Anda di halaman 1dari 2

Reformasi Birokrasi dan Revolusi Industri 4.

0
Bandung – Kemajuan teknologi informasi digital saat ini telah melanda seluruh belahan dunia.
Kondisi ini memaksa pemerintah di seluruh dunia melakukan reposisi peran dan fungsinya agar
mampu bersaing. Birokrasi sebagai tulang punggung pemerintah secara otomatis harus
menyesuaikan berbagai perubahan tersebut agar tidak menjadi beban bagi pemerintah.

Deputi Kepala Staf Kepresidenan Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Budaya dan
Ekologi Strategis Yanuar Nugroho mengatakan, kemajuan teknologi dan informasi saat ini telah
mengubah lanskap zaman. Hal ini ditandai dengan konsep jarak, ruang dan waktu yang semakin
tereduksi karena teknologi.

“Apa yang terjadi di belahan dunia lain dapat kita ketahui secara langsung melalui berbagai
platform aplikasi yang tersedia. Hal ini ditunjang dengan perkembangan ponsel pintar, internet,
media sosial, serta peningkatan penggunanya,” jelasnya saat menjadi pembicara dalam
Konferensi Nasional Ilmu Administrasi dengan tema “Strategi Administrasi Pembangunan dalam
Merespon Revolusi Industri 4.0, yang digelar STIA LAN Bandung, Rabu (17/10).

Menurut Yanuar, Indonesia yang merupakan negara berkembang juga tak lepas dari
perkembangan tersebut. Masyarakat kini banyak mengadopsi cara baru dalam aktivitas sehari-
hari, misalnya dalam hal belanja yang kini dilakukan secara on line, mengurangi penggunaan
uang tunai karena memanfaatkan uang digital, serta berbagai aplikasi untuk memudahkan
aktivitas.

“Hal ini menjadi penanda pokok telah terjadinya pergeseran menuju industri 4.0, dimana ada
penyatuan antara dunia fisik, digital dan biologi secara on line. Industri 4.0 juga ditandai dengan
pemanfaatan komputasi dalam suatu jaringan internet untuk menjalankan program atau aplikasi
melalui komputer-komputer yang terkoneksi pada waktu yang sama.

Adanya revolusi industri 4.0, menurut Yanuar, telah menyebabkan banyak sekali dampak, baik
itu positif ataupun negatif. World Economic Forum memperkirakan, selama kurun waktu 2015-
2020 diperkirakan jutaan pekerjaan akan berkurang dan digantikan dengan mesin, robot,
artificial intelligence, serta perangkat komputasi lainnya.

“Sekarang ini digitalisasi adalah masa depan, dan ekonomi digital menjadi penggerak
perekonomian. Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana birokrasi kita mempersiapkan diri
terhadap tantangan globalisasi dan digitalisasi ini,” jelasnya.

Menurut Yanuar, dengan kondisi ASN sebanyak 4,37 juta orang dengan tingkat demografi yang
masih belum ideal merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah. Belum idealnya demografi PNS
itu tercermin dari sebanyak 43 persen PNS yang merupakan kelompok fungsional administrasi
umum dengan modus usia di kisaran 51 tahun sebanyak 20,36 persen. Masalah lain yang
dihadapi oleh birokrasi pemerintah adalah rendahnya kompetensi dan performa para Pejabat
Pimpinan Tinggi sebanyak 34,5 persen.
“Sektor birokrasi kita masih banyak masalah, khususnya kualitas SDM. Padahal alokasi belanja
pegawai trennya meningkat terus dari tahun ke tahun tetapi out come-nya tidak jelas. Hal ini juga
diperkuat dengan Indeks Efektivitas Pemerintah kita yang cenderung stagnan. Bahkan diantara
negara ASEAN, Indonesia masih berada di peringkat lima, sedangkan di dunia peringkat ke 95.
Ini menjadi penanda bahwa mesin birokrasi kita masih lambat,” jelasnya.

Kebijakan Pemerintah

Berbagai tantangan yang dihadapi dalam revolusi industri 4.0 itu, menurut Yanuar, dijawab
pemerintah dengan memerintahkan exercise dan redistribusi ASN untuk memperluas akses
layanan sampai ke pelosok tanah air.

“Pemerintah berupaya hadir dengan menempatkan para tenaga kesehatan, dokter dan tenaga
pendidikan hingga ke pulau-pulau terluar dan terpencil. Selain itu, berbagai pelayanan publik
juga dihadirkan di wilayah-wilayah tersebut. Hal ini sebagai upaya pemerataan terhadap hasil
pembangunan,” kata dia.

Hal lain yang juga menjadi fokus pemerintah adalah penguatan tata kelola dan manajemen ASN,
implementasi e-govt terintegrasi, serta kualitas dan inovasi pelayanan publik. Persoalan lain yang
juga tak kalah penting adalah penguatan akuntabilitas dan sistem pengawasan internal.

Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Bappenas Slamet Soedarsono
mengatakan pemerintah berupaya melakukan sejumlah langkah strategis dengan melakukan
perbaikan terhadap kerangka kebijakan, kelembagaan, pendanaan, serta regulasi.

Slamet merinci, pada aspek kerangka kebijakan, pemerintah mendorong percepatan pelaksanaan
berusaha dengan mengeluarkan Perpres No. 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan
Berusaha, kebijakan e-government, kebijakan satu data, kebijakan satu peta serta open
government Indonesia. Sementara dalam kerangka kebijakan, pemerintah melakukan penguatan
terhadap kapasitas SDM dan kolaborasi antara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

“Keseriusan itu diwujudkan dengan Perpres No. 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan
Berbasis Elektronik, serta Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perijinan
Berusaha secara Elektronik. Ini sejumlah langkah yang dilakukan dalam menghadapi era Industri
4.0,” jelasnya. (budiprayitno)

Anda mungkin juga menyukai