjadilah ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan
nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus
interkostalis internus dan muskulus abdominis.

Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat pernafasan
(medula oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron inspirasi
dan ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan eksitasi pada
neuron-neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga
terjadilah peristiwa inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan
area ekspirasi ini terdapat pada daerah berirama medula (medulla rithmicity) yang
menyebabkan irama pernafasan berjalan teratur dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi :
ekspirasi).
Ventilasi dipengaruhi oleh :
1. Kadar oksigen pada atmosfer
2. Kebersihan jalan nafas
3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru
4. Pusat pernafasan

Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh
surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori
alveoli pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan
alveolus yang disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps
alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.

Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 – 3% energi total yang dibentuk oleh
tubuh. Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa mencapai 25 kali

16
lipat.

Saat terjadi ventilasi maka volume udara yang keluar masuk antara atmosfer dan paru-
paru dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi dalam pernafasan
normal. IRV (volume cadangan inspirasi) adalah volume udara yang masih bisa dihirup
paru-paru setelah inspirasi normal. ERV (volume cadangan ekspirasi) adalah volume
udara yang masih bisa diekshalasi setelah ekspirasi normal. Sedangkan RV (volume sisa)
adalah volume udara yang masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat.

Difusi

Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada
kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.

17
Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat
tipis dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang
sangat banyak dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli
dan bila dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa
normal.

Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat
inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi
karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer.
Proses pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan
karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.

Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan
tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam
keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini
juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dDilatasi kapiler yang
menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi
karbondioksida saat istirahat adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi
1200-1500 ml/menit.

18
Difusi dipengaruhi oleh :
1. Ketebalan membran respirasi
2. Koefisien difusi
3. Luas permukaan membran respirasi*
4. Perbedaan tekanan parsial

Transportasi

Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang
membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme
ke kapiler paru. Sekitar 97 - 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan
dengan Hb (HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7 %
karbondioksida larut dalam plasma, 23 – 30% berikatan dengan
Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 – 70% dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat).

Saat istirahat, 5 ml oksigen ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit. Jika curah
jantung 5000 ml/menit maka jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan sekitar 250
ml/menit. Saat olah raga berat dapat meningkat 15 – 20 kali lipat.

Transportasi gas dipengaruhi oleh :

1. Cardiac Output
2. Jumlah eritrosit
3. Aktivitas
4. Hematokrit darah

Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada
sel/jaringan terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari
PO2 kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel
sebagai sisa metabolisme.

19
Regulasi

Kebutuhan oksigen tubuh bersifat dinamis, berubah-ubah dipengaruhi oleh berbagai


faktor diantaranya adalah aktivitas. Saat aktivitas meningkat maka kebutuhan oksigen
akan meningkat sehingga kerja sistem respirasi juga meningkat. Mekanisme adaptasi
sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat penting untuk
menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut :

Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat
nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah
berirama medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari
pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan
meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.

20
Daerah berirama medula mempertahankan irama nafas I : E = 2” : 3”. Stimulasi neuron
inspirasi menyebabkan osilasi pada sirkuit inspirasi selama 2” dan inhibisi pada neuron
ekspirasi kemudian terjadi kelelahan sehingga berhenti. Setelah inhibisi hilang kemudian
sirkuit ekspirasi berosilasi selama 3” dan terjadi inhibisi pada sirkuit inspirasi. Setelah itu
terjadi kelelahan dan berhenti dan terus menerus terjadi sehingga tercipta pernafasan
yang ritmis.

Pengaturan respirasi dipengaruhi oleh :

1. Korteks serebri yang dapat mempengaruhi pola respirasi.


2. Zat-zat kimiawi : dalam tubuh terdapat kemoresptor yang sensitif terhadap perubahan
konsentrasi O2, CO2 dan H+ di aorta, arkus aorta dan arteri karotis.

3. Gerakan : perubahan gerakan diterima oleh proprioseptor.


4. Refleks Heuring Breur : menjaga pengembangan dan pengempisan paru agar optimal.
5. Faktor lain : tekanan darah, emosi, suhu, nyeri, aktivitas spinkter ani dan iritasi saluran
nafas

LO 2.3 Memahami dan Menjelaskan Pengaturan


Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh dua factor utama yaitu factor
kimiawi dan pengendalian oleh saraf.

21
1. Kendali Kimiawi
Factor kimiawi adalah factor utama dalam pengendalian dan pengaturan
frekuensi, kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan. Pesat pernafasan di sumsum
dangant peka pada reaksi kimia. Karbon dioksida adalah produk asam dari metabolism,
yang merangsang pusat pernafasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas
otot pernafasan.
Latihan menyebabkan peningkatan kadar karbondioksida dalam darah, atau
peningkatan konsentrasi ion hydrogen ( H ) darahmempunyai efek kuat yang langsung
pada neuron-neuron susunan reticular yang menyebabkan peningkatan kecepatan dan
kedalam pernafasan dengan meningkatkan ekresi kerbon dioksida.
Pusat pengendalian ada di kemoreseptor yang mendeteksi perubahan kadar
oksigen, karbon dioksida dan ion hydrogen dalam darah arteri dan cairan serebrospinalis
dan menyebabkan pemyesuaian yang tepat antara frekuensi dan keadaan respirasi.

a. Kemoreseptor sentral
Yaitu neuron yang terletak di permukaan ventral lateral medulla. Peningkatan
kadar karbon dioksida dalam darah arteri dan cairan serebrospinalis merangsan
peningkatan frekuensi dan kedalam respirasi. Penurunan kadar oksigen hanya sedikit
berpengaruh pada kemoreseptor sentral.
b. Kemoreseptor perifer
Terletak di badan aorta dan kerotid pada system arteri. Kemoreseptor ini
merespon terhadap perubahan konsentrasi ion oksigen, karbon dioksida dan ion
hydrogen.
Contoh:
Kalau kita melakukan olahraga maka akan terjadi proses pembakaran di dalam
tubuh, hal ini memerlukan oksigan yang sangat besar, maka efek dari kompensasi tubuh
adalah dengan jalan respirasi yang cepat dan dalam untuk menyediakan bahan bakar
tersebut, sewaktukita melakukan istirahat maka tubuh akan kembali normal karena
oksigen yang dibutuhkan standar karena pembakaran yang terjadi tidak terlalu banyak

2. Kendali Syaraf
Penafasan dikendalikan oleh sel-sel syaraf dalam susunan retikularis di batang,
terutama pada medulla. Sel-sel ini mengirim impuls menuruni medulla spinalis,
kemudian melalui syaraf frenkus ke diagfragma, da melalui syaraf-syaraf interkostalis ke
otot-otot interkostalis. Jadi pusat pernafasan ialah suatu pusat otomatik di dalam medulla
oblongata yang mengeluarkan impuls eferen ke otot pernafasan impuls eferen yang

22
dirangsang oleh pemekaran gelembung udara, yang diantarkan oleh syaraf vagus kepusat
pernafasan di dalam medulla.
Susunan retikularis mempunyai pola aktifitas syaraf dengan irama teratur yang
mempertahankan aktifitas berirama dari otot-otot ini. Irama ini dilengkapi dengan
Hering-Breuer yaitu reseptor-reseptor yang renggang yang terdapat pada frenkhim paru-
paru yang memancarkan rangsangan ke medulla oblongata melalui vagus, pengembangan
paru-paru yang cepat menghambat rangsang respirasi.
Reseptor regangan di jaringan peru mengirim impuls-impuls melalui nervus vagus
ke batang otak impuls ini menghambat inspirasi saat paru-paru dikembangkan, dan
merangsang respirasi. Selain nyeri, dan impuls syaraf dari gerakan badan, menyebabkan
peningkatan pada pernafasan, karena kerjanya pada susunan reticular.
Beberapa factor tertentu merangsang pusat pernafasan yang terletak di dalam
medulla oblongata, dan kalau dirangsang maka pusat itu mengeluarkan impuls yang
disalurkan oleh syaraf spinalis ke otot pernafasan yaitu diagfragma dan otot interkostalis.
Rangsangan ritmis ( berirama ) pada medulla oblongata menimbulkan pernafasan
otomatis. Darah medulla oblongata yang berhubungan denga pernafasan secara klasik
dinamakam pusat pernafasan. Ada 2 kelompok neuron pernafasan, kelompok social yang
dekat dengan nucleus trktus solitariusadalah sumber irama yang mengendalikan neuron
motoris phrenerius konralateral. Neuron-neuron ini juga memproyeksikan diri dan
mengendalikan golongan ventral. Golongan ini mempunyai 2 bagian.
 Bagian krnial dibentuk oleh neuron-neuron nucleus ambigus yang mempersyarafi otot-
otot membantu pernafasan ipsilateral, pada hakekatnya melalui nervus vagus.
 Bagian caudal dibentuk oleh neuron-neuron dalam nucleus retroambigualis yang
menyelenggarakan pengendalian inspirasi dan eksresi ke neuron-neuron motoris yang
mempersyarafi interkostalis.
Penafasan spontan ditimbulkan oleh rangsang yang ritmis neron motoris yang
mempersyarafi otot-otot pernafasan. Rangsangan ini secara keseluruhan tergantung pada
impuls-impuls syaraf otak.

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium sp


LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Mycobacterium sp
Kuman golongan Mycobacteria berbentuk batang yang agak sulit diwarnai, tetapi
sekali berhasil diwarnai, sulit untuk dihapus dengan zat asam. Oleh karena itu disebut
juga bakteri tahan asam (BTA).
1) Mycobacterium tuberculosis
Kuman penyebab tuberkulosis ini berbentuk batang ramping atau sedikit
bengkok dengan kedua ujungnya membulat.
Koloninya yang kering dengan permukaan berbentuk bunga kol dan
berwarna kuning tumbuh secara lambat walaupun dalam kondisi optimal.
Diketahui bahwa pH optimal pertumbuhannya adalah antara 6,8-8,0. Untuk

23
memelihara virulensinya harus dipertahankan kondisi pertumbuhannya pada pH
6,8. Sedangkan untuk merangsang pertumbuhannya dibutuhkan karbondioksida
dengan kadar 5-10%. Umumnya koloni baru nampak setelah kultur berumur 8
minggu.
M.tuberculosis memproduksi katalase, tetapi ia akan berhenti memproduksi
bila dipanaskan pada suhu 65°C selama 20 menit dalam dapar fosfat.
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis INH,
tidak memproduksi katalase.
Uji biokimia yang sering digunakan untuk membedakan M.tuberculosis
dengan spesies lain adalah uji niasin dan nitrat. Mycobacterium tuberculosis
memberikan hasil uji niasin positif serta ia juga mereduksi nitrat. Marmot
merupakan hewan yang peka terhadap M.tuberculosis, maka dari itu ia sering
digunakan sebagai hewan percobaan. Bila marmot disuntik dengan kuman
M.tuberculosis, maka 10 hari kemudian akan nampak pembengkakan ditempat
suntikan diikuti pembengkakan kelenjar limfe serta penyebaran kuman ke seluruh
tubuh.
2) Mycobacterium bovis
Kuman ini sulit dibedakan dari M.tuberculosis, bahkan untuk pertama
kalinya Robert Koch mengira kedua kuman ini adalah sama. Baru pada tahun
1900 Theobald Smith berhasil membedakan kedua kuman ini dengan uji
biokimia.
Mycobacterium bovis adalah penyebab Tuberkulosis pada ternak sapi.
Kuman ini sangat virulen bagi manusia dan mamalia lain. Air susu dan produk
lain dari sapi yang berpenyakit Tuberkulosis merupakan bahan yang dapat
menularkan penyakit.
Mycobacterium bovis berbentuk lebih pendek dan lebih gemuk
dibandingkan M.tuberculosis. Kuman ini tumbuh lebih lambat daripada
M.tuberculosis. Suhu optimal pertumbuhannya adalah 35°C. Koloninya
mempunyai permukaan datar berwarna putih agak basah dan mudah pecah bila
disentuh. Seperti halnya M.tuberculosis, kuman ini membutuhkan
karbondioksida 5-10% untuk merangsang pertumbuhannya. Derajat keasaman
optimal untuk pertumbuhan adalah 6,5-6,8.
Pada uji biokimia ternyata M.bovis tidak mereduksi nitrat, uji niasinnya
negatif dan resisten terhadap pirazinamid. M.bovis bagi kelinci sangatlah patogen,
sedangkan M.tuberculosis tidaklah demikian, maka dari itu pada percobaan
hewan, kelinci digunakan untuk membedakan kedua jenis kuman ini.

3) Mycobacterium avium
Mycobacterium avium adalah penyebab tuberkulosis pada unggas dan
kadang-kadang babi, tetapi tidak patogen bagi marmot. Kuman ini dapat pula
menyerang manusia dan menimbulkan penyakit yang sulit diobati, karena kuman
ini dapat dikatakan resisten terhadap hampir semua jenis obat anti tuberkulosis
kecuali rifampisin. Pada anak-anak kuman ini menimbulkan limfadenitis

24
servikalis. Bentuk kuman ini agak lebih kecil dari M.tuberkulosis. koloninya
halus berwarna putih dan tumbuh optimal pada suhu 41°C dimana spesies laitidak
dapat tumbuh.
Mycobacterium avium hanya memproduksi sedikit katalase. Uji niasin dan
nitrat memberikan hasil negatif. Untuk membedakannya dengan spesies lain
dilakukan uji telurit dimana M.avium mereduksi telurit dalam waktu 3 hari.

4) Mycobacterium leprae
Kuman kusta ditemukan pertama kali oleh A.Hansen pada tahun 1868 (14
tahun sebelum kuman tuberculosis ditemukan) dari seorang penderita
kusta.Kuman ini dikenal sebagai parasit yang obligat intraseluler dan manusia
adalah satu-satunya hospes yang dikenal sampai saat ini. Kuman ini dapat
ditemukan banyak sekali di dalam sel makrofag (disebut sel lepra) yang
mempunyai sitoplasma berbuih. Pada seorang penderita kusta, kuman ini dapat
diisolasi dari kerokan kulit, selaput lendir (terutama hidung) dan endotel
pembuluh darah.
Dikenal beberapa macam tipe penyakit kusta misalnya tipe
lepromatous,tipe tuberkuloid, tipe borderline dan tipe indeterminate. Salah satu
cara untuk menentukan tipe penyakit ini adalah dengan uji lepromin.
Sebagai kuman yang obligat intraseluler, maka M.leprae tidak dapat
dikultur pada media buatan seperti halnya Mycobacterium lain. Kuman ini juga
tidak dapat dikultur pada sel manusia, tetapi dapat tumbuh dan berkembang bila
diinokulasi pada telapak kaki tikus atau kulit trenggiling (armadillo). Dengan
menggunakan hewan tersebut diatas sebagai hewan percobaan, maka telah
berhasil dilakukan uji resistensi kuman terhadap obat anti kusta dan berbagai
penelitian lain.

LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan Morfologi Mycobacterium sp


Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang aerob yang tidak membentuk
spora. Bakteri ini tidak dapat terwarnai dengan mudah, namun sekali terwarnai, bakteri
ini dapat menhan warnanya walaupun sudah diberikan asam atau alcohol, itulah yang
menyebabkan bakteri ini disebut sebagai basil “tahan asam”. Mycobacterium tuberculosis
menyebabkan tuberculosis dan merupakan patogen manusia yang sangat
penting.Mycobacterium leprae menyebabkan lepra. Mycobacterium avium-intracellular
(komplek M-Avium, atau MAC) dam mikobakterium atipikal lainnya yang sering
menginfeksi penderita AIDS, adalah patogen oppurtunistik pada pasien yang
imunokompromais lainnya, dan kadang – kadang menyebabkan penyakit pada pasien
dengan system imun normal. Terdapat lebih dari 50 spesies mycobacterium, termasuk
banyak yang bersifat saprofit.
Mikobakterum adalah aerob obligat dan mendapatkan energy dari oksidasi banyak
komponen karbon sederhana. Peningkatan tekanan CO2 mendukung pertumbuhan.

25
Aktivitas biokimia tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan
bakteri. Waktu replikasi basilus tuberculosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofitik cenderung
untuk tumbuh lebih cepat, untuk berproliferasi dengan baik pada suhu 22-23 oC, untuk
memproduksi pigmen, dan tidak terlalu bersifat tahan asam bila dibandingkan dengan
bentuk patogennya.
M. tb cenderung lebih resistan terhadap bahan-bahan kimia daripada bakteri
lainnya karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang
berkelompok.
Bahan celup ( misalnya Malakit hijau) atau zat antibakteri (misalnya penisilin)
yang bersifat bakteriostatik terhadap bakteri lain dapat dimasukkan ke medium tanpa
mengganggu pertumbuhan M.tb. M.tb juga tahan pengeringan dan dapat hidup di waktu
yang lama dalam sputum yang dikeringkan.

Struktur dinding sel


Dinding sel mycobacterium dapat menginduksi hipersensitifitas lambat dan
beberapa resistensi terhadap infeksi seta dapat menggantikan seluruh sel mikobakterium
hanya membangkitkan reaksi hipersensitivitas lambat pada binatang yang sebelumnya
disensitisasi.
a. Lipid
Mikobakterium kaya akan lipid, yang yang terdiri dari asam mikolat (asam lemak
rantai panjang C78-C90), lilin, dan fofat. Di dalam sel lipid banyak yang terikat
dengan protein dan polisakarida. Muramil peptide (peptidoglikan) yang mebuat
kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma;
fosfolipid penginduksi nekrosis kaseosa. Lipid pada beberapa hal bertanggung
jawab pada sifat asamnya. Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang
panas menghancurkan sifat tahan asam pada bakteri ini, yang tergantung dari
integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid tertentu. Sifat tahan asam juga dapat
dihilangkan setelah sinokasi sel mikobakterium. Analisis lipid oleh kromatografi
gas menunjukkan pola yang dapat membantu klasifikasi spesies yang berbeda.
Strain virulen basil tuberkel membentuk “serpentine cords” mikroskopik; pada
bentuk ini basil tahan asam tersusun dalam untai parallel. Pembentukan cord
berkaitan dengan virulensi. Sebuah “factor cord” (trehalosa -6,6’- dimikolat) telah
diekstraksi dari basil virulen dengan petroleum eter. Factor ini menghambat migrasi
leukosit, menyebabkan granuloma kronis, dan dapat berfungsi sebagai “adjuvant”
imunologik
b. Protein
Setiap tipe mikobakterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan
reaksi tuberculin. Protein berikatan dengan wax fraction can , setelah injeksi, akan

26
menginduksi sensitivitas tuberculin. Protein ini juga dapat merangsang
pembentukan antibodi.
c. Polisakarida
Mikobakterium mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida dalam
pathogenesis penyakit manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi
hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan sebagai antigen dalam reaksi dengan
serum pasien yang terinfeksi.

LI 4 Memahami dan Menjelaskan TB


LO 4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi TB
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya.

LO 4.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi TB


TB paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Dapat menular melalui :
- Percikan dahak (droplet) saat penderita tuberculosis BTA (+) batuk atau bersin. Droplet
yang mengandung kuman TB dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa
jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan
terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi
dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh
kuman, percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan.(Bambang Ruswanto, 2010)
- Selain itu, dapat juga melalui inokulasi langsung pada TB kulit.
- Bila infeksi oleh M. bovis dapat disebabkan karena meminum susu yang tidak steril.
(Zulkifli Amir, 2009)

LO 4.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi TB

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah untuk menentukan
paduan pengobatan yang sesuai, registrasi kasus secara benar, menentukan prioritas
pengobatan TB BTA positif, dan analisis kohort hasil pengobatan. Kesesuaian paduan
dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk menghindari
terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi,
menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan
pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective) dan mengurangi efek
samping.

Ada beberapa klasifikasi TB yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:


a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru

27
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:


1) Tuberkulosis paru BTA positif.
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB
paru BTA negatif harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.


1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.

d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi beberapa


tipe pasien, yaitu:
1) Kasus baru

28
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA
positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baruyang diambil
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.

a) Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak (-), tes
tuberkulin (-).
b) Kategori I : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi, disini riwayat
kontak (+), tes tuberkulin (-)
c) Kategori II : terinfeksi tuberkulosis, tapi tidak sakit. Tes tuberkulin (+), radiologi
dan sputum (-)
d) Kategori III : terinfeksi tuberkulosis dan sakit

Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,


radiologis, mikrobiologis :

a) tuberkulosis paru
b) bekas tuberkulosis paru
c) tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam
 tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disisni sputum BTA (-) tetapi tanda-
tanda lain (+)
 tuberkulosis tersangka paru yang diobati. Disini sputum BTA (-), dan tanda-
tanda yang lain jga meragukan

29
WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni :

a) Kategori I, ditunjukan terhadap :


 kasus baru dengan sputum (+)
 kasus baru dengan bentuk TB berat
b) Kategori II, ditunjukan terhadap :
 kasus kambuh
 kasus gagal dengan sputum BTA (+)
c) Kategori III, ditunjukan terhadap :
 kasus BTA (-), dengan kelainan paru yang tidak luas
 kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
d) Kategori IV, ditunjukan terhadap : TB kronik

LO 4.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi TB


A
TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau
afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan
limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
 Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
1
integrum)
 Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
2
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar
sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan
akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus
yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan
pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat
imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup
gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis

30
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma )
atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis
primer.

B
TUBERKULOSIS POSTPRIMER
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer
mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized
tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang
terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak
di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya
berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali
dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti
tersebut akan menjadi:
-  meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan di atas
-  memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi
mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
-  bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

31
Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer
dan perjalanan penyembuhannya

LO 4.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis TB


Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau bahkan tanpa
keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah:
a. Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam bersifat hilang-timbul
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat-ringannya
infeksi kuman TB yang masuk.
b. Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronchus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar dari saluran pernapasan. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah.
c. Sesak napas. Sesak napas akan ditemukan bila penyakit sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.

32
e. Malaise. Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan hilang-timbul secara tidak teratur.

LO 4.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis TB


a. Pemeriksaan Fisik.
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu tubuh yang subfebris, badan
kurus atau berat badan menurun. Pemeriksaan fisik sering tidak diperoleh hasil yang
memuaskan terutama apabila sarang penyakit terletak di dalam akan sulit dinilai secara
palpasi, perkusi dan auskultasi. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai
adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai adanya infiltrat agak luas mungkin ditemukan
perkusi yang redup dan auskultasi suara bronkhial dan suara tambahan ronkhi basah kasar
yang nyaring. Namun bila infiltrat diliputi penebalan pleura, suara tambahan menjadi
vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, pada perkusi akan diperoleh
hasil hipersonor atau timpani dan suara auskultasi amforik. Pada TB paru lanjut dengan
fibrosis luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot interkostal. Bagian paru yang sakit
menciut dan menarik isi mediastinum atau paru yang lain. Paru yang sehat jadi
hiperinflasi. Keadaan lanjut TB paru dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis
(hipertensi pulmonalis) yang diikuti terjadinya kor pulmonale dan gagal jantung kanan
sehingga akan dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonale dengan gagal jantung kanan
seperti takipnea, takikardi, sianosis, right ventrikular lift, right artikular gallop, murmur
Graham Steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat,
hepatomegali, ascites dan edem.
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit baru
dicurigai dengan didapatkan adanya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau
uji tuberkulin positif. Radiologis.

b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radilogis merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi
tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru tetapi dapat juga
mengenai bagian inferior atau daerah hilus yang menyerupai tumor paru. Pada awal
penyakit saat lesi masih menyerupai sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa
bercak seperti awan dan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan
ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas tegas. Pada kavitasi bayangan
berupa cincin berdinding tipis. Pada kalsifikasi bayangan tampak bercak padat dengan
densitas tinggi. Pada ateletaksis terlihat fibrosis luas dengan penciutan pada sebagian,
satu lobus atau satu bagian paru. Gambaran tuberkulosis miliar tampak berupa bercak
halus yang umumnya tersebar rata di seluruh lapang paru. Pemeriksaan radiologis lain
yang dapat dilakukan adalah bronkografi, CT scan dada atau juga MRI.

33
c. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada darah, sputum dan tes tuberkulin.
Darah. Pemeriksaan tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada TB baru akan didapatkan
leukosit meninggi dengan hitung jenis bergeser ke kiri, jumlah limfosit masih normal dan
LED mulai meningkat. Sputum. Pemeriksaan sputum adalah penting untuk menemukan
kuman BTA. Pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang telah diberikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila paling tidak ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan. Untuk pemeriksaan BTA, bahan selain sputum
dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan
lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin atau tinja.
Lekosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri.
Limfosit masih dibawah normal.LED meningkat. Hasil pemeriksaan darah
didapatkan:
1. anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer
2. gama globin meningkat
3. kadar natrium darah menurun
Pemeriksaan serologis yang banyak dipakai peroksidase anti peroksida (PAP-TB),
tapi kurang bermanfaat bila digunakan sebagai sarana tunggal untuk diagnosis TB.
Prinsip dasarnya, menentukan adanya antibody IgG yang spesifik terhadap antigen M.
tuberculosae.
d. Tes tuberkulin.
Pemeriksaan ini dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis
terutama pada anak-anak (balita). Tes ini dilakukan dengan menyuntikan 0,1 cc
tuberkulin secara intrakutan. Tes ini hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau
pernah terinfeksi kuman TB atau mendapat vaksinasi BCG. Tes tuberkulin (mnataoux)
dinyatakan posotif apabila diperoleh indurasi 10 mm setelah 48-72 jam tuberkulin
disuntikkan.

LO 4.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding TB

1. Bronkopneumonia : Gejala awal : Rinitis ringan, Anoreksia, Gelisah, jika berlanjut


sampai Demam, Malaise, Nafas cepat dan dangkal.

34
2. Kanker paru : Kanker paru-paru stadium dini seringkali tidak menunjukkan gejala
apapun. Tapi dengan bertumbuhnya kanker, gejala yang umum terjadiantara lain:
- Batuk yang terus bertambah berat atau tidak kunjung sembuh
- Kesulitan bernafas, misalnya sesak nafas
- Nyeri dada yang terus menerus
- Batuk darah
- Suara serak
- Infeksi paru-paru yang sering, misalnya pneumonia
- Selalu merasa sangat letih
- Kehilangan berat badan
1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Bronkiektasis
4. Pneumonia aspirasi

LO 4.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana TB

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan
obat utama dan tambahan.

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

Obat yang dipakai:


1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
· INH
Rifampisin
· Pirazinamid
· Streptomisin
· Etambutol
1. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
· Kanamisin
· Amikasin
· Kuinolon
· Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin +
asam klavulanat
· Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
o Kapreomisin
o Sikloserino
o PAS (dulu tersedia)
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
Kemasan
- Obat tunggal,

35
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
Dosis OAT
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT

Ob Dosis Dosis yg dianjurkan DosisM Dosis (mg) /


at (Mg/K aks berat badan
g (mg) (kg)
BB/Ha Harian ( Intermitten (mg/Kg/B < 40 40- >6
ri) mg/ B/kali) 60 0
kgBB / h
ari)
45 60
R 8-12 10 10 600 300
0 0
30 45
H 4-6 5 10 300 150
0 0
10 15
Z 20-30 25 35 750
00 00
10 15
E 15-20 15 30 750
00 00
Sesu
75 10
S 15-18 15 15 1000 ai
0 00
BB

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti
utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD)
dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi
dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis
kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan
kombinasi dosis tetap antara lain:
1.Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan
standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi

Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap


Fase intensif Fase lanjutan

36
2 bulan 4 bulan
BB Harian Harian 3x/minggu Haria 3x/minggu
n
RHZE RHZ RHZ RH RH
150/75/400/27 150/75/40 150/150/50 150/7 150/150
5 0 0 5
30-37 2 2 2 2 2
38-54 3 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang
telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam
batas dosis terapi dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek
samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang
mampu menanganinya.
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
· TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau : 2 RHZE/ 6HE atau 2 RHZE /
4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi
- TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau : 6 RHE atau 2 RHZE/
4R3H3
-TBparukasuskambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE.
Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji
resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
-TBParukasusgagalpengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh
paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18
bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan
pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan
hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat
RHE selama 5 bulan.
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai

37
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT
dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk
memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan
penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
2) BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama
b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan
diteruskan
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.
· TB Paru kasus kronik
- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat
lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru

Tabel 4. Ringkasan paduan obat


Kategor Kasus Paduan obat yang diajurkan Keterangan
i
I - TB paru BTA +, 2 RHZE / 4 RH atau
2 RHZE / 6 HE
BTA - , lesi *2RHZE / 4R3H3
luas

II - Kambuh -RHZES / 1RHZE / sesuai hasil Bila


-Gagal uji resistensi atau 2RHZES / streptomisin
pengobatan 1RHZE / 5 RHE alergi, dapat
-3-6 kanamisin, ofloksasin, diganti
etionamid, sikloserin / 15-18 kanamisin
ofloksasin, etionamid,
sikloserin atau 2RHZES /
1RHZE / 5RHE
II - TB paru putus Sesuai lama pengobatan
berobat sebelumnya, lama berhenti

38
minum obat dan keadaan klinis,
bakteriologi dan radiologi saat
ini (lihat uraiannya) atau
*2RHZES / 1RHZE /
5R3H3E3
III -TB paru BTA 2 RHZE / 4 RH atau
neg. lesi minimal 6 RHE atau
*2RHZE /4 R3H3
IV - Kronik RHZES / sesuai hasil uji
resistensi (minimal OAT yang
sensitif) + obat lini 2
(pengobatan minimal 18 bulan)
IV - MDR TB Sesuai uji resistensi + OAT
lini 2 atau H seumur hidup
Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB
EFEK SAMPING OAT

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.


Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan.

Isoniazid (INH)

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.


Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan.

Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simptomatis ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang
diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu
dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari

39
gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi
walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air
liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak
perlu khawatir.

Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB
pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-
kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan
berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi
demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya


ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan
okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya
15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu.
Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat
dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan
okuler sulit untuk dideteksi

Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring
dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan
meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping
yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah
dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai
sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan
(jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat
terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat
dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

40
LO 4.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi TB

Komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut menurut Depkes (2005):
a. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau retraktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,ginjal dan sebagainya.
f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap dirumah sakit. Penderita
TBC paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa
mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus sembuh. Pada
kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan
simtomatis. Bila pendarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik (Depkes,
2005).

LO 4.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan TB

Pencegahan pada orang dewasa :


Bagi mereka yang tergolong high risk group (penderita DM, morbus hansen,
AIDS,dsb) pemberian profilaksis INH dapat dipertimbangkan. Pada mereka yang
mengidap kelainan-kelaian bekas TB dan belum pernah menerima pengobatan spesifik
lengkap sebelumnya, pemberian profilaksis perlu demi mencegah kekambuhan di
kemudian hari. Untuk tujuan profilaksis ini dapat dipakai INH dosis 300-400 mg/hari
selama 12 bulan.
Pencegahan TB pada Anak :
Profilaksis dengan INH indikasinya ialah konversi dari tes tuberkulin (–) menjadi
(+) yang bukan dikarenakan vaksin BCG. Perlindungan bagi anak terhadap TB primer
serta komplikasi-komplikasinya vaksinasi BCG dapat diandalkan dengan syarat
vaksinnya baik, teknik penyuntikannya baik, dan anak tsb mempunyai respons imun
seluler yang baik pula.
LO 4.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis TB
Bila tidak menerima pengobatan spesifik :
- 25% meninggal dunia dalam 18 bulan
- 50% meninggal dalam 5 tahun
- 8-12.5 % menjadi chronic exeretors, yakni terus-menerus mengeluarkan basil TB
dalam sputumnya (sumber penularan)

41
Sisanya mengalami kesembuhan dengan spontan dengan bekas berupa proses fibrotik dan
perkapuran
Bila diberikan pengobatan spesifik (sesuai aturan sebenarnya) :
Pengobatan spesifik hanya membunuh basil TB saja, namun kelainan paru yang
sudah ada pada saat pengobatan spesifik dimulai tidak akan hilang sehingga keluhan-
keluhan yang disebabkannya belum tentu hilang secara sempurna saat terapi spesifik
selesai, bahkan dapat bertahan selama hidup. Bila diberikan pengobatan spesifik (tidak
memenuhi syarat) penderita tidak akan sembuh, dan basil TB yang tadinya resisten
terhadap obat-obatan yang dipakai akan menjadi resisten. Akibatnya penderita sukar
disembuhkan dan menularkan basil-basil resisten pada sekelilingnya.

LO 4.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis TB


Ad vitam: ad bonam
Prognosis ad bonam karena keadaan yang ditemukan pada pasien ini bukan
kondisi yang berat yang dapat menyebabkan kematian.Perlu pemeriksaan lebih lanjut
apakah pada pasien terdapat infeksi HIV atau tidak.

Ad sanationam: dubia ad malam


Kemungkinan terjadinya infeksi TB berulang pada kasus ini cukup tinggi,
disebabkan oleh pertimbangan pasien pernah mengalami TB paru sebelumnya (gambaran
fibrotic pada foto Rontgen paru).Selain itu kemungkinan pengobatan TB paru pasien
sebelumnya tidak tuntas. Pengobatan TB yang tidak tuntas dikhawatirkan akan membuat
kuman TB menjadi resisten.

Ad fungsionam: dubia ad malam


Penyakit TB paru biasanya meninggalkan “tanda mata” berupa kalsifikasi dan
jaringan fibrosis pada jaringan parenkim paru yang terinfeksi.Adanya jaringan fibrosis ini
terlihat pada foto Rontgen thorax pasien. Jaringan yang sudah terkalsifikasi dan berubah
menjadi jaringan fibrosis bersifat irreversible sehingga tidak akan sepenuhnya kembali
berfungsi normal.

LI 5 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi TB


LO 5.1 Memahami dan Menjelaskan P2M

Sebagai salah satu program penanggulangan TB pada tahun 1994, pemerintah


Indonesia bekerja sama dengan World Health Organization (WHO), melaksanakan suatu
evaluasi bersama yang menghasilkan
rekomendasi, perlunya segera dilakukan perubahan mendasar yang kemudian disebut
sebagai Strategi DOTS. Sejak saat itulah dimulailah era baru pemberantasan TB di
Indonesia (Depkes, 1999).
Upaya penurunan angka penderita TB paru yang telah dilakukan oleh pihak
program pada tahun 1995 berupa pemberian obat intensif melalui puskesmas ternyata
kurang berhasil. Survei pada tahun 1995 menunjukkan
bahwa TB merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan
penyakit saluran pernafasan pada semua golongan dan nomor satu dari golongan infeksi
(Depkes, 2007).

42
Lima kunci utama dalam strategi DOTS yaitu: (1) Komitmen; (2) Diagnosis yang
benar dan baik; (3) Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat; (4)Pengawasan penderita
minum obat; (5) Pencatatan dan pelaporan penderita
dengan sistem kohort (WHO, 2006). Kunci sukses penanggulangan TB adalah
menemukan penderita dan mengobati penderita sampai sembuh. WHO menetapkan
target global Case Detection Rate (CDR) atau penemuan
kasus TB menular sebesar 70%, dan Cure Rate (CR) atau angka kesembuhan/
keberhasilan pengobatan sebesar 85%.

Sejak DOTS diterapkan secara intensif terjadi penurunan angka kesakitan TB


menular yaitu pada tahun 2001 sebesar 122 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2005
menjadi 107 per 100.000 penduduk. Hasil yang dicapai
Indonesia dalam menanggulangi TB hingga saat ini telah meningkat. Angka penemuan
kasus TB menular yang ditemukan pada tahun 2004 sebesar 128.981 orang (54%)
meningkat menjadi 156.508 orang (67%) pada tahun 2005. Keberhasilan pengobatan TB
dari 86,7 % pada kelompok penderita yang ditemukan pada tahun 2003 meningkat
menjadi 88,8 % pada tahun 2004 (Depkes, 2004). Selain itu mulai tahun 2003
dipergunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dalam bentuk Kombipak bagi penderita
dewasa dan anak dan didukung pula dalam kebijakan pemerintah melalui Surat
Keputusan tentang pemberian gratis Obat Anti Tuberkulosis dan Obat Anti Retro Viral
untuk HIV/AIDS (Depkes, 2005).

LO 5.2 Memahami dan Menjelaskan PMO


Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Sejak tahun 1995, manajemen operasional yang
menyesuaikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) menekankan adanya pengawas menelan obat (PMO) untuk setiap penderita
TB paru dengan harapan dapat menjamin keteraturan minum obat bagi setiap penderita
selama masa pengobatan.
1. Persyaratan/ kriteria PMO
a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun
penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita.
b. Seseorang yang tinggal dekat penderita.
c. Bersedia membantu penderita dengan sukarela.
d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita.

2. Siapa yang bisa jadi PMO


Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya,
Sanitarian, Juru Imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau
tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga (Depkes, 2007).

3. Tugas seorang PMO


Menurut PDPI (2006), tugas PMO antara lain:
o Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik.
o Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.

43
o Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah
ditentukan yaitu akhir bulan kedua, 1 bulan sebelum akhir pengobatan dan atau
akhir bulan pengobatan.
o Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga
selesai.
o Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau
menelan obat serta merujuk pasien bila efek samping memberat.
o Melakukan kunjungan rumah (jika PMO bukan anggota keluarga)
o Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang mempunyai
gejala-gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan diri kepada petugas
kesehatan.

LO 5.3 Memahami dan Menjelaskan Cara Penularan


Sebagian besar basil Mycobacterium masuk ke dalam jaringan paru
melaluairborne infection). Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman
ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi
kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru
ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran
nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Depkes, 2007).

LO 5.4 Memahami dan Menjelaskan Faktor Predisposisi


1. Akses organisme/lingkungan organisme
Kontak erat dengan terjadinya infeksi ini. Karena itu infeksi sering terjadi pada keadaan
kerja yang kumuh dan tak higienis atau pada keadaan kehidupan yang kumuh dan tak
higienis.
2. Kerentanan
Sampai tingkat tertentu terdapat variabilitas individu dalam kerentanan.
3. Faktor-faktor lokal.
Terdapatnya penyakit paru-paru kronik sebelumnya merupakan predisposisi yang sudah
mapan.
4. Faktor-faktor umum
Fakotr sosial dan ekonomi merupakan hal penting karena hal ini secara predominan
merupakan penyakit pada mereka yang kekurangan gizi dan kurnag diperhatikan
5. Terapi kortikosteroid

LO 5.5 Memahami dan Menjelaskan Prevalensi


Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di
dunia. Setiap tahun terdapat 9 juta kasus baru dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta
manusia. Di semua negara telah terdapat penyakit ini, tetapi yang terbanyak di Afrika
sebesar 30%, Asia sebesar 55%, dan untuk China dan India secara tersendiri
sebesar 35% dari semua kasus tuberkulosis.

Laporan WHO (global reports 2010), menyatakan bahwa pada tahun 2009 angka
kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9,4 juta (antara 8,9 juta hingga 9,9 juta jiwa) dan

44
meningkat terus secara perlahan pada setiap tahunnya dan menurun lambat seiring
didapati peningkatan per kapita. Prevalensi kasus TB di seluruh dunia sebesar 14 juta
(berkisar 12 juta sampai 16 juta). Jumlah penderita TB di Indonesia mengalami
penurunan, dari peringkat ke tiga menjadi peringkat ke lima di dunia, namun hal ini
dikarenakan jumlah penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria melebihi dari jumlah
penderita TB di Indonesia.

Estimasi prevalensi TB di Indonesia pada semua kasus adalah sebesar 660.000


dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat
TB diperkirakan 61.000 kematian per tahun. Selain itu, kasus resistensi merupakan
tantangan baru dalam program penanggulangan TB. Pencegahan meningkatnya kasus TB
yang resistensi obat menjadi prioritas penting.
Laporan WHO tahun 2007 menyatakan persentase resistensi primer di seluruh
dunia telah terjadi poliresistensi 17,0%, monoresistensi terdapat 10,3%, dan Tuberculosis
- Multidrug Resistant (TB-MDR) sebesar 2,9 %. Sedangkan di Indonesia resistensi
primer jenis MDR terjadi sebesar 2%.

LO 5.6 Memahami dan Menjelaskan Persebaran Biografi


Sebagian besar orang yang telah terinfeksi, 80-90% belum tentu menjadi
sakittuberkulosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka
tersebut bisa berada dalam keadaan dorman atau tidur, dan keberadaan kuman
dormantersebut dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Mereka yang menjadi sakit
disebutsebagai “ penderita tuberkulosis “, biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-
6 bulan setelah terjadi infeksi. Mereka yang tidak sakit, tetap mempunyai
resiko untuk menderita tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka.
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi
di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan
estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB
diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan
percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV
dinyatakan sebagai epidemic terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan
perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5%
(generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi
dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas
untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar
190.000- 400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%.

Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih


rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan
pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya.
Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara
pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang
mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilanpengobatan pada
tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah

45
ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya
terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB

BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian
angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada
kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak
pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.

LO 5.7 Memahami dan Menjelaskan Penemuan Kasus Baru


Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan
langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan
penyembuhan penderita TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan
dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan
pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.
Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan
tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung dengan penyuluhan
secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan
cakupan penemuan tersangka penderita TB. Pemeriksaan terhadap kontak penderita TB,
terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang
menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Penemuan secara aktif dari rumah
ke rumah, dianggap tidak cost efektif tahun terakhir. Probabilitas terjadinya resistensi
obat TB lebih tinggi di rumah sakit dan sektor swasta yang belum terlibat dalam program
pengendalian TB nasional sebagai akibat dari tingginya ketidakpatuhan dan tingkat drop
out pengobatan karena tidak diterapkannya strategi DOTS yang tinggi.

Data dari penyedia pelayanan swasta belum termasuk dalam data di program
pengendalian TB nasional. Sedangkan untuk rumah sakit, data yang tersedia baru berasal
dari sekitar 30% rumah sakit yang telah melaksanakan strategi DOTS. Proporsi kasus TB
dengan BTA negatif sedikit meningkat dari 56% pada tahun 2008 menjadi 59% pada
tahun 2009. Peningkatan jumlah kasus TB BTA negatif yang terjadi selama beberapa
tahun terakhir sangat mungkin disebabkan oleh karena meningkatnya pelaporan kasus TB
dari rumah sakit yang telah terlibat dalam program TB nasional.

Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai 30.806 termasuk 1,865 kasus
BTA positif. Proposi kasus TB anak dari semua kasus TB mencapai 10.45%. Angka-
angka ini merupakan gambaran parsial dari keseluruhan kasus TB anak yang
sesungguhnya mengingat tingginya kasus overdiagnosis di fasilitas pelayanan kesehatan
yang diiringi dengan rendahnya pelaporan dari fasilitas pelayanan kesehatan.

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk Dalam Islam


Batuk bukanlah suatu penyakit. Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di
saluran pernapasan dan merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap
iritasi di tenggorokan karena adanya lendir, makanan, debu, asap dan sebagainya.
Batuk terjadi karena rangsangan tertentu, misalnya debu di reseptor batuk
(hidung, saluran pernapasan, bahkan telinga). Kemudian reseptor akan mengalirkan lewat

46
syaraf ke pusat batuk yang berada di otak. Di sini akan memberi sinyal kepada otot-otot
tubuh untuk mengeluarkan benda asing tadi, hingga terjadilah batuk.
Etika batuk :
 Tutup hidung dan mulut dengan tisu,saputangan atau kain.
 Jika tidak ada jangan tutup menggunakan tangan melainkan gunakan lengan
dalam baju.
 Segera buang tisu yang sudah dipakai kedalam tempat sampah
 Cuci tangan dengan menggunakan sabun atau pencuci tangan berbasis alkohol
 Gunakan masker jika sedang sakit atau ada yang sakit disekitar kita
 Tidak sembarangan membuang dahak ataupun ludah setelah batuk

47
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Geo F, Janet S. Butel, Stephen A Morse. 2008. Jawetz, Melnick,& Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran ed.23, ab. Huriawati Hartanto, dll. Jakarta: EGC
Ethel, Sloane. Anatomi dan Fisiologi Pemula. EGC. Jakarta
Ganong,William F.2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed 22, ab. Brahmn
U.Pendit.Jakarta:EGC
Gunawan SG, Setiabudi R, Nafraldi. 2008. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Guyton AC, Hall JE. 2007. Fisiologi kedokteran ed XI, ab. Irawati et al. Jakarta : EGC
Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC.
Price , Selvia A, Lorraine M. Wilson . 2006. Patofisiologi vol 1, ed VI, ab. Brahmn U.Pendit et
al. Jakarta:EGC
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed II, ab. Brahmn U.Pendit. Jakarta:
EGC
Snell. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran
Sudoyo W, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : FKUI
http://www.medicastore.com
http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=427
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html

48

Anda mungkin juga menyukai