Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH SGD

KEPERAWATAN ENDOKRIN II
ASUHAN KEPERAWATAN KOMA MIKSEDEMA DAN KRISIS TIROID

KELAS A1 2015
KELOMPOK 5

Fasilitator :
Erna Dwi Wahyuni , S. Kep. Ns., M.Kep

ANGGOTA KELOMPOK:
1 Erlinna Nur Syah Putri (131511133009)
2 Cherlys Tin Lutfiandini (131511133016)
3 Rizky Sekartaji (131511133028)
4 Wahyu Agustin Eka L (131511133033)
5 Risma Wahyuningtyas (131511133035)
6 Firdha Lailil Fadila (131511133117)
7 Adilla Kusuma Dewi (131511133124)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah berkenan
memberi petunjuk dan kekuatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Endokrin II
dengan judul “Asuhan Keperawatan Koma Miksedema dan Krisis Tiroid”
Dalam penyelesaian makalah ini, tidak lepas dari bantuan, bimbingan,
petunjuk dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
kami ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Erna Dwi Wahyuni , S. Kep. Ns., M.Kep selaku guru pembimbing
Keperawatan Endokrin II
2. Rekan-rekan mahasiswa program studi pendidikan ners yang telah banyak
membantu dan memberikan arahan selama penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih diperlukan penyempurnaan


dari berbagai sudut, baik dari segi maupun pemakaian kalimat dan kata-kata yang
tepat. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan makalah ini dan masa yang akan datang.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam melakukan penyususnan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca dan menambah wawasan serta pengetahuan
mengenai asuhan keperawatan Koma Miksedema dan Krisis Tiroid.

Surabaya, 21 Oktober 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ---------------------------------------------------------------- i
Daftar Isi ----------------------------------------------------------------------- ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ---------------------------------------------------- 1
1.2 Rumusan masalah ------------------------------------------------ 2
1.3 Tujuan -------------------------------------------------------------- 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi dan fisiologi --------------------------------------------- 4
2.2 Koma Miksedema
2.1.1 Definisi------------------------------------------------------- 6
2.1.2 Etiologi ------------------------------------------------------- 6
2.1.3 Patofisiologi-------------------------------------------------- 7
2.1.4 WOC ---------------------------------------------------------- 9
2.1.5 Manifestasi Klinis ------------------------------------------- 9
2.1.6 Pemeriksaan Diagnstik-------------------------------------- 10
2.1.7 Penatalaksanaan --------------------------------------------- 10
2.3 Krisis Tiroid
2.1.1 Definisi------------------------------------------------------- 12
2.1.2 Etiologi ------------------------------------------------------- 13
2.1.3 Patofisiologi-------------------------------------------------- 13
2.1.4 WOC ---------------------------------------------------------- 16
2.1.5 Manifestasi Klinis ------------------------------------------- 16
2.1.6 Pemeriksaan Diagnstik-------------------------------------- 17
2.1.7 Penatalaksanaan --------------------------------------------- 18
2.1.8 Komplikasi--------------------------------------------------- 19

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Askep Koma Miksedema------------------------------------------ 21
3.2 Askep Krisis Tiroid------------------------------------------------- 34
3.3 Askep Kasus--------------------------------------------------------- 43

BAB IV PENUTUP------------------------------------------------------------ 51
DAFTAR PUSTAKA ---------------------------------------------------------- 53

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus yang terletak di sebelah kanan trakea,
diikat bersama oleh jaringan tiroid dan yang melintasi trakea disebelah depan.
Kelenjar ini merupakan kelenjar yang terdapat di dalam leher bagian depan
bawah, melekat pada dinding laring.
Hipotiroidisme adalah gangguan umum disertai gambaran klinis yang luas,
pasien dapat asimptomatik atau dapat mengalami sakit berat disetai koma
miksedema. Hipotiroidisme sering terjadi pada wanita dan insidennya
meningkat sesuai usia. Sekitar 10% sampai 15% pasien lansia mengalami
peningkatan TSH akibat hipotiroidisme dan penapisan rutin kelompok berisiko
tinggi sering dilakukan pada lingkungan keperawatan primer. (Morton, 2011)
Menurut data insiden pada umumnya penyakit ini mengenai individu
berusia 30-50 tahun. Hipotiroidisme sering terjadi pada wanita memiliki jumlah
prevelensi 1-2% dan meningkat dengan usia (10% dewasa > 65 tahun). Koma
mixedema merupakan hipotiroidisme paling serius dan sering di picu oleh
penyakit lain. Dan meningkatkan Mortalitas 100 % jika tidak diobati. (Smeltzer,
Suzanne, 2002). Buruknya kondisi pasien dengan koma mixedema bila tidak
ditangani lebih awal dapat berakibat fatal karena dalam keadaan ini dijumpai
dekompensasi satu atau lebih system organ.
Hipertiroidisme adalah meningkatnya kadar T4 dan T3 dalam sirkulasi,
yang terjadi akibat kelenjar tiroid terlalu aktif atau pengeluaran hormon-hormon
tiroid secara berlebihan dari satu atau lebih nodulus tiroid. Jika hipertiroidisme
tidak tertangani dengan baik, kondisi akan mengarah ke krisis tiroid.
Tiroiditis adalah istilah umum yang mengacu pada peradangan
kelenjartiroid. Tiroiditis merupakan peradangan akut kelenjar tiroid, dapat
dikaitkan dengan supurasi yang disebabkan oleh bakteria (seperti stafilokokus,
B-stafilokokus dan pnemokokus) atau dapat bersifat non supratif dan sekunder
akibar virus atau mekanisme imunologik (Manning, dkk.1996)
. Oleh karena itu diperlukan perawatan yang intensif dan pengawasan terus
menerus dan juga yang terpenting adalah pemahaman yang tepat tentang kasus
tersebut terutama mengenai diagnosis dan penalaksanaannya baik secara medis
maupun keperawatan. Sehingga dengan pemahaman tersebut dapat lebih

1
meningkatkan kuliatas dan kuantitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien dengan koma miksedema dan Krisis Tiroid.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang kelompok angkat dalam makalah ini,
antara lain:
a. Bagaimana konsep Teori Koma Miksedema?
b. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Koma Miksedema?
c. Bagaimana konsep Teori Krisis Tiroid?
d. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Krisis Tiroid?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
a. Menjelaskan konsep Koma Miksedema.
b. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan Koma Miksedema.
c. Menjelaskan konsep Krisis Tiroid.
d. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan Krisis Tiroid.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menjelaskan anatomi dan fisiologi kelenjar tiroid
b. Menjelaskan definisi Koma Miksedema.
c. Menjelaskan etiologi Koma Miksedema
d. Menjelaskan patofisiologi Koma Miksedema
e. Menjelaskan manifestasi klinis Koma Miksedema.
f. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic pada Koma Miksedema.
g. Menjelaskan penatalaksanaan Koma Miksedema.
h. Menjelaskan WOC Koma Miksedema
i. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan Koma Miksedema
j. Menjelaskan definisi Kriris Tiroid
k. Menjelaskan etiologi Kriris Tiroid
l. Menjelaskan patofisiologi Kriris Tiroid
m. Menjelaskan manifestasi klinis Kriris Tiroid
n. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic pada Kriris Tiroid
o. Menjelaskan penatalaksanaan Kriris Tiroid
p. Menjelaskan WOC Kriris Tiroid
q. Menjelaskan komplikasi Kriris Tiroid
r. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan Koma Miksedema
s. Menjelaskan askep kasus

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


2.1.1 Anatomi
Kelenjar tiroid terdiri atas dua buah lobus yang terletak di sebelah
kanan dan kiri trakhea, dan diikat bersama oleh secarik jaringan tiroid
yang disebut istmus tiroid dan yang melintasi trakhea di sebelah
depannya.

Gambar 2.1.1 Kelenjar Tiroid (Pustaka Sekolah, 2013)

Struktur Kelenjar tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel yang


dibatasi oleh epitelium silinder , mendapat persediaan darah berlimpah-
limpah dan yang disatukan oleh jaringan ikat. Sel itu mengeluarkan
sekret cairan yang bersifat lekat yaitu koloida tiroid, yang mengandung
zat snyawa yodium; zat aktif yang utama dari senyawa yodium ini adalah
hormon tiroksin. Sekret ini mengisi vesikel dan dari sini berjalan ke
aliran darah darah, baik langsung ataupun melalui saluran limfe. (Pearce,
2008)

Gambar 2.1.2 Kelenjar Tiroid (Pustaka sekolah, 2013)

Hormon tiroid (thyroid hormon, TH) adalah hormon amina yang di


sintesis dan dilepaskan dari kelenjar tiroid. Hormon ini dibentuk ketika
satu atau dua molekul iodin disatukan dengan glikoprotein besar disebut
3
tiroglobulin, yang disintesis di kelenjar tiroid dan mengandung asam
amini tirosin. Kompleks yang mengandung iodin disebut iodotirosin.
Dua iodotirosin kemudian menyatu untuk membentuk dua jenis TH yang
bersirkulasi disebut T3 dan T4. T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total
molekul iodin yang dikandungnya. Sebagian besar (90%) HT yang
dilepaskan ke dalam aliran darah adalah T4 tetapi T3 secara fisiologis
lebih poten (Corwin,2009)
2.1.2 Fisiologi
Sekresi tiroid diatur oleh sebuah hormon dari lobus anterior
kelenjar hipofisis, yaitu oleh hormon tirotropik. Fungsi kelejar tiroid
sangat erat bertalian dnegan kegiatan metabolik dalam hal pengaturan
susunan kimia dalam jaringan; bekerja sebagairangsang proses oksidasi,
mengatur penggunaan oksigen dan dengan sendirinya mengatur
pengeluaran karbon dioksida.
Hiposekresi (hipotiroidisma). Bila kelenjar tiroid kurang
mengeluarkan sekret pada waktu bayi maka mengakibatkan suatu
keadaan yang dikenal sebagai kretinisme, berupa hambatan pertumbuhan
mental dan fisik. Pada orang dewasa, kekurangan sekresi mengakibatkan
miksedema; proses metabolik mundur dan terdapat kecendenrungan
untuk bertambah berat, gerakannya lamban, cara berpikir dan bicara
lamban dan kulit menjadi tebal dan kering, rambut rontok dan menjadi
jarang. Suhu badanya di bawah normal, dan denyut nadi perlahan.
(Pearce, 2008)
Jika gangguan berupa hipotiroid tidak segera ditangani, maka akan
dapat mengakibatkan terjadinya koma miksedema yang menggambarkan
hipotiroid yang paling ekstrem dan berat, dimana pasien mengalami
hipotermia dan tidak sadarkan diri. Sedangkan jika hipertiroid tidak
segera ditangani, maka akan dapat mengakibatkan krisis tiroid berupa
hipertiroid berat yang biasanya terjadi dengan awitan mendadak dan
ditandai dengan hiperpireksia, takikardia yang ekstrim serta perubahan
status mental yang sering terlihat sebagai delirium (Smeltzer & Susanne,
2002).

2.2 Koma Miksedama


4
2.3.1 Definisi
Koma miksedema adalah kedaruratan yang membahayakan jiwa
akibat hipotiroidisme ekstrem yang jarang terjadi. Koma miksedema
biasanya terjadi pada pasien lansia selama musim dingin setelah faktor
pencetus seperti stress, peajanan terhadap suhu dingin yang ektrem, atau
trauma. Selain koma, komplikasi koma miksedemaadalah efusi
perikardium dan pleura, megakolon disetai ileus paralitik, dankejang.
Kematian dapat terjadi jika hipoksia dan hipokapnea berar tidak terobati.
(Hudak, 2012)
Miksedema adalah keadaan lebih lanjut yang diakibatkan oleh
karena kadar hormon tiroid dalam darah berkurang. Karena kurang
aktifnya kelenjar tiroid dalam menghasilkan hormon tiroid atau hormon
tiroid yang dihasilkan terlalu sedikit (Hipotiroidisme). Miksedema
merupakan bentuk hipotiroid terberat, pasien menjadi letargi dan bisa
berlanjut pada keadaan stupor atau Koma Miksedema (John A. Boswick,
1988).
Koma Miksedema adalah keadaan yang mengancam nyawa yang
ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme
termasuk hipotermia tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia,
hipoventilasi, dan penurunan kesadaran yang menyebabkan koma
(Corwin, 2009).

2.3.2 Etiologi
Koma tercetus pada pasien hipotiroid kronis karena terpajan
dingin, infeksi, hipoglikemia, agen depresan pernafasan, reaksi alergi,
atau stres metabolik lainnya. (Graber,dkk.2006)
Koma miksedema lebih sering terjadi pada wanita lansia yang
mengalami tiroiditis otoimun, pajanan yang lama terhadap cuaca dingin
pada individu lansia dapat juga menimbulkan gangguan tersebut
(Corwin, 2009).

2.3.3 Patofisiologi
Pada hipotiroidisme terjadi penurunan metabolisme basal dan
pasien mudah merasa kedinginan. Penggunaan oksigen, ventilasi, dan
eritropoiesis akan berkurang. Berkurangnya lipolisis mendorong

5
peningkatan berat badan dan hiperlipidemia sedangkan berkurangnya
pemecahan kolesterol menjadi asam empedu dengan segera
menyebabkan hiperkolesterolemia sehingga memudahkan terjadinya
aterosklerosis. Gangguan glikogenolisis dan glukoneogenesis dapat
menyebabkan hipoglikemi. Berkurangnya pemecahan
glukosaminoglikan menyebabkan penumpukan senyawa tersebut
diberbagai jaringan dan di kulit dengan konsistensinya menyerupai
adonan yang merupakan alasan mengapa penyakit ini disebut
miksedema. Selain itu fibronektin, kolagen, dan albumin plasma juga
ditimbun di kulit. Berkurangnya perubahan karoten menjadi vitamin A
menyebabkan hyperkeratosis. Demikian juga berkurangnya sekresi
keringat dan sebasea kulit menjadi kering dan produksi panas yang
berkurang membuat kulit terasa dingin. Laju filtrasi glomerulus,aliran
plasma ginjal,dan kapasitas transport tubulus berkurang. Ekskresi ginjal
menurun menyebabkan retensi air dan natrium. Penurunan perangsangan
otot-otot usus menyebabkan konstipasi. Eksitabilitas neuromuskuler juga
berkurang sehingga menyebabkan gangguan fungsi sensorik,
hiporefleksia, kehilangan nafsu makan, kehilangan ingatan, depresi dan
kesadaran berkabut yang bahkan berlanjut menjadi koma. Selain itu
pertumbuhan tulang menjadi terlambat pada anak-anak. Retardasi
pertumbuhan dan kemampuan mental yang terganggu menyebabkan
gambarab kreatinisme yang khas (Lang, 2006).
Hipotiroidisme disebabkan oleh defisiensi pembentukan hormon
tiroid oleh kelenjar tiroid. Kondisi ini dapat primer atau sekunder. Koma
miksedema merupakan kegawatan yang megancam hidup, disebabkan
pada pada keadaan hipotiroidisme ekstrim. Keadaan ini biasanya terjadi
pada pasien lansia selama musim dingin. Hipotiroidisme adalah penyakit
kronis, dengan insiden 10 kali lebih sering terjadi pada wanita daripada
pria, dan terjadi pada semua golongan usia di atas 50 tahun; keadaan ini
kurang umur dibanding hipotiroidisme. Hipotiroidisme dapat primer atau
sekunder. Penyebab primer termasuk kelainan kongenital, kehilangan
jaringan tiroid setelah pengobatan hipertiroidisme, kelainan sintesis
hormon karena proses otoimun, dan pemberian obat antitiroid atau
defisiensi iodin. Penyebab sekunder termasuk resistensi perifer terhadap
6
hormon tiroid, tumor atau infark pituitari, dan gangguan hipotalamus.
Hipotiroidisme transien dapat terjadi setelah penghentian pengobatan T3
dan T4 jangka panjang. Hipotiroidisme umumnya mempengaruhi semua
sistem tubuh; rendahnya laju metabolik basal, penurunan energi
metabolisme, dan pembentukan panas merupakan ciri-cirinya.
Miksedema yang diakibatkan oleh perubahan komposisi dermis dan
jaringan lain. Jaringan ikat dipisahkan oleh peningkatan jumlah protein
dan mukopolisakarida; jaringan ini mengikat air, menyebabkan edema
nonpitting, boogy, terutama di sekitar mata, tangan, dan kaki juga
bertanggung jawab terhadap penebalan lidah dan laring dan membran
mukosa faring, mengakibatkan bicara tidak jelas dan sakit tenggorok.
Selain gejala-gejala klinis dari hipotiroidisme, penurunan T3 dan T4
bebas adalah temuan yang umum. (Hudak & Gallo,2012)

7
2.3.4 WOC

2.3.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis menurut (Baughman, 2000):
a. Gejala dini umum yang tidak spesifik
b. Keletihan ekstrem
c. Kulit menjadi menebal, rambut menipis dan rontok; wajah menjadi
tanpa ekspresi dan seperti topeng
d. Suara parau dan serak
Pasien dengan miksedema lanjut mengalami hipotermik.
secara abnormal sensitif pada sedaif, opiat dan preparat anastetik;
obat-obat ini diberikan dengan kewaspadaan penuh.
Menurut Linda (2009), manifestasi klinis koma miksedema adalah
sebagai berikut:
a. Kulit pucat, dengan warna kekuningan yang dihasilkan dari
peningkatan deposito karoten.
b. Penurunan metabolic rate ditandai dengan hipotermia, hypoventilasi,
hypoxemia, hyponatremia, hipoglikemia, bradicardia,
hipercolesterol, hyperlipidemia dan anemia.
c. Output urine menurun
d. Peristaltic usus menurun,anoreksia,kelebihan BB,konstipasi
e. Kelemahan,somnolen,suara parau,depresi,apatis,letargi.
f. Penurunan reabsorpsi tulang

2.3.6 Pemeriksaan Diagnostik


8
Penurunan T3 dan T4 bebas adalah hal yang paling umum terjadi,
sedangkan natrium biasanya menurun dan kalium meningkat. TSH
meningkat secara mencolok pada hipotiroidisme primer. Analisis gas
darah arteri (GDA) biasanya menunjukkan hiperkapnea berat disertai
penurunan tegangan oksigen arteri (PaO2) dan peningkatan tegangan
karbon dioksida arteri (PaCO2). (Morton, 2011)
Pemeriksaan radiologis menunjukkan adanya efusi pleura.
Sedangkan perubahan EKG menunjukkan adanya bradikardia, interval
PR yang berkepanjangan, dan penurunan amplitudo gelombang P dan
kompleks QRS (Linda, 2009).
Diagnosis yang ditegakkan berdasarkan indeks kecurigaan yang
tinggi. Pemeriksaan tiroid yang mengindikasikan hipotiroidisme primer
(Stillwell, 2011), yaitu:
a. Peningkatan kadar hormon perangsang tiroid (TSH) (Tes Standar
Emas) dan indeks tiroksin bebas yang rendah (jika hasil pemeriksaan
TSH tidak definitif).
b. Hiponatremia dan hipoglikemia mungkin terjadi
c. EKG menunjukkan voltase rendah, interval QT memanjang, dan
gelombang T datar atau invers.
d. Kadar kortisol juga mungkin rendah.

2.3.7 Penatalaksanaan
2.3.7.1 Penatalaksanaan medis
Pendekatan multisistem harus digunakan dalam perawatan
kedaruratan dalam kondisi ini (Morton, 2011), diantaranya:
a. Ventilasi mekanik digunakan mengendalikan hipoventilasi,
hiperkapnea, dan henti nafas.
b. Pemberian salin normal hipertonik dan glukosa secara
intravena mengoreksi keadaan hiponatremia dan
hipoglikemia.
c. Pemberian cairan disertai terapi vasopressor dapat diperlukan
untuk mengoreksi hipotensi.
d. Terapi farmakologis meliputi pemberian hormon tiroid dan
kortikosteroid. Terdapat banyak pendekatan untuk aspek
penatalaksanaan medis ini. Terapi obat awal meliputi 300 –
500 µg T4 secara intravena untuk menjenuhkan sema protein
yang berikatan dan mempertahankan kadar T4 tetap relatif
9
normal. Dosis lanjutan dapat meliputi 100 µg setiap hari. T3
oral atau inravena merupakan instruksi alternatif. Panduan
penggantin T3 adalah25 µg secara intravena setiap 8 jam
untuk 24 jam sampai 48 jam pertama. Dosis T3 oral setiap 8
jam juga diresepkan.
e. Penggantian hormon harus diberikan perlahan-lahan dan
pasien harus dipantau terus-menerus selama pengobatan
untuk menghindari peningkatan kebutuhan metabolik yang
tiba-tiba dan infark miokard. Penggantian cairan dan
menghangatkan kembali pasien juga harus dilakukan dengan
urutan teratur untuk menghindari komplikasi.
f. Penanganan distensi abdomen dan impaksi feses dan
penatalaksanaan hipotermia dengan penghangatan pasien
kembali secara bertahap menggunakan selimut dan kaos
kaki. Alat mekanis tidak digunakan. Status neurologis dan
perubahan tingkat kesadaran pasien dipantau. Dilakukan
tindakan pencegahan kejang.
g. Ketika pasien dalam keadaan koma, perawatan meliputi
pencegahan komplikasi akibat aspirasi, imobilitas, kerusakan
kulit, dan infeksi. Fungsi jantung dan pernafasan dibantu.
h. Penyuluhan pasien, tindak lanjut keluarga, pelaksanaan
kewaspadaan medis, dan pelibatan dukungan masyarakat
mungkin diperlukan untuk pasien kompleks ini.
Beberapa penanganan pada pasien koma miksedema
(Graber,dkk.2006), diantaranya:
a. Penggantian tiroid, untuk meningkatkan kadar hormon
tiroid
b. Oksigen tambahan dan intubasi/ventilasi mekanis, untuk
memperbaiki ventilasi/oksigenasi.
c. Metode pemanasan, untuk memperbaiki
ventilasi/oksigenasi.
d. Kristaloid dan agen vasopresor, untuk memperbaiki
stabililitas hemodinamik.
e. 500 mikrogram tiroksin (T4) IV yang diikuti dengan
tiroksin oral 0,1 mg setiap hari. T4 IV dapat digantikan
dengan 40 mikrogram T3 IV jika tersedia.

10
f. Hiponatremia dan hipoglikemia sering terjadi dan harus
diobati dengan benar.
g. Hipotermia atau kehilangan panas harus dihindari.

2.3.7.2 Penatalaksanaan keperawatan :


a. Diet rendah kalori.
b. Hindari hipotermia atau kehilangan panas dengan
memberikan selimut tebal kepada klien (pengaturan suhu).
c. Monitoring BGA secara teratur
d. Monitoring vital sign
e. Health Education

2.3 Krisis Tiroid


2.3.1 Definisi
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan tirotoksikosis yang secara
mendadak menjadi hebat dan disertai antara lain adanya panas badan,
delirium, takikardi,dehidrasi berat dan dapat dicetuskan oleh antara lain:
infeksi dan tindakan pembedahan.
Krisis tiroid (Thyroid Storm) adalah komplikasi serius dari
tirotoksikosis dengan angka kematian 20-60%. Merupakan kejadian yang
jarang, tidak biasa dan berat dari hipertiroidisme. Krisis tiroid mengacu
pada kejadian mendadak yang mengancam jiwa akibat peningkatan dari
hormon tiroid sehingga terjadi kemunduran fungsi organ.

2.3.2 Etiologi
Menurut Sherwood (2012) disfungsi tiroid berupa hipertiroid
yang dapat menjadi krisis tiroid dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu adanya long-acting thyroid stimulator (penyakit graves) yang
ditandai dengan peningkatan hormone T3 dan T4 dalam sirkulasi dengan
penurunan hormone TSH Sekunder karena sekresi berlebihan
hipotalamus atau hipofisis anterior yang ditandai dengan peningkatan
hormone T3 dan T4 sebagai hasil dari peningkatan TRH pada
hipotalamus dan TSH pada hipofisis anterior.
Walaupun etiologinya belum jelas, namun terdapat beberapa
faktor yang disinyalir memicu krisis tiroid, diantaranya : infeksi, trauma,
pembedahan non tiroid, tiroidectomi, reaksi insulin, kehamilan,

11
pemberhentian terapi anti tiroid mendadak, hipertiroid yang tidak
terdiagnosa.

2.3.3 Patofisiologi
T RH (Thyrotropin Releasing Hormone ) dari hipotalamus
menstimulasi kelenjar hipofisis untuk menyekresikan TSH (Thyroid
Stimulating Hormone). TSH merangsang tiroid untuk memproduksi
hormone ntiroid (T3 dan T4). Kadar T3 dan T4 dalam darah menghambat
sekresi TSH serta produksi hormone tiroid berikutnya melalui
mekanisme umpan – balik. Pada kasus krisis tiroid adanya peningkatan
pada produksi tiroid diakibatkan oleh beberapa factor. Adanya perubahan
pada sel – sel pada kelenjar tiroid sendiri atau adanya gangguan pada
produksi TSH pada hipofisis anterior seperti adanya produksi LATS
(Long Acting Thyroid Stimulator) pada penyakit autoimun – penyakit
Graves, tumor tiroid dengan hipersekresi serta sekunder karena sekresi
berlebihan hipotalamus atau hipofisis anterior, membawa penderita
dengan gangguan tiroid ini mengalami kondisi tirotoksikosis, dimana
gejala tersebut berupa gejala akibat peningkatan metabolisme basal.
Meningkatnya metabolisme basal akan meningkatkan produksi
panas yang menyebabkan keringat berlebihan dan intoleransi panas.
Meskipun nafsu makan dan asupan makanan meningkat yang terjadi
sebagai respon terhadap meningkatkan kebutuhan maetabolic namun
berat badan biasanya turun karena tubuh menggunakan bahan bakar jauh
lebih cepat. Terjadi penguraian netto simpanan karbohirat, lemak, dan
protein. Berkurangnya protein protein otot menyebabkan tubuh lemah.
Berbagai kelainan kardiovaskuler dilaporkan disebabkan baik oleh efek
langsung dari kelenjar tiroid maupun interaksinya dengan katekolamin.
Kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi dapat meningkat sedemikian
besar sehingga individu dapat mengalami palpitasi (jantung berdebar -
debar). Perburukan dari kondisi – kondisi inilah yang disebut dengan
krisis tiroid. Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh
dalam merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme
berat yang melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk
paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan
12
pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya
pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau
meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat
tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk
bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic
adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa.
Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin
normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami,
teori berikut ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis
tiroid dilaporkan memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi
daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar
hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik
adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar
tiroid dan katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya,
peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-
adrenergik sehingga menambah efek katekolamin. Respon dramatis
krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah
tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini.
Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan
kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan
mengapa beta-blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada
tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai
akibat patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein
pengikat yang dapat terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan
peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai tambahan,
kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama
operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel
setelah terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah
diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid,
adanya zat mirip katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan

13
efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat kemiripan
strukturnya dengan katekolamin (Price, 2006).

14
2.3.4 WOC

2.3.5 Manifestasi Klinis


Penderita umumnya menunjukkan semua gejala tirotoksikosis tetapi
biasanya jauh lebih berat.
a. Demam > 370 C.
b. Takikardi > 130 x/menit.
c. Gangguan sistem gastrointestinal seperti diare berat.
d. Gangguan sistem neurologik seperti keringat yang berlebihan sampai
dehidrasi.
e. Gangguan kesadaran sampai koma.
f. Dipsnea.

15
g. Peningkatan Frekuensi Denyut Jantung.
h. Penurunan berat badan, peningkatan rasa lapar (nafsu makan
meningkat).
i. Peningkatan laju metabolism basal, peningkatan bentuk panas,
intoleran terhadap panas, keringat berlebihan.

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Smeltzer (2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan
dan lokalisasi masalah pada kelenjar tiroid.
a. Test T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum
dengan tekhnik radioimunoassay atau pengikatan kompetitif nilai
normal berada diantara 4,5 dan 11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L)
dan terjadi peningkatan pada krisis tiroid.
b. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3
total dalam serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl (
1,15 hingga 3,10 nmol/L) dan meningkat pada krisis tiroid.
c. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar
TBG tidak jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah
hormon tiroid yang terikat dengan TBG dan jumlah tempat
pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3 normal adal 25%
hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada
pada TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid
biasanya terjadi peningkatan.
d. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam
menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan
untuk membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada
kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh
penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.
e. Test Thyrotropin_Releasing Hormone

16
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH
dihipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4
tidak dapat dianalisa. Test ini sudah jarang dikerjakan lagi pada saat
ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya meningkat.
f. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur
kadarnya dalam serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui
pemeriksaan radioimunnoassay. Pemeriksaan ini diperlukan untuk
tindak lanjut dan penanganan penderita karsinoma tiroid, serta
penyakit tiroid metastatik.

2.3.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu
menangani faktor pencetus, mengatur pelepasan hormone tiroid yang
berlebihan, menghambat pelepasan hormone tiroid, dan melawan efek
perifer hormon tiroid.
a) Obat-obat antitiroid digunakan untuk mengontrol pelepasan
hormone tiroid atau biosintesis.
b) Senyawa anti-tiroid seperti propylthiouracil (PTU) dan
methimazole (MMI) digunakan untuk menghambat sintesis
hormon tiroid. PTU juga menghambat konversi T 4 menjadi T3 di
sirkulasi perifer dan lebih disukai daripada MMI pada kasus-kasus
krisis tiroid. PTU diindikasikan untuk hipertiroidisme yang
disebabkab oleh penyakit Graves. Laporan penelitian yang
mendukungnya menunjukkan adanya peningkatan risiko terjadinya
toksisitas hati atas penggunaan PTU dibandingkan dengan
metimazol. Kerusakan hati serius telah ditemukan pada
penggunaan metimazol pada lima kasus (tiga diantaranya
meninggal). PTU sekarang dipertimbangkan sebagai terapi obat
lini kedua kecuali pada pasien yang alergi atau intoleran terhadap
metimazol atau untuk wanita dengan kehamilan trimester pertama.
c) MMI merupakan agen farmakoogik yang umum digunakan pada
keadaan hipertiroidisme. Keduanya menghambat inkorporasi

17
iodium ke TBG dalam waktu satu jam setelah diminum. Riwayat
hepatotoksisitas atau agranulositosis dari terapi tioamida
sebelumnya merupakan kontraindikasi kedua obat tersebut.
d) Glukokortikoid dapat menghambat pelepasan hormone tiroid. Serta
diberikan penggunaan beta-adrenerge bloker, terutama propanolol
untuk gejala yang timbul yang merupakan efek perifer hormone
tiroid yang berlebihan berupa hipertermia, peningkatan kecepatan
metabolic, dan takikardia.
b. Penatalaksanaan Keperawatan (Smeltzer, 2002)
Tujuan pelaksanaan keperawatan mencakup mengenali efek dari
krisis tiroid, memantau hasil klinis secara tepat, dan memberikan
perawatan suportif untuk pasien dan keluarga. (Hudak, 2010). Sebagai
seorang perawat secara mandiri adalah tindakan untuk menurunkan
panas tubuh mencakup penggunaan kasur dan selimut hipotermia,
paket es, lingkungan yang dingin serta yang terpenting adalah
observasi proses humidifikasi, hasil pemeriksaan gas darah arteri atau
dan terapi cairan infus (yang mengandung glukosa) serta asuhan
keperawatan suportif yang sangat teliti dan agresif selama serta
sesudah stadium sakit yang akut itu sebab perawatan pasien
hipertiroidisme merupakan dasar penatalaksanaan keperawatan kritis
tiroid yang kondisinya kritis (Smeltzer, 2002).

2.3.8 Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara
lain hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens,
hipotiroidisme pada tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan
visual atau diplopia akibat oftalmopati berat, miksedema pretibial yang
terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang tinggi,
pengurangan massa otot dan kelemahan otot proksimal. Hipoglikemia
dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid yang jarang terjadi.

18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Askep Koma Miksedema


3.1.1 Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik
untuk memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan
sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.
a. Identitas klien meliputi: umur, jenis kelamin.
b. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh : tampak lelah, tidak tahan dingin, daya
ingat menurun.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari
pertolongan, misalnya gejala awal sakit, keluhan utama. Pada orang
dewasa, paling sering mengenai wanita dan ditandai oleh peningkatan
laju metabolik basal, kelelahan dan letargi, kepekaan terhadap dingin,
dan gangguan menstruasi. Bila tidak diobati, akan berkembang
menjadi miksedema nyata. Pada bayi, hipotiroidisme hebat
menimbulkan kretinisme. Pada remaja hingga dewasa, manifestasinya
merupakan peralihan dengan retardasi perkembangan dan mental yang
relatif kurang hebat serta miksedema disebut demikian karena adanya
edematus, penebalan merata dari kulit yang timbul akibat penimbunan
mukopolisakarida hidrofilik pada jaringan ikat di seluruh tubuh.
d. Riwayat penyakit sebelumnya
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama,
riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-
obatan. Apakah sebelumnya klien pernah mengalami hipotiroidisme.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan klien.
f. Kebiasaan hidup sehari-hari, seperti:
a) pola makan (misal: mengkonsumsi makanan yang kadar
yodiumnya rendah, dan nafsu makan menurun)
b) pola tidur (misal: klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur,
sering tidur larut malam)
c) pola aktivitas (misal: klien terlalu memforsir pekerjaan sehingga
sering mengeluh kelelahan).
g. Pengkajian psikososial

19
Klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan
lingkungannya, mengurung diri/bahkan mania. Klien sangat malas
beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. mengkaji bagaimana
konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep diri.
h. Pemeriksaan fisik persistem
a. B1 (Breathing)
Terdapat penurunan pernapasan seperti hipoventilasi, penahanan
CO2, dispnea, edema, penahanan air, bisa terjadinya efusi pleura.
Selain itu terdapat juga tanda-tanda adanya gerakan dada, retraksi
atau otot bantu pernafasan, pada saat auskultasi terdengar adanya
bunyi nafas tambahan (Gurgling, Krakels, ronkhi, wheezes).
b. B2 (Blood)
Terdapat penurunan fungsi jantung seperti penurunan
kontraktilitas jantung, penurunan stroke volume, penurunan HR,
dan penurunan cardiac output. Pasien dapat berkembang menjadi
efuse pericardial sehingga adanya perubahan atau penurunan
listrik jantung pada EKG. Terjadinya hipotensi karena stimulasi
adrenergic menurun akibat penurunan tiroid.
Terdapat juga tanda berupa ekstermitas pucat, dingin, nadi lambat
dan lemah, waktu pengisian kapiler >3 detik, tekanan darah turun,
dan sianosis
c. B3 (Brain)
Terdapat tanda gejala akibat penurunan metabolism yang
menghasilkan penurunan kesadaran, depresi, letargi, somnolen,
kurang berkonsentrasi, suara parau, hiporefleksia. Pengaturan
panas tubuh menurun sehingga terjadinya hipotermia (26,7oC)
dan bisa terjadi kegawatan. Diagnosa koma miksedema
tergantung pada gejala – gejala klinis dan identifikasi faktor
pencetus yang mendasari. Faktor pencetus yang paling umum
adalah infeksi paru; yang lain meliputi trauma, stress, infeksi,
obat – obatan seperti barbiturate, pembedahan, dan gangguan
metabolic
d. B4 (Bladder)
Penurunan keluaran urine akibat fungsi ginjal terganggu dengan
penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan kegagalan
kemampuan untuk mengekskresikan beban cairan.
e. B5 (Bowel)

20
Terdapat tanda dan gejala berupa penurunan bising usus,
anoreksia, konstipasi, ileus paralisis, peningkatan berat badan dan
asites.
f. B6 (Bone)
Penurunan refleks otot, kulit kering dan bersisik, rambut kepala
tipis dan rapuh, pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal, rambut
rontok, edema kulit terutama dibawah mata
i. Pemeriksaan Penunjang
a. Peningkatan kadar hormon perangsang tiroid (TSH) (Tes Standar
Emas) dan indeks tiroksin bebas yang rendah (jika hasil
pemeriksaan TSH tidak definitif).
b. Pemeriksaan Kadar glukosa darah
c. EKG : biasanya menunjukkan voltase rendah, interval QT
memanjang, dan gelombang T datar atau invers.
d. Pemeriksaan Kadar kortisol : biasanya rendah
e. Pemeriksaan T3 dan T4 serum: kadar T3 dan T4 dibawah rentang
normal
f. Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan anemia (eritrosit,
hemoglobin, dan hematokrit dibawah kadar normal)
g. Analisis gas darah arteri (GDA) menunjukkan hiperkapnea berat
disertai penurunan tegangan oksigen arteri (PaO2) dan peningkatan
karbon dioksida artri (PaCO2).

3.1.2 Diagnosa Keperawatan


a. Penurunan curah jantung b.d Perubahan volume sekuncup (Domain 4.
Aktivitas/ Istirahat, Kelas 4. Respons Kardiovaskular/ Pulmonal,
Kode 00029)
b. Ketidakefektifan pola napas b.d Sindrom hipoventilasi (Domain 4.
Aktivitas/Istirahat, Kelas 4. Respons Kardiovaskular/Pulmonal, Kode
00032)
c. Hipotermia b.d Penurunan laju metabolisme (Domain 11.
Keamanan/Perlindungan, Kelas 6. Termoregulasi, Kode 00006)
d. Kelebihan volume cairan b.d Gangguan mekanisme regulasi (Domain
2. Nutrisi, Kelas 5. Hidrasi, Kode 00026)
e. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d Faktor
biologis (Domain 1. Makan, Kelas 2. Nutrisi, Kode 00002)

21
f. Konstipasi b.d Penurunan motilitas traktus gastrointestinal (Domain 3.
Eliminasi dan pertukaran, Kelas 2. Fungsi gastrointestinal, Kode
00011)
g. Kerusakan integritas kulit b.d Kelembapan (Domain 11. Keamanan/
Perlindungan, Kelas 2. Cedera fisik, Kode 00046)
h. Intoleransi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (Domain 4. Aktivitas/Istirahat, Kelas 4. Respons
Kardiovaskular/Pulmonal, Kode 00092)
i. Risiko cedera b.d Disfungsi integrasi sensori (Domain 11. Keamanan/
Perlindungan, Kelas 2. Cedera Fisik, Kode 00035)

3.1.3 Intervensi
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan Manajemen syok : jantung
b.d Perubahan volume keperawatan diharapkan (4254)
sekuncup curah jantung klien 1) Monitor tanda dan gejala
kembali normal dengan penurunan curah jantung
kriteria hasil : 2) Catat tanda dan gejala
Domain 4. Aktivitas/ penurunan curah jantung
1. Keefektifan pompa
Istirahat 3) Pertahankan preload
jantung (0400)
optimal dengan pemberian
Kelas 4.Respons 1) Tekanan darah
cairan IV atau diuretic,
Kardiovaskular / Pulmonal sistol normal
sesuai kebutuhan
(040001)
Kode 00029 4) Berikan inotropik
2) Tekanan darah
positif/medikasi untuk
diastole normal
kontraktilitas, sesuai
(040019)
kebutuhan
3) Denyut jantung
Pengaturan hemodinamik
apical normal
(4150)
(040002)
1) Monitor curah jantung,
2. Status sirkulasi
indeks kardiak dan indeks
(0401)
kerja stroke ventrikuler,
1) Tekanan nadi
yang sesuai.
normal
2) Monitor apa ada edema
(040103)
perifer; distensi vena
2) Tekanan darah
jugularis; bunyi jantung
rata-rata
S3 dan S4; dyspnea;
normal
penambahan berat badan;
(040104)
dan distensi organ,
3) Tidak ada
terutama di paru-paru atau
22
hipotensi jantung
ortostatik 3) Berkolaborasi dengan
(040107) dokter, sesuai indikasi
Perawatan jantung (4040)
1) Pastikan tingkat aktivitas
pasien yang tidak
membahayakan curah
jantung atau
memprovokasi serangan
jantung.
2) Instruksikan pasien
tentang pentingnya untuk
segera melaporkan bila
mersakan nyeri dada
3) Monitor EKG, adakah
perubahan segmen ST,
sebagaimana mestinya.
4) Monitor disritmia jantung,
termasuk gangguan ritme
dan konduksi jantung
5) Monitor tanda-tanda vital
secara rutin
Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan Bantuan ventilasi (3390)
napas b.d Sindrom keperawatan diharapkan 1) Pertahankan kepatenan
hipoventilasi pola napas klien kembali jalan nafas
normal dengan kriteria 2) Posisikan [pasien] untuk
hasil : mengurangi dyspnea
Domain 4.Aktivitas/Istirahat 3) Posisikan untuk
1. Status pernapasan
Kelas 4.Respons memfasilitasi
(0415)
Kardiovaskular / Pulmonal pencocokan
1) Frekuensi
ventilasi/perfusi (“good
Kode 00032 pernafasan normal
lung down”) dengan
(041501)
tepat
2) Irama pernafasan
4) Auskultasi suara nafas,
normal (041502)
catat area-area
3) Tidak ada
penurunan atau tidak
pernafasan cuping
adanya ventilasi dan
hidung (041528)
adanya suara tambahan
5) Mulai dan pertahankan
oksigen tambahan,
seperti yang ditentukan
6) Beri obat (misalnya,
bronkodilator dan
inhaler) yang
23
meningkatkan patensi
jalan nafas dan
pertukaran gas
Monitor pernafasan (3350)
1) Monitor kecepatan,
irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas
2) Monitor pola nafas
(misalnya, bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul,
pernafasan 1:1,
apneustik, respirasi biot,
dan pola ataxic)
3) Monitor keluhan sesak
nafas pasien, termasuk
kegiatan yang
meningkatkan atau
memeperburuk sesak
nafas tersebut
Terapi oksigen (3320)
1) Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan
2) Monitor efektifitas terapi
oksigen dengan tepat
3) Amati tanda-tanda
hipoventilasi induksi
oksigen
Hipotermia b.d Setelah dilakukan tindakan Perawatan hipotermia
Penurunan laju keperawatan diharapkan (3800)
metabolism suhu tubuh klien kembali 1) Monitor suhu pasien,
normal dengan kriteria menggunakan alat
hasil : pengukur dan rute yang
Domain 11. Keamanan / paling tepat
1. Termoregulasi
Perlindungan 2) Bebaskan klien dari
(0800)
lingkungan yang dingin
Kelas 6. Termoregulasi 1) Hipotermia tidak
3) Tempatkan pasien pada
ada (080020)
Kode 00006) posisi supine/telentang,
2) Tidak ada
minimalkan perubahan
penurunan suhu
orthostatic
kulit (080018)
4) Berikan pemanas pasif
2. Kontrol risiko :
(misalnya, selimut,
Hipotermi (1923)
penutup kepala dan
24
1) Mengidentifikasi pakaian hangat)
tanda dan gejala 5) Berikan pemanas internal
hipotermia aktif atau pemanas inti
(192302) (misalnya., cairan IV
2) Memodifikasi yang hangat, oksigen
lingkungan sekitar humidifier yang hangat)
untuk Pengaturan suhu (3900)
meningkatkan 1) Monitor suhu paling
penyimpanan tidak 2 jam, sesuai
panas (192308) kebutuhan
2) Monitor suhu dan warna
kulit
3) Monitor dan laporkan
adanya tanda dan gejala
dari hipotermia dan
hipertermia
4) Informasikan mengenai
indikasi adanya
hipotermia dan
penanganan emergensi
yang tepat, sesuai
kebutuhan
5) Berikan medikasi yang
tepat untuk mencegah
atau mengotrol
menggigil
Manajemen lingkungan
(6480)
1) Hindari dari paparan dan
aliran udara yang tidak
perlu, terlalu panas, atau
terlalu dingin
2) Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien, jika
suhu tubuh berubah
Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan Manajemen hypervolemia
b.d Gangguan mekanisme keperawatan diharapkan (4170)
regulasi status cairan tubuh klien 1) Monitor status
kembali normal dengan hemodinamik, meliputi
kriteria hasil : denyut nadi, tekanan
Domain 2. Nutrisi darah
1. Keseimbangan
2) Monitor edema perifer
Kelas 5. Hidrasi cairan (0601)
3) Monitor intake dan
25
Kode 00026 1) Keseimbangan output
intake dan output 4) Instruksikan pasien dan
dalam 24 jam tidak keluarga mengenai
terganggu intervensi yang
(060107) direncanakan untuk
2) Edema perifer menangani hipervolemia
tidak ada (060112) 5) Batasi asupan natrium,
2. Eliminasu urin sesuai indikasi
(0503) Manajemen
1) Pola eliminasi elektrolit/cairan (2080)
tidak terganggu 1) Pantau kadar serum
(050301) elektrolit yang abnormal,
2) Retensi urin tidak seperti yang tersedia
ada (050332) 2) Jaga pencatatan
3. Keparahan cairan intake/asupan dan output
berlebih (0603) yang akurat
1) Edema periorbital 3) Pantau adanya tanda dan
tidak ada (060301) gejala retensi cairan
2) Penurunan urin 4) Batasi cairan yang sesuai
output (060319) Manajemen cairan (4120)
1) Masukkan kateter urin
2) Kaji lokasi dan luasnya
edema, jika ada
3) Konsultasikan dengan
dokter jika tanda-tanda
dan gejala kelebihan
volume cairan menetap
atau memburuk
4) Berikan diuretic yang
diresepkan
5) Monitor tanda-tanda vital
pasien
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi (1100)
nutrisi : kurang dari keperawatan diharapkan 1) Tentukan status gizi pasien
kebutuhan tubuh b.d nutrisi klien kembali dan kemampuan [pasien]
Faktor biologis seimbang dengan kriteria untuk memenuhi
hasil: kebutuhan gizi
2) Identifikasi [adanya] alergi
1. Status nutrisi
Domain 1. Makan atau intoleransi makanan
(1004)
yang dimiliki pasien
Kelas 2. Nutrisi 1) Asupan gizi
3) Tentukan jumlah kaori dan
kembali normal
Kode 00002 jenis nutrisi yang
(100401)
dibutuhkan untuk
2) Asupan
memenuhi persyaratan
26
makanan gizi
kembali normal 4) Monitor kalori dan asupan
(100402) makanan pastikan diet
3) Rasio berat mencakup makanan tinggi
badan/tinggi kandungan serat untuk
badan normal mencegah konstipasi
(100405) 5) Anjurkan keluarga untuk
2. Nafsu makan membawa makanan
(1014) favorit pasien sementara
1) Hasrat/keingina [pasien] berada di rumah
n untuk makan sakit atau fasilitas
tidak terganggu perawatan, yang sesuai
(101401) 6) Pastikan makanan
2) Intake nutrisi disajikan dengan cara
tidak terganggu yang menarik dan pada
(101407) suhu yang paling cocok
untuk konsumsi secara
optimal
7) Tawarkan makanan ringan
yang padat gizi
Bantuan peningkatan berat
badan
1) Diskusikan kemungkinan
penyebab berat badan
berkurang
2) Monitor asupan kalori
setiap hari
3) Dukung peningkatan
asupan kalori
4) Berikan istirahat yang
cukup
5) Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan dan
menenangkan
Konstipasi b.d Penurunan Setelah dilakukan tindakan Manajemen
motilitas traktus keperawatan diharapkan konstipasi/impaksi (0450)
gastrointestinal eliminasi alvi klien 1) Monitor tanda dan gejala
kembali normal dengan konstipasi
kriteria hasil: 2) Monitor [hasil produksi]
Domain 3. Eliminasi dan pergerakan usus [feses],
1. Eliminasi usus
pertukaran meliputi frekuensi,
(0501)
konsistensi bentuk,
Kelas 2. Fungsi 1) Suara bising usus
volume, dan warna,
gastrointestinal tidak terganggu
dengan cara yang tepat
27
Kode 00011 (050129) 3) Monitor bising usus
2) Konstipasi tidak 4) Instruksikan pada
ada (050110) pasien/keluarga pada diet
2. Fungsi tinggi serat, dengan cara
gastrointestinal yang tepat
(1015) 5) Lakukan enema atau
1) Bising usus tidak irigasi, dengan tepat
terganggu Manajemen saluran cerna
(101508) (0430)
2) Konstipasi tidak 1) Catat tanggal buang air
ada (101536) besar terakhir
3) Distensi perut 2) Lapor berkurangnya
tidak ada (101514) bising usus
3) Ajarkan pasien mengenai
makanan-makanan
tertentu yang membantu
mendukung keteraturan
[aktivitas] usus
4) Masukkan supositoria
rektal, sesuai dengan
kebutuhan
5) Berikan cairan hangat
setelah makan, dengan
cara yang tepat
6) Tahan diri dari melakukan
pemeriksaan vaginal/rektal
jika kondisi medis
mengkhawatirkan
Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Pengecekan kulit (3590)
b.d Kelembapan keperawatan diharapkan 1) Periksa kulit dan selaput
integritas kulit klien lender terkait dengan
kembali normal dengan adanya kemerahan,
Domain 11. Keamanan/ kriteria hasil : kehangatan ekstrim,
Perlindungan edema, atau drainase
1. Integritas jaringan :
2) Amati warna, kehangatan,
Kelas 2. Cedera fisik kulit & membran
bengkak, pulsasi, tekstur,
mukosa (1101)
Kode 00046 edema, dan ulserasi pada
1) Adanya keringat
ekstremitas
normal (110106)
3) Monitor kulit untuk
2) Integritas kulit
adanya kekeringan yang
tidak terganggu
berlebihan dan
(110113)
kelembaban
3) Tidak ada
4) Monitor kulit dan selaput
pigmentasi
lender terhadap area
28
abnormal (110105) perubahan warna, memar,
dan pecah
5) Lakukan langkah-langkah
untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut
(misalnya, melapisi kasur,
menjadwalkan reposisi)
Perawatan kulit :
pengobatan tropical (3584)
1) Jangan menggunakan
alas kasur bertekstur
kasar
2) Tahan dari menggunakan
sabun alkali pada kulit
3) Tambah kelembaban
lingkungan dengan
humidifier, yang
diperlukan
Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan Terapi aktivitas (4310)
Ketidakseimbangan keperawatan diharapkan 1) Pertimbangkan
antara suplai dan aktivitas klien kembali kemampuan klien dalam
kebutuhan oksigen normal dengan kriteria berpartisipas melalui
hasil : aktivitas spesifik
2) Bantu klien dan keluarga
1. Toleransi terhadap
Domain 4. untuk mengidentifikasi
aktivitas (0005)
Aktivitas/Istirahat, kelemahan dalam level
1) Saturasi oksigen
aktivitas tertentu
Kelas 4.Respons ketika beraktivitas
3) Identifikasi strategi
Kardiovaskular /Pulmonal tidak terganggu
untuk meningkatkan
(000501)
Kode 00092 partisipasi terkait dengan
2) Kemudahan dalam
aktivitas yang diinginkan
melakukan
Manajemen energi (0108)
aktivitas hidup
1) Kaji status pasien yang
harian (Activities
menyebabkan kelelahan
of Daily
sesuai dengan konteks
Living/ADL)
usia dan perkembangan
(000518)
2) Pilih intervensi untuk
2. Tingkat kelalahan
mengurangi kelelahan
(0007)
baik secara farmakologis
1) Kelelahan tidak
maupun non
ada (000701)
farmakologis, dengan
2) Kegiatan sehari-
tepat
hari tidak
3) Monitor intake/asupan
terganggu
nutrisi untuk mengetahui
29
(000715) sumber energy yang
3) Keseimbangan adekuat
antara kegiatan dan 4) Anjurkan periode
istirahat tidak istirahat dan kegiatan
terganggu secara bergantian
(000721) Terapi oksigen (3320)
1) Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan
2) Konsultsikan dengan
tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan
oksigen tambahan
selama kegiatan dan/atau
tidur
Risiko cedera b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen lingkungan :
Disfungsi integrasi sensori keperawatan diharapkan keselematan (6486)
klien tidak memiliki risiko 1) Identifikasi kebutuhan
untuk cedera dengan keamanan pasien
Domain 11. Keamanan/ kriteria hasil : berdasarkan fungsi fisik
Perlindungan dan kognitif serta riwayat
1. Fungsi sensori
perilaku di masa lalu
Kelas 2. Cedera Fisik (2405)
2) Identifikasi hal-hal yang
1) Persepsi stimulasi
Kode 00035 membahayakan di
kulit tidak
lingkungan (misalnya,
terganggu
[bahaya] fisik, biologi, dan
(240501)
kimiawi)
2) Persepsi posisi
3) Monitor lingkungan
tubuh tidak
terhadap terjadinya
terganggu
perubahan status
(240508)
keselamatan
2. Tingkat delirium
Pencegahan jatuh (6490)
(0916)
1) Identifikasi kekurangan
1) Tidak ada
baik kognitif atau fisik
perubahan
dari pasien yang mungkin
tingkat
meningkatkan potensi
kesadaran
jatuh pada lingkungan
(091613)
tertentu
3. Kontrol risiko (1902)
2) Tanyakan pasien
1) Mengidentifikasi
mengenai persepsi
faktor risiko
keseimbangan, dengan
(190220)
tepat
2) Memonitor faktor
3) Instruksikan pasien untuk
risiko di
memanggil bantuan terkait
30
lingkungan pergerakan, dengan tepat
(190202) 4) Jawab panggilan lampu
pemanggil segera
Identifikasi risiko (6610)
1) Identifikasi adanya
sumber-sumber agensi
untuk membantu
menurunkan faktor
resiko
2) Identifikasi risiko
biologis, lingkungan dan
perilaku serta hubungan
timbal balik
3) Diskusikan dan
rencanakan aktivitas-
aktivitas pengurangan
risiko berkolaborasi
dengan individu atau
kelompok
4) Rencanakan tindak lanjut
strategi dan aktivitas
pengurangan risiko
jangka panjang.

3.1.4 Evaluasi
a. Penurunan curah jantung klien dapat teratasi
b. Pola napas klien kembali normal
c. Suhu tubuh klien kembali normal
d. Klien tidak mengalami kelebihan volume cairan
e. Nutrisi klien dapat terpenuhi
f. Klien tidak mengalami konstipasi
g. Klien tidak mengalami kerusakan integritas kulit
h. Klien tidak mengalami intoleransi aktivitas
i. Klien tidak mengalami risiko cedera

3.2 Askep Krisis Tiroid


3.2.1 Pengkajian
Tanda dan gejala krisis tiroid adalah bervariasi dan nonspesifik.
Tanda klinik yang dapat dilihat dari peningkatan metabolism adalah
demam, takikardi, tremor, delirium, stupor, coma, dan hiperpireksia.
31
a. Identitas Pasien : Meliputi umur, jenis kelamin
b. Keluhan utama : Keluhan utama yang sering adalah panas badan
tinggi, koma dan penurunan kesadaran.
c. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Penyakit Dahulu : Pengkajian penyakit yang pernah
dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau
menjadi predisposisi keluhan sekarang
b) Riwayat Obat Pengkajian pemakaian obat obat yang sering
digunakan pasien
c) Riwayat kesehatan sekarang : Faktor riwayat penyakit sangat
penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga : apakah keluarga mengalami
penyakit yang sama
d. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan TTV meliputi pemeriksaan Nadi, Suhu, Tekanan
Darah, RR
b) Review of System
1 B1 (Breathing) : Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh
peningkatan kebutuhan oksigen sebagai bentuk kompensasi
peningkatan laju metabolisme yang ditandai dengan takipnea
2 B2 (Blood) : peningkatan metabolisme menstimulasi produksi
katekolamin yang mengakibatkan peningkatan kontraktilitas
jantung, denyut nadi dan cardiac output. Ini mengakibatkan
peningkatan pemakaian oksigen dan nutrisi. Peningkatan
produksi panas membuat dilatasi pembuluh darah sehingga pada
pasien didapatkan palpitasi, takikardia, dan peningkatan tekanan
darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada
area pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia, atrial
fibrilasi,dan atrial flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan
angina pectoris dan gagal jantung
3 B3 (Brain) : Peningkatan metabolisme di serebral
mengakibatkan pasien menjadi iritabel, penurunan perhatian,
agitasi, takut. Pasien juga dapat mengalami delirium, kejang,
stupor, apatis, depresi dan bisa menyebabkan koma.
4 B4 (Bladder) : Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia).
5 B5 (Bowel) : peningkatan metabolisme dan degradasi lemak
32
dapat mengakibatkan kehilangan berat badan. Krisis tiroid juga
dapat meningkatkan peningkatan motilitas usus sehingga pasien
dapat mengalami diare, nyeri perut, mual, dan muntah.
6 B6 (Bone) : degradasi protein dalam musculoskeletal
menyebabkan kelelahan, kelemahan, dan kehilangan berat
badan
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan darah dan
pemeriksaan tiroid

3.2.2 Diagnosa Keperawatan


a. Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan Volume Sekuncup (Domain
4. Aktifitas/Istirahat. Kelas 4. Respons Kardiovaskular/Pulmonal.
00029)
b. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Hiperventilitas (Domain 4.
Aktifitas/Istirahat. Kelas 4. Respon Kardiovaskuler/Pulmonal. 00032)
c. Hipertermi b.d Peningkatan Laju Metabolisme (Domain 11.
Keamanan/Perlindungan. Kelas 6. Termoregulasi 00007)
d. Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Cairan Aktif (Domain 2.
Nutrisi. Kelas 5. Hidrasi. 00027)
e. Diare b.d Malabsorbsi (Domain 3. Eliminasi dan Pertukaran. Kelas 2.
Fungsi Gastrointestinal. 00013)
f. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Faktor
Biologis (Domain 2. Nutrisi. Kelas 1. Makan. 00002)
g. Hambatan Mobilitas Fisik b.d Penurunan Kekuatan Otot (Domain 4.
Aktifitas/Istirahat. Kelas 2. Aktivitas/Olahraga. 00085)

3.2.3 Intervensi

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan Jantung
jantung b.d perubahan tindakan keperawatan 1. Pastikan tingkat aktivitas
volume secungkup selama 3x24 jam pasien yang tidak
(Domain 4. penurunan curah membahayakan curah
Aktifitas/Istirahat. jantung klien teratasi, jantung atau
Kelas 4. Respons dengan kriteria hasil : memprovokasi serangan
Kardiovaskular/Pulm jantung
Keefektifan Pompa 2. Instruksikan pasien
onal. 00029)
Jantung : tentang pentingnya untuk

33
1. Tekanan darah segera melaporkan bila
sistol normal merasakan nyeri
2. Tekanan darah 3. Monitor distrima jantung,
diastole normal termasuk gangguan ritme
3. Denyut jantung
dan konduksi jantung
apical normal 4. Catat tanda dan gejala
4. Indeks jantung
penurunan curah jantung
normal 5. Instruksikan pasien dan
Status Jantung kelusrgs mengenai tujuan
Paru : perawatan dan bagaimana
kemajuannya akan diukur
1. Irama jantung
normal
2. Tingkat pernafasan
normal
3. Kedalam inspirasi
normal
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan Monitor Pernapasan :
nafas b.d tindakan keperawatan 1. Monitor pola nafas
hiperventilitas selama 3x24 jam (misalnya, bradipneu,
(Domain 4. penurunan curah takipneu, hiperventilasi,
Aktifitas/Istirahat. jantung klien teratasi, pernafasan kusmaul,
Kelas 4. Respon dengan kriteria hasil : pernafasan 1:1, apneustik,
Kardiovaskuler/Pulm respirasi biot, dan pola
Status Pernafasan :
onal. 00032) ataxic)
Ventilasi 2. Auskultasi suara suara nafas
1. Frekuensi setelah tindakan, untuk
pernafasan dicatat
3. Monitor nilai fungsi paru,
kembali normal
2. Volume tidal terutama kapasitas vital
normal paru, volume inspirasi
Status Pernafasan : maksimal, volume ekspirasi
Pertukaran Gas maksimal selama 1 detik
(FEV1), dan FEV1/FVC
1. Tekanan parsial
sesuai dengan data yang
oksigen di darah
tersedia
arteri (PaO2) 4. Catat perubahan pada

34
kembali normal saturasi O2, volume tidal
2. Tekanan parsial
akhir CO2, dan perubahan
karbondioksida di
nilai analisa gas darah
darah arteri
dengan tepat
(PaCO2) kembali
3. Keseimbangan
ventilasi dan Bantuan Ventilasi :
perfusi
1. Pertahankan kepatenan
Keefektifan Pompa
jalan nafas
Jantung : 2. Posisikan pasien untuk

1. Dyspnea pada saat mengurangi dyspnea


3. Posisikan untuk
istirahat normal
2. Dyspnea pada saat meminimalkan upaya

aktivitas ringan bernafas (misalnya

normal mengangkat kepala tempat


tidur dan memberikan
over bed table bagi pasien
untuk bersandar
4. Posisikan untuk
memfasilitasi pencocokan
ventilasi/perfusi (“good
lung down”), dengan tepat
5. Ajarkan teknik pernafasan
dengan tepat
3. Hipertermi b.d Setelah dilakukan Pengaturan Suhu :
peningkatan laju tindakan keperawatan
1. Monitor suhu paling tidak
metabolisme (Domain selama 3x24 jam
setiap 2 jam, sesuai
11. penurunan curah
kebutuhan
Keamanan/Perlindung jantung klien teratasi, 2. Monitor tekanan darah,
an. Kelas 6. dengan kriteria hasil : nadi dan respirasi sesuai
Termoregulasi 00007) kebutuhan
Termoregulasi :
3. Monitor suhu dan warna
1. Berkeringat secara kulit
4. Diskusikan pentingnya
normal
termoregulasi dan
Tanda – Tanda
kemungkinan efek
Vital :
35
1. Suhu tubuh negative dari demam yang
kembali normal berlebihan, sesuai
kebutuhan
5. Berikan medikasi yang
tepat untuk mencegah atau
mengontrol menggigil
4. Kekurangan volume Setelah dilakukan Manajemen Cairan :
cairan b.d kehilangan tindakan keperawatan
1. Jaga intake/ asupan yang
cairan aktif (Domain selama 3x24 jam
akurat dan catat output
2. Nutrisi. Kelas 5. penurunan curah
(pasien)
Hidrasi. 00027) jantung klien teratasi, 2. Monitor status hidrasi
dengan kriteria hasil : (misalnya membrane
mukosa lembab, denyut
Keseimbangan
nadi adekuat, dan tekanan
Cairan :
darah ortostatik)
1. Keseimbangan 3. Berikan cairan dengan
intake dan tepat
4. Berikan diuretic yang
ouput dalam
diresepkan
24 jam 5. Distribusikan asupan
kembali cairan selama 24 jam
normal 6. Monitor reaksi pasien
terhadap terhadap terapi
elektrolit yang diresepkan
Hidrasi :
Monitor Cairan :
1. Warna urin normal
1. Tentukan jumlah dan
jenis intake/ asupan
cairan serta kebiasaan
eliminasi
2. Monitor membrane
mukosa, turgor kulit,
dan respon haus
3. Tentukan factor-faktor
resiko yang mungkin
menyebabkan
ketidakseimbangan
36
cairan (misalnya
malnutrisi, sepsis,
hipertermia, terpi
diuretic, polyuria,
muntah dan diare)

5. Diare b.d malabsorbsi Setelah dilakukan Manajemen Diare :


(Domain 3. Eliminasi tindakan keperawatan
1. Tentukan riwayat
dan Pertukaran. Kelas selama 3x24 jam
diare
2. Fungsi penurunan curah 2. Ajari pasien cara
Gastrointestinal. jantung klien teratasi, penggunaan obat
00013) dengan kriteria hasil : antidiare secara tepat
3. Instruksikan pasien
Eliminasi Usus :
atau anggota keluarga
1. Pola eliminasi untuk mencatat warna,
normal volume, frekuensi,
2. Kontrol dan konsistensi tinja.
gerakan usus 4. Ukur diare/ output
normal pencernaan
3. Bentuk feses
kembali
Pemantauan Elektrolit :
normal
1. Monitor serum elektrolit
2. Monitor adanya mual
Fungsi
muntah dan diare
Gastrointestinal : 3. Identifikasi tindakan yang
berakibatkan pada status
1. Frekuensi
elektrolit, termasuk
BAB normal
2. Konsistensi pengisapan pada saluran
feses normal cerna, penggunaan obat
3. Tidak terjadi diuretic, anthipertensi dan
diare penghambat kanal kalsium
4. Ajarkan kepada pasien
cara mencegah atau
meminimalisasi

37
ketidakseimbangan
elektrolit
6. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi :
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan
1. Tentukan status gizi pasien
kebutuhan tubuh b.d selama 3x24 jam
dan kemampuan (pasien)
factor biologis penurunan curah
untuk memenuhi
(Domain 2. Nutrisi. jantung klien teratasi,
kebutuhan gizi
Kelas 1. Makan. dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi (adanya) alergi
00002) atau intoleransi makanan
Status Nutrisi :
yang dimiliki pasien
1. Asupan makanan 3. Tentukan jumlah kalori
terpenuhi dan jenis nutrisi yang
2. Asupan cairan dibutuhkan untuk
terpenuhi memenuhi persyaratan
3. Rasio berat badan
gizi
normal 4. Monitor kalori dan asupan
makanan
5. Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan dan
kenaikan berat badan
7. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan Terapi Latihan : Kontrol
fisik b.d penurunan tindakan keperawatan Otot
kekuatan otot selama 3x24 jam
1. Jelaskan protokol dan
(Domain 4. penurunan curah
rasionalisasi pada pasien
Aktifitas/Istirahat. jantung klien teratasi,
dan keluarga
Kelas 2. dengan kriteria hasil : 2. Orientasi ulang pasien
Aktivitas/Olahraga. terhadap fungsi
Pergerakan :
00085) pergerakan tubuh
1. Gerakan otot 3. Gunakan stimulasi
kembali sentuhan (dan atau
normal tepukan) untuk
2. Kembali mengurangi kram otot
bergerak 4. Evaluasi perkembangan
dengan mudah pasien terhadap
Koordinasi peningkatan atau restorasi
Pergerakan : fungsi dan pergerakan
38
1. Kontraksi kekuatan tubuh
5. Kolaborasi dengan
otot kembali
pemberi perawatan di
normal
2. Bentuk otot rumah terkait protokol
kembali normal latihan dan kegiatan
3. Gerakan dapat
sehari-hari
terkontrol kembali
4. Tegangan otot
kembali normal Relaksasi Otot Progresif

1. Regangkan otot kaki tidak


lebih dari 5 detik untuk
menghindari kram
2. Instruksikan pasien untuk
berfokus pada sensasi
yang terjadi dalam otot
ketika (pasien) menjadi
tegang
3. Instruksikan pasien untuk
berfokus pada sensasi otot
pada saat rileks
4. Cek pasien secara periodic
dalam rangka menjamin
agar kelompok otot
menjadi rileks

3.2.4 Evaluasi
a. Masalah keperawatan penurunan curah jantung b.d perubahan volume
sekuncup teratasi
b. Masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilitas
teratasi
c. Masalah keperawatan hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme
teratasi
d. Masalah keperawatan kekurangan volume cairan b.d kehilangan
cairan aktif teratasi
e. Masalah keperawata diare b.d malabsorbsi teratasi
f. Masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d faktor biologis teratasi

39
g. Masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik b.d penurunan
kekuatan otot teratasi

3.3 Askep Kasus


Studi Kasus
Ny. K usia 45 tahun, BB 50 kg, TB 160 cm, klien datang diantar oleh
keluarga ke RSUD dr. Soetomo dalam kondisi letargi. Sebelumnya klien
mengeluh kedinginan dan menggigil walaupun udara di lingkungan panas.
Riwayat penyakit: satu tahun yang lalu pasien pernah melakukan pengobatan
hypotiroid, nafsu makan klien menurun, rambut rontok, dan sering sesak nafas,
klien juga sering merasakan dada sering berdebar-debar meski tidak melakukan
aktivitas berat. Dalam 2 bulan ini berat badannya sudah menurun drastis dari
65kg menjadi 50kg, nafsu makan tetap menurun, sesak nafas, pembengkakkan
atau edema kulit di bawah mata dan pada pergelangan kaki, serta mengalami
dispnea saat tidur.
Hasil pemeriksaan fisik jantungnya membesar, nadi <60 x/menit, matanya
exofthalmus, suhu 30,5°c, RR 14 x/menit, TD 150/90 x/menit, urin < 500cc/hari.
Pemeriksaan laboratorium TSH <0,004µIU/ml, FT4 20µg/dl, FT3 15pg/dl.

A. Pengkajian
1. Keluhan Utama : Klien mengeluh kedinginan dan menggigil walau udara di
lingkungan panas, nafsu makan menurun, dan sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Klien mengatakan dalam 2 bulan ini berat
badannya sudah menurun drastis dari 65kg menjadi 50 kg, pembengkakkan
atau edema kulit di bawah mata dan pada pergelangan kaki.
3. Riwayat penyakit dahulu : Klien mengatakan dua tahun yang lalu klien
pernah melakukan pengobatan hypotiroid, nafsu makan klien menurun,
rambut rontok, dan sering sesak nafas, klien juga sering merasakan dada
sering berdebar-debar meski tidak melakukan aktivitas berat
4. Riwayat kesehatan keluarga : tidak ada keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama
5. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing) : Dispnea, terdapat suara nafas tambahan wheezing (+),
RR 14x/m
b. B2 (Blood): Terdapat penurunan curah jantung, terdapat kardiomegali TD
150/90 x/menit,nadi <60 x/menit, suhu 30,5°C, pemeriksaan laboratorium
TSH <0,004µIU/ml, FT4 20µg/dl, FT3 15pg/dl
40
c. B3 (Brain) : Klien tampak letargi, suara parau, suhu 30,5oC
d. B4 (Bladder) : Urin < 500 cc/hari, status hidrasi: dehidrasi ringan
e. B5 (Bowel) : Klien anoreksia, bising usus lambat,
f. B6 (Bone) : terdapat penurunan refleks otot, kulit kering dan bersisik,
rambut kepala tipis dan rapuh, kuku menebal, rambut rontok, edema kulit
terutama dibawah mata dan pergelangan kaki

B. Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1 DS: Hipotiroid Hipotermia
- Klien mengatakan
Sebasea kulit menjadi
kedinginan walau
kering
suhu lingkungan
panas Produksi panas
menurun
DO:
- Klien tampak Pembentukan kalor
menggigil dalam tubuh
- Suhu : 30,5o C, TD
150/90 x/menit,nadi Hipotermia
<60 x/menit

2 DS : Hipotiroid Penurunan curah


- Keluarga klien
jantung
Penurunan rangsangan
mengatakan klien
jantung
lemas, dada berdebar
saat beraktivitas
Penurunan
DO: kontraktilitas
- Klien tampak letargi
- Terdapat
Penurunan volume
kardiomegali,
- TD 150/90 x/menit, sekuncup
- nadi <60
- pemeriksaan
Penurunan curah
laboratorium TSH
jantung
<0,004µIU/ml, FT4
20µg/dl, FT3 15pg/dl

3 DS : Klien mengatakan Hipotiroid Ketidakseimbangan

41
bahwa nafsu makan nutrisi kurang dari
Koma Miksedema
menurun, kebutuhan tubuh
Metabolism dalam
DO:
- Terdapat bising usus tubuh menurun
- Penurunan BB dari
Nafsu makan menurun
65 Kg menjadi 50 Kg
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
4 DS : Hipotiroid Ketidakefektifan
Klien mengeluh sesak
pola nafas
Metabolism dalam
DO:
tubuh menurun
- Dispnea
- RR 14x/menit
Produksi ATP Menurun

Energy otot menurun

Penurunan fungsi
pernafasan

Dispnea

Ketidakefektifan pola
nafas

C. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d Perubahan volume sekuncup (Domain 4.
Aktivitas/ Istirahat, Kelas 4. Respons Kardiovaskular/ Pulmonal, Kode
00029)
2. Ketidakefektifan pola napas b.d Sindrom hipoventilasi (Domain 4.
Aktivitas/Istirahat, Kelas 4. Respons Kardiovaskular/Pulmonal, Kode 00032)
3. Hipotermia b.d Penurunan laju metabolisme (Domain 11.
Keamanan/Perlindungan, Kelas 6. Termoregulasi, Kode 00006)
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d Faktor biologis
(Domain 1. Makan, Kelas 2. Nutrisi, Kode 00002)

D. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
42
Keperawatan
Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Manajemen syok : jantung
jantung b.d keperawatan diharapkan (4254)
1) Monitor tanda dan gejala
Perubahan volume curah jantung klien kembali
penurunan curah jantung
sekuncup normal dengan kriteria hasil :
2) Catat tanda dan gejala
1. Keefektifan pompa
penurunan curah jantung
(Domain 4. Aktivitas/ jantung (0400)
3) Pertahankan preload
Istirahat, Kelas 4. 1) Tekanan darah sistol
optimal dengan
Respons normal (040001)
pemberian cairan IV atau
Kardiovaskular/ 2) Tekanan darah diastole
diuretic, sesuai
Pulmonal, Kode normal (040019)
kebutuhan
00029) 3) Denyut jantung apical
4) Berikan inotropik
normal (040002)
positif/medikasi untuk
2. Status sirkulasi (0401)
kontraktilitas, sesuai
1) Tekanan nadi normal
kebutuhan
(040103)
Perawatan jantung (4040)
2) Tekanan darah rata-rata
1) Pastikan tingkat aktivitas
normal (040104)
pasien yang tidak
3) Tidak ada hipotensi
membahayakan curah
ortostatik (040107)
jantung atau
memprovokasi serangan
jantung.
2) Instruksikan pasien
tentang pentingnya untuk
segera melaporkan bila
mersakan nyeri dada
3) Monitor EKG, adakah
perubahan segmen ST,
sebagaimana mestinya.
4) Monitor disritmia
jantung, termasuk
gangguan ritme dan
konduksi jantung

43
5) Monitor tanda-tanda vital
secara rutin
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Bantuan ventilasi (3390)
1) Pertahankan kepatenan
pola napas b.d keperawatan diharapkan pola
jalan nafas
Sindrom napas klien kembali normal
2) Posisikan [pasien] untuk
hipoventilasi dengan kriteria hasil :
mengurangi dyspnea
Status pernapasan (0415)
3) Auskultasi suara nafas,
(Domain 4. 1) Frekuensi pernafasan
catat area-area penurunan
Aktivitas /Istirahat, normal (041501)
atau tidak adanya ventilasi
Kelas 4. Respons 2) Irama pernafasan normal
dan adanya suara
Kardiovaskular/Pulmo (041502)
tambahan
nal, Kode 00032) 3) Tidak ada pernafasan
Monitor pernafasan (3350)
cuping hidung (041528)
1) Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
2) Monitor keluhan sesak
nafas pasien, termasuk
kegiatan yang
meningkatkan atau
memeperburuk sesak
nafas tersebut
Terapi oksigen (3320)
1) Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
2) Monitor efektifitas terapi
oksigen dengan tepat
3) Amati tanda-tanda
hipoventilasi induksi
oksigen
Hipotermia b.d Setelah dilakukan tindakan Perawatan hipotermia
Penurunan laju keperawatan diharapkan suhu (3800)
1) Monitor suhu pasien,
metabolisme tubuh klien kembali normal
menggunakan alat
dengan kriteria hasil :
pengukur dan rute yang
(Domain 11. Termoregulasi (0800)
44
Keamanan 1) Hipotermia tidak ada paling tepat
/Perlindungan, Kelas (080020) 2) Berikan pemanas pasif
6. Termoregulasi, 2) Tidak ada penurunan (misalnya, selimut,
Kode 00006) suhu kulit (080018) penutup kepala dan
Kontrol risiko : Hipotermi pakaian hangat)
(1923) 3) Berikan pemanas internal
1) Mengidentifikasi tanda aktif atau pemanas inti
dan gejala hipotermia (misalnya., cairan IV yang
(192302) hangat, oksigen humidifier
2) Memodifikasi yang hangat)
lingkungan sekitar untuk 4) Bebaskan klien dari
meningkatkan lingkungan yang dingin
penyimpanan panas Pengaturan suhu (3900)
1) Monitor suhu paling tidak
(192308)
2 jam, sesuai kebutuhan
2) Monitor dan laporkan
adanya tanda dan gejala
dari hipotermia dan
hipertermia
3) Informasikan mengenai
indikasi adanya
hipotermia dan
penanganan emergensi
yang tepat, sesuai
kebutuhan
4) Berikan medikasi yang
tepat untuk mencegah atau
mengotrol menggigil
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi (1100)
1) Tentukan status gizi
nutrisi : kurang dari keperawatan diharapkan
pasien dan kemampuan
kebutuhan tubuh b.d nutrisi klien kembali
[pasien] untuk memenuhi
Faktor biologis seimbang dengan kriteria
kebutuhan gizi
hasil:
2) Tentukan jumlah kaori
(Domain 1. Makan, Status nutrisi (1004)

45
Kelas 2. Nutrisi, Kode 1) Asupan gizi kembali dan jenis nutrisi yang
00002) normal (100401) dibutuhkan untuk
2) Asupan makanan memenuhi persyaratan
kembali normal gizi
(100402) 3) Monitor kalori dan
3) Rasio berat badan/tinggi asupan makanan pastikan
badan normal (100405) diet mencakup makanan
Nafsu makan (1014) tinggi kandungan serat
1) Hasrat/keinginan untuk untuk mencegah
makan tidak terganggu konstipasi
(101401) 4) Anjurkan keluarga untuk
2) Intake nutrisi tidak membawa makanan
terganggu (101407) favorit pasien sementara
[pasien] berada di rumah
sakit atau fasilitas
perawatan, yang sesuai
5) Pastikan makanan
disajikan dengan cara
yang menarik dan pada
suhu yang paling cocok
untuk konsumsi secara
optimal
6) Tawarkan makanan
ringan yang padat gizi
Bantuan peningkatan
berat badan
1) Monitor asupan kalori
setiap hari
2) Dukung peningkatan
asupan kalori
3) Berikan istirahat yang
cukup
4) Ciptakan lingkungan
yang menyenangkan dan
46
menenangkan
E. Evaluasi
1. Curah jantung klien kembali normal (tidak mengalami penurunan)
2. Pola napas klien kembali normal
3. Klien tidak mengalami hipotermia
4. Nutrisi klien kembali normal dan seimbang

47
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Koma miksedema adalah manifestasi ekstrim (biasanya tidak diobati)
hipotiroidism, ini adalah salah satu kecil kedaruratan endokrin , dan itu adalah
kelainan yang langka. Ini tidak selalu melibatkan kehadiran edema peribertal
atau koma. Koma Miksedema di sebabkan oleh beberapa hal diantaranya
hipotermi (terpajan angin, hipoglikemi, obat-obatan , reaksi alergi dan stress
metabolic. Gangguan pada kelenjar tiroid menyebabkan terjadinya penurunan
fungsi hormone tiroid sehingga mengganggu proses metabolisme tubuh yang
menyebabkan Produksi ATP dan ADP yang menurun ,gannguan fungsi
pernafasan ,produksi kalor (panas) turun .gangguan fungsi gastrointestinal
karena terjadi hipoventilasi. Tanda dan gejala yang biasa di munculukan
meliputi hipotermia , bradikardia , hipertensi sukar untuk BAB dan BAK<,
tubuh bengkak dan tidak sadarkan diri . Pemeriksaan yang dapat di lakukan T4
serum darah ,TSH ,elektrolit,sel darah putih,urinarisis,kultur urin dan kultur
darah. Penatalaksaan pasien dengan koma miksedema dapat dilakukan dengan
penggantian hormon – hormon tiroid seperti natrium levotiroksin (synthroid),
natrium liotiroin (cytomel). Levothyroxine sodium bisa diberikan intravena
dengan glukosa dan kortikosteroid. Faktor pencetus penyebab koma (operasi,
infeksi, ketidak patuhan) dievaluasi dan diobati (Black & Jacobs,
1974),oksigenasi,pembatasan cairandan pemberian infus glukosa pekat. Masalah
keperawatan yang sering muncul pada koma miksedema meliputi intoleransi
aktivitas, hipotermi dan konstipasi.
Tiroiditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid. keadaan ini bisa bersifat
akut, sub akut, atau kronis. masing-masing tipe tiroiditis ditandai oleh inflamasi,
fibrosis atau infiltrasi limfositik pada kelenjar tiroid. tiroiditis di klasifikasikan
menjadi 3 yaitu tiroiditis akut (supuratif), tiroiditis subakut (dequervain),
tiroiditis kronis (limfositik (hashimoto), fibrosa-invasif (riedel)). penyebab
terjadinya tiroiditis yaitu infiltrasi (perusakan) limfosit dan sel-sel
plasma,gangguan autoimunitas,gangguan produksi t3 & t4 serum,gangguan
TSH,infeksi virus (campak, koksakie, dan adenovirus),infeksi bakteri
(stafilokokuis, pneumokokus) dan defisiensi yodium. Proses perjalanan penyakit
tiroiditis di awali dari faktor genetik sangat berperan dalam patogenesis PTAI.
48
Selanjutnya diketahui pula pada PTAI terjadi kerusakan seluler dan perubahan
fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja secara
bersamaan. Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized
T-lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel tiroid,
mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
melitupi 4 dan T3 serum,tiroksin bebas,kadar TSH serum,ambilan isodium
radioskopi. Komplikasi utama Tiroiditis Hashimoto adalah Hipertiroidisme
Progresif.

49
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane. C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk


Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC
Brunner & Suddart. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 Edisi
8. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi ed: 3. Jakarta: EGC
Hudak, Carolyn. M. (2012). Keperawatan kritis: Pendekatan Holistik ed: 6 vol. 2.
Jakarta: EGC
Lang,F (2006). Teks dan atlas berwarna Pathofisisologi. Jakarta: EGC
Linda, dkk. (2009). Critical care nursing diagnosis and management. The Point St.
Louis : Mosby Elsevier, New York.
Mary, Baradero. (2009). Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC
Morton, Patricia Gonce. (2012). Keperawatan kritis: Pendekatan Asuhan Holistik.
Jakarta: EGC
Pearce, Evelyn. C. (2008). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT.
GRAMEDIA
Price, Sylvia A., Wilson, Lorrraine M.(2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses –
proses Penyakit. Jakarta: EGC
Saputra, Lyndon. (2012). Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Tangerang: BINARUPA
AKSARA
Stillwell, Susan. B. (2011). Pedoman Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC
Ramirez JI, Petrone P, Kuncir EJ, Asensio JA. Thyroid strom induced by
strangulation.Southern Medical Association.2004
Jiang Y, Karen AH, Bartelloni P. Thyroid strom presenting as multiple organ
dysfunction syndrome.Chest.2000
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definition and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell

Sue Moorhead, et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC):


Measurement of Health Outcomes 5th Edition. USA: Elsevier

Gloria M. Bulechek, et. al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).


USA: Mosby Elsevier

50

Anda mungkin juga menyukai