Seminar Hasil
Seminar Hasil
Seminar Hasil
Disusun oleh :
Jefri Mulyadi
NIM. 1520301034
i
DAFTAR ISI
RINGKASAN ................................................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... v
I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
2.2.1 Mata..................................................................................................... 8
2.2.2 Neural Network ................................................................................. 10
2.3 Fungsi Aktivasi ........................................................................................... 15
ii
3.1.3 Ekstraksi Fitur ................................................................................... 27
3.1.4 Klasifikasi ......................................................................................... 29
3.2 Metode Evaluasi ......................................................................................... 29
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Cahaya dari suatu titik dari objek pada jarak yang jauh dan dekat .......... 9
Gambar 2. 2 penampang mata manusia ....................................................................... 9
Gambar 2. 3 (a) Citra Mata Normal dan (b) Citra Diabetic Retinophaty ................... 10
Gambar 2. 4 Arsitektur Neural Network ..................................................................... 12
Gambar 2. 5 Artificial Neural Network dengan Lapisan Tunggal . ........................... 14
Gambar 2. 6 Artificial Neural Network dengan Lapisan Jamak. ............................... 15
Gambar 2. 7 Fungsi Sigmoid Biner (Fausett, 1994:18). ............................................ 16
Gambar 2. 8 Fungsi Sigmoid Bipolar (Fausett, 1994:19). ......................................... 16
Gambar 2. 9 SVM Berusaha menemukan hyperplane terbaik yang memisahkan kedua
class -1 dan -2 ............................................................................................................. 20
Gambar 3. 1 Flowchart pengerjaan TA……………………………………………….25
Gambar 3. 2 Arsitektur sistem .................................................................................... 26
iv
DAFTAR TABEL
v
I. PENDAHULUAN
1
keparahan) retinopati diabetes. Secara umum fase tersebut dibagi dalam tiga fase, yaitu
non-proliferative diabetic retinopathy (NPDR) proliferative diabetic retinopathy
(PDR) serta macular edema (ME).
Dalam pengenalan sebuah citra, proses klasifikasi sama pentingnya dengan
proses ekstraksi ciri. Setelah ciri-ciri penting data atau citra retina dihasilkan pada
proses ekstraksi ciri, ciri-ciri tersebut nantinya akan digunakan untuk proses klasifikasi.
Metode klasifikasi yang digunakan adalah Neural network, Neural network digunakan
karena dapat mensimulasikan perilaku sistem biologi susunan syaraf manusia, yang
terdiri dari sejumlah besar unit pemrosesan yang disebut neuron, yang beroperasi
secara parallel, sejak tahun 1950-an, neural network telah digunakan untuk tujuan
prediksi maupun klasifikasi dan selain Neural Network, Metode SVM digunakan juga
untuk klasifikasi DR, SVM (Support Vector Machines) merupakan machine learning
algorithm yang sering dipakai untuk proses klasifikasi karena dapat dengan mudah
untuk diimplementasikan dan secara umum memiliki performansi yang baik dibidang
pattern recognition. Oleh karena itu Tugas akhir ini bertujuan untuk membandingkan
antara dua metode klasifikasi yaitu SVM dan ANN, dan metode mana kah yang paling
baik dalam melakukan klasifikasi untuk deteksi otomatis Diabetic Retinophaty pada
Citra Fundus.
2
2) Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kelainan mata
khususnya pada penderita Diabetic Retinophaty tahun 1996-2004 yang di
teliti oleh STARE (Structured Analysis of the Retina)
3) Metode yang digunakan untuk klasifikasi hanya ANN dan SVM
4) Tidak melakukan akuisisi data citra fundus.
1.4.2 Manfaat
kManfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1) Membantu ahli fundus mata dalam mendeteksi penyakit Diabetic
Retinophaty.
2) Membantu penelitian selanjutnya untuk menentukan metode klasifikasi yang
terbaik.
3
mata tersebut, maka dilakukan pengumpulan data untuk mendukung terwujud nya
pendeteksian yang presisi terhadapat deteksi hasil citra dengan menggunakan
rumus, menghitung output sehingga menghasilkan pengumpulan data yang di
inginkan pada saat pengujian.
3. Analisis
Setelah semua data diolah dan diperoleh, maka dilakukan uji coba
menggunakan software Matlab 8.2 untuk kemudian dilakukan analisis terhadap
hasil pendeteksian hasil citra diabetic retinophaty fundus mata
I. PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah dan
ruang lingkup masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan beberapa hasil penelitian terdahulu dan landasan teori yang
diperlukan untuk merancang sistem.
III. PERANCANGAN
Bab ini menjelaskan tentang perancangan sistem terdiri dari perancangan sistem
yang akan dibangun.
IV. JADWAL DAN PERKIRAAN BIAYA
Bab ini berisi informasi mengenai jadwal pengerjaan proyek akhir dan perkiraan
biaya yang dibutuhkan untuk pengerjaan proyek akhir.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
5
menunjukkan model dengan metode Neural Network memiliki akurasi sebesar 96.61%
dan nilai AUC sebesar 0.997 sedangkan untuk metode Support Vector Machine
memiliki nilai akurasi sebesar 98.91% dan nilai AUC sebesar 1.000. Sehingga dapat
disimpulkan penerapan metode Support Vector Machine lebih baik dari Neural
Network pada data sertifikasi benih kentang.
Menurut (Wahyudi , Kusworo , & Aris , 2012) dengan judul Sistem Deteksi
Retinopati Diabetik Menggunakan Support Vector Machine dan Hasil tes dilakukan
dengan mengambil dataset MESSIDOR dengan jumlah gambar yang bervariasi untuk
tahap pelatihan, jika tidak digunakan untuk fase pengujian. Hasil pengujian
menunjukkan akurasi yang optimal adalah 84%.
Table 2. 1 Perbandingan Penelitian
6
3 Azhar 2013 Penggunaan Artificial Neural Hasil Proproprtion
effendi Artificial Neural Network correct sebesar 100%
Network untuk dengan kesalahan
mendeteksi sebesar 0% yang berarti
kelainan miopi tidak ditemukan objek
pada manusia yang salah pada
dengan metode pengelompokan data
backpropagation
4 Usep 2015 Komparasi Metode Neural Hasil pengujian
Tatang Support Vector Network dan menunjukkan model
Suryadi Machine dan Support Vector dengan metode Neural
Neural Network Machine Network memiliki
untuk Prediksi akurasi sebesar 96.61%
Kelulusan dan nilai AUC sebesar
Sertifikasi Benih 0.997 sedangkan untuk
Kentang metode Support Vector
Machine memiliki nilai
akurasi sebesar 98.91%
dan nilai AUC sebesar
1.000. Sehingga dapat
disimpulkan penerapan
metode Support Vector
Machine lebih baik dari
Neural Network pada
data sertifikasi benih
kentang.
7
5 Wahyudi 2012 Sistem Deteksi Metode Support Hasil tes dilakukan
Setiawana. Retinopati Vector Machine, dengan mengambil
Dkk Diabetik Grayscale, Filter dataset MESSIDOR
Menggunakan Gaussian, dengan jumlah gambar
Support Vector Masking yang bervariasi untuk
Machine tahap pelatihan, jika
tidak digunakan untuk
fase pengujian. Hasil
pengujian menunjukkan
akurasi yang optimal
adalah 84%.
8
Gambar 2. 1 Cahaya dari suatu titik dari objek pada jarak yang jauh dan dekat
Fungsi optik dari mata manusia adalah untuk membawa gambar visual ke dalam
retina. Karena kedalaman bidang yang terbatas dari mata manusia, suatu obyek pada
satu jarak tertentu mungkin dapat memproyeksikan gambar dengan jelas, yang dapat
dicapai dengan mengubah kelengkungan lensa. Untuk obyek pada jarak yang jauh ,
lensa harus dibuat lebih datar, sedangkan untuk obyek jarak dekat lensa harus dibuat
lebih tebal dan lebih bulat seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Retina adalah lapisan
dalam mata yang sensitif, yang berfungsi menerima gambar yang diubah oleh lensa
dan mengirimkannya melalui syaraf optik ke otak sehingga retina dapat diibaratkan
sebagai sebuah film pada kamera. Gambar penampang mata manusia dimana
didalamnya terdapat retina ditunjukkan pada Gambar 2.2.
9
dari system syaraf utama atau disebut sebagai central nervous system (CNS). Retina
merupakan bagian dari CNS yang dapat digambarkan secara langsung.
Berikut merupakan gambar yang menunjukkan mata yang terkena penyakit
Diabetic Retiniphaty dan mata yang tidak terkenak penyakit Diabetic Retinophaty
(Normal)
(a)
(b)
Gambar 2. 3 (a) Citra Mata Normal dan (b) Citra Diabetic Retinophaty
Pada Gambar 2.3 merupakan citra mata normal dan citra Diabetic Retinophaty dapat
dilihat di antara kedua fundus mata tersebut terdapat perbedaan, untuk citra Diabetic
Retinophaty terdapat berupa Pertumbuhan pembuluh darah baru, perdarahan di cairan
bola mata (vitreus) yang di tandai dengan bitnik bintik pada mata dan untuk citra mata
normal sendiri tidak ada nya pembuluh darah baru dan perdarahan di bola mata .
10
ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu
menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran (Kusuma
Dewi, 2010). Neural network adalah (Han, 2006) satu set unit input/output yang
terhubung dimana tiap relasinya memiliki bobot. Hal yang perlu mendapat perhatian
istimewa adalah bahwa jaringan syaraf tiruan tidak diprogram untuk menghasilkan
keluaran tertentu. Semua keluaran atau kesimpulan yang ditarik oleh jaringan
didasarkan pada pengalamanya selama mengikuti proses pembelajaran, Pada proses
pembelajaran, kedalam jaringan syaraf tiruan dimasukkan pola-pola input (dan output)
lalu jaringan akan diajari untuk memberikan jawaban yang bisa diterima (Diyah
Puspitaningrum, 2006).
Neural Network dimaksudkan untuk mensimulasikan perilaku sistem biologi
susunan syaraf manusia, yang terdiri dari sejumlah besar unit pemroses yang disebut
neuron, yang beroperasi secara paralel (Alpaydin, 2010). Neuron mempunyai relasi
dengan synapse yang mengelilingi neuron-neuron lainnya. Susunan syaraf tersebut
dipresentasikan dalam neural network berupa graf yang terdiri dari simpul (neuron)
yang dihubungkan dengan busur, yang berkorespondensi dengan synapse. Sejak tahun
1950-an, neural network telah digunakan untuk tujuan prediksi, bukan hanya
klasifikasi tapi juga untuk regresi dengan atribut target kontinu (Vecellis, 2009).
Neural network terdiri dari dua lapisan atau lebih, meskipun sebagian besar
jaringan terdiri dari tiga lapisan : lapisan input, lapisan tersembunyi, dan lapisan output
(Larose, 2005). Pendekatan neural network dimotivasi oleh jaringan saraf biologis.
Secara kasar, neural network adalah satu set terhubung input/output unit, di mana
masing - masing sambungan memiliki berat yang terkait dengannya. Neural network
memiliki beberapa ciri yang membuat mereka populer untuk clustering. Pertama,
neural network adalah arsitektur pengolahan inheren paralel dan terdistribusi.
Kedua, neural network belajar dengan menyesuaikan bobot interkoneksi dengan
data, Hal ini memungkinkan neural network untuk "menormalkan" pola dan bertindak
sebagai fitur (atribut) extractors untuk kelompok yang berbeda. Ketiga, neural
network memproses vektor numerik dan membutuhkan pola objek untuk diwakili
oleh fitur kuantitatif saja (Gorunescu, 2011).
11
Gambar 2. 4 Arsitektur Neural Network
12
Artificial neural network juga dapat dipakai untuk meramalkan apa yang akan
terjadi di masa yang akan datang berdasarkan pola kejadian yang 21 ada di masa
lampau. Ini dapat dilakukan mengingat kemampuan artificial neural network dan
membuat generalisasi dari apa yang sudah ada sebelumnya.
Di samping area-area tersebut, artificial neural network juga dilaporkan dapat
menyelesaikan masalah dalam bidang kontrol, kedokteran dan lain-lain. Meskipun
banyak aplikasi menjanjikan yang dapat dilakukan oleh artificial neural network,
namun artificial neural network juga memiliki beberapa keterbatasan umum, seperti
ketidakakuratan hasil yang diperoleh apabila menggunakan single layer. Artificial
neural network bekerja berdasarkan pola yang terbentuk pada input.
13
Gambar 2. 5 Artificial Neural Network dengan Lapisan Tunggal .
14
Gambar 2. 6 Artificial Neural Network dengan Lapisan Jamak.
Fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam artificial neural network, yaitu:
1
f (x) 1+𝑒 −𝑥 (2.11)
15
memenuhi tiga syarat tersebut sehingga sering dipakai adalah fungsi sigmoid biner
yang memiliki range (0 sampai 1), yaitu sebagai berikut:
1
f (x) (1+𝑒 −𝑥 )dengan turunan f’ (x) = ( f (x) (1-f (x ) ) (2.12)
16
2.2.4 Feed Forward Artificial Neural Network
Artificial neural network juga merupakan suatu unit dasar dari feed forward
artificial neural network dalam neuron yang formal. Model neuron sederhana ini
diusulkan oleh Mc Culloch dan Pitts pada tahun 1943. Pembuatan blok sederhana dari
jaringan dengan satu lapisan jaringan dengan x sebagai sinyal input (x1,x2,…..,xi) dan y
(y1,y2,…..,yj) merupakan output dari neuron, dimana jaringan di sini merupakan
perpindahan dari input x ke output y.
Jaringan pembobotan didasarkan pada perbedaan target dengan hasil output.
Kesalahan dari output layer akan diinteraksikan mundur oleh jaringan dengan “link
weight”. Prosedur iterasi ini akan berulang sampai diperoleh nilai yang konvergen
dengan nilai error yang minimum. Menurut Ripley (1996:151) hubungan dari input dan
output dapat dinyatakan sebagai berikut:
yk = fk (𝑎𝑘 + ∑𝑗→𝑘 𝑤𝑗𝑘 𝑥𝑖 (𝑎𝑗 + ∑𝑖→𝑗 𝑤𝑖𝑗 𝑥𝑖 ). ) (2.16)
dimana : x : signal input
y : signal output
fk : fungsi aktivasi
αk : nilai bias untuk output ke-k
αj : nilai bias untuk hidden node ke-j
i = 1,2,….,l ; j = 1,2,…..,m ; dan k = 1,2,….,n
∑𝑗→𝑘 𝑤𝑗𝑘 : jumlah bobot dari hidden ke output
∑𝑗→𝑘 𝑤𝑖𝑗 : jumlah bobot dari input ke hidden
Secara umum artificial neural network merupakan suatu arsitektur yang terdiri
dari satu atau beberapa hidden layer dimana semua neuron dalam layer mempunyai
fungsi yang sama yaitu fh atau f0 yang dinyatakan sebagai berikut:
yk = fk (𝑎𝑘 + ∑𝑗→𝑘 𝑤𝑗𝑘 𝑥𝑖 (𝑎𝑗 + ∑𝑖→𝑗 𝑤𝑖𝑗 𝑥𝑖 ). ) (2.17)
Arsitekrur artificial neural network dengan fungsi logistik pada output dan
mempunyai bentuk “skip layer”, dapat dipandang sebagai bentuk non linier dari regresi
logistik. Bila output neuron berjumlah banyak, maka bentuk arsitektur ini berhubungan
dengan “linked logistic regression”.
17
Dalam arsitektur jaringan setiap neuron j mempunyai input xj dan output yj .
Dimana input-input dari seluruh jaringan merupakan input-input untuk neuronneuron
input dan output-output dari seluruh jaringan juga merupakan outputoutput untuk
neuron output. Untuk setiap titik neuron j dapat ditentukan persamaannya sebagai
berikut:
yjfj(xj) (2.18)
dan
xj=∑𝑖→𝑗 𝑤𝑖𝑗 𝑦𝑗 (2.19)
Secara ringkas, dalam arsitektur jaringan penggunaan fungsi aktivasi tidak selalu sama
tergantung dari permasalahan dan teori pendukungnya. Dalam penerapannya,
permasalahan utama yang sering muncul adalah penentuan parameter atau pembobotan
serta pengoptimalan jumlah layer dan jumlah neuron dari suatu arsitektur jaringan.
Proses dalam artificial neural network dibedakan menjadi tiga tahap utama
yaitu feed forward, backpropagation dan update nilai bobot. Pada tahap feed forward
dilakukan proses dari input sampai dengan diperoleh hasil output, sedangkan pada
tahap backpropagation dilakukan proses pembandingan nilai output dari tahap feed
forward dengan nilai target yang telah ditentukan, kemudian dilanjutkan ke depan
sampai input layer sehingga diperoleh nilai error. Pada tahap update nilai bobot
dilakukan peng-update-an nilai bobot sampai diperoleh error yang minimal. Adapun
penjelasan dari tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
2.2.5 Backpropagation
Proses dalam tahap ini merupakan proses koreksi terhadap nilai output yang
dihasilkan oleh tahap sebelumnya. Setiap nilai output akan dibandingkan dengan nilai
target, dan dicari besarnya error untuk tiap nilai tersebut. Dimana nilai error tersebut
akan digunakan sebagai dasar untuk meng-update nilai bobot yang menghubungkan
antara hidden layer dan output layer. Proses yang ada pada tahap ini sama dengan
proses pada tahap feed forward, hanya saja pada tahap backpropagation ini, proses
dilakukan dari output layer ke input layer.
18
Dalam proses backpropagation, bentuk fungsi error yang dieliminasi adalah:
1 (𝑇) (𝑇)
E=2 ∑𝑡𝑘=1(𝑡𝑘 − 𝑦𝑘 )𝑡(𝑡𝑘 − 𝑦𝑘 ) (2.12)
19
Hyperplane pemisah terbaik antara kedua kelas dapat ditemukan dengan
mengukur margin hyperplane tersebut. dan mencari titik maksimalnya. Margin adalah
jarak antara hyperplane tersebut dengan pattern terdekat dari masing masing kelas.
Pattern yang paling dekat ini disebut sebagai support vector. Garis solid pada Gambar
2 menunjukkan hyperplane yang terbaik, yaitu yang terletak tepat pada tengah-tengah
kedua kelas, sedangkan titik merah dan kuning yang berada dalam lingkaran hitam
adalah support vector. Usaha untuk mencari lokasi hyperplane ini merupakan inti dari
proses pembelajaran pada SVM.
Gambar 2. 9 SVM Berusaha menemukan hyperplane terbaik yang memisahkan kedua class -
1 dan -2
yi 1,1 untuk i=1,2,3 …. l. Yang mana l adalah banyaknya data. Diasumsikan kedua class
–1 dan +1 dapat terpisah secara sempurna oleh hyperplane berdimensi d.
yang didefinisikan
𝑤 →. 𝑥 → b 0 (2.1)
Pattern 𝑤 → yang termasuk class –1 (sampel negatif) dapat dirumuskan sebagai pattern
yang memenuhi pertidaksamaan
𝑤 → . 𝑥 → b 1 (2.2)
Sedangkan pattern 𝑤 → yang termasuk class +1 (sampel positif)
𝑤 → . 𝑥 → b 1 (2.3)
Margin terbesar dapat ditemukan dengan memaksimalkan nilai jarak antara hyperplane
1
dan titik terdekatnya, yaitu . Hal ini dapat dirumuskan sebagai Quadratic
||𝑤 → ||
20
Programming (QP) problem, yaitu mencari titik minimal persamaan (2.2), dengan
memperhatikan constraint persamaan (2.3).
dengan i = 1, 2, …, l .
𝛼 i adalah Lagrange multipliers, yang bernilai nol atau positif (𝛼 i≥0 ). Nilai
optimal dari persamaan (2.6) dapat dihitung dengan meminimalkan L terhadap w dan
b, dan memaksimalkan L terhadap αi. Dengan memperhatikan sifat bahwa pada titik
optimal gradient L =0, persamaan (2.6) dapat dimodifikasi sebagai maksimalisasi
problem yang hanya mengandung saja αi, sebagaimana persamaan (2.7).
1
∑𝑙𝑖=1 𝛼𝑖 − ∑𝑙𝑖,𝑖=1 𝛼𝑖 𝛼𝑗 𝑦𝑖 𝑦𝑗 𝑤 → 𝑖 𝑤 →𝑗 (2.7)
2
dimana
𝛼𝑖 0 ( i 1,2,….l) (2.8)
Dari hasil dari perhitungan ini diperoleh αi yang kebanyakan bernilai positif. Data yang
berkorelasi dengan αi yang positif inilah yang disebut sebagai support vector (Nugroho
et al.,2003)
21
Kontras suatu citra adalah distribusi piksel gelap dan terang. Citra keabuan
dengan kontras yang rendah akan terlihat terlalu gelap, terlalu terang, atau terlalu
abu-abu.
2. Filter median.
Filter median adalah salah satu filter yang sangat baik dalam mereduksi noise
berjenis salt & pepper sehingga sangat sering digunakan dalam memperbaiki
kualitas citra retina khususnya penelitian dibidang retinopati diabetes Ukuran
window yang biasa digunakan yaitu 3x3, 5x5 dan 7x7.
2.2.7.2 Segmentasi
1. Thresholding.
Thresholding adalah proses mengubah citra berderajat keabuan menjadi citra
biner atau hitam putih sehingga dapat diketahui daerah mana yang termasuk obyek
dan background dari citra secara jelas. Untuk keperluan segmentasi OD maka
digunakan metode thresholding global, menggunakan persamaan:
1 𝑖𝑓 𝑓(𝑥, 𝑦) > 𝑇
g(x,y) ={ (3.4)
0 𝑖𝑓 𝑓(𝑥, 𝑦) ≤ 𝑇
22
berdasarkan jarak dan arah yang telah terbentuk. Enam elemen yang diusulkan oleh [7]
adalah : maximum probability, entropi, energy, korelasi, kontras, dan homogenitas.
Proses ektraksi ciri dilakukan dengan menghitung 6 ciri statistik dari setiap GLCM (16
GLCM) sebagai berikut :
1. Max Probability = max( pij ) (3.5)
2. Entropi.
Entropi menunjukan ukuran ketidakteraturan distribusi intesitas suatu citra
pada matriks co-coccurence. Persamaannya untuk menghitung entropi adalah:
Entopi = ∑𝑘𝑖=1 ∑𝑘𝑗=1 𝑝𝑖𝑗log2 pij (3.6)
3. Energi.
Energi adalah fitur untuk mengukur konsentrasi pasangan intensitas pada
matriks cooccurance [8]. Nilai energi akan makin membesar bila pasangan
piksel yang memenuhi syarat matriks intensitas co-occurance terkonsentrasi
pada beberapa koordinat dan mengecil bila letaknya menyebar. yang digunakan
untuk menghitung energi adalah :
Energi = ∑𝑘𝑖=1 ∑𝑘𝑗=1 𝑝2 𝑖𝑗 (3.7)
4. Korelasi.
Ciri ini menunjukan tingkat korelasi antar pixel dalam suatu citra.
Persamaannya adalah :
(𝑖−𝑚𝑟 )(𝑗−𝑚𝑐
∑𝑘𝑖=1 ∑𝑘𝑗=1 (3.8)
𝜎𝑟 𝜎𝑐
5. Kontras
Kontras adalah fitur yang digunakan untuk mengukur kekuatan perbedaan
intensitas dalam citra [8]. Nilai kontras membesar jika variasi intensitas citra
tinggi dan menurun bila variasi rendah. Persamaan yang digunakan untuk
mengukur kontras suatu citra ditunjukkan pada persamaan di bawah ini :
Kontras = ∑𝑘𝑖=1 ∑𝑘𝑗=1(𝑖 − 𝑗)2 𝑝𝑖𝑗 (3.9)
6. Homogenitas Homogenitas digunakan untuk mengukur kehomogenan variasi
intensitas citra [8]. Nilai homogenitas akan semakin membesar bila variasi
23
intensitas dalam citra mengecil. Homogenitas dihitung dengan persamaan di
bawah ini :
𝑝𝑖𝑗
∑𝑘𝑖=1 ∑𝑘𝑗=1 (3.10
1+|𝑖−𝑗|
III. PERANCANGAN
Bab ini membahas mengenai perancangan dan system dalam proses deteksi
otomatis dengan menggunakan beberapa metode yang bertujuan untuk
membandingkan klasifikasi yang bekerja secara optimal, dengan tahapan-tahapan
seperti flowchart di bawah ini
Mulai
Studi Literatur
Pengumpulan
data
Validasi data
data
Perancangan
A
Algoritma
Analisa
24
Penulisan
laporan
Coding
Pengujian
Tidak
Akurasi > 90
Spesifikasi > 90
Sensitivity>90
Ya
Pada Gambar 3.1 merupakan tahapan pengerjaan TA yaitu Studi Literatur sebelum nya,
Pengumpulan data citra yang akan di proses, Validasi data yang akan di proses apakah
sesuai, Perancangan algoritma merupakan metode apa yang akan digunakan, selanjut
nya coding dan pengujian , lalu disesuaikan dengan akurasi yang telah di tentukan apa
bila sesuai dengan parameter yang di tentukan maka dapat di lakukan nya Analisa
terhadap data yang di dapat, lalu penulisan laporan dan selesai.
Dengan B(i,j) dan A(i,j) berturut-turut menyatakan piksel sesudah dan sebelum
ditransformasi, c dan d menyatakan nilai minimum dan maksimum dari piksel citra
masukan serta L menyatakan nilai grayscale maksimum.
2. Filter median.
Pada Penelitian ini filter median bekerja dengan mengganti nilai suatu piksel
pada citra asal (pusat citra) dengan nilai median dari piksel citra asal tersebut
berdasarkan suatu lingkungan tetangga (window) yang diformulasikan :
f(x,y) = median {g(s,t)} (3.2)
(s,t) ∈ Sx,y
Dimana Sx,y merupakan suatu window. Pada umumnya ukuran window (Sx,y)
yang dipilih adalah bernilai ganjil. Jika Sx,y adalah genap, nilai tengahnya diambil
dari nilai ratarata dua buah piksel yang ditengah. Ukuran window yang biasa
digunakan yaitu 3x3, 5x5 dan 7x7.
26
3.1.2.2 Segmentasi
1. Thresholding.
Thresholding adalah proses mengubah citra berderajat keabuan menjadi citra
biner atau hitam putih sehingga dapat diketahui daerah mana yang termasuk obyek
dan background dari citra secara jelas. Untuk keperluan segmentasi OD maka
digunakan metode thresholding global, menggunakan persamaan:
1 𝑖𝑓 𝑓(𝑥, 𝑦) > 𝑇
g(x,y) ={ (3.4)
0 𝑖𝑓 𝑓(𝑥, 𝑦) ≤ 𝑇
27
Proses ektraksi ciri dilakukan dengan menghitung 6 ciri statistik dari setiap GLCM (16
GLCM) sebagai berikut :
2. Max Probability = max( pij ) (3.5)
7. Entropi.
Entropi menunjukan ukuran ketidakteraturan distribusi intesitas suatu citra
pada matriks co-coccurence. Persamaannya untuk menghitung entropi adalah:
Entopi = ∑𝑘𝑖=1 ∑𝑘𝑗=1 𝑝𝑖𝑗log2 pij (3.6)
8. Energi.
Energi adalah fitur untuk mengukur konsentrasi pasangan intensitas pada
matriks cooccurance . yang digunakan untuk menghitung energi adalah :
Energi = ∑𝑘𝑖=1 ∑𝑘𝑗=1 𝑝2 𝑖𝑗 (3.7)
9. Korelasi.
Ciri ini menunjukan tingkat korelasi antar pixel dalam suatu citra.
Persamaannya adalah :
(𝑖−𝑚𝑟 )(𝑗−𝑚𝑐
∑𝑘𝑖=1 ∑𝑘𝑗=1 (3.8)
𝜎𝑟 𝜎𝑐
10. Kontras
Persamaan yang digunakan untuk mengukur kontras suatu citra ditunjukkan
pada persamaan di bawah ini :
Kontras = ∑𝑘𝑖=1 ∑𝑘𝑗=1(𝑖 − 𝑗)2 𝑝𝑖𝑗 (3.9)
11. Homogenitas
Homogenitas digunakan untuk mengukur kehomogenan variasi intensitas
citra.Homogenitas dihitung dengan persamaan di bawah ini :
𝑝𝑖𝑗
∑𝑘𝑖=1 ∑𝑘𝑗=1 (3.10)
1+|𝑖−𝑗|
Untuk melakukan klasifikasi terhadap fase DR, maka hasil proses ektraksi ciri
statistik selanjutnya akan dijadikan sebagai data masukan untuk dilatih dengan jaringan
syaraf tiruan (JST) untuk mengenali pola inputan serta pasangan pola outputnya.
28
3.1.4 Klasifikasi
Menggunakan ANN dan SVM pada software weka 6.2 dengan melakukan pelatihan
secara berulang untuk mendapat kan nilai bobot tiap node ANN dan SVM (hyperplane)
nya dan data akan dibagi menjadi data training dan data test, dengan menggunakan 110
citra fundus mata yang ada, kemudian akan dibandingkan performa kedua klasifikasi
tersebut sehinggan dapat diketahui klasifikasi yang paling cocok untuk mendeteksi
penyakit Diabetic Retinophaty.
Klasifikasi Klasifikasi
Penyakit
DR Normal
DR A BA
Normal AB B
Pada Table 3.1 menjelaskan A adalah jumlah record yang diklasifikasikan sebagai
DR,AB adalah jumlah record Normal yang diklasifikasikan sebagai Normal, BA
adalah jumlah record DR yang diklasifikasikan sebagai Normal, B adalah jumlah
record Normal yang diklasifikasikan sebagai Normal, kemudian masukkan data uji.
3.1.5.2 Akurasi
Persentasi ketepatan data yang di klasifikasikan secara benar setekah di lakukan
pengujian pada hasil klasifikasi ( Han & Kamber, 2006).
29
3.1.5.3 Spesifikasi
Proporsi kasus yang diprediksi positif yang juga positif benar pada data yang sebenar
nya.
3.1.5.4 Sensitifikasi
Proporsi kasus positif yang sebenarnya yang diprediksi positif secara benar (Powers ,
2011).
30
IV. JADWAL DAN ANGGARAN BIAYA
4.1 Jadwal
Penulis membuat jadwal pengerjaan tugas akhir yang bertujuan agar penggunaan
waktu lebih efektif dan sesuai dengan metodologi yang digunakan. Ada pun jadwalnya
terlihat pada tabel berikut.
Tahun
April
April
Agus
Mar
Mar
Mei
Jun
Feb
Feb
Jul
1 Bimbingan
2 Pembuatan Proposal
3 Perancangan Sistem
4 Pengajuan Proposal
5 Sidang Proposal
6 Pelengkapan Alat
7 Pengukuran/Prediksi
8 Perbaikan / Penyempurnaan
9 Pembuatan Laporan PA
31
10 Pengajuan Sidang Akhir
11 Sidang Akhir
32
DAFTAR PUSTAKA
33
Yellien , R. M., Laya, R., & Vera Sumual. (2014). PREVALENSI RETINOPATI
DIABETIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI BALAI
KESEHATAN MATA MASYARAKAT (BKMM) PROPINSI SULAWESI UTARA
PERIODE JANUARI – JULI 2014. Sulawesi Utara.
34